• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOC-20170508-WA0003.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DOC-20170508-WA0003.pdf"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia

Indonesian Association of Pathologists

Ikatan Teknisi Patologi Anatomi Indonesia

BUKU PEDOMAN

PELAYANAN PATOLOGI ANATOMI

INDONESIA

Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas perkenan Nya setelah melalui proses cukup panjang akhirnya Buku Pedoman Pelayanan Patologi Anatomi di Indonesia dapat disusun yang selanjutnya akan diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan untuk pelaksanaannya.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang telah memfasilitasi penyusunan buku ini yang sangat penting dipahami bukan hanya oleh para spesialis Patologi Anatomi, tetapi oleh semua pihak yang terkait meliputi seluruh profesi yang membutuhkan pelayanan Patologi Anatomi dan stake holder yang lain seperti Instansi Rumah Sakit, Dinas Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS, maka keberadaan Patologi Anatomi menjadi suatu hal yang tidak dapat dikesampingkan, karena semua diagnosis penyakit yang pemeriksaannya berasal dari jaringan atau cairan tubuh manusia harus berdasarkan diagnosis Patologi Anatomi sebagaimana tercantum dalam Permenkes 755/Menkes/PerIV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik.

Berbagai ketentuan penyelenggaraan hingga sistem rujukan pelayanan Patologi Anatomi sudah dicantumkan dalam buku pedoman ini yang diharapkan dapat memperlancar proses pelayanan diagnostik dengan luaran yang tepat, efektif dan efisien mengingat besarnya jumlah penduduk dan luasnya geografi Indonesia, sementara fasilitas untuk pelayanan Patologi Anatomi baik sumber daya manusia, sarana dan prasarananya masih sangat perlu ditingkatkan.

Harapan kami pelayanan Patologi Anatomi di Indonesia dapat menjadi lebih baik, melalui peningkatan komunikasi dengan semua pihak terkait dan dapat mengikuti perkembangan kemajuan teknologi terkini. Semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membimbing dan melindungi setiap langkah kita. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.,

Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI)

(4)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... BAB I PENDAHULUAN ... Latar belakang ... Dasar hukum ... Tujuan dan Manfaat ... Ruang lingkup ... Sasaran ... Batasan operasional ... Jenis pemeriksaan patologi anatomik ... BAB II ORGANISASI DAN MANAJEMEN ... Struktur organisasi ... Rincian tugas ... Standar prosedur operasional ... BAB III STANDAR PELAYANAN DAN SPESIMEN ... Tahapan praanalitik ... Fiksasi ... Tahapan analitik pemrosesan dan pulasan rutin ... Cara pelaporan ... Pemeriksaan sitopatologi ... Pelayanan histokimia ... Layanan pemeriksaan imunopatologi ... Layanan pemeriksaan patologi molekular ... Tindakan dalam sentra diagnostik patologi anatomik ... Layanan pemeriksaan autopsi klinik ...

(5)

BAB IV STANDAR SUMBER DAYA MANUSIA... BAB V STANDAR MINIMAL SARANA PRASARANA DAN ALAT MEDIS LABORATORIUM ...

Sarana Prasarana ... Alat medis minimal laboratorium ... BAB VI STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3), ALAT PELINDUNG DIRI, SERTA KEAMANAN PASIEN (PATIENT SAFETY) ...

Pengertian keselamatan kerja ... Prosedur keselamatan kerja di laboratorium ... Keselamatan pasien ... Pengelolaan limbah ... BAB VII PEMANTAPAN MUTU INTERNAL DAN EKSTERNAL ... Pemantauan mutu internal ... Pemantauan mutu eksternal ... Standar umum pelaporan diagnosis ...

BAB VIII PENGELOLAAN ARSIP ... Pengertian ... Penyimpanan slaid mikroskopik pemeriksaan histopatologi ... Penyimpanan Blok Parafin ... Penyimpanan formulir asli permintaan pemeriksaan histopatologi ... Penyimpanan formulir duplikat permintaan pemeriksaan histopatologi ... BAB IX JEJARING LAYANAN PATOLOGI ANATOMIK ... Rujukan ... Telepatologi ... BAB X LAMPIRAN...

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Struktur organisasi ... Tabel 3.1. Kemampuan Layanan Sentra Diagnostik Patologi Anatomik pada Berbagai Tipe Rumah Sakit ... Tabel 3.2. Berbagai Jenis Fiksasi ... Tabel 3.3. Layanan Pemeriksaan Histokimia untuk setiap rumah sakit ... Tabel 3.4. Ketersediaan layanan imunohistokimia pada RS Tipe A dan B ... Tabel 4. Jenis Ketenagaan dan Persebaran ... Tabel 5.1. Fasilitas Gedung minimal ... Tabel 5.1.2 Fasilitas Penunjang wajib ... Tabel 5.2.1. Alat medis minimal laboratorium ... Tabel 5.2.2. Alat prosesing minimal laboratorium ... Tabel 6.1.1. Perlengkapan Keselamatan dan Keamanan Laboratorium ... Tabel 6.1.2. Alat pelindung diri ... Tabel 8.1. Penyimpanan arsip ...

(7)

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pelayanan Patologi Anatomi merupakan pelayanan diagnostik dan laboratorium terhadap jaringan dan/atau cairan tubuh. Pelayanan ini berperan sebagai baku emas dalam penegakkan diagnosis yang berbasis perubahan morfologi sel dan jaringan sampai pemeriksaan imunologik dan molekuler. Patologi anatomik berperan dalam mendeteksi kelainan jaringan tubuh dan melakukan penapisan suatu penyakit. Peran Patologi Anatomi semakin meluas mencakup penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosis sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

Permasalahan yang terjadi di Indonesia adalah akses terhadap pelayanan Patologi Anatomi yang bermutu belum terjangkau. Hal ini disebabkan fasilitas pemeriksaan yang belum memadai, yang mencakup: sarana-prasarana pendukung, tenaga pembuat sediaan, maupun dokter spesialis Patologi Anatomi. Kondisi ini diperberat dengan geografi wilayah Indonesia yang sebagian merupakan daerah terpencil, sangat terpencil, kepulauan serta pegunungan.

Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada tahun 2010, di Indonesia kanker menjadi penyebab kematian nomor 3 dengan kejadian 7,7% dari seluruh penyebab kematian karena penyakit tidak menular. Sementara itu, kanker payudara dan kanker leher rahim merupakan jenis kanker tertinggi pada pasien rawat inap maupun rawat jalan di seluruh RS di Indonesia, dengan proporsi sebesar 28,7% untuk kanker payudara, dan kanker leher rahim 12,8%, Kanker darah (leukemia) 10,4%, Kanker kelenjar getah bening 8,3% dan kanker paru 7,8%.

Berdasarkan data kanker di Indonesia tahun 2011, menurut data histopatologik Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) – Yayasan kanker Indonesia (YKI) bahwa kanker payudara dan kanker leher rahim merupakan jenis kanker tertinggi dengan proporsi kanker payudara 19,05%, kanker leher rahim 12,24%, kanker kolon rektum 9,66%, kanker nasofaring 5,19% dan kanker kulit 5,02%.

Diagnosis pasti penyakit kanker membutuhkan pemeriksaan mikroskopik jaringan tubuh, sebelum mendapatkan terapi. Terapi pada kanker sangat membutuhkan biaya yang besar, sehingga pemberian terapi berdasarkan trial and error seringkali menyebabkan pemborosan biaya bahkan yang terpenting tidak memberikan pengelolaan pasien secara optimal.

Untuk menjawab permasalahan di atas, pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak terkait dapat bertanggung jawab dalam penyediaan fasilitas sesuai dengan standar minimal dan sumber daya yang kompeten dalam mendukung pelayanan sentra diagnostik patologi anatomi dengan tetap memperhatikan kualitas mutu pelayanan. Salah satu hal yang dapat dilakukan sehubungan dengan permasalahan geografis Indonesia dan kebutuhan sumber daya adalah pelayanan Patologi Anatomik dengan metode pelayanan telepatologi. Penyelenggaraan pelayanan Patologi Anatomik yang bermutu

(8)

memerlukan kelengkapan sarana prasana, sumber daya yang kompeten, pemetaan wilayah serta alur rujukan dalam bidang Patologi Anatomik. Merujuk kepada masalah yang telah dipaparkan di atas, Kementerian Kesehatan perlu menyusun Buku Pedoman Pelayanan Patologi Anatomik Indonesia. DASAR HUKUM

1. Dasar Hukum

a. Undang Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran b. Undang Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit c. Undang- Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/MENKES/PER/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);

e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 657/MENKES/PER/2009 tentang Pengiriman dan

Penggunaan Spesimen Klinik, Materi Biologik dan Muatan Informasinya

g. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan

h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan;

i. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 43 tahun 2013 tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik yang Baik

j. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit

TUJUAN DAN MANFAAT TUJUAN:

Umum

Tersedia akses pelayanan Patologi Anatomik yang bermutu Khusus

 Tersedia pedoman atau acuan untuk pengadaan sarana, prasarana, peralatan, sumber daya manusia, baik teknisi maupun spesialis patologi anatomik yang kompeten, guna mempersiapkan pelayanan Patologi Anatomik yang berkualitas untuk mendukung upaya preventif, diagnosis, prognosis, dan kuratif.

 Mendapat pemahaman tujuan dan manfaat serta upaya pengelolaan pelayanan Patologi Anatomik.

 Memperluas jangkauan layanan Patologi Anatomik hingga daerah-daerah terpencil.  Tersedia pemetaan wilayah dan jejaring rujukan di bidang pelayanan Patologi

(9)

 Mendorong penerbitan regulasi oleh Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan pembangunan dan pengembangan sentra diagnostik patologi di Rumah Sakit yang mencakup penyediaan sumber daya manusia dan prasarana melalui pemerintah daerah setempat, distribusi penempatan sumber daya manusia dan pengadaan sarana, agar menjamin pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat yang optimal.

