• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salmonella spp. merupakan mikroorganisme yang dikenal sebagai major food borne pathogen pada manusia dan menyebar di seluruh dunia. Di Amerika

Serikat dilaporkan setidaknya terdapat 800.000 sampai 4 juta infeksi Salmonella setiap tahunnya dan sekitar 500 dari kasus tersebut bersifat fatal (Ahmed et al. 2005).

Kecenderungan yang berkembang saat ini kasus salmonellosis tidak hanya sebatas pada keracunan makanan tetapi sudah dapat diisolasi dari reptilia dan unggas umur sehari (day old chick, DOC) yang diperjualbelikan untuk mainan anak-anak. Tingkat kejadian ditemukannya Salmonella dalam kasus ini dapat mencapai 76.000-140.000 kasus per tahunnya (Warwick et al. 2001).

Secara resmi kejadian luar biasa yang disebabkan oleh Salmonella di Indonesia belum banyak dilaporkan. Kasus salmonellosis di Indonesia

diperkirakan sebanyak 60.000 hingga 1.300.000 kasus dengan sedikitnya 20.000 kematian per tahun (Suwandono et al. 2005). Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat telah banyak dilaporkan adanya kejadian luar biasa

salmonellosis. Namun persentase jumlah yang dilaporkan masih terlalu kecil dibandingkan dengan wabah yang sebenarnya terjadi.

Salmonella tidak hanya menyerang hewan ternak tetapi juga menyerang hewan

piaraan dan dapat diisolasi dari bahan autopsi yang terdiri dari organ, darah dan feses (PAHO 2003).

Avian salmonellosis telah ada di berbagai peternakan dengan tingkatan yang

berbeda. Pada umumnya penyakit tradisional misalnya fowl typhoid dan pullorum telah dapat dikendalikan dengan baik meskipun penyakit ini masih tetap banyak di beberapa negara di Amerika Selatan dan Amerika Tengah, Eropa Timur, Asia, Afrika. Bagaimanapun juga infeksi paratyphoid salmonellosis masih merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi. Infeksi pada burung/unggas yang mungkin dapat menimbulkan gejala klinis atau unggas tersebut dapat menjadi agen carrier food-borne salmonellosis. Penularan salmonellosis dapat terjadi secara vertikal. Pencemaran silang oleh Salmonella dapat terjadi dalam suatu

(2)

peternakan pembibitan. Kuman Salmonella dapat ditemukan pada pengumpulan contoh dari peternakan asal atau dari kotak pengangkutan unggas/burung.

Peneguhan adanya pencemaran Salmonella dapat diambil dari contoh lingkungan tanpa menyebabkan unggas mengalami cekaman (Zancan et al. 2000).

Permasalahan

Semua produk pertanian khususnya hewan dan produk hewan yang dilalulintaskan dari dan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia maupun antar pulau harus memenuhi beberapa persyaratan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi karantina, yaitu mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina. Salah satu persyaratan yang dibutuhkan untuk pengangkutan antar area khususnya pemasukan day old chicks (DOC) adalah dilengkapi Surat Keterangan Kesehatan yang didalamnya memuat pernyataan tentang persyaratan yang mengharuskan bahwa dari peternakan asal dalam waktu 6 bulan harus bebas Salmonella yang dibuktikan dengan uji laboratorium dan tidak ada bukti gejala klinis avian salmonellosis.

Penentuan adanya pencemaran Salmonella perlu dibuktikan dengan uji laboratorium. Metode pengujian Salmonella untuk sampel yang berasal dari lingkungan dalam hal ini adalah kotak pengangkutan DOC adalah metode yang diambil dari SNI. Metode lain yang telah ada di Badan Karantina Pertanian untuk menguji adanya cemaran Salmonella adalah metode cepat menggunakan

Salmonella latex test dengan prinsip aglutinasi. Sampai saat ini belum diketahui

metode Salmonella latex test terbukti lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan metode SNI. Karantina mempunyai wewenang melakukan pemeriksaan terhadap hewan dan produk hewan yang dilalulintaskan baik dari dalam dan luar negeri maupun antar pulau di pintu pemasukan dan pengeluaran, untuk itu membutuhkan uji cepat dalam mendiagnosis suatu penyakit dan mengidentifikasi adanya kuman patogen.

(3)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan metode SNI dengan Salmonella

latex test untuk memantau pencemaran Salmonella spp. pada kotak pengangkutan

DOC.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat berupa pembuktian penggunaan uji yang efektif dan efisien dalam melacak adanya pencemaran Salmonella spp. khususnya pada kotak pengangkutan DOC, sehingga dapat digunakan sebagai uji baku melacak Salmonella spp. pada instansi karantina.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

H0 : metode Salmonella latex test kurang efektif dan efisien untuk memantau pencemaran Salmonella spp. pada kotak pengangkutan DOC dibandingkan metode SNI.

H1 : metode Salmonella latex test lebih efektif dan efisien untuk memantau

pencemaran Salmonella spp. pada kotak pengangkutan DOC dibandingkan metode SNI.

TINJAUAN PUSTAKA

(4)

Salmonella spp. merupakan bakteri berbentuk batang langsing, tidak membentuk

spora, bersifat Gram negatif, aerobik atau fakultatif aerobik serta katalase positif dan oksidase negatif. Sifat katalase positif bakteri Salmonella artinya bakteri ini memiliki enzim katalase untuk memecah peroksidase menjadi H2O dan O2. Sifat oksidase negatif Salmonella adalah bakteri ini tidak memiliki enzim superoksida dismutase yang dapat mengubah H2 menjadi peroksida. Bakteri ini kadang-kadang memproduksi asam dan gas dari fermentasi glukosa atau laktosa. Sifat yang lain adalah mereduksi nitrat menjadi nitrit, tumbuh cepat pada berbagai macam media, hidup pada pH 4-9 dan beberapa pada pH 3,7, dapat tumbuh pada kisaran suhu 5-45 0C dengan suhu optimum 35-37 0C, bertahan pada suhu terendah 5,3 0C untuk S. Heidelberg dan 6,2 0C untuk S. Typhimurium. Bakteri ini menghasilkan koloni yang dapat terlihat dengan jelas pada suhu 37 0C selama 24 jam dan tidak dapat bertahan hidup pada konsentrasi garam di atas 9%, serta memiliki nilai aw optimal yaitu 0,96-0,999. Salmonella pertama kali diisolasi oleh Salmon dan

Smith pada tahun 1885 dari seekor babi yang terinfeksi hog cholera, selanjutnya

spesies Salmonella tersebut dinamakan S. Cholera-suis (PAHO 2003).

