• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan ekologi fix.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "laporan ekologi fix.docx"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS VEGETASI Laporan Praktikum

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Ekologi yang dibimbing oleh Bapak Dr.Hadi Suwono, M.Si. dan

Ibu Dr.Vivi Novianti,S.Si,M.Si.

Disusun oleh: Kelompok1 Bidari Intan Rucitra/150341602763

Dessi Endriyani/15034160 Maya Agustin/150341607439 Regia Ilmahani//150341600415 Rido Sigit Wicaksono//150341603332

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI

(2)
(3)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Vegetasi adalah komunitas tumbuhan yang terdiri dari pelbagai macam populasi yang tersebar di suatu wilayah tertentu dengan pola persebaran tertentu. Dalam kajian ekologi, vegetasi adalah hal yang penting dan krusial untuk dianalisis. Oleh karena itu, terciptalah sebuah metode yang bernama analisis vegetasi. Analisis vegetasi adalah sebuah metode untuk menganalisis keanekaragaman vegetasi dengan menentukan keberagaman jenis, persebaran, kelimpahan, dan kerapatan.

Praktikum analisis vegetasi ini akan mengakomodasi banyak metode analisis vegetasi, sehingga akan sangat rasional dan relevan jika diperuntukkan bagi mahasiswa agar mampu menerapkan secara praktis, teoretis, dan konseptual mengenai analisis vegetasi dan kaitannya dengan ekologi.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara menggunakan variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi dengan cara yang berbeda dan diaplikasikan dalam metode kuadrat dan garis ?

2. Bagaimana cara memberi nama pada suatu vegetasi berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) ?

3. Bagaimana cara memahami dan menerapkan metode analisis vegetasi tanpa plot ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Mahasiswa dapat menggunakan variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi dengan cara yang berbeda, kemudian diaplikasikan dalam metode kuadrat dan garis. 2. Dapat memberi nama suatu vegetasi berdasarkan Indeks Nilai

(4)

3. Memahami analisis vegetasi tanpa plot.

1.4 Manfaat

Manfaat dari praktikum ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Mengembangkan kemampuan mahasiswa pada analisis vegetasi dengan beragam metode dan mampu mengaplikasikannya dalam kerja lapangan.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Analisis Vegetasi

Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan.

Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik

Kurva Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur (Rohman,2001)

(6)

Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat – sifatnya bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas. Sifat – sifat individu ini dapat dibagi atas dua kelompok besar, dimana dalam analisanya akan memberikan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuantitatif meliputi : distribusi tumbuhan (frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abundance). Dalam pengambilan contoh kuadrat, terdapat empat sifat yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan, karena hal ini akan mempengaruhi data yang diperoleh dari sample. Keempat sifat itu adalah (Michael,1992) :

1. Ukuran petak. 2. Bentuk petak. 3. Jumlah petak.

4. Cara meletakkan petak di lapangan.

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Michael, 1992). Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.

Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi

(7)

untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.

Jika berbicara mengenai vegetasi, kita tidak bisa terlepas dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang menjadi fokus dalam pengukuran vegetasi. Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari:

1. Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.

2. Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.

3. Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.

4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.

5. Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.

6. Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.

7. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.

(8)

8. Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.

Sedikit berbeda dengan inventarisasi hutan yang titik beratnya terletak pada komposisi jenis pohon. Perbedaan ini akan mempengaruhi cara sampling. Dari segi floristis-ekologis “random-sampling” hanya mungkin digunakan apabila langan dan vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk keperluan penelitian ekologi hutan lebih tepat dipakai “systimatic sampling”, bahkan “purposive sampling” pun boleh digunakan pada keadaan tertentu (Irwanto, 2010).

2.2 Metode dalam Analisis Vegetasi

Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan (Michael, 1992). Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis dengan perubahan faktor lingkungan.

Dalam analisa vegetasi ini terdapat banyak ragam metode analisa diantaranya yaitu:

1. Dengan cara petak tunggal 2. Dengan cara petak berganda

3. Dengan cara jalur (Transek) dengan cara garis berpetak 4. Dengan cara-cara tanpa petak

Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan

(9)

tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode kuadran.

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan

(10)

Waktu : Hari Kamis Tanggal 9 Februari 2017 Pukul 07.00 – 10.25

3.2 Alat dan Bahan Alat :

1. Meteran untuk mengukur jarak antar plot dan antar kelompok.

2. Kuadran sebagai alat bantu analisis vegetasi metode kuadrat.

3. Point frame sebagai alat bantu analisis vegetasi metode titik.

4. Anemometer sebagai alat ukur faktor abiotik berupa kecepatan angin.

5. Rapitest Soil 4-Way Analyzer sebagai alat ukur faktor abiotik berupa pH,

kelembaban tanah, intensitas cahaya, dan kesuburan tanah.

6.Termohigrometer sebagai alat ukur faktor abiotik berupa suhu dan

kelembaban udara.

7. Termometer tanah sebagai alat ukur faktor abiotik berupa suhu rata-rata

tanah. Bahan :

1. Tali rafia sebagai bahan bantu sekali pakai untuk analisis vegetasi metode

garis.

