• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK YURIDIS PERLINDUNGAN TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA (PEKERJA SEKTOR INFORMAL) DI KOTA SAMARINDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASPEK YURIDIS PERLINDUNGAN TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA (PEKERJA SEKTOR INFORMAL) DI KOTA SAMARINDA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

!"#$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$%&'()*$+,'-)(.$/0)1$23*4$56$734$5$8)9&($:65;$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$

ASPEK YURIDIS PERLINDUNGAN TERHADAP

PEDAGANG KAKI LIMA (PEKERJA SEKTOR INFORMAL)

DI KOTA SAMARINDA

JURIDICAL ASPECT PROTECTION

TRADERS FIVE FEET ( INFORMAL SECTOR WORKERS ) IN THE CITY SAMARINDA

Oleh: Muhammad Soleh Pulungan

Peneliti pada Balitbangda Kab. Kutai Kartanegara Provinsi Kaltim

Jl. WR. Mongonsidi Komplek Kantor Bupati Gedung Bappeda Lt. 4 Tenggarong 75511 Email: solehpulungan66@gmail.com No. HP. 0852 5025 3454

ABSTRACT

The informal sector is very attractive because of their independence in creating jobs and providing goods / services cost. Research purposes; (1) to analiyze why the street vendors (PKL) should get legal protection and guidance of the Government. (2). To analyze how policies Balikpapan City Government in the handling and coaching (PKL) in Balikpapan?. Methods This study is empirical !"#$%#&'#()*+ #)+ ,%%#'#()+ '(+ "-.#-/#)0+ '1-+ /"#''-)+ 2,/*+ ,2$(+ -3,4#)-$+ '1-+ 2-0,2+ ,$5-&'$+ #)+ '1-+ 6-2%+ (7+ applied or implemented. Research result; In the constitutional rights of citizens to choose an occupation guaranteed by the state in accordance with Article 27 paragraph (2) of the 1945 Constitution states “Every citizen has the right to work and a decent living for humanity. Article 13 of Law No. 09 Year 1995 regarding Small Business, stated the Government shall foster a business climate in the aspect of protection, by establishing regulations and policies. Therefore the Government of Samarinda )-&-$$,"8+6"4)-$$+,)%+4("-+#)'-)$#.-+$(&#,2#9,'#()+()+'1-+:552#&,'#()+(7+;-0!2,'#()+<(=+>?+(7+@AA>+ on Regulation and Development of street vendors.

Keywords: PKL, Protection, Guidance, Business, Regulation.

ABSTRAK

Sektor informal sangat menarik karena kemandiriannya dalam menciptakan lapangan kerja dan menyediakan barang/jasa murah. Tujuan Penelitian; (1) untuk mengetahui dan menganalisas mengapa para pedagang kaki lima (PKL) harus mendapat perlindungan hukum dan pembinaan dari Pemerintah. (2). Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimanakah kebijakan Pemerintah Kota Balikpapan dalam penanganan dan pembinaan (PKL) di Kota Balikpapan ?. Metode Penelitian ini bersifat yuridis empiris, selain mengkaji hukum tertulis, juga mengkaji hukum dari aspek terapan atau implementasi di lapangan. !"#$%&'('$#)#!(*%+#%,!$!-%./(")#)0"#%1!.21!.%3!45!%('5!4!%0()0.%-'-#$#1%

pekerjaan dijamin oleh negara sesuai %&!"!$%67%!8!)%96:%;;+%<=>?%-'(8'@0).!(%AB#!C2)#!C%3!45!%

negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 13 UU No. 09 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil, dinyatakan Pemerintah wajib menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan, dengan menetapkan regulasi dan kebijaksanaan. Oleh sebab itu Pemerintah Kota Samarinda perlu ketegasan dan sosialisasi yang lebih intensif mengenai Penerapan Perda No. 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL).

Kata kunci: PKL, Perlindungan, Pembinaan, Usaha, Regulasi.

PENDAHULUAN

Sektor informal sangat menarik karena kemandiriannya dalam menciptakan lapangan kerja dan

menyediakan barang/jasa murah serta reputasinya sebagai katup pengaman yang dapat meminimalisir pengangguran dan keresahan sosial. Menurut Todaro dan

(2)

Stilkind (1994) bahwa terdapat beberapa gejala yang dihadapi oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kehadiran Pedagang kaki lima di kota-kota besar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan kota. Berdasarkan data Asosiasi Pedagang Kaki Lima yang ada di Indonesia (APKLI) pada tahun 2014 diperkirakan sebanyak 22,9 juta orang. Padahal saat ini jumlah pengusaha mikro yang ada dan tersebar di Indonesia mencapai 53,1 juta orang. Ini artinya, hampir (50 %) pengusaha mikro di negeri ini merupakan pengusaha yang bergerak di sektor PKL. Usaha kecil seperti pedagang kaki lima merupakan asset ekonomi bangsa Indonesia, yang memberi andil besar dalam hal ketenaga kerjaan, pengentasan kemiskinan dan menjadi katup pengaman ekonomi kerakyatan.

Munculnya sektor informal di Indonesia yaitu sekitar tahun 1724. Berawal dari Batavia (Jakarta), saat itu di Batavia sepanjang jalan kota terdapat penjual-penjual yang berkeliling membawa segala macam barang seperti; sayuran, porselen, kain, barang kerajinan, makanan, bunga, pakaian, dll. Praktek berjualan yang seperti itu awalnya

,#$!4!(5% /$'1% DEFG% $!$0% !.1#4(8!% C!,!% )!10(% <=7H% ,#C'4@/$'1.!(% /$'1% DEFI%

Sistem penjajahan telah berdampak pada perekonomian di Indonesia yang memunculkan sektor informal. Kebiasaan warga Batavia yang berbelanja di dekat rumahnya telah membuka sebuah peluang usaha baru sejak abad ke-19, kemudian terus berkembang hingga saat ini menjadi sektor informal.

