• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR PERANCANGAN ROTOR TRANSMITER KOMPATIBEL DENGAN MESIN DRAW ROLL RIETER J 7/30

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS AKHIR PERANCANGAN ROTOR TRANSMITER KOMPATIBEL DENGAN MESIN DRAW ROLL RIETER J 7/30"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PERANCANGAN ROTOR TRANSMITER

KOMPATIBEL DENGAN MESIN

DRAW ROLL RIETER J 7/30

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Disusun Oleh :

Nama : Siswanto NIM : 41406110074

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

N a m a : Siswanto N.P.M : 41406110074 Jurusan : Teknik Industri Fakultas : Teknik Elektro

Judul Skripsi : Perancangan Rotor Transmiter Kompatibel Dengan Mesin Draw Roll Rieter J 7/30

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.

Tangerang, 4 Juli 2009

Rp.6000

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PERANCANGAN ROTOR TRANSMITER

KOMPATIBEL DENGAN MESIN

DRAW ROLL RIETER J 7/30

Disusun Oleh : Nama : Siswanto NIM : 41406110074 Jurusan : Teknik Elektro Peminatan : Elektronika

Disetujui oleh,

Pembimbing Koordinator TA /

Ketua Program Studi Teknik Elektro

(4)

ABSTRAK

Dalam banyak aplikasi, transducer sangat berperan dalam menjembatani aliran sinyal dari sensor ke pemprosesan selanjutnya. Adapun metodenya bisa bermacam-macam tergantung desain kontrol yang dibutuhkan.Kusus untuk mesin Draw Roll Rieter tipe J/30, pengontrolan temperatur draw roll mengunakan transducer yang terdiri dari dua bagian yang terpisah yaitu rotor transmitter, merupakan bagian yang bergerak dan memancarkan cahaya dengan frekuensi tertentu tergantung besarnya suhu yang terdeteksi oleh sensor 2xPT 100 dan stator transmitter, yaitu bagian yang tetap berfungsi mengubah besaran cahaya menjadi besaran listrik dengan frekuensi yang sama. Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah merancang suatu alat yang ditujukan sebagai penggganti fungsi rotor transmitter dengan cara mengubah besaran resistan sebagai pengaruh dari perubahan suhu kebentuk sinyal pulsa dengan frekuensi tertentu.

Metode yang digunakan adalah dengan memanfaatkan fitur-fitur yang ada dalam mikroprosesor ATtiny 26 untuk membaca perubahan resistan pada sensor PT 100 akibat pengaruh temperatur. Hasil pembacaan tersebut diolah sesuai dengan program yang sudah disiapkan sehingga menghasilkan sinyal keluaran berupa sinyal pulsa dengan frekuensi tertentu sesuai dengan data.

Hasil akhir dari perancangan ini adalah alat yang bisa membaca perubahan suhu dan mengeluarkan sinyal pulsa dengan duty cycle rata 49,77 % dan frekuensi variable sesuai dengan data pada sistem pemanasan mesin Draw Roll Rieter J 7/30. Berdasarkan pengamatan tingkat deviasi frekuensi keluaran terhadap data sekitar 0.03 %.

(5)

KATA PEGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tidak lupa kami juga mengucapkan syukur kepada orang-orang yang terus memberikan dukungan semangat dan doa terutama kedua orang tua, kakak, serta keluarga tercinta.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini, terutama kepada:

1. Bapak DR. Andi Ardiansyah, ST, M. Eng. selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan masukan serta bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

2. Bapak Ir. Yudhi Gunadhi, MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Elektro.

3. Segenap Dosen pengajar Teknik Elektro UMB yang telah memberikan kuliah dan berbagai ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan Strata-1.

4. Safaatin, dengan kesetiaan dan kesabarannya mendampingi dan Aulia, Ian, serta Maya dengan kelucuannya yang selalu menggugah semangat hingga terselesaikannya tugas akhir ini.

5. Seluruh rekan-rekan di UMB yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu namanya sekali lagi kami ucapkan Terima Kasih.

Semoga Alloh memberikan balasan terbaik bagi semuanya. Amin.

Dengan kemampuan yang terbatas, kami berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat meskipun masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam tugas akhir ini. Semoga dapat kiranya menambah khasanah bagi kita semua

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul……… i

Halaman Pernyataan………... ii

Halaman Pengesahan……….. iii

Abstraksi………. iv

Kata Pengantar……… v

Daftar Isi………. vi

Daftar Tabel……… viii

Daftar Gambar……… ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….………..….. 1 1.2 Rumusan Masalah……….… 2 1.3 Batasan Masalah………... 2 1.4 Tujuan Penulisan………... 2 1.5 Metode Penulisan……….. 3 1.6 Sistematika Penulisan……… 3

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Mesin Draw Roll tipe J7/30 merek RIETER……… 5

2.2 Sistem Kontrol Temperatur………. 6

2.3 Mikrokontroler ATtiny 26……….. 6

2.3.1 Fitur……… 7

2.3.2 Konfigurasi Pin……… 8

2.3.3 Peta Memori……… 8

2.3.4 Timer/counter……….……….. 11

2.3.5 Konversi Analog ke Digital……… 12

(7)

BAB III PERANCANGAN ROTOR TRANSMITER YANG KOMPATIBEL DENGAN MESIN DRAW ROLL RIETER J 7/30

3.1 Data Teknis Alat……….. 15

3.2 Perancangan alat……….. 15

3.2.1 Perancangan Cara Kerja Alat……….. 17

3.2.2 Perancangan Perangkat Keras……….. 18

3.2.3 Perancangan Perangkat Lunak……….. 21

3.2.3.1 Tahap Linierisasi Data………. 22

3.2.3.2 Konversi Sinyal Analog Ke Sinyal Digital………… 23

3.2.3.3 Pembangkitan Pulsa……… 25

3.2.3.4 Pembangkitan Pulsa Berdasar Perubahan Suhu….. 28

BAB IV PERCOBAAN DAN ANALISIS DATA……… 30

4.1 Pengujian Blok Catu Daya……… 30

4.2 Pengujian Blok Sinyal Analog……… 30

4.2.1 Pengujian Blok Tegangan Acuan Negatif…………. 31

4.2.2 Pengujian Blok Tegangan Acuan Positif……… 31

4.2.3 Pengujian Blok Pembangkit Pulsa……….. 32

4.2.4 Pengujian Blok Pengendali (Driver)……… 33

4.3 Teknik Pengambilan Data……… 33

4.4 Perhitungan Kesalahan Sistem Resistansi……….. 33

4.5 Perhitungan Kesalahan Alat Keseluruhan……….. 35

4.6 Analisis Data……… 35 BAB V PENUTUP……….. 38 5.1 Kesimpulan……….. 38 5.2 Saran………. 38 5.3 Rencana Pengembangan……… 39 DAFTAR PUSTAKA……… 40 LAMPIRAN……….. 41

(8)

DAFTAR TABEL

3.1 Perbandingan nilai suhu, resistan, dan frekuensi……… 16

3.2.a Hasil konversi tidak linier………... 23

3.2.b Hasil konversi yang telah dilinierkan……….. 23

4.1 Hasil Pengukuran tegangan acuan positif………. 32

4.2 Hasil Pengukuran sistem resistansi……… 34

(9)

DAFTAR GAMBAR

2.1.a Mesin Draw Roll merek Rieter tipe J7/30 tampak depan……… 5

2.1.a Mesin Draw Roll merek Rieter tipe J7/30 tampak samping……... 5

2.2 Konfigurasi Pin ATtiny 26………….……… 8

2.3 Peta Memori ATtiny 26……….. 9

2.4 Blok Diagram Mikrokontroler ATtiny 26……….. 10

2.5 Skema Blok ADC ATtiny 26….………. 13

2.6 Skema Dasar LM 334……….. 14

2.7 KarakteristikTurn-On Voltage LM 334……….. 14

3.1 Diagram Blok Perancangan………..17

3.2 Rangkaian Catu Daya……….. 18

3.3 Tegangan Acuan Negatif………. 19

3.4 Tagangan Acuan Positif………19

3.5 Blok Pembangkit Pulsa……… 20

3.6 Blok Pengendali……….. 21

3.7 Grafik Perbandingan Suhu dan frekuensi………... 21

3.8 Cara Kerja Timer 1……….. 25

4.1 Pengukuran Blok Tegangan Acuan Negatif……….31

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Proses pembuatan synthetic yarn/benang sintetis merupakan suatu proses yang panjang, berkelanjutan dan berkesinambungan. Pada saat berlangsungnya proses, perlakuan-perlakuan khusus terhadap tekanan, suhu dan kecepatan mutlak dilakukan. Proses tersebut mencakup peleburan chips polymer (secara fisis seperti biji plastik), spinningisasi, penarikan (stressing), dan penggulungan (winding). Pada saat proses penarikan benang (stressing) digunakan mesin Draw Roll merek Rieter tipe J/30 . Pada proses ini utamanya adalah benang dililitkan pada roll ganda yang berputar dengan kecepatan berbeda sehingga timbul penarikan (stressing) sambil dikontrol temperaturnya agar stabil sesuai dengan setting yang dikehendaki.