2. Kantong plastik transparan sebagai wadah sementara spesies yang akan

diidentifikasi.

3.3 Metode Umum Analisis Vegetasi 3.3.1 Metode petak (kuadrat) a. Cara Petak Tunggal

(11)

Menurut cara ini digunakan satu petak (kuadrat) berupa tegakkan hutan sebagai unit sampel. Besar unit sampel tidak boleh terlalu kecil sehingga tidak dapat menggambarkan keadaan hutan yang dipelajari. Ukuran minimum dari petak tunggal tergantung dari kerapatan vegetasi dan banyaknya jenis-jenis pohon. Semakin jarang pepohonan yang ada atau semakin banyak jenis-jenis tumbuhan, semakin besar ukuran kuadrat sebagai petak tunggal yang digunakan. Ukuran minimum ditetapkan dengan menggunakan kurva lengkung spesies. Luas minimum ditetapkan dengan dasar penambahan luas kuadrat yang tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih besar dari 10% atau 5%. Dengan menggunakan kurva lengkung jenis untuk kebanyakan hutan hujan tropika menurut Richard pada umumnya diperlukan petak tunggal seluas 1,5 Ha, sebaliknya menurut vestal rata-rata luas petak tunggal yang diperlukan untuk hutan hujan tropika adalah 3 Ha (Soerianegara dan Indrawan, 1998). Untuk itu unit sampel berbentuk persegi panjang akan lebuh efektif dari pada kuadrat berbentuk bujur sangkar.

b. Cara Petak Ganda

Menurut cara ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan banyak kuadrat yang diletakkan tersebar merata dengan secara sistematis. Penentuan besar atau luas unit sampel juga harus ditentukan kurva lengkung jenis. Di Indonesia biasanya digunaka kuadrat berukuran 0,1 Ha untuk pohon, 0,01 untuk anakan pohon sampling dan semak atau 0,001 Ha untuk tumbuh-tumbuhan bawah dan semai (seedling).

3.3.2 Metode Garis

Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka

(12)

garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990). Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi.

Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman dan I Wayan, 2001).

a. Metode Intersepsi Titik

Merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohmandan I Wayan, 2001).

Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan pengukuran yang relatif. Dari nilai relatif ini, akan diperoleh sebuah nilai yang merupakan INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang diamati.Secara

(13)

bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1994).

3.4 Prosedur Praktikum 3.4.1 Metode Kuadrat

Langkah pertama yang dilakukan adalah menyebarkan minimal 6 kuadrat ukuran 1m2 secara acak di vegetasi rumput. Lalu dilakukan analisis berdasarkan variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi dan dimasukkan ke dalam tabel pengamatan. Setelah langkah kerja lapangan selesai, maka dilanjutkan dengan mencari harga relatif untuk setiap variabel dan berlaku untuk setiap tumbuhan dan dilanjutkan dengan mencari nilai penting dari setiap spesies tumbuhan dan semua variabel dimasukkan ke dalam tabel hasil perhitungan. Hal yang tidak boleh dilupakan adalah memberi nama spesies dengan bahasa Latin dengan melakukan pencirian pada tahap sebelumnya dan setelah isi tabel lengkap, diberi pula keterangan untuk 2 spesies dengan nilai penting tertinggi.

3.4.2 Metode Garis

Langkah pertama yang harus dilakukan ialah dengna meyebar minimal 6 plot dengan jarak antar plot 1 meter diusahakan pula setiap plot bersifat sistematis dengan keragaman vegetasi yang tinggi. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis vegetasi berdasarkan kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi pada setiap garis dan dimasukkan pada tabel pengamatan. Setelah semua selesai, dilakukan identifikasi untuk menentukan nama spesies yang belum diketahui. Setelah semua data lengkap, dilakukan perhitunngan untuk nilai penting dari setiap jenis yang ditemukan. Selanjutnya adalah menyusun harga nilai penting tersebut dalam suatu tabel dan melakukan pengurutan nilai penting dari yang tertinggi ke yang lebih rendah.

(14)

3.4.3 Metode Titik

Langkah pertama yaitu digunakan alat bantu point frame untuk membuat plot sebanyak 6 plot dengan jarak antar plot sejauh 1 meter. Pada alat point frame tedapat sebuah batang besi dan lubang-lubang sejumlah 10 lubang. Lalu, jatuhkan batang besi sebanyak 10 kali sesuai denga jumlah lubang. Setiap kali tusukan, jika ujung batang besi mengenai salah satu bagian tumbuhan maka harus dihitung sebagai satu tumbuhan untuk spesies tertentu. Lalu, data dimasukkan ke dalam tabel dan dhitung semua harga nilai pentignya seperti pada metode yang lainnya.

3.4.4 Aturan Tambahan

Hal yang masuk dalam aturan tabahan adalah pengukuran faktor abiotik dengan cara yang tepat dengan menggunakan alat-alat dengan segala macam fungsi pengukuran yang sesuai dengan utilitas dan spesifikasinya.

