• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM MONITORING DAN EVALUASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DI TAMAN KEHATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM MONITORING DAN EVALUASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DI TAMAN KEHATI"

Copied!
216
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

SISTEM MONITORING DAN EVALUASI

KEANEKARAGAMAN HAYATI

DI TAMAN KEHATI

Tim Penyusun

Hendra Gunawan, Sugiarti Rachim, Vivin S. Sihombing, Anita Rianti, dan Pujo Setio

Editor

R. Garsetiasih dan Adi Susmianto

Penerbit FORDA PRESS

Bogor, 2015

Penerbitan dan Pencetakan Atas kerja sama antara:

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN dan

(4)

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI TAMAN KEHATI

Penyusun : Hendra Gunawan, Sugiarti Rachim, Vivin S. Sihombing, Anita Rianti, dan Pujo Setio Editor : R. Garsetiasih dan Adi Susmianto Foto sampul : Hendra Gunawan dan Sugiarti Rachim Desain sampul : Tatang Rohana dan FORDA PRESS dan tata letak

Penerbit : FORDA PRESS, Bogor (Anggota IKAPI) Cetakan ke I : Desember 2015, xviii + 194 hlm,

14,8 x 21,0 cm ISBN : 978-602-6961-01-3

© Hak Cipta pada penyusun, dilindungi Undang-Undang

Sanksi Pelanggaran Pasal 72 UU Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,

atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana penjara paling lambat 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Perpustakaan Nasional RI., Data Katalog Dalam Terbitan (KDT) Gunawan, H. [et al].

Sistem Monitoring dan Evaluasi Keanekaragaman Hayati di Taman Kehati / Penyusun: H. Gunawan, S. Rachim, V.S. Sihombing, A. Rianti, P. Setio ; Editor: R. Garsetiasih, A. Susmianto. -- Bogor : Forda Press, 2015.

(5)

KATA PENGANTAR

Monitoring dan evaluasi merupakan bagian dari mana-jemen yang harus dilakukan jika ingin ada peningkatan dan perbaikan kinerja. Oleh karena itu, kegiatan moni-toring dan evaluasi pun perlu dilakukan dalam pem-bangunan dan pengelolaan Taman Keanekaragaman Ha-yati (Taman Kehati).

Kegiatan Monitoring Keanekaragaman Hayati dan Evaluasi Keberhasilan Taman Kehati menjadi cara untuk pening-katan dan efisiensi kinerja dan perbaikan pengelolaan, serta efektivitas pencapaian output, outcome, dan dam-pak. Buku ini disusun sebagai pedoman atau acuan dalam pelaksanaan kegiatan monitoring keanekaragaman hayati dan evaluasi keberhasilan Taman Kehati.

Terdapatnya buku ini diharapkan pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan dengan sis-tematik, konsisten, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Bogor, Desember 2015 Tim Penulis

(6)
(7)

SAMBUTAN KEPALA PUSAT

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN

Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pemerintahan Kabinet Kerja memiliki kebijakan untuk meningkatkan jumlah dan luasan ruang terbuka hijau yang berfungsi ganda, yaitu untuk pelestarian flora-fauna, wahana rekreasi, sarana pendidikan, sumber ilmu penge-tahuan, objek penelitian, dan sebagai daerah tangkapan hujan untuk konservasi air. Salah satu implementasi kebi-jakan tersebut ialah pembangunan Taman Keaneka-ragaman Hayati (Taman Kehati) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2012.

Taman Kehati merupakan program konservasi keaneka-ragaman hayati flora fauna yang berbasis pada penelitian dan pengetahuan (sains). Oleh karena itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan berperan aktif untuk menyuk-seskan program Taman Kehati, antara lain dengan mem-berikan bimbingan dan konsultasi teknis, pembinaan sumber daya pengelola, menyediakan paket-paket tek-nologi terapan pendukung, pedoman teknis dan publikasi hasil-hasil penelitian Taman Kehati.

Buku Sistem Monitoring dan Evaluasi Keaneka-ragaman Hayati di Taman Kehati merupakan salah satu produk Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dalam rangka mendukung pengelolaan Taman Kehati.

(8)

Buku ini diharapkan menjadi panduan yang standar bagi para pengelola Taman Kehati dalam melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi sehingga diperoleh keseragaman parameter, metode, dan format pelaporan. Dengan demi-kian, hal ini akan memudahkan pembinaan secara nasional dalam rangka meningkatkan kualitas Taman Kehati selanjutnya.

Akhirnya, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepa-da para penulis atas sumbangan pemikiran kepa-dan penge-tahuannya dalam menyusun buku ini. Demikian pula, ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepa-da PT. Tirta Investama Plant Babakan Pari, Sukabumi atas kerjasama dan kontribusinya dalam menerbitkan buku ini.

Bogor, Desember 2015 Kepala Pusat,

Ir. Djohan Utama Perbatasari, M.M. NIP. 19601230 198801 1 001

(9)

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR ………. iii

SAMBUTAN KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN ………..….. v

DAFTAR ISI ……….……….……. vii

DAFTAR TABEL ……….……….……….. ix

DAFTAR GAMBAR ……….……….………. xi

DAFTAR LAMPIRAN ……….……….…………. xiii

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ………….….……… xiv

I. PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ……….………….. 1

B. Maksud dan Tujuan ……….………… 2

II. DEFINISI DAN PENGERTIAN ………….…..……… 5

III. PRINSIP-PRINSIP MONITORING DAN EVALUASI ……….….……… 13

A. Prinsip-Prinsip ……….……… 13

B. Memilih Evaluator ………..… 15

IV. TAHAPAN MONITORING DAN EVALUASI ….…. 17 V. METODE MONITORING KEANEKARAGAMAN HAYATI FAUNA ………..……… 19

A. Tujuan ……….……… 20

B. Sasaran Objek yang Dimonitor ………….…. 21

C. Indikator yang Dimonitor ………..……… 21

D. Metode Pengumpulan Data ……… 21

E. Peralatan dan Bahan ………..………. 23

F. Lokasi Monitoring ………..………… 29

G. Periode Monitoring ………..……… 30

H. Pengolahan dan Interpretasi Data ………… 31

(10)

VI. METODE MONITORING KEANEKARAGAMAN

HAYATI FLORA ………..……… 49

A. Tujuan ……….……… 50

B. Sasaran Objek yang Dimonitor ………..…… 50

C. Indikator yang Dimonitor ………..……… 51

D. Metode Pengumpulan Data ……… 54

E. Peralatan dan Bahan ……….………….. 55

F. Lokasi Monitoring ………..……… 56

G. Periode Monitoring ……….………. 59

H. Pengolahan dan Interpretasi Data ……..…. 60

I. Pelaporan ……….……. 61

VII. METODE EVALUASI KEBERHASILAN TAMAN KEHATI ……….….……… 65

A. Maksud dan Tujuan ………..……… 65

B. Aspek-Aspek yang Dievaluasi ………..……… 66

C. Pendekatan ………..…………. 69

D Metode Evaluasi ……….………… 75

E. Laporan Evaluasi ………..…………. 76

DAFTAR PUSTAKA ………..……… 77

LAMPIRAN ………..………..……….…… 83

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman Tabel 1. Perbedaan mendasar antara monitoring

dan evaluasi

8 Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan evaluasi

internal dan eksternal

11 Tabel 3. Tally sheet pengamatan untuk monitoring

satwa

27 Tabel 4. Hasil pengamatan lapangan monitoring

satwa

28 Tabel 5. Contoh penyajian hasil olahan data satwa

dalam bentuk tabel

41 Tabel 6. Contoh penyajian data indeks indeks

kemiripan komunitas burung

41 Tabel 7. Form hasil pengolahan data 43 Tabel 8. Form pengolahan klasifikasi dan

kategorisasi satwa

44 Tabel 9. Form rekapitulasi laporan monitoring

satwa

46 Tabel 10. Tally Sheet monitoring vegetasi/pohon

muda

52 Tabel 11. Tally Sheet monitoring vegetasi/pohon

dewasa

53 Tabel 12. Peralatan dan bahan monitoring pohon

Taman Kehati

55 Tabel 13. Pembagian periode dan waktu monitoring 60 Tabel 14. Rekapitulasi hasil monitoring pohon muda 62

(12)

Tabel 15. Rekapitulasi hasil monitoring pohon dewasa

63 Tabel 16. Contoh jenis flora prioritas target

konservasi di Taman Kehati Babakan Pari (Cidahu-Sukabumi)

67

Tabel 17. Contoh lima jenis fauna prioritas target konservasi di Taman Kehati Babakan Pari (Cidahu-Sukabumi)

67

Tabel 18. Pendekatan-pendekatan dalam melakukan evaluasi

70 Tabel 19. Aspek yang dievaluasi dan metode

evaluasinya di Taman Kehati Babakan Pari (contoh kasus di Taman Kehati Babakan Pari, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi)