MANFAAT :

 Menjamin hak kesehatan masyarakat untuk mendapatkan diagnosis yang benar dan akurat  Menjamin hak kesehatan masyarakat untuk mendapatkan terapi yang sesuai dengan penyakit

yang diderita

 Memperkuat upaya promotif dan preventif yang valid dalam layanan penyakit kanker sesuai dengan kebijakan sistem kesehatan nasional.

RUANG LINGKUP

Buku Pedoman Pelayanan Patologi Anatomik meliputi latar belakang, dasar hukum, tujuan dan manfaat, ruang lingkup, dan definisi operasional yang tercantum di dalam Bab Pendahuluan. Buku ini juga membahas mengenai standar organisasi dan manajemen pelayanan patologi anatomik, kebutuhan minimal sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan tingkatan kelas rumah sakit. Topik bahasan buku ini mencakup standarisasi pengelolaan spesimen, pemantauan mutu internal dan eksternal, pengelolaan arsip di rumah sakit, Keselamatan Kesehatan Kerja (K3), yang meliputi pengelolaan limbah, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), dan keamanan pasien (patient safety), serta alur rujukan berdasarkan kelas rumah sakit.

SASARAN

Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan Fasilitas pelayanan kesehatan

BATASAN OPERASIONAL DEFINISI

Pelayanan Patologi Anatomik adalah pelayanan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis dari suatu penyakit, melalui pemeriksaan jaringan/sel yang diperoleh dari tindakan biopsi/operasi secara makroskopik dan mikroskopik. Layanan Patologi Anatomik/Sentra Diagnostik Patologi Anatomik mencakup dua bagian yaitu bagian laboratorium dan bagian diagnostik.

Semua jaringan dan/atau cairan yang diambil dari tubuh manusia harus diperiksa patologi anatomik kecuali, yaitu:

1. Jaringan sirkumsisi 2. Gigi yang diekstraksi

(10)

3. Jaringan plasenta pada kehamilan normal JENIS PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMIK

Histopatologi: Merupakan cabang ilmu Patologi Anatomik yang melihat perubahan jaringan secara lengkap dan berperan dalam menentukan diagnosis melalui gambaran makroskopik dan mikroskopik dari spesimen yang berasal dari tubuh manusia. Pulasan dalam histopatologi adalah hematoksilin-eosin. Sitopatologi: Merupakan cabang dari ilmu Patologi Anatomik yang berperan dalam skrining dan penegakkan diagnosis di tingkatan sel, dengan spesimen yang berasal dari eksfoliasi sel (pap smear, bilasan dan sikatan), hasil aspirasi dan cairan yang diapuskan pada kaca benda dan dipulas dengan pulasan Papanicolaou dan/atau giemsa atau pulasan khusus lainnya.

Histokimia: Merupakan salah satu pemrosesan laboratorium pada layanan Patologi Anatomik yang memiliki peran membantu penegakkan diagnosis suatu penyakit dengan cara berbagai pulasan yang berbasis reaksi kimia dalam jaringan untuk menentukan kandungan jenis senyawa kimia dalam sel dan jaringan. Contoh: pewarnaan Periodic Acid Schiff untuk menilai kandungan karbohidrat dalam sel. Imunohistokimia: Merupakan cabang ilmu Patologi Anatomik dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit dengan menggunakan metode deteksi protein dari sel/jaringan, melalui teknik imunofluoresensi, imunohistokimia, dan imunositokimia. Contoh: deteksi ER, PR, dan HER2 pada karsinoma payudara.

Patologi Molekuler: Merupakan cabang ilmu Patologi Anatomik yang berperan dalam penentuan diagnosis suatu penyakit dalam tingkatan gen yang berasal dari sel, jaringan ataupun cairan tubuh melalui teknik hibridisasi in situ dan sekuens genetik. Contoh: Deteksi gen HPV berisiko tinggi kanker serviks pada spesimen pap smear.

Biopsi jarum halus (BAJaH) atau Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB):

Melakukan tindakan skrining dan diagnostik dengan cara melakukan aspirasi menggunakan jarum halus untuk organ permukaan. Tindakan biopsi jarum halus untuk lesi di organ dalam atau lesi yang tidak teraba dilakukan dengan bantuan pencitraan (Contoh: USG-guided FNAB, CT Scan-guided FNAB). Potong beku: Merupakan metode pemeriksaan histopatologi untuk menegakkan diagnosis cepat ataupun arahan pemeriksaan sediaan jaringan, organ atau bagian tubuh manusia yang dilakukan secara cepat melalui proses potong beku, dalam kondisi pasien masih di meja operasi. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memberikan arahan bagi klinisi dalam manajemen pasien selama proses operasi berlangsung. Contoh: pemeriksaan jaringan tumor payudara, pemeriksaan batas sayatan tumor kulit. Autopsi klinik: Melakukan tindakan bedah mayat seorang pasien atas permintaan klinisi untuk menentukan, klarifikasi atau konfirmasi diagnosis/penyebab kematian pasien yang belum jelas atau belum diketahui secara pasti diagnosis medisnya.

(11)

BAB II

ORGANISASI DAN MANAJEMEN

STRUKTUR ORGANISASI

NO JABATAN*

KEBUTUHAN MINIMAL BERDASARKAN KELAS RUMAH SAKIT**

Kelas A Kelas B Kelas C

1 Kepala laboratorium PA √ √ - 2 Koordinator Pelayanan dan Tim

Kendali Mutu √ √ - 3 Koordinator Administrasi,

Pendidikan dan Penelitian √ √ - 4 Koordinator Arsip dan sistem

informasi √ √ - 5 Staf teknisi pelaksana √ √ - 6 Staf administrasi √ √ √ ***

Catatan :

(*) Beberapa jabatan yang ada di struktur organisasi minimal dapat dilakukan rangkap oleh satu orang

(**) Jumlah yang dibutuhkan mengikuti analisis beban kerja

(***) Staf administrasi dilatih untuk menjalankan langkah-langkah praanalitik yang baik

RINCIAN TUGAS :

1. Kepala Laboratorium :

a. Memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan pelayanan di Sentra diagnostik Patologi Anatomik

b. Merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengendalikan kegiatan pelayanan sentra diagnostik Patologi Anatomik, termasuk pelayanan pendidikan dan penelitian. c. Mengkoordinasikan dan memelihara administrasi pelayanan, pengarsipan, serta

informasi dan promosi terkait dengan layanan Patologi Anatomik.

d. Melakukan evaluasi, membuat laporan tahunan dan berkala terkait layanan Patologi Anatomik.

e. Memberikan pembinaan administrasi, pelatihan serta manajemen layanan kepada seluruh staf di sentra diagnostik Patologi Anatomik.

(12)

2. Koordinator Pelayanan dan Tim Kendali Mutu

a. Melakukan perencanaan, pengawasan serta memastikan layanan patologi anatomik di sentra diagnostik berjalan lancar sesuai Standar Prosedur Operasional

b. Melakukan perencanaan, pengajuan serta pengawasan terkait ketersediaan barang medis habis pakai dan pemeliharaan alat medik di sentra diagnostik patologi anatomik c. Memastikan proses kendali mutu internal berjalan dengan baik dan sesuai standar, serta

bertanggung jawab terhadap keikutsertaan kendali mutu eksternal layanan patologi anatomik

3. Koordinator administrasi, Pendidikan dan Penelitian

a. Melakukan perencanaan, pengawasan serta memastikan kegiatan administrasi berjalan lancar sesuai Standar Prosedur Operasional

b. Melakukan perencanaan pendidikan dan pelatihan serta penelitian staf medik, teknisi dan staf administrasi di sentra diagnostik patologi anatomik

4. Koordinator Arsip dan sistem informasi

a. Melakukan perencanaan, pengawasan serta memastikan kegiatan pengarsipan patologi anatomik serta sistem informasi teknologi berjalan lancar sesuai Standar Prosedur Operasional

b. Melakukan pelaporan tahunan mengenai registrasi penyakit neoplasma dan non neoplasma berbasis rumah sakit dan/atau patologi.

5. Staf teknisi pelaksana

a. Melaksanakan serta memastikan layanan patologi anatomik di sentra diagnostik berjalan lancar sesuai Standar Prosedur Operasional

6. Staf administrasi

a. Melaksanakan serta memastikan administrasi patologi anatomik di sentra diagnostik berjalan lancar sesuai Standar Prosedur Operasional

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Beberapa jenis contoh standar prosedur operasional (SPO) dan Instruksi kerja (IK) yang ada di suatu sentra diagnostik, yang pada prinsipnya meliputi manajemen pelayanan sentra diagnostik sampai keselamatan dan kesehatan kerja antara lain:

 SPO dan IK pemeriksaan patologi anatomik (praanalitik, analitik dan pascaanalitik)  SPO dan IK arsip dan registrasi penyakit

 SPO dan IK perawatan dan kalibrasi alat medis

 SPO dan IK pengelolaan, pengadaan, dan penyimpanan barang medis habis pakai (BMHP)  SPO dan IK Pemantauan mutu internal

 SPO dan IK penanganan limbah

(13)

BAB III

STANDAR PELAYANAN DAN SPESIMEN

Pelayanan sentra diagnostik patologi anatomik harus tersedia di semua rumah sakit yang melakukan tindakan operatif yang memisahkan jaringan penyakit dari tubuh. Semua jaringan dan/atau cairan yang diambil dari tubuh manusia harus diperiksa patologi anatomik, kecuali:

4. Jaringan sirkumsisi, 5. Gigi yang diekstraksi, dan

6. Jaringan plasenta pada kehamilan normal.

Standar pelayanan Patologi Anatomik yang dilakukan tiap – tiap rumah sakit berbeda berdasarkan kelas rumah sakit. Khusus rumah sakit kelas C yang belum mempunyai fasilitas pelayanan patologi anatomik maka minimal dapat melakukan pelayanan dalam bentuk pengumpulan spesimen dan melakukan tahapan praanalitik spesimen untuk pemeriksaan patologi anatomik.