3.5 Teknik Analisis Data

Jenis penelitian penelitian ini adalah dengan menggunakan deskriptif eksploratif kuantitatif.Lokasi penelitian dibagi menjadi beberapa stasiun pengamatan. Jarak antar satu stasiun dengan stasiun berikutnya adalah 10 m. Setiap stasiun dibuat 20 plot dengan luas masing-masing plot adalah 10m x 10m. Dalam setiap plot dibagi menjadi empat kuadran. Pengamatan dengan menggunakan metode kuadrat dilakukan pada kuadran pertama setiap plotnya.

Variabel yang diperlukan untuk menggambarkan struktur dan komunitas dari vegetasi adalah :

1. Kerapatan, untuk menggambarkan jumlah individuividu dari populasi sejenis.

2. Kerimbunan, variabel yang menggambarkan persentase penutupan suatu populasi disuatu kawasan dan bisa juga

(15)

menggambarkan luas daerah yang dikuasai oleh suatu populasi tertentu atau yang mendominasinya.

3. Frekuensi variabel yang menggambarkan penyebaran dari populasi disuatu kawasan.

4. Indeks nilai penting didapatkan dengan menjumlahkan harga relatif dari variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi

BAB IV

(16)

4.1 Hasil

A. Metode Garis

No Nama Spesies Jumlah Frekuensi

Plot 1 Panax sp. 3 Richardia brasiliensis 2 Andropogon sp. 5 Plot 2 - - -Plot 3 Mikania micrantha 1 Pueraria sp. 1 Plot 4 Pueraria sp. 2 Portulaca sp. 3 Plot 5 Nephrolepis biserrata 2 Plot 6 Nephrolepis biserrata 3 Plot 7 Nephrolepis biserrata 4 Neptunia oleraceae 4 Jumlah 30 Analisis DataKerapatan mutlak

Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kerapatan Mutlak =

individu spesies X

luas total area ∑ Luas total area = 13 m2

1. Panax sp. : 133 = 0,231 2. Richardia brasiliensis : 132 =¿ 0,154

(17)

3. Andropogon sp. : 135 = 0,385 4. Mikania micrantha : 131 = 0,077 5. Pueraria sp. : 133 = 0,231 6. Portulaca sp. : 133 = 0,231 7. Nephrolepis biserrata : 139 = 0,692 8. Neptunia oleraceae : 134 = 0,308 Jumlah = 2,309  Kerapatan relatif

Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kerapatan Relatif =

Kerapatan mutlak spesies X

total x100 1. Panax sp. : 2,3090,231 x 100% = 10% 2. Richardia brasiliensis : 0,1542,309 x 100% = 6,7 % 3. Andropogon sp. : 2,3090,385 x 100% = 17% 4. Mikania micrantha : 0,0772,309 x 100% = 3,3% 5. Pueraria sp. : 2,3090,231 x 100% = 10%

(18)

6. Portulaca sp. : 2,3090,231 x 100% = 10% 7. Nephrolepis biserrata : 2,3090,692 x 100% = 30% 8. Neptunia oleraceae : 0,3082,309 x 100% = 13% Jumlah = 100%  Frekuensi mutlak

Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Frekuensi Mutlak =

frekuensi spesies X

total frekuensi 1. Panax sp. : 71 = 0,143 2. Richardia brasiliensis : 71 = 0,143 3. Andropogon sp. : 71 = 0,143 4. Mikania micrantha : 71 = 0,143 5. Pueraria sp. : 72 = 0,286 6. Portulaca sp. : 71 = 0,143 7. Nephrolepis biserrata : 37 = 0,429 8. Neptunia oleraceae : 71 = 0,143 Jumlah = 1,573

(19)

Frekuensi relatif

Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Frekuensi Mutlak =

frekuensi spesies X

total frekuensi 1. Panax sp. : 1,5730,143 x 100% = 9,1% 2. Richardia brasiliensis : 1,5730,143 x 100% = 9,1% 3. Andropogon sp. : 1,5730,143 x 100% = 9,1% 4. Mikania micrantha : 1,5730,143 x 100% = 9,1% 5. Pueraria sp. : 0,2861,573 x 100% = 18% 6. Portulaca sp. : 1,5730,143 x 100% = 9,1% 7. Nephrolepis biserrata : 1,5730,429 x 100% = 27% 8. Neptunia oleraceae : 1,5730,143 x 100% = 9,1% Jumlah = 100%

(20)

Indeks Nilai Penting (INP)

INP = Kerapatan relatif + Frekuensi relatif

1. Panax sp. : 10% + 9,1% = 19,1% 2. Richardia brasiliensis : 6,7% + 9,1% = 15,8% 3. Andropogon sp. : 17% + 9,1% = 26,1% 4. Mikania micrantha : 3,3% + 9,1% = 12,4% 5. Pueraria sp. : 10% + 18% = 28% 6. Portulaca sp. : 10% + 9,1% = 19,1% 7. Nephrolepis biserrata : 30% + 27% = 57% 8. Neptunia oleraceae : 13% + 9,1% = 22,1% Jumlah = 199,6% = 200% (pembulatan) Peringkat berdasarkan INP

