• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan infeksi Helicobacter pylori pada anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penatalaksanaan infeksi Helicobacter pylori pada anak"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Penatalaksanaan infeksi Helicobacter pylori pada anak

Edi Setiawan Tehuteru

Staf Medis Fungsional Tim Kerja Anak RS Kanker Dharmais

ABSTRAK

Helicobacter pylori (H.pylori) terbukti dapat berkolonisasi di dalam lambung dan berhubungan dengan gastritis kronik dan ulkus peptikum. Di negara berkembang, prevalensi infeksi H.pylori pada anak-anak berusia di bawah 10 tahun besarnya sekitar 80% sedangkan di negara maju sekitar 10%. Berbagai penelitian tentang bakteri ini masih terus berlangsung termasuk dalam hal diagnosis dan tata laksana. Tingkat virulensi bakteri diduga berhubungan dengan berbagai gejala klinis yang ditimbulkannya. Sakit perut berulang merupakan gejala klinis yang paling sering diperlihatkan pada anak, sehingga gejala tersebut digunakan sebagai pertanda untuk pemeriksaan lebih lanjut terhadap kemungkinan adanya infeksi H.pylori. Diagnosis infeksi H.pylori pada anak seringkali dilakukan berdasarkan endoskopi. Pengobatan menggunakan regimen tripel (omeprazol/claritromisin/tinidazol) sangat efektif untuk mengobati infeksi H.pylori pada anak. Perbaikan status sosioekonomi, gizi dan lingkungan dapat menurunkan prevalensi infeksi H.pylori pada anak. Pencegahan terjadinya infeksi H.pylori pada anak sangat efektif untuk mereduksi prevalensi kanker lambung. Pengetahuan yang lengkap tentang epidemiologi infeksi H.pylori mendukung pengembangan intervensi strategis untuk menurunkan prevalensi infeksi H.pylori.

Kata kunci: Helicobacter pylori, infeksi, pengobatan, pencegahan, anak

Management of Helicobacter pylori infection in children

ABSTRACT

Helicobacter pylori (H.pylori) has colonised in the stomach and is associated with chronic gastritis and peptic ulcer. In developing countries, the prevalence of infection can be 80% in children < 10 years old. In developed countries, the prevalence of H.pyolri infection in children is about 10%. Various studies on this bacteria are still being conducted including its diagnosis and treatment. The level of bacterial virulence is suspect related to several of its clinical symptoms. Repeated bouts of gastritis are clinical symptoms, often seen in children, so that this symptom is an indication for further examination of H.pylori infection. The diagnosis of H.pylori infection in childhood is most often made at endoscopy. Symptoms such as abdominal pain, vomiting, and haemetemesis may be associated with H.pylori infection. Treatment with triple regimen (omeprazole/clarithromycin/tinidazole) is highly effective for treating H.pylori infection in children. With socioeconomic development, fewer children are acquiring H.pylori. Improved nutrition and environment may reduce the prevalence of H.pylori infection in children. The most effective approach to reduce the prevalence of gastric carcinoma is to prevent childhood H.pylori infection. Armed with epidemiologic knowledge may be possible to develop effective intervention strategies to reduce the prevalence of H.pylori infection.

(2)

PENDAHULUAN

Pada tahun 1982, Marshall dan Warren mengisolasi Helicobacter pylori (H.pylori) dari biopsi lambung pasien yang menderita gastritis kronik dan ulkus peptikum.(1) Untuk membuktikan

hubungan kedua kejadian tersebut, dua orang sukarelawan yaitu Marshall (Australia) dan Morris (Selandia Baru) memasukkan kultur murni H.pylori ke dalam tubuhnya. Pada pemeriksaan endoskopi dan histopatologi yang dilaksanakan memperlihatkan adanya gastritis dan ulkus peptikum.(2) Sejak saat itu

ulkus peptikum pada orang dewasa ditanggulangi sebagai penyakit infeksi dan pengobatan dilakukan dengan cara eradikasi agen penyebab.