Tabel 3.1. Kemampuan Layanan Sentra Diagnostik Patologi Anatomik pada Berbagai Tipe Rumah Sakit*

NO JENIS LAYANAN

PELAYANAN MINIMAL

BERDASARKAN KELAS RUMAH SAKIT KELAS A KELAS B KELAS C

1 Pemeriksaan histopatologi √ √ **pra analitik 2 Pemeriksaan Potong Beku √ √ - 3 Pemeriksaan Histokimia √ √ - 4 Pemeriksaan Imunopatologi

Imunohistokimia dasar (Panel karsinoma payudara dan Panel limfoma) √ ± - Imunohistokimia kasus sulit √ - - Imunofluoresensi (ginjal, kulit) √ - - 5 Pemeriksaan Sitopatologi

Papsmear konvensional (apusan vagina, serviks, hormonal)

√ √ **Pra analitik Papsmear liquid base √ √ - Sitologi cairan tubuh (urin, cairan asites, cairan pleura, cairan kista,

sikatan/bilasan bronkus). √ √

**Pra analitik Sitopatologi biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) √ √ - Sitologi sputum √ √ **Pra

analitik 6 Pemeriksaan Patologi Molekuler (PCR/sequencing, hibridisasi in situ,

sitogenetika) ± - - 7 Pemeriksaan Patologi Eksperimental (hewan coba, kultur sel) ± - - 8 Pemeriksaan autopsi klinik √ √ -

*Catatan : Untuk RS Khusus menyesuaikan dengan pelayanan patologi anatomik yang dibutuhkan. **Layanan praanalitik mengacu pada pedoman yang tertulis dalam buku ini.

(14)

Pelayanan Patologi Anatomik merupakan tonggak penegakkan diagnosis yang membutuhkan akurasi dan presisi yang tinggi. Data yang dihasilkan berupa slaid atau data kualitatif dan kuantitatif gen yang berkualitas baik dan optimal sesuai standar. Pencapaian tersebut membutuhkan penyempurnaan pelaksanaan tahapan-tahapan dalam pelaksanaan pelayanan patologi anatomik, yaitu tahapan pra-analitik, pra-analitik, dan pascaanalitik.

TAHAPAN PRAANALITIK

Pada fase praanalitik, petugas medis yang berperan antara lain dokter penanggung jawab pasien (DPJP) dan perawat. Perlu dibuat langkah-langkah untuk memastikan bahwa spesimen sampai dengan baik di suatu sentra diagnostik patologi anatomik, sebagai berikut:

1. Dokter pengirim spesimen menuliskan identitas pasien (sedikitnya nama, jenis kelamin, usia dan tanggal lahir), identitas dokter serta cara mengontak dokter pengirim; lokasi, cara dan waktu pengambilan; jenis cairan fiksasi; diagnosis klinis; keterangan klinis yang lengkap; dan riwayat pemeriksaan Patologi Anatomik sebelumnya (jika ada), pada formulir permintaan pemeriksaan tersebut. Contoh formulir permintaan dapat dilihat pada lampiran.

2. Untuk jaringan histopatologi, spesimen jaringan dimasukkan segera (selambat-lambatnya dalam waktu 30 menit) ke dalam wadah yang besarnya memadai untuk mencakup seluruh spesimen tanpa menyebabkan manipulasi anatomik.

a. Wadah diisi cairan fiksasi berupa formalin buffer 10% (cara membuat cairan formalin buffer 10% dapat dilihat pada lampiran). Volume cairan fiksasi harus memenuhi seluruh jaringan, sehingga terendam sempurna (sedikitnya 10 kali volume jaringan).

b. Jika jaringan berukuran besar, dilakukan irisan sejajar tanpa putus agar cairan fiksasi dapat terserap merata ke seluruh bagian jaringan .

c. Lama fiksasi bergantung kepada besar dan jenis jaringan. Jika jaringan sudah menunjukkan perubahan warna (tidak kemerahan lagi, dan menjadi kecoklatan) serta konsistensi (perabaan) menjadi kenyal-padat, maka fiksasi telah sempurna (sedikitnya selama 8 jam). Jaringan harus terfiksasi sempurna sebelum masuk ke tahap prosesing merupakan syarat mutlak. Untuk keperluan pemeriksaan lanjutan, jaringan harus segera diproses sebelum terendam formalin selama 72 jam. Dengan demikian, waktu optimal untuk fiksasi adalah 8-72 jam (sesuai panduan College of American Pathologists).

3. Untuk spesimen berupa cairan tubuh, dokter/perawat pada unit pengirim memastikan penanganan sesuai kaidah sebagai berikut:

a. Menempatkan spesimen cairan hasil operasi/aspirasi pada wadah sesuai (spuit atau botol), yang telah ditempeli label pasien yang bersangkutan, dimasukkan ke dalam kantong plastik khusus atau wadah lain yang tidak bocor, tidak mudah robek, yang tertutup rapat dan disertakan bersama formulir permintaan pemeriksaan sitologi. b. Apabila cairan belum dikirim ke laboratorium sitologi, cairan harus disimpan di

dalam kulkas dengan suhu 2-8 derajat celcius (bukan freezer), boleh sampai dengan 3 x 24 jam. Kecuali cairan yang berasal dari otak (liquor cerebri) SEGERA dikirimkan ke laboratorium Patologi Anatomik untuk diproses.

4. Untuk spesimen smear/apusan pada slaid, dokter/perawat pada unit pengirim memastikan penanganan sesuai kaidah sebagai berikut:

(15)

a. Segera lakukan fiksasi pada sebagian jumlah slaid dengan merendam dalam cairan fiksasi alkohol 96% selama minimal 30 menit, untuk selanjutnya slaid ini akan diwarnai dengan pulasan Papanicolaou.

b. Slaid lainnya segera keringkan di udara terbuka, untuk selanjutnya akan diwarnai dengan pulasan Giemsa.

c. Khusus untuk sediaan cervical smear/pap smear hanya dilakukan fiksasi alkohol 96% karena akan hanya dilanjutkan dengan pulasan Papanicolaou tanpa pulasan Giemsa. d. Setiap slaid diberikan kode atau tanda agar tidak tertukar bila jumlah pasien lebih

dari satu atau bila lokasi organ lebih dari satu.

e. Sediaan yang dikirim sebaiknya dikemas sedemikian rupa agar tidak menempel satu sama lain

f. Tulis dalam formulir permintaan jumlah slaid yang dikirim dan jenis fiksasinya. Pemeriksaan Pap Smear Berbasis Cairan (Liquid-based cytology)

a. Setelah dilakukan pengambilan sampel serviks, segera masukkan sikat ke dalam cairan fiksasi dan tutup rapat, sesuai dengan petunjuk produsen, dan dikirim ke layanan sentra diagnostik patologi anatomik.

b. Bila dilakukan rujukan, setiap spesimen dilengkapi dengan identitas dan formulir permintaan.

FIKSASI

Proses fiksasi merupakan tahap yang sangat penting dalam rangkaian pemrosesan suatu spesimen. Fiksasi akan mempertahankan morfologi sel dan/atau jaringan seperti ketika sel/jaringan tersebut berada dalam tubuh dan masih mendapat suplai nutrisi dan oksigen. Beberapa fiksasi yang umum digunakan dalam layanan patologi anatomik dapat dilihat pada table 3.2.

Tabel 3.2. Berbagai Jenis Fiksasi

Jenis Fiksasi

Fungsi Penggunaan

Formalin Buffer 10%

Histopatologi, sitologi – metode blok sel, Imunohistokimia, histokimia, patologi molekular.

Spesimen segera dimasukkan dalam wadah berisi formalin segera setelah dipisahkan dari suplai nutrisi/O2. Volume minimal 10x volume spesimen. Jaringan yang besar diiris tanpa putus dengan ketebalan 1 cm.

Alkohol 96%

Papsmear, aspirat BAJaH Fiksasi dilakukan segera setelah diapuskan dan direndam minimal 30 menit.

Alkohol 50%

Sitologi cairan urine (1:1) jika > 12 jam Campurkan urine dan alkohol 50% dengan volume yang sama. Lakukan hanya jika spesimen tidak dapat dikirim segera atau bila lemari pendingin tidak tersedia. Alkohol

70%

Sitologi cairan efusi pleura, asites (1:1) jika > 24 jam

Campurkan cairan dan alkohol 70% dengan volume yang sama. Lakukan hanya jika spesimen tidak dapat dikirim segera atau bila lemari pendingin tidak tersedia Fiksasi

kering

Papsmear konvensional, aspirat BAJaH dengan pulasan Giemsa

Lakukan apusan tipis pada Slaid dan keringkan. Setelah kering, masukkan ke dalam wadah tertutup sebelum dikirim.

Jaringan / cairan segar

Potong beku, beberapa pemeriksaan histokimia (Sudan-III), Imunofluoresen, sitologi cairan (efusi pleura, asites, sputum, LCS )

(16)

TAHAPAN ANALITIK PEMEROSESAN DAN PULASAN RUTIN LAYANAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

Pemeriksaan histopatologik merupakan pemrosesan spesimen berupa jaringan menjadi spesimen yang terfiksasi dan tertanam dalam parafin untuk kemudian dipotong tipis, diletakkan pada slaid, diwarnai oleh hematoksilin dan eosin dan giemsa jika diperlukan, lalu diinterpretasi oleh SpPA. Layanan ini merupakan baku emas diagnosis. Pada kasus-kasus tertentu diagnosis histopatologik membutuhkan layanan pemeriksaan khusus (histokimia) dan layanan pemeriksaan lanjut (imunohistokimia), untuk mengkonfirmasi diagnosis, serta kebutuhan-kebutuhan khusus lainnya, misalnya: penentuan terapi dan prediksi prognosis.

Jenis spesimen

Berbagai jenis spesimen yang diperiksa oleh layanan histopatologi, antara lain:  Jaringan kuretase, transurethral resection.