1. Panax sp. 5 2. Richardia brasiliensis 7 3. Andropogon sp. 3 4. Mikania micrantha 8 5. Pueraria sp. 2 6. Portulaca sp. 6 7. Nephrolepis biserrata 1 8. Neptunia oleraceae4 B. Metode Kuadrat

No Nama Spesies Jumlah Dominasi (%) Frekuensi Plot 1

1. Richardia brasiliensis 7 10

2. Andropogon sp. 21 50

3. Panax sp. 2 5

(21)

Plot 2 5.. - - - -Plot 3 6. Mikania micrantha 2 40 7/ Chromolaena odorata 2 40 Plot 4 8. Mikania micrantha 4 40 9 Chromolaena odorata 6 35 10. Ageratum conyzoides 2 20 11 Borreria sp 2 18 Plot 5 12. Mikania micrantha 6 40 13. Chromolaena odorata 4 30 14. Nephrolepsis biserrata 5 35 Plot 6 15. Mikania micrantha 4 40 16. Chromolaena odorata 5 40 17. Nephrolis biserrata 3 15 18. Portulaca sp. 4 10 Plot 7 19. Mikania micrantha 3 35 20 Chromolaena odorata 6 30 21. Portulaca sp. 4 10 22. Neptunia oleraceae 1 5

(22)

Analisis Data

Kerapatan mutlak

Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kerapatan Mutlak =

individu spesies X

luas totalarea

Luas total area = 13 m2

1. Richardia brasiliensis : 137 = 0,538 2. Andropogon sp. : 1321 = 1,615 3. Panax sp. : 132 = 0,154 4. Cynodon dactylon : 134 = 0,308 5. Mikania micrantha : 1913 =1,462 6. Chromolaena odorata : 2313 = 1,769 7. Ageratum conyzoides : 133 = 0,231 8. Borreria sp. : 132 = 0,154 9. Nephrolepsis biserrata : 138 = 0,615 10.Portulaca sp. : 138 = 0,615 11.Neptunia oleraceae : 131 = 0,077 Total : 7,538  Kerapatan relatif

(23)

Kerapatan Relatif =

Kerapatan mutlak spesies X

total x100 1. Richardia brasiliensis : 7,5380,538x100 = 7,143% 2. Andropogon sp. : 1.6157,538 x100 = 21,429% 3. Panax sp. : 0,1547,538x100 = 2,041% 4. Cynodon dactylon : 7,5380,308x100 = 4,082% 5. Mikania micrantha : 1,4627,538 x100 = 19,388% 6. Chromolaena odorata : 1,7697,538 x100 = 23,469% 7. Ageratum conyzoides : 7,5380,231x100 = 3,061% 8. Borreria sp. : 0,1547,538x100 = 2,041% 9. Nephrolis biserrata : 7,5380,615x100 = 8,63% 10.Portulaca sp. : 0,61513 x100 = 8,163% 11.Neptunia oleraceae : 0,07713 x100 = 1,020%  Dominansi mutlak

Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Dominansi Mutlak =

individu spesies X

dominansi 1. Richardia brasiliensis : 54015 = 0,028

(24)

2. Andropogon sp. : 54050 = 0,093 3. Panax sp. : 5405 = 0,009 4. Cynodon dactylon : 54015 = 0,028 5. Mikania micrantha : 195540 = 0,361 6. Chromolaena odorata : 175540 = 0,324 7. Ageratum conyzoides : 54020 = 0,037 8. Borreria sp. : 5405 = 0,009 9. Nephrolepsis biserrata : 54035 = 0,065 10.Portulaca sp. : 54020 = 0,037 11.Neptunia oleraceae : 5405 =0,009 Total : 1  Dominansi relatif

Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Dominansi Relatif =

Dominansi mutlak spesies X

dominansi mutlak x100 1. Richardia brasiliensis : 0,0281 x100 = 2,778%

2. Andropogon sp. : 0,0931 x100 = 9,259%

3. Panax sp. : 0,0091 x100 = 0,926%

(25)

5. Mikania micrantha : 0,3611 x100 = 36,111% 6. Chromolaena odorata : 0,3241 x100 =32,407% 7. Ageratum conyzoides : 0,0371 x100 = 3,704% 8. Borreria sp. : 0,0091 x100 = 0,926% 9. Nephrolepsis biserrata : 0,0651 x100 = 6,481% 10.Portulaca sp. : 0,0371 x100 = 3,704% 11.Neptunia oleraceae : 0,0091 x100 = 0,926%  Frekuensi mutlak

Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Frekuensi Mutlak =

frekuensi spesies X

total frekuensi 1. Richardia brasiliensis : 71 = 0,143 2. Andropogon sp. : 71 = 0,143 3. Panax sp. : 71 = 0,143 4. Cynodon dactylon : 71 = 0,143 5. Mikania micrantha : 57 = 0,714 6. Chromolaena odorata : 57 = 0,714

(26)

7. Ageratum conyzoides : 71 = 0,143 8. Borreria sp. : 71 = 0,143 9. Nephrolepsis biserrata : 72 = 0,286 10.Portulaca sp. : 72 = 0,286 11.Neptunia oleraceae : 71 = 0,143 Total : 3  Frekuensi relatif

Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Frekuensi Mutlak =

frekuensi spesies X

total frekuensi 1. Richardia brasiliensis : 0,1433 x100 = 4,762% 2. Andropogon sp. : 0,1433 x100 = 4,762% 3. Panax sp. : 0,1433 x100 = 4,762% 4. Cynodon dactylon : 0,1433 x100 = 4,762% 5. Mikania micrantha : 0,7143 x100 = 23,810% 6. Chromolaena odorata : 0,7143 x100 = 23,810% 7. Ageratum conyzoides : 0,1433 x100 = 4,762% 8. Borreria sp. : 0,1433 x100 = 4,762% 9. Nephrolepsis biserrata : 0,2863 x100 = 9,524%

(27)

10.Portulaca sp. : 0,2863 x100 = 9,524%

11.Neptunia oleraceae : 0,1433 x100 = 4,762%

Indeks Nilai Penting (INP)

INP (%) = Kerapatan relative + Dominansi relative + Frekuensi relatif 1. Richardia brasiliensis =14,683 2. Andropogon sp. = 35,450 3. Panax sp. = 7,729 4. Cynodon dactylon = 11,621 5. Mikania micrantha = 79,308 6. Chromolaena odorata = 79,686 7. Ageratum conyzoides = 11,527 8. Borreria sp. = 7,729 9. Nephrolepsis biserrata = 24,169 10.Portulaca sp. = 21,391 11.Neptunia oleraceae = 6,708 C. Metode Titik Titik Plot 1 2 3 4 5 1 - - Andropogon sp. - -2 - - - - -3 - - - - -4 - - - Mikania micrantha Mikania micrantha 5 Nephrolis biserrata Mikania micrantha Mikania micrantha - Mikania micrantha 6 - Mikania micrantha Mikania micrantha - -7 Mikania micrantha. Mikania micrantha - - Mikania micrantha Titik Plot 6 7 8 9 10 1 Andropog on sp. Andropogon sp. - Andropogo n sp. -2 - - - -

(28)

-3 - - Mikania micrantha - -4 Mikania micrantha Chromolaen a odorata Chromolaen a odorata - Chromolaen a odorata 5 Mikania micrantha - - - -6 - Mikania micrantha - Mikania micrantha -7 Mikania micrantha Mikania micrantha - Mikania micrantha Mikania micrantha

Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah dengan metode titik, sehingga sistem analisis yang dilakukan meliputi kerimbunan, dan frekuensi.

Spesies Andropogon sp. : 4 Spesies Mikania micrantha :19 Spesies Chromolaena odorata : 3 Spesies Nephrolis biserrata : 1

Frekuensi mutlak = ∑tusukan spesies∑tusukan

Spesies Andropogon sp. : 704

=

0,06

Spesies Mikania micrantha : 1970

=

0,27

Spesies Chromolaena odorata : 703

=

0, 04

Spesies Nephrolis biserrata : 701

=

0,01 + 2

7 +

(29)

Frekuensi relatif

Dapat didefinisikan sebagai berapa kali satu jenis tumbuhan dijumpai selama pengamatan dilakukan. Penghitungan dapat menggunakan rumus:

Frekuensi =

frekuensi suatu spesies yang tertunjuk

total seluruh frekuensi spesies x100 Frekuensi relatif = ∑ fmfm ×100

Spesies Andropogon sp. : 0,060,38 ×100 = 15,8%

Spesies Mikania micrantha : 0,270,38 ×100 = 71%

Spesies Chromolaena odorata : 0,040,38 ×100 = 10%

Spesies Nephrolis biserrata : 0,010,38 ×100 = 2,6%

Dominansi mutlak = ∑ spesies seluru h nya∑ spesies

Spesies Andropogon sp. : 274

=

0, 15

Spesies Mikania micrantha : 1927

=

0,7

Spesies Chromolaena odorata: 273

=

0,11

Spesies Nephrolepsis biserrata : 271

=

0, 037 + 1,33

(30)

Dominansi relatif = DM spesies∑ DM ×100

Spesies Andropogon sp. = 1,330,15×100 = 11,3%

Spesies Mikania micrantha = 1,330,7 ×100 = 52,6%

Spesies Chromolaena odorata = 1,330,11×100 = 8,3%

Spesies Nephrolis biserrata = 0,0371,33 ×100 = 2,8%

Indeks Nilai Penting

Merupakan suatu harga yang diperoleh dari menjumlahkan harga-harga relatif dari variable kerimbunan, dan frekuensi. Dihitung dengan menggunakan rumus : INP = Kerimbunan relatif + frekuensi relatif.

