• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasper, W. and M.E. Streit Institutional Economic : Social Order and Public Policy. Edward Elgar Publishing. Cheltenham, UK & Northampton,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kasper, W. and M.E. Streit Institutional Economic : Social Order and Public Policy. Edward Elgar Publishing. Cheltenham, UK & Northampton,"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Antaranews. 2009. APHI Minta Dana Reboisasi Dikembalikan untuk Rehabilitasi

Hutan.

http://www.antaranews.com/berita/1258410118/aphi-minta-dana-reboisasi-dikembalikan-untuk-rehabilitasi-hutan. Diunduh pada tanggal 26

Januari 2010.

Atmoko, T., Suhardi, Z.Arifin, dan Priyono. Laporan Hasil Penelitian pola

sebaran Jenis-jenis Dipterocarpaceae yang berpotensi sebagai Pohon Induk

T.A. 2008. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan

Samboja. Tidak dipublikasikan.

Balai Perbenihan Tanaman Hutan Kalimantan. 2008. Statistik Pembangunan Balai

Perbenihan Tanaman Hutan Kalimantan. BPTH Kalimantan. Banjarbaru.

Bank Indonesia. 2009. Suku Bunga Rata-rata Kredit Bank mum Berdasar Sektor

Ekonomi. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/

5EF57BBE-E879-4263-958F-5FDA87201AE5/17840/BISPIJuln2009.pdf. Diakses tanggal 8

November 2009.

Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2002. Petunjuk Teknis Identifikasi dan

Deskripsi Sumber Benih. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, Dirjen

Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.

Jakarta.

Edward III, G.C. 1980.

Implementing Public Policy.

Congressional Quarterly

Press. Washington, DC.

Falah, F., Noorcahyati, T.Atmoko, dan Suhardi. 2007. Laporan Hasil Penelitian

Kelembagaan Sertifikasi Sumber Benih Tanaman Hutan di Wilayah

Kalimantan T.A. 2007. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman

Hutan Samboja. Tidak dipublikasikan.

Falah, F., T.Atmoko, dan Suhardi. 2008. Laporan Hasil Penelitian Kelembagaan

Sertifikasi Sumber Benih Tanaman Hutan di Wilayah Kalimantan T.A.

2008. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Samboja.

Tidak dipublikasikan.

Harian Terbit. 2009. Dephut Targetkan Tanam 1 Miliar Pohon Setiap Tahun.

Harian Terbit 24 Desember 2009.

http://bataviase.co.id/node/27873?page=1. Diunduh pada tanggal 26

Januari 2010.

Harris, U. 1999. Analisis Ekonomi Kelembagaan Tataniaga Bahan Olah Karet

Rakyat (BOKAR) : Suatu Pendekatan Hubungan Prinsipal-Agen. Tesis

Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.

Hobbs, J.E. 1997.

Measuring the Importance of Transaction Costs in Cattle

Marketing.

American Journal of Agricultural Economics, 79(4):

1083-1095.

Kartodiharjo, H. 2008. Peningkatan Kapasitas Institusi Nasional Perbenihan

Tanaman Hutan. Artikel dalam

Di Balik Kerusakan Hutan dan Bencana

Alam : Masalah Transformasi Kebijakan Kehutanan.

Wana Aksara.

Tangerang, Banten, Indonesia.

(2)

95

Kasper, W. and M.E. Streit. 1998.

Institutional Economic : Social Order and

Public Policy.

Edward Elgar Publishing. Cheltenham, UK &

Northampton, USA.

Kotler, P. 1997. Marketing management. Ninth edition. Prentice Hall, Inc. New

Jersey.

Kristanty, N. 2005. Karakteristik Hubungan Kemitraan Industri Pemanenan Hutan

Skala Kecil dalam rangka Pemanfataan Hasil Hutan Rakyat di Kabupaten

Banyumas. Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak

dipublikasikan.

Kurniawan, I. 2003. Analisis Kelembagan Pemasaran Gaharu di Kalimantan

Timur. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak

dipublikasikan.

Leksono, B., A. Nirsatmanto, R.Setyo W., dan A. Sofyan. 2007. Uji Perolehan

Genetik Kebun Benih Semai Generasi Pertama (F-1) Jenis

Acacia

mangium

di Tiga Lokasi. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 4 No 1,

Mei 2007. Puslibang Hutan Tanaman. Bogor.

Limbong, W.H. dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tata Niaga Pertanian. Fakultas

Pertanian IPB. Bogor.

Mahoney, J.T. 2002.

The Relevance of Chester Barnard’s Teaching to

Contemporary Management Education : communicating the aesthetic of

management

. International Journal of Organizatioal Theory and

Behavior., 5 (1 & 2) 159-172 (2002).

http://www.business.illinois.edu/josephm/Publications/Barnard%202002.

Diakses pada tanggal 28 Desember 2009.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

North, D.C. 1991.

Institutions, Institutional Change and Economic Performance

.

Political Economy of Institutions and Decisions. Cambridge University

Press. Cambridge.

Nugroho, B. 2003. Kajian Institusi Pelibatan Usaha Kecil-Menengah Industri

Pemanenan Hutan untuk Mendukung Pengelolaan Hutan Produksi Lestari.

Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak

dipublikasikan.

Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No

101/Kpts/V/2002 tentang Sertifikasi Sumber Benih.

Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No

P.03/PTH/2007 tentang Sertifikasi Sumber Benih.

Peraturan Menteri Kehutanan No P.10Menhut-II/2007 tentang Perbenihan

Tanaman Hutan.

Peraturan Menteri Kehutanan No P.01/Menhut-II/2009 tentang Penyelenggaraan

Perbenihan Tanaman Hutan.

Peraturan Menteri Kehutanan No P.72/Menhut-II/2009 tentang Perubahan atas

Peraturan Menteri Kehutanan No P.01/Menhut-II/2009 tentang

Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan.

Peraturan Menteri Pertanian No 38/Permentan/OT.140/8/2006 tenatang

Pemasukan dan Pengeluaran Benih.

(3)

96

Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 1995 mengenai Perbenihan Tanaman.

Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.

Rachma, M. 2008. Efisiensi Tataniaga Cabai Merah (Studi Kasus Desa Cibereum,

Kabupaten Ciamis, Jawa Barat). Tesis Program Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.

Schmid, A. 1987.

Property, Power, and An Inquiry into Law and Economic

.

Praeger. New York.

Scott, W.R. 2008.

Institution and Organizations : Ideas and Interest.

Third

Edition. SAGE Publications. Los Angeles, London, New Delhi, &

Singapore.

Stanton, W.J. 2003. Prinsip Pemasaran. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 085/Kpts-II/2001 tentang Perbenihan

Tanaman Hutan.

Undang-undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen

Yustika, A.E. 2006. Ekonomi Kelembagaan : Definisi, Teori, dan Strategi.

Bayumedia. Malang.

(4)
(5)

104

Lampiran 3

Hasil wawancara dengan BPTH Banjarbaru 1. Bagaimana persepsi BPTH tentang Permenhut P.1/2009 ?

• Pemberian wewenang sertifkasi kepada Dinas memang dirasa akan mengurangi wewenang dan jatah kegiatan BPTH. Untuk tahun 2009 ini belum ada Dinas yang siap dipandang dari segi ketersediaan SDM, sarana, dan anggaran, sehingga tahun ini sertifikasi masih akan dilakukan BPTH. Namun hingga bulan Mei 2009 belum ada Dinas yang mengajukan permohonan bantuan sertifikasi. Di BPTH sendiri timbul kebingungan karena terjadi perubahan petunjuk teknis (juknis) identifikasi sumber benih yang baru berdasar Permenhut P.1/2009. Kriteria sumber benih berubah, juga jangka berlakunya sertifikasi. Pada SK Menhut No 081/2001, masa berlaku sertifikasi SB adalah 5 tahun, pada Permenhut P.10/2007 menjadi 3 tahun, berdasar Permenhut P.1/2009 kembali menjadi 5 tahun

2. Apakah sudah dilakukan sosialisasi isi Permenhut P.1/2009?

• Adanya Permenhut P.1/2009 sudah diberitahukan kepada Dinas dan pemohon sertifikat, meskipun sosialisasi resmi mengenai isi Permenhut baru akan dilaksanakan bulan Juni 2009.

