• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki peranan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki peranan yang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki peranan yang sangat besar di dalam kegiatan ekonomi nasional sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga perantara dalam mobilisasi dana masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit yang diberikan. Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, Bank mempunyai visi dan misi yang sangat mulia yaitu sebagai lembaga yang diberi tugas untuk mengemban amanat pembangunan bangsa demi tercapainya hidup rakyat.

Sistem perbankan Indonesia meliputi Bank Indonesia, seluruh bank umum,bank perkreditan rakyat, dan bank bagi hasil.

1. Bank Indonesia (BI) merupakan lembaga keuangan independen yang diatur UU No 23 Tahun 1999 yang berperan sebagai bank sentral dengan fungsi menjelalankan tugas pengawasan dan pembinaan terhadap bank-bank di Indonesia.

2. Bank Umum terdiri atas bank pemerintah (Bank BNI 46, BRI, Bank Mandiri, BTN,Bapindo), bank pemerintah daerah, bank swasta nasional, bank asing, dan bank campuran.

3. Bank perkreditan rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang

(2)

dipersamakan dengan itu. BPR terbagi atas BPR pra Pakto 27,1988 bank kredit desa,non badan kredit desa, lembaga desa, dan kredit pedesaan serta BPR setelah Pakto 27, 1988.

4. Bank bagi hasil adalah bank yang dalam kegiatan pengerahan dan penyaluran dana didasarkan pada prinsip bagi hasil atau jual beli seperti Bank Muamalat yang didirikan Mei 1992.1

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah salah satu lembaga keuangan yang terkoordinir. Keberadaan BPR di tengah masyarakat sudah ada sejak abad ke 19 dengan bentuk dan nama yang berbeda namun yang tidak berubah adalah tujuannya yaitu untuk mengurangi keberadaan lembaga keuangan yang tidak formal seperti rentenir atau lintah darat dimana bunga yang ditekankan pada masyarakat sangat tinggi dan menekan ekonomi masyarakat. BPR menurut UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 memiliki pengertian bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksankan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR tidak dapat melakukan kegiatan usaha yang berkaitan dengan valuta asing sehingga BPR tidak dapat membuka kantor cabang di luar negri. BPR mendapatkan pembinaan dan pengawasan langsung yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI). Bentuk hukum dari BPR dapat berupa

1OP Simorangkir Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Nonbank, Penerbit Ghalia Indonesia , 2000, Jakarta,

(3)

Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Daerah), Koperasi dan Perseroan Terbatas (berupa saham atas nama). BPR BDE adalah salah satu BPR yang memiliki bentuk hukum berupa Perseroan Terbatas.

Perkembangan BPR di Yogyakarta sangat pesat dan tidak kalah menjamurnya dengan keberadaan bank-bank swasta di Yogyakarta. Keberadaan BPR BDE (Bhakti Daya Ekonomi) di tengah masyarakat sudah ada sejak pada tahun 1970 dan berdasarkan penilaian Majalah InfoBank Award 2011 BPR BDE adalah terbesar di Yogyakarta dengan predikat kinerja Sangat Baik, sehingga dapat menjaga kestabilan roda bisnis perbankan .

Perbankan memiliki usaha pokok yaitu memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Sedangkan pengertian dari lembaga keuangan ini adalah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang keuangan,yaitu dengan menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat.

Pasal 1 angka 12 UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 (untuk selanjutnya disebut Undang-undang Perbankan)2. Undang-undang ini memberikan landasan yuridis yang lebih luas dan jelas serta mempertegas jangkauan pelayanan bank terhadap segala lapisan masyarakat. Peran yang strategis tersebut sejalan dalam pengertian

2UU no 7 tahun 1992 tentang Perbankan,Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 3472 dan Undang-Undang

Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 182 Tahun 1998,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3490

(4)

Bank menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Perbankan yang menyebutkan bahwa Bank dalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Johanes Ibrahim mengemukakan Fungsi bank adalah sebagai perantara keuangan (financial intermediaries), sebagai prasarana pendukung yang amat vital untuk menunjang kelancaran perekonomian, dalam fungsinya mentransfer dana-dana (lonable funds) dari penabung atau unit surplus (lenders) kepada peminjam (borrowers) atau unit deficit.3. Fockema Andreae juga merumuskan bahwa Bank dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang dalam pekerjaannnya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga.4

Kegiatan operasional suatu bank ada 3 (tiga) besar penggolongan kegiatan usaha, yakni kegiatan penghimpunan dana, kegiatan penyaluran dana, dan kegiatan jasa. Kegiatan usaha yang selama ini menjadi tulang punggung bank dalah penyaluran dana dalam bentuk kredit.

Kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere juga yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Kepercayaan yang dimaksud dalam perkreditan adalah antara si pemberi dan si penerima kredit. Kredit adalah pemberian prestasi

3Johanes Ibrahim, Cross Default dan Cross Colateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Penerbit

Aditama, , 2004, Bandung, halaman 1

4Zainal Asikin S.H.SU, Pokok-pokok Hukum Perbankan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995,

(5)

misalnya uang dan barang dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu mendatanng. 5

Ada beberapa pengertian kredit secara menurut undang-undang Perbankan Indonesia, yaitu :

1. Menurut Undang-undang Perbankan No. 14 tahun 1967

Kredit adalah Penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan. 2. Menurut Undang- undang Perbankan No. 7 tahun 1992

Kredit adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

3. Menurut Undang- undang Perbankan No. 10 tahun 1998

Kredit adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

(6)

Berdasarkan penjelasan diatas kredit dapat disimpulkan bahwa kredit memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Kepercayaan yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan, baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

2. Waktu, yaitu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang diterima pada masa yang kan datang. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

3. Degree of risk, yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai

akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula risikonya. 6

Adanya kegiatan perkreditan dalam dunia perbankan maka dapat dikaitkan dengan adanya hukum jaminan. Beberapa definisi mengenai hukum jaminan :

1. Menurut Sri Soedewi Masjchun Sofwan

(7)

Hukum Jaminan adalah mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit dengan menjaminkan benda-benda yang dibeli sebagai jaminan. Peraturan yang demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit bank dari dalam negri maupun luar negri.

2. Menurut J Satrio

Hukum Jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur jaminnan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur.

3. Menurut Salim

Hukum Jaminan adlah keseluruhan dari kaedah-kaedah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk medapatkan fasilitas kredit.

Yang dimaksud dengan jaminan ialah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Di dalam praktek perbankan masalah jaminan ini sangat penting sekali, terutama yang berhubungan dengan kredit yang dilepas kepada nasabahnya.7

7

Hartono Hadisoeprapto SH, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1984, hal 50-51

(8)

Sumber Hukum Jaminan ditemukan dalam :

1. Buku Ke II KUHPerdata tentang Gadai dan Hipotik

2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) terutama berkaitan Hipotik Kapal Laut

3. Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agrarian 4. Undang-Undang No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah 5. Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Fidusia

Sebelum diberlakukannya Undang-Undang No 42 Tahun 1999 dikenal lembaga jaminan fiducia dalam bentuk fiduciaire eigendomsoverdracht atau disingkat FEO yang berarti pengalihan hak milik secara kepercayaan. Pranata Jaminan ini timbul berkenaan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata yang mengatur tentang gadai maka sesuai dengan pasal ini kekuasaan atas benda yang digadaikan tidak boleh berada pada pemberi gadai. Larangan tersebut mengakibatkan bahwa gadai tidak dapat mempergunakan benda yang digadaikan untuk keperluan usahanya

6. Undang-Undang no 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran Bentuk Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : 1. Jaminan yang timbul dari Undang-Undang

Jaminan yang timbul dari Undang-Undang dimaksudkan adalah bentuk-bentuk jaminan yang adanya telah ditentukan oleh suatu Undang-Undang

(9)

yaitu pada Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata dimana dalam pasal-pasal tersebut dijadikan jaminan bagi perikatannya dengan para krediturnya.

2. Jaminan yang timbul dari atau perjanjian adalah Jaminan yang timbul dari perjanjian karena adanya bentuk perikatan demikian itu berarti seorang kreditur (berpiutang) haknya dijamin oleh beberapa debitur (berhutang) bersama-sama dengan perikatan tanggung renteng pasif.8

Undang-undang Perbankan tidak menyebutkan secara tegas dasar hukum perjanjian tentang kredit, namun dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan pada Bab XIII menjelaskan aturan tentang pinjam meminjam dimana diatur kewajiban-kewajiban peminjam (debitur) dan yang meminjamkan (kreditur).