Infeksi H.pylori seringkali dijumpai pada anak-anak. Di negara berkembang, prevalensi infeksi H.pylori pada anak-anak berusia dibawah 10 tahun besarnya sekitar 80%,(3,4) sedangkan di negara maju

prevalensi infeksi H.pylori pada anak-anak prasekolah dan sekolah dasar besarnya sekitar 10%.(5)

Di Indonesia, berdasarkan pemeriksaan serologi, prevalensi H.pylori pada anak sekolah dasar ditemukan sebesar 13,5 - 26,8%.(6,7)

Alur penularan H.pylori adalah fekal-oral atau oral-oral. Manusia merupakan tempat hidup primer H.pylori. Pernah dilaporkan H.pylori ditemukan pada kucing maupun di tempat lainnya seperti tinja dan air. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti hubungan antara H.pylori yang hidup di luar tubuh manusia dan terjadinya infeksi bakteri tersebut pada manusia. Beberapa keadaan diduga sebagai faktor risiko terjadinya infeksi H.pylori, yaitu kepadatan tempat tinggal, daerah endemik, dan sosial ekonomi rendah.(3,5)

Pada anak-anak, H.pylori gastritis tanpa adanya ulkus duodenum biasanya bersifat asimtomatik. Untuk itu tidak ada indikasi untuk mengobati infeksi H.pylori pada anak-anak. Pada tahun 1994, International Agency for Research on Cancer(8)

mengklasifikasikan H.pylori sebagai karsinogen grup 1 untuk karsinoma gaster. Apabila H.pylori bersifat karsinogen, apakah perlu dilakukan pengobatan pada anak-anak bila terindikasi menderita infeksi H.pylori. Tinjauan pustaka ini melakukan eskplorasi lebih lanjut perlu tidaknya memberikan pengobatan pada anak-anak yang terinfeksi H.pylori.

Morfologi

Helicobacter pylori adalah bakteri gram negatif berbentuk batang atau kokoid (beberapa kepustakaan menyebutnya spiral atau seperti huruf “S”), mempunyai flagel yang memungkinkan bakteri ini memiliki daya motilitas tinggi, dan bersifat mikroaerofilik. Tempat yang sesuai di dalam tubuh manusia adalah antrum.H.pylori dapat berkonversi dari bentuk batang ke bentuk kokoid. Bentuk batang lebih virulen dibanding bentuk kokoid, sedangkan bentuk kokoid sendiri dikatakan berperan terhadap kekambuhan infeksi.(9)

Secara biokimiawi, H.pylori memproduksi enzim urease. Enzim ini mengkatalisis proses hidrolisis urea yang terdapat pada mukosa lambung menjadi amonia dan CO2. Amonia diduga berperan sebagai mekanisme pertahanan hidup H.pylori dalam lingkungan asam.(10)

Patofisiologi

Terdapat tiga kelainan yang dapat ditemukan sebagai akibat infeksi H.pylori pada anak. Pertama, infeksi akut H.pylori pada lambung dapat menyebabkan hipoklorhidria akibat adanya proses inflamasi yang menyebabkan disfungsi sel parietal. Dalam beberapa bulan, keadaan hipoklorhidria ini dapat sembuh dan pH lambung kembali normal, sedangkan pada infeksi kronis, H.pylori akan terus merangsang produksi asam lambung.(11) Mekanisme

terjadinya keadaan tersebut belum diketahui secara pasti. Ada hipotesis yang menyatakan bahwa inflamasi merangsang peningkatan produksi gastrin.(11) Urease juga merupakan faktor penting

untuk timbulnya infeksi kronis. Kelainan kedua yang ditemukan adalah inflamasi lambung. Infeksi H.pylori dapat menginduksi respon humoral sistemik dan mukosa, namun antibodi yang terbentuk tidak dapat mengeradikasi kuman. Hal ini diduga disebabkan adanya mukus lambung yang melindungi H.pylori, sehingga tidak dapat ditembus oleh antibodi spesifik.(11) Kolonisasi H.pylori di

lambung biasanya disertai proses inflamasi sehingga dapat ditemukan sel neutrofil, sel T, sel plasma, dan makrofag secara bersamaan dengan berbagai derajat degenerasi dan kerusakan sel epitel.(12)

Ulserasi merupakan kemungkinan kelainan ketiga yang tergantung dari virulensi strain

(3)

H.pylori. Masing-masing strain H.pylori mempunyai tingkat virulensi yang berbeda. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh dua protein yang merupakan produk gen, yaitu vacuolating cytotoxin A (VacA) dan cytotoxic-associated gene A (CagA).(10) VacA diproduksi oleh semua strain

H.pylori dan lebih banyak dijumpai pada pasien dengan ulkus lambung. CagA dihasilkan oleh lebih kurang 60% strain H.pylori. Gastritis atrofi, ulkus duodenum, dan karsinoma lambung lebih banyak dijumpai pada pasien yang terinfeksi oleh H.pylori yang memproduksi CagA.(11,13)