3. Bagaimana persepsi BPTH mengenai kelayakan Dinas melakukan sertifikasi

• 80 JPL pelatihan dianggap cukup bagi staf Dinas yang akan melakukan sertifikasi, asalkan materi diklat benar-benar sesuai kebutuhan tenaga penilai sertifikasi dan banyak praktek/kegiatan lapangan. Mengenai standar sarana penilaian sumber benih dan bibit tidak akan sulit dipenuhi Dinas apabila sudah mengajukan anggaran, yang sulit dipenuhi karena mahal adalah sarana penilaian mutu benih (laboratorium dan peralatan lengkap). Hingga saat ini belum ada rencana menyelenggarakan pelatihan sertifkasi untuk SDM dari Dinas.

Belum ada juknis mengenai akreditasi Dinas yang dianggap layak menerbitkan sertifikasi. 4. Apa saja komponen biaya sertifikasi

a) lumpsum tenaga penilai; b) biaya transportasi; c) akomodasi; d) upah tenaga lapangan; e) biaya pembuatan peta; f) pengadaan konsumsi; g) camping unit. • Karena untuk tahun 2009, Dinas belum memiliki anggaran untuk sertifikasi, maka Dirjen

RLPS menerbitkan Peraturan Dirjen RLPS No P.02/2009 mengenai distribusi pendanaan sertifikasi antara BPTH, Dinas, dan pemohon sertifikasi. Untuk poin d, f, dan g ditanggung oleh pemohon sertifikat, sementara transport dan lumpsum ditanggung BPTH, kecuali untuk petugas dari Dinas setempat.

• Selama ini apabila dana yang tersedia di BPTH tidak cukup untuk kegiatan penilaian sertifikasi, maka biayanya disharing antara BPTH dengan pemohon.

5. Mengenai pembinaan dan pemantauan sumber benih

• Kunjungan bimbingan teknis dan pemantauan dilakukan + di 20 lokasi setahun, meliputi empat propinsi di Kalimantan. Pelaporan produksi (pengunduhan)ndan distribusi benih dan bibit dilakukan oleh pengelola sumber benih pada kunjungan ini. Pelaporan tertulis secara rutin tidak dilakukan oleh pengelola sumber benih. Pemantauan lain mengenaiproduksi dan distribusi benih dan bibit dari sumber benih dilakukan berdasar laporan pengada/pengedar bibit yang mengambil benih/bibit dari sumber benih bersangkutan. Padahal pelaporan dari pengada/pengedar bibit tersebut juga tidak

(6)

105

dilakukan secara rutin, hanya apabila akan melakukan sertifikasi bibit atau apabila ada kunjungan dari BPTH.

• Dalam Permenhut baru mapun lama tidak ada sanksi bagi pengelola sumber maupun pengada/pengedar bibit yang tidak melaporkan produksi dan distribusi benih/bibitnya. Agar pemantauan lebih efektif, disarankaan diterapkan sanksi pencabutan sertifikat dan ijin pengadaan/peredaran bibit.

5. Mengenai komunikasi antara BPTH dengan pelaku perbenihan lainnya

• Sebelum tahun 2007, insiatif sertifikasi sumber benih dari BPTH, bukan dari pengelola sumber benih. Setelah tahun 2007 baru ada permohonan sertifikasi dari pengelola sumber benih.

• Prosedur sebelum 2007 sbb : a) BPTH menelpon pengelola sumber benih menyarankan agar dilakukan sertifikasi, b) kemudian pengelola sumber benih mengajkan permohonan tertulis. Setelah tahun 2007 : a) pengelola sumber benih mengajukan permohonan, b) BPTH mencari informasi mengenai sumber enih tersebut, apakah memang benar-benar layak diberi sertifikat, c) apabila dianggap layak baru dilakukan penilaian lapangan. Sehingga sejak dibentuk BPTH di Kalimantan, belum pernah ada permohonan sertifikasi sumberbenih yang ianggap tidak ditolak atau dianggap tidak layak menjadi sumber benih. • Yang dikomunikasikan antara BPTH dengan pengelola sumber benih : a) rencana

kedatangan tim penilai (kesepakatan waktu, lokasi, dan tanggung jawab biaya) b) dokumen dan formulir yang harus disiapkan dan diisi oleh pengelola sumber benih, c) rencana kegiatan selama di lapangan, d) berita acara, e) mekanisme sertifikasi. Komunikasi dilakukan melalui telpon dan surat.

• Komunikasi di lapangan : mengenai saran teknis pengelolaan sumber benih. Saran pemasaran disampaikan secara informal apabila diminta pengelola sumber benih.

• Selama ini BPTH menjadi sumber informasi bagi pengada/pengedar bibit mengenai ketersediaan (stok produksi dan lokasi) di sumber benih.

(7)

Lampiran 4

Rekap wawamcara dengan Dinas Kehutanan

No Pertanyaan Tanggapan instansi

Dinas Kehutanan Kab. Tanah Laut Dinas Kehutanan Propinsi Kalsel Dishutbun Kab. Balangan 1 Persepsi mengenai Permenhut P.1/2009

dan pemberian wewenang sertifikasi kepada Pemda

• Belum mengetahui tentang Permenhut P.1/2009.

• Untuk menjamin mutu sertifikasi agar seragam, wewenang lebih baik diserahkan ke Pemprop karena Pemkab kesulitan menambah SDM dan sarana,

• sudah mempelajari isi Permenhut P.1/2009. Dephut dianggap setengah hati memberi kewenangan pada Dinas karena hingga akhir Mei 2009 belum ada NSPK (Norma, Standar, Pedoman, Kriteria) Perbenihan dari Dirjen RLPS sebagai penjabaran Permenhut tersebut, padahal batas waktunya sudah dekat.

• Dishutprop akan menindaaklanjuti stelah ada Keputusan Dirjen RLPS.

• Belum mengetahui isi Permenhut No P.1/2009 namun a siap melaksanakan dengan menyiapkan SDM dan sarananya.

• Pelaksanaan sertifikasi oleh Dinas dianggap akan lebih efisien karena memperpendek rantai birokrasi.

2 Kesiapan SDM dan sarana penilaian

sertifikasi Hanya ada satu staf khusus perbenihan, sarana penilaian belum memenuhi syarat

• Dishutprop akan menyiapkan 4-5 orang SDM untuk mengikuti Diklat Perbenihan sebagai calon anggota tim sertifikasi. Sarana sertifikasi juga akan disiapkan. Ditargetkan tahun 2011 Dishutprop Kalsel sudah memiliki SDM dan sarana sertifikasi perbenihan sesuai standar.

• Dishutprop Kalsel sudah memiliki Seksi Perbenihan. Dengan munculnya Permenhut P.1/2009, ada peluang untuk membentuk UPTD Perbenihan.

Untuk SDM akan mencoba memaksimalkan potensi yang sudah ada, yaitu 4-5 orang staf bagian Kehutanan dan Perkebunan. Staf yang ada dapat diandalkan dalam hal perpetaan dan perbenihan namun masih perlu pelatihan lebih lanjut. Apabila diperlukan atau SDM dirasa kurang kapabel, akan berkonsultasi dengan BPTH.

Sedang sarana yang sudah dimiliki adalah GPS, alat perpetaan dan persemaian.

(8)

No Pertanyaan Tanggapan instansi

Dinas Kehutanan Kab. Tanah Laut Dinas Kehutanan Propinsi Kalsel Dishutbun Kab. Balangan 3 Pembinaan dan pemantauan terhadap

pengelola SB dan pengada bibit di wilayahnya:

a. Apakah punya daftar sumber benih dan pengada bibit

b. Adakah laporan tertulis dari pengelola SB dan pengada bibit c. Berapa kali dalam setahun

melakukan kunjungan pembinaan

Hanya ada dua pengada/pengedar benih/bibit di wilayah Kab. Tanah Laut, dan selama ini belum ada pelpaoran tertuslis dari pengada/pengedar bibit mengenai stok dan distribusi bibitnya. Pemantauan stok dan distribusi dilakukan oleh staf perbenihan Dishut Tanah Laut tiga kali dalam setahun, didanai anggaran rutin DIPA.

