• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

1

4. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB I

PENDAHULUAN

Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan tata kelola kepemerintahan yang baik

adalah merupakan tuntutan akuntabilitas pengelolaan setiap entitas pemerintahan. Hal ini

berarti setiap aspek pengelolaan pemerintahan harus dilaksanakan berdasarkan prinsip

transparansi dan akuntabilitas. Untuk mewujudkan kondisi ini, sejalan dengan dinamika

regulasi pengelolaan setiap pemerintahan harus terus melakukan berbagai upaya pembaruan

khususnya dalam pengelolaan keuangan, antara lain pemutakhiran produk

perundang-undangan, penataan kelembagaan, pembenahan sistem dan prosedur, dan peningkatan

profesionalisme sumber daya manusia di bidang pengelolaan keuangan.

Pada bidang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah

berupaya untuk mematuhi semua aspek transparansi dan akuntabilitas pengelolaan. Laporan

Keuangan sebagai bentuk akuntabilitas pengelolaan, disusun dengan memaksimalkan upaya

pemenuhan prinsi-prinsip penyajian laporan dan kesesuaian dengan standar akuntansi

pemerintahan.

Sebagai sarana informasi keuangan, penyusunan laporan keuangan merupakan suatu

usaha untuk menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan

kinerja keuangan suatu entitas pelaporan. Secara spesifik informasi tersebut tidak hanya

bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi

sumber daya, tapi juga berguna dalam pengambilan keputusan strategis lainnya serta

menunjukkan tingkat akuntabilitas suatu entitas.

1.1

Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan

Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai

posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama

satu periode pelaporan. Laporan Keuangan digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya

ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan,

menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan,

serta membantu menentukan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi Tahun Anggaran 2013

menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja

keuangan pelaporan yang bermanfaat bagi para pemakai (user) dalam menilai

akuntabilitas dan membuat keputusan baik, keputusan ekonomi, sosial maupun politik

dengan cara:

a.

Menyediakan informasi mengenai apakah penerimaan periode berjalan cukup untuk

membiayai seluruh pengeluaran;

b.

Menyediakan informasi mengenai apakah cara memperoleh sumber daya ekonomi dan

alokasinya telah sesuai dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan

perundang-undangan;

(2)

2

c.

Menyediakan informasi mengenai sumber daya ekonomi yang digunakan dalam

kegiatan Pemerintah Daerah serta hasil-hasil yang dicapai;

d.

Menyediakan informasi mengenai bagaimana Pemerintah Daerah mendanai seluruh

kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;

e.

Menyediakan informasi posisi keuangan dan kondisi Pemerintah Daerah berkaitan

dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang,

termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman;

f.

Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan Pemerintah Daerah

apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan

selama periode pelaporan.

Hal-hal dimaksud dapat dilihat dari posisi pendapatan, belanja, transfer, dana

cadangan, pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas dana dan arus kas Pemerintah Kabupaten

Banyuwangi.

1.2

Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan

Dasar hukum penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

adalah sebagai berikut:

a.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

b.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

c.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

d.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan

Tanggungjawab Keuangan Negara;

e.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;

f.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

g.

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan

Daerah;

h.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

i.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja

Instansi Pemerintah;

j.

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat;

k.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

l.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan

Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006;

m.

Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok

Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah

Kabupaten Banyuwangi Nomor 3 Tahun 2012;

n.

Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 56 Tahun 2012 tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun Anggaran 2013;

o.

Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 05 Tahun 2013 tentang Perubahan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun Anggaran

2013;

(3)

3

p.

Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 25 Tahun 2010 tentang Kebijakan Akuntansi

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Bupati Banyuwangi Nomor 46 Tahun 2012.

1.3

Sistematika Penulisan Catatan atas Laporan Keuangan

Sistematika penulisan Catatan atas Laporan Keuangan disusun dalam 7 Bab yaitu:

BAB I Pendahuluan

1.1.

Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan

1.2.

Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan

1.3.

Sistematika Penulisan Catatan atas Laporan Keuangan

BAB II Ekonomi makro, kebijakan keuangan dan pencapaian target kinerja APBD

2.1.

Ekonomi Makro

2.2.

Kebijakan Keuangan

2.3.

Pencapaian Target Kinerja APBD

BAB III Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan

3.1.

Ikhtisar Realisasi Pencapaian Target Kinerja Keuangan

3.2.

