Muncak (Muntiacus muntjak muntjak)
Muncak India (Muntiacus muntjak spp) sama seperti spesies muncak yang lain, yaitu berukuran kecil dengan kaki yang ramping. Tubuh bagian atas muncak berwarna coklat kemerahan dengan warna lebih gelap di sepanjang garis punggungnya, sedangkan tubuh bagian bawah berwarna putih dan sering bercorak abu-abu. Panjang muncak jantan dari moncong sampai ekor mencapai 98-111 cm (dewasa), sedangkan tinggi bahu lebih dari 50 cm, panjang pedikel 69-149 mm, dan berat badan umumnya 20 kg. Klasifikasi muncak menurut Dansie (1970) adalah: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Artiodactyla Subordo : Ruminantia Family : Cervidae Subfamily : Muntiacinae Genus : Muntiacus
Spesies : Muntiacus muntjak
Subspesies : Muntiacus muntjak muntjak
Muncak India tersebar secara luas di benua Asia dan ditemui pula pada bagian selatan Cina, India, Sri Lanka, Nepal, Myanmar, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia (Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan). Muncak menyukai daerah yang sepi dan lebat dengan tumbuhan sehingga dapat berlindung dari manusia dan predator (Grubb 1993). Muncak dapat hidup hingga 10 tahun apabila berada dalam area konservasi dan diawasi, namun usia hidup (lifespan) menjadi lebih rendah bila di alam liar.
Muncak India adalah mamalia dengan jumlah kromosom paling rendah. Muncak India jantan memiliki 7 kromosom diploid dan muncak betina hanya 6 kromosom diploid. Jumlah kromosom tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah kromosom pada reeves muntjak (Muntiacus reevesi) yang mencapai
46 kromosom diploid. Keunikan ini menjadi ketertarikan tersendiri bagi banyak peneliti untuk mengetahui lebih banyak tentang spesies ini (Doris dan Kurt 1970).
Muncak, seperti yang terdapat pada Gambar 1 termasuk dalam famili Cervidae, yaitu ruminansia yang memiliki ranggah dan selalu berganti setiap tahun. Ranggah tumbuh dari suatu titik permulaan pada kepalanya yang disebut pedikel. Pedikel memiliki ukuran yang lebih panjang dibandingkan dengan ranggah yang akan tumbuh pada pedikel tersebut nantinya. Dalam masa pertumbuhannya, ranggah diselubungi velvet untuk memberikan suplai oksigen dan nutrisi untuk perkembangan ranggah. Pada tahap akhir, ranggah mencapai ukuran maksimal, vaskularisasi serta suplai nutrisi berhenti dan ranggah menjadi keras (Duarte dan Abdo 2008).
Gambar 1 Muncak (Muntiacus muntjak muntjak) pada periode ranggah keras (Wahyuni, koleksi pribadi).
Muncak diduga memiliki kemiripan dengan rusa dalam pertumbuhan dan tanggalnya ranggah. Tumbuh dan berkembangnya ranggah pada rusa dipengaruhi sekresi testosteron dari testes. Pada ruminansia lamanya siklus spermatogenesis adalah 30 sampai 75 hari (Russel et al. 1990; Franca et al. 1999). Lepas dan tumbuhnya ranggah berkaitan erat dengan ukuran testes. Testes akan memiliki ukuran yang minimum 1-2 bulan setelah tumbuhnya ranggah dan akan memiliki ukuran yang maksimum pada saat ranggahnya keras (Loudon dan Curlewis 1988).
Testes
Testes merupakan gonad pada hewan jantan. Testes berfungsi dalam spermatogenesis dan menghasilkan hormon. Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa yang berlangsung di dalam tubulus seminiferi testes. Diantara tubulus seminiferi terdapat sel yang disebut sel-sel interstisial atau dikenal dengan sel-sel Leydig yang berfungsi untuk menghasilkan hormon androgen (Colville dan Bassert 2002; Frandson et al. 2009).
Testes terletak di daerah prepubis, terbungkus dalam kantong skrotum dan digantung oleh funiculus spermaticus. Umumnya testes berbentuk oval dengan ukuran yang bervariasi bergantung spesies (Colville dan Bassert 2002). Berat testis muncak adalah 18.82 g (Manik 2011), lebih berat bila dibandingkan dengan berat testes Muntiacus reevesi (8.87-9.51 g) (Chapman dan Harris 1991), yang diukur pada tahap ranggah keras. Diameter testes muncak 2.45 cm (Manik 2011) lebih kecil bila dibandingkan dengan diameter testes rusa timor 3.24-4.07 cm (Nalley 2006), tetapi lebih besar bila dibandingkan dengan testes kancil 0.63-1.01 cm (Najamudin 2010).