Bukan tugas Dishtprop Bimbingan teknis dan pemantauan dilakukan oleh petugas keliling secara rutin (satu kali sebulan selama 8 bulan/tahun). Pengada bibit tanaman kehutananan hanya LSM Gaharu Persada., pelaporan tidak ada

4 Persepsi tentang pungutan jasa sertifikasi

Menyambut baik untuk menambah PAD, namun Dinas belum mampu, dan dikhawatirkan memberatkan pengusaha

Harus ada pedoman dari RLPS mengenai besaran pungutan yag diperbolehkan

Dikhawatirkan akan memberatkan penangkar bibit. Biaya sertifikasi seyogyanya diminimalkan (kalau bisa digratiskan) agar keuntunga petani lebih banyak, sebab prioritas Dishutbun adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. 5 Adakah peraturan/ kebijakan Pemda

terkait perbenihan tanaman hutan Belum ada Belum ada Peraturan Daerah (Perda) Kalsel yang terkait bidang perbenihan. Direncanakan melakukan studi banding ke Dishut DIY yang sudah melakukan sertifikasi benih dan bibit, serta Jabar yang sudah memiliki Perda retribusi benih/bibit.

(9)

No Pertanyaan Tanggapan instansi

Dinas Kehutanan Kab. Tanah Laut Dinas Kehutanan Propinsi Kalsel Dishutbun Kab. Balangan 6 Persepsi tentang efektivitas sertifikasi,

apakah benar-benar dapat menjamin mutu bibit

Sebagai konsumen bibit, dianggap bibit sertifikat dan bibit asalan mutunya sama. Bibit di lapangan seragam, tidak bisa dilacak asalnya. Bibit asalan belum tentu tidak bermutu, hanya saja pengadanya enggan mengajukan sertifikasi karena biayanya mahal dan konsumen juga tidak mensyaratkan bibit bersertifikat. Umumnya anggaran rehabilitasi lahan di Pemda (DAK-DR) tidak mencukupi untuk pengadaan bibit bersertifikat

Sebagai konsumen bibit, masalah dalam penggunaan bibit bersertifikasi selama ini antara lain : a) belum ada keharusan penggunaan bibit bersertifikasi dalam proyek rehabilitasi lahan; b) karena diadakan oleh pihak ke-3, lebih baik menggunakan bibit bersertifikasi untuk menjamin mutu bibit, namun terjadi perdebatan apakah untuk kegiatan reklamasi/reboisasi yang hanya ditujukan untuk penutupan lahan (bukan produksi) perlu jaminan mutu bibit; c) selama ini belum ada penelitian yang membandingkan pertumbuhan bibit sertifikasi dengan bibit asalan.

Persepsi sebagai konsumen bibit, memang lebih baik pengadaan bibit yang bersertifikat, agar masyarakat lebih yakin untuk menanamnya. Namun yang penting aalah syarat fisik terpenuhi (diameter > 30 cm), karena beberapa kali hasil pengadaan bibit yang didrop oleh BPDAS

(10)

No Pertanyaan Tanggapan instansi Dishutbuntambang Kab. Penajam

Paser Utara

Dinas Kehutanan Propinsi Kaltim Dishut Kab. Kutai Kartanegara 1 Persepsi mengenai Permenhut P.1/2009

dan pemberian wewenang sertifikasi kepada Pemda

Belum membaca tetapi sudah mendengar mengenai isi Permenhut No P.1/2009. Menyambut baik ketentuan pemberian wewenang sertifikasi kepada Dinas di

Kabupaten/Kota, karena lebih efisien, menyingkat prosedur dan hemat biaya bagi pengada/pengedar lokal. Sertifikasi lebih baik di lakukan oleh Dinas Kabupaten daripada Dishutprop Kaltim karena wilayah Kaltim Luas.

• Belum mendengar dan membaca mengenai Permenhut P.1/2009 (baru dimutasi dari bagian lain)

• Sudah sejalan dengan desentralisasi, namun pada tahap awal harus didampingi Dephut untuk penyamaan persepsi dan persiapan prakondisi (sosialisasi, penyiapan anggaran)

Sudah membaca isi Permenhut P.01/2009, namun belum ada sosialisasi dari BPTH Banjarbaru. Mengenai pemberian wewenang sertifikasi menyambut baik, namun anggaran baru bisa diajukan tahun 2010 untuk pelaksanaan 2011

2 Kesiapan SDM dan sarana penilaian

sertifikasi Sudah ada 12 orang tenaga kehutanan, namun masih perlu mengikuti Diklat Perbenihan yang disyaratkan. Sarana penilaian sertifikasi : sudah ada peralatan pembuta peta, namun belum ada peralatan pengukur pohon, belum ada laboratorium, dan persemaian masih semi permanen. Namun akan diusulkan pengadaan sarana penilaian sertifikasi untuk tahun-tahun anggaran berikut.

• Mampu apabila ada kesempatan untuk mengikuti diklat dan ada anggaran penyediaan sarpras

• Ragu, karena ada restrukturisasi dan mutasi SDM besar-besaran di Dishut Kaltim • Tidak disediakan anggaran dari Pemerintah

Pusat dalam rngka persiapan/prakondisi

Untuk SDM tersedia, tapi belum mengikutis diklat. Sarana ada, tapi belum ada laboratorium pengujian benih.

(11)

No Pertanyaan Tanggapan instansi

Dishutbuntambang Kab. Penajam Paser Utara Dinas Kehutanan Propinsi Kaltim Dishut Kab. Kutai Kartanegara 3 Pembinaan dan pemantauan terhadap

pengelola SB dan pengada bibit di wilayahnya:

• Apakah punya daftar sumber benih dan pengada bibit

• Adakah laporan tertulis dari pengelola SB dan pengada bibit

• Berapa kali dalam setahun melakukan kunjungan pembinaan

sering memberikan arahan-arahan yang harus dilengkapi di lokasi persemaian, terutama dalam rangka pemeriksaan pengadaan untuk tender rehabilitasi lahan.Dalam 1 tahun dilakukan 2 – 3 kali kunjungan ke

pengada/pengedar bibit. Untuk pengadaan bibit kegiatan rehabilitasi lahan PPU, diprioritaskan pengada/pengedar lokal untuk tender karena jarak lebih dekat sehingga resiko mati dalam pengangkutan berkurang.

Bukan tugas Dishtprop • Pembinaan yang selama ini dilakukan terhadap pengelola sumber benih dan pengada/pengedar bibit di wilayahnya ( dalam hal pemasaran, teknis dan informasi) belum intensif. Ada 9 pengada/pengedar bibit yang terdaftar di wilayah Kabupaten Kutai

Kartanegara.

• Belum ada dana khusus untuk pembinaan dan pemantauan pengada/pengedar bibit di wilayah Kukar, tidak terjadwal sebagai kegiatan Dinas, hanya menemani petugas BPTH yang melakukan kunjungan ke wilayah Kukar. 4 Persepsi tentang pungutan jasa

sertifikasi Sangat mendukung ketentuan tentang pungutan jasa sertifikasi karena selama ini pengada/pengedar bibit belum memberi kontribusi untuk kas daerah, namun pungutan tersebut tidak boleh memberatkan pengedar.

• Sepanjang ada payung hukumnya tidak masalah

• Sebagai alat kontrol untuk peingkatan kualitas pengadaan bibit

Menyetujui adanya pungutan jasa sertifikasi, namun harus ada petunjuk teknisnya mengenai mekanismenya dari Dephut, dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kab. Kukar

5 Adakah peraturan/ kebijakan Pemda terkait perbenihan tanaman hutan

Belum ada Belum ada Belum ada

6 Persepsi tentang efektivitas sertifikasi, apakah benar-benar dapat menjamin mutu bibit

Secara fisik, bibit yang bersertifikat dengan asalan tidk berbda nyata (mutu), tapi dari segi administrasi tender, bibit bersertifikat memang lebih diutamakan

Sertifikasi yang dilakukan dengan benar dan tepat akan menjamin kualitas benih/bibit

secara fisik tidak ada perbedaan antara bibit bersertifikat dan yang tidak.