 Jaringan biopsi

o Trephine biopsy o Jaringan core biopsy o Jaringan biopsi insisi o Jaringan biopsi eksisi o Punch biopsy  Jaringan operasi

Langkah-langkah Pemeriksaan Histopatologi

Berikut adalah berbagai tahapan secara garis besar yang dijalankan dalam suatu layanan pemeriksaan histopatologi:

1. Pengecekan kesesuaian identitas jaringan dan formulir pasien. 2. Proses pemotongan makroskopik :

 Melakukan pemeriksaan spesimen dan dilakukan pengukuran, pencatatan kelainan makroskopik sesuai dengan standar pemotongan makroskopik berdasarkan organ.  Spesimen dimasukkan ke dalam kaset yang telah diberi identitas penomoran

 Dilakukan perendaman di dalam formalin buffer 10% sebelum dilakukan proses lanjutan. 3. Pemrosesan spesimen dapat berlangsung dengan cara manual ataupun menggunakan mesin otomatis yang mencakup fiksasi, dehidrasi dengan alkohol bertingkat, clearing dengan xylol atau cairan pengganti xylol dan infiltrasi dengan parafin cair. Parafin yang digunakan hendaknya memiliki titik leleh

4. Proses penanaman spesimen (embedding) untuk meletakkan dan memposisikan spesimen sedemikian rupa dalam parafin.

5. Proses pemotongan dengan mikrotomi

Pemotongan kasar (trimming) untuk menghilangkan kelebihan parafin di atas spesimen. Pemotongan halus (sectioning) setebal 3 mikron. Khusus untuk spesimen biopsi ginjal

dilakukan pemotongan setebal 1 mikron

6. Proses pengembangan pita parafin spesimen dengan menggunakan water bath berisi air hangat dengan suhu tidak lebih dari 60 0 C (titik didih parafin-lihat petunjuk produsen) dan ditempelkan pada slaid. Slaid yang telah tertempel pita parafin perlu ditiriskan dengan posisi miring secukupnya untuk mencegah gelembung udara yang akan membuat lubang.

7. Proses Pemanasan dengan menggunakan hotplate dengan suhu sesuai titik leleh parafin (lihat petunjuk produsen).

(17)

8. Proses Pewarnaan slaid :

 Pewarnaan Hematoksilin dan eosin  Pewarnaan Giemsa untuk biopsi gaster

9. Proses penutupan slaid menggunakan kaca penutup yang bersih, rata, dan tipis, dengan perekat (mounting medium) dengan indeks refraksi baik.

Reagen dan bahan habis pakai  Formalin buffer 10%  Alkohol 70%  Alkohol 96%  Alkohol absolut

 Xylol atau pengganti xylol

 Parafin dengan titik leleh antara 55-59°Celcius  Hematoksilin

 Eosin

Microtome blade

Kaset Embedding + tutup*  Slaid

Cover glass Mounting medium  Label

Cutter/scalpel

*Tutup kaset dapat berupa tutup yang sekali pakai (menjadi satu dengan kaset) atau tutup yang dapat dipakai ulang.

CARA PELAPORAN

Diagnosis dan pelaporan disajikan secara lengkap, akurat sesuai kaidah pelaporan dan klasifikasi penyakit yang diacu secara lazim di lingkup Patologi Nasional dan Internasional pada saat itu. Komponen pelaporan mencakup:

 Data pengirim pasien (Dokter/RS)

 Data pasien lengkap dengan nomor rekam medik  Isi laporan:

o Deskripsi spesimen makroskopik o Deskripsi spesimen Mikroskopik o Kesimpulan:

 Diagnosis

 Penekanan hal-hal penting terkait terapi dan prognosis o Kode Topologi dan Morfologi

o Anjuran, bila ada o Catatan, bila ada

Interpretasi dimasukkan ke dalam amplop tertutup yang ditujukan kepada dokter yang meminta pemeriksaan tersebut.

(18)

PEMERIKSAAN SITOPATOLOGI

Pemeriksaan sitopatologi merupakan pemeriksaan sel-sel yang bisa diperoleh melalui eksfoliasi alami, eksfoliasi buatan, maupun aspirasi. Nilai diagnostik sitopatologi adalah sebagai skrining atau pemeriksaan awal dan bukanlah penegak diagnosis. Baku emas diagnosis sitopatologi adalah pemeriksaan histopatologi. Terdapat berbagai jenis layanan pemeriksaan sitopatologi yang dapat tersedia dalam suatu sentra diagnostik

Berbagai jenis pemeriksaan sitopatologi, antara lain: 1. Tanpa tindakan :

a. PEMERIKSAAN SITOPATOLOGI EKSFOLIASI i. Slaid Papsmear

ii. Slaid Sputum iii. Slaid hasil sikatan

b. PEMERIKSAAN SITOPATOLOGI CAIRAN: i. Urin

ii. Pleura iii. Asites iv. Kista

v. dan lain-lain c. Pemeriksaan slaid BAJaH d. Pemeriksaan blok sel

2. Dengan tindakan yang dilakukan oleh SpPA a. Papsmear

b. BAJaH

A. PEMROSESAN SAMPEL SITOLOGI YANG DITERIMA DALAM BENTUK SLAID Prosedur/Teknis Pelaksanaan:

1. Spesimen yang diterima dalam bentuk sediaan dicocokkan kembali nomor dan nama yang tertera pada sampel dengan data yang tertulis pada formulir pemeriksaan.

2. Spesimen dalam bentuk sediaan yang difiksasi dengan alkohol 96% selama paling sedikit 30 menit, dilanjutkan dengan pewarnaan Papanicolaou.

3. Spesimen dalam bentuk sediaan yang difiksasi di udara terbuka atau disebut fiksasi kering dilanjutkan dengan pewarnaan Giemsa.

4. Pengecualian untuk Pap smear baik yang diterima sudah dalam bentuk sediaan/preparat atau yang diambil dengan tindakan di klinik sitopatologi hanya diwarnai dengan pewarnaan Papanicolaou.

B. PANDUAN PEMROSESAN SEDIAAN YANG DITERIMA DALAM BENTUK CAIRAN Prosedur/Teknis Pelaksanaan :

1. Spesimen yang diterima dalam bentuk cairan, dicocokkan kembali antara identitas pada sampel dengan dengan data yang tertulis pada formulir pemeriksaan dan apakah sampel tersebut benar sesuai dengan permintaan dan jenis spesimen.

(19)

3. Sebagian endapan cairan yang didapat dari proses sentrifus dikocok hingga homogen dan diapus di sediaan kemudian dilanjutkan dengan fiksasi seperti pada pemrosesan sediaan sitologi.

4. Sebagian endapan cairan dari proses sentrifus kemudian diputar di sitosentrifus dan dilanjutkan dengan fiksasi seperti pada pemrosesan sediaan sitologi.

5. Lakukan pewarnaan sediaan dengan pewarnaan Papanicolaou dan/atau Giemsa. 6. Pengecualian untuk sediaan Sputum, proses pembuatan slaid atau sediaan tidak

menggunakan alat, baik sentrifus maupun sitosentrifus dan untuk pewarnaannya pun hanya dengan pewarnaan Papanicolaou

Daftar kebutuhan bahan kimia Habis Pakai 1. Harris hematoksilin 2. Orange G 6 3. EA (eosin alcohol) 50 4. Giemsa 5. Alkohol absolut 6. Metanol

7. Pewarnaan Giemsa metode cepat 8. Xylol 9. Aquades 10. Object glass 11. Deck Glass 12. Mounting medium 13. HCL 14. NaCL 15. Formalin Buffer 10% 16. Kit Cyto block cell CARA PELAPORAN

Diagnosis dan pelaporan disajikan secara lengkap, akurat sesuai kaidah pelaporan dan klasifikasi penyakit yang diacu secara lazim di lingkup Patologi Nasional dan Internasional pada saat itu. Komponen pelaporan mencakup:

 Data pengirim pasien (Dokter/RS)

 Data pasien lengkap dengan nomor rekam medik  Isi laporan:

o Deskripsi spesimen makroskopik o Deskripsi spesimen Mikroskopik o Kesimpulan:

 Diagnosis

 Penekanan hal-hal penting terkait terapi dan prognosis o Kode Topologi dan Morfologi

o Anjuran, bila ada o Catatan, bila ada

Interpretasi dimasukkan ke dalam amplop tertutup yang ditujukan kepada dokter yang meminta pemeriksaan tersebut.

(20)

PELAYANAN HISTOKIMIA

Pelayanan histokimia merupakan pewarnaan khusus yang berdasarkan reaksi kimia dasar zat yang menyusun suatu jaringan atau sel. Pewarnaan ini bertujuan untuk mengarahkan atau mengkonfirmasi diagnosis diferensial yang ditegakkan berdasarkan pemeriksaan hematoksilin dan eosin (histopatologik). Beberapa jenis pewarnaan khusus histokimia antara lain:

 Pewarnaan untuk mendeteksi materi yang mengandung karbohidrat: o Periodic Acid Schiff/Periodic Acid Schiff-Diastase

o Alcian blue pH 2,5/pH 1 o Mucicarmin

 Pewarnaan untuk mendeteksi materi yang mengandung protein/jaringan mesenkimal o Masson’s trichrome

o Van Giesson

o Jones methenamine silver o Congo red (amiloid) o Elastica Weigert

o Phosphotungstic Acid Hematoxylin

 Pewarnaan untuk mendeteksi materi yang mengandung lemak o Sudan Black

o Sudan III

 Pewarnaan untuk mendeteksi pigmen dan mineral o AgNORs o Fontana Masson o Iyzer/Blue Berlin o Grimelius o Stein o Schmorl o Von Kossa

o Metode menghilangkan pigmen (bleaching)  Pewarnaan untuk mendeteksi bakteri dan fungi

o Fite faraco o Giemsa o Gram

o Grocott methenamine silver o Victoria Blue

o Ziehl Nielsen

 Pewarnaan untuk mendeteksi enzim o Otot dan sumsum tulang

Spesimen pemeriksaan histokimia adalah jaringan yang telah difiksasi, diproses, dan ditanam dalam parafin (Formalyn-fixed, paraffin-embedded [FFPE]).