Untuk pengontrolan temperatur menggunakan sistem tersendiri yang disebut Rieter Hating System yang terdiri dari:

a. 2xPT100 sebagai sensor temperatur dimana temperatur mempengaruhi perubahan nilai resistan.

b. Temperature transducer, mentransmisikan sinyal listrik akibat perubahan resistan kebentuk frekuensi dari rotate part ke static part. Temperature transducer ini ada dua bagian yaitu:

Rotor Transmitter merupakan bagian yang berputar (rotate part) Stator Transmitter merupakan bagian yang tetap (static part) c. Temperature controller module mengontrol pemanasan pada Draw Roll d. Temperature set point module untuk mengatur temperatur yang diinginkan e. Temperature display module untuk mengetahui besaran temperatur aktual

maupun set poin.

Pada saat ini banyak Rotor Transmitter yang rusak dan tidak bisa di perbaiki sehingga hanya menjadi besi tua yang tidak banyak berguna. Hal ini disebabkan

(11)

karena struktur/model Rotor Transmitter yang terdiri dari rangkaian elektronik dan dilapisi lapisan keras semacam epoxy (agar rangkaian elektronik tidak rusak akibat gaya sentrifugal). Dengan model seperti itu, membuka lapisan epoxy berarti menghancurkan papan rangkaian elektroniknya.

Disamping itu, harga Rotor Transmitter yang mahal karena produk impor serta waktu pengiriman/pengkapalan yang lama juga merupakan permasalahan tersendiri.

Dengan latar belakang tersebut maka tersirat sebuah pemikiran untuk mengangkat

tema “PERANCANGAN ROTOR TRANSMITTER KOMPATIBEL

DENGAN MESIN DRAW ROLL RIETER TIPE J/30” sebagai tugas akhir.

1.2Rumusan Masalah

Tugas akhir ini dilaksanakan dalam rangka untuk menjawab bagaimana memanfaatkan kembali Rotor Transmitter yang sudah rusak sehingga bisa digunakan kembali.

1.3Batasan Masalah

Agar pembahasan tugas akhir ini mengarah pada sasaran dan tidak keluar dari jalur yang diharapkan maka batasan masalah diarahkan sebagai berikut: Tugas akhir ini membahas perubahan nilai resistan akibat pengaruh temperatur menjadi sinyal pulsa dengan frekuensi tertentu sesuai dengan data.

1.4Tujuan Penulisan

Tujuan tugas akhir ini adalah merancang suatu alat yang dapat difungsikan sebagai rotor transmitter dengan cara mengubah besaran resistan sebagai pengaruh dari perubahan suhu kebentuk sinyal pulsa dengan frekuensi tertentu.

(12)

1.5Metode Penulisan

Metode penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu Studi kepustakaan

Yaitu dengan cara penelusuran pustaka melalui referensi-referensi yang menunjang tema penulisan yang didapat dari perpustakaan, situs-situs internet, jurnal, bulletin serta bahan-bahan perkuliahan dari dosen. Kesemuanya digunakan untuk memperkuat landasan teori sebagai acuan dalam perancangan alat.

Metode eksperimen

Yaitu dengan cara melakukan pembuatan alat dan pengujian terhadap alat yang dibuat.

1.6Sistimatika Penulisan

Sistimatika penulisan laporan tugas akhir ini dibagi dalam lima bab dengan masing-masing bab diuraikan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan hal-hal yang mendasari pengerjaan tugas akhir ini. Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistimatika penulisan.

BAB II: LANDASAN TEORI

Berisikan teori-teori yang menunjang dalam pengerjaan tugas akhir ini. Mencakup tentang pengertian dasar mesin, kontrol panas pada mesin, rangkaian penunjang, dan komponen yang digunakan dalam pembuatan alat.

BAB III: PERANCANGAN ALAT

Berisikan blok diagram dan pemrograman mikrokontroler BAB IV: UJI COBA ALAT

Berisi penjelasan tentang pengujian alat dan menjelaskan hasil dari pengujian serta membandingkan hasil pengukuran dengan data.

(13)

BAB V : PENUTUP

Berisikan kesimpulan hasil dari pengujian alat, saran serta kemungkinan pengembangan kedepan.

(14)

BAB II

LANDASAN TEORI

Teori dasar yang berhubungan dengan komponen-komponen pendukung yang terkait dalam pembuatan Rotor Transmitter termasuk sistem kontrol panas pada mesin draw roll J 7/30 merek Rieter akan dijelaskan secara sistimatik pada bab ini untuk mempermudah memahami cara kerja alat.

2.1 Mesin Draw Roll tipe J7/30 merek RIETER

Pada saat proses penarikan benang (stressing) digunakan mesin Draw Roll merek Rieter tipe J/30 seperti pada gambar dibawah. Disini proses utamanya adalah benang dililitkan pada roll ganda yang berputar dengan kecepatan berbeda sehingga timbul penarikan sambil dikontrol temperatur rollnya agar stabil sesuai dengan setting yang dikehendaki.

Gambar 2.1 Mesin Draw Roll merek Rieter tipe J/30 tampak depan (a) dan tampak samping kiri (b)

(15)

2.2 Sistem Kontrol Temperatur

Sistem kontrol temperatur Rieter dikembangkan untuk mengontrol proses pemanasan pada mesin Draw Roll tipe J 7/30 produksi Rieter. Ini terdiri dari 2xPT100 sebagai sensor suhu, Transmiter untuk mentransmisikan hasil pembacaan sensor dari bagian bergerak (berputar) ke bagian tak bergerak, modul kontroler sebagai pengatur suhu, heater sebagai elemen pemanas roll yang dikontrol oleh kontroler.

Suhu pada draw roll merupakan bagian yang dikontrol oleh sistem. Nilai aktual dan setpoin berupa sinyal frekuensi digital. Keuntungan dari sinyal ini adalah dapat ditransmisikan tanpa ada interferensi oleh sinyal tegangan lain.

Kontroler dengan mode PID mengolah data digital dari sinyal setpoin dan aktual dengan tujuan akhir untuk mengontrol heater sebagai pemanas roll melalui elemen kontrol TRIAC. Disamping itu Kontroler juga mengakomodasikan pengaturan setpoin, display temperatur, dan berbagai fungsi keamanan seperti kegagalan sistem pengamanan terhadap hubung pendek. Elemen kontrol akan OFF bila temperatur menunjukan nilai diluar batas.

2.3 Mikrokontroler ATtiny 26

Atmel, salah satu perusahaan yang bergerak di bidang mikroelektronika, telah mengembangkan AVR (Alf and Vegard’s Risc processor) sekitar tahun 1997. Berbeda dengan mikrokontroler keluarga MCS51, AVR menggunakan arsitektur RISC (Reduce Instruction Set Computer) dengan lebar bus data 8 bit. Perbedaan ini bisa dilihat dari segi frekuensi kerjanya dan jumlah set intruksinya. MCS51 memiliki frekuensi kerja seperduabelas kali frekuensi osilator sedangkan frekuensi kerja AVR sama dengan frekuensi kerja osilator. Jadi dengan frekuensi osilator yang sama, kecepatan AVR duabelas kali lebih cepat dibanding kecepatan MCS51.

Secara umum AVR dibagi menjadi 4 kelas yaitu ATtiny, AT90S, ATMega dan AT86RF. Perbedaan antar tipe AVR terletak pada fitur-fitur yang ditawarkan, sementara dari segi arsitektur dan set intruksi yang digunakan hampir sama.

(16)

2.3.1 Fitur

Mikroprosesor ATtiny 26 mempunyai fitur-fitur sebagai berikut: a) 8 bit AVR dengan daya rendah dengan performa tinggi

b) Arsitektur RISC

Mempunyai 118 intruksi dengan masing-masing intruksi bekerja pada satu klok frekuensi

32 Register kerja masing-masing 8bit

Kecepatan maksimal mencapai 16 MIPS (Million Instruction Per Second) pada frekuensi 16 MHz

c) Program Memory

2 KB memori flash dengan fasilitas in system programmable dan berkemampuan 10.000 kali tulis/hapus

128 byte memori SRAM internal

128 byte memori EEPROM dengan fasilitas in system programmable dan berkemampuan 100.000 kali tulis/hapus

Terdapat penguncian program pada program flash dan data EEPROM untuk keamanan

d) Timer/Counter

I buah 8 bit timer/counter

1 buah 8 bit timer/counter kecepatan tinggi 2 buah kanal PWM frekuensi tinggi e) Konversi analog ke digital internal 10 bit

11 kanal Analog to Digital Converter (ADC) tunggal

8 kanal Analog to Digital Converter (ADC) diferensial, 7 diantaranya dilengkapi dengan gain (1x, 20x)

f) Komparator analog

g) Universal Serial Interface dengan detektor kondisi awal h) Interup eksternal

i) Interup perubahan pin terdapat pada ke-11 pin j) Osilator RC internal

(17)

2.3.2 Konfigurasi Pin

Mikroprosesor ATtiny 26 mempunyai konfigurasi pin sebagai berikut:

Keterangan:

a) VCC, pin suplai tegangan b) GND, pin ground

c) AVCC, pin suplai tegangan untuk PORT A dan Analog to Digital Converter (ADC)

d) PORT A (PA7-PA0), pin I/O dua arah ,dapat berfungsi lain sebagai kanal Analog to Digital Converter (ADC), kanal analog komparator dan interup oleh perubahan kondisi pin .

e) PORT B, pin I/O dua arah, dapat berfungsi lain sebagai kanal ADC, kanal PWM, SPI, USI, reset, interup oleh perubahan kondisi pin dan eksternal klok.