(12)

111

Lampiran 5

Hasil wawancara dengan pengelola sumber benih yang belum melakukan

sertifikasi

No Pertanyaan Tanggapan

Dishut Kab Kukar PT Inhutani I 1 Apakah sudah mengetahui

mengenai potensi sumber benih yang dikelola

Belum ada inventarisasi potensi (SB nyamplung di pantai Tanah Merah Samboja, wilayah Tahura Bukit Suharto)

Sudah, ada potensi KB Acacia mangium, Shorea laevis (bangkirai), ulin (Euxyderoxylon zwagerii), dan rotan (Calamus sp) 2 Apakah sudah mengetahui

manfaat sertifikasi

sudah Masih mempertimbangkan dari segi manfaat dan biaya 3 Apakah sudah mengetahui

mekanisme sertifikasi

Sudah, tapi masih menunggu realisasi pedoman teknis Permenhut P.1/2009 Baru mempelajari Permenhut baru 4 Mengapa belum mengajukan sertifikasi

Belum ada inventarisasi potensi

Dinas tidak berhak menjadi pengelola SB sertifikat, harus bekerjasama dengan pihak lain

Untuk efisiensi biaya, menunggu ketiga sumber benih siap panen

(13)

112

Lampiran 6

LAMPIRAN 10 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor P.72/Menhut-II/2009: Tanggal : 6 Januari 2009

KRITERIA DAN STANDAR PELAKSANA SERTIFIKASI

A. Kriteria Pelaksana Sertifikasi

Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang memilih urusan bidang kehutanan sub-bidang perbenihan tanaman hutan wajib memiliki kemampuan untuk:

1. Menyelenggarakan sertifikasi sumber benih; 2. Menyelenggarakan sertifikasi mutu benih; 3. Menyelenggarakan sertifikasi mutu bibit.

Gubernur/Bupati/Walikota membuat laporan kepada Menteri tentang kesiapan Dinas Provinsi /Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan sertifikasi.

B. Standar Pelaksana Sertifikasi 1. Standar organisasi meliputi :

a. Mempunyai struktur organisasi, uraian tugas dan tanggung jawab yang berkaitan dengan kegiatan perbenihan dan pembibitan;

b. Memiliki prosedur kerja standar untuk mengelola dokumen dan data; c. Memiliki prosedur kerja standar dalam melaksanakan sertifikasi. .

2. Standar sumber daya manusia yaitu memiliki tenaga yang memadai dan kompeten (ahli, terampil dan pengalaman) yang dibuktikan dengan sertifikat keahlian, ketrampilan dan pengalaman berikut:

Tabel 1. Standar sumberdaya manusia

No. Jenis Sertifikasi Sumber Daya Manusia 1. Sertifikasi Sumber

Benih • Telah mengikuti pelatihan penilaian sumber benih minimal sebanyak 80 JPL • Pelatihan GPS

2. Sertifikasi Mutu Benih Telah mengikuti pelatihan pengujian mutu benih minimal sebanyak 80 JPL

3. Sertifikasi Mutu Bibit Telah mengikuti pelatihan penilaian bibit minimal sebanyak 80 JPL

3. Standar sarana dan prasarana minimal yang harus dimiliki oleh Dinas Provinsi/Kabupaten/ Kota untuk melakukan penilaian sumber benih dan pengujian mutu benih tercantum pada Tabel 2 .

(14)

113

Tabel 2. Standar sarana dan prasarana penilaian sumber benih

No.

Nama Alat

Jumlah

1.

Geographic Positioning System

• Jumlahnya

disesuaikan

dengan

kebutuhan.

1 Tim memerlukan ke 6 alat

tersebut.

2.

Kompas

3.

Pengukur pH tanah

4.

Meteran ukuran minimal 25 m

5.

Meteran ukuran 1 m atau Phi Band

6.

Peralatan untuk pembuatan peta

7.

Alat pengukur tinggi pohon

8.

Altimeter

(15)

Lampiran 7

Kesenjangan antara kebijakan dalam Permenhut P.1/2009 dengan kondisi ideal mengenai standar khusus sumber benih KBS, KBK, dan KP

No Kebijakan yang berlaku Kondisi ideal Penjelasan

1. Kebun Benih Semai (KBS)

a. Asal tegakan berasal dari hutan tanaman atau hutan

alam.

b. Asal-usul famili dari pohon plus. Identitas famili dicantumkan di peta (rancangan kebun) atau tanda famili di lapangan.

c. Penjarangan dilakukan untuk mempertahankan

famili-famili yang terbaik dan meningkatkan produksi benih. Penjarangan ini didasarkan hasil uji keturunan di beberapa lokasi, tetapi kadang-kadang berdasarkan penampakan famili.

a. Benih berasal dari hutan tanaman

atau hutan alam.

b. Asal-usul famili dari pohon induk/ pohon plus. Identitas famili dicantumkan di peta (rancangan kebun) atau tanda famili di lapangan.

c. Penjarangan dilakukan untuk

mempertahankan famili-famili yang terbaik dan meningkatkan produksi benih. Penjarangan dilakukan berdasarkan metode seleksi sesuai dengan hasil uji keturunan.

a. KBS dibangun dari benih (generatif) dan

bukan dari penunjukan

b. Pada generasi pertama umumnya belum

berasal dari pohon induk (dari hutan alam/tanaman yang belum terseleksi). Pada generasi berikutnya (generasi kedua dst.) baru menggunakan materi dari pohon plus yang berasal dari uji keturunan/KBS generasi sebelumnya.

c. Penjarangan dilakukan tidak harus dari beberapa lokasi, karena KBS terkadang hanya dibangun di 1 lokasi. Penjarangan dilakukan berdasarkan informasi parameter genetik pada uji keturunan untuk

menentukan metode seleksi yang tepat. 2. Kebun Benih Klon (KBK)

a. Asal tegakan berasal dari hutan tanaman atau hutan

alam.

b. Asal-usul klon dari pohon plus. Benih dipisah menurut kloni (pohon induk). Identitas klon di kebun benih dicantumkan pada peta dan/atau tanda di pohon.

Kebun Benih Klon (KBK)

a. Asal klon dari pohon plus hasil uji keturunan.

b. Identitas klon di kebun benih dicantumkan pada peta (rancangan kebun) dan/atau tanda di pohon.

a. KBK dibangun dari bahan vegetatif (klon) pohon plus hasil uji keturunan, bukan dari hutan alam atau hutan tanaman.

(16)

No Kebijakan yang berlaku Kondisi ideal Penjelasan

c. Penjarangan dilakukan untuk

mempertahankan klon-klon yang terbaik dan meningkatkan produksi benih. Penjarangan ini didasarkan hasil uji keturunan berdasarkan penampakan klon di kebun benih. Penjarangan terdiri dari penjarangan klon (menebang klon terjelek) dan penjarangan dalam klon (menebang fenotipe jelek dalam klon dan meninggalkan satu pohon).

b. Penjarangan dilakukan apabila KBK

dibangun dengan menggunakan lebih dari 1 treeplot (multi treeplot) atau KBK yang belum terseleksi dibangun bersamaan dengan uji keturunan

c. KBK biasanya hanya menggunakan 1 treeplot (single treeplot) karena tidak perlu lagi dilakukan seleksi. Perlakuan penjarangan diterapkan apabila KBK yang belum

diseleksi dibangun bersama-sama dengan uji keturunan, yang akan dilakukan penjarangan setelah uji keturunan diseleksi.

Pada kondisi ini jarak tanam awal harus dipertimbangkan untuk menghasilkan jarak tanam akhir yang ideal untuk persilangan. 3 Kebun Benih Pangkas (KBP)

a. Asal-usul bahan tanaman dari pohon induk dari KBK atau KBS. Bahan ini berupa vegetatif dan generatif.