Kaufmann dan White (1966) dalam Quinn et al. (2002) membedakan Salmonella berdasarkan sifat antigennya. Salmonella dan jenis Enterobacteriaceae

mempunyai beberapa jenis antigen yaitu O (somatik), H (flagella), K dan Vi (Kapsul). Antigen O mengandung glikosamin. Antigen H merupakan protein yang disebut flagellin dan bersifat tidak tahan panas. Antigen K terdapat pada

permukaan luar bakteri, terdiri dari polisakarida dan tidak tahan panas. Antigen Vi terdapat pada beberapa galur Salmonella misalnya S. Typhi yang mempengaruhi daya virulensi.

Genus Salmonella terbagi menjadi dua spesies besar yang pertama adalah S.

enterica dan yang kedua adalah S. bongori. S enterica terdiri dari lebih 2.400

serotipe. S.enterica var. typhimurium sekarang ini dikenal dengan nama

S. Typhimurium dan S. enterica var. enteritidis yang dikenal dengan nama S.

Enteritidis (Gray dan Fedorka-Cray 2002).

Menurut PAHO (2003) nama spesies yang diterima oleh the International

Committee on Systematic Bacteriology adalah sebagai berikut: S. Typhi, S.

(5)

lagi menjadi 2.000 serotipe tergantung kepada antigen somatik dan flagella yang dimiliki. Serotipe paratifoid dari S. Typhi dan S. Enteritidis, Paratyphi A dan Paratyphi C merupakan spesies Salmonella yang khas pada manusia. Serotipe Paratyphi B dijumpai pada sapi, babi, anjing dan unggas. S. Cholera-suis dan beberapa serotipe S. Enteritidis seperti Gallinarum, Pullorum, Abortus equi dan Dublin teradaptasi pada hewan dan dapat ditularkan juga ke manusia. Sebagian besar serotipe dari S. Enteritidis merupakan bakteri dari berbagai jenis hewan, vertebrata dan invertebrata. S. Arizonae mempunyai kurang lebih 300 serotipe. Terdapat lebih dari 2.500 serotipe Salmonella yang tersebar di seluruh dunia, diantara serotipe tersebut yang menyerang unggas adalah S. Pullorum dan S. Gallinarum.

Serotipe Salmonella mempunyai induk semang khas. S. Thypi dan S. Paratyphi menyerang manusia dan menimbulkan tanda-tanda gangguan pencernaan serta dema tifus dan paratifus. S. Dublin menyerang ternak sapi, S. Abortus equi menyerang kuda, S. Typhimurium terutama menyerang itik dan rodensia,

sedangkan S. Pullorum dan S. Gallinarum menyerang ayam (Anonimus 2004). S. Gallinarum dan S. Pullorum merupakan agen penyebab fowl thypoid atau penyakit

pullorum yang ditandai dengan diare berwarna kehijauan. Juga, dapat

menyebabkan penyakit kronis saluran genitalis yang dapat menurunkan produksi telur dengan tingkat kematian sampai 100% (Proux et al. 2002).

S. Enteritidis dikenal sebagai patogen yang penting, baik pada unggas maupun

manusia. Kasus keracunan makanan pada manusia berkaitan erat dengan meningkatnya jumlah ayam dan telur ayam yang tercemar oleh serotipe S. Enteritidis (Thorns et al. 1996). Bakteri ini bertahan hidup pada waktu yang lama dalam lingkungan (Hopper dan Mawer 1988).

Habitat alami kuman Salmonella adalah saluran pencernaan walaupun dapat ditemukan juga di organ lain seperti kelenjar limfe, limpa, hati, empedu, jantung, paru-paru, urat daging, sumsum tulang dan periosteum. Hewan dan unggas yang menderita salmonellosis dapat menjadi pembawa (carrier) yang menetap (persisten). Kuman Salmonella dapat diisolasi dari tanah, air, limbah yang tercemar dengan material feses (Ray 2001).

(6)

Penularan Salmonella

Penularan Salmonella pada manusia terjadi karena menelan organisme yang ada di dalam makanan yang berasal dari hewan yang terinfeksi atau makanan yang tercemar oleh kotoran hewan atau kotoran orang yang terinfeksi. Penularan juga terjadi dari bahan-bahan makanan seperti telur, produk telur yang tidak dimasak dengan baik, air yang tercemar, daging dan produk daging, unggas dan produk unggas. Salmonellosis juga dapat ditularkan melalui hewan piara seperti kura-kura, iguana, anak ayam atau obat-obatan berbahan dasar hewan yang tidak disucihamakan (Anonimus 2005).

hewan carier & sakit hewan rentan

Gambar 1 Penularan salmonellosis ( kecuali S.Typhi dan Paratyphoid )

Salmonella memperbanyak diri dalam saluran pencernaan hewan yang

terinfeksi maupun hewan pembawa selanjutnya akan dikeluarkan melalui feses. Feses yang tercemar akan mencemari makanan dan lingkungan dan akan termakan oleh hewan yang rentan terhadap Salmonella. Manusia terinfeksi

Salmonella karena memakan bahan pangan asal hewan, air dan sayuran yang

tercemar. Penularan Salmonella dari manusia ke manusia lainnya melalui rute fekal-oral (PAHO 2003). Pencemaran makanan dan lingkungan Rute fekal-oral feses termakan Memakan makanan asal hewan

(7)

Jalur utama penularan S. Enteritidis secara vertikal melalui telur dan secara horizontal melalui rute fekal oral (Hopper dan Mawer 1988).

Penularan parathypoid salmonella secara oral pertama kali karena adanya

kolonisasi di dalam saluran pencernaan, dan selalu berakhir pada perlekatan yang menetap dalam feses. Invasi ke dalam saluran pencernaan memicu perbanyakan

Salmonella dalam sistem makrofag pada organ hati dan limpa dan menyebar ke

seluruh jaringan. Bakterimia dapat terjadi setelah melalui tahap-tahap tersebut dan berakhir kepada kematian (Thiagarajan et al. 1994)

PAHO (2003) menyatakan S. Typhi dan S. Paratyphoid merupakan serotipe yang dominan pada manusia, dan hewan berperan sebagai sumber penularan

Salmonella. Makanan yang sering menyebabkan infeksi Salmonella pada manusia

pada umumnya berasal dari unggas, babi, sapi, telur, susu dan hasil olahannya. Makanan yang berasal dari sayuran yang tercemar oleh produk-produk hewan, kotoran manusia, pengolahan komersil juga merupakan sumber cemaran

Salmonella. S. Typhi dan beberapa Salmonella lainnya juga dapat mencemari air

yang digunakan sebagai sumber air bersih.

