• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan “Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatratalok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara Dalam Rangka Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Maluku-Papua”. Adapun dalam penyusunan laporan ini dibagi menjadi 6 (enam) Volume, yaitu:

 Volume 1 : Kota Ternate

 Volume 2 : Kota Tidore Kepulauan  Volume 3 : Kabupaten Halmahera Barat  Volume 4 : Kabupaten Halmahera Tengah  Volume 5 : Kabupaten Halmahera Timur  Volume 6 : Kabupaten Pulau Morotai

Penyusunan Laporan Akhir ini, untuk tiap-tiap volume dibahas beberapa hal, yaitu: (1) pendahuluan, (2) tinjauan pustaka, (3) metodologi studi, (4) kondisi wilayah dan jaringan transportasi saat ini, (5) perkiraan kondisi mendatang, dan (6) arah pengembangan jaringan. Semuanya ini disesuaikan dengan Kerangka Acuan Kerja yang ada dan Panduan Penyusunan Sistranas pada Tatralok.

Pada kesempatan ini, konsultan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu pelaksanaan kegiatan ini, serta mengharapkan kritik dan saran untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada tahap selanjutnya.

Jakarta, Desember 2013

(2)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1 - 1

1.1 Latar Belakang 1 - 1

1.2 Maksud dan Tujuan 1 - 4

1.3 Ruang Lingkup Studi 1 - 4

1.4 Batasan Kegiatan 1 - 6

1.5 Indikator Keluaran Dan Keluaran 1 - 6

1.6 Lokasi Dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan 1 - 6

1.7 Tenaga Ahli Yang Diperlukan 1 - 6

1.8 Perlengkapan Pendukung Pekerjaan 1 - 7

1.9 Sistematika Penulisan 1 - 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 - 1

2.1 Pendekatan Studi 2 - 1

2.2 Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 2 - 2

2.2.1 Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia 2 - 2

2.2.2 Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui

Koridor Ekonomi 2 - 3

2.2.3 Koridor Ekonomi Indonesia 2 - 4

2.2.4 Arahan Pengembangan Kegiatan Ekonomi Utama 2 - 5 2.2.5 Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku 2 - 6

2.3 Pola Dasar Sistranas 2 - 8

2.4 Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda 2 - 9

2.5 Jaringan Transportasi 2 - 13

2.6 Penyusunan Tatanan Makro Strategis Perhubungan

Pada Skala Lokal Kabupaten / Kota (Tatralok) 2 - 26

2.7 Penguatan Konektivitas Nasional 2 - 27

2.8 Kerangka Pemikiran Studi 2 - 32

BAB 3 METODOLOGI STUDI 3 - 1

(3)

3.2 Pengumpulan Data dan Desain Kuesioner 3 - 4

3.2.1 Pengumpulan Data 3 - 4

3.2.2 Desain Kuesioner 3 - 8

3.3 Pola Pikir Studi 3 - 9

3.4 Analisis Pengembangan Wilayah 3 - 12

3.5 Hubungan Antara Sistem Transportasi dan Tata Ruang 3 - 13

3.6 Pemodelan Transportasi 3 - 13

3.6.1 Struktur Model 3 - 13

3.6.2 Proses Pemodelan Transportasi 3 - 15

3.6.2.1 Penetapan Sistem Zona dan Sistem Jaringan 3 - 15 3.6.2.2 Estimasi dan Prediksi Tip-ends dan MAT 3 - 17

3.6.2.3 Simulasi Jaringan 3 - 18

3.7 Jaringan Transportasi Multimoda dan Intermoda 3 - 18

3.8 Pemetaan Potensi dan Kendala 3 - 19

3.9 Analisis Normatif 3 - 21

3.10 Penyusunan Strategi dan Program 3 - 21

3.11 Azas Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) 3 - 23

BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI

SAAT INI 4 - 1

4.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi 4 - 1

4.2 Kependudukan 4 - 4

4.3 Potensi Produksi dan Ekonomi 4 - 7

4.3.1 Pertanian (Pangan) 4 - 8 4.3.2 Perkebunan 4 - 13 4.3.3 Peternakan 4 - 17 4.3.4 Perikanan 4 - 19 4.3.5 Perindustrian 4 - 21 4.3.6 Perdagangan 4 - 21

4.3.7 Produk Domestik Regional Bruto 4 - 22

4.4 Kondisi Pola Aktivitas Transportasi 4 - 23

4.5 Angkutan Darat 4 - 24

4.6 Angkutan Laut dan Penyeberangan 4 - 25

4.7 Angkutan Udara 4 - 28

4.8 Jaringan Jalan 4 - 30

4.9 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan 4 - 35

(4)

4.9.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Barang Eksisting 4 - 39 4.10 Kinerja Pelayanan, Jaringan Pelayanan, dan Jaringan

Prasarana Transportasi Wilayah Saat Ini 4 - 42

4.10.1 Transportasi Darat 4 - 42

4.10.2 Transportasi Penyeberangan 4 - 42

4.10.3 Transportasi Laut 4 - 43

4.10.4 Transportasi Udara 4 - 43

4.12 Permasalahan Transportasi Wilayah Saat Ini 4 - 43

BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5 - 1

5.1 Rencana Proyek MP3EI 5 - 1

5.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pulau

Morotai Tahun 2010 – 2030 5 - 3

BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN 6 - 1

6.1 Arah Pengembangan Jaringan Transportasi 6 - 1 6.2 Rencana Sistem Jaringan Prasarana Transportasi 6 - 1 6.3 Pengembangan Kawasan Prioritas Pembangunan 6 - 3

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN 1 PP 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN LAMPIRAN 2 RTRW Malut

LAMPIRAN 3 MP3EI

LAMPIRAN 4 Data Produksi dan Operasi Jaringan dan Simpul Transportasi LAMPIRAN 5 Peta Kawasan Tertinggal dan Perbatasan

LAMPIRAN 6 Peta Jaringan Transportasi Saat Ini

LAMPIRAN 7 Peta Rencana Pengembangan Jaringan Transportasi

LAMPIRAN 8 Rancangan Peraturan Bupati Tentang Sistem Transportasi Nasional Pada Tataran Transportasi Lokal

(5)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efisien dan efektif dalam menunjang dan sekaligus menggerakan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia dan barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara.

MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama).

Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan

(6)

dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan lokal, regional dan global/internasional.

Implementasi pelaksanaan MP3EI dalam fase pertama kurun waktu tahun 2011 – 2014 yaitu pembentukan dan operasionalisasi institusi pelaksana MP3EI yang terdiri dari :

 Penyusunan rencana aksi untuk debottlenecking regulasi, perizinan, insentif, dan pembangunan dukungan infrastruktur yang diperlukan, serta realisasi komitmen investasi (quick-wins).

 Penetapan hubungan internasional untuk pelabuhan dan bandar udara.

 Penguatan lembaga litbang dan pelaksanaan riset di masing-masing koridor.

 Pengembangan kompetensi SDM sesuai kegiatan ekonomi utama koridor.

Di sisi lain, sebagai unsur pendorong dalam pengembangan transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi, tertinggal dan perbatasan dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang sinergis.

Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) pada hakekatnya merupakan suatu Konsep Pembinaan Transportasi dalam pendekatan kesisteman yang mengintegrasikan sumber daya dan memfasilitasi upaya-upaya untuk mencapai tujuan nasional. Dalam hal ini adalah penting untuk secara berkelanjutan memperkuat keterkaitan fungsi atau keterkaitan aktivitas satu sama lainnya baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan transportasi baik pada Tataran Transportasi Nasional (Tatranas), Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), maupun Tataran Transportasi Lokal (Tatralok).

Sistranas diwujudkan dalam Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS) ditetapkan oleh pemerintah, Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) ditetapkan oleh pemerintah propinsi, dan Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Keterkaitan ketiga tataran tersebut tidak dapat dipisahkan yang pada akhirnya akan menjadi acuan bagi semua pihak terkait dalam penyelenggaraan transportasi untuk perwujudan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien baik pada tataran lokal, wilayah maupun nasional.

Dalam kaitan tersebut dan dalam rangka perwujudan SISTRANAS dalam mendukung MP3EI perlu disusun jaringan transportasi pada tataran Nasional, Propinsi dan Lokal

(7)

transportasi. Pada Tataran wilayah Propinsi (Tatrawil) telah disusun secara simultan pada tahun 2012 yang perlu di tindak lanjuti dengan penyusunanan Tatralok pada tahun 2013 ini khususnya pada wilayah Kabupaten/Kota yang belum berkembang dengan baik. Dengan demikian diperoleh arah pembangunan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana yang dapat berperan dalam mendukung perekonomian wilayah dan mendorong pertumbuhan wilayah yang belum berkembang baik pada tataran lokal, propinsi hingga nasional/internasional.

Secara makro, perkembangan ekonomi dan transportasi di wilayah Maluku Utara tidak lepas dari perkembangan ekonomi nasional, regional dan internasional di sekitarnya. Secara nasional, Program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 32 tahun 2011 diperkirakan dapat menjadi rujukan baru dan penting bagi Propinsi Maluku Utara dalam menata sistem dan layanan transportasinya sehingga selaras dengan program MP3EI guna mendukung program penguatan ekonomi koridor enam di aras Propinsi Papua, Maluku dan Maluku Utara yang berbasiskan inovasi (innovation driven economy) dan bukan hanya berdasarkan kebutuhan (needed driven economy). Berdasarkan rencana MP3EI tersebut diperkirakan besaran nilai investasi yang berpotensi dilakukan di wilayah Maluku Utara seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1 di bawah ini diperkirakan sekitar Rp 113,5 Trilyun.

(8)

Atas dasar tersebut di atas maka perlu dilakukan Penyusunan Tatralok dalam upaya peningkatan pelayanan transportasi baik jaringan pelayanan maupun jaringan prasarana transportasi, serta peningkatan keterpaduan antar dan intramoda transportasi, disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang dan lingkungan.

Adapun Penyusunan Tatralok tersebut mengacu pada PerPres No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara, dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari kegiatan ini adalah menyusun, mengevaluasi dan meninjau ulang Tataran Transportasi Lokal sejalan dengan dinamika perkembangan ekonomi, wilayah sebagai pedoman pengaturan dan pembangunan transportasi wilayah.

Tujuannya dari kegiatan ini adalah agar rencana dan program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, propinsi dan nasional efektif dan efisien sesuai dengan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan rencana pengembanganan jaringan pada Tatranas dan Tatrawil.

1.3 RUANG LINGKUP STUDI

Ruang lingkup studi ini adalah :

a. Identifikasi permasalahan yang ada pada sistem transportasi lokal;

b. Evaluasi pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi secara terpadu;

c. Analisis permintaan transportasi lokal terkait dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten / kota dan rencana pembangunan dalam MP3EI dan Tatrawil, Tatranas;

d. Pengkajian Model pengembangan jaringan transportasi wilayah kabupaten/kota; e. Merumuskan alternatif pengembangan jaringan transportasi;

(9)

f. Menetapkan prioritas dan tahapan pengembangan jaringan transportasi lokal dalam kurun waktu 2014, 2019, 2025 dan 2030;

g. Merumuskan kebijakan pelayanan jaringan transportasi lokal;

h. Menyusun rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok);

i. Mengadakan FGD di Ibu Kota Kabupaten/Kota untuk mendapatkan masukan alternatif pengembangan jaringan transportasi lokal;

j. Menyelenggarakan seminar penyempurnaan laporan akhir dan legalitas Tatralok di Ibu Kota Propinsi.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode survei pada Kabupaten/Kota, selanjutnya hasil survey kemudian dianalisis dan dilakukan FGD serta serangkaian pembahasan pada tiap tahapan laporan dengan tim pengarah dan pendamping yang dibentuk dengan SK Kepala Badan Litbang Perhubungan sehingga akan menghasilkan keluaran. Pada akhir kegiatan studi ini diselenggarakan seminar pada wilayah studi. Tahapan pelaksanaan dan pelaporan kegiatan ini dilakukan sebagai berikut:

1) Tahapan Laporan Pendahuluan (Inception Report)

Penyusunan laporan pendahuluan ini berisi penjabaran dari kerangka acuan yang meliputi metodologi dan pendekatan atau teori yang akan diterapkan, rencana kerja dan jadual kegiatan serta daftar kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian.

2) Tahapan Laporan Antara (Interim Report)

Penyusunan laporan antara memuat hasil-hasil pengumpulan data serta penjelasan metode pengolahan/analisis serta penyusunan langkah selanjutnya analisis lengkap.

3) Tahapan Rancangan Laporan Akhir (Draft Final Report)

Penyusunan rancangan laporan akhir berisi pengolahan data, analisis dan evaluasi dari hasil pengumpulan data pada laporan antara serta draft rekomendasi.

(10)

4) Tahapan Laporan Akhir (Final Report)

Penyusunan pada tahap laporan akhir merupakan perbaikan/penyempurnaan dari Rancangan Laporan Akhir setelah melalui serangkaian diskusi dan pembahasan.

1.4 BATASAN KEGIATAN

Kegiatan studi ini dibatasi hanya dalam lingkup penyusunan Tataran Transportasi Lokal kabupaten/kota terkait untuk mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Maluku – Papua.

1.5 INDIKATOR KELUARAN DAN KELUARAN

Indikator keluaran dari kegiatan ini adalah tersedianya Dokumen Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) dan konsep legalitas penetapannya di dua kota (Ternate dan Tidore Kepulauan) dan empat kabupaten (Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Morotai).

Keluaran dari kegiatan ini adalah 1 (satu) laporan hasil penelitian berikut legalitasnya yaitu dua kota (Ternate dan Tidore Kepulauan) dan empat kabupaten (Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Morotai).

1.6 LOKASI DAN WAKTU PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan studi ini dilaksanakan di dua Kota dan empat Kabupaten, yaitu Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Barat, dan Kabupaten Morotai. Adapun kegiatan pelaksanaan studi akan dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan kalender (27 Maret – 26 Oktober 2013), berdasarkan No. Kontrak : PL.102/15/2-BLT-2013 dan No. SPMK : PL.102/15/9-BLT-2013.