+#)#(J!0% ,!4#% !"C'.% C'-'4!)!!(%

ekonomi, penyerapan tenaga kerja

PKL cukup besar. Beberapa penelitian di Jakarta menyebutkan bahwa PKL menyumbang sekitar (60 %) dari total tenaga kerja. Selain itu, sektor informal

-'(040)%"04K'#%L&M%+NO%P!.!4)!%)'4(8!)!%

mampu menyerap 193 ribu tenaga kerja (Koran Tempo, 13 Februari dalam Suyanto, 2006). Tetapi, disisi lain menurut Firdausy dalam (Alisyahbana: 2003) mengatakan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan dengan maraknya sektor informal PKL antara lain; meningkatnya biaya penyediaan fasilitas umum perkotaan, mendorong lajunya arus imigrasi dari desa ke kota, menjamurnya pemukiman kumuh dan meningkatnya

)#(5.!)% .4#-#(!$#)!"% C'4./)!!(I% +!-C!.%

lain yang ditimbulkan yakni terganggunya kebersihan dan keindahan perkotaan, kemacetan sarana lalu lintas perkotaan dan makin terbatas ruang terbukan hijau (RTH).

Oleh sebab itu, sudah sewajarnya bila permasalahan yang ditimbulkan oleh PKL ditangani bersama dengan cara melakukan penertiban tanpa “membunuh” sektor informal itu sendiri. Pedagang Kaki Lima (PKL) seringkali dilihat dari sisi tingkat gangguan yang ditimbulkan karena dipandang menghambat lalu lintas, merusak keindahan kota, dan membuat lingkungan menjadi kotor. Tetapi pandangan ini harus lebih adil dan objektif bahwa pada pelaku PKL telah menjadi sumber keuntungan yang tidak ternilai ketika mampu manampung jutaan tenaga kerja dan memberikan kesejahteraan yang sepadan.

Pedagang kaki lima (PKL) kerap menjadi pekerjaan rumah yang hingga saat ini masih belum terselesaikan di beberapa kota besar di Indonesia, termasuk di

(3)

!=#$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$%&'()*$+,'-)(.$/0)1$23*4$56$734$5$8)9&($:65;$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ Kalimantan Timur. Melihat kondisi tersebut

kita harus melihat dari sudut pandang yang objektif. Permasalahan PKL saat ini merupakan tugas berkelanjutan, baik pemerintah kota, baik provinsi maupun kabupaten/kota. PKL, pemerintah seakan kurang berdaya menghadapi para PKL yang semakin menjamur, sehingga diperlukan komitmen kepala daerah untuk dapat mengatasinya.

Kebijakan Pemerintah dalam hal menertibkan PKL dengan cara penggusuran paksa merupakan pemandangan yang memilukan bagi siapa saja yang melihatnya. Coba kita lihat beberapa tayangan di media televisi, terlihat sangat jelas para petugas dengan ganasnya membongkar aset berharga para PKL seperti gerobak, peralatan perdagangan, dan aset yang lain. Upaya penertiban yang dilakukan oleh aparat pemerintah sering berakhir dengan bentrokan dan mendapat perlawanan

Q"#.I% Mestinya pemerintah memberikan ruang dan solusi terbaik bagi para PKL. Sediakan lahan khusus di setiap sudut kota atau di setiap pusat keramaian. Tinggal bagaimana teknis pengelolaannya yang harus berjalan sesuai aturan.

+#% ./)!2./)!% @'"!4% .'@'4!,!!(%

(PKL) merupakan suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil. Akhir-akhir ini fenomena penggusuran terhadap para PKL marak terjadi, seolah-olah mereka tidak memiliki hak asasi manusia (HAM) dalam bidang ekonomi sosial dan budaya (EKOSOB). PKL ini juga timbul dari akibat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi. Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab

di dalam melaksanakan pembangunan bidang pendidikan, perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan, sebagai negara hukum telah diatur dalam

./(")#)0"#%('5!4!%8!#)0%;;+%>?I

Satjipto Rahardjo (2006) Ketertiban adalah sesuatu yang dinamis. Ketertiban dan kekacauan sama-sama ada dalam asas proses sosial yang bersambungan (continuum). Keduanya tidak berseberangan, tetapi sama-sama ada dalam satu asas kehidupan sosial. Ketertiban bersambung dengan kekacauan dan kekacauan membangun ketertiban baru, demikian

"')'40"(8!I% +!$!-% .')'4)#@!(% !,!% @'(#12

benih kekacauan, sedangkan dalam kekacauan tersimpan bibit-bibit ketertiban. Keduanya adalah dua sisi mata uang yang sama.

Menurut Haryono (1989) berpendapat bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) ialah orang yang dengan modal yang relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan barang-barang atau jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal. Mereka yang masuk dalam kategori pedagang kaki lima ini mayoritas berada dalam usia kerja utama ( prime-age) Soemadi (1993). Tingkat pendidikan yang rendah dan tidak adanya keahlian tertentu menyebabkan mereka sulit menembus sektor formal. Bidang informal berupa pedagang kaki lima menjadi pilihan terbaik untuk tetap mempertahankan hidup.

Teori negara hukum “Menurut

(4)

bahwa Negara hukum adalah negara yang mempunyai the rule of law. Konsep ini menekankan pada tiga tolak ukur dari Negara hukum, yaitu; (1) supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of law); (2) kesetaraan dihadapan hukum (equality before the law); (3) konstitusi yang didasarkan atas hak-hak asasi manusia (the constitution based on individual righ).

Negara hukum; (rechtsstaat/rule of law) juga berarti bahwa penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di dasarkan atas hukum. Negara berdasar atas hukum menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi (supreme). Supremasi Hukum yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan bagi semua pihak. Oleh sebab itu dalam menata dan memberikan perlindungan terhadap pedagang kaki lima (PKL) harus di dasarkan terhadap aturan-aturan yang hukum yang memberikan perlindungan hukum dan pembinaan terhadap pedagang kaki lima.

;;+% <=>?% -'(8!)!.!(%

bahwa, “Negara Indonesia merupakan negara hukum”., konsekuensi negara Indonesia sebagai negara Hukum adalah mengimplementasikan peraturan perundang-undangan yang sudah ada, membentuk peraturan yang belum ada dalam rangka untuk menciptakan terwujudnya tujuan negara dalam kontek mensejahterakan masyarakat.

&'4!)04!(% % U'()'4#% +!$!-% V'5'4#% V/I% ><%

Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan PKL menyebutkan pedagang kaki lima adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak, maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap.