2.3.3 Peta Memori

ATtiny 26 memiliki dua ruang memori utama yaitu memori data dan memori program. Selain dua memori utama ATtiny 26 juga memiliki fitur EEPROM yang dapat digunakan sebagai penyimpan data.

(18)

a. Memori Flash

ATtiny 26 memiliki memori flash sebesar 2Kbytes untuk memori program. Memori Flash mempunyai ketahanan baca/hapus sebanyak 10.000 kali. Memiliki program counter (PC) selebar 10 bit sehingga mampu mengalamati 1024 alamat memori program.

b. SRAM

ATtiny 26 memiliki alamat 224 memori data yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu 32 lokasi register file, 64 lokasi I/O register dan 128 internal SRAM. Tampak pada gambar bahwa alamat $00-$1F ditempati oleh register file. Alamat $20-$5F ditempati oleh I/O register. Sisanya $60-$DF sebagai internal SRAM sebesar 128 byte.

(19)

c. EEPROM

ATtiny 26 juga memiliki memori data berupa EEPROM 8 bit sebesar 128 byte. EEPROM mempunyai ketahanan baca/hapus sebanyak 100.000 kali untuk setiap lokasi.

(20)

2.3.4 Timer/Counter

ATtiny 26 dilengkapi dengan dua timer/counter 8 bit, yaitu timer 0 dan timer 1. Masing-masing timer/counter mempunyai dasar pewaktuan dan pembagi klok (prescaler) tersendiri. Dasar pewaktuan timer 0 bersumber pada klok sistem (klok osilator) sedangkan timer 1 mempunyai 2 mode klok yaitu mode sinkron dan mode asinkron. Mode sinkron menggunakan klok sistem (CK) sebagai dasar pewaktuan sedangkan mode asinkron menggunakan fast peripheral clock (PCK) sebagai dasar pewaktuan.

a. Timer 0

Timer 0 mempunyai satu register kontrol (TCCR0) dan satu register pencacah (TCNT0). Dengan memberikan nilai pada bit CS (clock select) di register TCCR0 maka register pencacah mulai mencacah maju sampai kondisi register kontrol bernilai nol. Jika register pencacah mencapai nilai 255 dan timer masih aktif maka pada klok berikutnya pencacah akan bernilai 0 dan pada saat itu pula timbul overflow. Kondisi overflow menyebabkan bit TOV0 pada register TIFR menjadi set “1”. Jika sebelumnya bit TOIE0 pada register TIMSK dan bit I pada register SREG telah terkondisi set maka proses interupsi oleh overflow timer 0 dieksekusi.

b. Timer 1

Timer 1 mempunyai dua register kontrol, satu register pencacah dan tiga register pembanding. Penggunaan mode sinkron dan asinkron tergantung dari seting bit PCKE pada register PLLCSR. Jika bit PCKE set maka timer bekerja pada mode asinkron (kecepatan tinggi 64 MHz). Register control TCCR1A berfungsi untuk menentukan mode kerja dari timer 1, mode PWM atau mode normal. Dengan memberikan nilai pada bit CS (clock select) di register TCCR1B maka register pencacah TCNT1 mulai mencacah maju sampai kondisi bit-bit CS bernilai nol. Selama proses pencacahan, isi register TCNT1 selalu di bandingkan dengan isi dari register OCR1A, OCR1B dan OCR1C. Pada saat isi register OCR1A sama dengan isi TCNT1 maka bit OCF1A set. Jika sebelumnya bit OCIE1A dan bit I

(21)

telah terkondisi set maka interup akan dieksekusi. Begitu pula pada saat isi register OCR1B sama dengan isi TCNT1 maka bit OCF1B set. Jika sebelumnya bit OCIE1B dan bit I telah terkondisi set maka interup akan dieksekusi. OCR1C akan berfungsi jjika bit CTC1 set. Pada kondisi CTC1 set dan isi OCR1C dan TCNT1 sama maka bit TOV1 set. Jika sebelumnya bit TOIE1 dan bit I telah terkondisi set maka interup akan dieksekusi dan isi register TCNT1 kembali ke posisi nol.

2.3.5 Konversi Analog ke Digital

ATtiny 26 mempunyai 11 pin Analog to Digital Converter (ADC) kanal tunggal dimana 7 pin terdapat di port A dan 4 pin di port B. Dari ke-11 pin tersebut 8 diantaranya merupakan kanal diferensial dilengkapi dengan penguatan yang dapat dipilih antara 0db (1x) dan 26 db (20x). ADC berisi sample and hold amplifier untuk memastikan bahwa tegangan input ADC ditahan pada posisi konstan selama konversi. Blok diagram ADC ditunjukan oleh gambar 2.4.

Pin AVCC merupakan tegangan suplai ADC. Besar tegangan di pin AVCC tidak boleh berbeda lebih dari ±0,3 V DC dari VCC. Disamping itu ATtiny juga mempunyai sumber tegangan referensi internal sebesar 2.56 V DC dan bisa dikoupling dengan kapasitor di pin AREF.

ADC mengubah masukan analog berupa tegangan kebentuk besaran digital 10 bit. Nilai minimumnya direpresentasikan oleh GND sedangkan nilai maksimumnya direpresentasikan oleh tegangan yang ada pada pin AREF atau pin AVCC atau dengan referensi internal 2,56 V. Jika menggunakan referensi internal maka dianjurkan memasang kapasitor pada pin AREF agar lebih tahan terhadap gangguan (nois).

Konversi dimulai dengan memberikan logika “1” pada bit ADCSC. Bit ini akan bernilai high selama masa konversi tetapi jika konversi selesai maka segera bernilai low.

(22)

2.4 Adjustable Current Source LM 334

LM 334 adalah sumber arus yang diproduksi oleh National Semiconductor. Besarnya arus keluaran dari komponen ini bisa diubah sesuai dengan kebutuhan hanya dengan memberikan resistor tanpa ada tambahan komponen lain. Dapat dioperasikan pada range tegangan antara 1 V sampai 40 V.

(23)

Pengaturan arus keluaran antara 1 µA sampai 10 mA tergantung besar kecilnya R set. LM 334 tersedia dalam kemasan TO-46 dan TO 92.

+ V in

- V in

R set

Gambar 2.6 Skema dasar LM 334

Gambar 2.7 Karakteristik Turn-On Voltage LM 334

(24)

BAB III

PERANCANGAN ROTOR TRANSMITER KOMPATIBEL

DENGAN MESIN DRAW ROLL J/30 RIETER

3.1 Data Teknis Alat

Di dalam perancangan rotor transmitter ini (untuk seterusnya disebut alat), hal utama yang harus dipenuhi adalah kesesuaian data teknis alat dengan sistem yang sudah ada pada mesin Draw Roll J/30 merek Rieter. Adapun data sistem yang sudah ada adalah sebagai berikut:

Power suplai : 18 Vac ± 5%, max 500mA, 48-62Hz Sensor suhu : RTD 2 x PT100 (di susun seri) Resolusi : 0.5 oC

Sinyal penerimaan : - sinar infra merah

- jangkauan frekuensi 14935 Hz sampai 21731 Hz

3.2 Perancangan Alat

Perancangan alat ini dilakukan dengan menganggap bahwa lilitan pada alat masih berfungsi baik sehingga dapat memindahkan tegangan 18 V AC dari stator ke alat. Perancangan alat ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu perancangan cara kerja alat, perancangan perangkat keras (hardware) dan perancangan perangkat lunak (software).

(25)

ºC Hz ºC Hz 0 200,0 21.731 155 318,4 17.353 5 203,9 21.524 160 322,1 17.286 10 207,8 21.321 165 325,8 17.198 15 211,7 21.125 170 329,5 16.992 20 215,6 20.934 175 333,2 16.908 25 219,5 20.748 180 336,9 16.853 30 223,3 20.568 185 340,6 16.763 35 227,2 20.391 190 344,3 16.693 40 231,1 20.221 195 348,0 16.585 45 234,9 20.155 200 351,7 16.459 50 238,8 19.992 205 355,4 16.314 55 242,6 19.834 210 359,0 16.230 60 246,5 19.681 215 362,7 16.148 65 250,3 19.529 220 366,3 16.068 70 254,1 19.483 225 370,0 15.989 75 258,0 19.139 230 373,6 15.950 80 261,8 19.001 235 377,3 15.803 85 265,6 18.864 240 380,9 15.758 90 269,4 18.730 245 384,5 15.644 95 273,2 18.680 250 388,2 15.601 100 277,0 18.572 255 391,8 15.568 105 280,8 18.407 260 395,4 15.467 110 284,6 18.324 265 399,0 15.397 115 288,4 18.104 270 402,6 15.329 120 292,1 17.987 275 406,2 15.309 125 295,9 17.873 280 409,8 15.294 130 299,6 17.759 285 413,4 15.126 135 303,4 17.650 290 416,9 15.062 140 307,1 17.591 295 420,5 14.978 145 310,9 17.506 300 424,1 14.935 150 314,6 17.426

Tabel 3.1 Perbandingan Nilai Suhu, Resistan dan Frekuensi

(26)

3.2.1 Perancangan Cara Kerja Alat

Secara garis besar perancangan alat seperti tampak pada diagram dibawah.