INP Andropogon sp. = 15,8 % + 11,3 % = 27,1 % INP Mikania micrantha = 71 % + 52,6 % = 123,6 % INP Chromolaena odorata = 10 % + 8,3 % = 18,3% INP Nephrolepsis biserrata = 2,6 %+ 2,8 % = 5,4 % Tabel Ringkasan Analisis Data

Spesies Fr Dr INP

Andropogon sp. 15,8 % 11,3 % 27,1 %

Mikania micrantha 71 % 52,6 % 123,6 %

Chromolaena odorata 10 % 8,3 % 18,3 %

Nephrolepsis biserrata 2,6 % 2,8 % 5,4 %

4.4 Tabel Faktor Abiotik

(31)

1 pH 7

2 Intensitas Cahaya 2

3 Kelembaban 2

4 Kesuburan Too Little

(32)

4.2 Pembahasan A. Metode Garis

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa spesies yang mendominasi selama praktikum analisis vegetasi metode garis adalah spesies Nephrolepis biserrata. Hal ini disebabkan karena spesies Nephrolepis biserrata memiliki Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 57%. Keberadaan dari spesies Nephrolepis biserrata mulai terlihat dari plot ke 5 sampai 7. Pada pengukuran parameter faktor abiotik didapati hasil bahwa pada plot ke 5 sampai 7 memiliki rentangan parameter yang relatif sama yaitu suhu tanah 25oC- 26oC, kelembaban tanah 24,5%-25%, low fertility, pH tanah 7, suhu udara 25oC-25,2oC, kelembaban udara 25%, intensitas penyinaran 235x10 Lux, dan kecepatan angin 0,27 m/s. Pada kasus ini keberadaan Nephrolepis biserrata didukung faktor abiotik yang mendudukung keberadaannya. Menurut Odum (1992), jenis yang dominan mempunyai produktivitas yang besar. Keberadaan jenis dominan pada lokasi penelitian menjadi suatu indikator bahwa komunitas tersebut berada pada habitat yang sesuai dan mendukung pertumbuhannya. Spesies yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan memiliki INP paling tinggi diantara spesies lainnya. Selain itu besarnya INP juga menandakan besar atau tidaknya pengaruh spesies tersebut dalam suatu komunitas tumbuhan . Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Nephrolepis bisserata adalah spesies yang paling dominan. Nephrolepis bisserata merupakan organisme yang memiliki karakteristik tumbuh di tempat terbuka atau epifit pada pohon lain. De Winter (2003) menyatakan bahwa faktor abiotik sangat menentukan pola persebaran dan kelimpahan dari tumbuhan paku. Nephrolepis bisserata memiliki lingkungan hidup di area terbuka dengan pH tanah bersifat netral dengan kisaran 6,8–7, kelembaban tanah berkisar antara 30-65 %, dan suhu udara berkisar 24.50C-27,5 0C.

(33)

Sedangkan pada praktikum ini dijumpai spesies Mikania micrantha dengan Indeks Nilai Penting (INP) terendah yaitu 12,4%. Mikania micrantha memiliki nilai INP yang paling rendah karena hanya ditemukan pada plot ke 3. Vegetasi ini hanya berada pada lingkungan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barus (2003) bahwa Mikania micrantha termasuk dalam gulma penting pada kelapa sawit yang dapat tumbuh hingga ketinggian 700 mdpl. Mikania umumnya tumbuh dominan pada areal kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) hingga dapat meimbelit/menutupi seluruh pelepah/tajuk kelapa sawit. Pada plot ini hanya ditemukan sedikit spesies Mikania micrantha karena area praktikum analisis vegetasi memiliki ketinggian sekitar 440-667 m dpl. Spesies ini tidak ditemukan di plot plot sebelumnya karena plot-plot sebelumnya dan sesudahnya karena sudah didominasi oleh Nephrolepis biserrata. Nephrolepis biserrata termasuk salah satu tanaman tumbuh di tempat terbuka atau epifit pada pohon lain.

B. Metode Kuadrat

Berdasarkan hasil analisis sebelumnya dikeahui bahwa spesies yang mendominasi selama praktikum analisis vegetasi ini adalah spesies Chromolaena odorata. Hal ini disebabkan karena spesies Chromolaena odorata memiliki indeks nilai penting (INP) sebesar 79,686%. Dominasi dari spesies Chromolaena odoratamulai terlihat dari plot ke 3 sampai 7. Pada pengukuran parameter faktor abiotik didapati hasil bahwa pada plot ke 3 sampai 7 memiliki rentangan parameter yang relatif sama yaitu suhu tanah 25oC- 26oC, kelembaban tanah 24,5-25, suhu udara 25oC-25,2oC, dan kelembaban udara 25%. Pada kasus ini dominasi

Chromolaena odorata didukung faktor abiotik yang mendudukung keberadaannya. Hal ini sesuai menurut Codilla,2011 yang menyebutkan bahwa tanaman ini dapat mendominasi di suatu lahan terbuka yang terdrainasi dengan baik, lahan terbengkalai, hingga berbagai perkebunan dengan curah hujan mencapai 200 cm3 tiap tahun, suhu udara berkisar 20oC sampai 37oC.

(34)

Sedangkan pada praktikum ini dijumpai spesies Neptunia oleraceae, dengan INP terendah yaitu 6,708%. Neptunia oleraceae memiliki nilai INP yang paling rendah karena hanya ditemukan pada plot ke 7. Pada saat pengamatan di plot 7, vegetasi ini hanya berada pada lngkungan yang lebih terbuka dan dekat dengan air. Hal ini sesuai dengan yang terkutip dari United States Department of Agriculture (USDA), 2012 yang menyatakan bahwa Neptunia oleracea sering mendiami lahan basah terbuka dekat dengan tepi air, atau biasa ditemukan mengapung di atas permukaan air. Pada plot ini hanya dtemukan dekiti spesies, namun praktikan percaya bahwa pada plot plot selanjutnya yang lebih basah memiliki jumlahh Neptunia oleraceae yang lebih banyak. Spesies ini tidak ditemukan di plot plot sebelumnya karena seperti yang terpapar sebelumnya bahwa plot plot sebelumnya di dominasi oleh Chromolaena odorata.