Penanamannya terpisah (keturunan dari satu pohon induk di setiap bedeng) atau campuran (keturunan dari beberapa pohon induk dalam satu bedeng).

b. Jumlah pohon minimal 25 klon atau

famili yang berbeda

Seharusnya disebut Kebun Pangkas (KP)

a. Asal-usul bahan vegetatif berasal dari klon unggul hasil uji klon

b. KP dapat dibangun dengan 1 klon

(mono clonal) atau lebih dari 1 klon unggul (multi clonal). Jumlah untuk masing-masing klon minimal 100 ramet agar dapat memproduksi bibit secara masal.

.

a. Apabila KP dibangun dari materi generatif, keturunannya tidak akan menurunkan seluruh keunggulan karakter induknya karena masih merupakan hasil persilangan, sehingga harus dibangun dari materi vegetatif.

b. Apabila materi KP berasal dari KBK atau

KBS sebelum dilakukan ujin klon, maka klon yang digunakan belum terbukti kemampuan perakaran dan adaptasinya di lapangan.

c. KP dibangun untuk memproduksi materi

vegetatif dalam perhutanan klon sehingga jumlah klon unggul yang digunakan bergantung dari target produktivitas yang diinginkan oleh produsen dan/atau konsumen.

(17)

Lampiran 8

Rekap hasil wawancara dengan pengada benih/bibit mengenai persepsi terhadap Pemenhut P.1/2009

No. Pengusaha Apakah mengetahui adanya Permenhut P.1/2009?

Mengenai pemberian wewenang

sertifikasi pada Pemda Mengenai biaya lapangan sertifikasi yang ditangggung pemohon Mengenai pungutan jasa sertifikasi 1 CV Usaha Bersama Mandiri, Kab.

Tanah Laut belum Lebih baik BPTH karena Dinas belum mampu Setuju asal tidak memberatkan Setuju asal harga bibit bersertifikat lebih baik dari asalan

2 PT Inhutani III Ya Hal yang baik, namun staf pemda belum ada yang menguasai masalah perbenihan

Tidak masalah kalau memang sudah

ditetapkan memang sudah ditetapkan Tidak masalah kalau dan disetorkan sebagai PNBP 3 LSM Gaharu Persada belum Lebih dekat, tapi SDM dan

sarana Dinas belum siap Tidak masalah dikhawatirkan menyebabkan adanya sertifikat bagi sumber benih yang belum memenuhi syarat, karen alebih banyak yang terlibat dlam sertifikasi berarti peluang “bermain” lebih banyak.

4 KT Meratus SEjahtera Dengar tapi belum baca Dari segi biaya lebih murah, praktis, tapi dari segi SDM tetap perlu orang BPTH

Setuju asal ada ketentuan resmi Setuju asal tarif resmi dan harga jual harus sesuai biaya yang dikeluarkan

5 CV Putra Panjalu, Kab. Banjar Ya tapi belum baca Lebih baik BPTH karena Dinas

belum mampu Tidak masalah, asal resmi dan besarnya wajar Setuju asal harga bibit proporsional dengan biaya yang dikeluarkan 6 Haji Ahyani, Kab. Banjar Ya tapi belum baca Lebih baik BPTH karena Dinas

belum mampu Setuju asal ada ketentuan resmi dan tidak memberatkan Setuju bila merupakan tarif resmi dan profesional 8 PT ITCIKU, di Kenangan Kab.

Penajam Paser Utara

belum Dinas belum mampu, lebih suka ke BPTH meski mahal dan pajang prosedurnya

Tidak setuju karena memberatkan, kecuali untuk akomodasi, konsumsi, dan teknis di lapangan

Boleh sepanjang resmi dan tidak memberatkan

(18)

No. Pengusaha Apakah mengetahui adanya Permenhut P.1/2009?

Mengenai pemberian wewenang

sertifikasi pada Pemda Mengenai biaya lapangan sertifikasi yang ditangggung pemohon Mengenai pungutan jasa sertifikasi 9 Pengelola Sumber Benih di PT.

Inhutani Batu Ampar Kab. Kutai Kartanegara

belum Aetuju asal sudah ada SDM dan

sarpras di Pemda Bersedia, asal tidak memberatkan dan seimbang/wajar Setuju asal hasil penilaian pofesional 10 CV Girilusindo Landscape

Samarinda

belum Setuju, lebih dekat, dari segi pengaeasan lebih efektif, tapi dikhawatirkan ada pemainan di Dinas sehingga penilaian tidak profesional

Tidak msalah asal penilain profesional, biaya bisa kolektif

Sh-sah saja, asal konsumen mengutamakan yang bersertifikat 11 PT. Graha Kaltim Santosa (Tectona

Group) Samarinda Ya dari BPTH, tai belum membaca Setuju asal tidak merugikan penangkar, namun SDM Pemda belum mapu

Tidak masalah asal besarnya wajar Setuju selama tidak memberatkan pengusaha bibit

12 PT Karunia Sanjaya Makmur Ya tapi belum baca Setuju, lebih efisien dari segi waktu Tidak masalah Tidak masalah 13 CV Makro, Penajam, Kab. Penajam

Paser Utara belum

7 CV Karisma Bangun Tama di Tenggarong, Kab. Kutai Kartanegara

belum Praktis, lebih hemat biaya, negotiable, kan lebih singkat dari waktu proses di BPTH

Tidak masalah asal besarannya wajar Tidak masalah asal taarifnya resmi dan proporsional denaagn manfaat yang didapat

8 Harsono, Kebon Agung Samarinda belum Setuju, lebih mudah, murah, cepat Setuju asal transparan Setuju, asal ada beda haarga antara bibit bersertifikat dengan bibit asalan

9 Khoirul Fahmi, Samarinda belum Bagus, asal penilaian profesional

(19)

Lampiran 10

Informasi-informasi yang diperlukan para pengusaha benih/bibit

Keterangan : 1. Peraturan yang berlaku terkait pengadaan dan pengedaran bibit 2. Kebijakan dan prosedur sertifikasi benih

3. Teknik pengelolaan sumber benih dan penangkaran

4. Informasi pasar, meliputi trend kebutuhan jenis, jumlah harga, waktu

No. Pengusaha

Informasi yang diperlukan Sumber informasi perbenihan Persepsi mengenai pembentukan forum komunikasi perbenihan 1 2 3 4 Informasi

lain

1 CV Usaha Bersama Mandiri,

Kab. Tanah Laut √ √ √ √ BPTH, otodidak Perlu dibentuk forum komunikasi perbenihan dengan tujuan sharing

informasi antar pengusaha benih/bibit.

2 PT Inhutani III √ √ √ √ mitra kerjasama (JICA, B2PBTH

Yogyakarta), observasi lapangan, seminar/lokakarya, internet

Perlu dibentuk forum komunikasi perbenihan dengan tujuan : a)

pelaksanaan dan penegakan aturan tata usaha benih; b) pengembangan strategi bisnis.

3 LSM Gaharu Persada √ √ - √ Direktorat Perbenihan Tanaman

Hutan, observasi lapangan/studi banding, pelatihan, pengalaman jual beli (ekspor) gaharu, seminar.

Perlu dibentuk forum komunikasi perbenihan dengan tujuan : a) mengatur etika/ aturamn main peredaran bibit; b) insentif/proteksi bibit yang sudah disertifikasi.

4 KT Meratus SEjahtera √ √ √ √ BPTH, pengalaman, dan pelatihan Perlu dibentuk forum komunikasi

perbenihan dengan tujuan : a) mengatur etika/ aturan main tataniaga benih dan bibit, agar tidak terjadi monopoli, kesepakatan harga, dan proteksi/prioritas bagi penangkar lokal; b) sharing informasi antar pengusaha benih/bibit.