Gambar 3.1 Diagram Blok Perancangan

Suhu pada roll dibaca oleh RTD 2 x PT 100. Perubahan suhu mengakibatkan perubahan resistansi pada sensor sesuai dengan Tabel 3.1. Dengan mengalirkan arus secara konstan 1 mA maka diperoleh tegangan sesuai dengan rumus hukum OHM. Tegangan ini sebagai tegangan acuan positif.

Contoh pada suhu 100 o C, resistan pada sensor sebesar 277 , maka dengan arus 1 mA diperoleh tegangan 277 x 1 mA = 277 mV.

Disisi lain pada suhu 0 derajat, pembacaan sensor menunjukan 200 maka diperlukan sumber tegangan 200 mV sebagai tegangan acuan negatif. Tegangan 200 mV tersebut diperoleh dengan mengalirkan arus 1 mA melalui resistor 200 .

Tegangan acuan positif dan tegangan acuan negatif dihubungkan dengan mikrokontroler pada kaki yang terhubung dengan modul ADC internal. Keluaran dari mikrokontroler berupa sinyal on-off pada salah satu pinnya dengan frekuensi tertentu sesuai dengan Tabel 3.1. Sinyal on-off tersebut dikuatkan dan digunakan untuk mengatur penyalaan IR-LED.

2x PT 100 Pengkondisi Arus Pengkondisi sinyal

µC

ATtiny 26 Driver Catu Daya IR LED

(27)

3.2.2 Perancangan Perangkat Keras

Perancangan perangkat keras dikelompokan menjadi empat blok yaitu blok catu daya, blok sinyal analog, blok pembangkit pulsa dan blok pengendali (driver).

a). Blok Catu Daya

Perancangan ini menggunakan rangkaian catu daya yang umum digunakan terdiri dari Diode Bridge, voltage regulator 5V dan dua buah kapasitor. Secara singkat blok ini mengubah tegangan AC18 V menjadi tegangan DC 5 V (gambar 3.1)

Gambar 3.2 Rangkaian Catu Daya

b). Blok Sinyal Analog

Untuk mendapatkan linieritas terbaik, elemen sensor dengan RTD membutuhkan arus referensi yang stabil sebagai eksitasinya. Pada perancangan ini menggunakan adjustable current sources LM 334 produksi National Semiconductor. Pengukuran dapat digunakan jika arus keluaran dari LM 334 dibatasi maksimal sekitar 1 mA . Jika arus yang melewati RTD lebih dari 1 mA akan timbulnya self heating pada RTD tersebut.

Pengaturan arus keluaran LM 334 dilakukan dengan cara memberikan nilai Rset sesuai dengan tabel yang ada pada lembar data LM334 (Tabel 2.7). Ada dua subblok dimana masing masing berfungsi sebagai tegangan acuan negatif dan tegangan acuan positif . Tegangan acuan negatif (gambar 3.3) diperoleh dengan mengalirkan arus 1 mA melalui sebuah resistor 200 . Ini diperlukan karena suhu

D1 Bridge1 IN 1 2 OUT 3 GND U1 C1 C2 VCC 1 2 JP1

(28)

0o C oleh sensor PT 200 ditunjukan dengan resistan 200 .Tegangan acuan positif (gambar 3.4) diperoleh dengan mengalirkan arus 1 mA ke sensor. Sehingga berapapun nilai resistan pada sensor, itulah nilai tegangan aktualnya.

d). Blok Pembangkit Pulsa

Blok pembangkit pulsa ini berupa mikrokontroler yang di program khusus untuk mengeluarkan pulsa dengan frekuensi tertentu sesuai dengan pembacaan sinyal analog yang masuk. Mikrokontroler yang digunakan adalah produk dari Atmel yaitu ATtiny 26. Dipilih mikrokontroler jenis itu karena mempunyai beberapa keunggulan yaitu bentuknya kecil terdiri dari 20 pin, didalamnya sudah terdapat modul ADC dan terdapat klok internal serta mempunyai klok untuk timer dengan kecepatan yang tinggi

Dengan keunggulan seperti tersebut maka tidak diperlukan komponen tambahan lainnya. Hanya saja untuk keperluan penggunaan internal modul ADC diperlukan sebuah induktor dan kapasitor sebagaimana terdapat didalam lembar data. 2 +V 3 V-1 ADJ LM334Z 5 V 1 2 JP21 2 +V 3 V-1 ADJ LM334Z 5 V 200

Gambar.3.4 Tegangan acuan positif Gambar.3.3 Tegangan acuan negatif

(29)

Pada modul ADC terdapat keunggulan seperti adanya masukan diferensial lengkap dengan gainnya. Pada perancangan ini menggunakan masukan ADC yaitu tegangan acuan positif terhubung dengan pin PA.0 dan tegangan acuan negatif terhubung dengan pin PA.1, sedangkan keluaran dari pin PB.6.

e) . Blok Pengendali (driver)

Blok ini mengendalikan penyalaan LED Infra Merah berdasarkan pulsa yang dikirim oleh mikrokontroler. Rangkaian ini terdiri dari sebuah transistor, resistor dan IR-LED disusun seperti tampak pada gambar 3.6.

Keluaran

(30)

3.2.3 Perancangan Perangkat lunak

Secara garis besar alur program berjalan dari konversi nilai analog ke nilai digital terhadap sinyal yang masuk. Nilai dari hasil konversi tersebut digunakan sebagai alamat untuk mengambil data. Data tersebut diisikan ke register-register timer sehingga keluaran dari timer berbrntuk sinyal pulsa dengan frekuensi tertentu. Perancangan perangkat lunak ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu tahap linierisasi data, tahap konversi sinyal analog ke sinyal digital dan tahap pembangkitan pulsa.

Gambar 3.7 Grafik Perbandingan Suhu Dan Frekuensi 1k R6 68 R7 Q1 2N3904 IR Led 5 V Hz o C Port B.6

(31)

3.2.3.1 Tahap Linierisasi Data

Pada data diatas (tabel 3.1) diketahui perbandingan antara nilai hambatan hasil dari pembacaan sensor RTD dan frekuensi yang dikeluarkan tidak linier (gambar 3.7). Sehingga diperlukan linierisasi data untuk memudahkan dalam membuat program pada mikrokontroler. Linierisasi dilakukan dengan menjaga agar data digital hasil dari konversi sinyal analog ke sinyal digital tidak ada yang hilang.

Contoh proses linierisasinya adalah sebagai berikut:

Data diambil dari Tabel 3.1 misalnya pada suhu 20o C dan 25o C. Hasil pembacaan RTD pada suhu 20o C adalah 215,6 dan frekuensi keluaran 20,934 Hz. Hasil pembacaan RTD pada suhu 25o C adalah 219,5 dan frekuensi keluaran 20,748 Hz. Selisih antara kedua data tersebut dibagi 10 (untuk mendapatkan resolusi pembacaan 0.5 oC) kemudian hasil baginya ditambahkan dengan data sebelumnya (lihat pada tabel 3.2.a). Sedangkan untuk nilai ADC diperoleh dengan rumusan yang ada pada lembar data yaitu:

ADC

… … … ..( 3.1)

V ref = tegangan yang masuk pada pin AVCC

Pada suhu 20o C nilai hasil konversi ADC

Dalam bentuk bilangan heksa 63,8 = 3F

Pada suhu 25o C nilai hasil konversi ADC

Dalam bentuk bilangan heksa 79,8 = 4F

Tetapi pada Tabel 3.2.a ada nilai bilangan heksa yang hilang sehingga diperlukan perubahan seperti tampak pada Tabel 3.2.b

(32)

ºC Ohm Hz ADC (hex) ºC Ohm Hz ADC (hex) 20 215.6 20,934.0 3F 20 215.6 20,934.0 3F 20.5 216.0 20,915.4 41 40 21 216.4 20,896.8 42 20.5 216.0 20,915.4 41 21.5 216.7 20,878.2 44 21 216.4 20,896.8 42 22 217.1 20,859.6 46 43 22.5 217.5 20,841.0 47 21.5 216.7 20,878.2 44 23 217.9 20,822.4 49 45 23.5 218.3 20,803.8 4A 22 217.1 20,859.6 46 24 218.7 20,785.2 4C 22.5 217.5 20,841.0 47 24.5 219.1 20,766.6 4E 48 25 219.5 20,748.0 4F 23 217.9 20,822.4 49 23.5 218.3 20,803.8 4A 4B 24 218.7 20,785.2 4C 4D 24.5 219.1 20,766.6 4E 25 219.5 20,748.0 4F