Hambatan dan Kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah

ditetapkan

BAB IV Kebijakan Akuntansi

4.1.

Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan

4.2.

Basis Akuntansi yang Mendasari Penyusunan Laporan Keuangan

4.3.

Basis Pengukuran yang mendasari Penyusunan Laporan Keuangan

BAB V Penjelasan Pos-pos Laporan Keuangan

5.1.

Neraca

5.2.

Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

5.3.

Laporan Arus Kas (LAK)

BAB VI Penjelasan Tambahan Atas Laporan Non Keuangan

6.1

Domisili dan Operasional Entitas

6.2

Kontijensi atas Permasalahan Hukum

6.3

Penjelasan Terhadap Pos Aktiva Tetap dan Aset Lainnya terkait

Validasi Aset Tetap

6.4

Investasi Pada PT. Pelayaran Banyuwangi Sejati

6.5

Perusahaan Daerah Aneka Usaha Blambangan dan Perusahaan Daerah

Perhotelan

6.6

Kontrak Pengadaan Kain dan Badge Tahun Anggaran 2006

6.7

Penyelesaian Kerugian Daerah

6.8

Pelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran 2013 yang Melampaui Akhir

Tahun Anggaran

6.9

Penerimaan Dana APBN dan Tugas Pembantuan Tahun 2013

6.10

Penerimaan Kas Pada Entitas Teknis Di Lingkungan Pemerintah

Kabupaten Banyuwangi dan Penerimaan Pembiayaan yang Termasuk

Dalam Cakupan IPSAP Nomor 02 dan IPSAP Nomor 03, Serta

Penerimaan Daerah Dalam Bentuk Barang.

(4)

EKONOMI MAKRO, KEBIJAKAN KEUANGAN DAN

PENCAPAIAN TARGET KINERJA APBD

2.1

Ekonomi Makro

Perkembangan perekonomian dan pembangunan suatu daerah dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya

umum dapat digambarkan sebagai berikut:

2.1.1

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan

ukuran untuk menilai keberhasilan pelaksanaan pemban

dalam kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah tercermin melalui

pertumbuhan nilai PDRB.

berdasarkan atas dasar harga yang berlaku (ADHB) menurut Lapangan Usaha

Kabupaten Banyuwangi Tahun 2

sebesar Rp20.723.988,81 juta, Tahun 2010 sebesar Rp23.558.420,84 jutaTahun

2011 sebesar Rp27.059.769,40 juta, Tahun 2012 sebesar Rp30.698.143,47 juta.

PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Lapangan Usaha

Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2013

Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan Tahun 2000 padaTahun 2008

sebesar Rp9.778.833,48 juta, Tahun 2009 sebesar Rp10.370.286,20 juta,

2010 sebesar

juta dan Tahun 2012 sebesar Rp12.638.531,69 juta

dari tahun-tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi yang diukur dari PDRB atas

dasar harga k

pertumbuhan yang meningkat jika diukur dengan menggunakan harga konstan

2000 yaitu: Tahun 2008 tumbuh sebesar 5,80 %, Tahun 2009 tumbuh sebesar

2008 18,37

PDRB (Triliun)

BAB II

EKONOMI MAKRO, KEBIJAKAN KEUANGAN DAN

PENCAPAIAN TARGET KINERJA APBD

Perkembangan perekonomian dan pembangunan suatu daerah dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya adalah PDRB, Pendapatan Per-Kapita dan Inflasi, secara

umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan

ukuran untuk menilai keberhasilan pelaksanaan pembangunan suatu daerah, atau

dalam kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah tercermin melalui

pertumbuhan nilai PDRB. PDRB Kabupaten Banyuwangi yang dihitung

berdasarkan atas dasar harga yang berlaku (ADHB) menurut Lapangan Usaha

Kabupaten Banyuwangi Tahun 2008 sebesar Rp18.372.970,65 juta, Tahun 2009

sebesar Rp20.723.988,81 juta, Tahun 2010 sebesar Rp23.558.420,84 jutaTahun

2011 sebesar Rp27.059.769,40 juta, Tahun 2012 sebesar Rp30.698.143,47 juta.