(20)

No. Pengusaha

Informasi yang diperlukan Sumber informasi perbenihan Persepsi mengenai pembentukan forum komunikasi perbenihan 1 2 3 4 Informasi

lain

5 CV Putra Panjalu, Kab. Banjar

√ √ √ √

BPTH, observasi lapangan, buku,

seminar Perlu dibentuk forum komunikasi perbenihan dengan tujuan : a) mengatur etika/ aturan main tataniaga benih dan bibit, agar tidak terjadi monopoli, kesepakatan harga, dan proteksi/prioritas bagi penangkar lokal; b) sharing informasi antar pengusaha benih/bibit. 6 Haji Ahyani, Kab. Banjar

√ √ √ √

Pendidikan formal, BPTH,

observasi lapangan, buku, seminar Perlu dibentuk forum komunikasi perbenihan dengan tujuan : a) mengatur etika/ aturan main tataniaga benih dan bibit, agar tidak terjadi monopoli, kesepakatan harga, dan proteksi/prioritas bagi penangkar lokal; b) sharing informasi

8 PT ITCIKU, di Kenangan Kab. Penajam Paser Utara

√ √ √ √ BPTH, Litbang, Website (RLPS, Dir PTH), buku

Perlu dibentuk forum komunikasi perbenihan untuk sharing info teknologi & pasar. Fasilitator : Litbang / BPTH, karena informasi yang diperlukan perusaaan besar seperti ITCI condong ke arah teknologi benih dan bibit.

9 Pengelola Sumber Benih di PT. Inhutani Batu Ampar Kab. Kutai Kartanegara

(21)

No. Pengusaha

Informasi yang diperlukan Sumber informasi perbenihan Persepsi mengenai pembentukan forum komunikasi perbenihan

1 2 3 4 Informasi lain

10 CV Girilusindo Landscape Samarinda

√ ;’√ √ √

teman Perlu dibentuk forum komunikasi

perbenihan dengan tujuan : a) mengatur etika/ aturan main tataniaga benih dan bibit, agar tidak terjadi monopoli, kesepakatan harga, dan proteksi/prioritas bagi penangkar lokal; b) sharing informasi teknologi dan pasar antar pengusaha benih/bibit. Pernah terbentuk Asosiasi Penangkar Bibit di Kaltim namun tidak aktif . Pernah dirumuskan kesepakatan harga bibit antara penangkar anggota asosiasi namun karena tidak kompak sehingga kesepakatan harga tidak efektif.

11 PT. Graha Kaltim Santosa

(Tectona Group) Samarinda √ √ √ √

pelatihan Perlu forkom untuk sharing info pasar

dan teknik, penetapan atika 12 PT Karunia Sanjaya Makmur

√ √ √ √ Teman, pengalaman Perlu dibentuk forum komunikasi perbenihan untuk tukar informasi

ketersediaan bibit 13 CV Makro, Penajam, Kab.

Penajam Paser Utara √ √ √ √ pengalaman Perlu forkom untuk tukar info pasar dan teknik perbenihan

14 CV Karisma Bangun Tama di Tenggarong, Kab. Kutai Kartanegara

√ √ √ √ Orang tua, Dinas, sesama penangkar Perlu forkom, untuk sharing info pasar dan teknologi

15 Harsono, Kebon Agung

Samarinda √ √ √ √

otodidak Perlu forkom perbenihan untuk

kesepakatan harga dan info bibit

16 Khoirul Fahmi, Samarinda otodidak Perlu dibentuk fokom, untuk standarisasi

(22)

LAMPIRAN 11

REKAP ANALISIS SENSITIVITAS KELAYAKAN FINANSIAL

1.

LSM GAHARU PERSADA

a. Penjualan turun 20%, HPP normal

i= 0.1352 THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 208,000,000.00 354,924,850.00 (146,924,850.00) 88.09% 183,227,625.09 312,654,025.72 (129,426,400.63) 2 208,000,000.00 149,800,000.00 58,200,000.00 77.60% 161,405,589.40 116,243,063.91 45,162,525.50 3 208,000,000.00 149,800,000.00 58,200,000.00 68.36% 142,182,513.57 102,398,752.56 39,783,761.01 4 208,000,000.00 149,800,000.00 58,200,000.00 60.22% 125,248,866.78 90,203,270.40 35,045,596.38 5 208,000,000.00 149,800,000.00 58,200,000.00 53.04% 110,331,982.72 79,460,245.24 30,871,737.47 1,040,000,000.00 954,124,850.00 85,875,150.00 722,396,577.55 700,959,357.83 21,437,219.72 IRR 21.34% PVB Rp 722,396,577.55 PVC Rp 700,959,357.83 B / C 1.0306 NPV Rp 21,437,219.72

(23)

c. LSM GP

,

Penjualan turun 20%, HPP naik 10%

i= 0.1352 THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 208,000,000.00 369,404,850.00 (161,404,850.00) 88.09% 183,227,625.09 325,409,487.32 (142,181,862.23) 2 208,000,000.00 164,280,000.00 43,720,000.00 77.60% 161,405,589.40 127,479,376.09 33,926,213.31 3 208,000,000.00 164,280,000.00 43,720,000.00 68.36% 142,182,513.57 112,296,842.93 29,885,670.64 4 208,000,000.00 164,280,000.00 43,720,000.00 60.22% 125,248,866.78 98,922,518.43 26,326,348.34 5 208,000,000.00 164,280,000.00 43,720,000.00 53.04% 110,331,982.72 87,141,048.66 23,190,934.06 1,040,000,000.00 1,026,524,850.00 13,475,150.00 722,396,577.55 751,249,273.42 (28,852,695.87) IRR 3.29% PVB Rp 722,396,577.55 PVC Rp 751,249,273.42 B / C 0.9616 NPV Rp (28,852,695.87)

(24)

b. LSM GP

,

Penjualan normal, HPP naik 10%

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 260,000,000.00 369,404,850.00 (109,404,850.00) 88.09% 229,034,531.36 325,409,487.32 (96,374,955.95) 2 260,000,000.00 164,280,000.00 95,720,000.00 77.60% 201,756,986.75 127,479,376.09 74,277,610.66 3 260,000,000.00 164,280,000.00 95,720,000.00 68.36% 177,728,141.96 112,296,842.93 65,431,299.03 4 260,000,000.00 164,280,000.00 95,720,000.00 60.22% 156,561,083.47 98,922,518.43 57,638,565.04 5 260,000,000.00 164,280,000.00 95,720,000.00 53.04% 137,914,978.39 87,141,048.66 50,773,929.74 1,300,000,000.00 1,026,524,850.00 273,475,150.00 902,995,721.94 751,249,273.42 151,746,448.51 IRR 78.96% PVB Rp 902,995,721.94 PVC Rp 751,249,273.42 B / C 1.2020 NPV Rp 151,746,448.51

(25)

2.

ANALISIS SENSITIVITAS KELAYAKAN FINANSIAL KT MERATUS SEJAHTERA

a.

Penjualan turun 20%, HPP normal

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 38,000,000.00 85,722,500.00 (47,722,500.00) 88.09% 33,474,277.66 75,513,125.44 (42,038,847.78) 2 38,000,000.00 30,057,502.00 7,942,498.00 77.60% 29,487,559.60 23,324,273.20 6,163,286.40 3 38,000,000.00 30,057,503.00 7,942,497.00 68.36% 25,975,651.52 20,546,400.62 5,429,250.90 4 38,000,000.00 30,057,504.00 7,942,496.00 60.22% 22,882,004.51 18,099,366.90 4,782,637.61 5 38,000,000.00 30,057,505.00 7,942,495.00 53.04% 20,156,804.53 15,943,769.82 4,213,034.72 190,000,000.00 205,952,514.00 (15,952,514.00) 131,976,297.82 153,426,935.97 (21,450,638.15) IRR -14.50% PVB Rp 131,976,297.82 PVC Rp 153,426,935.97 B / C 0.8602 NPV Rp (21,450,638.15)

(26)

c.