Manifestasi klinis

Sebagian besar kasus infeksi H.pylori pada anak bersifat asimtomatis.(12) Berbagai manifestasi

klinis akibat infeksi H.pylori pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti seperti sakit perut berulang di daerah epigastrium, mual, dan muntah.(10,12)

Gejala seperti sakit perut, muntah-muntah, hematemesis dapat dikaitkan dengan infeksi H.pylori. Beberapa gejala klinis di luar saluran cerna yang pernah dilaporkan pada anak terinfeksi H.pylori adalah anemia defisiensi besi, pusing, dan alergi makanan.(12,13) Infeksi H.pylori dihubungkan

pula dengan gangguan tumbuh kembang anak dan kejadian limfoma (mucosa associated lymphoid tissue/MALT) di kemudian hari.(14)

DIAGNOSIS

Berbagai jenis metode pemeriksaan dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi H.pylori, antara lain: i) endoskopi dan histopatologi, ii) kultur biopsi, iii) uji rapid urea, iv) serologi, v) uji pernafasan urease, dan vi) polymerase chain reaction. Pemeriksaan endoskopi pada anak yang terinfeksi H.pylori dapat memperlihatkan gambaran hiperemis, erosi atau ulkus pada mukosa lambungnya. Pada pemeriksaan patologi anatomi dapat terlihat gambaran gastritis kronis aktif atrofikans.(15) Diagnosis pasti ditegakkan dengan

menemukan H.pylori dalam sediaan biopsi. Kultur biopsi merupakan standar yang paling dapat dipercaya untuk menetapkan diagnosis.

Jaringan mukosa lambung dimasukkan ke dalam urea yang mengandung indikator. Bila

terdapat H.pylori dalam jaringan biopsi akan terjadi perubahan warna dari kuning ke jingga. Uji urease yang sering dipakai adalah campylobacter like organism (CLO).(16) Diagnosis dapat pula

ditegakkan dengan mengukur antibodi dalam darah pasien, karena sebagian besar pasien yang terinfeksi H.pylori menunjukkan IgG anti H.pylori dalam darahnya. Pemeriksaan ELISA merupakan metode yang mudah dilakukan dan cukup sensitif.(17) Uji

ini baik digunakan sebagai uji saring dan studi epidemiologi. Respon IgG terhadap infeksi H.pylori dapat tetap positif sampai 6 bulan setelah eradikasi. Oleh karena itu, cara ini tidak dianjurkan sebagai pemantau hasil eradikasi.(10) Pemeriksaan uji urease

pernafasan menggunakan 13C & 14C labeled urea

meal. Bahan tersebut ditelan oleh pasien. Urea akan dihidrolisis menjadi amonia dan bikarbonat yang terlabel. Bikarbonat yang terlabel akan dibawa ke paru dan diekskresi dalam udara napas sebagai CO2 yang dapat diukur. Uji ini bersifat semikuantitatif.(18) Cara polymerase chain reaction

dapat mendeteksi H.pylori dari spesimen biopsi, cairan lambung, air liur, plak gigi, dan feses. Karena biayanya yang mahal dan memerlukan waktu yang cukup lama, cara ini belum digunakan sebagai diagnostik rutin sehari-hari.(12)

Tidak satupun uji diagnostik yang tersedia saat ini (teknik biopsi, uji pernafasan urea atau serologi) mampu mendeteksi H.pylori secara lengkap dan dapat dipercaya (reliable) karena kolonisasi bakteri yang heterogen dan respon kekebalan dari host. Penggunaan dua atau lebih metode yang independen (misalkan serologi dan uji pernafasan) mempunyai nilai sensitifitas mendekati 100%.(19) PENGOBATAN

Infeksi H.pylori merupakan tantangan pengobatan yang unik. Kebutuhan untuk memberikan terapi yang optimal, efektif, dan aman dengan biaya yang terjangkau dan efek samping yang minimal. Menurut World Congres of Gastroenterology tahun 1994, tidak semua penderita infeksi H.pylori perlu dilakukan eradikasi. Penderita yang perlu dilakukan eradikasi adalah bila: (i) ada gejala klinis, (ii) pada endoskopi didapatkan gastritis kronis aktif, ulkus ventrikuli

(4)

atau ulkus duodenum, dan (iii) uji CLO atau biakan menunjukkan H.pylori positif.(20)