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Hal. Gambar 1. Beberapa peralatan monitoring satwa:

binocular (A), monocular (B), kamera dengan lensa jauh (telelens) (C), GPS (D), camera trap (E), dan stop counter (F)

24

Gambar 2. Beberapa buku panduan pengenalan satwa

25 Gambar 3. Pengamatan satwa menggunakan

teropong/binocular (A) dan monitoring satwa menggunakan camera/video trap (B)

25

Gambar 4. Pendokumentasian satwa kecil menggunakan kamera dengan lensa jauh (telelens)

26

Gambar 5. Contoh lokasi monitoring satwa liar di Taman Kehati Babakan Pari, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi

30

Gambar 6. Contoh penyajian hasil olahan data

satwa dalam bentuk grafik pie 42 Gambar 7. Contoh penyajian hasil olahan data

satwa dalam bentuk histogram

42 Gambar 8. Berang-berang jawa (Aonyx cinereus)

yang tertangkap camera trap di Taman Kehati PT. Tirta Investama Lido

45

Gambar 9. Peralatan yang perlu dibawa pada saat monitoring

(14)

Gambar 10. Contoh lokasi monitoring flora pohon di Taman Kehati Babakan Pari,

Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi 57

Gambar 11. Pemeriksaan hama dan penyakit tanaman

57 Gambar 12. Pengukuran diamater pohon dewasa (A)

dan pencatatan kondisi gulma sekitar tanaman (B)

58

Gambar 13. Label pohon yang dimonitor: bagian depan berisi nama spesies, nomor pohon, dan nomor blok (A); dan bagian belakang berisi checklist tanggal monitoring (B)

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Hal. Lampiran 1. Panduan wawancara pengunjung/

masyarakat sekitar Taman Kehati

83 Lampiran 2. Kuesioner untuk stakeholders tentang

evaluasi keberhasilan Taman Kehati

84 Lampiran 3. Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang

Dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

87

Lampiran 4. Appendices CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora)

99

Lampiran 5. Daftar Spesies Prioritas (Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008–2018)

178

Lampiran 6. Daftar 25 spesies satwa liar terancam punah yang diprioritaskan meningkat populasinya sebesar 10% pada tahun 2019 (Lampiran Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No.

200/IV/KKH/2015)

186

Lampiran 7. Jumlah spesies flora dan fauna di Indonesia yang terancam menurut IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources)

(16)

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

1. CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) adalah

konvensi internasional untuk mengendalikan

perdagangan hidupan liar (flora dan fauna) yang terancam kepunahan. Indonesia memberlakukan Konvensi ini melalui Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978 tanggal 15 Desember 1978.

2. Daerah jelajah (home range) adalah daerah yang digunakan oleh individu satwa untuk mendapatkan makanan, pasangan dan memelihara anak (Burt, 1943 dalam Shaw, 1985).

3. Ekosistem adalah suatu kompleksitas interaksi yang dinamis dari komunitas tumbuhan, binatang dan mikroorganisme serta lingkungan fisiknya sebagai satu kesatuan fungsi.

4. Ekoton adalah pertemuan dua tipe habitat atau lebih atau peralihan antara dua atau lebih komunitas yang berbeda.

5. Flagship species adalah spesies yang dipilih untuk menggambarkan kondisi lingkungan atau ekosistem yang membutuhkan upaya konservasi. Spesies ini dipilih karena kerentanan, daya tarik, atau keunikannya dalam rangka membangkitkan dukungan dan penghargaan publik bagi konservasi keseluruhan ekosistem dan spesies di dalamnya. Contoh flagship species ialah panda raksasa, orangutan, gajah afrika, harimau india, monyet tamarin rambut emas, penyu belimbing, banteng, macan tutul jawa, dan gorila gunung.

6. Fragmentasi adalah proses pemecahan suatu habitat, ekosistem, atau tipe land-use menjadi bidang-bidang lahan yang lebih kecil.

(17)

Habitat merupakan suatu unit lingkungan (termasuk ruang, iklim, makanan, cover, dan air) di mana binatang, tumbuhan, atau populasi secara alami dan hidup normal dan berkembang.

8. Identifikasi jenis tumbuhan dan satwa adalah upaya untuk mengenal jenis, keadaan umum, status populasi, dan tempat hidupnya yang dilakukan di dalam habitatnya.

9. Invasive alien species (IAS) adalah spesies asing (bukan asli) yang keberadaannya sudah mengganggu dan mengancam keberadaan spesies asli dan endemik karena pertumbuhan dan penyebarannya sangat cepat dan meluas (invasive).

10. Inventarisasi jenis tumbuhan dan satwa adalah upaya mengetahui kondisi dan status populasi secara lebih terinci, serta daerah penyebarannya yang dilakukan di dalam dan di luar habitatnya, termasuk di lembaga konservasi.

11. Jenis tumbuhan atau satwa adalah jenis yang secara ilmiah disebut spesies atau anak-anak jenis yang secara ilmiah disebut subspecies, baik di dalam maupun di luar habitatnya.

12. Keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah keanekaragaman organisme hidup dari berbagai sumber termasuk antara lain daratan, lautan, dan ekosistem perairan lainnya, yang mana di dalamnya merupakan bagian sistem ekologi yang kompleks. Keanekaragaman hayati mencakup keanekaragaman dalam spesies, antarspesies, dan keanekaragaman ekosistem (CBD). 13. Komunitas adalah kumpulan berbagai populasi dalam

suatu wilayah tertentu.

14. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap

(18)

memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya (UU No. 5/1990).

15. Monitoring jenis tumbuhan dan satwa adalah upaya untuk mengetahui kecenderungan perkembangan populasi jenis tumbuhan dan satwa dari waktu ke waktu melalui survei dan pengamatan terhadap potensi jenis tumbuhan dan satwa secara berkala.

16. Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri atas individu-individu satu spesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada suatu tempat dan waktu tertentu.

17. Red List atau Red Data List dibuat sejak tahun 1964 oleh IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) merupakan daftar status konservasi spesies di dunia yang paling lengkap dan IUCN merupakan lembaga utama yang memiliki kewenangan (otoritas) membuat status konservasi spesies di dunia.

18. Relung (niche) didefinsikan sebagai peran yang dimainkan oleh setiap spesies di dalam habitat alaminya. Bagian paling penting dari relung adalah pemisahan makanan, walaupun relung lain juga penting, seperti cara penggunaan cover, air, atau bahkan ruang (Shaw, 1985).

19. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani baik yang hidup di darat, air, atau udara (UU No.5 tahun 1990).

20. Satwa atau tumbuhan dilindungi adalah satwa dan tumbuhan yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 tahun 1999.

21. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan/atau di air dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.

(19)

22. Satwa migran afrotropica adalah satwa yang berpindah cukup jauh dalam wilayah afrotropica

(misalnya kebanyakan burung kukuk).

23. Satwa migran lokal adala satwa yang melakukan perpindahan dalam jarak yang dekat (beberapa kilometer) dari dan ke tempat berkembang biak

(breeding).

24. Satwa migran paleartic adalah satwa yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di wilayah

afrotropica, tetapi bermigrasi ke wilayah paleartic untuk berkembang biak.

25. Satwa penetap (resident) adalah satwa yang menempati habitat yang sama sepanjang tahun.

26. Sensus adalah upaya menghitung semua individu tumbuhan dan satwa di suatu wilayah tertentu.

27. Spesies eksotik adalah suatu takson yang telah diperkenalkan atau yang telah melakukan kolonisasi suatu daerah dari tempat lain di masa lalu (Adisoemarto & Rifai, 1992).

28. Spesies asli adalah spesies pribumi dan terdapat alami di suatu daerah tertentu.

29. Spesies atau jenis adalah suatu takson yang dipakai dalam taksonomi untuk menunjuk pada satu atau beberapa kelompok individu (populasi) yang serupa dan dapat saling membuahi satu sama lain di dalam kelompoknya (saling membagi gen) namun tidak dapat dengan anggota kelompok yang lain.

30. Spesies endemik adalah suatu takson yang ada di alam hanya pada suatu tempat, di saat sekarang dan masa lalu (Adisoemarto & Rifai, 1992).

31. Spesies kunci (keystone species) merupakan spesies yang memiliki pengaruh besar pada lingkungannya, memengaruhi banyak organisme lain dalam ekosistem, serta menentukan tipe dan jumlah berbagai spesies dalam suatu komunitas. Banyak hewan

(20)

pemangsa merupakan spesies kunci, seperti macan tutul di Jawa.