KT MS, penjualan turun 20%, HPP naik 10%

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 38,000,000.00 88,728,250.00 (50,728,250.00) 88.09% 33,474,277.66 78,160,896.76 (44,686,619.10) 2 38,000,000.00 33,063,252.00 4,936,748.00 77.60% 29,487,559.60 25,656,700.37 3,830,859.23 3 38,000,000.00 33,063,253.00 4,936,747.00 68.36% 25,975,651.52 22,601,040.47 3,374,611.04 4 38,000,000.00 33,063,254.00 4,936,746.00 60.22% 22,882,004.51 19,909,303.34 2,972,701.16 5 38,000,000.00 33,063,255.00 4,936,745.00 53.04% 20,156,804.53 17,538,146.53 2,618,658.00 190,000,000.00 220,981,264.00 (30,981,264.00) 131,976,297.82 163,866,087.48 (31,889,789.66) IRR -29.37% PVB Rp 131,976,297.82 PVC Rp 163,866,087.48 B / C 0.8054 NPV Rp (31,889,789.66)

(27)

b.

KT MS, penjualan normal, HPP naik 10%

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 47,500,000.00 88,728,250.00 (41,228,250.00) 88.09% 41,842,847.08 78,160,896.76 (36,318,049.68) 2 47,500,000.00 33,063,252.00 14,436,748.00 77.60% 36,859,449.50 25,656,700.37 11,202,749.13 3 47,500,000.00 33,063,253.00 14,436,747.00 68.36% 32,469,564.40 22,601,040.47 9,868,523.92 4 47,500,000.00 33,063,254.00 14,436,746.00 60.22% 28,602,505.63 19,909,303.34 8,693,202.29 5 47,500,000.00 33,063,255.00 14,436,745.00 53.04% 25,196,005.67 17,538,146.53 7,657,859.13 237,500,000.00 220,981,264.00 16,518,736.00 164,970,372.28 163,866,087.48 1,104,284.80 IRR 14.99% PVB Rp 164,970,372.28 PVC Rp 163,866,087.48 B / C 1.0067 NPV Rp 1,104,284.80

(28)

3.

Analisis sensitivitas kelayakan finansial PT INHUTANI III

a.

Penjualan turun 20%, HPP normal

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 320,000,000.00 472,768,500.00 (152,768,500.00) 88.09% 281,888,653.98 416,462,737.84 (134,574,083.86) 2 320,000,000.00 319,431,000.00 569,000.00 77.60% 248,316,291.39 247,874,753.98 441,537.41 3 320,000,000.00 319,431,000.00 569,000.00 68.36% 218,742,328.56 218,353,377.36 388,951.20 4 320,000,000.00 319,431,000.00 569,000.00 60.22% 192,690,564.27 192,347,936.36 342,627.91 5 320,000,000.00 319,431,000.00 569,000.00 53.04% 169,741,511.87 169,439,690.24 301,821.63 JUMLAH 1,600,000,000.00 1,750,492,500.00 (150,492,500.00) 1,111,379,350.08 1,244,478,495.79 (133,099,145.72) IRR #NUM! PVB Rp 1,111,379,350.08 PVC Rp 1,244,478,495.79 B / C 0.8930 NPV Rp (133,099,145.72)

(29)

c.

PT INH 3, penjualan turun 20%, HPP naik 10%

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 320,000,000.00 484,943,500.00 (164,943,500.00) 88.09% 281,888,653.98 427,187,720.23 (145,299,066.24) 2 320,000,000.00 331,606,000.00 (11,606,000.00) 77.60% 248,316,291.39 257,322,412.88 (9,006,121.49) 3 320,000,000.00 331,606,000.00 (11,606,000.00) 68.36% 218,742,328.56 226,675,839.39 (7,933,510.83) 4 320,000,000.00 331,606,000.00 (11,606,000.00) 60.22% 192,690,564.27 199,679,210.18 (6,988,645.90) 5 320,000,000.00 331,606,000.00 (11,606,000.00) 53.04% 169,741,511.87 175,897,824.33 (6,156,312.46) JUMLAH 1,600,000,000.00 1,811,367,500.00 (211,367,500.00) 1,111,379,350,08 1,286,763,007.00 (175,383,656.93) IRR #NUM! PVB Rp 1,111,379,350.08 PVC Rp 1,286,763,007.00 B / C 0.8637 NPV Rp (175,383,656.93)

(30)

b.

PT INH 3, penjualan normal, HPP naik 10%

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 400,000,000.00 494,143,500.00 (94,143,500.00) 88.09% 352,360,817.48 435,292,019.03 (82,931,201.55) 2 400,000,000.00 340,806,000.00 59,194,000.00 77.60% 310,395,364.23 264,461,506.26 45,933,857.98 3 400,000,000.00 340,806,000.00 59,194,000.00 68.36% 273,427,910.71 232,964,681.34 40,463,229.37 4 400,000,000.00 340,806,000.00 59,194,000.00 60.22% 240,863,205.34 205,219,063.90 35,644,141.44 5 400,000,000.00 340,806,000.00 59,194,000.00 53.04% 212,176,889.84 180,777,892.79 31,398,997.04 JUMLAH 2,000,000,000.00 1,857,367,500.00 142,632,500.00 1,389,224,187,60 1,318,715,163.32 70,509,024.28 IRR 50.68% PVB Rp 1,389,224,187.60 PVC Rp 1,318,715,163.32 B / C 1.0535 NPV Rp 70,509,024.28

(31)

4.

Analisis sensitivitas kelayakan finansial PT ITCIKU

a.

Penjualan turun 20%, HPP normal

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 175.650.560,00 261.236.732,90 (85.586.172,90) 88,09% 154.730.937,28 230.123.971,90 (75.393.034,62) 2 175.650.560,00 126.501.932,90 49.148.627,10 77,60% 136.302.798,87 98.164.033,85 38.138.765,03 3 175.650.560,00 126.501.932,90 49.148.627,10 68,36% 120.069.414,09 86.472.898,03 33.596.516,05 4 175.650.560,00 126.501.932,90 49.148.627,10 60,22% 105.769.392,25 76.174.152,60 29.595.239,65 5 175.650.560,00 126.501.932,90 49.148.627,10 53,04% 93.172.473,80 67.101.966,70 26.070.507,09 767.244.464,50 610.045.016,29 558.037.023,08 52.007.993,21 IRR 44,11% PVB Rp 610.045.016,29 PVC Rp 558.037.023,08 B / C 1,0932

NPV

Rp 52.007.993,21

(32)

c. PT IKU, penjualan turun 20%, HPP naik 10%

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 175.650.560,00 268.429.462,35 (92.778.902,35) 88,09% 154.730.937,28 236.460.061,97 (81.729.124,69) 2 175.650.560,00 133.694.662,35 41.955.897,65 77,60% 136.302.798,87 103.745.508,54 32.557.290,33 3 175.650.560,00 133.694.662,35 41.955.897,65 68,36% 120.069.414,09 91.389.630,50 28.679.783,59 4 175.650.560,00 133.694.662,35 41.955.897,65 60,22% 105.769.392,25 80.505.312,28 25.264.079,98 5 175.650.560,00 133.694.662,35 41.955.897,65 53,04% 93.172.473,80 70.917.294,11 22.255.179,68 803.208.111,75 610.045.016,29 583.017.807,40 27.027.208,89 IRR 28,78% PVB Rp 610.045.016,29 PVC Rp 583.017.807,40 B / C 1,0464

NPV

Rp 27.027.208,89

(33)

b.

PT IKU, penjualan normal, HPP naik 10%

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 219.563.200,00 273.907.045,35 (54.343.845,35) 88,09% 193.413.671,60 241.285.276,03 (47.871.604,43) 2 219.563.200,00 139.172.245,35 80.390.954,65 77,60% 170.378.498,59 107.996.049,47 62.382.449,12 3 219.563.200,00 139.172.245,35 80.390.954,65 68,36% 150.086.767,61 95.133.940,69 54.952.826,92 4 219.563.200,00 139.172.245,35 80.390.954,65 60,22% 132.211.740,32 83.803.682,77 48.408.057,54 5 219.563.200,00 139.172.245,35 80.390.954,65 53,04% 116.465.592,25 73.822.835,43 42.642.756,82 830.596.026,75 762.556.270,36 602.041.784,38 160.514.485,98 IRR 143,74% PVB Rp 762.556.270,36 PVC Rp 602.041.784,38 B / C 1,2666

NPV

Rp 160.514.485,98

(34)

5.