(11)

1) Ahli Perencanaan Transportasi (Ketua Tim) 2) Ahli Manajemen Transportasi

3) Ahli Sistem Analis Transportasi 4) Ahli Administrasi Kebijakan Publik 5) Ahli Tata Ruang Wilayah

6) Ahli Perencanaan Wilayah 7) Ahli Pemodelan Transportasi 8) Legal Drafter

9) Sekretaris

10) Operator Komputer

1.8 PERLENGKAPAN PENDUKUNG PEKERJAAN

Untuk mempercepat dan mengefisienkan waktu dalam menyusun kegiatan ini diperlukan perlengkapan untuk mendukung pekerjaan ini. Pada penyusunan Dokumen TATRALOK ini didalamnya terdapat beberapa pemodelan transportasi, maka dari itu bila diperlukan Konsultan akan menggunakan Software (Perangkat Lunak) yang berfungsi membantu proses pemodelan transportasi wilayah. Software ini sudah updateable untuk membantu proses-proses permasalahan pemodelan transportasi yang multi dimensi.

1.9 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam Rancangan Laporan Akhir (Draft Final Report) ini adalah sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN - Latar Belakang - Maksud dan Tujuan - Ruang Lingkup Studi - Hasil yang Diharapkan - Sistematika Penulisan

(12)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini dikemukakan dengan jelas, ringkas, dan padat secara kritis tentang hasil tinjauan kepustakaan terkait dengan masalah Konsep dan Model Pengembangan Jaringan Transportasi.

a. Tinjauan Pustaka (difokuskan pada penelitian sebelumnya)

1. Prinsip-prinsip yang dipegang meninjau kepustakaan itu adalah mencari “kebenaran riset” bagi landasan berpikir, berpikir dalam menentukan masalah dan menjawabnya, yang semuanya itu dilandaskan pada pegangan-pegangan yang mempunyai sifat kebenaran tinggi.

2. Ada empat hal yang dijadikan pegangan untuk meninjau pustaka yang sesuai dengan fungsi dan prinsip-prinsip meninjau pustaka itu, yakni selektif, komparatif, kritis, analitis, dan semua dilakukan secara bersama-sama.

b. Kerangka Pemikiran

Rangkaian penalaran dalam suatu kerangka berdasarkan pada teori/konsep Menyusun Kerangka Pemikiran adalah menjawab secara rasional masalah yang telah dirumuskan dan diidentifikasi (mengapa fenomena itu terjadi) dengan jalan mengalirkan jalan pikiran dari pangkal pikir (premis) berdasarkan patokan pikir (asumsi/aksioma) sampai pada pemikiran (hasil berpikir/deduksi/hipotesis) menurut kerangka logis (logical construct).

BAB 3 METODOLOGI STUDI

- Memaparkan desain atau rancangan penelitian yang digunakan (sifat penelitian); - Menjabarkan dengan jelas sasaran penelitian (populasi, sample, sumber data,

tempat dan waktu penelitian);

- Menguraikan teori/model analisis yang digunakan dan data/informasi yang diperlukan dalam penelitian (prosedur pengkajian/uraian analisis data, metode dan teknik serta instrument pengumpulan data).

BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI - Kondisi Sosio Ekonomi kabupaten/kota

- Kondisi Pola Aktivitas

- Kondisi Transportasi kabupaten/kota BAB 5 PERKIRAAN KONDIDI MENDATANG

- Struktur dan pola pemanfaatan ruang kabupaten/kota - Pola Aktivitas

- Bangkitan dan distribusi arus barang/penumpang - Model pengembangan jaringan transportasi - Alternatif pengembangan jaringan transportasi

(13)

BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN - Arah pengembangan jaringan transportasi

(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENDEKATAN STUDI

Pendekatan yang memayungi studi ini secara sinergi adalah melalui MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang merupakan arahan strategis dan percepatan pembangunan ekonomi khususnya di wilayah studi tersebut. MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari 3 strategi utama. Konektivitas nasional merupakan pengintegrasian 4 elemen kebijakan nasional yang terdiri dari sistem logistik nasional (Sislognas), sistem transportasi nasional (Sistranas), pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Strategi ini untuk mewujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien dan terpadu. Berarti pada wilayah studi ini perlu memahami pula keterkaitannya baik secara lokal, kabupaten/kota, wilayah propinsi, maupun nasional, bahkan regional dan global.

Untuk memahami semuanya ini, perlu pengertian-pengertian dasar tentang istilah kunci, seperti: Definisi Sistranas, Tujuan dan Sasaran Sistranas, serta Tataran Transportasi (Tatranas, Tatrawil, dan Tatralok) yang dirangkum dalam kerangka pemikiran Pola Dasar Sistranas. Begitu juga halnya dengan Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, yang menggambarkan Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, Visi dan Misi Transportasi Antarmoda/ Multimoda, Strategi Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda, dan Program Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda dalam rangka mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Papua-Kepulauan Maluku yang dirajut dalam MP3EI.

Kegiatan ini perlu alasan dan landasan atau acuan normatif yang mendasarkan pada PP No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU di Bidang Transportasi yaitu UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

(15)

2.2 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) 2011-2025

2.2.1 Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025, maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”.

Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250 – USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 – 4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen pada periode 2011 – 2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011 – 2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju.

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.1. Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia

(16)

Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu:

1. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

2. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional.

3. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menujuinnovation-driven economy.

2.2.2 Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia.

(17)

Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama).

2.2.3 Koridor Ekonomi Indonesia

Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai negara yang terdiri atas ribuan pulau dan terletak di antara dua benua dan dua samudera, wilayah kepulauan Indonesia memiliki sebuah konstelasi yang unik, dan tiap kepulauan besarnya memiliki peran strategis masing-masing yang ke depannya akan menjadi pilar utama untuk mencapai visi Indonesia tahun 2025. Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masing-masing pulau besar (sesuai dengan letak dan kedudukan geografis masing-masing pulau), telah ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi seperti yang tergambar pada Gambar 2.3.

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.3. Peta Koridor Ekonomi Indonesia

(18)

2.2.4 Arahan Pengembangan Kegiatan Ekonomi Utama

Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. MP3EI juga dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) karena merupakan komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global..

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.4. Posisi MP3EI dalam Rencana Pembangunan Pemerintah

(19)

2.2.5 Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku

Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku terdiri dari Propinsi Papua, Propinsi Papua Barat, Propinsi Maluku dan Propinsi Maluku Utara. Sesuai dengan tema pembangunannya, Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku merupakan pusat pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional. Secara umum, Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku. Maluku memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, namun di sisi lain terdapat beberapa masalah yang harus menjadi perhatian dalam upaya mendorong perekonomian di koridor ini, antara lain:

1. Laju pertumbuhan PDRB di Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku dari tahun 2006 – 2009, tergolong relatif tinggi, yakni sebesar 7 persen, namun besaran PDRB tersebut relatif kecil dibanding dengan koridor lainnya;

2. Disparitas yang besar terjadi di antara kabupaten di Papua. Sebagai contoh, PDRB per kapita Kabupaten Mimika adalah sebesar IDR 240 juta, sementara kabupaten lainnya berada di bawah rata-rata PDB per kapita nasional (IDR 24,26 juta);

3. Investasi yang rendah di Papua disebabkan oleh tingginya risiko berusaha dan tingkat kepastian usaha yang rendah;

4. Produktivitas sektor pertanian belum optimal yang salah satunya disebabkan oleh keterbatasan sarana pengairan;

5. Keterbatasan infrastruktur untuk mendukung pembangunan ekonomi;

6. Jumlah penduduk yang sangat rendah dengan mobilitas tinggi memberikan tantangan khusus dalam pembuatan program pembangunan di Papua. Kepadatan populasi Papua adalah 12,6 jiwa/km2, jauh lebih rendah dari rata-rata kepadatan populasi nasional (124 jiwa/km2).