Gambar 2.1

PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 Atas Dasar Harga Berlaku (ADBH)

Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2013

Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan Tahun 2000 padaTahun 2008

sebesar Rp9.778.833,48 juta, Tahun 2009 sebesar Rp10.370.286,20 juta,

2010 sebesar Rp11.015.195,17 juta Tahun 2011 sebesar Rp11.788.649,35

juta dan Tahun 2012 sebesar Rp12.638.531,69 juta yang merupakan nilai tertinggi

tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi yang diukur dari PDRB atas

dasar harga konstan selama periode 2008 sampai dengan 2012 mengalami

pertumbuhan yang meningkat jika diukur dengan menggunakan harga konstan

2000 yaitu: Tahun 2008 tumbuh sebesar 5,80 %, Tahun 2009 tumbuh sebesar

2009 2010 2011 2012 18,37 20,72 23,56 27,06 30,69

4

EKONOMI MAKRO, KEBIJAKAN KEUANGAN DAN

Perkembangan perekonomian dan pembangunan suatu daerah dipengaruhi oleh

Kapita dan Inflasi, secara

Besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan

gunan suatu daerah, atau

dalam kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah tercermin melalui

PDRB Kabupaten Banyuwangi yang dihitung

berdasarkan atas dasar harga yang berlaku (ADHB) menurut Lapangan Usaha

008 sebesar Rp18.372.970,65 juta, Tahun 2009

sebesar Rp20.723.988,81 juta, Tahun 2010 sebesar Rp23.558.420,84 jutaTahun

2011 sebesar Rp27.059.769,40 juta, Tahun 2012 sebesar Rp30.698.143,47 juta.

PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Lapangan Usaha 2012 Atas Dasar Harga Berlaku (ADBH)

Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan Tahun 2000 padaTahun 2008

sebesar Rp9.778.833,48 juta, Tahun 2009 sebesar Rp10.370.286,20 juta, Tahun

Rp11.015.195,17 juta Tahun 2011 sebesar Rp11.788.649,35

yang merupakan nilai tertinggi

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi yang diukur dari PDRB atas

onstan selama periode 2008 sampai dengan 2012 mengalami

pertumbuhan yang meningkat jika diukur dengan menggunakan harga konstan

2000 yaitu: Tahun 2008 tumbuh sebesar 5,80 %, Tahun 2009 tumbuh sebesar

(5)

6,05%, Tahun 2010 tumbuh sebesar 6,22% 2011 tumbuh se

2012 tumbuh

Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 201

2.1.2

Pendapatan Per

Pendapatan Per

perekonomian untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi

pendapatan Per

masyarakat.

Pendapatan Per

domestik regional bruto (dengan memperhitungkan penyusutan). Gambaran

pendapatan

per

Rp11.482.829,27, Tahun 2009 sebesar Rp12.928.057,07,

Rp14.659.053,72 dan Tahun 2011 sebesa

sebesar Rp19.566.691,70

Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2013 5,80 2008

Pertumbuhan

(%)

2008 11,89

Pendapatan Perkapita

(Juta Rp.)

6,05%, Tahun 2010 tumbuh sebesar 6,22% 2011 tumbuh se

2012 tumbuh sebesar 7,21 %.

Gambar 2.2

Persentase Pertumbuhan PDRB ADHK 2000 Kabupaten Banyuwangi Tahun 2008-2012

Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2013

Pendapatan Per-Kapita

Pendapatan Per-Kapita juga merupakan salah satu indikator penting dalam

perekonomian untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi

pendapatan Per-Kapita dapat diartikan semakin tinggi tingkat kesejahteraan

Pendapatan Per-Kapita dihitung sebagai rasio antara jumlah prod

domestik regional bruto (dengan memperhitungkan penyusutan). Gambaran

pendapatan

per-kapita

Kabupaten

Banyuwangi

Tahun

2008

sebesar

Rp11.482.829,27, Tahun 2009 sebesar Rp12.928.057,07, Tahun 2010 sebesar

Rp14.659.053,72 dan Tahun 2011 sebesar Rp17.292.432,74 dan

sebesar Rp19.566.691,70

Gambar 2.3 Pendapatan Per Kapita

Kabupaten Banyuwangi Tahun 2008-2012

Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2013 5,80 6,05 6,22 7,02 2008 2009 2010 2011

Pertumbuhan

2008 2009 2010 2011 11,89 13,36 15,13 17,29

Pendapatan Perkapita

(Juta Rp.)