3.2.3.2 Konversi Sinyal Analog Ke Sinyal Digital

Sebelum konversi dimulai perlu dilakukan inisialisai terlebih dahulu. Inisialisasi ini mencakup pengisian register admux (adc multiplexer selection) dan register adcsr (adc control and status register).

ldi temp,0b00001001 out admux,temp ldi temp,0b10000101 out adcsr,r16

Pada register admux maksudnya adalah pin PA0 sebagai diferential negative input terhubung dengan sinyal aktual (gambar 3.3), PA1 sebagai positive differential input terhubung dengan sinyal acuan 200 mA (gambar 3.2) dan dengan penguatan 1kali. Sedangkan pada register adcsr maksudnya adalah aktivasi modul adc dengan prescaler 128. Nilai prescaler 128 dipilih untuk mendapatkan klok ADC yang sesuai dengan lembar data yaitu antara 50 KHz sampai 200KHz. Dengan

Tabel 3.2.a Tabel Hasil Konversi Tidak Linier

Tabel 3.2.b Tabel Hasil Konversi Yang Telah Dilinierkan

(33)

nilai prescaler tersebut diperoleh klok ADC 125 KHz (hasil dari klok mikrokontroler dibagi 128). Sampai saat ini konversi belum dilakukan.

a) Konversi pada saat start up

Konversi dimulai setelah inisialisasi ADC selesai dan bit ADSC pada register ADCSR set (bit” 1” ). Jika konversi selesai maka dengan sendirinya bit ADSC off dan bit ADIF set. Data hasil konversi pada register ADC diambil dan diolah untuk menentukan parameter timer 1.

sbi $06,6 wait: sbic $06,6 rjmp wait in adc_low,adcl in adc_high,adch sbi $06,4 cbi $06,7 rcall take_data

b) Konversi pada saat program berjalan (sudah ada sinyal keluaran)

Setelah interupsi oleh timer 1 compare match B, kondisi sinyal keluaran “ 1” dan konversi sebelumnya telah selesai serta pengambilan data untuk parameter timer 1 selesai maka konversi selanjutnya baru dilaksanakan. Prosesnya adalah sebagai berikut: TIM1_CMP1B: … … … .. cpi gap,64 brne retis sbic $06,6 retis: reti sbi $06,4 cbi $06,7 rcall ambil_adc sbi $06,7 sbi $06,6 reti

(34)

3.2.3.3 Pembangkitan Pulsa

Perancangan program pembangkit pulsa berdasarkan pada gambar 3.8 Pada gambar a) merupakan periode pulsa yang dikehendaki. Pada gambar b) dan c) merupakan rangkaian kerja dari timer T1.

Contoh:

Frekuensi yang dikehendaki adalah 20568 Hz Perioda = 1/20568 = 48,619 us

Dengan frekuensi 64 MHz (perioda 15,625 ns) sebagai frekuensi dasar timer T1 maka timer T1 akan overflow setiap 4 us sehingga selama satu perioda timer T1 akan overflow 12 kali. Sisa waktu perioda tersebut adalah

48,619 us - (12 x 4 us) = 619 ns Sehingga nilai ocr1b = 619 / 15,625 = 39

Kesimpulan dari metode tersebut bahwa untuk mendapatlan pulsa dengan frekuensi 20568 Hz maka timer T1 overflow sebanyak 12 kali dan sekali output compare match b dengan nilai ocr1b = 39

Gambar 3.8 Cara Kerja Timer 1

Kekurangan dari metode ini adalah jika nilai ocr1b (sisa waktu perioda) kurang dari waktu yang dipergunakan untuk mengeksekusi interupsi. Hal tersebut akan mengakibatkan frekuensi tidak seperti yang diharapkan Sedangkan perhitungan waktu yang dipergunakan untuk mengeksekusi interupsi adalah

ocr1b ocr1a ocr1b ovf ovf ovf ovf ovf a) b) c)

(35)

(10 + jumlah step program pada interup handling ) x klok frekuensi mikrokontroler

Contoh: frekuensi mikrokontroler 16 Mhz

Jumlah step program pada interupt handling 5 Maka waktu eksekusi interupsi = 15 x 1/16000000 = 937.5 ns

Atau dengan kata lain nilai ocr1b tidak boleh kurang dari 937.5 / 15.625 = 60 Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan modifikasi dengan menambahkan fungsi output compare match B sebagai pengganti overflow terakhir dari timer T1 seperti tampak pada gambar c) serta memberikan patokan nilai batas pada ocr1b hasil pembacaan dari data.

Patokan batas ocr1b diberikan nilai 32 sehingga jika hasil dari pembacaan data diperoleh nilai ocr1b >=32 maka nilai ocr1b maksimal ($ff) tetapi jika pembacaan data diperoleh nilai ocr1b < 32 maka nila ocr1a adalah 100-ocr1a hasil dari pembacaan data dan nilai ocr1b di set 32.

ldi ZH, high(t_ocr1b*2) ldi ZL, low(t_ocr1b*2) add ZL,adc_low adc ZH,adc_high lpm mov temp,r0 cpi temp,32 brlo less mov v_ocr1a,r0 out OCR1B,v_ocr1a mov v_ocr1b,full out OCR1A,v_ocr1b ret less: ldi v_ocr1b,32 out OCR1B,v_ocr1b sub temp,32 mov v_ocr1b,temp out OCR1A,v_ocr1b ret

(36)

Penjelasan diatas baru sebatas satu perioda saja sedangkan frekuensi tentu saja membutuhkan perulangan pada perioda tersebut dengan menyalakan atau mematikan pin keluaran pada setiap perioda.

… … … …

in gap,portb swap gap out portb,gap … … … ..

Dengan metode tersebut timer T1 bekerja dalam 3 kondisi yang bergantian yaitu overflow, output compare match A dan output compare match B dan inisialisasi setiap kondisi di lakukan saat interupsi menjelang kondisi apa yang akan digunakan.

Masih dengan contoh diatas maka setelah timer T1 overflow 11 kali step program berikutnya adalah memberikan inisialisasi pada kondisi output compare match A yaitu dengan membersihkan register interrupt flag, mengaktifkan interrupt mask OCR1A, mengisi register OCR1C sama dengan isi OCR1A dan mengaktifkan mode CTC sehingga saat nilai TCNT1 = OCR1C, maka register TCNT1 dengan sendirinya akan ke posisi 0.

Selama mikrokontroler melakukan rangkaian sub program interrupt akibat overflow sampai kembali ke program utama, timer T1 tetap berjalan. Begitu nilai TCNT1 sama dengan OCR1A terjadi interupsi, rangkaian program mengeksekusi sub program interupt yaitu membersihkan register interrupt flag, mengaktifkan interrupt mask OCR1B, mengisi register OCR1C sama dengan isi OCR1B dan mengaktifkan mode CTC sehingga saat nilai TCNT1 = OCR1C, maka register TCNT1 dengan sendirinya akan ke posisi 0.

Selama mikrokontroler melakukan rangkaian sub program interupt akibat compare match 1A sampai kembali ke program utama, timer T1 tetap berjalan. Begitu nilai TCNT1 sama dengan OCR1B terjadi interupsi, rangkaian program mengeksekusi subprogram interupsi yaitu membersihkan register interrupt flag dan OCR1C, mengaktifkan interrupt mask Overflow, dan menonaktifkan mode

(37)

CTC .Selama mikrokontroler melakukan rangkaian sub program interupt akibat compare match 1B sampai kembali ke program utama, timer T1 tetap berjalan. Begitu timer 1 overflow maka akan dihitung sudah berapa kali terjadi interupsi oleh register count_store. Jika sudah mencapai 11 kali (sama dengan register v_count) maka inisialisasi timer untuk kondisi berikutnya dilakukan. Dan seterusnya seperti pada awal penjelasan. Adapun pengisian register v_count, OCR1A,dan OCR1B dilakukan setelah ada perubahan isi register ADC.

TIM1_OVF: out tifr,tifer inc count_store cpse count_store,v_count reti out OCR1C,v_ocr1a out timsk,mask_oc1a_on out TCCR1B,ctc1_on clr count_store reti TIM1_CMP1A: out tifr,tifer out OCR1C,v_ocr1b out timsk,mask_oc1b_on reti TIM1_CMP1B: out TCCR1B,startT1 out timsk,mask_ovf_on out tifr,tifer out ocr1c,clear … … …

3.2.3.4 Pembangkitan Pulsa Berdasar Perubahan Suhu

Secara garis besar, program di awali dengan inisialisasi beberapa register tambahan, timer T1 dan ADC kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data digital hasil dari pengkonversian sinyal analog. Data hasil pengkonversian tersebut digunakan sebagai pengalamatan untuk mengambil data yang tersimpan

(38)

dalam memori. Data dari memori ini digunakan untuk mengisi parameter pada timer 1.

Setelah parameter timer 1 terisi maka tahap selanjutnya adalah pengaktifan konversi ADC dengan, dilanjutkan dengan pengaktifan timer 1. Setelah timer 1 berjalan maka mikrokontroler menunggu timer 1 over flow dalam kondisi sleep.