Strategi pembangunan ekonomi Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku (Gambar 2.5) difokuskan pada 5 kegiatan Ekonomi utama, yaitu Pertanian Pangan - MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate), Tembaga, Nikel, Migas, dan Perikanan.

(20)
(21)

2.3 POLA DASAR SISTRANAS

Sistranas disusun dengan landasan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, undang-undang di bidang transportasi dan peraturan perundangan terkait lainnya. Perumusan Sistranas tersebut juga memanfaatkan peluang dan memperhatikan kendala lingkup internasional, regional dan nasional, baik dari sisi regulator, operator, pengguna jasa, maupun dari sisi masyarakat, dengan sasaran terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien.

1) Definisi Sistranas

Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, serta transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus berkembang secara dinamis.

2) Tujuan dan Sasaran Sistranas

Tujuan Sistranas adalah terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah, dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan peningkatan hubungan internasional. Sedangkan Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah. Efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional.

3) Tataran Transportasi

Sistranas diwujudkan dalam tiga tataran, yaitu tataran transportasi nasional (Tatranas), tataran transportasi wilayah (Tatrawil), dan tataran transportasi lokal (Tatralok).

(22)

a) Tatranas

Tatranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman, terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antarsimpul atau kota nasional, dan dari simpul atau kota nasional ke luar negeri.

b) Tatrawil

Tatrawil adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antarsimpul atau kota wilayah, dan dari simpul atau kota wilayah ke simpul atau kota nasional atau se-Maluku Utara-nya.

c) Tatralok

Tatralok adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antarsimpul atau kota lokal, dan dari simpul atau kota lokal ke simpul atau kota wilayah, dan simpul atau kota nasional terdekat atau se-Maluku Utara-nya, serta dalam kawasan perkotaan dan perdesaan.

2.4 CETAK BIRU TRANSPORTASI ANTARMODA/MULTIMODA

Penyusunan "Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda" dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai masalah yang menyebabkan terjadinya ketidaklancaran

(23)

arus barang dan mobilitas orang pada simpul transportasi yang strategis dan kota metropolitan serta daerah tertinggal. Sedangkan tujuan dari cetak biru ini adalah menyusun rencana pengembangan transportasi antarmoda/multimoda untuk mewujudkan kelancaran arus barang dan mobilitas orang yang efektif dan efisien dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Adapun uraian Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, Visi dan Misi Transportasi Antarmoda/Multimoda, Strategi Pengembangan Transportasi Antarmoda/ Multimoda, dan Program Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda adalah sebagai berikut:

1) Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda

Pengembangan transportasi antarmoda/multimoda yang dimuat dalam Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda diarahkan pada perwujudan keterpaduan pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi sebagai satu kesatuan secara kesisteman. Perwujudan Sistranas pada tataran nasional (Tataran Transportasi Nasional/Tatranas), yang selanjutnya disebut sebagai Cetak Biru Pembangunan Sistranas pada Tatranas, memuat arah pengembangan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi secara terpadu dan seirnbang dari semua moda transportasi (jalan, sungai, danau, penyeberangan, kereta api, laut dan udara) yang menghubungkan simpul-simpul kegiatan strategis nasional.

Keterpaduan jaringan prasarana transportasi sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang transportasi, digambarkan dalam rencana induk atau tatanan masing-masing moda transportasi. Pada tataran nasional, pengembangan prasarana transportasi mengacu pada berbagai rencana induk yaitu Rencana Induk LLAJ Nasional, Rencana Induk Perkeretaapian Nasional, Tatanan Kepelabuhanan Nasional dan Tatanan Kebandarudaraan Nasional.

Transportasi antarmoda/multimoda merupakan salah satu wujud keterpaduan pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana dalam rangka kelancaran arus barang dan mobilitas orang. Transportasi pada dasarnya dapat berfungsi sebagai unsur penunjang (servicing function) dan sebagai unsur pendorong (promoting function). Fungsi penunjang untuk kegiatan sektor lain pada wilayah yang telah berkembang dan bersifat komersial serta sebagai unsur pendorong bagi daerah yang belum berkembang atau tertinggal dan bersifat keperintisan.

Pelayanan transportasi antarmoda/multimoda baik untuk jaringan pelayanan pada daerah yang telah berkembang maupun wilayah perintis, dikembangkan guna mewujudkan pelayanan one stop service yang didukung oleh sistem

(24)

informasi yang handal. Untuk mewujudkan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien didasarkan pada 14 indikator Sistranas yaitu selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, Iancar, cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi, beban publik rendah dan utilitas tinggi serta indikator Single Seamless Services (SSS) yaitu single operator, single document dan single tariff untuk angkutan barang sertasingle ticketuntuk angkutan penumpang.

Secara lengkap, alur pikir pengembangan transportasi antarmoda/multimoda yang telah diuraikan di atas diilustrasikan dalam Gambar 2.6.

Sumber: PerMenHub No. KM 15 Tahun 2010 Tentang Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda Tahun 2010-2030 Gambar 2.6. Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda

2) Visi dan Misi Transportasi Antarmoda/Multimoda

Visi transportasi antarmoda/multimoda menggambarkan suatu kondisi yang diharapkan dapat dicapai dalarn penyelenggaraan transportasi antarmoda/multimoda pada masa yang akan datang. Pada tahun 2030 transportasi antarmoda/multimoda 2030 diharapkan mampu mendukung

SISTRANAS TATRANAS

JARINGAN PRASARANA JARINGAN PELAYANAN PELAYANAN

Blueprint Sistranas

14 Indikator efektif dan efisien Rencana Induk LLAJ Nasional

Rencana Induk Perkeretaapian Nasional Tatanan Kepelabuhan Nasional Tatanan Kebandarudaraan Nasional

BARANG PENUMPANG SERVICING FUNCTION KOMERSIAL PROMOTING FUNCTION PERINTIS / PSO SERVICING FUNCTION KOMERSIAL

(25)

kelancaran arus barang dan mobilitas orang sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas dalam kegiatan ekonomi dan masyarakat.

Berdasarkan pertirnbangan di atas, maka dapat dirumuskan visi transportasi antarmoda/multimoda tahun 2030 adalah “Arus Barang dan Mobilitas Orang Efektif dan Efisien”.

Misi transportasi antarmoda/multimoda merupakan upaya yang dilaksanakan agar tercapai visi transportasi antarrnodajrnultirnoda yaitu arus barang dan mobilitas orang yang efektif dan efisien. Adapun misi tersebut adalah:

a) Mewujudkan kelancaran arus barang. b) Mewujudkan kelancaran mobilitas orang.