Chromolaena odorata termasuk salah satu tanaman invasif yang dapat mengancam keberadaan spesies lain, dengan menutupi sebagian besar suatu wilayah sehingga mampu mengalihkan lahan terbuka menjadi lahan tertutup (Muniappan, 1989).

C. Metode Titik

Dalam praktikum ini bertujuan untuk menganalisis vegetasi menggunakan metode titik. Berdasarkan hasil penelitian analisis vegetasi dengan menggunakan metode titik yang dilakukan di Hutan BIOLOGI FMIPA UM, yang dilakukan sepanjang 7 plot didapatkan data sebanyak 4 jenis tumbuhan yang berbeda spesiesnya. Jenis tumbuhan tersebut yaitu Andropogon sp., Mikania micrantha, Chromolaena odorata, dan Nephrolis biserrata.

Metode titik menggunakan perhitungan frekuensi, dominansi, serta indeks nilai penting setiap spesies di hutan biologi pada stasiun 1. Berdasarkan analisa data indeks nilai penting yang tertinggi spesies Mikania micrantha sebesar 123,6%. Sedangkan frekuensi relatifnya sebesar 71% dan dominansi relatif 52,6%. Sehingga dengan metode titik ini, tumbuhan yang paling banyak ditemui yaitu Mikania micrantha.

(35)

Mikania micrantha merupakan gulma tahunan yang tumbuh merambat dengan cepat. Batang Mikania berwarna hijau menjalar, tiap ruas batang ditumbuhi dua helai yang saling berhadapan (Harahap, 2015).

Mikania micrantha memiliki pertumbuhan yang sangat cepat sehingga menjadi gulma yang ganas di Indonesia (Srima, 2008). Selain itu, dengan keadaan batang yang menjalar mengakibatkan tumbuhan ini tersebar dengan luas. Sehingga keberadaan tumbuhan ini banyak ditemui mulai dari plot 3 sampai plot 7.

Tumbuhan kedua yang memiliki indeks nilai penting 27,1 % Andropogon sp. Frekuensi relatif 15,8%, dominansi relatif 11,3 %. Andropogon sp.merupakan jenis rumput-rumputan dengan bentuk daun yang memanjan. Daun Andropogon sp.rapat disepanjang rimpang sehingga membentuk hamparan yang menutupi permukaan tanah. Keberadaan rumput ini paling banyak ditemui pada plot 1, dan jarang bahkan tidak ditemui pada plot selanjutnya. Hal ini dikarenakan keberadaan tumbuhan lain lebih mamu bersaing.

Indeks nilai penting yang ketiga sebesar 18,3 %, frekuensi relatif 10% dan dominansi relative 8,3% yaitu tumbuhan Chromolaena odorata. Chromolaena odorata termasuk tanaman gulma yang memiliki karakteristik batang tegak, berkayu, dirumbuhi rambut-rambut halus, bercabang dan susunan daun berhadapan. Chromolaena odorata dapat hidup lebih dari satu tahun hingga beberapa tahun, dengan perkembang biakan melalui biji. Chromolaena odorata dapat tumbuh baik hampir disemua jenis tanah dan akan tumbuh dengan baik jika cahaya yang diperlukan mencukupi.

(36)

Indeks nilai penting yang terendah yaitu spesies Nephrolis biserrata sebesar 5,4 %, dengan frekuensi relatif 2,6 % dan dominansi relatif 2,8%. Nephrolis biserrata jarang ditemukan di lereng-lereng gunung, namun lebih menyukai datarn rendah. Nephrolis biserrata merupakan jenis tumbuhan paku-pakuan yang tumbuh langsung di tanah atau disela-sela bebatuan. Tumbuhan ini tidak banyak ditemui, hanya di plot 5 karena kondisi plot lima ada sekumpulan batu bata.

Keberadaan spesies-spesies tersebut tidak lain karena adanya faktor biotic dan faktor abiotik yang mendukung. Faktor biotic dapat berupa kopetitor, maupun predator dari spesies tersebut. Sedangkan faktor abiotik seperti suhu, pH, kelembapan, serta intensitas cahaya. Rata-rata pH tanah di stasiun 1 bersifat netral yaitu ± 7, dengan suhu 250C, kelembapan 24,5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan tersebut sesuai untu spesies Andropogon sp., Mikania micrantha, Chromolaena odorata, dan Nephrolis biserrata.

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah sebagai berikut ;

1. Ada spesies gulma yang memiliki daya invasi tinggi dan mampu hidup degan derajat toleransi terhadap faktor abiotik

(37)

yang sangat tinggi juga, sehingga tumbuhan tersebut mampu hidup dan berkembangbiak dengan pesat.