Di Amerika Serikat pernah dilaporkan adanya kematian 2 orang anak kecil karena salmonellosis dari reptil yang menjadi hewan piara. Sementara kejadian kasus salmonellosis karena reptil seperti kura-kura mencapai 280.000 kasus per tahunnya (Warwick et al. 2001).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nakamura di Jepang pada tahun 1986 menunjukkan bahwa 10% dari total produk hewan yang diproduksi tercemar oleh Salmonella dan dari seluruh persentase tersebut mayoritas oleh spesies S. Enteritidis, sedangkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa produk hewan yang tercemar oleh Salmonella sebanyak 24% (Nakamura et al. 1994).

Selama tahun 2006, Departemen Kesehatan Amerika Serikat melaporkan adanya tiga kasus wabah infeksi Salmonella pada orang yang pernah kontak dengan anak ayam, anak itik, anak angsa dan anak kalkun yang dijual di toko pertanian (Bidol

(8)

Di Indonesia telah dilakukan pemantauan dan surveilans terhadap kasus salmonellosis. Data dari Rumah Sakit yang menangani penyakit infeksius di Jakarta melaporkan bahwa kasus demam tifoid terus meningkat, dari 11,4% menjadi 18,9% selama tahun 1983-1990. Pada periode tahun 1991-1996 penyakit meningkat dari 22% sampai 36,5%. Kejadian demam tifoid yang dilaporkan oleh Pusat Kesehatan dan Rumah Sakit di Jakarta menyebutkan bahwa penyakit terus meningkat dari 92% menjadi 125% per 100.000 penduduk per tahun selama tahun 1994-1996 (Sujudi 1998). Angka kematian (mortalitas) penyakit menurun dari 3,4% pada tahun 1981 menjadi 0,6% pada tahun 1996. Menurunnya angka kematian dipengaruhi oleh adanya perbaikan fasilitas kesehatan (Arjoso dan Simanjuntak 1998).

Salmonellosis pada Anak Ayam

Umur merupakan salah satu faktor penting ketika terpapar Salmonella. Milner dan Shaffer (1990) dalam Bailey et al. (1994) mengamati bahwa dosis dan jumlah hari mempengaruhi dosis kolonisasi pada anak ayam ketika ditantang secara oral dengan 10 serotipe Salmonella. Anak ayam umur sehari dapat terinfeksi Salmonella kurang dari lima sel dan infeksi lanjutan bersifat tidak terpola dan setelah itu dapat mencapai dosis tertinggi (Bailey et al. 1994).

Tingkat infeksi dalam saluran pencernaan dibuktikan oleh perlekatan fekal berkorelasi dengan usia unggas dan dosis inokulum. Rute paparan Salmonella juga memegang peranan penting dalam kolonisasi. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Cox (1992) dalam Corrier et al. (1997) disebutkan suatu hipotesis bahwa rendahnya pH dari saluran pencernaan bagian atas memberikan peranan yang besar pada peningkatan Salmonella pada anak ayam melalui rute oral. Pergerakan dan lokalisasi Salmonella ketika pertama kali pada anak ayam belum dapat dijelaskan secara pasti. Salmmonella mungkin bertranslokasi ke organ lainnya. Salmonella dapat ditemukan pada hati ayam setelah diinokulasi secara oral setelah 22 minggu dan limpa setelah 40 minggu (Corrier et al. 1997).

Gejala klinis yang muncul pada unggas adalah lesu, diare dan warna kebiruan pada jengger (Murungkar et al. 2005). S. Enteritidis menyebabkan penyakit klinis pada anak ayam sampai umur enam bulan. Anak ayam yang

(9)

terinfeksi menunjukkan gejala depresi, lemah dan diare (Wray et al. 1996). Tingkat kematian sangat tinggi pada anak ayam umur di bawah satu minggu. Ayam dewasa yang terinfeksi menunjukkan pertumbuhan yang lamban serta adanya lesi fokal, perikarditis dan septikemia (Lister 1988). Bakteri ini bertahan hidup untuk waktu yang lama dalam lingkungan (Hopper dan Mawer 1988). S. Enteritidis ditemukan pada unggas dan masuk ke dalam peternakan karena adanya populasi rodensia di peternakan ayam. S. Enteritidis dapat menginfeksi ayam tanpa menimbulkan gejala-gejala penyakit khususnya pada ayam petelur (Cogan dan Humphrey 2003).

S. Enteritidis dikenal sebagai patogen yang penting, baik pada unggas

maupun manusia. Kasus keracunan makanan pada manusia berkaitan erat dengan meningkatnya jumlah ayam yang tercemar oleh serotipe S. Enteritidis (Thorns et

al. 1996). Terdapat tiga macam serotipe yang berkaitan dengan food-borne disease yang terjadi di negara-negara Eropa, Amerika dan Inggris. Wabah

salmonellosis tersebut disebabkan oleh S. Enteritidis phage tipe 4, 8 dan 23. Dari beberapa tipe tersebut, tipe phage 4 merupakan serotipe yang paling patogen terhadap ayam (Dhillon et al. 1999). Di Indonesia S. Enteritidis tipe phage 4 awalnya ditemukan dari anak ayam umur sehari (DOC) yang berasal dari peternakan pembibitan parent stock maupun grand parent stock (Poernomo 2000).

Salmonella secara cepat dapat menembus dinding dan membran telur tetas.

Kondisi selama masa inkubasi dapat yang padanya meningkatkan proliferasi sel bakteri ke dalam usus. Setiap orang, binatang, arthropoda, tumbuh-tumbuhan, tanah atau barang-barang, atau kombinasi dari keduanya, yang padanya Salmonella dapat hidup dengan baik, merupakan sumber utama bagi jalur penularan Salmonella ke dalam telur tetas. Reservoir dapat bertahan dalam kondisi yang optimal dan hanya dapat disingkirkan setelah telur-telur tersebut difumigasi (Cox et al. 1991). Salmonella yang telah berproliferasi ke dalam membran telur akan tertelan oleh embrio dan bertahan di dalam tubuh embrio sampai masa penetasan. Anak ayam yang telah ditetaskan dan terinfeksi

Salmonella secara cepat dapat menularkan kuman tersebut kepada anak ayam

(10)

ayam yang baru menetas sangat berbahaya karena anak ayam tersebut belum memiliki mikroflora saluran pencernaan yang matang dan Salmonella akan berkolonisasi secara cepat di dalam saluran pencernaan anak ayam tersebut (Blankenship et al. 1993).