32. Spesies payung (umbrella species) adalah spesies yang dipilih dalam rangka pembuatan keputusan konservasi; karena sulit menentukan status dari banyak spesies, pemilihan satu spesies payung dapat memudahkan pengambilan keputusan konservasi. Segala upaya konservasi terhadap spesies payung akan berdampak positif (mengonservasi) juga bagi spesies lain. Spesies payung dapat digunakan untuk membantu memilih lokasi yang sesuai dalam rangka melakukan pencagaran, menentukan luas, dan mengetahui komposisi, struktur, dan proses-proses ekosistem. Contoh spesies payung ialah harimau india, harimau sumatera, orangutan kalimantan.

33. Takson adalah sekelompok organisme yang diklasifikasikan bersama karena sifat-sifat yang sama, meliputi spesies, genus, famili, dan lain-lain (Adisoemarto & Rifai, 1992).

34. Teritori (territory) adalah bagian atau keseluruhan dari suatu home range yang dipertahankan dari satwa lain, khususnya dari spesies yang sama.

35. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup di darat maupun di air (UU No.5 tahun 1990).

36. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan/atau dipelihara yang masih mempunyai kemurnian jenisnya (UU No.5 tahun 1990).

37. Vegetasi [dalam arti luas] adalah kelompok tumbuh-tumbuhan yang mana satuan vegetasi hutan terbesar ialah formasi hutan. Asosiasi hutan adalah satuan-satuan di dalam formasi hutan yang diberi nama menurut jenis yang paling dominan (Soerianegara, 1978).

(21)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Monitoring dan evaluasi merupakan bagian integral dari proses manajemen. Monitoring perlu dilakukan secara periodik dan terus menerus untuk mengetahui kemajuan suatu program atau proyek dalam jangka waktu tertentu. Untuk mengetahui apakah suatu program atau proyek telah dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisien seperti yang diharapkan, evaluasi perlu dilakukan pada akhir program atau proyek tersebut. Evaluasi ini dilakukan terus menerus dalam jangka panjang untuk mengetahui apakah program atau proyek telah memberikan outcome atau dampak, baik yang telah direncanakan maupun yang tidak diduga.

Monitoring dan evaluasi sangat penting bagi pihak manajemen untuk mengambil keputusan dan menentukan langkah-langkah perbaikan proses atau metode untuk pencapaian hasil yang baik. Hasil monitoring dan evaluasi juga penting sebagai bahan pertimbangan dalam rangka menghilangkan kendala-kendala atau hambatan yang dapat menggagalkan program atau proyek.

(22)

Salah satu program lingkungan yang mulai dikembangkan di Indonesia ialah pembangunan Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati). Pembangunan dan pengelolaan Taman Kehati merupakan program jangka panjang yang hasil dan outcome atau dampaknya dapat diukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, monitoring dan evaluasi menjadi alat kontrol yang handal agar program dapat berjalan sesuai dengan rencana dan tercapai tujuan secara efektif dan efisien. Tentunya, hal ini akan menghasilkan outcome dan memberikan dampak yang baik.

B. Maksud dan Tujuan

Monitoring dan evaluasi dimaksudkan untuk:

(1) Membantu pengambil keputusan dan pelaksana program perlindungan keanekaragaman hayati di Taman Kehati untuk mengetahui kemajuan dan perkem-bangan yang telah dicapai.

(2) Membantu pelaksana program untuk memeriksa apakah suatu kegiatan berhasil diselesaikan sesuai dengan rencana atau tidak.

(3) Membantu pelaksana program untuk mengambil tindakan perbaikan terhadap masalah yang ditemu-kan di lapangan.

(4) Mendokumentasikan berbagai pengalaman yang muncul dalam pelaksanaan program dan dapat mengambil pelajaran dari pengalaman tersebut.

(23)

Tujuan monitoring dan evaluasi keberhasilan pem-bangunan dan pengelolaan Taman Kehati, yaitu:

(1) Memastikan pembangunan dan pengelolaan Taman Kehati sesuai dengan prinsip dan ketentuan yang ditetapkan.

(2) Memastikan Taman Kehati memberikan manfaat langsung dan tidak langsung bagi pelestarian flora dan fauna, serta peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konservasi keanekaragaman hayati.

(3) Memastikan pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan rencana dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

(4) Memastikan para pihak yang terlibat dalam pengelo-laan keanekaragaman hayati dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara baik sesuai dengan fungsinya masing-masing.

(5) Memberikan penilaian independen terhadap pelak-sanaan program perlindungan keanekaragaman hayati di Taman Kehati

(24)
(25)

DEFINISI DAN PENGERTIAN

Monitoring ialah kegiatan pengumpulan informasi secara rutin atau periodik untuk melihat kinerja semua pelaksana program dan memastikan seluruh kegiatan dapat dilak-sanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan serta sesuai dengan biaya yang dialokasikan. Laporan moni-toring biasanya dibuat dalam periode bulanan, triwulan, caturwulan, atau semester dan isinya mencakup output, kegiatan (aktivitas), dan penggunaan input sumber daya (manusia, waktu, dana, dan material).

Monitoring merupakan bagian fungsi internal dari proyek atau organisasi, yaitu suatu fungsi berkelanjutan yang menggunakan pengumpulan data secara sistematik dari indkator-indikator yang telah ditetapkan dalam rangka memberi informasi pihak manajemen dan stakeholders tentang sejauh mana capaian dari tujuan dan kemajuan dalam penggunaan sumber daya (input).

Indikator ialah variabel kuantitatif atau kualitatif yang dapat dipakai untuk mengukur kemajuan atau hasil dan dibandingkan dengan ukuran-ukuran target yang diren-canakan. Indikator merupakan dasar penilaian sederhana dan dapat dipercaya untuk menilai capaian, perubahan,

(26)

atau kinerja (performance). Indikator numerik (berupa angka) lebih disukai dan dapat diukur berkali-kali secara konsisten untuk menunjukan perubahan. Indikator-indikator yang ditetapkan selama fase perencanaan proyek biasanya meliputi komponen-komponen sebagai berikut: (1) Apa yang akan diukur?

(2) Unit ukuran yang digunakan untuk menggambarkan perubahan, misalnya persentase.

(3) Status sebelumnya atau baseline, misalnya pada ta-hun 2010 nilainya 10%.

(4) Ukuran, arah, dan dimensi dari perubahan yang di-inginkan; misalnya 30% pada tahun 2012.

(5) Kualitas atau standar perubahan yang ingin dicapai, misalnya peningkatan presentase menjadi lebih ting-gi.

(6) Sasaran yang dimonitor, misalnya tanaman, satwa dan lain-lain.

(7) Jangka waktu, misalnya periode Januari 2010– Januari 2011.

Evaluasi ialah suatu kegiatan untuk menilai hasil pelak-sanaan program dan kegiatan yang telah dilakukan dan melihat realisasi capaian ataupun dampaknya. Evaluasi dilakukan untuk memastikan bahwa program dan kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan target yang diharapkan (direncanakan), dengan metode dan penggunaan sumber daya yang benar. Evaluasi membantu para pihak

(27)

mengambil pembelajaran dan pemahaman, serta menun-jukan tingkat pencapaian. Evaluasi berfokus pada outcome dan keterkaitannya dengan output. Dalam evaluasi, hal yang dilihat, yakni efisiensi, efektivitas, dan dampak. Evaluasi merupakan penilaian sistematik dan objektif dari suatu program atau kebijakan, baik yang masih berlang-sung maupun yang sudah selesai, meliputi rencana, imple-mentasi dan hasilnya. Evaluasi lebih menekankan pada penilaian outcome dan dampak (impact) daripada output-output yang telah dihasilkan. Evaluasi harus memenuhi kriteria: (1) Obyektivitas (2) Efisiensi (3) Efektifitas (4) Dampak (impact) (5) Keberlanjutan (sustainability)

Input ialah sumber daya manusia, keuangan dan sumber daya lainnya yang digunakan untuk melaksanakan kegiat-an. Activity (kegiatan) ialah suatu pekerjaan yang harus dilakukan guna menghasilkan output. Output (keluaran) ialah hasil utama yang dibutuhkan guna mencapai outcome. Outcome ialah manfaat jangka panjang, baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan. Outcome bisa dicapai dalam jangka pendek, misalnya selama siklus program, seperti yang ditetapkan dalam tujuan atau jangka panjang yang biasanya berupa pencapaian target

(28)

(goal) atau tujuan jangka panjang. Impact atau dampak ialah hasil dari capaian khusus seperti meningkatnya keanekaragaman jenis satwa akibat meningkatnya keane-karagaman jenis pohon yang ditanam. Perbedaan mendasar antara monitoring dan evaluasi disa-jikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Perbedaan mendasar antara monitoring dan evaluasi

Lingkup Monitoring Evaluasi

Waktu Terus menerus

sepanjang pelaksanaan program

Menilai seluruh siklus program

Kedalaman

dan Tujuan Merupakan bagian reguler dari program manajemen. Fokus pada pelaksanaan program,

membandingkan antara realisasi dan rencana

Mereview capaian program dan menilai apakah rencana sudah yang terbaik untuk mencapai outcome.