Tujuan yang ingin dicapai dari terwujudnya visi dan misi transportasi antarrnoda/multirnoda adalah:

a) Menekan lamanya waktu pelayanan pada simpul moda transportasi. b) Menurunkan biaya pelayanan transportasi pada sirnpul moda transportasi. c) Meningkatkan kelancaran arus barang dan mobilitas orang pada kota

metropolitan.

d) Meningkatkan aksesibilitas rnasyarakat dari dan ke daerah tertinggal. 3) Strategi Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda

Strategi pengembangan transportasi antarmoda/multimoda merupakan upaya yang dilakukan untuk mewujudkan kebijakan yang ditetapkan dalam mendukung terwujudnya kelancaran arus barang dan mobilitas orang. Adapun strategi dari kebijakan mewujudkan kelancaran arus barang adalah sebagai berikut:

a) Meningkatnya kualitas badan usaha angkutan multimoda

b) Meningkatnya keterpaduan jaringan prasarana pada simpul transportasi laut

c) Meningkatnya keterpaduan jaringan prasarana pada simpul transportasi udara

d) Meningkatnya aksesibilitas transportasi pada daerah tertinggal. 4) Program Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda

Program pengembangan transportasi antarmoda/multimoda disusun guna mewujudkan setiap strategi yang telah ditetapkan dalam mendukung kebijakan, misi dan visi pengembangan transportasi antarmoda/multimoda.

(26)

2.5 JARINGAN TRANSPORTASI

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS), bahwa jaringan transportasi diklasifikasikan menjadi: Transportasi Antarmoda, Transportasi Jalan, Transportasi Kereta Api, Transportasi Sungai dan Danau, Transportasi Penyeberangan, Transportasi Laut, Transportasi Udara, dan Transportasi Pipa. a. Transportasi Antarmoda

1) Jaringan Pelayanan

Jaringan pelayanan transportasi antarmoda adalah pelayanan transportasi antarmoda perkotaan, transportasi antarmoda antarkota, dan transportasi antarmoda luar negeri.

2) Jaringan Prasarana

Keterpaduan jaringan prasarana transportasi antarmoda diwujudkan dalam bentuk interkoneksi antarfasilitas dalam terminal transportasi antarmoda, yaitu simpul transportasi yang berfungsi sebagai titik temu antarmoda transportasi yang terlibat, yang memfasilitasi kegiatan alih muat, yang dari aspek tatanan fasilitas, fungsional, dan operasional, mampu memberikan pelayanan antarmoda secara berkesinambungan. b. Transportasi Jalan

1) Jaringan Pelayanan

Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dikelompokkan menurut wilayah pelayanan, operasi pelayanan, dan perannya.

Menurut wilayah pelayanannya, angkutan penumpang dengan kendaraan umum, terdiri dari angkutan lintas batas negara, angkutan antarkota antarpropinsi, angkutan kota, angkutan perdesaan, angkutan perbatasan, angkutan khusus, angkutan taksi, angkutan sewa, angkutan pariwisata dan angkutan lingkungan.

Menurut sifat operasi pelayanannya, angkutan penumpang dengan kendaraan umum di atas dapat dilaksanakan dalam trayek dan tidak dalam trayek.

(27)

a) Angkutan lintas batas negara, angkutan dari satu kota ke kota lain yang melewati lintas batas negara dengan menggunakan mobil bus umum yang terkait dalam trayek;

b) Angkutan antarkota antarpropinsi (AKAP), angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota yang melalui lebih dari satu daerah propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek;

c) Angkutan antarkota dalam propinsi (AKDP), angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antardaerah kabupaten/kota dalam satu daerah propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek;

d) Angkutan kota, angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kota atau wilayah ibukota kabupaten dengan menggunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek;

e) Angkutan perdesaan, angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kabupaten yang tidak termasuk dalam trayek kota yang berada pada wilayah ibukota kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek;

f ) Angkutan perbatasan, angkutan kota atau angkutan perdesaan yang memasuki wilayah kecamatan yang berbatasan langsung pada kabupaten atau kota lainnya baik yang melalui satu propinsi maupun lebih dari satu propinsi;

g) Angkutan khusus, angkutan yang mempunyai asal dan/atau tujuan tetap, yang melayani antarjemput penumpang umum, antarjemput karyawan, permukiman, dan simpul yang berbeda.

Sedangkan untuk angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek yaitu :

a) Angkutan taksi, angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas;

b) Angkutan sewa, angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dengan atau tanpa pengemudi, dalam wilayah operasi yang tidak terbatas;

c) Angkutan pariwisata, angkutan dengan menggunakan bis umum yang dilengkapi dengan tanda-tanda khusus untuk keperluan pariwisata

(28)

atau keperluan lain di luar pelayanan angkutan dalam trayek, seperti untuk keperluan keluarga dan sosial lainnya;

d) Angkutan lingkungan, angkutan dengan menggunakan mobil penumpang yang dioperasikan dalam wilayah operasi terbatas pada kawasan tertentu.

Pelayanan angkutan barang dengan kendaraan umum tidak dibatasi wilayah pelayanannya. Demi keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan dapat ditetapkan jaringan lintas untuk mobil barang tertentu, baik kendaraan umum maupun kendaraan bukan umum. Dengan ditetapkan jaringan lintas untuk mobil barang yang bersangkutan, maka mobil barang dimaksud hanya diijinkan melalui lintasannya, misalnya mobil barang pengangkut petikemas, mobil barang pengangkut bahan berbahaya dan beracun, dan mobil barang pengangkut alat berat.

2) Jaringan Prasarana

Jaringan prasarana transportasi jalan terdiri dari simpul yang berwujud terminal penumpang dan terminal barang, dan ruang lalu lintas. Terminal penumpang menurut wilayah pelayanannya dikelompokkan menjadi: a) Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum

untuk angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota antarpropinsi, antarkota dalam propinsi, angkutan kota, dan angkutan perdesaan; b) Terminal penumpang tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum

untuk angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan kota, dan angkutan perdesaan;

c) terminal penumpang tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan perdesaan.

Selanjutnya masing-masing tipe tersebut dapat dibagi dalam beberapa kelas sesuai dengan kapasitas terminal dan volume kendaraan umum yang dilayani.

fungsi pelayanan penyebaran/distribusi menjadi :

a) Terminal utama, berfungsi melayani penyebaran antarpusat kegiatan nasional, dari pusat kegiatan wilayah ke pusat kegiatan nasional, serta perpindahan antarmoda;

b) Terminal penumpang, berfungsi melayani penyebaran antarpusat kegiatan wilayah, dari pusat kegiatan lokal ke pusat kegiatan wilayah; c) Terminal lokal, berfungsi melayani penyebaran antarpusat kegiatan

(29)

Jaringan jalan terdiri atas jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder. Jaringan jalan primer, merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sedangkan Jaringan jalan sekunder, merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Berdasarkan sifat dan pergerakan lalu lintas dan angkutan jalan, jalan umum dibedakan atas fungsi jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan. Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Pembagian setiap ruas jalan pada jaringan jalan primer terdiri dari :

a) jalan arteri primer, menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional, atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah;

b) jalan kolektor primer, menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan wilayah, atau menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal;

c) jalan lokal primer, menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lokal, pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, dan antarpusat kegiatan lingkungan.

d) jalan lingkungan primer, menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan.

Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

(30)

Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota propinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

Jalan propinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis propinsi.

Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, atau antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan PKL, antar-PKL, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

Jalan dibagi dalam beberapa kelas didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda transportasi yang sesuai karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor, serta konstruksi jalan. Pembagian kelas jalan dimaksud, meliputi jalan kelas I, kelas II, kelas III A, kelas III B, dan kelas III C.

Dilihat dari aspek pengusahaannya, jalan umum dikelompokkan menjadi jalan tol yang kepada pemakainya dikenakan pungutan dan merupakan alternatif dari jalan umum yang ada, dan jalan bukan tol.

c. Transportasi Kereta Api 1) Jaringan Pelayanan

Jaringan pelayanan transportasi kereta api dibedakan menjadi jaringan pelayanan transportasi kereta api antarkota dan perkotaan. Jaringan pelayanan angkutan antarkota terdiri atas:

(31)

a) lintas utama berfungsi melayani angkutan jarak jauh atau sedang yang menghubungkan antarstasiun, dan berfungsi sebagai pengumpul yang ditetapkan untuk melayani lintas utama;

b) lintas cabang berfungsi melayani angkutan jarak sedang atau dekat yang menghubungkan antara stasiun yang berfungsi sebagai pengumpan dengan stasiun yang berfungsi sebagai pengumpul atau antarstasiun yang berfungsi sebagai pengumpan yang ditetapkan untuk melayani lintas cabang.

Menurut sifat barang yang diangkut, pengangkutan barang dengan kereta api dikelompokkan menjadi:

a) angkutan barang dengan cara umum: pelayanan angkutan untuk berbagai jenis barang yang dilayani dengan menggunakan gerbong atau kereta bagasi dengan syarat-syarat umum angkutan barang; b) angkutan barang dengan cara khusus: pelayanan angkutan hanya

untuk sejenis komoditi tertentu dengan menggunakan gerbong atau kereta bagasi dengan syarat-syarat khusus, seperti angkutan pupuk, minyak, batu bara, hewan dan lain sebagainya.

2) Jaringan Prasarana

Jaringan prasarana transportasi kereta api terdiri dari simpul yang berwujud stasiun, dan ruang lalu lintas. Stasiun mempunyai fungsi yang sama dengan simpul moda transportasi lainnya yaitu sebagai tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, memuat dan membongkar barang, mengatur perjalanan kereta api, serta perpindahan intramoda dan atau antarmoda.

Stasiun dapat dikelompokkan menurut:

a) Fungsinya, dapat dibedakan menjadi stasiun penumpang dan stasiun barang. Stasiun penumpang pada umumnya dapat juga berfungsi untuk melayani angkutan barang namun bersifat terbatas, sedangkan stasiun barang hanya khusus melayani angkutan barang. Stasiun tersebut dapat dibagi menjadi stasiun pengumpul dan pengumpan serta dalam beberapa kelas sesuai dengan lokasi kebutuhan operasional, dan pengusahaannya.

b) Pengelolaannya, dikelompokkan menjadi stasiun umum dan stasiun khusus. Stasiun umum adalah stasiun yang digunakan untuk melayani kepentingan umum baik untuk angkutan penumpang maupun barang, sedangkan stasiun khusus adalah stasiun yang dimiliki/dikuasai badan

(32)

usaha tertentu yang hanya digunakan untuk menunjang kegiatan yang bersangkutan.

Ruang lalu lintas pada transportasi kereta api berupa jalur kereta api yang diperuntukkan bagi gerak lokomotif, kereta dan gerbong. Jalur kereta api dimaksud dapat dikelompokkan menurut kepemilikan dan penyelenggaraannya. Menurut kepemilikan dan penyelenggaraannya, jalur kereta api dikelompokkan menjadi jalur kereta api umum dan jalur kereta api khusus. Jalur kereta api umum adalah jalur kereta api yang digunakan untuk melayani kepentingan umum baik untuk angkutan penumpang maupun barang, sedangkan jalur kereta api khusus adalah jalur kereta api yang digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk kepentingan sendiri.

d. Transportasi Sungai dan Danau 1) Jaringan Pelayanan

Pelayanan transportasi sungai dan danau untuk angkutan penumpang dan barang dilakukan dalam trayek tetap teratur, dan trayek tidak tetap dan tidak teratur.

2) Jaringan Prasarana

Jaringan prasarana transportasi sungai dan danau terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan sungai dan danau, dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran. Pelabuhan sungai dan danau menurut peran dan fungsinya terdiri dari pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan antarpropinsi, pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan antarkabupaten/kota dalam propinsi, serta pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan dalam kabupaten/kota.

e. Transportasi Penyeberangan 1) Jaringan Pelayanan

Jaringan pelayanan penyeberangan, yang disebut lintas penyeberangan, menurut fungsinya terdiri dari: lintas penyeberangan antarnegara, yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api antarnegara; lintas penyeberangan antarpropinsi, yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api antarpropinsi; lintas penyeberangan antarkabupaten/kota dalam propinsi, yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api antarkabupaten/kota dalam propinsi; lintas

(33)

penyeberangan dalam kabupaten/kota, yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api dalam kabupaten/kota.

2) Jaringan Prasarana

Jaringan prasarana transportasi penyeberangan terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan penyeberangan dan ruang lalu lintas yang berwujud alur penyeberangan.

Hirarki pelabuhan penyeberangan berdasarkan peran dan fungsinya dikelompokkan menjadi:

a) pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan antar negara, yaitu pelabuhan penyeberangan yang melayani lintas propinsi dan antarnegara;

b) pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota, yaitu pelabuhan penyeberangan yang melayani lintas kabupaten/kota;

c) pelabuhan penyeberangan lintas dalam kabupaten yaitu pelabuhan penyeberangan yang melayani lintas dalam kabupaten/kota.

f. Transportasi Laut 1) Jaringan Pelayanan

Jaringan pelayanan transportasi laut berupa trayek dibedakan menurut kegiatan dan sifat pelayanannya. Berdasarkan kegiatannya, jaringan (trayek) transportasi laut terdiri dari jaringan trayek transportasi laut dalam negeri dan jaringan trayek transportasi laut luar negeri.

Jaringan trayek transportasi laut dalam negeri terdiri dari:

a) jaringan trayek transportasi laut utama yang menghubungkan antarpelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi;

b) jaringan trayek transportasi laut pengumpan yaitu yang menghubungkan pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi dengan pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi. Disamping itu, trayek ini juga menghubungkan pelabuhan-pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi.

Berdasarkan fungsi pelayanan transportasi laut sebagai ship follow the trade dan ship promote the trade, jaringan trayek transportasi laut dibagi menjadi pelayanan komersial dan nonkomersial (perintis).

(34)

Jaringan trayek transportasi laut tersebut di atas ditetapkan dengan memperhatikan pengembangan pusat industri, perdagangan dan pariwisata, pengembangan daerah, keterpaduan intra dan antarmoda transportasi.