Ternak ayam yang tidak memperlihatkan gejala klinis dan mati, atau ayam sembuh dari infeksi, dapat menjadi pembawa menahun yang sewaktu-waktu dapat mengeluarkan bakteri S. Enteritidis melalui fesesnya (Gast 1997).

Penularan salmonellosis pada hewan tergantung dari beberapa faktor risiko. Faktor-faktor risiko tersebut diantaranya dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1 Observasi studi veteriner terhadap salmonellosis dengan hipotesis faktor risiko berdasarkan spesies

Species Penyakit Hipotesa Faktor Resiko Referensi

Kuda Infeksi Salmonella spp.

Ras, jenis kelamin, penampilan, keluhan, tindakan darurat, status pra operasi, prosedur pemberian (mis. anestesi, antibiotik)

Hird et. al (1984-1986)

Sapi Salmonellosis Tata laksana, faktor produksi dan lingkungan. Rekam medis adanya retensi plasenta

Bendixen, et.al (1986a) Vandegraaff (1980) Rowlands et.al. (1986) Un ggas Salmonellosis Daerah geografi, tipe ventilasi, ukuran kawanan

ternak, tipe peternakan, tata laksana dan higienitas sumber pakan

Graat et.al. (1990)

Sumber : Thrusfield (1995)

Menurut Graat et al. (1990) dalam Thrusfield (1995) terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian salmonellosis pada hewan. Daerah geografis, tipe ventilasi peternakan, ukuran atau jumlah hewan dalam suatu peternakan, tipe peternakan serta tatalaksana dan higienitas sumber pakan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi Salmonella pada unggas.

Salmonellosis pada Manusia

Salmonella mungkin terdapat dalam jumlah yang tinggi pada makanan yang

dimakan manusia, walaupun tidak selalu menimbulkan perubahan dalam hal warna, bau maupun rasa dari makanan tersebut. Pada umumnya, semakin tinggi jumlah Salmonella dalam suatu makanan, semakin besar dan cepat timbulnya gejala infeksi pada manusia yang memakan makanan tersebut. Gejala klinis

(11)

timbul juga dipengaruhi oleh sifat virulensi dan invasi bakteri, jumlah bakteri yang termakan, daya tahan tubuh inang yang dipengaruhi oleh umur dan kesehatan penderita (Supardi dan Sukamto 1999).

Vought dan Tatini (1998) mengemukakan bahwa wabah salmonellosis di Inggris telah terjadi pada orang dewasa akibat memakan es krim yang tercemar

S. Enteritidis sebanyak ≥107 colony forming unit (CFU). Pada orang dewasa yang memakan makanan tercemar bakteri tersebut sebanyak 105-106 CFU dilaporkan tidak menunjukkan gejala klinis penyakit. Namun, beberapa penelitian

menyatakan bahwa sejumlah kecil S. Enteritidis dalam makanan (≤105 CFU) telah dapat menyebabkan infeksi. Hal ini dapat terjadi karena produk makanan tersebut mengandung banyak lemak dan atau gula yang dapat melindungi Salmonella dari lambung yang bersifat asam sehingga bakteri tersebut dapat mencapai usus halus dan menimbulkan gejala penyakit.

Investigasi Centers for Disease Control (CDC) pada tahun 2006 dalam penelitian yang dilakukan selama 5 tahun terakhir melaporkan rata-rata kejadian salmonellosis mencapai 86 kasus per tahun. Isolat yang paling banyak ditemukan dalam kasus tersebut adalah Typhimurium. Kejadian wabah salmonellosis dilaporkan terdapat 171 kasus di 19 negara yang dilaporkan sejak 1 September 2006. Median usia penderita salmonellosis adalah 36 tahun, dan 59% diantaranya adalah wanita. Sebanyak 73 penderita mengalami diare dan 14 (19%) dirawat di rumah sakit. Namun, tidak ada laporan mengenai kematian yang dilaporkan dari kejadian-kejadian sakit tersebut (Anonimus 2006).

Salmonellosis menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, sakit perut dan diare (Anonimus 2002).

Menurut Jawets et al. (2001) gejala salmonellosis dibedakan menjadi demam enterik, bakterimia dengan luka fokal dan enterokolitis. Pada demam enterik memiliki masa inkubasi pada 10-14 hari yang diikuti dengan demam, rasa tidak enak badan, sakit kepala, konstipasi, bradycardia dan myalgia, dan angka kematian dapat mencapai 10-15%. Lesi ditemukan di jaringan organ tubuh seperti hiperplasia dan nekrosis jaringan getah bening, hepatitis, nekrosis dari ginjal, radang limpa, periosteum dan paru-paru. Pada kasus bakterimia yang bersifat lokal yang menyertai infeksi oral, ada invasi awal pada aliran darah dengan luka

(12)

fokal pada paru-paru, tulang dan meninges. Kasus enterokolitis merupakan manisfestasi infeksi Salmonella yang banyak terjadi dengan gejala klinis berbentuk mual, sakit kepala, muntah, diare. Deman terjadi dalam 2-3 hari, terdapat luka radang pada usus besar dan usus kecil dan kadang-kadang disertai bakterimia dengan tingkat kejadian 2-4%.

Salmonella menyebabkan tiga tipe penyakit utama pada manusia. Namun,

tipe yang paling sering adalah tipe campuran, yaitu demam enterik, septikemia dan enterokolitis. S. Typhi menyebabkan demam enterik. Pada tipe enterik,

Salmonella mencapai usus kecil kemudian masuk ke getah bening dan ke aliran

darah. Oleh sel darah bakteri dibawa ke seluruh organ sasaran, termasuk usus.

Salmonella meningkat di dalam jaringan getah bening usus dan dikeluarkan

melalui tinja. Sesudah masa inkubasi 10-14 hari, muncul gejala-gejala, seperti demam, rasa tidak enak badan, sakit kepala, konstipasi, bradycardia dan myalgia. Diagnosis dilakukan dengan mengambil contoh dari pembiakan darah dan

pembiakan feses. Pada pembiakan darah, positif Salmonella pada waktu 1-2 minggu sakit, sedangkan pada pembiakan feses positif Salmonella setelah dua minggu sakit. S. Cholerasuis menyebabkan tipe septikemia. Gejala klinis yang nampak adalah demam dengan suhu yang meningkat secara tiba-tiba. S. Enteritidis dan S. Typhimurium menyebabkan tipe enterokolitis. Gejala klinis yang menyertai tipe ini adalah demam tingkat rendah dan berlangsung selama 2-5 hari, mual dan muntah pada awal terjadinya diare. Pada pemeriksaan pembiakan feses, ditemukan Salmonella terutama setelah onset penyakit (Jawets et al. 2001).