Mengukur capaian dan dampak, baik positif maupun negatif, baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan. Mencari pembelajaran, baik dari kesuksesan maupun kegagalan, serta mencari yang terbaik untuk

dipraktekan di tempat lain.

(29)

Lingkup Monitoring Evaluasi

Pelaku Dilakukan oleh orang

yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program Sebaiknya dilaksanakan oleh pihak luar independen. Keterkaitan monitoring dengan evaluasi

Data dan penilaian yang diperoleh dalam monitoring menjadi masukan dan digunakan dalam proses evaluasi.

Terdapat beberapa cara pelaksanaan evaluasi, baik yang dilakukan oleh internal maupun eksternal. Cara evaluasi yang lazim digunakan antara lain:

(1) Self-evaluation; pelaksanaan melibatkan orang (pihak) internal dari program atau proyek. Kegiatan ini merupakan introspeksi atas apa yang telah dilak-sanakan untuk pembelajaran dan perbaikan. Itikad introspeksi dan kejujuran sangat diperlukan agar evaluasi cukup efektif dan menjadi pembelajaran yang penting dan berkesan.

(2) Participatory evaluation; hal ini merupakan salah satu bentuk evaluasi internal. Maksud kegiatan ini ialah mengikutsertakan sebanyak mungkin pihak yang terlibat, seperti pelaksana kegiatan dan masyarakat yang mendapat manfaat. Apabila ada pihak luar yang diikutsertakan, fungsi yang bersang-kutan ialah sebagai fasilitator dari proses evaluasi, bukan sebagai evaluator.

(30)

(3) Rapid Participatory Appraisal (RPA); biasanya digunakan di daerah pedesaan atau pada keba-nyakan kelompok masyarakat. Kegiatan ini merupa-kan metode evaluasi kualitatif semiterstruktur yang dilaksanakan oleh tim multidisiplin dalam waktu yang singkat. RPA digunakan sebagai titik awal untuk memahami kondisi setempat dengan cepat dan murah, serta sangat bermanfaat untuk mengumpulkan informasi. Pelaksanaan mengguna-kan data sekunder, review data, observasi langsung, wawancara semiterstruktur, informan kunci, wawan-cara kelompok, games, diagram, peta, dan kalender. Dalam konteks evaluasi, RPA memungkinkan sese-orang mendapatkan input berharga dari sese-orang-sese-orang yang diperkirakan mendapat manfaat dari program. RPA sangat fleksibel dan interaktif.

(4) External evaluation; pelaksanaan dilakukan oleh pihak luar yang telah ditunjuk dengan selektif. (5) Interactive evaluation; pelaksaaan melibatkan

secara aktif antara evaluator luar dan pelaksana program yang dievaluasi, atau pihak internal ter-masuk di dalam tim evaluator.

Masing-masing cara evaluasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan evaluasi internal dan eksternal disajikan pada Tabel 2.

(31)

Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan evaluasi internal dan eksternal

Pelaku Kelebihan Kekurangan Internal Evaluator sudah

familiar dengan program, kultur

organisasi, maksud dan tujuan program yang akan dievaluasi Kadang orang lebih senang berbicara kepada pemeriksa dari internal daripada eksternal. Merupakan alat manajemen yang jelas untuk introspeksi dan koreksi diri sendiri. Tidak merasa tertekan sehingga bisa

memudahkan

mendapat temuan dan kritik.

Lebih murah daripada evaluasi eksternal.

Potensial terjadi konflik kepentingan, terutama untuk mengarahkan ke kesimpulan yang baik atau positif.

Mungkin orang internal tidak memiliki keahlian atau terlatih melakukan evaluasi.

Menyita waktu kerja pegawai, walaupun lebih murah. Namun demikian, bisa menjadi mahal karena

(32)

Pelaku Kelebihan Kekurangan Eksternal Evaluasi lebih objektif

karena evaluator tidak memiliki konflik kepentingan. Evaluator biasanya sudah berpengalaman dan terlatih. Kadang-kadang pekerja lebih senang memberikan informasi kepada orang luar. Lebih kredibel untuk mendapatkan temuan, khususnya yang positif.

Orang luar mungkin tidak paham kultur dan apa yang ingin dicapai dalam program. Yang dievaluasi mungkin merasa tertekan dan takut berbicara terus terang dan kooperatif dalam proses evaluasi. Bisa sangat mahal. Bisa salah pengertian dengan yang dievaluasi sehingga apa yang diinginkan dari evaluasi tidak terpenuhi.

(33)

PRINSIP-PRINSIP

MONITORING DAN EVALUASI

A. Prinsip-Prinsip

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi perlu didasarkan pada kejujuran, motivasi, dan keinginan yang kuat dari para pelaku. Kegiatan ini harus dianggap sebagai alat yang penting untuk memperbaiki program. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi selanjutnya diuraikan sebagai berikut.

1. Objektif dan Profesional

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara profesional berdasarkan analisis data yang lengkap dan akurat. Hal ini dimaksudkan agar menghasilkan penilaian secara objektif dan masukan yang tepat bagi pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan. Oleh karena itu, pelaku program wajib melaporkan informasi seakurat mungkin. Informasi harus diuji silang dengan sumber lain untuk menjamin keakurasiannya. Informasi yang akurat dan berdasarkan fakta dari sumber terpercaya dapat membantu untuk memperbaiki program.

(34)

2. Transparan

Monitoring dan evaluasi harus dilakukan di suatu ling-kungan yang mendorong kebebasan berbicara yang ber-tanggung jawab. Hasil pemantauan dan evaluasi harus diketahui oleh banyak orang, terutama pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini.

3. Partisipatif

Semua pelaku program; terutama masyarakat, fasilitator, dan konsultan; harus bebas untuk berpartisipasi dan mela-porkan berbagai masalah yang dihadapi, serta member-kan kontribusinya untuk perbaimember-kan program.

4. Akuntabel

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus dapat diper-tanggungjawabkan secara internal maupun eksternal. 5. Berorientasi Solusi

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi diorientasikan untuk menemukan solusi atas masalah yang terjadi dan menjadi dasar peningkatan kinerja atau perbaikan metode.

6. Terintegrasi

Kegiatan pemantauan dan evaluasi yang dilakukan, baik oleh konsultan maupun internal, harus menjadi bagian tak terpisahkan dari manajemen, dalam hal ini sistem penge-lolaan Taman Kehati.

(35)

B. Memilih Evaluator

Apabila akan menggunakan evaluator dari luar untuk mengevaluasi program Taman Kehati, evaluator yang dipilih harus memiliki kriteria berikut:

(1) Memiliki pemahaman tentang isu keanekaragaman hayati;

(2) Memiliki pemahaman tentang isu perusahaan yang dievaluasi;

(3) Berpengalaman dalam mengevaluasi proyek atau program yang sejenis;

(4) Memiliki track record yang baik dengan clients sebelumnya;

(5) Memiliki keahlian meneliti;

(6) Memiliki komitmen terhadap kualitas;

(7) Memiliki komitmen terhadap ketepatan waktu; (8) Objektif, jujur, dan adil;

(9) Logis dan dapat bekerja secara sistematik;

(10) Memiliki kemampuan berkomunikasi lisan dan tulisan;

(11) Memiliki gaya dan pendekatan yang sesuai dengan perusahaan yang dievaluasi;

(12) Memiliki nilai-nilai yang serasi dengan nilai-nilai yang dianut perusahaan;

(36)

Sebelum memutuskan untuk menggunakan evaluator eksternal, hal-hal penting yang harus diperhatikan sebagai berikut:

(1) Memeriksa referensinya;

(2) Bertemu dengan evaluator sebelum membuat kepu-tusan final;

(3) Menyampaikan dengan jelas apa yang diinginkan (Term of Reference/ToR untuk kontrak);

(4) Menegosiasikan kontrak dengan ketentuan provisi jika kontrak tidak dapat diselesaikan tepat waktu atau hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan; (5) Meminta rencana kerja dengan output dan tata

waktunya;

(6) Mengikuti realisasi kontrak, termasuk meminta laporan antara (interim report), baik lisan maupun tertulis;

(7) Menyediakan waktu khusus untuk menampung um-pan balik secara formal.

Tidak setiap evaluator objektif sempurna karena mereka pasti sudah memiliki opini dan pemikiran. Namun, sebaik-nya opini mereka harus disebaik-nyatakan secara jelas dan tidak disembunyikan karena berguna untuk evaluasi.