Analisis sensitivitas kelayakan finansial CV GIRILUSINDO LANDSCAPE

a.

Penjualan turun 20%, HPP normal

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 136,000,000.00 298,500,000.00 (162,500,000.00) 88.09% 119,802,677.94 262,949,260.04 (143,146,582.10) 2 136,000,000.00 96,840,000.00 39,160,000.00 77.60% 105,534,423.84 75,146,717.68 30,387,706.16 3 136,000,000.00 96,840,000.00 39,160,000.00 68.36% 92,965,489.64 66,196,897.18 26,768,592.46 4 136,000,000.00 96,840,000.00 39,160,000.00 60.22% 81,893,489.82 58,312,982.01 23,580,507.80 5 136,000,000.00 96,840,000.00 39,160,000.00 53.04% 72,140,142.54 51,368,025.03 20,772,117.52 680,000,000.00 685,860,000.00 (5,860,000.00) 472,336,223.78 513,973,881.95 (41,637,658.17) IRR -1.45% PVB Rp 472,336,223.78 PVC Rp 513,973,881.95 B / C 0.9190

(35)

c. CV GL, penjualan turun 20%, HPP naik 10%

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 136,000,000.00 306,620,000.00 (170,620,000.00) 88.09% 119,802,677.94 270,102,184.64 (150,299,506.69) 2 136,000,000.00 104,960,000.00 31,040,000.00 77.60% 105,534,423.84 81,447,743.57 24,086,680.26 3 136,000,000.00 104,960,000.00 31,040,000.00 68.36% 92,965,489.64 71,747,483.77 21,218,005.87 4 136,000,000.00 104,960,000.00 31,040,000.00 60.22% 81,893,489.82 63,202,505.08 18,690,984.73 5 136,000,000.00 104,960,000.00 31,040,000.00 53.04% 72,140,142.54 55,675,215.89 16,464,926.65 680,000,000.00 726,460,000.00 (46,460,000.00) 472,336,223.78 542,175,132.96 (69,838,909.17) IRR -11.60% PVB Rp 472,336,223.78 PVC Rp 542,175,132.96 B / C 0.8712 NPV Rp (69,838,909.17)

(36)

b.CV GL, penjualan nomal, HPP naik 10%

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 170,000,000.00 310,530,000.00 (140,530,000.00) 88.09% 149,753,347.43 273,546,511.63 (123,793,164.20) 2 170,000,000.00 108,870,000.00 61,130,000.00 77.60% 131,918,029.80 84,481,858.26 47,436,171.54 3 170,000,000.00 108,870,000.00 61,130,000.00 68.36% 116,206,862.05 74,420,241.60 41,786,620.45 4 170,000,000.00 108,870,000.00 61,130,000.00 60.22% 102,366,862.27 65,556,942.91 36,809,919.36 5 170,000,000.00 108,870,000.00 61,130,000.00 53.04% 90,175,178.18 57,749,244.99 32,425,933.19 850,000,000.00 746,010,000.00 103,990,000.00 590,420,279.73 555,754,799.39 34,665,480.34 IRR 26.53% PVB Rp 590,420,279.73 PVC Rp 555,754,799.39 B / C 1.0624 NPV Rp 34,665,480.34

(37)

6.

Analisis sensitivitas kelayakan finansial PT GRAHA KALTIM SENTOSA

a.

Penjualan turun 20%, HPP normal

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 200,000,000.00 270,467,800.00 (70,467,800.00) 88.09% 176,180,408.74 238,255,637.77 (62,075,229.03) 2 196,000,000.00 188,855,000.00 7,145,000.00 77.60% 152,093,728.47 146,549,291.28 5,544,437.19 3 196,000,000.00 188,855,000.00 7,145,000.00 68.36% 133,979,676.25 129,095,570.19 4,884,106.05 4 196,000,000.00 188,855,000.00 7,145,000.00 60.22% 118,022,970.62 113,720,551.61 4,302,419.01 5 196,000,000.00 188,855,000.00 7,145,000.00 53.04% 103,966,676.02 100,176,666.33 3,790,009.69 984,000,000.00 1,025,887,800.00 (41,887,800.00) 684,243,460.10 727,797,717.18 (43,554,257.09) IRR -28.36% PVB Rp 684,243,460.10 PVC Rp 727,797,717.18 B / C 0.9402 NPV Rp (43,554,257.09)

(38)

b.

PT GKS, penjualan turun 20%, HPP naik 10%

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 200,000,000.00 286,765,300.00 (86,765,300.00) 88.09% 176,180,408.74 252,612,138.83 (76,431,730.09) 2 196,000,000.00 205,152,500.00 (9,152,500.00) 77.60% 152,093,728.47 159,195,962.40 (7,102,233.93) 3 196,000,000.00 205,152,500.00 (9,152,500.00) 68.36% 133,979,676.25 140,236,048.63 (6,256,372.38) 4 196,000,000.00 205,152,500.00 (9,152,500.00) 60.22% 118,022,970.62 123,534,221.84 (5,511,251.22) 5 196,000,000.00 205,152,500.00 (9,152,500.00) 53.04% 103,966,676.02 108,821,548.48 (4,854,872.46) 984,000,000.00 1,107,375,300.00 (123,375,300.00) 684,243,460.10 784,399,920.18 (100,156,460.08) IRR #NUM! PVB Rp 684,243,460.10 PVC Rp 784,399,920.18 B / C 0.8723 NPV Rp (100,156,460.08)

(39)

b.

PT GKS, penjualan normal, HPP naik 10%

THN BENEFIT COST B - C DF PVB PVC NPV 1 250,000,000.00 292,485,300.00 (42,485,300.00) 88.09% 220,225,510.92 257,650,898.52 (37,425,387.60) 2 245,000,000.00 210,872,500.00 34,127,500.00 77.60% 190,117,160.59 163,634,616.11 26,482,544.48 3 245,000,000.00 210,872,500.00 34,127,500.00 68.36% 167,474,595.31 144,146,067.75 23,328,527.56 4 245,000,000.00 210,872,500.00 34,127,500.00 60.22% 147,528,713.27 126,978,565.67 20,550,147.60 5 245,000,000.00 210,872,500.00 34,127,500.00 53.04% 129,958,345.03 111,855,678.01 18,102,667.02 1,230,000,000.00 1,135,975,300.00 94,024,700.00 855,304,325.12 804,265,826.06 51,038,499.06 IRR 70.91% PVB Rp 855,304,325.12 PVC Rp 804,265,826.06 B / C 1.0635 NPV Rp 51,038,499.06

Gambar

Tabel 1. Standar sumberdaya manusia
Tabel 2. Standar sarana dan prasarana penilaian sumber benih

Referensi

Dokumen terkait

Sistem tubuh yang memiliki peran dalam eliminasi fekal adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus, usus besar, rektum dan anus (Hidayat, 2006)..

Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa pada kondisi pH sangat asam atau pH <5 keberadaan ion H + dalam larutan melimpah, sehingga menghalangi interaksi Cu(II)

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi

Pemberi pinjaman dapat memperpanjang masa periode pembayaran, atau jika Anda berutang pada lebih dari satu pemberi pinjaman, membantu Anda berkoordinasi dengan pemberi pinjaman

Penelitian mengenai faktor-faktor kondisi yang mendukung kontinuitas aktivitas budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) di Teluk Lampung telah dilakukan pada Bulan Agustus 2009.

Luminance HDR Software (Akhir Thoughts) - Untuk seseorang mencari sesuatu yang gratis untuk bermain-main dengan program ini menghasilkan beberapa baik mencari gambar HDR alami..

c. Memenuhi persyaratan teknis minimal dan berlabel. Lahan bera atau tidak ditanami dengan tanaman yang satu familli minimal satu musim tanam. Untuk tanaman rimpang lahan yang

Dengan demikian, analisis data hasil belajar siswa kelas XI Ak 5 keterampilan menulis Hanzi dalam pembelajaran bahasa Mandarin menggunakan metode resitasi, nilai