Register menghitung setiap timer 1 overflow dan dibandingkan dengan parameter yang sudah di masukan. Jika jumlah overflow kurang dari yang ditentukan maka mikrokontroler kembali sleep tetapi jika sama dengan parameter yang sudah ditentukan maka proses selanjutnya adalah inisialisasi untuk timer 1 compare match A dan kembali ke posisi sleep.

Ketika register pencacah timer 1 sama dengan register OCR1A maka proses interrupsi dieksekusi. Proses interupsi tersebut adalah dengan memberikan inisialisasi untuk timer 1 compare match B dan kembali ke posisi sleep.

Saat register pencacah timer 1 sama dengan register OCR1B maka proses interrupsi dieksekusi. Proses interupsi tersebut adalah dengan memberikan inisialisasi untuk timer 1 overflow kemudian dilanjutkan dengan membaca dan membalik kondisi pin keluaran. Jika kondisi keluaran set maka kondisi keluaran akan low dan sebaliknya. Setelah pembalikan kondisi keluaran maka proses seterusnya berjalan jika kondisi keluaran set. Jika tidak dalam kondisi set maka mikrokontroler kembali ke posisi sleep.

Pada saat kondisi keluaran set dan interrupt compare match B dieksekusi maka proses selanjutnya adalah mengecek apakah konversi ADC sudah selesai jika belum selesai maka mikrokontroler kembali ke posisi sleep tetapi jika konversi sudah selesai maka proses selanjutnya adalah pengambilan data untuk diisikan ke register-register timer 1. Proses selanjutnya adalah dengan mengaktifkan kembali konversi ADC dan mikrokontroler kembali ke posisi sleep. Gambaran lebih lanjut seperti terdapat dalam flow chart pada halaman lampiran.

(39)

BAB IV

PERCOBAAN DAN ANALISA DATA

Pengujian alat dilakukan dengan pengukuran sinyal keluaran pada masing-masing blok rangkaian. Alat ukur yang digunakan adalah digital counter merek LEADER tipe LDC 825 untuk mengukur besaran frekuensi dan multimeter merek FLUKE tipe 83 untuk mengukur besaran tegangan, resistan, arus, frekuensi dan duty cycle.

4.1 Pengujian Blok Catu Daya

Tujuan pengujian blok ini untuk mengetahui apakah blok sudah berfungsi dengan baik yaitu menyearahkan tegangan bolak balik 18 volt menjadi tegangan searah 5 volt. Pengukuran dilakukan dengan multimeter Fluke 83. Probe positif dihubungkan dengan Vcc sedangkan probe negative (common) dihubungkan dengan ground. Hasil pengukuran diperoleh tegangan keluaran dari blok catu daya sebesar 5 volt DC.

4.2 Pengujian Blok Sinyal Analog

Sebelum blok sinyal analog tegangan acuan positif dan acuan negatif diuji maka terlebih dahulu dilakukan pengukuran terhadap keluaran dari sumber arus. Keluaran dari sumber arus yang diinginkan sebesar 1 mA (jika lebih akan menimbulkan pemanasan sendiri/self heating). Pengujian dilakukan dengan merangkai komponen seperti gambar 4.1 . Setelah diberikan tegangan 5 V dan diukur tegangan pada resistan 200 ohm sebagai pengganti sementara 2xPT100 maka besar tegangan keluaran sebesar 220,4 mV. Dengan nilai tegangan keluaran sebesar 220,4 mV, maka besar arus dapat dihitung dengan rumus hukum Ohm yaitu 1,1 mA. Deng dengan cara yang sama maka diperoleh tegangan keluaran sebesar 204,1 sehingga diperoleh arus sebesar 1,01 mA.

(40)

Gambar 4.1 Pengukuran sub blok tegangan acuan negatif

4.2.1 Pengujian Blok Tegangan Acuan Negatif

Pengujian dilakukan dengan cara yang sama seperti pada gambar 4.1. Hasil pengujian diperoleh besar tegangan acuan negatif sebesar 201.1 mV. Perbedaan ini dikarenakan nilai resistor mempunyai toleransi tertentu.

4.2.2 Pengujian Blok Tegangan Acuan Positif

Pengujian blok dilakukan juga dengan mengubah R referensi dari 68 ohm menjadi 69 ohm. Koneksi ke 2xPT100 diganti/dihubungkan dengan variable resistan yang besarnya bisa di ubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Dibawah ini tabel hasil pengukuran tegangan keluaran acuan positif.

Tabel 4.1 Hasil pengukuran tegangan acuan positif

Posisi

Selektor Resistan (Ohm) Keluaran (mV) Tegangan Perhitungan Arus (mA)

200 200.6 204.20 1.0179 210 210.6 214.50 1.0185 220 220.6 224.70 1.0186 2 +V 3 V-1 ADJ LM334Z 200 R3 Port A.1 V

(41)

230 230.7 234.80 1.0178 240 240.7 245.10 1.0183 250 250.7 255.17 1.0178 260 260.8 265.50 1.0180 270 270.7 275.70 1.0185 280 280.8 285.90 1.0182 290 290.9 296.20 1.0182 300 300.3 305.60 1.0176 310 310.4 315.90 1.0177 320 320.5 326.30 1.0181 330 330.6 336.38 1.0175 340 340.5 346.50 1.0176 350 350.6 356.88 1.0179 360 360.5 367.10 1.0183 370 370.6 377.20 1.0178 380 380.5 387.30 1.0179 390 390.6 397.60 1.0179 400 400.3 407.37 1.0177

Nilai arus rata-rata 1.0180

4.2.3 Pengujian Blok Pembangkit Pulsa

Pengujian blok ini dengan memprogram mikrokontroler dan memasukan nilai tertentu pada program sehingga muncul sinyal keluaran berbentuk pulsa dengan frekuensi tertentu. Dengan merubah nilai pada program, berubah pula frekuensi keluarannya.

Pada pengujian kedua dengan memasukkan tegangan acuan positif dan tegangan acuan negatif seperti pada gambar 3.4. Tegangan acuan negatif diberikan nilai tetap 201.1 mV sedangkan tegangan acuan positif diberikan nilai yang berubah-ubah sesuai perubahan resistan (penunjukan pada selektor). Hasil pengukuran seperti dalam tabel 4.3.

4.2.4 Pengujian Blok Pengendali (Driver)

Pengujian blok pengendali ini dilakukan dengan memberikan tegangan 5 V pada kaki basis transistor. Lampu IRLED dilepas untuk sementara diganti dengan lampu LED untuk mempermudah mengamatinya. Hasil pengujian ini pada saat tegangan masuk pada kaki basis, lampu LED menyala. Pada saat

(42)

tegangan ke kaki basis diputus lampu LED padam. Dari pengujian tersebut dapat disimpulkan blok driver berjalan baik.

4.3 Teknik Pengambilan Data

Data diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung terhadap alat yang telah dibuat. Obyek yang diukur adalah nilai resistan sebagai manipulasi dari suhu dan frekuensi sebagai keluaran dari alat.

Alat ukur yang digunakan adalah multimeter merek FLUKE tipe 83 untuk mengukur resistan, tegangan, dan frekuensi. Untuk megukur besaran frekuensi, probe common pada FLUKE dihubungkan dengan ground dan probe positive dihubungkan dengan sinyal keluaran dari alat (pin positif LED). Sedangkan untuk pengukuran resistan, kedua probe dihubungkan dengan masing-masing kaki resistor.

4.4 Perhitungan Kesalahan Sistem Resistansi

Maksud dari sistem resistansi adalah rangkaian beberapa resistan pada tiga buah selektor yang disusun seri dengan tujuan untuk menadapatkan nilai resistan total sebagai manipulasi dari perubahan suhu. Karena sistem resistansi ini berdasarkan selektor mekanik tentu saja ada pengaruh dari tahanan sentuh. Berikut ini adalah tabel hasil pengukuran sistem resistansi terhadap posisi selektor.

Tabel 4.2 Hasil pengukuran sistem resistansi

Posisi Selektor Hasil Pengukuran Deviasi Posisi Selektor Hasil Pengukuran Deviasi 200 200.4 0.20% 315 315.2 0.06% 205 205.5 0.24% 320 320.1 0.03% 210 210.5 0.24% 325 325.2 0.06% 215 215.5 0.23% 330 330.1 0.03% 220 220.5 0.23% 335 335.2 0.06%

(43)

225 225.6 0.27% 340 340.2 0.06% 230 230.5 0.22% 345 345.2 0.06% 235 235.6 0.26% 350 350.2 0.06% 240 240.5 0.21% 355 355.3 0.08% 245 245.6 0.24% 360 360.2 0.06% 250 250.6 0.24% 365 365.3 0.08% 255 255.6 0.24% 370 370.3 0.08% 260 260.6 0.23% 375 375.3 0.08% 265 265.6 0.23% 380 380.2 0.05% 270 270.6 0.22% 385 385.3 0.08% 275 275.7 0.25% 390 390.3 0.08% 280 280.5 0.18% 395 395.4 0.10% 285 285.6 0.21% 400 400.1 0.03% 290 290.6 0.21% 405 405.1 0.02% 295 295.7 0.24% 410 410 0.00% 300 300.1 0.03% 415 415 0.00% 305 305.1 0.03% 420 420 0.00% 310 310.1 0.03% 425 425 0.00% Rata-rata Deviasi 0.13%

Dari data diatas diperoleh data rata-rata penyimpangan sebesar 0,13% sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem resistansi ini dapat digunakan untuk memanipulasi perubahan suhu.