Biopsi Testes
Biopsi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bio yang artinya kehidupan dan opsia yang artinya melihat. Jadi secara harfiah, biopsi dapat diartikan melihat kehidupan, sedangkan secara umum biopsi dapat diartikan sebagai prosedur diagnostik yang dilakukan dengan mengambil sejumlah kecil jaringan tubuh untuk selanjutnya diperiksa secara mikroskopis. Biopsi testes pertama kali dilakukan oleh Hotchkiss dan Engle di The New York Hospital-Cornell Medical pada akhir tahun 1930 pada testes seorang pria yang mengalami gangguan fertilitas (Jha dan Sayami 2009).
Biopsi testes merupakan teknik yang digunakan untuk membantu mendiagnosis lesio yang terjadi pada testes, misalnya neoplasma. Biopsi pada lesio ini penting dilakukan untuk membantu diagnosa terhadap lesio tersebut, sehingga dapat diketahui langkah pengobatan selanjutnya. Banyak teknik untuk melakukan biopsi testes telah berkembang dalam 60 tahun terakhir (Threlfall dan Lopate 1992; Blanchard dan Varner 1996). Teknik tersebut antara lain, open atau incisional biopsy, punch biopsy, split dan Tru-Cut puncture needle, serta fine needle aspiration. Dokter hewan masih terlihat enggan melakukan salah satu dari teknik biopsi testes
tersebut pada hewan domestik. Hal ini mungkin terjadi karena biopsi testes berisiko menyebabkan hemorraghi, peradangan, infeksi, reaksi autoimun atau degenerasi dari germinal epithelium, dan tubuli seminiferi (Lopate et al. 1989; Threlfall dan Lopate 1992) jika dilakukan dengan prosedur yang tidak tepat.
Saat ini biopsi testes sering juga digunakan sebagai salah satu teknik evaluasi, dan perkiraan dari fungsi reproduksi hewan jantan (Sartori et al. 2002), seperti, hipospermatogenesis, inflamasi (Lopate et al. 1989) dan infertilitas akibat immune-mediated (Olson et al. 1992). Hal tersebut juga didukung oleh studi yang dilakukan oleh Santos et al. (2010) pada anjing jantan. Secara umum beberapa indikasi biopsi testes dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Indikasi dan risiko biopsi testes (Bergmann dan Kliesch 2010)
Indikasi Temuan-temuan klinis Hubungan klinis
Infertilitas Hypergonadotropic azoospermia Penentuan dalam prosedur testicular
sperm extraction (TESE) dan intracytoplasmic sperm injection
(ICSI)
Non-reconstructable obstructive azoospermia
Penentuan dalam prosedur testicular
sperm extraction (TESE) dan intracytoplasmic sperm injection
(ICSI)
Obstructive azoospermia Pengeluaran patalogi testes
Sonographic microlithiasis
Evaluasi histologis untuk melihat adanya` testicular intraephitelial
neoplasia (TIN)
Pencegahan dini dari perkembangan tumor testes
Cryptorchidism saat
dewasa
Evaluasi histologis dari spermatogenesis dan melihat adanya testicular intraephitelial
neoplasia (TIN)
Penentuan dalam prosedur testicular
sperm extraction (TESE) dan intracytoplasmic sperm injection
(ICSI) serta pencegahan dini dari perkembangan tumor testes Kehadiran sel tumor
testes
Evaluasi histologi untuk melihat adanya testicular intraephitelial
neoplasia (TIN) di testes satunya
Pencegahan dini dari perkembangan tumor testes pada testes satunya
Salah satu teknik biopsi pada testes adalah metode biopsi jarum. Metode biopsi jarum pada testes ada berbagai macam, yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, ukuran jarum, dan jenis jarum yang digunakan. Pada Tabel 2 dapat
dilihat perbedaan dari fine-needle aspiration (FNA), core-needle biopsy (CNB), large-needle aspiration (LNA) berdasarkan tujuan penggunaan, ukuran jarum yang digunakan, keunggulan, dan kekurangannya. Ukuran jarum untuk biopsi dapat dilihat pada Tabel 3, yang meliputi diameter bagian luar jarum, diameter bagian dalam jarum dan tebal dinding jarum.