Teori Utilitarianisme; Prinsip-prinsip dasar ajaran Jeremy Bentham dalam Erwin (2011) Tujuan hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu orang banyak. Ajaran ini menghendaki bahwa manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Prinsip utama pemikiran teori ini adalah adalah kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi seluruh rakyat.

Konsep Kebijakan menurut Marzuki (2005) atau biasa disebut dengan policy, erat kaitannya dengan kewenangan, kewenangan berkaitan dengan jabatan, kebijakan hanya dapat dilakukan oleh karena adanya kewenangan

8!(5%-'$'.!)I%M'-'()!4!%#)0G%U!1W0,%U+%

(2010) mengungkapkan bahwa “legal policy” atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam

4!(5.!% -'(S!C!#% )0J0!(% ('5!4!I% +!$!-%

menata dan membina para PKL tentu tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah

+!'4!1% 8!(5% -'(5!S0% C!,!% &'4!)04!(%

Perundang-undangan yang berlaku diatasnya, sehingga regulasi tersebut tidak bertentangan dengan Regulasi yang lebih tinggi secara hirarkis.

Kota Samarinda merupakan wilayah perkotaan dengan fungsi dan perkembangan yang cukup lengkap, meskipun masih banyak memiliki tantangan dalam rangka membangun kota yang aman, dan nyaman dan terhindar dari permasalahan klasik kota seperti banjir, macet dan kumuh.

+#% ./)!% M!-!4#(,!% )'4,!C!)% % C0"!)%

pemerintahan dan perdagangan, seperti

(5)

>5#$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$%&'()*$+,'-)(.$/0)1$23*4$56$734$5$8)9&($:65;$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ sektor jasa perdagangan, pemukiman,

industry, pendidikan, sektor pariwisata dan pelayanan umum. Kota Samarinda sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan sensus penduduk tahun 2013 memiliki jumlah penduduk sebesar 805.688 jiwa (BPS 2013) dengan luas wilayah 718 km2.

Persoalan penataan dan pembinaan PKL di kota Samarina telah menjadi urusan pemerintah kota yang

)'40"% @'4J!$!(% "'S!4!% ,#(!-#"I% +#"!)0%

sisi jumlah PKL yang terus meningkat, sementara lahan atau lokasi berdagang yang semakin terbatas perlu mendapat perhatian serius pemerintah kota. Hadirnya pasar-pasar modern di tengah kota telah menjadi tantangan dan peluang bagi PKL untuk bersaing dengan harga yang lebih kompetitif dan kualitas barang yang lebih terjamin. Pemerintah Kota Samarinda tentu telah memiliki regulasi untuk menata dan membina para PKL agar dapat hidup berdampingan dengan kelompok pedagang lainnya dalam rangka menciptakan ketertiban.

+!$!-% .!#)!((8!% ,'(5!(%

pembinaan PKL, Kota Samarinda sebenarnya telah memiliki Preferensi PKL yang tersebar dan berlangsung cukup lama, baik di sekitar Pasar maupun di luar Pasar misalnya; di Pasar Segiri, Pasar Pagi, Pasar Sungai Pinang, Pasar Inpres, disekitar Stadion Segiri Samarinda, di Perempatan Air Putih Jl. Pangeran Antasari dan Jl. MT.Haryono, di sekitar Rumah Sakit AW Syahrani, disekita Stadion Madya Sempaja, Jl. Kesejahteraan dll.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini bersifat yuridis empiris. Karena penelitian ini selain mengkaji hukum tertulis dari berbagai

aspek, juga mengkaji hukum dari aspek terapan atau implementasinya dilapangan, atau sering disebut dengan istilah penelitian yuridis empiris. Jenis penelitian yuridis empiris sering mengungkapkan hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat melalui perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat dan melalui penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan; (1) pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), dan (2) pendekatan perbandingan (comparative approach). Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) akan memeriksa semua regulasi yang terkait dengan kebijakan penataan dan pembinaan PKL. Pendekatan komparatif (comparative approach) dilakukan dengan membandingkan Peraturan yang berlaku di kota Balikpapan maupun di kota Samarinda terkait dengan penataan dan pembinaan pedagang kaki lima (PKL).

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat rumusan masalah sebagai berikut: (1). Mengapa para pedagang kaki lima (PKL) harus mendapat perlindungan hukum dan pembinaan sebagai warga negara Indonesia ?. (2). Bagaimanakah kebijakan penanganan dan pembinaan PKL di kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur?

Tujuan Penelitian yang ingin dicapai : (1). Untuk mengetahui mengapa para pedagang kaki lima (PKL) harus mendapat perlindungan hukum dan pembinaan sebagai warga negara Indonesia. (2). Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimanakah penanganan

(6)

dan pembinaan PKL di kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur

R(!$#"#"% +!)!% 8!(5% ,#50(!.!(%

dalam penelitian ini adalah analisis isi (conten analisis) terhadap Peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dikaitkan dengan dengan obyek penelitian berbagai hasil liputan media massa yang dimuat, berbagai kebijakan Pemerintah Kota Samarinda mengenai penataan dan pembinaan PKL khususnya di kota Samarinda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Munculnya Pedagang Kaki Lima (pekerja sektor informal) di Perkotaan

Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari desa ke kota. Perpindahan tersebut terjadi karena masyarakat yang tinggal di desa ingin mencari suatu pekerjaan dengan penghasilan yang lebih tinggi di kota. Namun bagi mereka yang tidak berhasil memperoleh pekerjaan formal dikota karena keterbatasan keterampilan dan keahlian, akhirnya mereka mencari alternatif membuka usaha sektor informal termasuk PKL.Hasil usaha PKL pada

umumnya dikelola sendiri (self-employed), cukup dengan satu orang tenaga kerja, artinya cenderung tidak tergantung pada bantuan pihak lain. Bukti di lapangan menunjukkan PKL menunjukkan sifat-sifat khas “one-man enterprise” dan “family enterprise”, dengan jenis pekerjaan yang cukup banyak dan menyerap tenaga kerja cukup tinggi.