Helycobacter pylori merupakan organisme yang sulit diobati sehingga untuk memperoleh hasil eradikasi yang optimal diperlukan kombinasi dua atau lebih antibiotika. Antisekretorik diberikan untuk menghilangkan gejala dan merangsang penyembuhan.(21) Kombinasi dua antibiotika dan

satu antisekretorik selama 7 hari sering digunakan pada anak. Obat tersebut adalah metronidazol, klaritromisin, dan omeprazol. Kombinasi tersebut mempunyai tingkat eradikasi yang tinggi, yaitu 95%. Dosis yang dianjurkan adalah omeprazol 2 mg/kg/hari, klaritromisin 15 mg/kg/hari, dan metronidazol 20-30 mg/kg/hari.(22)

Apabila terjadi kegagalan terapi, maka obat yang dipilih selanjutnya harus memperhatikan jenis dan atau sensitivitas obat sebelumnya. Pada kasus yang resisten terhadap metronidazol dapat diberikan kombinasi omeprazol, klaritromisin dan amoksisilin 30-50 mg/kg/hari selama 7 hari atau omeprazol, amoksisilin, dan metronidazol bila resisten terhadap klaritromisin.(21)

PENCEGAHAN

Hanya sekitar 1% penderita yang mengalami infeksi H.pylori akan berkembang menjadi kanker lambung. Untuk itu tidak dapat dibenarkan untuk melakukan penyaringan dan pengobatan secara luas untuk individu yang menderita infeksi H.pylori. Strategi lain untuk mencegah terjadinya infeksi H.pylori adalah pemberian vaksinasi. Vaksinasi yang potensial untuk mencegah infeksi H.pylori masih dalam taraf penyelidikan.(15) Namun belum

terbukti vaksinasi dapat mencegah infeksi pada manusia. Di samping itu, mengingat kecilnya prevalensi kanker lambung pada individu yang terinfeksi dapat mengakibatkan tingginya harga vaksin.

Pencegahan lebih ditujukan untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi H.pylori. Perbaikan status sosioekonomi, gizi dan lingkungan seperti penyediaan air bersih terbukti mampu menurunkan prevalensi infeksi H.pylori pada anak.(23) Monitoring kecenderungan kolonisasi dan

penyakit gastrointerstinal bagian atas pada berbagai

populasi dapat memberikan gambaran kecenderungan terjadinya infeksi H.pylori.

KESIMPULAN

Infeksi H.pylori banyak dijumpai pada masa kanak-kanak. Diagnosis infeksi H.pylori pada anak seringkali dilakukan berdasarkan endoskopi atas indikasi tertentu. Pengobatan menggunakan regimen tripel (kombinasi omeprazol dengan dua antibiotik) sangat efektif untuk menyembuhkan infeksi H.pylori pada anak.

Daftar Pustaka

1. Warren JR, Marshal BJ. Unidentified curved bacilli on gastric epithelium in active chronic gastritis. Lancet 1984; 1: 1273-5.

2. Gold BD, Blecker U. Gastritis and ulcers in children. In: Wyllie R, Hyams JS, editors. Pediatric gastrointestinal disease. 2nd ed. Philadelphia: WB

Saunders; 1999. p. 221-43.

3. Lindkvist P, Asrat D, Nilsson I, Tsega R, Olsson GL, Wretlind B. Age at acquisition of Helycobacter pylori infection: comparison of a high and low prevalence country. Scan J Infect Dis 1996; 28: 181-4.

4. Pelser HH, Househam KC, Joubert G. Prevalence of Helycobacter pylori antibodies in children in Bloemfontein, South Africa. J Pediatr Gastroenterol Nutr 1997; 24: 135-9.

5. Malaty HM, Graham DY, Logan ND, Ramchatesingh JE. Helicobacter jejuni infection in preschool and school age minority children attending daycare centers: effect of socioeconomic indicators and breastfeeding practice. Clin Infect Dis 2001; 32: 1378-92.

6. Setiati A, Mulyani NS, Juffrie M, Soewignjo, Sadjimin T. Gambaran epidemiologi infeksi Helicobacter pylori pada siswa sekolah dasar di Yogyakarta. In: Firmansyah A, Trihono PP, Oswari H, Nurhamzah W, Darmawan BS, editors. Abstrak KONIKA XI Jakarta. Jakarta: IDAI; 1999. p. 88. 7. Hegar B, Magdalena, Firmansyah A, Boediarso A,

Yuwono V. Infeksi Helicobacter pylori pada murid sekolah dasar di Jakarta. Maj Kedokt Indon 1998; 48: 209-12.

