1
A. Latar Belakang Masalah
Kebahagiaan dan keharmonisan dalam kehidupan rumah tangga merupakan suatu hal yang dicita-citakan oleh setiap keluarga yang juga suatu tujuan dalam membina rumah tangga.
Perkawinan sebagai perbuatan hukum antara suami dan istri bukan saja bermakna untuk merealisasikan ibadah kepada Allah SWT, tetapi sekaligus menimbulkan akibat hukum keperdataan di antara keduanya.1 Namun demikian, karena tujuan perkawinan yang begitu mulia yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.2 Untuk itu perlu diatur hak dan kewajiban suami dan istri, suami harus bisa memenuhi kewajibannya sebagai seorang lelaki terhadap istrinya, begitu juga seorang perempuan yaitu melayani suami. Apabila suami istri menjalankan kewajibannya dan memperhatikan tanggung jawabnya, maka akan terwujudlah ketentraman, ketenanganan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan suami dan istri tersebut.3
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 Pasal 30 yaitu suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.4 Demikian
1 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 181. 2 Ibid, hlm. 56.
3 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah, Juz 7, Alih Bahasa Moh Tholib, Bandung: Al-Maarif, 1996,
hlm. 51.
4 UU Perkawinann (Undang-Undang RI No 1 tahun 1974), Semarang: Aneka Ilmu, 1990,
pula kompilasi Hukum Islam Pasal 77 ayat (1) berbunyi suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.5
Ketentuan tersebut didasarkan kepada firman Allah SWT surat al-Rum (30) ayat 21:
ﹰﺓﺩﻮﻣ ﻢﹸﻜﻨﻴﺑ ﹶﻞﻌﺟﻭ ﺎﻬﻴﹶﻟِﺇ ﺍﻮﻨﹸﻜﺴﺘِﻟ ﺎﺟﺍﻭﺯﹶﺃ ﻢﹸﻜِﺴﹸﻔﻧﹶﺃ ﻦِﻣ ﻢﹸﻜﹶﻟ ﻖﹶﻠﺧ ﹾﻥﹶﺃ ِﻪِﺗﺎﻳﺍَﺀ ﻦِﻣﻭ
ﻥﻭﺮﱠﻜﹶﻔﺘﻳ ٍﻡﻮﹶﻘِﻟ ٍﺕﺎﻳﺂﹶﻟ ﻚِﻟﹶﺫ ﻲِﻓ ﱠﻥِﺇ ﹰﺔﻤﺣﺭﻭ
َ
Artinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.6
Maka ketentramanlah yang menjadi tujuan perkawinan itu sendiri. Ketentraman dan kebahagiaan itu tidak bisa diperoleh tanpa adanya cinta kasih sayang dan saling pengertian antara mereka berdua.
Tetapi terkadang realita menghendaki lain, di mana sudah menjadi kodrat, bahwa kebahagiaan, kesengsaraan, penderitaan, suka dan duka, merupakan suatu peristiwa yang selalu datang silih berganti dalam kehidupan manusia.
Andaikata dalam bahtera kehidupan rumah tangga itu menemui suatu cobaan yang berupa istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri, sehingga Istri tersebut tidak bisa melakukan kewajibannya sebagai seorang perempuan.
5 DEPAG RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam 1999/2000, hlm. 42.
Oleh sebab itu penderitaan yang dirasakan oleh suami karena istri tidak bersedia diajak hubungan, maka semuanya itu bukan lagi kebahagiaan dan keharmonisan yang diperoleh, akan tetapi penderitaan dan tekanan batinlah yang selalu menyelimuti. Meskipun ketentuan seksual, hanya sebagian dari tujuan perkawinan, namun ia akan mendatangkan pengaruh besar, maka kala tidak terpenuhi.7
Apakah ada jalan keluar terbaik yang dapat ditempuh dan diberikan oleh agama kepada pihak suami ataupun istri untuk menyelamatkan kehidupan yang penuh derita itu? Lewat jalan keluar yang lebih baik yaitu melakukan suatu perceraian, dan sampai di mana batas-batas gugatan perceraian terhadap suami atau istri yang tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri.