(37)

TAHAPAN MONITORING DAN

EVALUASI

Langkah-langkah dalam merancang sistem monitoring dan evaluasi tergantung pada apa yang ingin dimonitor dan dievaluasi. Berikut ini merupakan outline langkah-langkah umum yang biasa dilakukan dalam monitoring dan evaluasi.

(1) Mengidentifikasi siapa saja yang akan dilibatkan dalam perancangan, implementasi, dan pelaporan. Para pihak yang dilibatkan diharapkan dapat memberikan bantuan, perspektif dan pemahaman, serta umpan balik.

(2) Menetapkan secara jelas ruang lingkup, tujuan, penggunaan hasil, dan anggaran.

(3) Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab apa yang ingin dipelajari dari hasil moni-toring dan evaluasi.

(4) Memilih indikator-indikator capaian dan cara-cara mengukur capaian untuk penilaian kinerja (perfor-ma), atau untuk menggambarkan perubahan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

(38)

(5) Menetapkan metode pengumpulan data, misalnya metode “review dokumen”, “kuesioner”, “survei”, dan “wawancara”.

(6) Menganalisis dan menyintesis informasi yang dipero-leh. Sekaligus me-review informasi yang diperoleh untuk melihat apakah ada pola atau kecenderungan (trend) yang muncul dari proses.

(7) Menginterpretasi temuan-temuan, memberikan um-pan balik (feedback), dan membuat rekomendasi. Dari proses analisis data dan pemahaman terhadap temuan-temuan dapat melahirkan rekomendasi-rekomendasi untuk meningkatkan kinerja atau mela-kukan perubahan-perubahan di tengah perjalanan program untuk perbaikan.

(8) Mengomunikasikan temuan dan pandangan kepada para pihak (stakeholders) dan memutuskan bagai-mana harus menggunakan hasil monitoring dan eva-luasi untuk peningkatan kinerja.

Indikator input umumnya sumber daya, seperti sumber daya manusia (SDM) dan biaya. Indikator proses merupa-kan kegiatan yang biasanya terdiri atas beberapa kegiatan secara berurutan. Indikator output ialah hasil yang dapat dilihat segera. Indikator outcome ialah hasil yang dapat dilihat atau dirasakan dalam jangka menengah, sedangkan indikator impact atau dampak ialah hasil yang diperoleh atau dirasakan dalam jangka panjang.

(39)

METODE MONITORING

KEANEKARAGAMAN HAYATI FAUNA

Monitoring fauna ialah kegiatan pengumpulan dan analisis data hasil observasi terhadap fauna secara berulang untuk mengetahui perubahan kondisi (struktur, komposisi, dan keanekaragaman) fauna yang dibandingkan dengan kon-disi sebelumnya (baseline) atau konkon-disi yang diharapkan. Data satwa liar termasuk sebagai hal yang sulit didapatkan di lapangan, apalagi jika waktu yang tersedia sangat ter-batas. Hal ini dikarenakan satwa bersifat mobile atau selalu berpindah dan beberapa satwa sangat sensitif dengan kehadiran manusia sehingga akan menjauh sebelum orang yang melakukan monitoring atau evaluasi datang. Untuk mendapatkan data satwa yang akurat, pengamat harus mengerahkan segala sumber daya, mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, termasuk hasil-hasil penelitian terbaru, literatur, dan informasi dari masyarakat setempat atau petugas yang telah lama berdomisili di sekitar lokasi yang akan disurvei (Gunawan, in press).

Dalam monitoring satwa liar, metode apapun yang diguna-kan tidak boleh menimbuldiguna-kan kerusadiguna-kan dan harus memerhatikan:

(40)

(1) Tidak menggunakan metode sampling yang meru-sak; misalnya menembak satwa atu menjaring bu-rung.

(2) Harus menjamin bahwa jenis-jenis satwa liar yang penting, sumber daya alam, dan tanaman tidak ru-sak karena kegiatan survei yang dilakukan.

(3) Meminimalkan gangguan terhadap spesies yang sen-sitif.

(4) Tidak menggunakan peralatan bermesin pada habi-tat yang sensitif, kecuali dampaknya dapat dihin-darkan.

(5) Membuat titik-titik pengamatan (lokasi sampling) permanen secara seksama dan meminimalkan keru-sakan pada saat pembuatan.

(6) Menjamin peralatan atau bangunan yang dibuat untuk monitoring tidak menimbulkan risiko pada satwa liar atau masyarakat.

(7) Menghindarkan kunjungan yang tidak perlu ke titik-titik pengamatan (lokasi sampling).

A. Tujuan

Monitoring keanekaragaman hayati fauna atau satwa liar bertujuan mengetahui perubahan kondisi fauna atau satwa liar dari waktu ke waktu sebagai dampak dari keberadaan Taman Kehati.

(41)

B. Sasaran Objek yang Dimonitor

Sasaran yang menjadi objek monitoring yaitu satwa liar bertulang belakang (vertebrata) yang terdiri atas kelas mamalia, aves, reptilia, dan amfibia. Monitoring khusus juga dilakukan pada jenis-jenis satwa unggulan yang men-jadi target konservasi.

C. Indikator yang Dimonitor

Indikator yang dimonitor dari kondisi satwa liar, yaitu stru-ktur, komposisi, dan keanekaragaman. Struktur meliputi kelimpahan relatif dan sebaran jenis dalam komunitas (indeks kemerataan jenis). Komposisi meliputi jumlah jenis dan proporsinya menurut berbagai kategori atau klasi-fikasi. Sementara itu, indikator keanekaragaman diukur dari nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon Wienner (Magurran, 1988).

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data satwa liar untuk mendapatkan nilai indikator-indikator dari mamalia, aves, reptilia, dan amfibia dilakukan dengan metode transek atau jalur (Sutherland, 2001). Dalam metode ini, pengamat berjalan pada suatu jalur penjelajahan dengan arah konsisten yang memotong wilayah studi secara sistematis sehingga dapat mewakili dan mencakup semua kondisi habitat yang ada. Transek juga dapat dibuat mengikuti track yang sudah ada, seperti sungai atau jalan setapak.

(42)

Setiap satwa yang dijumpai dicatat jenis, jumlah dan frekuensi perjumpaannya. Hal penting lain yang juga perlu dicatat yaitu aktivitas satwa pada saat dijumpai dan tempat spesifik yang digunakan (misalnya jenis pohon tertentu sebagai tempat tidur) (Gunawan, in press). Untuk mengenali suatu jenis satwa, beberapa cara dapat dilakukan antara lain melalui jejak, feses, suara, sarang, bau, dan tanda-tanda lain yang ditinggalkan (van Lavieren, 1982; Alikodra, 1990). Wawancara dengan petugas lapangan dan masyarakat juga dilakukan untuk melengkapi data yang tidak tercakup pada waktu pengamatan (Gunawan, in press).

Kegiatan monitoring jenis-jenis burung (aves) dapat dilakukan dengan metode observasi burung yang umum seperti metode IPA (Indices Ponctuels d’Abundance) dengan interval waktu 20 menit dan radius observasi 50 m (van Lavieren, 1982). Identifikasi jenis bisa menggunakan buku panduan pengenalan burung yang sudah dibuat untuk seluruh wilayah biogeografi Indonesia dan telah banyak beredar, seperti ”Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa dan Bali” (MacKinnon, 1991), ”Panduan Lapangan Burung-Burung Asia Tenggara” (King, 1975), ”Panduan Lapangan Burung-Burung di Kawasan Wallacea” (Coates & Bishop, 1997), dan ”Panduan Lapangan Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan” (MacKinnon et al., 1992).

Pada pengamatan burung-burung dengan habitat yang luas, metode garis transek (line transect) dapat digunakan

(43)

(Sutherland, 2004). Garis transek juga dapat diganti dengan jalan (track) yang sudah ada atau sungai. Pengamatan dilakukan sepanjang kiri dan kanan jalan atau sungai. Masing-masing selebar 20 m sehingga bila panjang jalan atau sungai 500 m, luas areal yang diamati sama dengan 1 ha (Pomeroy, 1992). Cara tersebut sering disebut road-side census atau river-side census.

Observasi burung sebaiknya dilakukan pada pagi hari ketika burung-burung memulai aktivitas atau menjelang petang ketika burung-burung kembali ke sarang. Misalnya, waktu pengamatan dilakukan pada pukul 05.00–10.00 dan pukul 16.00–18.00 waktu setempat. Setelah hujan ber-henti di tengah hari, burung-burung juga sering mudah ditemukan.

Data yang dicatat dari pengamatan burung meliputi jenis, jumlah total individu [dari setiap jenis yang ditemukan], frekuensi perjumpaan, dan habitat tempat ditemukan. Informasi lain juga dapat ditambahkan, seperti strata tajuk vegetasi ketika ditemukan, aktivitas yang sedang dilakukan, jenis makanan, dan waktu saat ditemukan (Gunawan, in press).