Pada tabel 1. dibawah menunjukkan bahwa sektor informal mempunyai peran yang penting dalam perkeonomian Indonesia. Terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja untuk beberapa jenis pekerjaan yaitu tenaga profesional dan sejenisnya, tenaga usaha penjualan, jasa, tenaga usaha pertanian, perburuhan, perikanan, tenaga produksi operator angkutan dan pekerja kasar, dll. Penyerapan tenaga kerja tahun 2008 relatif tinggi dan meningkat pada tahun 2012.

+!4#% )!@'$% )'4"'@0)% ,!C!)% .#)!%

simpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin rendah presentasi dalam mendirikan usaha informal. Presentase pekerja informal tinggi bagi seseorang yang berpendidikan

Tabel 1.%+RBR%&XNXYPR%%OVZEYUR[%UXV;Y;B%PXVOM%&XNXYPRRV%%9%6TT\%]%6T<6:

No. JENIS PEKERJAAN TAHUN 2008 TAHUN 2012

1. Tenaga Profesional, teknisi dan yang sejenis 228.264 143.608

2. Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan 27.390 7.748

3. Tenaga tata usaha dan tenaga yang sejenis 88.454 116.466

4 Tenaga usaha penjualan 13.800.533 13.689.282

5. Tenaga usaha jasa 1.072.075 1.239.923

6. Tenaga usaha pertanian, perburuan, perikanan 33.675.823 37.262.160 7. Tenaga operator alat-alat angkutan, pekerja kasar 8.448.864 11.351.476

8. Lainnya – 484

Jumlah 57.341.403 63.811.147

Sumber: Sakernas 2008 dan 2012 – BPS.

Tabel 2.%+RBR%&XNXYPR%%OVZEYUR[%UXV;Y;B%BOV^NRB%&XV+O+ONRV%%96TT\%]%6T<6:

No. BOV^NRB%%&XV+O+ONRV TAHUN 2008 TAHUN 2012

1. Tidak Pernah Sekolah 6.710.659 6.210.376

2. B#,!._L'$0-%B!-!)%M+ 13.095.750 12.760.576 3. M'./$!1%+!"!4 24.081.274 27.961.272 4 SMTP 7.708.620 10.213.713 5. SMTA Umum 3.726.196 4.183.259 6. SMTA Kejuruan 1.583.889 1.957.879 7. +#C$/-!%O_OO_OOO 175.968 226.570 8. Universitas 259.047 297.502 Jumlah 57.341.403 63.811.147

Sumber: Sakernas 2008 dan 2012 -BPS.

(7)

>?#$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$%&'()*$+,'-)(.$/0)1$23*4$56$734$5$8)9&($:65;$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ rendah. Seseorang yang berpendidikan

tinggi cenderung bekerja pada sektor formal karena menurut mereka bekerja dalam sektor formal jauh lebih menjanjikan daripada sektor informal. Sedangkan bagi mereka yang berpendidikan rendah lebih banyak bekerja pada sektor informal karena terbatasnya kemampuan dan keahlian mereka untuk bekerja di sektor

W/4-!$I%+'(5!(%,'-#.#!(%,!C!)%,#.!)!.!(%

bahwa terdapat hubungan positif antara peran sektor informal dengan tingkat pendidikan pekerja, baik pada tahun 2008 maupun pada tahun 2012.

Urgensi Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kaki Lima (PKL)

Ketentuan hak-hak perlindungan hukum bagi para PKL terdapat pada

&!"!$%67%!8!)%96:%;;+%<=>?%-'(8'@0).!(%

”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk bekerja dalam bidang apapun selama tidak bertentangan dengan undang-undang agar dapat mencukupi kebutuhan hidup bagi keluarganya sehingga dapat menjalani kehidupan yang layak dalam masyarakat. Apabila kehidupan masyarakatnya telah mencukupi, pemerintah tidak akan kesulitan dalam memperbaiki ekonomi negara. Hal tersebut dapat terwujud bila pemerintah mampu mengatasi masalah pedagang kaki lima (PKL) dengan bijak dan santun. Namun, apabila pemerintah gagal menciptakan lapangan pekerjaan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat terutama membina dan menata para PKL maka, sebagian mereka akan menjadi tanggung jawab Pemerintah sebagaimana

disebutkan dalam konstitusi negara.

U'(5!S0% C!,!% &!"!$% H>% ;;+%

1945, khususnya ayat (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Pada ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Oleh sebab itu pemerintah bertanggung jawab atas warga negara yang berada di bawah garis kemiskinan melalui cara-cara pemberdayaan terhadap masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat sebagai manusia.

Selanjutnya Hak-hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan juga tercantum dalam Pasal 11 UU No. 39/1999 mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) dinyatakan bahwa : “ setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.” Selanjutnya dalam dalam Pasal 38 UU No. 39/1999 mengenai Hak Asasi Manusia (HAM): (1) “Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak. (2). Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang

,#"0.!#(8!% ,!(% IIIA% +'(5!(% ,'-#.#!(%

Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Indonesia. Mengenai hak yang termasuk kategori hak ekonomi dan sosial mencakup hak-hak: a. hak untuk bekerja; b. hak untuk mendapatkan upah yang sama; c. hak untuk tidak dipaksa bekerja; d. hak untuk cuti; e. hak atas makanan; f. hak atas

(8)

perumahan; g. hak atas kesehatan; dan h. hak atas pendidikan.

Penataan dan Pembinaan Terhadap PKL oleh Pemerintah

Salah satu bentuk pembinaan terhadap para PKL tersebut adalah dengan pendataan oleh instansi terkait serta pejabat yang ditunjuk, dan pemberian bimbingan serta penyuluhan secara berkesinambungan kepada para PKL. Hal ini penting sebagai amanat konstitusi dan undang-undang Pemerintah harus berperan aktif dalam menata dan memina para PKL agar mereka mampu menjadi pekerja yang mampu hidup secara mandiri dan terhindar dari tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Namun dalam faktanya tidak semua PKL merasa telah mendapat pembinaan dari aparat pemerintah. Bahkan banyak PKL merasa tidak ada pembinaan secara nyata terhadap keberadaannya.

Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam &!"!$% 67% !8!)% 96:% ;;+%

1945 menyebutkan ”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Apabila dikaitkan dengan Teori Negara hukum yang

,#.'-0.!.!(% /$'1% RDI% +#S'8% ,!$!-% MI% &4!J!%

(2014) negara hukum juga berarti bahwa penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di dasarkan atas hukum. Negara berdasar atas hukum menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi (supreme). Supremasi Hukum yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan bagi semua pihak. Sebenarnya dalam melakukan penataan, penertiban, dan pembinaan terhadap para PKL pihak Pemerintah harus melakukan pendekatan secara persuasif dan melakukan sinergitas agar terjalin koordinasi yang baik dan

terhindar dari tindakan kesewang-wenangan.

Berdasarkan hasil analisis

)05!"% C/./.% ,!(% W0(5"#% MN&+% ,#J!J!4!(%

Pemerintah kota Samarinda, seyogianya dapat melibatkan berbagai pihak untuk berbagi peran dalam melakukan penataan dan pembinaan terhadap para PKL antara lain:

a) Unsur Bappeda sebagai perencana dalam pendirian tempat dan lokasi yang akan dipergunakan PKL dilingkungan kota.

b) Unsur Satpol PP sebagai tim yang bertugas melakukan penertiban terhadap PKL yang menempati lokasi tertentu yang dilarang oleh pemerintah; c) Unsur Badan Kesbangpol untuk

mengetahui pengaruh sosial yang timbul di masyarakat akibat dari relokasi tersebut;

d) ;("04% +#(!"% &'410@0(5!(% "'@!5!#%

pengelola retribusi parkir dan jalan; e) ;("04% +#(!"% &;% ,!$!-% -'(,0.0(5%

sarana dan prasarana penataan PKL; f) ;("04% +#(!"% [#(5.0(5!(% #,0C%

sebagaui unsur penataan lingkungan; g) ;("04%+#(!"%%&!"!4%"'@!5!#%&'(5'$/$!%

retribusi terhadap PKL;

h) Unsur Bagian umum, dan Bagian Hukum Setda;

i) Unsur Kantor Pelayanan terpadu untuk masalah perijinan lokasi PKL;

j) Unsur Kodim, dan Polres sebagai pengamanan, dan unsur kecamatan;

Fenomena Pembongkaran PKL Dengan Dalih Penertiban

Fenomena pembongkaran para PKL ini seringkali idak manusiawi. Pemerintah selalu menggunakan kata penertiban dalam melakukan pembongkaran. Sangat

(9)

>>#$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$%&'()*$+,'-)(.$/0)1$23*4$56$734$5$8)9&($:65;$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ disayangkan ternyata didalam melakukan

penertiban sering kali terjadi hal-hal yang ternyata tidak mencerminkan kata-kata tertib itu sendiri. Kalau kita menafsirkan kata penertiban itu adalah suatu proses membuat sesuatu menjadi rapi dan tertib, tanpa menimbulkan kekacauan atau masalah baru.

Pemerintah dalam melakukan penertiban sering kali tidak memperhatikan, serta selalu saja merusak hak milik para pedagang kaki lima atas barang-barang dagangannya. Padahal hak milik ini telah

,#J!-#(% /$'1% ;;+% >?% ,!(% ;;% % V/I% % H=%

tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia.

+#!()!4!(8!%,#(8!)!.!(%"'@!5!#%@'4#.0)%`%

a. &!"!$% 6\% ^% !8!)% 9<:% ;;+% >?G%

berbunyi “setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi; keluarga; kehormatan; martabat; dan harta benda yang dibawah kekuasaannya , serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” b. &!"!$%6\% %!8!)%9>:%;;+%>?G%@'4@0(8#%

“ setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang.”

c. &!"!$%6\%O%!8!)%9>:%;;+%>?G%@'4@0(8#%a%

perlindungan; pemajuan; penegakan; dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara terutama pemerintah.”

Sedangkan di dalam UU No. 39 tahun 1999 mengenai HAM, dinyatakan berikut ini :

a. Pasal 36 ayat (2) berbunyi “ tidak seorang pun boleh dirampas hak miliknya dengan sewenang-wenang.” b. Pasal 37 ayat (1) berbunyi “

pencabutan hak milik atas sesuatu benda demi kepentingan umum; hanya dapat diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan serta pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

c. Pasal 40; setiap orang berhak untuk bertempat tinggal dan berkehidupan yang layak.

Regulasi tersebut di atas seharusnya menjadi “warning” bagi

!C!4!)04% &'-'4#()!1% +!'4!1% ,!$!-%

penertiban para PKL, agar lebih manusiawi dan penertiban dilakukan terlebih dahulu dengan cara persuasive. Tetapi disisi lain juga para PKL harus memperhatikan dan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah dalam regulasi dengan tetap menyampaikan aspirasi secara tertib dan konstruktif.

Pasal 13 UU No. 09 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil : “ Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk : (1) menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima , serta lokasi lainnya. (2) memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan. Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13, meliputi langkah implementasi aspek perlindungan dalam bidang hukum, penetapan dan penentuan tempat usaha yang wajar dan potensial dan memberikan

(10)

konsultasi hukum dan pembelaan.

+'(5!(% !,!(8!% @'@'4!C!%

ketentuan diatas, pemerintah dalam menyikapi fenomena adanya pedagang kaki lima, harus lebih mengutamakan penegakan keadilan bagi rakyat kecil. Walaupun didalam Perda K3 (Kebersihan, Keindahan, dan Ketertiban) terdapat pelarangan Pedagang Kaki Lima untuk berjualan di trotoar, jalur hijau, jalan, dan badan jalan, serta tempat-tempat yang bukan peruntukkannya, namun pemerintah harus mampu menjamin perlindungan dan memenuhi hak-hak ekonomi pedagang kaki lima .

Hak-Hak PKL Dalam Konteks Menjalankan Usaha

Pemerintah didalam melakukan penertiban harusnya memperhatikan dan menjunjung tinggi hak milik para PKL atas barang dagangannya. Ketika pemerintah melakukan pengrusakan terhadap hak milik para PKL ini, maka ia sudah melakukan perbuatan melanggar hukum, yakni ketentuan yang terdapat dalam hukum pidana dan juga ketentuan yang terdapat didalam hukum perdata.