5

6,05%, Tahun 2010 tumbuh sebesar 6,22% 2011 tumbuh sebesar 7,02%, dan

satu indikator penting dalam

perekonomian untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi

Kapita dapat diartikan semakin tinggi tingkat kesejahteraan

Kapita dihitung sebagai rasio antara jumlah produk

domestik regional bruto (dengan memperhitungkan penyusutan). Gambaran

kapita

Kabupaten

Banyuwangi

Tahun

2008

sebesar

Tahun 2010 sebesar

r Rp17.292.432,74 dan Tahun 2012

7,21 2012 2012 19,56

(6)

6

2.1.3

Inflasi

Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian untuk

mengukur pertumbuhan ekonomi. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak

negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi. Berdasarkan tingkat keparahannya,

inflasi dapat dikategorikan dalam 4 macam, antara lain :

a.

Inflasi ringan (kurang dari 10% per tahun)

b. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% per tahun)

c. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% per tahun)

d. Hiperinflasi (lebih dari 100% per tahun)

Semakin ringan tingkat inflasi per tahun, semakin tinggi pertumbuhan

ekonomi suatu kabupaten. Inflasi ringan memberikan pengaruh yang positif dalam

arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan

nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan

investasi. Prosentase laju inflasi Kabupaten Tahun 2008 sebesar 9,99%, Tahun

2009 sebesar 6,95%, Tahun 2010 sebesar 7,47% dan Tahun 2011 sebesar 7,84%,

dan Tahun 2012 sebesar 6,24%. Laju inflasi Kabupaten Banyuwangi pada Tahun

2008 – 2012 menunjukkan tren positif, hal ini dapat dilihat fluktuasi dengan

kecenderungan menurun dan masih masuk dalam kategori inflasi ringan.

Pada tahun 2008 jenis lapangan usaha jasa-jasa menjadi penyumbang

kontribusi terbesar terhadap laju inflasi Kabupaten Banyuwangi yaitu sebesar

12,09% pada tahun 2009 jenis lapangan usaha pertambangan dan penggalian

menjadi penyumbang kontribusi terbesar terhadap laju inflasi Kabupaten

Banyuwangi yaitu sebesar 16,49%. Kemudian pada tahun 2010 jenis lapangan

usaha industri pengolahan menjadi penyumbang kontribusi terbesar terhadap laju

inflasi Kabupaten Banyuwangi yaitu sebesar 8,01%, selanjutnya pada tahun 2011

yang menjadi penyumbang kontribusi terbesar terhadap laju inflasi Kabupaten

Banyuwangi adalah perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 8,00%, dan

pada Tahun 2012 sektor yang menjadi penyumbang kontribusi terbesar terhadap

laju inflasi Kabupaten Banyuwangi adalah pertanian yaitu sebesar 9,87%.

Tabel 2.1 Laju Inflasi Kabupaten Banyuwangi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 (%) NO LAPANGAN USAHA TAHUN 2008 2009 2010 2011 2012 1. PERTANIAN 11,35 7,82 5,37 5,16 9,87 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 8,96 16,49 6,75 5,92 6,02 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 5,51 6,87 8,01 5,80 8,41

4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 1,62 1,40 0,77 0,44 4,30

5. BANGUNAN 6,97 7,56 3,10 6,72 6,98

6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN

RESTORAN 9,99 4,51 6,44 8,00 9,54

7. PENGANGKUTAN DAN

KOMUNIKASI 3,94 4,85 4,59 3,04 6,04

8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN

JASA PERUSAHAAN 4,89 4,82 6,85 5,74 5,43

9. JASA-JASA 12,09 6,73 6,20 6,15 6,33

(7)

9,99

2008

Inflasi

(%)

Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 201

2.2

Kebijakan Keuangan

Perkembangan Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi tahun

tahun sebelumnya menjadi dasar penyusunan Kebijakan Keuangan Pemerintah Kabupaten

Banyuwangi. Perbandingan APBD Tahun Anggaran 2012

2013 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Perbandingan APBD Tahun Anggaran 2012 dan Tahun Anggaran 2013

Uraian

Pendapatan Belanja

Pembiayaan Penerimaan Pembiayaan Pengeluaran

Secara umum tampak bahwa pendapatan daerah Tahun 2013 mengalami

peningkatan dibandingkan Tahun 2012,

pendapatan daerah semakin tinggi. Belanja daerah juga mengalami peningkatan seiring

dengan meningkatnya tuntutan

Pembiayaan daerah yang merupakan komponen untuk menutup defisit dan memanfaatkan

surplus.