Debitur memiliki kewajiban untuk membayar pinjaman dan kreditur juga memiliki kewajiban untuk memberikan pinjaman sesuai dengan perjanjian, dalam praktiknya banyak debitur yang tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut dikarenakan suatu hal. Alasan debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu :

1. Karena pada diri debitur ada kesalahan

Jadi dalam keadaan seperti itu, debitur tidak dapat memenuhi kewajiban untuk berprestasi karena memang ada kesalahan. Keadaan dimana seorang debitur

8

(10)

tidak dapat memenuhi prestasi kepada kreditur karena kesalahan debitur adalah Wanprestasi.

Keadaan wamprestasi itu tidak selalu bahwa seorang debitur tidak dapat memenuhi sama sekali seluruh prestasi atau dalam memenuhi prestasi tidak dengan baik.

Berdasarkan uraian itu maka dapat dikatakan wanprestasi ada tiga, yaitu : a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali

b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat pada waktunya c. Memenuhi prestasi tetapi tidak baik/sesuai

2. Sebab yang kedua mengapa debitur tidak dapat memenuhi prestasi kepada seorang kreditur dikarenakan adanya Overmacht.

Overmacht atau disebut juga Force Majeur atau Keadaan Memaksa yaitu

suatu keadaan yang dapat menyebabkan seorang debitur tidak dapat memenuhi prestasi kepada kreditur, dimana keadaan tersebut merupakankeadaan yang tidak dapat diketahui oleh debitur pada waktu membuat perjanjian atau dengan perkataan lain bahwa keadaan itu terjadinya di luar kekuasaan debitur.9

Dengan adanya Overmacht maka akibat yang timbul ialah : a. Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi.

9

(11)

b. Debitur tidak dapat dinyatakan lalai, dan oleh karenanya debitur tidak dapat dituntut untuk mengganti kerugiannya.

c. Risiko tidak beralih kepada debitur

Overmacht dapat diartikan ssuuaattuu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada krreditur setelah dibuatnya persetujuan, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung risiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat yang disebabkan adanya kejadiaan yang berbeda di luar kuasanya. Seperti : gempa bumi, gunung berapi,banjir dan bencana alam yang berdampak dapat merugikan manusia.

Overmacht itu dapat bersifat tetap dan bersifat sementara. Overmacht

bersifat tetap/absolut ialah keadaan dimana prestasi sama sekali tidak dapat dipenuhi maka perikatan terhenti sama sekali, misalnya barang musnah. Sedangkan overmacht relief adalah suatu keadaan dimana kewajiban berprestasi terhenti untuk sementara dan akan timbul lagi setelah keadaan overmacht berhenti. Misalnya karena danya larangan import suatu barang.10

Tidak adanya pengaturan khusus atau perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian kredit bermasalah yang disebabkan oleh kondisi

force majeure dalam sebuah perjanjian kredit perbankan , maka dalam

prakteknya akhirnya pihak bank hanya dapat mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/10/PBI/2006 dan selebihnya diselesaikan berdasarkan

(12)

kehendak para pihak yang mengikatkan diri atau didasarkan atas negoisasi antara pihak bank dengan pihak nasabah.

Peristiwa yang terjadi di Yogyakarta pada 26 Oktober 2010 yaitu meletusnya Gunung yang merupakan salah satu gunung teraktif di dunia yaitu Gunung Merapi hingga mengakibatkan sedikitnya 165 orang korban tewas dan milyaran rupiah kerugian materiil. Dampak dari aspek ekonomi sangat berpengaruh terhadap kehidupan pasca meletusnya gunung merapi. Sumber pendapatan masyarakat sekitar yang terkena letusan merapi hancur terkena erupsi dan roda perekonomian pun terhenti. Aktivitas gunung merapi yang tidak dapat diprediksi mengakibatkan sektor perekonomian semakin banyak menelan kerugian setiap harinya. Efek awan panas, sisa-sisa abu vulkanik dan banjir lahar sehingga menyebabkan terputusnya transportasi. Kegiatan perdagangan jual-beli di pasar terhenti akibat transportasi yang terputus, pada sektor pertanian banyak mengalami kerugian (gagal panen) akibat sawah rusak terkena abu vulkanik, sektor peternakan juga mengalami banyak kerugian karena banyaknya hewan ternak yang mati terkena awan panas.

Dampak yang terjadi akibat letusan Gunung Merapi ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Dampak langsung, yaitu berakibat pada perekonomian

2. Dampak tidak langsung, yaitu berakibat pada pariwisata, peternakan, pertanian dan perikanan

(13)

Bank Indonesia mengumumkan data perkiraan kerugian ekonomi yang berdampak pada kegiatan perekonomian regional, di wilayah Yogyakarta yang diakibatkan karena meletusnya gunung merapi. Dampak langsung perekonomian terjadi di daerah-daerah berbahaya yaitu sekitar radius 20 KM dari gunung merapi. Misalnya, di Kecamatan Pakem, Turi, Cangkringan, dan Ngemplak. Empat kecamatan tersebut merupakan pusat budidaya peternakan sapi perah juga menjadi pusat tanaman salak, holtikultura semusim, pariwisata, dan banyak perumahan penduduk.