8. International Agency for Research on Cancer. Monographs on the evaluation of carcinogenic risks

(5)

to humans. Schistosomes, liver flukes ad Helycobacter pylori. Lyon, France: International Agency for Research on Cancer, 1994.

9. Benaissa M, Babin P, Quellard N, Pezennec L, Cenatiempo Y, Fauchere JL. Changes in Helicobacter pylori ultrastructure and antigens during conversion from the bacillary to the coccoid form. Infect Immun 1996; 100: 2331-5.

10. Pattison CP, Combs MJ, Marshall BJ. Helicobacter pylori and peptic ulcer disease: evolution to revolution. Am J Roentgenol 1997; 168: 1415-20. 11. Peek RM, Blaser MJ. Pathophysiology of Helicobacter pylori: induced gastritis and peptic ulcer disease. Am J Med 1997; 102: 200-7. 12. Vandenplas Y, Hegar B. Helicobacter pylori

infection. Acta Paediatr Sin 1999; 40: 1-8. 13. Staat MA, Moran DK, McQuillan GM, Kaslow RA.

A population-based serologic survey of Helicobacter pylori infection in children and adolescents in the United States. J Infect Dis 1996; 174: 1120-3.

14. Guimber D, Chelimsky G, Gottrand F, Czinn S. The year in Helicobacter pylori. Curr Opin Gastroenterol 1999; 15 (suppl 1): S49-S52. 15. Imrie C, Rowland M, Bourke B, Drumm B. Is

Helycobacter pylori infection in childhood a risk

factor for gastric cancer? Pediatrics 2001; 107: 373-80.

16. Oderda G, Cadranel S. Pediatric Helicobacter pylori. Curr Opin Gastroenterol 1995; 11: 42-6. 17. Rowland M, Vaughan D, Drumm B. Helicobacter

pylori infection in children. Lancet 1997; 349: 209. 18. Michael P. Breathtaking technology for the detection of Helicobacter pylori. Am J Gastroenterol 1995; 90: 2089-90.

19. Blaser MJ. Helicobacter pylori and gastric diseases: science, medicine and the future. BMJ 1998; 316: 1507-10.

20. Tytgat GNJ. Helicobacter pylori: Recent developments. Am J Gastroenterol 1994; 29: 30-3. 21. Walsh JH, Peterson WL. The treatment of Helicobacter pylori infection in the management of peptic ulcer disease. N Engl J Med 1995; 333: 984-91.

22. Goddard A, Logan R. One-week low-dose triple therapy: new standards for Helycobacter pylori treatment. Eur J Gastroenterol Hepatol 1995; 7: 1-3.

23. Malaty HM, El-Kasabany A, Graham DY, Miller CC, Reddy SG, Srinivasan SR, et al. Age at acquisition of Helicobacter pylori infection: a follow-up study from infancy to adulthood. Lancet 2002; 359: 931-5.

Referensi

Dokumen terkait

Menurunkan biaya operasi ( operating cost ), penggunaan teknologi internet memungkinkan untuk melakukan kegiatan perdagangan selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, dimana hal

1) Putusan sela yakni putusan yang berkaitan dengan tindakan- tindakan yang harus dilakukan dipersidangan yang belum menyentuh pokok perkara. Putusan sela pun

Dalam dunia pendidikan, jika dilihat dari standar dan pedoman penjaminan mutu pada perguruan tinggi di Eropa, yang menjadi wilayah pengembangan adalah; konsep

Dengan melihat penyimpangan yang cukup besar terhadap sifat pokok HSS Nakayasu dari Hidrograf Satuan terukur, maka HSS Nakayasu kurang tepat digunakan untuk menghitung debit

GIS HOTEL DI KOTA MEDAN|Tanggal Hosting 21 Juli 2015 | Jam 22:41:16

Hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kualitas laporan keuangan secara signifikan mampu memoderasi pengaruh dewan komisaris independen terhadap

Berdasarkan latar belakang bahwa Kabupaten Sumbawa Barat telah berusaha melaksnakan berbagai program penanggulangan kemiskinan, namun kenyataannya angka kemiskinan masih

Kegiatan Buka Bersama With UPKKI (BUTIQ) ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 24 November 2012 dengan tema “ Menjalin Manisnya Ukhuwah di Antara Keluarga Mahasiswa PGSD UNNES UPP