Perceraian itu bisa terjadi karena alasan-alasan menurut undang-undang No 1 tahun 1974 penjelasan pasal 39 ayat (2) junto peraturan pemerintah No 9 tahun 1975 sebagaimana disebutkan dalam pasal 19 yaitu : 1. Salah satu pihak berzina atau pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya
3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung
7 Ahmad Rofiq, op. cit., hlm. 171.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain
5. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri
6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga 8
Jadi pemutusan hubungan perkawinan harus ada salah satu alasan dari beberapa alasan tersebut di atas. Maka pengadilan agama setelah memeriksa permasalahan cerai talak dan berkesimpulan bahwa: suami mempunyai alasan yang cukup untuk melakukan perceraian, alasan-alasan cerai telah terbukti, dan kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan, maka pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan 9
Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan agama.10 Kemudian perceraian dapat dikabulkan apabila telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai: sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran, sifat dan bentuk serta kadar perselisihan dan pertengkaran setelah dipertimbangkan ternyata benar-benar berpengaruh dan prinsipil bagi keutuhan kehidupan suami istri, dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.11
8 UU Perkawinan (Undang-Undang No 1 tahun 1974), op.cit., hlm. 41.
9 A Mukti Arto, Praktek-praktek Perkara Perdata (Pada Pengadilan Agama), Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996, hlm. 218.
10 DEPAG RI., Kompilasi Hukum Islam, op. cit., hlm. 43. 11A Mukti Arto, loc.cit.
Oleh karena itu, sehubungan rumusan dalam Pasal 19 PP No. 9 tahun 1975, apakah putusan Pengadilan Agama Demak No. 293/Pdt.G/2004/PA Dmk tentang cerai talak karena istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri, belum memenuhi alasan perceraian menurut undang-undang, sehingga pengadilan agama mengabilkan permohonan cerai talak oleh suami tidak atas dasar istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis bermaksud untuk membahas lebih mendalam dan penulis tuangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul: STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK NO 293/Pdt.G/2004/PA DEMAK TENTANG CERAI TALAK KARENA ISTRI TIDAK BERSEDIA DIAJAK HUBUNGAN LAYAKNYA SUAMI ISTRI.
B. Permasalahan
Berdasarkan dari uraian di atas dapat diketahui bahwa permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Apakah dasar pertimbangan putusan Pengadilan Agama Demak No 293/Pdt.G/2004/PA. Dmk tentang cerai talak karena istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri ?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Demak No 293/Pdt.G/2004/PA Dmk tentang cerai talak karena istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri ?
C. Tujuan Penulisan Skripsi
Suatu penelitian yang akan dilaksanakan sudah tentu harus dapat memberikan kegunaan yang jelas, hal ini akan diarahkan dengan adanya tujuan yang jelas pula.
Adapun tujuan penulisan skripsi adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa dasar pertimbangan putusan Pengadilan Agama Demak No 293/Pdt.G/2004/PA. Dmk tentang cerai talak karena istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri
2. Untuk mengetahui sejauh mana pandangan hukum Islam tentang putusan Pengadilan Agama Demak No 293/Pdt.G/2004/PA. Dmk tentang cerai talak karena istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri
D. Telaah Pustaka
Perceraian merupakan salah satu bagian dari putusnya ikatan perkawinan yang telah diatur dalam Undang-undang Perkawinan Indonesia. Masalah perceraian diatur pada pasal 39-41 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 junto pasal 14-36 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 dan peraturan lain yang berkaitan dengan masalah tersebut.12
Para ahli fiqh sekarang lebih banyak mengartikan talak dalam arti yang khusus. Di mana istilah talak hanya berarti perceraian yang dijatuhkan oleh suami. Ini terlihat dalam Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 pasal 117 Kompilasi Hukum Islam yang secara tegas mengemukakan: Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab
putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana diatur dalam pasal 129, 130 dan 131.13
Kemudian dalam telaah pustaka ini penulis berusaha menguraikan beberapa literatur yang penulis gunakan dalam pembuatan skripsi ini yang ada kaitannya dengan pembahasan tersebut, di antaranya:
Kompilasi Hukum Islam ini merupakan buku yang dipakai sebagai dasar rujukan utama bagi pengadilan agama dalam memutuskan perkara selain undang-undang perkawinan. Dalam buku ini juga dibahas secara luas tentang perkawinan, perceraian, warisan, dan perwakafan.14
Al Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah, buku ini adalah buku karangan
Abdurrahman al-Jaziri yang membahas berbagai pendapat ulama, madzhab tentang berbagai persoalan termasuk di dalamnya persoalan talak dan ketentuan-ketentuannya.15 Buku ini juga merupakan literatur utama dalam
berbagai pembahasan dalam bab-bab dalam skripsi ini.