Tabel 2 dibawah ini menjelaskan diagnosis salmonellosis pada manusia.

Tabel 2 Diagnosis salmonellosis

Demam enterik Septikemia Enterokolitis

Periode inkubasi

7-20 hari Beragam 8-48 jam

Munculnya gejala klinis

(13)

Demam Berangsur-angsur naik dengan stadium typoidal Suhu meningkat secara tiba-tiba Suhu tidak terlalu tinggi Durasi penyakit

Beberapa minggu Beragam 2-5 hari

Simtom gastrointestina l Mula-mula konstipasi, selanjutnya diare berdarah

Tidak ada Mual, muntah,

pada onset diare

Pembiakan darah Positif pada 1-2 minggu sakit Positif selama demam tinggi Negattif Pembiakan feses Positif selama 2 minggu, negatif pada awal sakit

Sering positif Positif secara

cepat setelah onset Sumber : Jawets et al. (2001)

Sementara Supardi dan Sukamto (1999) menjelaskan beragamnya gejala-gejala infeksi yang timbul setelah tertelannya sel-sel Salmonella. Hal ini tergantung dari daya virulensi, invasi dari serotipe dan galur bakteri tersebut, jumlah sel yang tertelan dan daya tahan tubuh yang dipengaruhi oleh umur dan kesehatan penderita. Kebanyakan Salmonella menyebabkan demam enterik yang disertai dengan diare, tetapi beberapa serotipe seperti S. Typhi, S Paratyphi A, B dan C, serta S. Cholerasuis sering menimbulkan bakteremia. Gejala infeksi, waktu inkubasi dan tanda-tanda yang ditimbulkan oleh masing-masing serotipe

Salmonella dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Serotipe Salmonella beserta gejala klinisnya

Gejala Serotipe/Galur Waktu inkubasi & Gejala

Gastroenteritis  S. cholerasuis  Enteritidis,  Typhimurium,  Heidelberg,  Derby  Java

5-72 jam, umumnya 12-36 jam. Sakit perut, menggigil, demam, muntah, dehidrasi, anoreksia, pusing,, malaise, berlangsung beberapa hari, kadang-kadang terjadi infeksi lokal atau enteritis

(14)

 infantis  Montevideo dsb Demam typhoid (demam enterik)  Typhi (antigen Vi)

7-28 hari, rata-rata 14 hari Septikemia, malaise, demam tinggi terus-menerus, batuk, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, denyut nadi lambat, limpa membesar, hidung berdarah, bercak merah pada dada, perspirasi meningkat, menggigil, diare, perdarahan pada anus, penyembuhan lambat 1-8 minggu. Demam paratyphoid (demam enterik)  Paratyphi A  Paratyphi B  Paratyphi C  Sendai 1-15 hari

Infeksi saluran darah, pusing, demam terus menerus, persirasi profus, mual, muntah, sakit perut, limpa membesar, diare, kadang-kadang bercak merah, lebih ringan dan lebih singkat (1-3 minggu)

Sumber: Supardi dan Sukamto (1999)

Beberapa kebijakan pemerintah terhadap pengamanan pangan asal ternak atau hewan meliputi pengawasan dan pembinaan keamanan terhadap daging, susu dan telur serta unggas. Kewajiban untuk mendapatkan sertifikat bebas Salmonella merupakan salah satu upaya pencegahan penularan infeksi Salmonella. Sertifikat bebas Salmonella merupakan sertifikasi kelayakan dari cara produksi DOC di suatu usaha pembibitan unggas. Pemerintah juga perlu memeriksa pabrik-pabrik makanan ternak, rumah potong unggas atau tempat pemotongan daging,

importir/eksportir/penyalur. Peternakan ayam petelur juga harus bebas dari

Salmonella sehingga jika akan memasukkan hewan baru sebagai pengganti,

hewan tersebut harus benar-benar berasal dari peternakan yang bebas salmonellosis (Dharmojono 2001, Moerad 2003).

Diagnosis Salmonella

Diagnosis salmonellosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikrobiologik dengan tahapan-tahapan yaitu pembiakan pra-pengayaan, pembiakan pengayaan, media pembeda, pembiakan medium selektif dan uji biokimia. Identifikasi akhir

(15)

dapat dilakukan dengan uji serologik, yaitu dengan uji aglutinasi untuk

mengelompokkan Salmonella dengan antigen O: A, B, C, D dan E. (Jawets et al. 2001).

Uji Cepat terhadap Cemaran Salmonella

Selain menggunakan metode pembiakan dan serologik, pengujian untuk menduga adanya cemaran Salmonella dalam contoh klinis maupun contoh produk hewan dapat menggunakan uji cepat. Beberapa uji cepat yang ada untuk menduga cemaran Salmonella diantaranya adalah: Salmonella latex test yang menggunakan antigen dan antibodi flagella untuk reaksi aglutinasi (Zancan et al. 2000); enzim substrat 4-methyllumbelliferyl-caprylate (MUCAP) yang didasarkan pada deteksi

caprylate esterase; serta medium agar baru yang menggunakan karakteristik novel

fenotipe yaitu Rambach Agar (Manafi dan Sommer 1992). Uji cepat lainnya untuk menduga cemaran Salmonella adalah Widal tes yaitu tes aglutinasi pengenceran dalam tabung dan the MicroScreen latex slide agglutination (Jawes et al. 2001).

Salmonella latex test adalah suatu uji serologik dengan berdasarkan reaksi

aglutinasi untuk mengidentifikasi isolat yang diduga Salmonella spp. Prinsip dari uji ini adalah menghasilkan antisera polyvalent terhadap antigen flagella

Salmonella dengan menggunakan hewan kelinci. Antibodi yang telah dipurifikasi

digunakan untuk memberikan efek peka terhadap partikel latex. Satu loopful materi diambil, dicampurkan dengan satu tetes reagen latex test. Jika terjadi aglutinasi, berarti Salmonella ada pada material tersebut (Anonimus 2007).