Berdasarkan sifat pelayanannya jaringan pelayanan transportasi laut terdiri atas:

a) jaringan pelayanan transportasi laut tetap dan teratur yaitu jaringan pelayanan dengan trayek dan jadwal yang telah ditetapkan;

b) jaringan pelayanan transportasi laut tidak tetap dan tidak teratur yaitu jaringan pelayanan dengan trayek dan jadwal yang tidak ditetapkan. 2) Jaringan Prasarana

Jaringan prasarana transportasi laut terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan laut dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran. Pelabuhan laut dibedakan berdasarkan peran, fungsi dan klasifikasi serta jenis.

Berdasarkan jenisnya pelabuhan dibedakan atas:

a) pelabuhan umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum perdagangan luar negeri dan dalam negeri sesuai ketetapan pemerintah dan mempunyai fasilitas karantina, imigrasi, bea cukai, penjagaan dan penyelamatan;

b) pelabuhan khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.

Hirarki berdasarkan peran dan fungsi pelabuhan laut terdiri dari :

a) pelabuhan internasional hub (utama primer) adalah pelabuhan utama yang memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat penumpang dan barang internasional dalam volume besar karena kedekatan dengan pasar dan jalur pelayaran internasional serta berdekatan dengan jalur laut kepulauan Indonesia;

b) pelabuhan internasional (utama sekunder) adalah pelabuhan utama yang memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat penumpang dan barang nasional dalam volume yang relatif besar karena kedekatan dengan jalur pelayaran nasional dan internasional serta mempunyai jarak tertentu dengan pelabuhan internasional lainnya;

c) pelabuhan nasional (utama tersier) adalah pelabuhan utama memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat penumpang dan

(35)

barang nasional dan bisa menangani semi kontainer dengan volume bongkar sedang dengan memperhatikan kebijakan pemerintah dalam pemerataan pembangunan nasional dan meningkatkan pertumbuhan wilayah, mempunyai jarak tertentu dengan jalur/rute lintas pelayaran nasional dan antarpulau serta dekat dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota kabupaten/kota dan kawasan pertumbuhan nasional. d) pelabuhan regional adalah pelabuhan pengumpan primer yang

berfungsi khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayanan antarkabupaten/kota serta merupakan pengumpan kepada pelabuhan utama;

e) pelabuhan lokal adalah pelabuhan pengumpan sekunder yang berfungsi khususnya untuk melayani kegiatan angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayanannya antarkecamatan dalam kabupaten/kota serta merupakan pengumpan kepada pelabuhan utama dan pelabuhan regional.

Berdasarkan peran dan fungsi pelabuhan khusus yang bersifat nasional, terdiri dari pelabuhan khusus nasional/internasional yang melayani kegiatan bongkar muat pelayanan yang bersifat lintas propinsi dan internasional.

Berdasarkan jangkauan pelayarannya pelabuhan dapat ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka dan tidak terbuka untuk perdagangan luar negeri.

Penyelenggaraan pelabuhan umum dapat dibedakan atas pelabuhan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan atau penyelenggaraannya dilimpahkan pada BUMN, dan pelabuhan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dan atau yang penyelenggaraannya dilimpahkan pada BUMD.

Ruang lalu lintas laut (seaways) adalah bagian dari ruang perairan yang ditetapkan untuk melayani kapal laut yang berlayar atau berolah gerak pada satu lokasi/pelabuhan atau dari suatu lokasi/pelabuhan menuju ke lokasi/pelabuhan lainnya melalui arah dan posisi tertentu.

Alur pelayaran adalah bagian dari ruang lalu lintas laut yang alami maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar dan hambatan pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk pelayaran serta diumumkan oleh instansi yang berwenang.

(36)

a) ruang lalu lintas laut dimana pada lokasi tersebut instruksi secara positif diberikan dari pemandu (sea traffic controller) kepada nakhoda, contoh: alur masuk pelabuhan, daerah labuh/anchorage area, kolam pelabuhan, daerah bandar dan sebagainya;

b) ruang lalu lintas laut dimana pada lokasi tersebut hanya diberikan informasi tentang lalu lintas yang diperlukan meliputi antara lain informasi tentang cuaca, kedalaman, pasang surut, arus, gelombang dan lainlain.

Alur pelayaran terdiri dari alur pelayaran internasional dan alur pelayaran dalam negeri serta alur laut kepulauan, untuk perlintasan yang sifatnya terus menerus, langsung dan secepatnya bagi kapal asing yang melalui perairan Indonesia (innoncent passages), seperti Selat Lombok-Selat Makassar, Selat Sunda-Selat Karimata, Laut Sawu-Laut Banda-Laut Maluku, Laut Timor-Laut Banda-Laut Maluku, yang ditetapkan dengan memperhatikan faktor-faktor pertahanan keamanan, keselamatan berlayar, rute yang biasanya digunakan untuk pelayaran internasional, tata ruang kelautan, konservasi sumber daya alam dan lingkungan, dan jaringan kabel/pipa dasar laut serta rekomendasi organisasi internasional yang berwenang.

g. Transportasi Udara 1) Jaringan Pelayanan

Jaringan pelayanan transportasi udara merupakan kumpulan rute penerbangan yang melayani kegiatan transportasi udara dengan jadwal dan frekuensi yang sudah tertentu.

Berdasarkan wilayah pelayanannya, rute penerbangan dibagi menjadi rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan luar negeri. Jaringan penerbangan dalam negeri dan luar negeri merupakan suatu kesatuan dan terintegrasi dengan jaringan transportasi darat dan laut.

Berdasarkan hirarki pelayanannya, rute penerbangan terdiri atas rute penerbangan utama, pengumpan dan perintis.

a) rute utama yaitu rute yang menghubungkan antarbandar udara pusat penyebaran;

b) rute pengumpan yaitu rute yang menghubungkan antara bandar udara pusat penyebaran dengan bandar udara yang bukan pusat penyebaran, dan/atau antarbandar udara bukan pusat penyebaran;

(37)

c) rute perintis yaitu rute yang menghubungkan bandar udara bukan pusat penyebaran dengan bandar udara bukan pusat penyebaran yang terletak pada daerah terisolasi/tertinggal.

Berdasarkan fungsi pelayanan transportasi udara sebagai ship follow the trade dan ship promote the trade, jaringan pelayanan transportasi udara dibagi menjadi pelayanan komersial dan non komersial (perintis).

Kegiatan transportasi udara terdiri atas: angkutan udara niaga yaitu angkutan udara untuk umum dengan menarik bayaran, dan angkutan udara bukan niaga yaitu kegiatan angkutan udara untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan kegiatan pokoknya bukan di bidang angkutan udara.

Sebagai tulang punggung transportasi udara adalah angkutan udara niaga berjadwal, sebagai penunjang adalah angkutan udara niaga tidak berjadwal, sedang pelengkap adalah angkutan udara bukan niaga.

Kegiatan angkutan udara niaga berjadwal melayani rute penerbangan dalam negeri dan atau penerbangan luar negeri secara tetap dan teratur, sedangkan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal tidak terikat pada rute penerbangan yang tetap dan teratur.

2) Jaringan Prasarana

Jaringan prasarana transportasi udara terdiri dari bandar udara, yang berfungsi sebagai simpul, dan ruang udara yang berfungsi sebagai ruang lalu lintas udara.