Fiqh Sunnah, kitab ini sengaja penulis ambil sebagai kitab yang
mempresentasikan pendapat ulama modern. Dalam kitab ini juga dibahas tentang berbagai persoalan fiqh termasuk di dalamnya persoalan talak.16
Hukum Islam di Indonesia karya Prof. Dr. Ahmad Rofiq, MA buku ini
mengulas dan mengomentari persoalan hukum yang dikemukakan para ulama
13 DEPAG RI., Kompilasi Hukum Islam, op. cit.,hlm. 57.
14 Ibid, hlm. 7.
15 Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ala Madzahib al-Arbaah, Juz IV, Mesir: Maktabah
al-Tijarah, t.th., hlm. 193.
16 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah, Juz 8, alih bahasa MOh. Tholib, Bandung: Al-Ma’arif, 1996,
klasik, mengomentari hukum positif terutama hukum perdata berat, juga mengomentari pasal-pasal yang ada dalam kompilasi hukum Islam.17
Bidayatul Mujtahid karangan Ibnu Rusyd, kitab ini sengaja penulis
ambil karena juga banyak membahas mengenai persoalan talak.18
Selain buku tersebut di atas, masih banyak buku lain yang mempunyai relevansi dengan bahasan tersebut. Seperti bukunya Prof Hasby ash Sidiqi kitab Kifayatul Akyar, Subulus Salam, dan lain sebagainya.
Dan telaah pustakanya juga berasal dari beberapa skripsi yang membahas mengenai perceraian di antaranya: Gangguan Jiwa sebagai Alasan Perceraian di Pengadilan Agama Semarang No. 108/Pdt.G/PA.Smg, yang disusun oleh mahasiswa bernama Agus Mukharor (NIM. 2196112) dengan permasalahan jika salah satu pihak (suami) menderita gangguan jiwa (gila), maka kewajiban dia sebagai suami dengan sendirinya tidak dapat dilaksanakan, karena perbuatan yang dikerjakan tanpa terkendali oleh pikiran sehat sehingga perbuatan yang dikerjakannya sangat berbeda dengan pria yang normal pada umumnya. Oleh karena itu, menyebabkan hak istri atas suaminya menjadi terbengkalai sehingga dapat mempengaruhi terhadap rumah tangganya.
Orang yang tidak normal / abnormal pada umumnya dihadapi gangguan mental, baik yang tunggal maupun yang ganda, dengan kelalaian-kelalaian atau abnormalitas pada mentalnya, selalu diliputi banyak konflik batin, jiwanya miskin atau tidak stabil, tidak punya perhatian pada lingkungan
17 Ahmad Rofiq, op. cit., hlm. 54
18 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Jilid 3, Alih Bahasa Imam Ghozali Said, Cet. I, Jakarta:
sekitar, terpisah hidupnya dengan masyarakat, dan selalu merasa takut / gelisah. Dan apabila hal itu sudah terjadi (salah satu dari suami istri terkena gangguan jiwa) dan tidak ada harapan lagi untuk tetap bersatu, maka salah satu pihak (suami istri) yang merasa dirugikan bisa mengajukan perceraian ke pengadilan agama.