MATERI DAN METODE

(16)

Penelitian ini dilakukan dari bulan September-Oktober 2008. Tempat penelitian dilakukan di Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, pipet ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml; botol media, gunting, pinset, jarum inokulasi (ose), stomacher, pembakar Bunsen, pH meter, timbangan,

magnetic stirrer, pengocok tabung (vortex), inkubator, penangas air,

autoklaf, lemari sucihama (clean bench), lemari pendingin (refrigerator),

freezer.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lactose broth (LB, Oxoid,

England); selenite cystine broth (SCB, Oxoid, England); tetrathionate broth (TTB, Oxoid, England); rappaport vassiliadis (RV, Oxoid, England); xylose lysine deoxycholate agar (XLDA, Oxoid, England); hektoen enteric agar (HEA, Oxoid, England); bismuth sulfite agar (BSA, Oxoid, England), triple sugar iron agar (TSIA, Oxoid, England); lysine iron agar (LIA, Oxoid, England); brain heart infusion broth (BHIB, Oxoid, England); lysine decarboxylase broth (LDB, Oxoid, England); kalium cyanida broth (KCNB, Oxoid, England); methyl red-voges-proskauer (MR-VP,Oxoid, England); tryticase soy tryptose broth (TSTB, Oxoid, England); sulphide indol motility (SIM, Oxoid, England); reagen kovac (Oxoid, England); urea broth (Oxoid, England); malonate broth (Oxoid, England); phenol red (Oxoid, England ); phenol red sucrose broth (Oxoid, England); dulcitol broth (Oxoid, England); phenol red lactose broth (Oxoid, England); simmon’s citrate agar (SCA, Oxoid, England); kristal keratin; larutan bromcresol purple dye 0,2%; larutan physiological saline 0,85%; PBS pH 7,4,

larutan formalinized physiological saline; Salmonella polyvalent somatic (O)

antiserum A-S (Oxoid, England); Salmonella polyvalent flagellar (H) antiserum fase 1 dan 2 (Oxoid, England); Salmonella somatic grup (O) monovalent antisera : Vi (Oxoid, England, Isolat murni S. Enteritidis dari Institut Pertanian

(17)

Metode Pengujian

Ada dua macam metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu uji kualitatif sesuai dengan Metode SNI yang diacu dari Isolation and Enumeration dalam Bacteriological Analytical Manual, Food and Drug Administration. AOAC International (BAM 2001); dan yang kedua adalah Salmonella latex test.

Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI

Metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kualitatif diambil dari Metode Standar Nasional Indonesia yang mengacu pada

Bacteriological Analytical Manual, Food and Drug Administration, AOAC

International (BAM 2001). Setiap proses pengujian selalu disertai dengan kontrol positif dan negatif.

Pra-pengayaan

Kotak pengangkutan DOC dengan luas 10 x 10 cm2 di-swab menggunakan

swab sucihama yang sebelumnya telah dibasahi dengan PBS pH 7,4. Swab-swab

tersebut dipindahkan ke dalam Erlenmeyer atau wadah sucihama yang berisi

lactose broth. Kemudian diinkubasikan pada suhu 35 0C selama 24 jam ± 2 jam.

Pengayaan

Biakan pra-pengayaan diaduk secara perlahan kemudian diambil, dipindahkan masing-masing 1 ml ke dalam 10 ml media TTB, dan 0,1 ml ke dalam 10 ml media RV. Untuk contoh dengan dugaan cemaran Salmonella spp. tinggi (high microbial load), maka media RV diinkubasikan pada suhu 42 0C ± 0,2 0C selama 24 jam ± 2 jam, sedangkan untuk media TTB diinkubasi pada suhu 43 0C ± 0,2 0C selama 24 jam ± 2 jam. Untuk contoh dengan dugaan cemaran

Salmonella spp. rendah (low microbial load), maka media RV diinkubasikan pada

suhu 42 0C ± 0,2 0C selama 24 jam ± 2 jam, sedangkan untuk media TTB diinkubasi pada suhu 35 0C ± 2 0C selama 24 jam ± 2 jam.

(18)

Sebanyak dua atau lebih biakan bakteri diambil dengan jarum öse dari masing-masing media pengayaan yang telah diinkubasikan, dan diinokulasikan pada media HE, XLD dan BSA. Selanjutnya media-media tersebut diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 jam ± 2 jam. Bila masa inkubasi telah tercapai dan koloni yang tumbuh di Media BSA belum jelas, maka inkubasi dilanjutkan lagi selama 24 jam ± 2 jam. Pengamatan dilakukan terhadap koloni Salmonella pada media HE, yakni koloni yang terlihat berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam (H2S). Pada media XLD pengamatan diarahkan kepada koloni yang terlihat merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni hitam. Pada media BSA pengamatan diarahkan kepada koloni yang terlihat keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, media di sekitar koloni berwarna coklat dan semakin lama waktu inkubasi akan berubah menjadi hitam.

Tahap selanjutnya adalah mengambil koloni yang diduga Salmonella dari ketiga media tersebut dan diinokulasikan ke media TSIA dan LIA. Inokulasi dilakukan dengan cara menusukkan jarum inokulasi ke dasar media agar dan selanjutnya digores pada bagian miring agar. Kedua media diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 jam ± 2 jam. Setelah masa inkubasi tercapai, dilakukan

pengamatan terhadap koloni yang mengarah kepada koloni Salmonella dengan menggunakan hasil reaksi seperti yang tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil uji Samonella spp. pada TSIA dan LIA

Media Bagian Miring Agar (Slant) Bagian Dasar Agar (Buttom) H2S Gas TSIA Alkalin / K (merah) Asam / A (kuning) Positif (hitam) Negatif/ positif LIA Alkalin / K (ungu) Alkalin / K (ungu) Positif (hitam) Negatif/ positif Uji Biokimiawi - Uji Urease

Koloni yang positif Salmonella dari TSIA diinokulasikan dengan öse ke urea broth. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 jam ± 2 jam. Hasil uji positif ditandai dengan perubahan warna kuning menjadi

(19)

merah. Hasil uji negatif ditandai dengan tidak adanya perubahan warna. Hasil uji khas Salmonella adalah negatif uji urease.

- Uji Indole

Koloni dari media TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diinokulasikan pada SIM dan diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 ± 2 jam. Sebanyak 0,2-0,3 ml Reagen Kovacs ditambahkan ke atas permukaan media setelah masa inkubasi tercapai. Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah di permukaan media. Hasil uji negatif ditandai dengan terbentuknya cincin kuning. Hasil uji khas Salmonella adalah negatif uji

Indole.