a. Peralatan yang dibutuhkan: 1. Mikrotom

2. Slide warmer 3. Water bath 4. Timer

(21)

5. Mikroskop binokular 6. Automatic staining machine 7. Lemari asam

8. pH meter 9. Alkohol meter 10. Manual staining jar 11. Rak/alas untuk memulas 12. Pipet set (dari kecil s/d besar) 13. Gelas ukur

14. Labu Erlenmeyer 15. Timbangan

16. Lemari pendingin/ kulkas 17. Oven

18. Termometer kulkas dan ruangan b. Reagen dan bahan habis pakai

1. Kaca benda 2. Kaca penutup

3. Pisau mikrotom sekali pakai (disposable) 4. Sarung tangan non-steril sekali pakai 5. Masker

6. Pensil 2B 7. Buku pencatatan 8. Label

9. Kuas kecil

10. Perekat kaca penutup/mounting media 11. Dye/bahan pewarna:

Tipe B: Ziehl Nielsen, Giemsa, Gram, PAS Tipe A: Semua, sedikitnya:

 Giemsa

- Giemsa stain powder (methylene blue) - Glycerol - methanol  PAS - Periodic acid - Basic fuchsin - Potassium metabisulfite - Hydrochloric acid - Activated charcoal  Alcian blue - 1% Alcian Blue - Acetic acid - Nuclear fast red  Ziehl-Neelsen (ZN)

- Carbol-fuchsin

- Acidified methylene blue  Masson trichrome:

(22)

- Glacial acetic acid - Phosphomolybdic acid - Methyl blue/light green  Retikulin

- Silver nitrate solution - Ammonia

- Potassium permanganate solution - Gold chloride solution

- Sodium thiosulfate solution - Iron alum solution 12. Distilled water

13. Kertas saring 14. Xylol

15. Alkohol 100%, 96%, 70%

c. Standar prosedur Operasional (SPO), instruksi kerja (IK); hal yang perlu diperhatikan, cara manual dan cara mesin

 SPO pemeriksaan patologi anatomik  SPO penanganan limbah

 Instruksi kerja kalibrasi pH meter  Instruksi kerja kalibrasi timbangan

 Instruksi kerja serah terima slaid ke dokter spesialis

 Instruksi kerja pengelolaan, pengadaan, dan penyimpanan reagensia  Instruksi kerja quality control pulasan histokimia

 Instruksi kerja pulasan histokimia

 Dokumen pendukung cara melakukan berbagai pulasan histokimia  Dokumen pendukung cara menggunakan alat pelindung diri d. Cara pelaporan

Laporan histokimia menjadi bagian dari laporan histopatologi. Kontrol kualitas pewarnaan histokimia dilakukan dengan selalu meletakkan jaringan kontrol positif pada Slaid yang sama dengan jaringan kasus. Hal tersebut harus selalu dilakukan untuk memastikan bahwa hasil negatif dari kasus benar-benar bernilai negatif dan bukan negatif palsu.

Tabel 3.3. Layanan Pemeriksaan Histokimia untuk setiap rumah sakit.

No Pewarnaan Ketersediaan Tipe A Tipe B 1 Ziehl Nielsen + +

2 Giemsa + +

3 Gram + +

4 Periodic Acid Schiff (PAS) + + 5 PAS-Diastase + +/- 6 Alcian Blue + +/- 7 Trichrom + +/- 8 Grocott Methenamine Silver + +/- 9 Retikulin + +/- 10 Victoria Blue + +/- 11 Van Giesson + +/-

(23)

12 Mucicarmine + +/- 13 Fite Faraco + +/-

14 Orcein +/- +/-

15 Jones Methenamine Silver +/- +/-

16 Warthin Starry +/- +/-

17 PASM +/- +/-

18 Pulasan Enzim +/- +/-

LAYANAN PEMERIKSAAN IMUNOPATOLOGI

Imunopatologi merupakan layanan patologi anatomik untuk mendeteksi keberadaan molekul protein tertentu dalam suatu jaringan dengan menggunakan konsep ikatan antigen-antibodi dan disertai dengan zat pewarna. Terdapat dua metode imunopatologi berdasarkan metode ikatan antigen-antibodi dan zat pewarna yang digunakan, yaitu metode imunofluorosensi dan imunohistokimia. Imunofluoresensi adalah metode ikatan antigen-antibodi direk dengan menggunakan zat warna yang berpendar dalam gelap. Metode ini digunakan terhadap jaringan segar (tidak difiksasi dan tidak diproses). Hasil pulasan imunofluoresensi hanya dapat dilihat pada mikroskop fluoresensi dengan filter yang memiliki panjang gelombang yang sama dengan zat warna. Imunohistokimia (sinonim: imunoperoksidase, imunohistologi) merupakan metode ikatan antigen-antibodi indirek dengan menggunakan zat warna kromogen, contohnya: diamino benzene (DAB) yang menghasilkan warna kecokelatan. Hasil pulasan imunohistokimia dapat dilihat menggunakan mikroskop cahaya biasa. Tujuan teknik pewarnaan imunopatologi adalah untuk mendeteksi protein tertentu pada sel/jaringan guna mengkonfirmasi diagnosis penyakit, menentukan terapi, dan memprediksi prognosis.

Alur Layanan

1. Penentuan panel antibodi dan kelayakan jaringan dilakukan oleh dokter spesialis patologi anatomik berdasarkan data pada formulir permohonan dan gambaran sediaan Hematoksilin Eosin (HE)/Papanicolaou.

2. Setelah dinyatakan layak pulas dan panel jaringan antibodi telah ditentukan, slaid unstained dari potongan blok parafin atau sitologi dipulas sesuai dengan antibodi yang diperlukan, dengan menggunakan mesin atau manual

3. Slaid terpulas dibaca oleh dokter spesialis patologi anatomik dan diagnosis ditegakkan 4. Hasil dilaporkan sesuai format yang berlaku

5. Slaid disimpan sebagai arsip

6. Blok yang berasal dari RS/PA luar dikembalikan Prosedur/Teknis Pelaksanaan:

1. Formulir permintaan dan spesimen yang akan diperiksa dicatat di buku khusus pencatatan imunopatologi, yang mencakup: Tanggal terima, Nomor PA, Dokter Pengirim, Nama Pasien, Jenis kelamin, Usia, Asal Rumah Sakit, Jenis Pemeriksaan, Dokter Pemeriksa dan Tanggal keluar hasil. Jenis pemeriksaan yang diterima disesuaikan dengan permintaan pemeriksaan.

2. Bila spesimen berasal dari internal rumah sakit, petugas laboratorium imunopatologi meminjam blok paraffin dan sediaan HE ke petugas Arsip.

3. Bila merupakan blok paraffin yang dikirim berasal dari Rumah Sakit Luar, maka blok paraffin langsung diproses untuk pembuatan sediaan histopatologik (HE) (jika sediaan HE tidak disertakan dalam dokumen pasien).

(24)

4. Sediaan HE diserahkan ke SpPA untuk diperiksa kelayakan tumor dan penentuan panel antibodi yang diperlukan sesuai kasus.

5. Dokter SpPA menyerahkan hasil pemeriksaan kelayakan tumor dan penentuan panel kepada petugas Lab. Imunopatologi pada hari yang sama pada saat diserahkan.

6. Blok paraffin dipotong 3 - 5 µm menggunakan Microtome yang terkalibrasi, kemudian dilekatkan pada kaca objek yang telah dilapisi perekat. Jumlah potongan disesuaikan dengan permintaan panel antibodi.

7. Petugas Laboratorium Imunopatologi mempersiapkan proses pulasan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang tertera pada formulir permintaan yang telah disetujui oleh SpPA.

8. Teknisi Imunopatologi memroses sediaan berdasarkan prosedur rutin laboratorium .

9. Setelah proses pulasan di laboratorium selesai, petugas laboratorium imunopatologi menyerahkan hasil pemrosesan sediaan kepada SpPA

10. Dokter SpPA menyimpulkan hasil penilaian berdasarkan keterangan klinik, gambaran histopatologi dan hasil pulasan, kemudian mengetik jawaban akhir dalam database atau Laboratory Information System (LIS) atau Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS).

11. Jika hasil definitif belum dapat dikeluarkan, maka jawaban sementara dibuat dahulu oleh Dokter SpPA sampai hasil definitif dapat ditegakkan.

12. Jawaban dicetak, diperiksa dan ditandatangani oleh Dokter SpPA yang memeriksa.

13. Jawaban dan blok yang berasal dari pasien diserahkan ke loket pengambilan hasil, dan dicatat di dalam buku ekpedisi.

14. Blok parafin dan HE yang merupakan arsip internal Rumah Sakit diserahkan kembali ke bagian Arsip, untuk disimpan oleh petugas, penyerahan harus disertai tanda bukti penyerahan. 15. Formulir dan Slaid pemeriksaan IHK disimpan di dalam arsip laboratorium.

Hasil yang diharapkan 1. Kontrol Positif

Kontrol positif digunakan untuk memastikan bahwa hasil negative benar-benar negative dan bukan negative palsu. Kontrol positif dapat berasal dari:

 Slaid kontrol positif komersial  Kasus-kasus lama yang positif

Multi-tissue sausage (berbagai jaringan dalam satu blok yang salah satunya mengandung protein yang diuji)

Bila pulasan dilakukan dengan mesin, maka kontrol positif dapat dibuat per batch, sedangkan bila pulasan dilakukan secara manual, maka kontrol positif dibuat di slaid yang sama dengan spesimen (on Slaid).

2. Kontrol Negatif

Kontrol negatif digunakan untuk memastikan bahwa hasil positif benar-benar positif dan bukan positif palsu. Kontrol negatif dapat berasal dari:

 Slaid kontrol negatif yang berasal dari jaringan yang telah dipastikan tidak mengandung protein tersebut.