Tabel 2 Keunggulan dan kekurangan metode fine-needle aspiration (FNA), core-needle biopsy (CNB), dan large-core-needle aspiration (LNA) (Anonim 2008)
Metode biopsi Tujuan penggunaan Ukuran jarum yang digunakan Jenis dan ukuran sampel yang diperoleh Keunggulan Kekurangan Fine-Needle Aspiration (FNA) Kista, sel dari jaringan lunak atau cairan 27 G- 23 G Sangat kecil, sampel dapat berupa cair maupun padat Cepat, mudah dilakukan, hasil dapat diperoleh dalam waktu singkat (10-30 menit) Bila sampel yang diperiksa berbentuk padat, maka jumlah sampel yang sedikit dapat mengakibatka n salah diagnosa, Core-Needle Biopsy (CNB) Sampel jaringan dari massa padat 20-14 G Sampel berbentuk padat Ukuran sampel yang lebih besar mempermudah menentukan diagnosa Lebih invasif daripada teknik FNA Large-Needle Aspiration (LNA) Sampel jaringan dari massa cair dan padat 19 G – 14 G Ukuran sampel lebih besar dari FNA Penentuan diagnosa lebih mudah, dapat digunakan mengoleksi sampel jaringan berupa cairan Berisiko menimbulkan komplikasi minor seperti pendarahan dan infeksi serta lebih susah untuk dilakukan
Tabel 3 Spesifikasi jarum untuk biopsi (Anonim 2010b)
Jarum Diameter bagian luar jarum Diameter bagian dalam jarum
Gauge inci mm Inci mm
14 0.083 2.108 0.063 1.600 16 0.065 1.651 0.047 1.194 17 0.058 1.473 0.042 1.067 18 0.050 1.270 0.033 0.838 19 0.042 1.067 0.027 0.686 20 0.03575 0.9081 0.02375 0.603 23 0.02525 0.6414 0.01325 0.337 24 0.02225 0.5652 0.01225 0.311 25 0.02025 0.5144 0.01025 0.260 26 0.01825 0.4636 - - 26s 0.01865 0.4737 0.005 0.127 27 0.01625 0.4128 0.00825 0.210
Fine-Needle Aspiration (FNA)
Fine-needle aspiration (FNA) adalah teknik biopsi yang menggunakan jarum berukuran 23 gauge (G) dan 27G (Gherardi 2009), seperti terlihat pada Gambar 2 serta syringe. Jarum kemudian dihubungkan dengan syringe. Syringe digunakan untuk memperoleh tekanan negatif dari dalam syringe yang berfungsi untuk menarik sampel ke dalam jarum maupun syringe. Tekanan negatif (vakum) di dalam syringe yang dibutuhkan biasanya berkisar antara 2-5 ml (Gherardi 2009).
Metode FNA biasanya digunakan untuk pemeriksaan sitologis karena sampel yang diperoleh ukurannya sangat kecil dan sedikit. Pada awalnya FNA kurang popular akibat beberapa alasan, antara lain: (1) keterbatasan pengetahuan dan
k s y m N j t h F t ( b k m o b d ( b J kurangnya p seminiferi, ( yang ditimb memberikan Namun dem jaringan test tidak menim hewan, mur FNA pada t teknik intra (Bergmann d Gambar 2 Menur bawah pemb kulit skrotu mempercepa obat bius. S bahwa suda deferen ke (Jha dan Say berbeda, y Jha dan Say
pengalaman (2) kekhawa bulkan pros n informasi mikian banya tes untuk ev mbulkan luka
ah, serta han testes juga acytoplasmic dan Kliesch
Jarum FNA
rut Jha dan biusan lokal um kemudi at distribusi Setelah bebe ah tidak tera arah poste yami 2009; G yaitu bagia yami 2009). patolog dal atiran terjadi edur biopsi mengenai m ak penelitian valuasi sper a trauma yan ndal (Ghera dapat digun c sperm in 2010). A pada berbag Sayami (20 l. Hal perta ian dilakuk obat bius, m erapa menit, asa sakit. T erior, sehin Gouletsou et an atas, t Setelah se lam analisis inya trauma , dan (3) p membran ba n yang menu rmatogenesis ng besar, dap ardi 2009). nakan ntuk m njection (IC gai ukuran ja 09) metode ama yang ha kan pembiu maka sperma testes dipal Testes diposi ngga terhind t al. 2010
).