- Uji Voges-Proskauer (VP)

Biakan dari media TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diambil dengan öse lalu diinokulasi ke tabung yang berisi 10 ml media MR-VP dan diinkubasi pada suhu 35 0C selama 48 ± 2 jam. Sebanyak lima mililiter MR-VP dipindahkan ke tabung reaksi dan larutan α-naphthol sebanyak 0,6 ml dan 0,2 ml KOH 40% ditambahkan ke dalamnya setelah masa inkubasi tercapai. Tabung digoyang sampai tercampur merata dan didiamkan. Untuk mempercepat reaksi ditambahkan kristal kreatin. Hasil dibaca setelah empat jam. Hasil uji positif apabila warna larutan berubah menjadi berwarna merah jambu sampai merah delima. Umumnya

Salmonella memberikan hasil negatif untuk uji VP (tidak terjadi perubahan

warna pada media).

- Uji Merah Metil (Methyl Red, MR)

Sebanyak 5 ml media MR-VP, yaitu setengah bagian dari pengujian VP digunakan untuk uji MR. Sebanyak 5-6 tetes indikator merah metil ditambahkan ke dalam larutan setelah masa inkubasi tercapai. Hasil uji positif ditandai dengan adanya difusi warna merah kedalam media. Hasil uji

(20)

negatif ditandai dengan terjadinya warna kuning pada media. Umumnya

Salmonella memberikan hasil positif untuk uji MR.

- Uji Sitrat

Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diinokulasikan ke dalam SCA dengan öse. Kemudian diinkubasi pada suhu 35 0C selama 96 jam ± 2 jam. Hasil uji positif ditandai adanya pertumbuhan koloni yang diikuti perubahan warna dari hijau menjadi biru. Hasil uji negatif ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni atau tumbuh sangat sedikit dan tidak terjadi perubahan warna. Umumnya Salmonella memberikan hasil positif pada uji sitrat.

- Uji Lysine Decarboxylase Broth (LDB)

Sebanyak satu öse koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif

Salmonella, diambil dan diinokulasikan k edalam LDB. Kemudian

diinkubasi pada suhu 35 0C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam.

Salmonella memberikan reaksi positif yang ditandai dengan terbentuknya

warna ungu pada seluruh media dan hasil reaksi negatif memberikan warna kuning. Jika hasil reaksi meragukan (bukan ungu atau bukan kuning), maka ke dalam media ditambahkan beberapa tetes 0,2 % bromcresol purple dye dan diamati perubahan warnanya.

- Uji Potasium Sianida (KCN)

Sebanyak satu öse biakan dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif

Salmonella, diinokulasikan ke media TB dan diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 ± 2 jam. Sebanyak satu öse koloni dari TB diambil dan

diinokulasikan ke dalam KCNB. Inkubasi pada suhu 35 0C selama 48 ± 2 jam. Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni yang ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Hasil uji negatif ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan pada media. Umumnya Salmonella memberikan hasil negatif untuk uji KCN.

(21)

a) Phenol Red Dulcitol Broth atau Purple Broth Base dengan 0,5% Dulcitol

Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diambil dan inokulasikan pada médium dulcitol broth. Kemudian diinkubasi pada suhu 35 0C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ± 2 jam. Reaksi positif oleh Salmonella ditandai dengan pembentukan gas dalam tabung Durham dan warna kuning (pH asam) pada media. Reaksi negatif oleh Salmonella ditandai dengan tidak terbentuknya gas pada tabung Durham dan pada media terbentuk warna merah (pH basa) untuk indikator phenol red atau ungu untuk indikator bromcresol purple.

b) Uji Malonate Broth

Sebanyak satu öse dari TB dipindahkan ke dalam malonate broth. Kemudian diinkubasi pada suhu 35 0C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ± 2 jam. Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi biru. Reaksi negatif Salmonella yang ditandai dengan adanya warna hijau atau tidak ada perubahan warna.

c) Uji Phenol Red Lactose Broth

Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diinokulasikan ke dalam phenol red lactose broth. Kemudian diinkubasi pada suhu 35 0C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ± 2 jam. Hasil reaksi positif ditandai dengan dihasilkannya asam (warna kuning) dengan atau tanpa gas. Hasil reaksi negatif Salmonella ditandai dengan tidak ada perubahan warna dan pembentukan gas.

d) Uji Phenol Red Sucrose Broth

Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diinokulasikan ke dalam phenol red sucrose broth. Kemudian diinkubasi pada suhu 35 0C selama 48 jam ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Hasil uji positif ditandai dengan adanya asam yang disertai perubahan warna (kuning) dan dengan atau tanpa pembentukan gas. Hasil uji negatif

(22)

Salmonella ditandai dengan tidak ada perubahan warna dan

pembentukan gas.

Uji Serologik

- Uji Polyvalent Somatik (O)

Sebanyak satu öse koloni dari TSIA atau LIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella, diletakkan pada gelas obyek dan ditetesi satu tetes larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) sucihama dan diratakan dengan biakan Salmonella spp.. Sebanyak satu tetes antiserum Salmonella

polyvalent somatic (O) diberikan di samping suspensi koloni. Suspensi

koloni dicampur ke antiserum sampai tercampur sempurna. Gelas objek dimiringkan ke kiri dan ke kanan dengan latar belakang gelap sambil diamati adanya reaksi aglutinasi. Kontrol negatif dibuatdengan mencampur hanya larutan garam fisiologis dan antiserum.

- Uji Polyvalent Flagelar (H)

Koloni dari TSIA yang memberikan hasil uji urease negatif

diinokulasikan ke dalam BHIB dan diinkubasi pada suhu 35 0C selama 4-6 jam atau ke dalam TSTB dan inkubasi pada suhu 35 0C selama 24 ± 2 jam. Sebanyak 2,5 ml larutan garam fisiologis berformalin (formalinized

physiological saline) ditambahkan ke dalam lima mililiter dari salah satu

biakan di atas. Sebanyak 0,5 ml larutan antisera Salmonella Polyvalent

flagellar (H) diambil dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke

dalam tabung serologik ukuran 10 x 75 mm. Kemudian ditambahkan 0,5 ml antigen yang akan di uji. Larutan garam fisiologis kontrol disiapkan dengan mencampurkan 0,5 ml larutan garam fisiologis berformalin dengan 0,5 ml antigen berformalin (formalinized antigen). Kemudian diinkubasi kedua campuran tersebut dalam penangas air pada suhu 48-50 0C. Pengamatan dilakukan terhadap ada-tidaknya penggumpalan setiap 15 menit selama satu jam. Hasil uji yang positif ditandai dengan adanya penggumpalan, sedangkan pada kontrol tidak terjadi penggumpalan.