 Blok pasien dan dipulas bersama slaid pasien tetapi tanpa diinkubasi dengan antibodi primer

(25)

Cara Pelaporan :

1. Diagnosis dan pelaporan disajikan secara lengkap, akurat sesuai kaidah pelaporan dan klasifikasi penyakit yang diacu secara lazim di lingkup Patologi Nasional dan Internasional pada saat itu, yang memuat:

a. Kelayakan spesimen b. Deskripsi ekspresi protein. c. Kesimpulan, bila ada d. Anjuran, bila ada.

Tabel 3.4. Ketersediaan layanan imunohistokimia pada RS Tipe A dan B

NO ANTIBODI

KETERSEDIAAN JENIS

ANTIBODI BERDASARKAN

KELAS RUMAH SAKIT

KELAS A KELAS B 1 ER + + 2 PR + + 3 HER-2/CeRB-B2 + + 4 Ki67 + + 5 AE1/AE3 + + 6 CD 20 + + 7 CD3 + + 8 LCA (CD45) + + 9 p63 + +/- 10 S100 + +/- 11 Vimentin + +/- 12 CK 7 + +/- 13 CK 20 + +/- 14 CEA + +/- 15 TTF1 + +/- 16 Tiroglobulin + +/- 17 Calretinin + +/- 18 PSA + +/- 19 p53 + +/- 20 EMA + +/- 21 Synaptophysin + +/- 22 Chromogranin + +/- 23 NSE + +/- 24 CD10 + +/- 25 TdT + +/- 26 CD30 + +/- 27 CD15 + +/- 28 ALK + +/- 29 Pax 5 + +/- 30 MUM1 + +/- 31 Bcl2 + +/- 32 Bcl6 + +/- 33 Kappa +/- +/-

(26)

NO ANTIBODI

KETERSEDIAAN JENIS

ANTIBODI BERDASARKAN

KELAS RUMAH SAKIT

KELAS A KELAS B 34 Lambda +/- +/- 35 CD79a + +/- 36 CD21 + +/- 37 CD68 + +/- 38 CD56 + +/- 39 Perforin +/- +/- 40 Granzyme +/- +/- 41 CD4 +/- +/- 42 CD8 +/- +/- 43 CD34 + +/- 44 CD117 + +/- 45 CD138 + +/- 46 Myo-D + +/- 47 CD99 + +/- 48 MPO +/- +/- 49 S100 + +/- 50 Vimentin + +/- 51 Desmin + +/- 52 Smooth Muscle Actin + +/- 53 HMB-45 + +/- 54 Melan-A +/- +/- 55 IgA* +/- +/- 56 IgG* +/- +/- 57 IgM* +/- +/- 58 C3c* +/- +/- 59 C1q* +/- +/- 60 Fibrinogen* +/- +/- 61 C4d* +/- +/- 62 SV40* +/- +/-

LAYANAN PEMERIKSAAN PATOLOGI MOLEKULER

Layanan patologi molekular dapat diadakan di RS Khusus Kanker dan RS Umum tipe A yang merupakan rujukan nasional. Layanan patologi molekular dapat mencakup layanan deteksi gen menggunakan teknik hibridisasi in situ untuk menilai amplifikasi gen dan translokasi kromosom maupun polymerase chain reaction (PCR) untuk menilai mutasi genetik. Perbedaan mendasar kedua teknik tersebut adalah lokasi gen yang dideteksi; teknik hibridisasi in situ melihat keberadaan gen target dalam satu sel, sedangkan teknik PCR hanya mengetahui apakah gen tersebut ditemukan pada spesimen yang diperiksa. Teknik hibridisasi in situ yang dapat dilakukan pada rumah sakit tipe A sedikitnya adalah amplifikasi gen penyandi HER-2 dan keberadaan gen EBV, yaitu EBER. Layanan Deteksi Gen P merupakan pemeriksaan Patologi Molekuler adalah pemeriksaan canggih lanjutan tahap molekuler yang menggunakan DNA/RNA sebagai bahan yang akan diperiksa. Pemeriksaan tersebut dapat berupa pemeriksaan deteksi mutasi (misalnya: EGFR, KRAS, NRAS, BRAF) dan pemeriksaan HPV (PCR konvensional dan HPV Genotyping) pada spesimen yang berasal dari jaringan yang dibuat blok parafin atau dari sediaan sitologi.

(27)

A. STANDAR UMUM

Rumah sakit yang perlu mengadakan pelayanan patologi molekuler adalah rumah sakit rujukan nasional tipe A dan rumah sakit pusat khusus layanan kanker untuk mendeteksi penyakit-penyakit yang seringkali langka dan hanya bisa ditegakkan diagnosisnya berdasarkan perubahan genetik.

B. STANDAR KHUSUS

Pengadaan layanan patologi molekular membutuhkan perhatian khusus.

1. Ruangan yang terdiri atas minimal 2 ruangan khusus bersekat yang merupakan ruang persiapan dan pra-PCR, serta ruang PCR bertekanan negatif dan steril.

2. Ketersediaan sumber listrik yang tak terputus disertai tenaga cadangan dan uninterrupted power supply.

3. Suhu dan kelembaban ruangan terjaga dengan suhu maksimal 24°Celsius dan kelembaban maksimal 70%.

4. Ruangan selalu terjaga kebersihannya.

Jenis spesimen yang menjadi bahan pemeriksaan patologi molekular dapat berupa: 1. Blok Parafin

2. Slaid sitologi 3. Cairan sitologi

Persyaratan spesimen yang dapat diterima adalah yaitu:

i. Blok paraffin/Slaid terfiksasi basah harus melalui proses praanalitik yang baik ii. Spesimen histopatologi tidak melalui proses dekalsifikasi konvensional

iii. Jumlah sel tumor yang dibutuhkan dalam spesimen harus mengikuti panduan kit insert pada reagen yang digunakan.

a. Alat 1) Microtome 2) Waterbath 3) Cold plate 4) Hot plate 5) Microcentrifuge 6) Vortex

7) Mesin PCR konvensional/Mesin Real Time PCR 8) Micropippet 9) Apparatus Electrophoresis 10) Gel doc 11) Personal computer 12) Micro balance 13) Microwave 14) Lemari pendingin 4°C 15) Freezer -20°C

16) Digital Microscope atau microdissecting microscope. b. Ruangan khusus yang dibutuhkan

1) Ruangan Pre-PCR 2) Ruangan khusus PCR 3) Ruangan Post-PCR

(28)

c. Reagen dan bahan habis pakai

1) Kit ekstraksi DNA/RNA, yang berstatus IVD.

2) Kit deteksi, yang berstatus IVD. Kit deteksi yang dianjurkan adalah kit dengan kemampuan mendeteksi mutasi yang terdapat pada sedikitnya 50% populasi sel tumor atau kurang (lebih sensitif).

3) Preparat kaca 4) Microtome blade 5) Surgical blade

6) Microtube berbagai ukuran 7) Filtered Tips berbagai ukuran 8) Well plate for PCR

9) Bahan kimia (xylol, alcohol) 10) PCR-grade water

11) Aquabides steril 12) Reagen PCR

13) Reagen Elektroforesis 14) Masker

15) Sarung tangan non-powder

d. Standar prosedur operasional (SPO) dan instruksi kerja (IK) mencakup berbagai hal yang perlu diperhatikan, cara manual, dan cara mesin. Cara kerja bergantung pada insert kit dan instrumen yang digunakan. Berbagai contoh dokumen yang diperlukan:

1) SPO Pemeriksaan Patologi Molekuler 2) IK Penerimaan sample pasien 3) IK Cek tumor

4) IK Pemeriksaan Deteksi Mutasi 5) IK Pemeriksaan HPV genotyping 6) IK Analisis hasil

7) IK Pengembalian sampel pasien 8) Dokumen Kerja Ekstraksi DNA 9) Dokumen Kerja PCR konvensional 10) Dokumen Kerja PCR Real Time 11) Dokumen Kerja Elektroforesis e. Cara Pelaporan

1) Hasil pemeriksaan yang sudah dianalisis oleh Teknisi Lab, kemudian disetujui oleh Kepala Lab. Patologi Molekuler

2) Lembar jawaban dengan mencantumkan: - Informasi laboratorium (Nama laboratorium)

- Identitas dan demografik pasien (Nama Pasien, No. Rekam Medik, No. Registrasi/No. Sediaan)

- Asal Rumah Sakit/bagian - Nama Dokter Pengirim - Jenis pemeriksaan yang dipilih - Hasil pemeriksaan dan interpretasi - Prosedur yang dilakukan

- Komentar - Tanggal Jawab

(29)

- Kolom tanda tangan Kepala Laboratorium dan Dokter SpPA (DPJP sesuai divisi terkait)

- Disclaimer/Catatan khusus terkait keterbatasan pemeriksaan Hasil yang diharapkan Pemeriksaan Patologi Molekuler

Terdapat berbagai hal yang dilakukan untuk menjamin kualitas, akurasi dan presisi pemeriksaan patologi molekular, yaitu:

1. Ekstraksi DNA.

a. Pemeriksaan DNA hasil ekstrasi menggunakan pemeriksaan spektofotometer. DNA yang memiliki kemurnian/puritas yang baik dengan panjang gelombang A260/280 memiliki indeks 1.8-2.

2. PCR konvensional dan elektroforesis.

a. Tersedianya spesimen kasus (sampel), kontrol positif, kontrol negatif, dan penanda/marker.

b. Semua spesimen (sampel pasien, kontrol positif, kontrol negatif, dan penanda) tersusun dengan baik dan menghasilkan pita yang nyata, tebal, dan bersih (tidak ada area yang kabur atau samar-samar)

c. Pita kontrol positif muncul secara nyata, tebal, dan bersih dengan ukuran yang sesuai. d. Pita kontrol negatif harus tidak terlihat atau tidak muncul.

3. Deteksi mutasi (RT-PCR)

a. Terdapat spesimen kasus, kontrol internal (dari kit), kontrol positif dan kontrol negatif. b. Kontrol positif memberikan hasil mutasi pada hot spot yang dicakup.

c. Kontrol negatif negatif tidak memberikan hasil mutasi.