Keberadaan para PKL yang tidak teratur memang berdampak terhadap pemandangan estetis tata kota, salah satunya adalah kebersihan, kemacetan, kesembrawutan dan tidak berfungsinya sebagian prasarana umum seperti trotoar, jalur hijau (RTH), jalan umum yang mengakibatkan terganggunya tata kota yang baik, terlebih Kota Samarinda sebagai ibu kota, pusat pendidikan, dan pusat perdagangan di Provinsi Kalimantan Timur.

Apabila dikaitkan dengan Teori Utilitarianisme ajaran Jeremy Bentham

dalam Erwin (2011) Tujuan hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu orang banyak. Ajaran ini menghendaki bahwa manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Prinsip utama pemikiran teori ini adalah adalah kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi seluruh rakyat. Oleh sebab itu dalam penataan dan pembinaan para PKL harus dilandasi dengan aturan Regulasi yang memiliki keberpihakan kepada para pelaku ekonomi lemah (kecil) agar mereka pada saatnya dapat berkembang menjadi usaha yang mandiri dan berdaya.

Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Samarinda sebagai Pelaksana Perda

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 jo PP 32 Tahun 2004 Satpol PP diberi kewenangan oleh Pemerintah cq Kota Samarinda dan Kota Balikpapan guna memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Tugas Satpol PP memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, serta menegakkan Perda dan Peraturan Walikota. Oleh karena Satpol PP sebagai unsur pelaksana teknis daerah, maka bertanggung jawab kepada Bupati/ walikota melalui sekretaris daerah

Sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Pemerintah R.I No. 6 Tahun 2010 Tentang Satua n Polisi Pamong Praja, pada Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan “Untuk membantu kepala daerah dalam

-'('5!..!(% % % &'4!)04!(% % % % +!'4!1G%%%

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, di setiap provinsi, kabupaten dan kota

(11)

dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja”. Satpol PP Provinsi Kaltim dibentuk

@'4,!"!4.!(% % &'4!)04!(% +!'4!1% % V/I% <<%%

Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja. Pada Pasal 5 disebutkan bahwa Satpol PP mempunyai tugas pokok memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan

+!'4!1G% &'4!)04!(% ,!(_!)!0% N'C0)0"!(%

Gubernur.

+!$!-% % % C!(,!(5!(% M/'4J/(/%

Soekanto, proses penegakan hukum dipengaruhi oleh lima faktor. Pertama; faktor hukum atau peraturan perundang-undangan. Kedua; faktor aparat penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembuatan dan penerapan hukumnya, yang berkaitan dengan masalah mentalitas. Ketiga; faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses penegakan hukum.

Keempat; faktor masyarakat, yakni lingkungan sosial di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan

10.0-%%%8!(5%%%-'4'b'."#%%%,!$!-%%%C'4#$!.0%

masyarakat. Kelima; faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

M'$!(J0)(8!% &'4!)04!(% +!'4!1%%

mengenai aparat penegak hukumnya

8!#)0%%&'4!)04!(%%+!'4!1%N/)!%M!-!4#(,!%

No. 05 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja, dimana Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda bertindak sebagai aparat penegak hukum, sebagai perangkat daerah unsur pengamanan dan pembantu Walikota dalam penegakan Peraturan

+!'4!1% C!,!% % 3#$!8!1% % N/)!% M!-!4#(,!%%%

dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

Pada pasal 3 ayat (1), berkaitan dengan kedudukan Satpol PP Kota Samarinda, disebutkan bahwa “Satpol PP merupakan Perangkat daerah sebagai unsur pengamanan dan pembantu Walikota dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat”. Mengenai faktor sarana atau fasilitas pendukung proses penegakan hukum, merupakan faktor yang sudah dipenuhi oleh Pemerintah Kota Samarinda dan Satpol PP Kota Samarinda untuk melakukan

C'('5!.!(% % % &'4!)04!(% % % +!'4!1% % % ,!(%%%

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh (PKL).

Berikutnya adalah faktor masyarakat, yakni lingkungan sosial dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan, berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum yang

-'4'b'."#% ,!$!-% C'4#$!.0% -!"8!4!.!)G%

yaitu berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa pada dasarnya Pedagang Kaki Lima (PKL) telah mengetahui tentang himbauan larangan berjualan dan berusaha diatas parit, trotoar, badan jalan serta fasilitas umum tanpa seizin Pemerintah Kota Samarinda dengan dasar Peraturan

+!'4!1% % V/I% <=% % B!10(% % 6TT<% % )'()!(5%

Pengaturan dan Pembinaan PKL dalam Kota Samarinda.

Mengenai faktor kebudayaan hukum masyarakat, yakni tradisi atau kebiasaan para pedagang dalam memandang hukum sebagai alat yang hingga saat ini tidak bisa diterapkan secara tegas mengingat opini mereka terhadap

(12)

aparatur pemerintah masih rendah terkait masih masih maraknya budaya KKN dalam birokrasi. Oleh sebab itu, penegakan

&'4!)04!(% % +!'4!1% % V/I% <=% B!10(% % 6TT<%

Kota Samarinda, dimana tidak ada ketegasan dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda untuk melakukan penegakan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Pedagang Kaki Lima, tidak ada konsistensi dari para aparatur pemerintah, dan tidak ada solusi terbaik yang ditawarkan kepada para pedagang kaki lima.

SKPD YANG MEMILIKI TUPOKSI TERHADAP PENGELOLAAN PKL

% B05!"% C/./.% ,!(% W0(5"#% +#(!"%

Pasar adalah membantu Kepala

+!'4!1% ,!$!-% -'$!."!(!.!(% "'@!5#!(%

urusan pemerintah daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang perdagangan. Tugas Pokok

+#(!"% &!"!4% !,!$!1% -'-@!()0% N'C!$!% +!'4!1% ,!$!-% -'$!."!(!.!(% "'@!5#!(%

urusan pemerintah daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang perdagangan khususnya urusan perpasaran.

Peraturan Walikota Samarinda No. 23 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Struktur

E45!(#"!"#%+#(!"%+!'4!1%N/)!%M!-!4#(,!G% +#(!"%&!"!4%N/)!%M!-!4#(,!%"'$!.0%"!$!1%

satu unsur Pembina para PKL mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan teknis bidang perdagangan khususnya urusan perpasaran sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan pemerintah daerah.

2. Perencanaan, pembinaan dan pengendalian kebijakan teknis di

bidang perdagangan khususnya urusan perpasaran.