BPR BDE adalah Bank Perkreditan Rakyat yang memiliki kantor pusat di wilayah Pakem, Sleman dimana wilayah tersebut merupakan wilayah daerah bahaya erupsi merapi karena masuk dalam radius 20 km dari gunung merapi dan sebagian besar nasabahnya merupakan korban letusan merapi. Efek dari bencana meletusnya gunung merapi ini secara otomatis berakibat pada dunia perbankan dalam oprasionalnya terutama pada segmen perkreditan yang memegang peranan penting dalam lajunya roda perbankan dimana nasabahnya mayoritas penduduk sekitarnya selain itu PT BPR BDE Pakem sebagai Kantor Pusat yang merupakan otak dari semua kantor cabang PT BPR BDE yang berdiri di sekitar wilayah Yogyakarta. Debitur PT BPR BDE yang berpotensi bermasalah pasca Erupsi Merapi di 8 (delapan) kecamatan yaitu Cangkringan, Pakem, Turi, Tempel, Manisrenggo, Muntilan, Mantingan dan Magelang. Jumlah Debitur yang berpotensi bermasalah terdapat 39(tiga puluh sembilan) kasus dengan 2 (dua) macam dampak yang dialami :

(14)

1. Terkena Lahar Dingin 2. Erupsi

Para debitur yang berpotensi bermasalah dikarenakan prospek usaha yang dijalankannya terhenti karena dampak Erupsi Gunnung Merapi.

Sebagai contoh :

a. Ny M memiliki usaha kuliner yang cukup terkenal di kawasan Cangkringan bahkan menjadi kuliner yang menjadi tujuan wisatawan di Kaliurang. Dampak dari erupsi merapi ini menghentikan total dari usaha tersebut sehingga kewajiban debitur untuk memenuhi kewajibannya terhadap PT BPR BDE pun tidak dapat dilaksanakan untuk sementara waktu dan hal ini pun juga menjadi konsekuensi dari PT BPR BDE yang sudah menjadi risiko dalam dunia perbankan apabila terjadi keadaan yang tidak terduga/

forcemajuere

b. Tn T memiliki usaha tanaman landscape dan pupuk organik di wilayah rawan bencana selain itu Tn T juga memiliki tempat tinggal yang masuk di dalam kawassan bahaya, dengan dampak merapi berupa abu vulkanik maka banyak mengalami kerugian dalam usahanya. Roda bisnis otomatis terhenti karena kawasan ini dalam beberapa waktu dihentikan dari akses karena masuk dalam zona 20 KM. Tn T mengalami kerugian besar sehingga tidak dapat memenuhi kewajibannya pada PT BPR BDE.

(15)

Adapun kebijakan intern PT BPR BDE tidak adanya unsur kekerasan dalam menyelesaikan masalah ini walaupun telah sampai pada jatah jatuh tempo untuk pelunasan yang sesuai dengan Kebijakan Bank Indonesia.

Oleh karena itulah dalam penulisan tesis ini penulis mengangkat judul “PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH TERHADAP DEBITUR KORBAN BENCANA ALAM GUNUNG MERAPI 2010 PADA P.T. BPR BDE DI YOGYAKARTA”

B. Rumusan Masalah

1. Apakah upaya penyelesaian kredit bermasalah debitur korban bencana alam Gunung Merapi 2010 pada PT BPR BDE ?

2. Bagaimanakah peran Bank Indonesia sebagai pengawas dan Pembina lembaga perbankan dalam penyelesaian kredit bermasalah korban bencana alam Gunung Merapi?

C. Keaslian Penelitian

Penulis melakukan penelusuran sebelum melakukan penelusuran kepustakaan. Penulis menemukan karya-karya ilmiah yang berkaitan dengan pembahasan mengenai “Penyelesaian Kredit Bermasalah”, antara lain :

1. Warsiti tahun 2009, Mahasiswa Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dalam tesis Kredit bermasalah gempa tektonik Mei 2006 dengan rumusan masalah sebagai berikut :

(16)

a. Bagaimanakah penentuan klasifikasi force majeure berupa gempa tektonik Mei 2006 dalam perjanjian kredit di PT BRI Tbk kantor cabang Klaten?

b. Bagaimanakah strategi yang diterapkan oleh PT BRI (Persero) Tbk cabang Klaten dalam menyelesaikan kredit bermasalah yang disebabkan oleh kondisi force majeur tersebut ?