(23)

Interpretasi Hasil Salmonella spp.

Interpretasi hasil uji biokimiawi Salmonella spp. terpapar pada Tabel 5.

Tabel 5 Reaksi biokimiawi Salmonella

No Uji substrat

Hasil reaksi

Positif Negatif Salmonella

1 Glucose (TSI) Bagian dasar agar kuning Bagian dasar agar

merah +

2 Lysine decarboxylase

(LIA)

Bagian dasar agar ungu Bagian dasar agar

kuning +

3 H2S (TSI dan LIA) Hitam Tidak hitam

+ 4 Lysine decarboxylase

broth

Warna ungu Warna kuning

+ 5 Phenol red dulcitol broth Warna kuning dan atau

dengan gas

Tanpa berubah warna dan tanpa terbentuk gas

+a)

6 KCN broth Ada pertumbuhan Tidak ada

pertumbuhan

-7 Malonat broth Warna biru Tidak berubah warna -b

8 Uji Urease Warna merah Tidak berubah warna +

9 Uji Indole Permukaan warna merah Permukaan warna

kuning -

10 Uji polyvalent flagelar Aglutinasi Tidak aglutinasi +

11 Uji polyvalent somatik Aglutinasi Tidak aglutinasi +

12 Phenol red lactose broth Warna kuning dengan/tanpa gas

Tidak terbentuk gas dan tidak berubah warna

-b) 13 Phenol red sucrose broth Warna kuning

dengan/tanpa gas

Tidak terbentuk gas dan tidak berubah warna

-14 Uji voges-proskauer pink sampai merah Tidak berubah warna -

15 Uji methyl red Merah menyebar Warna kuning

menyebar +

16 Simmon’s sitrat Pertumbuhan warna biru Tidak ada

per-tumbuhan dan tidak ada perubahan

- Keterangan :

a

) Mayoritas dari pembiakan S.arizonae adalah negatif

b)

Mayoritas dari pembiakan S.arizonae adalah positif

Sumber : BAM (2001)

Pengujian Salmonella spp. dengan Salmonella Latex Test

Contoh dibiakkan melalui teknik pra-pengayaan dan pengayaan sebelum diuji menggunakan Salmonella latex test kit. Reagen latex dibawa ke suhu ruangan yaitu berkisar ± 27 0C. Sebanyak satu tetes larutan NaCl fisiologis 0,85% yang terdapat pada kit, dimasukkan ke dalam satu lingkaran tes dalam kartu reaksi. Hal yang sama juga dilakukan untuk kontrol positif dan negatif. Isolat

(24)

Salmonella spp. dari media Blood Agar diambil dan dilarutkan dalam larutan

NaCl fisiologis 0,85% di kartu reaksi. Kemudian reagen latex diteteskan disamping suspensi tersebut. Kedua larutan dicampurkan dan kartu uji digoyang-goyang dengan gerakan melingkar selama dua menit. Dilakukan pengamatan ada-tidaknya reaksi aglutinasi

Reaksi dinyatakan positif jika terjadi aglutinasi dalam waktu dua menit dan tidak terjadi aglutinasi dalam waktu dua menit pada kontrol latex (Anonimus 2007).

Rancangan Penelitian

Contoh yang diperiksa adalah kotak pengangkutan DOC yang

dilalulintaskan melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Pengambilan contoh dilakukan dengan metode acak berkelompok (cluster random sampling). Jumlah contoh diambil secara proporsional sebanyak 50 kotak yang berasal dari lima perusahaan pembibitan yang berbeda dan 50 kotak yang dicemari

S. Enteritidis sebagai kontrol positif. Dari kelima perusahaan pembibitan tersebut

diambil masing-masing 10 contoh. Contoh diambil dari dinding bagian dalam dan

bagian bawah kotak pengangkutan DOC pada luasan 10 x 10 cm2 menggunaan

gauze swab yang telah dibasahi phosphat buffer saline (PBS) pH 7,4. Kapas

tersebut kemudian dimasukkan ke sebuah tabung Erlenmeyer berisi 100 ml

lactose broth dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 42 0C (Wray dan Davies 1994).

Terhadap kotak-kotak yang menunjukkan hasil positif adanya cemaran

Salmonella spp., selanjutnya dilakukan pemeriksaan identifikasi Salmonella spp.

dan keragaman spesies Salmonella yang ada.

Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secaradeskriptif, yaitu mengumpulkan, menyederhanakan dan menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi dalam bentuk tabel dan gambar (Montgomery 2001) dan dilakukan analisis statistik kappa untuk kesesuaian dua pengujian (Thrusfield 2005).

Gambar

Gambar 1  Penularan salmonellosis  ( kecuali S.Typhi dan Paratyphoid )
Tabel 1 Observasi studi veteriner terhadap salmonellosis dengan hipotesis faktor  risiko berdasarkan spesies
Tabel 2 dibawah ini menjelaskan diagnosis salmonellosis pada manusia.
Tabel 3  Serotipe Salmonella beserta gejala klinisnya
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sertifikat Akreditasi oleh Lembaga Komite Akreditasi Nasional (KAN) Nomor : LVLK-006- IDN tanggal 18 Agustus 2011 yang diberikan kepada PT EQUALITY Indonesia sebagai

Hasil validasi yang dilakukan oleh dua orang validator yang merupakan orang-orang yang bertugas di bidang genetika dan pendidikan menyatakan bahwa LKM berbasis Mastery

kompleks di wilayah pesisir. , 2012) Hal ini sangat berbeda dengan temuan pada penelitian ini, perbedaan lokasi survei, ekoetiologi, dan pola menggigit nyamuk

Pengaksesan transportasi darat yang belum ada dan jarak antara tempat tinggal staf/pegawai Kantor Distrik Karas Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat dengan tempat tugas

Dalam membuat keputusan, proses awal yang dilakukan siswa adalah mengidentifikasi pilihan dan kriteria yang relevan untuk solusi dari masalah yang

Mandriva Linux (dahulu dikenal dengan nama Mandrakelinux atau Mandrake Linux) adalah sistem operasi yang dibuat oleh Mandriva (dahulu dikenal dengan nama Mandrakesoft).Mandriva Linux

Berdasarkan pengamatan pada aktivitas siswa selama proses pembelajaran yaitu bertanya, menanggapi, berpendapat dalam diskusi, mau bekerjasama dalam kelompok