tengah, da elesai diaspi sitologis da pada testes pemeriksaaan asal tubular unjukkan bah s dengan m pat ditoleran Tidak hany membantu t CSI) untuk arum yang b FNA pada arus dilakuk usan di sp atic cord seg lpasi dengan isikan denga dar dari lu Testes dias an bawah irasi, maka ari variasi s dengan akib n sitologis dan jaringa hwa pengam menggunakan si dengan ba a untuk diag teknik repro k penderita berbeda (Ghe testes dapat kan adalah m permatic co gera dipijat s n keras untuk an epididim uka akibat spirasi pada t (Craft et hasil biopsi sel-sel tubulu bat hematom kurang dap an interstitia mbilan samp n teknik FN aik oleh tubu gnosis, tekn oduksi, seper azoosperm erardi 2009) t dilakukan membersihka ord. Untu setelah injek k memastika is dan duktu jarum biop tiga titik yan t al. 199 i yang berup us ma pat al. pel NA uh nik rti mia . di an uk ksi an us psi ng 7; pacairan dapat langsung dikeluarkan dari jarum dan syringe ke atas gelas objek lalu diulas dengan gelas objek lainya (Leme dan Papa 2010). Sedangkan untuk sampel jaringan yang berbentuk padat dapat langsung dikeluarkan dari jarum dan syringe kemudian difiksasi dengan menggunakan larutan Bouin ataupun paraformaldehid 4% untuk selanjutnya diproses menjadi cell-block preparation (Craft et al. 1997).
Large-Needle Aspiration (LNA)
Large-needle aspiration (LNA) merupakan teknik biopsi yang hampir mirip dengan teknik fine-needle aspiration (FNA), yang membedakannya adalah ukuran jarum yang digunakan. Teknik LNA menggunakan jarum berukuran lebih besar, yaitu 19 G-14 G. Teknik LNA juga memerlukan tekanan negatif yang berasal dari syringe sebagai daya untuk mengambil sampel jaringan. Teknik LNA memiliki keunggulan dibandingkan dengan teknik FNA karena sampel spesimen yang diperoleh dengan teknik LNA lebih besar daripada teknik FNA, sehingga mempermudah ahli patologi dalam menganalisis hasil biopsi. Menurut Gouletsou et al. (2010) teknik LNA dan FNA tidak akan menimbulkan efek serius pada fungsi testes.
Core-Needle Biopsy (CNB)
Metode core-needle biopsy (CNB) merupakan teknik biopsi yang menggunakan jarum berinti (core-needle) berukuran 14 G sampai 20 G dan gun biopsi otomatis. Jarum yang digunakan terdiri atas inner cannula yang memiliki sebuah tempat untuk menampung sampel hasil biopsi (biopsy reservoir), dan cutting cannula yang dapat meluncur di sepanjang inner cannula (Gherardi 2009). Cutting cannula memiliki pisau pemotong (cutter) di bagian proksimalnya. Sebuah mekanisme penggerak tersedia untuk menggerakkan cutting cannula dari posisi distal ke posisi proksimal dan sebaliknya. Pergerakan cutting cannula dari posisi proksimal ke posisi distal menyebabkan pisau pemotong (cutter) memotong jaringan dari jaringan sekitarnya dan juga menangkap sampel jaringan tersebut masuk ke dalam biopsy reservoir (Gherardi 2009). Prinsip kerja jarum biopsi saat ditusukkan ke lesio atau suatu jaringan tubuh dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Prinsip kerja CNB untuk mengambil jaringan lesio atau jaringan tubuh lainnya (Edwards 2008).
Metode CNB biasanya digunakan untuk mengambil sampel dari jaringan padat dan lunak, seperti jaringan payudara pada manusia, jaringan limfonodus, dan jaringan testes. Metode CNB mudah digunakan, murah, dan tidak berbahaya karena trauma yang diakibatkan oleh jarum masih dapat ditoleransi oleh tubuh hewan (Gherardi 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fischerleitner dan Sinowatz (1983) pada sapi perah dengan melakukan biopsi testes secara berulang, teknik CNB tidak menyebabkan perubahan yang signifikan pada produksi testosteron. Keunggulanlain dari metode CNB adalah ukuran sampel yang diperoleh lebih besar bila dibandingkan dengan metode FNA dan LNA (Helbich et al. 1998; Craft et al. 1997). Ukuran sampel yang lebih besar akan mempermudah dalam pemeriksaan histologi untuk mengetahui proses spermatogenesis yang terjadi pada testes.
Jarum dengan ruang untuk spesimen (biopsy reservoir)
Inner cannula didorong ke dalam jaringan
Cutting cannula meluncur di sepanjang inner cannula, sehingga jaringan terpotong dan masuk ke dalam biopsy reservoir
Jarum biopsi ditarik keluar dari jaringan bersamaan dengan sampel jaringan
Jaringan
Jaringan
Jaringan