2. Yurina Persada tahun 2011, Mahasiswa Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dalam tesis Penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan hak tanggungan pasca gempa bumi pada PT. Bank Rakyat Indonesia tbk cabang Pariaman dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan Hak Tanggungan pasca gempa bumi pada PT BRI (Persero) Tbk cabang Pariaman ?

b. Bagaimanakah usaha yang dilakukan oleh PT BRI (Persero) Tbk cabang Pariaman dalam penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan hak tanggungan pasca gempa bumi ?

c. Apa saja hambatan-hambatan yang timbul dalam penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan hak tanggungan pasca gempa bumi pada PT BRI (Persero) Tbk cabang Pariaman ?

Berdasarkan ke 2 (dua) penelitian yang diatas, baik dari segi judul maupun dari segi permasalahan yang dibahas, terdapat perbedaan dengan penelitian dan

(17)

penulisan yang penulis teliti. Penelitian yang dilakukan penulis memiliki perbedaan yang signifikan karena penulisan hukum yang diteliti penulis berjudul Penyelesaian Kredit Bermasalah Terhadap Debitur Korban Bencana Alam Gunung Merapi 2010 Pada PT BPR Bank Bhakti Daya Ekonomi Yogyakarta, dengan mengangkat permasalahan upaya penyelesaian bermasalah terhadap debitur korban bencana alam 2010 pada PT BPR BDE dan bagaimana peran Bank Indonesia sebagai pengawas dan Pembina lembaga perbankan dalam penyelesaian kredit Debitur korban bencana alam gunung merapi?

Jadi penulisan hukum ini merupakan penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian penelitian asli.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah:

1. Untuk masyarakat dan ilmu pengetahuan, dapat mengetahui pelaksanaan penyelesaian kredit bermasalah terhadap debitur korban bencana alam gunung merapi 2010 pada PT BPR BDE di Yogyakarta sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang pelaksanaan penyelesaian kredit bermsalah khususnya yang diakibatkan bencana alam (forcemajeur).

2. Mengetahui peran serta Bank Indonesia di dalam mengawasi dan membina lembaga keuangan dalam menyelesaikan kredit bermasalah pada kasus ini.

(18)

E. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan baik melalui metode kepustakaan maupun secara langsung meneliti dilapangan adalah dimaksudkan:

1. Untuk mengetahui upaya penyelesaian kredit bermasalah korban bencana alam Gunung Merapi 2010 yang dilakukan PT BPR BDE di Yogyakarta 2. Untuk mengetahui peran serta Bank Indonesia dalam mengawasi dan

membina PT BPR BDE didalam melaksanakan penyelesaian kredit bermasalah debitur korban bencana alam Gunung Merapi 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu langkah lainnya yang dilakukan adalah dengan mengembangkan kegiatan dan kebijakan untuk membangun sistem kepatuhan internal yang baik, yaitu dengan

Bahwa terhadap point ketiga majelis hakim banding mengakui bahwa perkara ekonomi syari’ah adalah kwenangan Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan pembelajaran dengan metode index card match yang menggunakan collaborative teaching tipe station dan pembelajaran

kategori disiplin tinggi walaupun masih ada 1 orang siswa dengan kategori tinggi yaitu sekor 74.95% pada penyataan positif dan 77.26% pada penyataan negatif,

Polarisasi ini bermula pada dua pendirian yang saling bertolak belakang, pihak Partai Sosialis (Pemerintah) menitik beratkan perjuangan memperoleh pengakuan Indonesia

Robbins (2001 : 248) mengemukakan bahwa kemampuan dan kinerja kelompok di dalam organisasi memerlukan dua hal untuk diperhatikan : Pertama, bukti menunjukkan bahwa individu

Dari hasil analisis diperoleh grain size pelet U02 sinter Cirene sebesar 7,9 11mdan pelet PWR sebesar 6,9 11m.Sedangkan porositas pelet Cirene adalah 12,4% dan pelet PWR adalah

Sistem peralihan hak atas tanah berdasarkan ketentuan hukum adalah bahwa peralihan hak atas tanah terjadi karena sebab tertentu yang secara hukum mengalihkan