E. Peralatan dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam monitoring satwa antara lain teropong (binocular atau monocular), Geographic Positional System (GPS), kamera dengan lensa jauh (tele-lens), camera trap, stop counter, dan alat tulis.

(44)

Bahan-bahan yang digunakan antara lain peta kerja, buku pan-duan pengenalan jenis burung, panpan-duan pengenalan jenis reptilia, panduan pengenalan jenis amfibia, dan buku panduan pengenalan jejak satwa, serta buku catatan atau

tally sheet pengamatan.

Gambar 1. Beberapa peralatan monitoring satwa: binocular (A), monocular (B), kamera dengan lensa jauh (telelens) (C), GPS (D),camera trap (E), dan stop counter (F)

A

B

C

D

(45)

Gambar 2. Beberapa buku panduan pengenalan satwa

Gambar 3. Pengamatan satwa menggunakan teropong/bino-cular (A) dan monitoring satwa menggunakan camera/video trap (B)

(46)

Gambar 4. Pendokumentasian satwa kecil menggunakan ka-mera dengan lensa jauh (telelens)

(47)

Tabel 3. Tally sheet pengamatan untuk monitoring satwa

TALLY SHEET PENGAMATAN UNTUK MONITORING SATWA

Taman Kehati : Lokasi /Blok : Pemonitor : Tanggal : Jam : Kondisi cuaca :

No Nama Lokal Turus/Tabulasi Keterangan

1. Rajaudang

biru 2-1-1 Bertengger, bersuara

2. Bunglon 1-1-1-1 Mencari makan

3. Kutilang 8-4 Berjemur,

terbang

4. Tekukur 2 Bertengger

5. Walet sapi 25 Terbang

6. Garangan 2 Melintas jalan

7. Sero 1 Berjemur

Keterangan:

Model Tally sheet ini bisa digunakan untuk mencatat semua satwa yang dijumpai (masih campuran). Namun, data ini selanjutnya harus disortir/ dipisahkan untuk mamalia, reptilia, amfibia dan aves (burung) dalam pengolahan data.

Turus/tabulasi 2-1-1 artinya terdapat 3 kali perjumpaan dan total individu yang dijumpai sebanyak 4 (2+1+1=4) [perjumpaan pertama 2 ekor, kedua 1 ekor dan ketiga ada 1 ekor].

(48)

Tabel 4. Hasil pengamatan lapangan monitoring satwa

HASIL PENGAMATAN LAPANGAN MONITORING SATWA Taman Kehati : Lokasi /Blok : Pemonitor : Tanggal : Jam : Kondisi cuaca : Kelas : MAMALIA/REPTILIA/AMFIBIA/AVES*

No Nama Lokal Nama Latin Individu Jumlah (ni) Frekuensi Perjumpaan (fi) 1. n1. f1. 2. n2. f2. 3. n3. f3. 4. n4. f4. 5. n5. f5. 6. n6. f6. 7. n7. f7. 8. n8. f8. 9. n9. f9. 10. n10. f10. 11. n11. f11. 12. n12. f12. 13. n13. f13. 14. n14. f14. 15. n15. f15. 16. n16. f16. 17. n17. f17. 18. n18. f18. 19. ... ... 20. ... ... Jumlah N F

(49)

F. Lokasi Monitoring

Lokasi monitoring satwa dipilih di tempat-tempat yang mewakili kondisi habitat yang ada di Taman Kehati. Cara pemilihan sampel pengamatan dilakukan sebagai berikut [lihat Gambar 5]:

(1) Sampel pengamatan untuk metode transek ialah dengan cara meletakkan transek melewati seluruh tipe habitat atau tipe vegetasi.

(2) Membuat pengulangan transek secara sistematis, misalnya dengan jarak antartransek 100 m atau 200 m hingga mewakili seluruh areal yang ada.

(3) Untuk sampel pengamatan berbentuk titik, misalnya metode IPA, titik pengamatan diletakkan di daerah ekoton, yaitu daerah pertemuan dua tipe habitat/ komunitas atau lebih. Misalnya, peralihan dari sawah dengan kebun, peralihan dari hutan ke kebun, peralihan dari hutan ke sawah, peralihan dari rum-pun bambu ke kebun, dan lain-lain.

(50)

Gambar 5. Contoh lokasi monitoring satwa liar di Taman Keha-ti Babakan Pari, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi

G. Periode Monitoring

Monitoring satwa liar dilakukan sedikitnya setahun dua kali untuk mewakili kondisi musim kemarau dan musim hujan. Untuk memudahkan dan agar periode waktunya tetap, sebaiknya monitoring dilakukan pada bulan yang sama setiap tahunnya, misalnya bulan Juni untuk musim kemarau dan bulan Desember untuk musim hujan. Apabila memungkinkan, setahun dapat dilakukan empat kali monitoring, yaitu dua kali mewakili musim kemarau dan dua kali mewakili musim hujan.

(51)

yang mana S ialah banyaknya jenis pada suatu tipe habitat.

H. Pengolahan dan Interpretasi Data

Pengolahan data satwa dilakukan untuk menghasilkan informasi frekuensi perjumpaan relatif (FR), kelimpahan relatif (KR), indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’), indeks kemerataan jenis (evenness) dan [jika diperlukan] indeks kemiripan antar komunitas (indeks Sorensen) untuk membandingkan dua komunitas secara spasial ataupun temporal. Data juga dapat diklasifikasikan sehingga mem-berikan informasi yang mudah dipahami dan berguna untuk pengambilan keputusan (Gunawan, in press).

Indeks keanekaragaman jenis dihitung dengan rumus dari Shannon (H’) yaitu (Magurran, 1988.):

pi pi H' ln yang mana N ni pi

pi ialah perbandingan antara jumlah individu spesies ke i dengan jumlah total individu. Logaritma yang digunakan ialah logaritma dasar 10 atau Ln (logaritma natural). Rumus ini dapat diubah menjadi (Soegianto, 1994):

N ni ni N N H' ln 

ln

Untuk mengetahui struktur komunitas dalam setiap tipe habitat, nilai kemerataan antarjenis atau indeks evenness (E) dihitung dengan rumus sebagai berikut (Odum, 1994):

S

H

E

ln

'

(52)

yang mana A ialah kelimpahan (Abundance),

ni ialah jumlah individu spesies I, dan L ialah luas areal yang disurvei (dalam hektar atau km2).

Indeks kemiripan komunitas (Similarity Index) atau dike-nal dengan nama Indeks Sorensen antara dua sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Odum, 1994):

B

A

C

SI

2

SI ialah indeks kemiripan komunitas, A ialah jumlah jenis dalam sampel A, B ialah jumlah jenis dalam sampel B, dan C ialah jumlah jenis yang sama pada kedua sampel. Dengan demikian, indeks ketidaksamaan ialah 1 - S. Nilai indeks kemiripan komunitas berkisar antara 0–1. Semakin tinggi nilai indeks kemiripan komunitas antara dua sampel maka semakin miriplah kedua sampel tersebut, demikian pula sebaliknya.

Kelimpahan (abundance) yang sering disimbolkan dengan “N” ialah jumlah individu pada suatu wilayah yang sedang diteliti. Kelimpahan Relatif merupakan nilai relatif dari suatu jenis (spesies) terhadap total individu seluruh jenis yang sedang diteliti. Nilai ini bermanfaat untuk meng-gambarkan keadaan komunitas satwa liar di suatu wilayah studi yang tidak diketahui luasnya atau untuk studi yang kurang intensif. Kelimpahan suatu jenis pada suatu areal yang disurvei dihitung dengan formula:

L

ni

(53)

yang mana RA ialah kelimpahan relatif, ni ialah kelimpahan atau jumlah individu spe-sies i dan N adalah kelimpahan total atau jumlah seluruh individu dari seluruh spesies.

yang mana FOi ialah frekuensi perjumpaan (Frequency of Occurance), fi ialah jumlah perjumpaan suatu spesies (i), A ialah luas areal yang disurvei (hektar atau km2) dan T ialah lamanya waktu pengamatan (menit atau jam).

Kelimpahan Relatif dihitung dengan formula.

%

100

x

N

ni

RA

Dalam setiap survei satwa, seringkali kita perlu menun-jukan hasil kuantitatif yang bisa menggambarkan kondisi populasi atau komunitas satwa. Frekuensi perjumpaan atau frequency of occurance dapat menggambarkan seberapa sering atau seberapa mudah kita menjumpai suatu jenis satwa. Semakin tinggi nilai relatif frekuensi perjumpaan suatu jenis satwa, semakin mudah kita menjumpainya di areal tersebut. Frekuensi perjumpaan bisa berbasis luas areal pengamatan (jumlah perjumpaan pada suatu luasan wilayah pengamatan), atau bisa juga berbasis lamanya waktu pengamatan (jumah perjumpaan selama waktu pengamatan). Dengan demikian, nilai FR bisa menjadi petunjuk sebaran satwa, baik secara spasial (ruang) maupun temporal (waktu). Formula untuk meng-hitung frekuensi perjumpaan yaitu:

A fi

FO

i

 atau T fi

FO

i

(54)

Yang mana FRi ialah frekuensi per-jumpaan relatif suatu spesies (i), fi ialah frekuensi atau jumlah perjum-paan dengan spesies i, dan F ialah total frekuensi perjumpaan seluruh spesies.