4.5 Perhitungan Kesalahan Alat Keseluruhan

Dengan memberikan nilai resistan yang sama atau mendekati nilai tabel maka alat akan mengeluarkan pulsa dengan frekuensi sama atau mendekati dengan nilai pada tabel.

Setting resistan pada nilai seperti dalam tabel kemudian diamati hasil pengukuran yang tampak pada alat ukur. Adapun hasil pengukuran seperti tampak pada tabel 4.3

(44)

Dari data pada tabel 4.3 diperoleh rata-rata penyimpangan frekuensi 0,03 %. Sehingga bisa disimpulkan bahwa alat tersebut layak untuk digunakan. Tetapi perlu diperhatikan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan hasil pengukuran sedikit melebar. Kendala tersebut adalah pada data konversi suhu ke resistan (Celcius ke Ohm), nilai setting resistan tidak bisa dimanipulasi sama persis dengan hasil konversi celcius ke ohm. Sebagai contohnya pada suhu 20o C, resistan hasil konversi seharusnya 215,6 ohm tetapi pada prakteknya tidak bisa dibuat kombinasi resistan yang nilainya sama (215,6 Ohm), yang ada hanyalah nilai pendekatan yaitu 215 ohm atau 216 ohm. Sedangkan beda satu derajat celcius bisa mengakibatkan penyimpangan frekuensi yang lebar.

Faktor tahanan sentuh pada selektor sistem resistansi yang besarnya berubah-ubah tiap kali diplih nilai yang sama sehingga perubahan tersebut cukup mempengaruhi besaran frekuensi keluaran.

Tabel 4.3 Hasil pengukuran frekuensi keluaran

Posisi Selektor Hasil Pengukuran (Ohm) F yang dikehendaki (Hz) F Hasil Pengukuran (Hz) Deviasi Frekuensi Duty cycle 200 200.4 21710 21728 0.08% 49.8% 205 205.5 21445 21442 0.01% 49.7% 210 210.5 21183 21188 0.02% 49.8% 215 215.5 20944 20938 0.03% 49.8% 220 220.5 20703 20708 0.02% 49.8% 225 225.6 20471 20474 0.01% 49.7% 230 230.5 20374 20379 0.02% 49.7% 235 235.6 20131 20125 0.03% 49.8% 240 240.5 19928 19931 0.02% 49.8% 245 245.6 19775 19770 0.03% 49.8%

(45)

250 250.6 19620 19612 0.02% 49.8% 255 255.6 19430 19435 0.03% 49.7% 260 260.6 19142 19135 0.04% 49.8% 265 265.6 18864 18858 0.03% 49.8% 270 270.6 18691 18695 0.02% 49.7% 275 275.7 18517 18522 0.03% 49.8% 280 280.5 18359 18356 0.02% 49.8% 285 285.6 18090 18095 0.03% 49.7% 290 290.6 18033 18031 0.01% 49.8% 295 295.7 17880 17886 0.03% 49.8% 300 300.1 17745 17750 0.03% 49.8% 305 305.1 17595 17590 0.03% 49.7% 310 310.1 17457 17451 0.03% 49.7% 315 315.2 17381 17385 0.02% 49.8% 320 320.1 17290 17295 0.03% 49.8% 325 325.2 17157 17152 0.03% 49.7% 330 330.1 16998 16991 0.02% 49.7% 335 335.2 16800 16805 0.03% 49.8% 340 340.2 16672 16675 0.02% 49.8% 345 345.2 16551 16546 0.03% 49.7% 350 350.2 16433 16427 0.04% 49.8% 355 355.3 16337 16331 0.04% 49.8% 360 360.2 16255 16259 0.02% 49.8% 365 365.3 16190 16191 0.01% 49.8% 370 370.3 15985 15989 0.03% 49.7% 375 375.3 15875 15872 0.02% 49.8% 380 380.2 15773 15777 0.03% 49.8% 385 385.3 15669 15661 0.05% 49.8% 390 390.3 15567 15562 0.03% 49.7% 395 395.4 15467 15465 0.01% 49.7% 400 400.1 15376 15372 0.03% 49.8% 405 405.1 15281 15286 0.03% 49.8% 410 410 15184 15182 0.01% 49.8% 415 415 15091 15095 0.03% 49.7% 420 420 15001 15005 0.03% 49.7% 425 425 14935 14941 0.04% 49.8%

Rata-rata Deviasi Frekuensi 0.03%

Rata-rata Duty Cycle 49.77%

(46)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil perancangan dan pembuatan rotor transmitter serta telah dilakukan pengujian dengan hasil sebagai berikut:

1. Perubahan temperatur pada sensor 2xPT100 dapat dibaca oleh alat. Ini terbukti dengan keluarnya sinyal pulsa dengan frekuensi tertentu sesuai/mendekati dengan data.

2. Tingkat deviasi frekuensi antara sinyal keluaran dengan frekuensi pada data saat temperatur yang mendekati sama sangat kecil yaitu sekitar 0.03%.

3. Tingkat deviasi duty cycle antara sinyal keluaran dengan duty cycle pada data sangat kecil yaitu sekitar 0.46%.

Dari kondisi diatas maka diperoleh kesimpulan bahwa rotor transmitter dapat berfungsi dengan baik. Hanya saja diperlukan alat tertentu untuk memanipulasi perubahan resistan yang mempunyai tingkat ketelitian dan kepastian yang lebih baik.

5.2 Saran

Tidak ada sesuatu yang sempurna, begitu pula dengan alat ini. Hal yang paling sulit adalah bagaimana memperoleh nilai manipulasi yang tetap disegala penunjukan selektor pada resistan set. Walaupun nilai penyimpangan/error deviation resistan set sangat kecil tetapi angka ketidakpastian tetap ada karena pengaruh adanya tahanan sentuh pada selektor. Akan lebih baik lagi apabila pengukuran dilakukan dengan memanipulasi perubahan resistan, bisa digunakan resistan set dengan ketelitian 0.1 ohm dengan mengeliminasi adanya tahanan sentuh.

(47)

5.3 Rencana Pengembangan

Untuk pengembangan lebih lanjut, alat ini sangat sesuai untuk diterapkan pada peralatan yang cara kerjanya dengan berputar. Sebagai contoh dapat diterapkan pada roda mobil. Pada roda mobil alat ini dapat digunakan untuk mentransmisikan nilai tekanan ban, nilai temperatur ban, keseimbangan roda dan lain-lain.

(48)

DAFTAR PUSTAKA

ATMEL Corporation. Data sheet ATtiny 26

Baker, Bonnie C. AN 687 Precision temperature Sensing with RTD, Microchip Technology Inc.

National Semiconductor. Data sheet LM 134/234/334

Wasito S, Vademekum Elentronika, Edisi II, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006

Widodo Budiharto, 12 Proyek Mikrokontroler Untuk Pemula, PT Elek Media Komputindo, Jakarta, 2007

(49)

Gambar Flowchart Utama Start timer T1 Sleep Start konversi ADC Ya Tidak Konversi selesai ? Ambil data START Inisialisasi: -port -aux register -Timer T1 -ADC Start konversi ADC

(50)

Gambar Flowchart Pengambilan Data Timer T1

Ambil Data

Tidak Bandingkan data lama

dan data baru hasil konversi ADC

Sama ?

Salin tabel ke register tambahan

Ocr1b < 32 ?

Kembali

Ocr1B = $FF Ocr1a = 32 - ocr1b Ocr1b = 32 Tidak

Ya Ya

(51)

Gambar Flowchart Timer 1 Compare Match A Interrupt

Handling

Gambar Flowchart Timer T1 Interrupt Handling Compare match A interrupt handling Inisialisasi timer T1 untuk mode compare

match a Kembali Jumlah timer T1 overflow - 1 Jml overflow = v_count Inisialisasi timer T1 untuk mode compare

match b Ya Tidak Timer T1 overflow Interrupt handling Kembali Jumlah timer T1 overflow = 0

(52)

Gambar Flowchart Timer T1 Compare Match B Interrupt handling

Compare match B interrupt handling Swap output Inisialisasi timer T1 untuk mode overflow Kembali Output high ? Tidak Ya Ambil data

(53)

include"tn26def.inc" .device attiny26 .def clear = r5 .def count_store = r8 .def v_count = r9 .def mask_oc1a_on = r10 .def v_ocr1a = r11 .def v_ocr1b = r12 .def mask_ovf_on = r13 .def countadc = r14 .def ctc1_on = r15 .def temp = r16 .def startT1 = r17 .def sign = r18 .def tiga = r19 .def v_ocr1c = r20 .def full = r21 .def adchrc = r22 .def mask_oc1b_on = r23 .def adc_low = r24 .def adc_high = r25 .def tifer = r26 .def gap = r27 .def adclrc = r29 .org 0 rjmp RESET .org 0x003 rjmp TIM1_CMP1A .org 0x004 rjmp TIM1_CMP1B