Perceraian karena suami berjudi di Pengadilan Agama Purbalingga No. 283/Pdt.G/2000/PA.Purbalingga, yang disusun oleh mahasiswa bernama Mudrik Zam zami (NIM. 2195198) dengan permasalahan bahwa judi menjadi bagian yang dianggap bisa dijadikan alasan putusannya suatu ikatan perkawinan, artinya seorang istri dapat melakukan perceraian kareba suaminya melakukan perjudian. Hal itu terjadi lebih disebabkan oleh karma dua hal penting, pertama bahwa judi itu adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT sebagaimana haramnya bangkai dan minuman keras. Kedua, bahwa orang yang melakukan judi bukan saja berimbas kepada dirinya sendiri namun perbuatan judi itu akan berakibat pula pada anak dan keluarganya. Sehingga ia melalaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang suami yakni memberi nafkah kepada keluarganya.
Putusan Banding tentang Perceraian di Pengadilan Tinggi Semarang No. 134/Pdt.G/1998/PTA.Smg, disusun oleh mahasiswa yang bernama Zumrotun Aliyah (NIM. 2197090). Dengan permasalahan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Semarang antara lain:
2. Sebagai seorang muslim diwajibkan melakukan ibadah wajib yang tidak boleh ditinggalkan antara lain: shalat lima waktu sehari semalam. Namun, sang istri melarang melakukan kewajiban selaku seorang muslim, maka terjadilah pertengkaran dan permasalahan yang dikarenakan masalah akidah
3. Sebagai suami ia bertanggung jawab kepada semua hal yang menyangkut kebutuhan kelengkapan rumah tangganya. Termasuk membimbing istri ke jalan yang benar yang diridlai Allah SWT, namun istri menolak dengan tegas ajakan suami tersebut.
Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Agama Demak tentang cerai talak karena istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri. Sehingga skripsi ini belum ada yang membahasnya dan benar-benar merupakan hasil karya sendiri.
E. Metode Penelitian
Untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini, agar menghasilkan suatu kesimpulan dan analisa yang tepat dan bertanggung jawab, maka penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Dalam upaya memperoleh gambaran yang jelas dan terperinci dari studi ini maka jenis penelitian yang digunakan adalah gabungan:
a. Reset Kepustakaan
Yaitu metode yang dipakai untuk memperoleh data yang bersifat teoritis. Dengan jalan menggunakan metode tersebut berarti melakukan penelusuran kepustakaan dan menelaahnya.19
b. Riset Lapangan
Yaitu penelitian yang dilaksanakan dikancah atau medan terjadinya gejala-gejala. Dalam arti pernyataan suatu peristiwa yang dialami yaitu yang dilihat dan didengar.20 Hal ini penulis mengadakan
penelitian di Pengadilan Agama Demak, secara lebih jelas dan konkrit, sehingga pada akhirnya akan ditemukan kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Sumber Data a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari.21 Data ini diperoleh dari tulisan atau buku-buku, jurnal dan hasil penelitian (hasil putusan pengadilan agama Demak Nomor Perkara 293/Pdt.G/ 2004/PA.Dmk).
19 Masri Singarimbun, Metodologi Penelitian Survei, Yogyakarta: LP3ES, 1989, hlm. 71.
20 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian, Bandung: Remaja Karya, 1989, Cet. I, hlm. 170.
21 Syaifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1998, hlm. 90.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subyek penelitiannya, dan data ini terwujud data dokumentasi atau data laporan yang tersedia.22 Data ini berfungsi sebagai pelengkap data primer. Dalam hal ini adalah undang-undang No. 1. Tahun 1974, PP. No. 9 Tahun 1975, UU No. 7 Tahun 1989 dan Kompilasi Hukum Islam tentang permohonan cerai talak.
3. Metode Pengumpulan Data
Karena penulisan skripsi ini, merupakan skripsi yang berbentuk penelitian lapangan, maka dalam pengumpulan data ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Interview (wawancara)
Yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden.23 Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara dengan dua hakim di antaranya Bapak Drs. Sofingi dan Drs. Abdul Ghofur dan juga Bapak Sakir, S.Hi, SH., yang menjabat sebagai panitera/ sekretaris.
b. Observasi
Yaitu suatu kegiatan mengadakan pengamatan secara teliti dan seksama serta mencatat fenomena-fenomena yang dilihat dalam
22 Ibid.
hubungan sebab akibat.24 Dalam hal ini adalah kekuasaan relatif yang meliputi wilayah hukum Pengadilan Agama Demak.
c. Dokumentasi
Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.25 Dalam hal ini dengan menelusuri berkas serta putusan perkara No 293/Pdt.G/2004/PA.Dmk yaitu perkara perceraian karena alasan isteri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri.
4. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikan suatu temuan bagi orang lain. 26
Dalam menganalisa data ini digunakan metode deduktif, induktif dan deskriptif.
a. Deduktif
Yaitu menganalisa data-data dari yang bersifat umum, untuk kemudian ditarik kepada suatu kesimpulan yang bersifat khusus.
24 Farid Nasution, Penelitian Praktis, Medan: Pustaka Widyasarana, 1993, hlm. 16.
25 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV,
Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 236.
26 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi III, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi III, Yogyakarta : Rake Sarasin, 1996, cet. VII, hlm. 104.
Melalui deduksi (logika) teori yang abstrak diterjemahkan menjadi hipotesa yakni informasi ilmiah yang lebih spesifik dan lebih sesuai dengan tujuan penelitian.27
b. Induktif
Yaitu metode untuk menganalisa data-data khusus untuk kemudian ditarik pada kesimpulan yang bersifat umum. Maka diperlukan suatu volume data tertentu untuk mengkonstruksikan suatu hipotesa atau teori yang mempunyai relevansi empiris.28 Hal ini digunakan dalam bab IV.
c. Analisis Isi
Data deskriptif sering dianalisis menurut isinya, dan karena itu juga disebut analisis isi (content analysis).29
Analisis isi merupakan langkah penyajiannya data yang dihasilkan dari kumpulan-kumpulan dokumen dengan memberikan gambaran atas dasar teori praktis dengan kejadian-kejadian yang sesungguhnya.30 Dalam hal ini penulis memberi gambaran pada perceraian di Pengadilan Agama Demak antara Jumadi bin Saekun dan Darwati binti Darwan.
27 Masri Singarimbun, loc. cit.
28 Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, Pustaka
Utama, 1994, hlm. 48.
29 Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 85.
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas serta mempermudah dalam pembahasan maka skripsi ini, penulis membagi dalam lima bab yang rinciannya sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN, Dalam bab ini diuraikan masalah-masalah yang erat kaitannya dengan pembahasan skripsi ini, sekaligus sebagai dasar dan memberi penjelasan mengenai skripsi ini yang meliputi: latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penulisan skripsi, telaah pustaka, metode penulisan skripsi dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II Tinjauan umum tentang perceraian (talak). Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang pengertian perceraian, dasar hukum dan syarat perceraian, rukun, syarat dan saksi talak, sebab-sebab perceraian, akibat hukum perceraian.
BAB III Putusan pengadilan Agama Demak No 293/Pdt.G/2004/PA.Dmk tentang cerai talak karena istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri.
Dalam bab ini penulis mengungkapkan empat sub yaitu: sekilas tentang Pengadilan Agama Demak, sejarah dan kewenangannya, proses persidangan Pengadilan Agama Demak No 293/Pdt.G/ 2004/PA.Dmk tentang cerai talak karena istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri, pertimbangan hukum putusan Pengadilan Agama Demak No 293/Pdt.G/2004/PA.DMK tentang
cerai talak karena istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri.
BAB IV Analisis terhadap dasar pertimbangan putusan Pengadilan Agama Demak No 293/Pdt.G/2004/PA.Dmk tentang cerai talak karena istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri. Dalam bab ini mencakup dua sub bab yaitu analisis terhadap dasar pertimbangan putusan Pengadilan Agama Demak No 293/Pdt.G/ 2004/PA.DMK tentang cerai talak karena istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri, analisis hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Demak No 293/Pdt.G/ 2004/PA.DMK tentang cerai talak karena istri tidak bersedia diajak hubungan layaknya suami istri.
BAB V Penutup
Merupakan bagian akhir yang berisi mengenai kesimpulan, saran-saran, dan penutup.