3. Perumusan, perencanaan, pembinaan dan pengendalian kebijakan teknis pendapatan.

4. Perumusan,perencanaan, pembinaan dan pengendalian kebijakan teknis keamanan, ketertiban dan pembinaan pasar.

5. Perumusan, perencanaan, pembinaan dan pengendalian kebijakan teknis kebersihan dan pengembangan pasar. 6. Perumusan, perencanaan, pembinaan dan pengendalian kebijakan teknis penataan pedagang kaki lima.

+#(!"% &!"!4% -'-#$#.#% 4'(S!(!%

visi berdasarkan Renstra Tahun 2015-2020 yaitu: “Pasar yang Nyaman dan

L'43!3!"!(% [#(5.0(5!(A% D#"#% )'4"'@0)%

mengandung makna pasar yang dapat menjamin kenyamanan para pengguna jasa pasar baik dari pihak masyarakat, swasta maupun pemerintah, yang tercermin dalam ketertiban, keamanan dan kebersihan pasar serta penataan (PKL) di dalam dan di luar lingkungan pasar agar baik, rapi, aman dan nyaman. Sedangkan Misi

+#(!"% &!"!4G% -'$#C0)#`% 9<:% -'(#(5.!)(8!% .0!$#)!"%M+U%!C!4!)04*%96:%%-'(#(5.!).!(%

pelayanan masyarakat; (3) memelihara dan meningkatkan kebersihan, ketertiban dan keamanan pasar; (4) meningkatakan

./()4#@0"#% C'(,!C!)!(% C!"!4% @!5#% &R+*%

(5) meningkatkan kebersamaan aparatur pemerintah, swasta dan masyarakat.

Bentuk penertiban yang dilakukan antara lain penertiban pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan tidak sesuai tempat yang diijinkan, pengaturan lokasi dagangan, penyediaan los/petak bagi pedagang, pelaksanaan pembinaan kepada PKL. Untuk keamanan dan

(13)

ketertiban dan penerapan Perda Kota Samarinda No. 19 Tahun 2001 pihak

+#(!"%&!"!4%,#,0.0(5%/$'1%M!)C/$%&&%N/)!%

Samarinda selalu melakukan pemantauan dan pengendalian dengan melakukan patroli ke seluruh wilayah pasar untuk menciptakan kondisi pasar yang aman, tertib dan teratur. Pelaksanaan operasional keamanan dan ketertiban memerlukan personil petugas serta didukung dengan sarana perlengkapan yang memadai seperti mobil petugas, gerobak angkut serta perlengkapan lainnya, dengan jumlah yang terus ditingkatkan.

Faktor-faktor pendukung

C'(!(5!(!(% &N[% % /$'1% +#(!"% &!"!4% ,!(%

Satpol PP di Samarinda:

1. &'4!)04!(%+!'4!1%N/)!%M!-!4#(,!%V/I%

19 Tahun 2001 tentang Pengaturan dan Pembinaan PKL menyatakan bahwa untuk mewujudkan suatu lingkungan yang aman, tertib, sehat, indah serta memberikan kesempatan berusaha bagi PKL dan melakukan pengaturan, pembinaan, meningkatkkan ekonomi lemah .

2. Pengawasan secara terus menerus dalam pemeliharaan kebersihan pasar, keamanan ketertiban serta pemeliharaan sarana penunjang kegiatan perpasaran artinya untuk menciptakan suasana pasar yang

@!#.% -!.!% +#(!"% &!"!4% -'$!.0.!(%

pengawasan secara langsung baik itu untuk keamanan pasar, kebersihannya serta pengawasan untuk fasilitas-fasilitas pasar .

3. Pelaksanaan koordinasi, monitoring, evaluasi dilakukan setiap bulan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan dan permasalahan dilapangan.

4. Penegakan sanksi bagi pengguna pasar yang melanggar peraturan. Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi pelanggaran yang dilakukkan oleh para PKL yaitu dengan pemberian sanksi administratif yang berupa denda dan dapat menahan barang dagangannya sampai batas waktu yang bersangkutan memenuhi denda tersebut.

&'4!)04!(% +!'4!1% -'-#$#.#%

kedudukan yang strategis dalam penyelengaraan pemerintahan bagi suatu daerah otonom berdasarkan prinsip otonomi dan prinsip tugas pembantuan. Sedangkan konsep kebijakan menurut Marzuki (2005) atau biasa disebut dengan

policy, erat kaitannya dengan kewenangan, kebijakan muncul karena adanya kewenangan yang melekat, oleh sebab

#)0% &'-'4#()!1% +!'4!1% N/)!% M!-!4#(,!%

yang memiliki kewenangan membentuk, merevisi, dan menerapkan Perda No. 19 Tahun 2001 tentang penataan dan pembinaan PKL harus dijadikan sebagai prioritas.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Sektor informal yang ada di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia, terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja. Sektor informal merambah semua jenis pekerjaan yang menurut data APKLI (2014) mampu menampung sebanyak 22,9 juta tenaga kerja. Oleh sebab itu sektor informal perlu dilindungi, ditata dan

,#@#(!% /$'1% &'-'4#()!1% +!'4!1% -'$!$0#%

ketentuan perundang-undangan.

Perlindungan hukum bagi para PKL wajib dilakukan oleh Pemerintah, karena hal ini sesuai dengan amanat

(14)

./(")#)0"#% % &!"!$% 67% !8!)% 96:% ;;+% <=>?%

menyebutkan ”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Klausul tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk memilih dan bekerja dalam bidang apapun, termasuk PKL selama tidak bertentangan dengan UU agar dapat mencukupi kebutuhan hidup yang layak.

Kewajiban Pemerintah ini relevan dengan Pasal 13 Undang-Undang No. 09 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil : “Pemerintah berkewajiban menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk : (1) menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima (PKL), serta lokasi lainnya. Intinya fungsi Pemerintah dalam konteks ini harus mampu berperan sebagai fasilitator, inisiator, katalisator, sehingga para pedagang PKL dapat tumbuh dan berkembang dengan mitra UMKM lainnya dengan prinsip saling menguntungkan.