TINDAKAN DALAM SENTRA DIAGNOSTIK PATOLOGI ANATOMIK

BIOPSI ASPIRASI JARUM HALUS

Pemeriksaan Sitologi aspirasi yang pengambilan bahan sel dari suatu lesi yang teraba maupun tidak teraba dengan menggunakan jarum suntik atau spinal nomor 27 G hingga 23 G yang dilakukan oleh tenaga medis yang memiliki kompetensi, dan berguna sebagai penapisan awal sifat biologik suatu lesi dengan metode invasif minimal.

Alat yang diperlukan :

a. Tray/papan Slaid b. Slaid

c. Staining Jar berisi alkohol 96% d. Kapas alkohol

e. Kassa steril f. Plester lebar 3 cm g. Ethyl Chloride Spray

h. Jarum halus berukuran 23G-27G i. Spuit 5 cc dan 20 cc

j. Pistol aspirator atau syringe holder k. Sarung tangan

(30)

m. Masker n. Pensil/pulpen Prosedur

Sebelum melakukan tindakan BAJaH, pasien mendapatkan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan dan memberikan persetujuan secara tertulis (informed consent). Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan indikasi.

TINDAKAN BIOPSI JARUM HALUS (BAJaH) Prosedur/Teknis Pelaksanaan :

BENJOLAN SUPERFISIAL/teraba:

1. Pasien diposisikan sampai lesi dapat terlihat jelas untuk dilakukan BAJaH

2. Lakukan prosedur aseptik-antiseptik pada daerah target BAJaH dan sekitarnya dengan alkohol. 3. Bila pasien sangat sensitif dapat dilakukan anestesi lokal terlebih dahulu dengan ethyl chloride 4. Palpasi secara perlahan untuk mengetahui ukuran, bentuk, konsistensi, pergerakan dari massa

target BAJaH.

5. Segera fiksasi target massa BAJaH untuk mencegah mobilisasi target.

6. Tusukkan jarum 25 G atau lebih kecil ke dalam massa target BAJaH sesuai dengan besarnya benjolan (ukuran jarum tergantung dari konsistensi massa tumor)

7. Lakukan manuver dengan cara menarik dan menusukkan jarum dan menggerakan maju mundur satu arah untuk menghindari perdarahan di dalam, dengan kedalaman yang berbeda selama beberapa kali, namun ujung jarum tidak boleh sampai keluar dari kulit

8. Pengambilan aspirat lesi superfisial dapat mengandalkan aspirasi pasif dari jarum ataupun aspirasi aktif dengan spuit ataupun menggunakansyringe holder.

9. Jarum yang berisi sampel aspirat segera lepaskan dari spuitnya, kemudian isi spuit dengan udara dan sambungkan kembali dengan jarum, segera sempritkan aspirat pada kaca benda minimal 2 Slaid ( 1 untuk pewarnaan Papanicolaou, satu lainnya untuk pewarnaan Giemsa) setelah itu segera lakukan apusan pada kaca benda. Slaid untuk papanicoulaou harus segera dimasukkan ke dalam cairan fiksasi (alkohol 96%) segera setelah diapuskan.

10. Spuit dan jarum yang sudah terpakai dimasukkan ke dalam kontainer berwarna kuning (safety box)

11. Bila benjolan berukuran besar atau pada saat BAJaH pertama tidak didapatkan bahan pemeriksaan yang adekuat lakukan BAJaH lebih dari satu tempat.

12. Puncture atau aspirasi dapat diulang secukupnya dengan mempertimbangkan kecukupan spesimen serta nyeri yang dirasakan pasien.

BENJOLAN TERLETAK DALAM (tidak teraba) /ORGAN DALAM

1. Pasien diposisikan sampai lesi dapat terlihat jelas dengan pencitraan menggunakan USG atau CT Scan bergantung kebutuhan untuk dilakukan BAJaH

2. Khusus untuk kasus tulang, BAJaH dapat dilakukan dengan tuntunan foto polos tulang posisi AP dan lateral.

3. Lakukan prosedur aseptik-antiseptik pada daerah target BAJaH dan sekitarnya dengan alkohol dan povidon iodine 10%.

(31)

5. Tusukkan jarum spinal 25 G ke dalam massa target BAJaH dengan pencitraan (ukuran jarum tergantung dari konsistensi massa tumor)

6. Lakukan aspirasi aktif dengan menggunakan spuit atau syringe holder

7. Jarum yang berisi sampel aspirat segera lepaskan dari spuitnya, kemudian isi spuit dengan udara dan sambungkan kembali dengan jarum, segera sempritkan aspirat pada slaid minimal 2 Slaid ( 1 untuk pewarnaan Papanicolaou, satu lainnya untuk pewarnaan Giemsa) setelah itu segera lakukan apusan pada kaca benda. Slaid untuk papanicolaou segera dimasukkan ke dalam cairan fiksasi alkohol 96% setelah diapuskan

8. Spuit dan jarum yang sudah terpakai dimasukkan ke dalam kontainer berwarna kuning (safety box)

9. Bila benjolan berukuran besar atau pada saat BAJaH pertama tidak didapatkan bahan pemeriksaan yang adekuat lakukan BAJaH lebih dari satu tempat

POTONG BEKU

Pemeriksaan menggunakan metode potong beku adalah pemeriksaan jaringan yang dilakukan secara cepat dengan metode fiksasi pembekuan cepat durante operasi. Tujuan pemeriksaan potong beku adalah untuk memberi arahan kepada klinisi tentang tindakan selanjutnya intraoperatif. Ruangan untuk melakukan potong beku harus berada di Instalasi Bedah atau sangat dekat dengan instalasi bedah untuk mempercepat pengiriman jaringan serta keseluruhan proses diagnostik potong beku. Indikasi potong beku, yaitu:

• Menegakkan diagnosis potong beku untuk keputusan intraoperatif • Menilai batas operasi

• Menilai keadekuatan jaringan dari spesimen biopsi dalam suatu prosedur terbuka atau rumit Modalitas potong beku hanya digunakan untuk melihat batas sayatan operasi (radikalitas), misalnya pada keganasan kulit dan jaringan lunak serta pada Morbus Hirschsprung, anak sebar kelenjar getah bening, serta diagnosis kemungkinan keganasan pada payudara, tiroid, dan ovarium. Modalitas ini tidak dapat dilakukan untuk pemeriksaan kecurigaan limfoma dan tumor jaringan lunak.

Permintaan tindakan potong beku dapat ditolak, bila:

• Jika saat menegakkan diagnosis dibutuhkan keseluruhan sampel jaringan dan tidak memungkinkan menyisakan jaringan yang tidak beku (misal: lesi kulit berpigmen)

• Jika seluruh spesimen tampak uniform dan secara makroskopik jinak, misal: kista serosa. • Spesimen sangat mungkin mengandung infeksi, misal: tuberkulosis, dan tidak ada cryotome

cadangan untuk dekontaminasi cryotome yang dipakai. • Bila tidak ada kejelasan waktu dilakukan operasi. Alat

1. Cryotome dengan chamber tertutup, dilengkapi dengan pengatur suhu digital dan metode dekontaminasi. Tidak diperkenankan menggunakan cryotome model jung (pendingin CO2) tanpa chamber 2. Mikroskop binokuler 3. Staining jar 4. Pisau 5. Pinset 6. Alas potong 7. Lemari asam

(32)

8. Pipet 9. Kuas

Reagensia dan bahan habis pakai 1. Reagen Hematoksilin 2. Reagen Eosin 3. Alkohol (70%, 96%, absolut) 4. Xylol 5. Formalin buffer 10% 6. Mounting medium 7. Slaid 8. Kaca penutup 9. Microtome blade

10. Frozen Embedding medium

Langkah-langkah Pemeriksaan Potong Beku

1. Petugas/teknisi potong beku Departemen Patologi Anatomik (PA) menerima formulir/surat permintaan atau mendapat informasi jadwal operasi selambat-lambatnya satu hari sebelumnya. 2. Pada hari pelaksanaan, teknisi potong beku memeriksa kesesuaian antara data yang terdapat

pada formulir/surat permintaan dengan spesimen/jaringan yang diterima.

3. Teknisi potong beku dan Spesialis Patologi Anatomik (SpPA) menggunakan alat pelindung diri (APD).

4. SpPA menilai kelayakan besar jaringan untuk dapat dilakukan potong beku.

5. SpPA berwenang meminta tambahan jaringan atau menolak pemeriksaan jika jaringan kecil dan diperkirakan tidak cukup untuk pemeriksan lanjutan (imunologik, molekuler).

6. SpPA memeriksa, mencatat gambaran makroskopik, memilih bagian dari spesimen/jaringan yang representatif untuk diproses potong beku.

7. Spesimen dibekukan cepat dan dipotong setebal 3-5 µm dan diwarnai dengan hematoksilin eosin.

8. Jika diperlukan, SpPA mengambil jaringan imprint dan diwarnai dengan hematoksilin eosin oleh teknisi.

9. Teknisi memproses jaringan sampai menjadi sediaan yang siap dibaca.

10. Sediaan imprint dan potong beku diperiksa dengan mikroskop cahaya untuk menentukan diagnosis.

11. Jawaban disampaikan sesegera mungkin via telepon.

12. Hasil pemeriksaan ditulis dalam formulir jawaban potong beku dan formulir permintaan dan ditandatangani SpPA.

13. Teknisi melakukan fiksasi sisa jaringan potong beku sesuai dengan kaidah yang berlaku (lihat teknik fiksasi). Formulir permintaan dan Slaid potong beku serta imprint disertakan.