Formula yang digunakan untuk mendapatkan nilai frekuensi relatif sebagai berikut:

% 100 x F fi

FR

i

Interpretasi data satwa juga dibuat klasifikasi untuk memberikan informasi yang lebih sesuai dengan tujuan memudahkan pengambilan keputusan. Klasifikasi data satwa, khususnya burung, antara lain berdasarkan (Gunawan, in press):

 Kelompok makanan (feeding guilds).

 Spesialisasi habitat: daratan dan perairan.

 Sifat tinggal: resident (penghuni tetap) dan migran lo-kal atau migran antar benua.

 Status endemisitas: endemik dan eksotik (tidak ende-mik).

 Status asal/keaslian: asli dan introduksi.

 Pemanfaatannya: komersial dan tidak komersial.

 Status konservasi, seperti status perlindungan berdasarkan PP 7/1999 (dilindungi/tidak dilindungi), status berdasarkan Appendix CITES (Appendix I, II, III atau Non-Appendix), dan status menurut Redlist IUCN.

(55)

 Berdasarkan tipe habitat yang diteliti, misalnya kebun, sawah, lahan terbuka, hutan tanaman monokultur, hutan tanaman campuran, hutan alam sekunder, hutan alam primer, dan lain-lain.

 Lainnya; misalnya berdasarkan prioritas konservasi nasional, prioritas konservasi daerah, maskot kabu-paten, maskot provinsi, maskot nasional, atau merupakan spesies kunci (keystone species), spesies payung (umbrella species), serta spesies bendera (flag species).

Klasifikasi berdasarkan feeding guilds untuk burung meliputi burung-burung pemakan daun disebut frugivora, pemakan biji disebut granivora, dan pemakan nektar disebut nektivora. Burung pemangsa satwa lain disebut karnivora atau raptor, pemangsa ikan disebut piscivora dan dan pemakan serangga disebut insektivora. Untuk bangsa satwa mamalia umumnya dikelompokkan menjadi herbivora (pemakan bagian tumbuhan), karnivora (pemangsa satwa lain), dan omnivora (pemakan segala). Berdasarkan spesialisasi habitatnya, burung-burung dikelompokkan menjadi burung daratan (terrestrial bird) yaitu burung yang sebagian besar hidupnya di daratan dan mencari makan di daratan dan burung air (water bird) yaitu burung yang sebagian besar hidupnya di perairan atau dalam mencari makan tergantung pada keberadaan perairan (umumnya makanannya ada di air, seperti ikan, udang, dan hewan air lainnya).

(56)

Klasifikasi berdasarkan status tinggal, yaitu satwa resident (penghuni tetap), migran lokal atau migran antar benua. Satwa penetap (resident) ialah satwa yang menempati habitat yang sama sepanjang tahun. Satwa migran lokal ialah satwa yang melakukan perpindahan dalam jarak yang dekat (beberapa kilometer) dari dan ke tempat berkembang biak (breeding). Satwa migran afrotropica ialah satwa yang berpindah cukup jauh dalam wilayah afrotropica (misalnya kebanyakan burung kukuk). Satwa migran paleartic adalah satwa yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di wilayah afrotropica tetapi bermigrasi ke wilayah paleartic untuk berkembang biak. Berdasarkan status endemisitasnya, satwa-satwa dapat dikelompokkan menjadi satwa endemik dan eksotik atau introduksi. Spesies endemik ialah satwa yang hidup di alam hanya pada suatu tempat, di saat sekarang dan masa lalu (Adisoemarto & Rifai, 1992). Spesies eksotik ialah spesies yang telah diintroduksi ke suatu tempat atau yang telah mengolonisasi suatu daerah dari tempat lain di masa lalu (Adisoemarto & Rifai, 1992).

Berdasarkan status asal atau keasliannya, satwa-satwa dikelompokkan menjadi satwa asli (indigenous) atau intro-duksi (didatangkan dari tempat lain). Spesies asli ialah spesies pribumi dan terdapat alami di suatu daerah. Berdasarkan pemanfaatannya, satwa dapat dikelompok-kan menjadi satwa komersial dan nonkomersial. Satwa

(57)

komersial ialah satwa yang memiliki nilai ekonomi dan diperdagangkan.

Klasifikasi berdasarkan Red List IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) versi 3.1 untuk satwa liar didasarkan pada tingkat keteran-camannya, mulai dari yang paling gawat hingga yang paling ringan dengan kategori sebagai berikut:

 Extinct (EX) = punah

 Extinct in the Wild (EW) = punah di alam

 Critically Endangered (CR) = kritis

 Endangered (EN) = terancam

 Vulnerable (VU) = rentan

 Near Threatened (NT) = mendekati terancam

 Least Concern (LC) = kurang mendapat perhatian

CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau konvensi perda-gangan internasional spesies tumbuhan dan satwa liar terancam adalah perjanjian internasional antarnegara yang disusun berdasarkan resolusi sidang anggota World Conservation Union International Union for the Conser-vation of Nature and Natural Resources (WCU-IUCN) tahun 1963. Konvensi bertujuan mengendalikan perda-gangan flora dan fauna yang terancam kepunahan dan melindunginya terhadap perdagangan internasional yang mengakibatkan kelestarian spesies tersebut terancam. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi CITES melalui Keputusan Pemerintah No. 43 Tahun 1978.

(58)

CITES menetapkan berbagai tingkatan proteksi terhadap lebih dari 33.000 spesies terancam yang dicantumkan dalam apendiks yang terdiri atas tiga apendiks, yaitu:

Apendiks I (sekitar 800 spesies) berisi daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dila-rang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Spesies yang dimasukkan ke dalam kategori ini ialah spesies yang terancam punah bila perdagangan tidak dihentikan. Perdagangan spesimen dari spesies yang ditangkap di alam bebas tergolong ilegal (diizinkan hanya dalam keadaan luar biasa).

Satwa dan tumbuhan yang termasuk dalam daftar Apendiks I namun merupakan hasil penangkaran atau budi daya dianggap sebagai spesimen dari Apendiks II dengan beberapa persyaratan. Otoritas pengelola dari negara pengekspor harus melaporkan Non-Detriment Finding (NDF) berupa bukti bahwa ekspor spesimen dari spesies tersebut tidak merugikan populasi di alam bebas. Setiap perdagangan spesies dalam Apendiks I memerlukan izin ekspor impor. Otoritas pengelola dari negara pengekspor diharuskan memeriksa izin impor yang dimiliki pedagang dan memastikan negara peng-impor dapat memelihara spesimen tersebut dengan layak.

Satwa yang dimasukkan ke dalam Apendiks I, misal-nya harimau dan subspesiesnya, macan tutul, gajah Asia, dan semua spesies badak di Indonesia.

(59)

Apendiks II (sekitar 32.500 spesies) berisi daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan

Spesies dalam Apendiks II tidak segera terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila tidak dimasukkan ke dalam daftar dan perdagangan terus berlanjut. Selain itu, Apendiks II juga berisi spesies yang terlihat mirip dan mudah keliru dengan spesies yang didaftar dalam Apendiks I. Otoritas pengelola dari negara pengekspor harus melaporkan bukti bahwa ekspor spesimen dari spesies tersebut tidak merugikan populasi di alam bebas.

Apendiks III (sekitar 300 spesies) berisi daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitat-nya, dan suatu saat peringkatnya bisa dinaikkan ke dalam Apendiks II atau Apendiks I.

Spesies yang dimasukkan ke dalam Apendiks III ialah spesies yang dimasukkan ke dalam daftar setelah salah satu negara anggota meminta bantuan para pihak CITES dalam mengatur perdagangan suatu spesies. Spesies tidak terancam punah dan semua negara anggota CITES hanya boleh melakukan perdagangan dengan izin ekspor yang sesuai dan Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (CoO).

(60)

Flagship species ialah spesies yang dipilih untuk meng-gambarkan kondisi lingkungan atau ekosistem yang membutuhkan upaya konservasi. Spesies ini dipilih karena kerentanan, daya tarik, atau keunikannya dalam rangka membangkitkan dukungan dan penghargaan publik bagi konservasi keseluruhan ekosistem dan spesies di dalam-nya. Contoh flagship species yaitu panda raksasa, orang-utan, gajah afrika, harimau india, monyet tamarin rambut emas, penyu belimbing, dan gorila gunung.