(54)

.org 0x005

rjmp TIM1_OVF

RESET:

; Load oscillator calibration byte Ldi temp, 0x10 out EEAR, temp ldi temp, (1<<EEAR) out EECR, temp in temp, EEDR out OSCCAL, temp

;init_PLL:

ldi temp, (1<<PCKE) out PLLCSR, temp waitPLL: in temp, PLLCSR sbrs temp, PLOCK rjmp waitPLL in temp, PLLCSR ldi r24, (1<<PLLE) or temp, r24 out PLLCSR, temp ;init_portB:

ldi temp, (1<<PB6)|(0<<PA0)|(0<<PA1) out DDRB, temp

ldi temp, (1<<PB6)|(0<<PA0)|(0<<PA1) out PORTB,temp

;init general aux register: ldi temp,0b01000010 mov tifer,temp ldi temp,$ff mov full,temp ldi temp,42 mov tiga,temp clr clear ldi temp,4 mov countadc,temp

;init aux reg for timerT1 prescaler ldi startT1,(1<<CS11)

ldi ctc1_on,(1<<CTC1)|(1<<CS11)

;T0_OV &T1 (oc1a,oc1b)int mask on

ldi mask_ovf_on,(0<<TOIE1)|(0<<OCIE1B)|(0<<OCIE1A)|(1<<TOIE0) ldi mask_oc1a_on,(0<<TOIE1)|(0<<OCIE1B)|(1<<OCIE1A)|(0<<TOIE0) ldi mask_oc1b_on,(0<<TOIE1)|(1<<OCIE1B)|(0<<OCIE1A)|(0<<TOIE0) ldi temp, (1<<SE)

out MCUCR, temp

(55)

ldi temp,0b00001011 out admux,temp ldi temp,0b10000101 out adcsr,r16 ;start ADC sbi $06,6 wait_adc: sbic $06,6 rjmp wait_adc in adc_low,adcl in adc_high,adch sbi $06,4 rcall take_data sbi $06,5 sbi $06,6 ;start T1 out tccr1b,startT1 out timsk,mask_ovf_on sei main_loop: sleep rjmp main_loop TIM1_OVF: out tifr,tifer inc count_store cpse count_store,v_count reti out OCR1C,v_ocr1a out timsk,mask_oc1a_on out TCCR1B,ctc1_on clr count_store mov adclrc,adc_low mov adchrc,adc_high reti TIM1_CMP1A: out tifr,tifer out OCR1C,v_ocr1b out timsk,mask_oc1b_on reti TIM1_CMP1B: out TCCR1B,startT1 out timsk,mask_ovf_on out tifr,tifer out ocr1c,clear in gap,portb swap gap out portb,gap cpi gap,32

(56)

brne retis ambil_adc: in adc_low,adcl in adc_high,adch cp adclrc,adc_low cpc adchrc,adc_high breq retis take_data: ldi r28,$b9 ldi r29,$03 cp adc_low,r28 cpc adc_high,r29 brsh kover ldi r28,$c5 ldi r29,$02 cp adc_low,r28 cpc adc_high,r29 brsh v10 ldi r28,$E4 ldi r29,$01 cp adc_low,r28 cpc adc_high,r29 brsh v9 ldi r28,$18 ldi r29,$01 cp adc_low,r28 cpc adc_high,r29 brsh v8 ldi r28,$59 ldi r29,$00 cp adc_low,r28 cpc adc_high,r29 brsh v8 ldi r28,$00 ldi r29,$00 cp adc_low,r28 cpc adc_high,r29 brsh v7 kover: ldi v_count,20 mov v_ocr1a,full out ocr1a,v_ocr1a mov v_ocr1b,full out ocr1b,v_ocr1b reti v10: ldi v_count,10 rjmp take_vocr1b v9: ldi v_count,9

(57)

rjmp take_vocr1b v8: ldi v_count,8 rjmp take_vocr1b v7: ldi v_count,7 rjmp take_vocr1b v6: ldi v_count,6 take_vocr1b: clc ldi ZH, high(t_ocr1b*2) ldi ZL, low(t_ocr1b*2) add ZL,adc_low adc ZH,adc_high lpm mov temp,r0 mov v_ocr1b,r0 out OCR1B,v_ocr1b mov v_ocr1a,full out OCR1A,v_ocr1a retis: reti t_ocr1b: .db 243,244,246,248,250,252,253,254,255,0,1,2,4,5,6,7 .db 8,10,11,12,13,14,15,17,18,20,21,23,25,26,28,30 .db 32,33,34,35,36,37,39,40,42,43,44,45,47,48,50,51 .db 52,54,55,56,57,59,61,63,65,66,68,69,70,71,73,74 .db 75,76,77,79,80,82,83,85,87,89,90,91,92,93,94,96 .db 97,98,100,102,103,105,106,107,108,110,111,112,113,115,117,118 .db 119,120,121,123,124,125,126,127,129,130,131,132,134,135,136,137 .db 138,139,140,142,144,146,147,148,150,152,154,156,157,158,160,161 .db 163,164,166,167,169,170,172,174,175,176,177,179,180,181,183,184 .db 185,187,189,190,192,194,195,196,197,198,199,200,201,202,204,205 .db 207,209,210,211,212,213,214,216,217,218,220,221,223,224,226,227 .db 228,230,231,232,233,235,236,237,238,240,241,242,243,244,245,246 .db 247,247,248,249,250,251,252,253,253,255,1,2,3,4,6,7;,9;,10 .db 11,12,13,15,16,17,18,20,21,22,24,25,27,28,29,31 .db 32,33,34,35,36,38,39,41,42,43,45,46,47,48,49,51 .db 52,53,54,56,58,59,60,61,63,64,65,67,68,69,70,72 .db 73,75,76,78,79,80,81,82,83,85,86,87,88,89,90,91 .db 92,93,94,95,96,97,99,101,102,103,104,105,106,107,108,110 .db 113,115,116,117,118,119,120,121,122,124,125,127,129,131,132,133 .db 135,137,139,140,140,142,143,144,145,147,148,149,150,151,153,154 .db 156,158,159,160,162,163,164,166,167,168,169,171,172,174,175,177 .db 178,179,180,181,182,183,184,185,186,187,188,189,190,191,191,192 .db 193,195,196,198,199,200,201,212,203,205,207,208,209,211,212,214 .db 215,216,217,218,219,220,221,222,223,224,225,226,227,229,230,231 .db 232,233,234,235,236,237,238,239,240,241,242,243,244,245,246,248 .db 252,253,254,255,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12 .db 14,15,17,18,19,20,21,22,23,24,26,27,28,29,31,32

(58)

.db 34,35,37,38,39,41,42,43,44,45,46,48,49,51,52,53 .db 54,55,56,57,59,60,61,62,63,64,65,66,67,68,69,70 .db 72,74,76,77,78,79,80,81,82,84,85,86,87,89,90,91 .db 92,93,94,95,96,97,99,102,103,104,105,106,107,108,110,112 .db 114,116,118,119,120,121,122,123,124,125,126,127,128,128,129,130 db 122,122,122,124,126,128,130,132,134,136,138,140,142,144,146,147 .db 148,149,151,153,155,157,158,159,160,162,164,165,167,168,169,171 .db 173,174,175,176,177,179,181,183,185,186,187,188,190,191,192,193 .db 193,194,195,196,198,199,200,202,203,204,205,207,209,210,212,214 .db 216,217,219,220,222,224,226,227,229,230,232,234,236,238,239,241

(59)
(60)
(61)

Gambar

Gambar 2.1 Mesin Draw Roll merek Rieter tipe J/30 tampak depan (a) dan  tampak samping kiri (b)
Gambar 2.2  Konfigurasi pin ATtiny 26
Gambar 2.3 Peta memori  ATtiny 26
Gambar 2.4  Blok diagram mikrokontroler  ATtiny 26
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang dapat bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut pada

DVB-S adalah singkatan dari Digital Video Broadcasting Satellite, DVB-S merupakan perangkat tambahan yang menggunakan demodulasi standard untuk menampilkan siaran TV

Perbaikan, pemugaran, dan pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungan yang harus dilindungi dan dilestarikan harus dilakukan dengan memperhatikan nilai sejarah dan keaslian

Pada uji organoleptik hari pertama rasa ketan masih hambar. Pada hari kedua rasanya kurang manis. Pada hari ketiga rasanya agak manis. Pada hari pertama aroma tape masih

PENYUSUNAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS BLENDED LEARNING BAGI GURU EKONOMI SE-KABUPATEN KEBUMEN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN MERDEKA BELAJAR 9.000.000 DIPA PNBP UNNES 2021

1) Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Misalnya: Dia mengantuk, Kita harus bekerja. Persiapan seminar itu

Skripsi ini berisi tentang perbandingan citra perempuan kepala keluarga yang digambarkan oleh Zinaida dalam novel Первая Любовь karya pengarang laki-laki Rusia

Rumah kediaman atau premis perniagaan yang mempunyai sistem pembentungan berasingan, sisa kumbahan tandas, bilik air dan sinki dapur akan dikumpulkan dalam lurang sebelum disalur