+'(5!(% ,#)'4@#).!((8!% % &'4,!%%

Kota Samarinda No. 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan dan Pembinaan PKL sebenarnya Pemerintah Kota Samarinda telah memiliki legalitas formal yang kuat untuk mewujudkan suatu lingkungan yang aman, tertib, sehat, indah serta memberikan kesempatan berusaha bagi PKL dan melakukan pengaturan, pembinaan, meningkatkkan ekonomi lemah, meskipun dalam tataran penerapan Perda ini pasti mengalami tantangan yang harus

diselesaikan terlebih dahulu dengan cara persuasif, karena para PKL adalah warga negara yang harus mendapat perlindungan hukum dan wajib dibina dan dikembangkan oleh Pemerintah. Namun, melihat perkembangan teknologi informasi saat ini bahwa Perda No. 19 Tahun 2001 perlu kiranya untuk direvisi terkait dengan hak-hak para para pedagang kaki lima, sanksi dan larangan yang akan diberlakukan harus sesuai dengan nilai nominal yang berlaku saat ini, mengingat Perda No. 19 Tahun 2001 telah diberlakukan selama 15 tahun.

&'4!)04!(%+!'4!1%%N/)!%M!-!4#(,!%

No. 05 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja, dimana Satuan Polisi Pamong Praja Kota Samarinda bertindak sebagai aparat penegak hukum, sebagai perangkat daerah unsur pengamanan dan pembantu Walikota dalam penegakan Peraturan

+!'4!1% C!,!% % 3#$!8!1% % N/)!% M!-!4#(,!%%%

dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

Pemerintah Kota Samarindah harus lebih serius menangani permasalahan

&N[G% #(")!("#% )'4.!#)G% "'C'4)#% % +#(!"% &'4#(,!5./CG% +#(!"% &!"!4G% ,!(% % M!)C/$%

PP Kota Samarinda, harus menjalin sinergitas dalam melakukan penataan dan pembinaan PKL, terutama di daerah pasar, dan lokasi yang diperuntukkan bagi para PKL. Penertiban tidak dapat dilakukan dengan cara insidentil, tetapi sebagai negara hukum harus didasarkan

!)!"% &'4!)04!(% +!4'!1% "'@!5!#% ('5!4!%

hukum tidak berlaku sewenang-wenang. Penertiban bukan berarti menghapus, akan tetapi menata dan menempatkan sesuai dengan tempatnya agar tidak ada yang dirugikan, baik orang lain pengguna

(15)

jalan maupun pihak para PKL itu sendiri. Penataan PKL ini bisa dijadikan upaya memberdayakan pedagang, karena mereka memiliki peranan penting dalam menciptakan lapangan kerja dan mensejahterakan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana. (2003). Urban Hidden Economy- Peran Tersembunyi Sektor Informal Perkotaan Surabaya: Lembaga Penelitian ITS. Bagong, Suyanto, 2005. Karakteristik PKL. Prenada Media, Jakarta.

C. M. Firdausy. Jakarta, Dewan Riset Nasional dan Bappenas Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI.

U!1W0,% U+G% 6T<TG%Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta.

Marzuki HM, Laica, (2005), Berjalan-jalan di Ranah Hukum, Pikiran-pikiran Lepas Prof. Dr. H.M. Laica Marzuki, S.H., Konpress, Jakarta.

M#(5!4#-@0(G% U!"4#% ,!(% M/Q!(% XWW'(,#G%

2004. Metode Penelitian Survei, LP3S, Jakarta

Rahardjo, Satjipto (2006) Membedah Hukum Progresif. Kompas, Jakarta

Todaro., M.P., (1994), Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

(terjemahan), LP3ES, Jakarta. Anwari, WMK, (2012),“Penggusuran PKL

dan Politik Pemerintahan Kota”, dalam http://www.kompas.co.id/ k o m p a s - c e t a k / 0 3 1 2 / 0 4 / o p i n i . (diakses 10 Juli 2016).

Muh. Fajar Pramono dkk, Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima dalam Perspektif Komunikasi

&'-@!(50(!(%+#%M04!.!4)!G%P04(!$%

N!(!$%D/$I%<%V/I%6%U!4')%6T<H Dokumen-dokumen:

;(,!(520(,!(5% +!"!4% V'5!4!% Y'C0@$#.%

Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. (PP) Republik Indonesia No. 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014

B'()!(5%&'-'4#()!1!(%+!'4!1%

Permendagri No. 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan PKL

Perda Kota Samarinda No. 41 Tahun 2004 tentang Pembentukan Susunan

E45!(#"!"#% ,!(% N'4J!% +#(!"% &!"!4%

dan Penataan PKL Kota Samarinda. Perda Kota Samarinda No. 19 Tahun 2001 tentang Pengaturan dan Pembinaan PKL Pedagang Kaki Lima.

Peraturan Walikota Samarinda No. 23 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas, Fungsi dan Tata Kerja

M)40.)04% E45!(#"!"#% +#(!"% +!'4!1%

Kota Samarinda.

Perda Kota Samarinda No. 05 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja

“Gerbang Etam”

Gambar

Tabel 1.%+RBR%&amp;XNXYPR%%OVZEYUR[%UXV;Y;B%PXVOM%&amp;XNXYPRRV%%9%6TT\%]%6T&lt;6:

Referensi

Dokumen terkait

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan

Agar penulis mendapatkan data yang akurat dalam penelitian mengenai Perlindungan bagi pedagang kaki lima berkenaan dengan pelaksanaan tata kota sebagai salah satu syarat bagi

Peraturan Walikota No 45 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah No 26 tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima, memberikan perlindungan agar tercipta kepastian hukum

hambat an yang dihadapi dalam perlindungan hukum t erhadap pekerj a anak diant aranya menyangkut belum adanya perat uran perundangan yang mengat ur t ent ang pekerj a

(3) Penataan lokasi tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel umur, tingkat pendidikan, jumlah jam bekerja, lama usaha dan modal operasional terhadap pendapatan

Terbatasnaya jumlah lapangan kerja terutama bagi masyarakat kecil yang dengan kemampuan rendah akan mempengaruhi masyarakat untuk membuka suatu kegiatan usaha ekonomi kecil,

Hal ini dapat dilihat dari peraturan perundang-undangan yang mengatur hal ini, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen “UUPK”.12 Kepastian hukum untuk