Spesies kunci (keystone species) merupakan spesies yang memiliki pengaruh besar pada lingkungannya, memenga-ruhi banyak organisme lain dalam ekosistem, dan menentukan tipe dan jumlah berbagai spesies dalam suatu komunitas. Banyak hewan pemangsa merupakan spesies kunci, seperti macan tutul di Jawa dan harimau di Suma-tera.

Spesies payung (umbrella species) ialah spesies yang dipilih dalam rangka pembuatan keputusan konservasi. Mengingat sulitnya menentukan status dari banyak spesies, pemilihan satu spesies payung dapat memudah-kan pengambilan keputusan konservasi. Segala upaya konservasi terhadap spesies payung akan berdampak positif (mengonservasi) juga bagi spesies lain. Spesies payung dapat digunakan membantu memilih lokasi yang sesuai untuk pencagaran, menentukan luasnya dan mengetahui komposisi, struktur, dan proses-proses eko-sistem. Contoh spesies payung, yaitu harimau india, harimau sumatera, orangutan kalimantan, dan elang jawa.

(61)

Hasil klasifikasi lebih menarik dan cepat dimengerti jika disajikan dalam bentuk tabel, gambar atau grafik, misalnya grafik pie, grafik line, atau histogram batang. Penyajian daftar jenis satwa dalam tabel sebaiknya disusun sistematik yang mencantumkan famili, genus, dan spesies.

Tabel 5. Contoh penyajian hasil olahan data satwa dalam bentuk tabel

Lokasi Jumlah Jenis Burung Indeks Keragaman Jenis (H') Indeks Evenness (E) Kalitengah Lor 13 1.94 0.76 Balerante 15 2.36 0.87 Deles Kemalang 14 2.02 0.77 Srumbung 18 2.40 0.83 Sumber: Gunawan et al. (2012)

Tabel 6. Contoh penyajian data indeks indeks kemiripan komunitas burung Lokasi Kalitengah Lor Balerante Deles Kemalang Srum- bung Kalitengah Lor - 0.54 0.37 0.26 Balerante - 0.69 0.42 Deles Kemalang - 0.31 Srumbung - Sumber: Gunawan et al. (2012)

(62)

Sumber: Gunawan et al., 2012

Gambar 6. Contoh penyajian hasil olahan data satwa dalam bentuk grafik pie

Sumber: Gunawan et al., 2005

(63)
(64)
(65)

Gambar 8. Berang-berang jawa (Aonyx cinereus) yang ter-tangkap camera trap di Taman Kehati PT. Tirta Investama Lido

I. Pelaporan

Hasil monitoring satwa dilaporkan kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi atau Kabupaten (selaku Pem-bina Taman Kehati), Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor (selaku otoritas penelitian keanekaragaman hayati dan ekosistem), dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat selaku otoritas manajemen keanekaragaman hayati dan ekosistem, khususnya jenis langka dan/atau dilindungi. Rekapitulasi laporan moni-toring satwa dapat disajikan seperti format berikut.

(66)

Tabel 9. Form rekapitulasi laporan monitoring satwa

LAPORAN MONITORING SATWA

Nama Taman Kehati Lokasi Desa/Kec/Kab Petugas yang Memonitor Tanggal/Bulan/Tahun Jam Kondisi Cuaca HASIL MONITORING Tujuan Monitoring Obyek Monitoring Indikator

A. Kekayaan Spesies Sebelumnya Sekarang

1. Total spesies 2. Mamalia 3. Reptilia 4. Amfibia 5. Aves B. Indeks

Keaneka-ragaman Sebelumnya Sekarang

1. Total spesies 2. Mamalia 3. Reptilia 4. Amfibia

(67)

C. Indeks Kemerataan Sebelumnya Sekarang 1. Total spesies 2. Mamalia 3. Reptilia 4. Amfibia 5. Aves

Metode Transek dan IPA

Peralatan Binokuler, Kamera

Lokasi Monitoring (Blok)

Periode Monitoring Januari-Juni / Juli-Desember

Pihak yang Dilapori Badan Pengelola Lingkungan

Hidup; Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan; Balai Konservasi Sumber Daya Alam

(68)
(69)

METODE MONITORING

KEANEKARAGAMAN HAYATI FLORA

Memonitor perkembangan komunitas tumbuhan di Taman Kehati sangat penting karena tumbuhan merupakan komponen pokok dari suatu ekosistem. Hal ini karena tumbuhan merupakan produsen utama dalam ekosistem yang dikonsumsi oleh konsumen pertama yaitu satwa-satwa herbivora. Selanjutnya, satwa-satwa herbivora dimakan oleh satwa karnivora pertama, dan satwa karnivora pertama dimakan oleh karnivora kedua atau karnivora puncak yang kemudian mati dan diuraikan oleh organisme pengurai (detritus) atau dimakan oleh pemakan bangkai (scavenger). Pada akhirnya, scavenger mati diuraikan oleh detritus dan menghasilkan unsur hara yang dikonsumsi kembali oleh tumbuh-tumbuhan. Demikian seterusnya, siklus rantai makanan (food chain) terjadi dalam suatu ekosistem.

Mengetahui status komunitas tumbuhan atau vegetasi di suatu ekosistem dapat menjadi prediksi bagi kondisi satwa-satwa yang menjadi konsumen tumbuhan, misalnya satwa pemakan daun, buah, biji, pucuk, nektar, dan umbi. Terdapat interaksi dan keterkaitan atau saling keter-gantungan antara unsur tumbuhan dan satwa liar. Oleh

(70)

karena itu, memonitor satwa liar berarti juga memonitor habitatnya. Dalam hal ini, tumbuhan merupakan bagian utama dari habitat satwa liar tersebut.

A. Tujuan

Monitoring keanekaragaman hayati flora atau tumbuhan bertujuan untuk mengetahui perubahan kondisi flora atau tumbuhan dari waktu ke waktu di Taman Kehati.

B. Sasaran Objek yang Dimonitor

Sasaran yang menjadi objek monitoring yaitu pohon-pohon hasil penanaman pada program pembangunan Taman Kehati dengan fokus pada jenis-jenis unggulan target konservasi. Terdapat dua kelompok sasaran moni-toring flora pohon, yaitu:

(1) Kelompok pohon muda, yaitu bibit-bibit yang baru ditanam hingga berumur kurang dari 10 tahun. As-pek yang dimonitor antara lain survival (daya hidup), pertumbuhan (tinggi dan diameter), dan kesehatan (hama dan penyakit).

(2) Kelompok pohon dewasa, yaitu pohon-pohon besar dengan diameter di atas 10 cm atau berumur lebih dari 10 tahun. Aspek yang dimonitor terutama pada fenologi (pembungaan) dan pembuahan. Selain itu, aspek kesehatan pohon dewasa lebih ditekankan pada kondisi fisik yang menyebabkan pohon rawan

Gambar

Gambar 1. Beberapa peralatan monitoring satwa: binocular  (A), monocular (B), kamera dengan lensa jauh (telelens) (C),  GPS (D), camera trap (E), dan stop counter (F)
Gambar 3.  Pengamatan  satwa  menggunakan  teropong/bino- teropong/bino-cular (A) dan monitoring satwa menggunakan camera/video trap  (B)
Gambar 4.  Pendokumentasian  satwa  kecil  menggunakan  ka- ka-mera dengan lensa jauh (telelens)
Tabel 3.  Tally sheet pengamatan untuk monitoring satwa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar matematika yang dialami siswa kelas VIII SMP Negeri 17

Kemandirian Pengelolaan Sumber Daya Desa Melalui Paguyuban Pager Gunung dan CAP Pager Gunung .... Kerjasama Eksternal GDM Dalam Peningkatan Kapasitas dan Kemandirian

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) pendekatan PBL menggunakan modul dan buletin memiliki pengaruh lebih baik daripada pendekatan konvensional dalam prestasi

Penelitian difokuskan pada status gizi dan latihan fisik sehari-hari para kadet AAL, yang bertujuan untuk mengetahui perubahan antropometri seperti tinggi badan,

Dalam daun, biji, kulit batang, buah, dan akar sirsak mengandung banyak senyawa kimia yang aktif secara biologi yang disebut Annonaceous acetogenin.. Annonaceous

Cancel Anytime... D adala$ milik !endiri entuk angunan Ruma$ 'ang !aat ini ditem)ati keluarga Tn. Ata) ruma$ eru)a genting. Ata) ruma$ eru)a genting. ntuk )enerangan

Reaktor plug flow Adalah suatu alat yang digunakan untuk mereaksikan suatu reaktan dalam hal ini fluida dan mengubahnya menjadi produk dengan