Cara Pelaporan

1. Deskripsi makroskopik

2. Membuat diagnosis potong beku 3. Disclaimer (bila ada)

(33)

5. Lembar jawaban kemudian diserahkan ke dokter pemohon (untuk disimpan di dalam status/rekam medik pasien) dan duplikat lembar jawaban untuk arsip Departemen/ Instalasi Patologi Anatomik

LAYANAN PEMERIKSAAN AUTOPSI KLINIK

Autopsi Klinik adalah prosedur pembedahan pascamati (postmortem) yang dilakukan oleh SpPA pada kasus kematian yang berhubungan dengan penyakit. Pemeriksaan yang dilakukan adalah berupa pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Pemeriksaan dalam meliputi pemeriksan makroskopik dan mikroskopik seluruh organ, dengan pulasan rutin dan khusus. Hasil dari seluruh pemeriksaan akan disimpulkan sebagai laporan lengkap Autopsi klinik. Tujuan Pemeriksaan Autopsi klinik adalah untuk mencari dan menentukan penyebab dan cara kematian serta mengevaluasi penyakit atau jejas yang terjadi.

Prosedur:

1. SpPA dan teknisi (tim) melakukan persiapan autopsi berupa pengecekan kelengkapan administrasi, data klinik dan sarana

2. Pemeriksaan autopsi dilakukan oleh tim di ruang autopsi klinik

3. Semua penemuan dalam pemeriksaan luar dan dalam didokumentasikan dalam bentuk tertulis 4. Dilakukan pengambilan sampel dari semua organ untuk dilakukan pemeriksaan histopatologik 5. Penutupan kembali mayat dilakukan setelah pemeriksaan dalam selesai.

(34)

Alat

1. Alat pelindung diri (cap, goggle, masker, apron, jas laboratorium, sepatu boot) 2. Pisau 3. Alat pengukur 4. Timbangan 5. Botol spesimen 6. Formalin buffer 10% 7. Kamera Cara Pelaporan

LAPORAN PEMERIKSAAN AUTOPSI No. Reg. Ked. For :

_________________________________________________________________________ Umur : -- Jenis kelamin : Bangsa : Alamat : Tanggal meninggal : Pemeriksaan luar : Pemeriksaan dalam : Dokter penanggung jawab :

Pemeriksa :

LAPORAN DIAGNOSIS :

RINGKASAN KETERANGAN KLINIK : PENEMUAN PADA PEMERIKSAAN AUTOPSI : EPIKRISIS (Ringkasan Temuan Penting): SEBAB KEMATIAN (Kesimpulan):

Tempat dan tanggal laporan dibuat

Tanda tangan dokter SpPA ______________________________________________________________________________ REFERENSI

1. Bancroft JD, Layton C, Suvarna SK. Bancroft’s Theory and Practice of Histological Techniques. 7th ed. Beijing: Churchill Livingstone Elsevier; 2013.

2. Koss LG, Melamed MR, editors. Koss’ Diagnostic Cytology and its histopathologic bases. 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2006.

(35)

BAB IV

STANDAR SUMBER DAYA MANUSIA

Sumber daya manusia merupakan komponen yang sangat penting dalam layanan patologi anatomik, khususnya karena banyak pekerjaan yang membutuhkan keterlibatan manusia, tetapi menuntut ketelitian dan ketepatan yang tinggi.

Dalam menentukan standar ketenagakerjaan perlu diperhatikan antara lain : 1. Kualifikasi tenaga berdasarkan pendidikan

2. Adanya penanggung jawab teknis

3. Jumlah tenaga teknis dan administrasi disesuaikan dengan Rasio jumlah pelayanan dan Besaran beban kerja (analisis beban kerja).

NO JENIS KETENAGAAN PENDIDIKAN

JUMLAH MINIMAL BERDASARKAN KELAS RUMAH SAKIT*

KELAS A KELAS B KELAS C

1 Dokter spesialis Sp1 – Patologi Anatomik

3 1 2 Teknisi Laboratorium D3 – Ahli Teknologi

Laboratorium Medik

5 2 1** 3 Perawat kesehatan D3- Ilmu

Keperawatan

2 1 4 Teknisi laboratorium khusus Sarjana Biologi/ D4 -

Ahli Teknologi Laboratorium Medik

2 0

5 Administrasi umum, loket, arsip D3 Administrasi 5 2 1 6 Pekarya SMU atau setara 2 1

(*) Disesuaikan dengan rasio jumlah pelayanan dan analis beban kerja (**) Dapat digabungkan dengan tenaga teknis dari Patologi Klinik

Analisis beban kerja dibuat berdasarkan data jenis kelamin, jumlah kasus yang ditangani, jumlah blok dan slide pada kurun waktu tertentu. Dibuat perhitungan jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk setiap satuan output layanan (blok atau slide) dalam setiap langkah mulai dari penerimaan permintaan di loket, hingga pemberian jawaban dan pengarsipan. Dari total jumlah waktu yang didapat dibagi dengan 7 jam (sesuai dengan jam kerja perhari 8 jam dikurangi waktu istirahat dan makan siang 1 jam). Dari penghitungan ini akan didapat jumlah tenaga yang dibutuhkan.

Penghitungan SDM dr. SpPA dapat mengacu pada jumlah kasus kecil, sedang, besar dan sitologi yang ditangani, misalnya untuk kasus kecil membutuhkan waktu ± 15 menit, sedang 30 menit dan besar 60 menit. Sediaan sitologi papsmear membutuhkan 15 menit per kasus, dan sediaan FNAB serta ... membutuhkan 20 menit tanpa memanfaatkan jasa skriner.

(36)

Kondisi ini untuk kasus-kasus reguler atau tidak sulit. Pada pemeriksaan imunohistokimia , interpretasi jaringan payudara dan limfoma membutuhkan waktu sekitar 30 menit, sedangkan interpretasi kasus sukar (...) lainnya membutuhkan waktu sekitar 60-120 menit.

Dengan konsep yang sama, diperoleh jumlah jam yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus dalam sehari dibagi 7 jam untuk SpPA full time dan 3,5 jam untuk SpPA part time.

(37)

BAB V

STANDAR MINIMAL SARANA PRASARANA DAN ALAT MEDIS LABORATORIUM SARANA PRASARANA

Fasilitas Gedung minimal

No JENIS RUANGAN KEBUTUHAN RUANGAN BERDASARKAN KELAS RUMAH SAKIT

KELAS A KELAS B KELAS C

GEDUNG Permanen

1 Ruang tunggu Disesuaikan dengan struktur dan kebutuhan Rumah Sakit

2 Loket penerimaan jaringan Disesuaikan dengan struktur dan kebutuhan Rumah Sakit

3 Ruang pemotongan jaringan & pemeriksaan makroskopik serta Prosesing jaringan

40 m2 * 30 m2 * - 4 Ruang Proses lanjutan

(Embeding sampai dengan pewarnaan)

3x4 m2 * 3x3 m2 * - 5 Ruang sisa Gros / spesimen

dengan Rak terpasang

3x4 m2 * 3x3 m2 * - 6 R. Sitologi 3x4 m2 * 3x3 m2 * (**) 7 R. Imunohistokimia 3x4 m2 * 8 R. Histokimia 3x4 m2 * 9 R. Patologi Molekuler 3x4 m2 * 10 Ruang tindakan FNA &

Papsmear

3x4 m2 * 4 x 4 m 11 Ruang Diagnosis dan dokter

serta perpustakaan

3x4 m2 * 5 x 5 m

12 Ruang Administrasi 3x4 m2 * 4 x 4 m 4 x 4 m 13 Ruang Arsip kertas hasil lab 6 x 4,5 m 7 x 4,5 m v 14 Ruang Arsip Blok 6 x 4,5 m 7 x 4,5 m

15 Ruang Arsip Preparat slaid kaca

6 x 4,5 m 7 x 4,5 m 18 Gudang sesuai persyaratan

B3

3x4 m2 * - 19 Ruang multifungsi (pantry

dll)

Disesuaikan dengan struktur dan kebutuhan Rumah Sakit 20 Toilet pasien / pengunjung Disesuaikan dengan struktur dan

kebutuhan Rumah Sakit 21 Toilet dokter / karyawan Disesuaikan dengan struktur dan

kebutuhan Rumah Sakit 22 Tempat ibadah Disesuaikan dengan struktur dan

kebutuhan Rumah Sakit (*) Disesuaikan dengan beban kerja layanan

Gambar

Tabel 3.1. Kemampuan Layanan Sentra Diagnostik Patologi Anatomik pada Berbagai Tipe Rumah Sakit*
Tabel 3.2. Berbagai Jenis Fiksasi  Jenis
Tabel 3.3. Layanan Pemeriksaan Histokimia untuk setiap rumah sakit.
Tabel 3.4. Ketersediaan layanan imunohistokimia pada RS Tipe A dan B
+2

Referensi

Dokumen terkait

Salah  satu  kelemahan  Jurusan  Teknik  Elektro  adalah  rendahnya  tingkat  efisiensi,  produktivitas  kinerja  dan  layanan  laboratorium  sebagai  pusat 

Trichoderma koningii dan Trichoderma harzianum Terhadap Penyakit Bidang Sadap Mouldy rot Tanaman Karet ( Ceratocystis fimbriata ) Di Laboratorium” yang merupakan salah

Active direktory merupakan salah satu solusi untuk otentifikasi praktikan/ user pada jaringan komputer, sebagai salah satu layanan direktori yang dapat digunakan

Untuk itu sangat diperlukan suatu layanan yang membantu mengurangi penyalagunaan facebook pada siswa. Salah satu layanan yang dapat digunakan adalah layanan

Layanan informasi merupakan salah satu jenis layanan dalam bimbingan konseling di sekolah yang amat penting untuk membantu peserta didik agar dapat terhindar dari

Peran Badan Karantina Tumbuhan terhadap tindakan perlindungan tanaman salah satunya yaitu untuk mencegah masuknya hama atau penyakit tumbuhan dari luar negeri dan mencegah

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa layanan referensi adalah salah satu layanan yang diberikan perpustakaan di mana pustakawan membantu pemakai dalam menemukan

2.4 Konsep Solusi TB Paru Salah satu solusi untuk membantu proses penyembuhan penderita dengan penyakit TB Paru dan mengurangi faktor resiko penyebaran penyakit adalah memberikan