Bandar udara dibedakan berdasarkan fungsi, penggunaan, klasifikasi, status dan penyelenggaraannya serta kegiatannya.

Berdasarkan hirarki fungsinya bandar udara dikelompokkan menjadi bandar udara pusat penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran.

Berdasarkan penggunaannya, bandar udara dikelompokkan menjadi: a) bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari

luar negeri;

b) bandar udara yang tidak terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri.

(38)

a) bandar udara umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum;

b) bandar udara khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.

Berdasarkan penyelenggaraannya bandar udara dibedakan atas:

a) bandar udara umum yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota atau badan usaha kebandarudaraan. Badan usaha kebandarudaraan dapat mengikutsertakan pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/ kota dan badan hukum Indonesia melalui kerja sama, namun kerja sama dengan pemerintah propinsi dan atau kabupaten/kota harus kerja sama menyeluruh.

b) bandar udara khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum Indonesia.

Berdasarkan kegiatannya bandar udara terdiri dari bandar udara yang melayani kegiatan:

a) pendaratan dan lepas landas pesawat udara untuk melayani kegiatan angkutan udara;

b) pendaratan dan lepas landas helikopter untuk melayani angkutan udara.

Bandar udara untuk pendaratan dan lepas landas helikopter untuk melayani kepentingan angkutan udara disebut heliport, helipad, dan helideck.

Berdasarkan fungsinya ruang udara dikelompokkan atas:

a) controlled airspace yaitu ruang udara yang ditetapkan batas-batasnya, yang didalamnya diberikan instruksi secara positif dari pemandu (air traffic controller) kepada penerbang (contoh: control area, approach control area,aerodrome control area);

b) uncontrolled airspace yaitu ruang lalu lintas udara yang di dalamnya hanya diberikan informasi tentang lalu lintas yang diperlukan (essential traffic information).

Ruang lalu lintas udara disusun dengan menggunakan prinsip jarak terpendek untuk memperoleh biaya terendah dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan penerbangan.

(39)

h. Transportasi Pipa

Jaringan transportasi pipa terdiri atas :

1) Jaringan transportasi pipa lokal untuk menunjang proses produksi dan distribusi di daerah industri;

2) Jaringan transportasi pipa regional yang berfungsi sebagai pendukung proses produksi dan distribusi di dalam propinsi;

3) Jaringan transportasi pipa nasional dan antar negara yang berfungsi sebagai pendukung proses produksi dan distribusi lintas propinsi dan lintas batas negara.

Didalam penggelaran jaringan pipa harus memperhatikan persyaratan keamanan, keselamatan dan kelestarian lingkungan.

2.6 PENYUSUNAN TATANAN MAKRO STRATEGIS PERHUBUNGAN PADA

SKALA LOKAL KABUPATEN / KOTA (TATRALOK)

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 31 Tahun 2006 Tentang Pedoman dan Proses Perencanaan di Lingkungan Departemen Perhubungan, Bab IV Tentang Tanggung Jawab Pelaksanaan Tugas Perencanaan, disebutkan bahwa Proses Penyusunan Tatanan Makro Strategis Perhubungan pada Skala Lokal Kabupaten/Kota (Tatralok) dari awal penetapan pokok-pokok pikiran hingga mempunyai dasar legalitas melalui tahapan penyelesaian sebagai berikut:

1. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dilaksanakan oleh Bupati/Walikota c.q. Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota dengan melibatkan instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;

2. Konsep Tatralok dimaksud diajukan oleh Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota kepada Bupati/ Walikota;

3. Konsep Tatralok dimaksud sebelum diajukan kepada Bupati/Walikota, terlebih dahulu dilakukan koordinasi/konsultasi dengan Dinas Perhubungan Propinsi yang mengkoordinasikan pembahasan bersama Sekretariat Jenderal Dephub dan Badan Litbang, instansi di daerah kabupaten/kota yang terkait, antara lain: (instansi yang menangani bidang tata ruang, dan bidang-bidang lainnya), perguruan tinggi, serta mitra kerja dan asosiasi penyedia jasa transportasi untuk penyempurnaan materi;

(40)

4. Hasil koordinasi/konsultasi atau tanggapan tertulis dari pihak-pihak sebagaimana tersebut di atas, dibahas Kepala Dinas/bidang urusan sektor perhubungan Perhubungan Kabupaten/Kota dengan melibatkan instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota setempat;

5. Laporan hasil pembahasan diajukan oleh Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan pengesahan dari Bupati/Walikota dengan terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi Gubernur. Apabila dipandang perlu dilakukan penyempurnaan substansial, maka penyempurnaan dimaksud dilakukan dengan tahapan sebagaimana butir 1 sampai dengan 4.

Berdasarkan pernyataan tersebut diatas, maka jelaslah bahwa peran Kementerian Perhubungan dalam penyusunan Tatralok adalah membantu Pemerintah Daerah. Secara kuantitatif, distribusi peranan pemerintah pusat dan pemerintah daerah diperkirakan 40% banding 60%.

2.7 PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL

Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama).

Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu.

Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional.

Konektivitas Nasional menyangkut kapasitas dan kapabilitas suatu bangsa dalam mengelola mobilitas yang mencakup 5 (lima) unsur sebagai berikut:

Gambar

Gambar 3.3. Proses Pengembangan Jaringan Transportasi Kabupaten/Kota
Gambar 3.4. Interaksi Perkembangan Wilayah dengan Kebutuhan TransportasiPerkembanganwilayahKebijakan perencanaan(MP3EI, RTRW, Renstra,Tatrawil, dll)Mekanisme pasar(natural setting)REGIONALDEVELOPMENT Faktor Sosio
Gambar 3.7. Sistem Zona Kecamatan
Gambar 3.8. Mekanisme Estimasi Trip Ends dan MAT di Propinsi Maluku Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, peneliti menggunakan pendekatan literasi matematis dengan tahapan yakni diawali dengan menyajikan masalah, kemudian mahasiswa

30 The key objectives of the ROMS are to support the PPMUs and DPMUs through the provision of technical support principally in the following key areas: (a) day to day management

Hasil survei balita Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas balita di Indonesia memiliki status gizi baik dengan berat badan normal, tingkat kesehatan sedang, pekerjaan ibu

Motivasi dasar kehadiran Organisasi non pemerintah (Ornop) atau yang lebih akrab dengan sebutan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) secara umum ingin berperan sebagai “pengimbang”

Pada awal simulasi yaitu pada selang waktu (1 – 3 menit) dapat diasumsikan bahwa gelombang telah bergerak tetapi masih berada diperairan dalam, sehingga belum terlihat kenaikan

Roberts A. Emmons sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, ada 5 ciri orang yang cerdas secara spiritual. 2) Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak. Dua

• Untuk menahan beban tarik & beban geser dari luar atau gabungan keduanya, maka yang baik digunakan sambungan baut dengan cincin penahan yg diperkeras..

Kitosan dengan rasio 1:20 waktu reaksi 0,5 jam memiliki derajat deasetilasi 71,92%, sedangkan hasil analisa derajat deasetilasi menunjukkan bahwa pada waktu reaksi 3 jam diperoleh