5.2 Saran

1. Kerapatan, frekuensi dan densitas pada semua metode analisis vegetasi merupakan variabel hitung Indeks Nilai Penting, sehingga praktikan harus meningkatkan ketelitian dalam menghitung.

5.3 Jawaban Pertanyaan

Jika praktikan dihadapkan pada kondisi bentang alam hutan hujan tropis dan harus melakukan analisis vegetasi, maka faktor yang harus diantisipasi adalah faktor abiotik dan biotik. Faktor biotik contohnya kehadiran hewan perusak tumbuhan tersebut yang dapat mengurangi kerapatan dan kerimbunan tumbuhan tersebut. Jika ditinjau dari faktor abiotik adalah, adanya curah hujan yang terlalu tinggi dan seharusnya dapat diantisipasi dengan mencari plot yang aman dan bebas banjir. Selain itu, faktor abiotik juga harus senantiasa diamati dan dicatat.

(38)

Barus, Emanuel .2003. Pengendalian Gulma Perkebunan. Yogyakarta: Kanisius Codilla, Lina. Ephrime Metillo. 2011. Distribution of the Invasive Plant Species Chromolaena odorata I., in the Zamboangan, Peninsula, Philippines. Singapore : LACSIT press.

De Winter, W.P and Amoroso, V.B. 2003. Plant Resources of South-East Asia no. 15(2). Cryptogams: Ferns and Ferns Allies. Bogor: prosea foundation.

Harahap, Adil Kari Salam. Rahman Hidayat. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Mikania (Mikania micrantha) terhadap Bakteri Salmonella,

Escherichia Coli, dan Staphylococcus Aureus. Jurnal Grahatani, 1-12, (Online), (http://faperta.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2015/10), diakses pada 15 februari 2017.

Michael, M. 1992. Ekologi Umum. Jakarta: Universitas Indonesia. Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.

UI Press: Jakarta.

Muntappan, R. V. Sundaramurthy. C Viraktamath. 1989. Distribution of Chromolaena odoeata and Bionomics and Consumption and Utilization of Food by Pareuchaetes pseudoinsulata. Guam : Agricultural Experiment Station, University of Guam.

Odum EP.1980. Dasar-Dasar Ekologi terjemahan Thahjono Samingan (1992).

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi

Tumbuhan. JICA: Malang.

Soerianegara, I dan Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Srima, Ningsih Mismawarni. 2008. Analisis Daya Invasi Sembung Rambat (Mikania micrantha), (online), 26 (3): 152-161, (http://journal.fkugm.ac.id/nju/index.php/kemas), diakses 15 Februari 2017. Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB: Bandung.

(39)

United States Departement of Agriculture. 2012. Weed Risk Assessment for Ne(Fabaceae)- Water mimosa. Virginia : APHIS

LAMPIRAN No Nama Tumbuhan Gambar Keterang an 1 Ageratum conyzoides Kuadrat G 2 Borreria sp. Kuadrat H 3 Chromolaena odorata Titik C

(40)

4 Cynodon dactylon Kuadrat D 5 Mikania micrantha Titik B, Kuadrat E, garis D 6 Pueraria sp. Titik D,Garis E

(41)

7 Nephrolepsis biserrata Kuadrat I, Garis G,Titik D 8 Neptunia oleraceae Kuadrat K,Garis H 9 Portulaca sp. Garis F, Kuadrat J

(42)

10 Panax sp. Garis A, Kuadrat C 11 Richardia brasiliensis Kuadrat A Garis B 12 Andropogon sp. Titik A, Kuadrat B, Garis C

Referensi

Dokumen terkait

Pengambilan titik plot vegetasi pakan (semai, pancang, tiang dan pohon) dilakukan dengan menggunakan GPS ( Global Positioning System ) untuk mengetahui sebaran vegetasi pakan yang

Analisis vegetasi yang menjadi habitat tarsius, dilakukan dengan metode kuadrat (Mueller-dombois & Ellenbergh, 2013). Penentuan luas dan jumlah minimum plot

Hasil analisis vegetasi yang dilakukan di titik sarang tarsius menunjukkan terdapat total 152 jenis tumbuhan yang berada di hutan lambusango dengan jumlah

Hasil analisis vegetasi yang dilakukan di titik sarang tarsius menunjukkan terdapat total 152 jenis tumbuhan yang berada di hutan lambusango dengan jumlah

Untuk memperoleh data komposisi dan struktur vegetasi di kawasan hutan TNGGP dilakukan melalui kegiatan analisis vegetasi menggunakan metode jalur berpetak pada

-engumpulan data dilakukan pada titik yang telah diplotkan grid- nya Aariasi harian dapat diukur dengan menggunakan Base station $$M  -ada prinsipnya! sur5ei metode magnetik

Hasil analisis vegetasi yang dilakukan di titik sarang tarsius menunjukkan terdapat total 152 jenis tumbuhan yang berada di hutan lambusango dengan jumlah

Untuk memperoleh data komposisi dan struktur vegetasi di kawasan hutan TNGGP dilakukan melalui kegiatan analisis vegetasi menggunakan metode jalur berpetak pada