Kebijakan keuangan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013

dilaksanakan sesuai dengan Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2013, yang

tertuang dalam nota kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan

DPRD Kabupaten Banyuwangi dengan pe

Nomor: 188/03/429.011/201

kebijakan sebagai berikut:

9,99 6,95 7,47 7,84 2008 2009 2010 2011

Gambar 2.4

Prosentase Laju Inflasi Kabupaten Banyuwangi

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008 – 2012

Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2013

Kebijakan Keuangan

Perkembangan Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi tahun

tahun sebelumnya menjadi dasar penyusunan Kebijakan Keuangan Pemerintah Kabupaten

Banyuwangi. Perbandingan APBD Tahun Anggaran 2012 sampai dengan Tahun Anggaran

2013 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Perbandingan APBD Tahun Anggaran 2012 dan Tahun Anggaran 2013

2012 (Rp) 2013 (Rp) Pembiayaan Penerimaan Pembiayaan Pengeluaran 1.690.113.711.134,37 1.682.675.962.006,15 228.536.239.404,25 34.201.356.063,00 1.917.058.035.076,86 1.886.309.069.852,67 201.931.722.469,47 5.000.000.000,00

Secara umum tampak bahwa pendapatan daerah Tahun 2013 mengalami

peningkatan dibandingkan Tahun 2012, hal ini menunjukkan bahwa tingkat

pendapatan daerah semakin tinggi. Belanja daerah juga mengalami peningkatan seiring

dengan meningkatnya tuntutan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Pembiayaan daerah yang merupakan komponen untuk menutup defisit dan memanfaatkan

Kebijakan keuangan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013

dilaksanakan sesuai dengan Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2013, yang

tertuang dalam nota kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan

DPRD Kabupaten Banyuwangi dengan perubahan terakhir pada tanggal

/429.011/2013 dan 188/05/429.050/2013, yang pada intinya berisi

kebijakan sebagai berikut:

7

6,24

2012

Prosentase Laju Inflasi Kabupaten Banyuwangi

2012

Perkembangan Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi

tahun-tahun sebelumnya menjadi dasar penyusunan Kebijakan Keuangan Pemerintah Kabupaten

sampai dengan Tahun Anggaran

Tabel 2.2 Perbandingan APBD Tahun Anggaran 2012 dan Tahun Anggaran 2013

2013 (Rp)

1.917.058.035.076,86 1.886.309.069.852,67 201.931.722.469,47 5.000.000.000,00

Secara umum tampak bahwa pendapatan daerah Tahun 2013 mengalami

hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengelolaan

pendapatan daerah semakin tinggi. Belanja daerah juga mengalami peningkatan seiring

kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Pembiayaan daerah yang merupakan komponen untuk menutup defisit dan memanfaatkan

Kebijakan keuangan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013

dilaksanakan sesuai dengan Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2013, yang

tertuang dalam nota kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan

rubahan terakhir pada tanggal 26 Juli 2013

, yang pada intinya berisi

(8)

8

2.2.1

Kebijakan Pendapatan Daerah

Perencanaan pendapatan daerah merupakan proses yang paling krusial

dalam penentuan besarnya alokasi anggaran yang akan dimanfaatkan untuk

membiayai program kegiatan pembangunan. Penyiapan anggaran untuk

pelaksanaan pembangunan dilaksanakan dengan perencanaan penerimaan

pendapatan yang tepat, perkiraan terukur, rasional serta memiliki kepastian

hukum. Untuk menjaga kesinambungan kemampuan fiskal daerah, penetapan

pendapatan daerah dilakukan dengan pendekatan hard budget constraint yaitu

potensi pendapatan daerah merupakan pertimbangan utama, identifikasi

pendapatan dengan tepat dilakukan terlebih dahulu baru kemudian menentukan

pengeluaran sesuai dengan prinsip money follow function.

Perencanaan pendapatan daerah dilakukan melalui optimalisasi pendapatan

daerah dengan tetap memperhatikan efektifitas dan efisiensi pelaksanaannya serta

mendapat dukungan dari masyarakat yang dilakukan secara terencana, dengan

memperhatikan kondisi perkembangan perekonomian dan segala aspek kendala,

potensi dan cakupan pelayanan yang ada sehingga tidak membebani masyarakat

dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hal ini dilaksanakan dalam

rangka peningkatan kemandirian daerah dalam penyediaan anggaran. Dengan

demikian setiap tahun diharapkan penyediaan anggaran daerah atau pembiayaan

mandiri

(Self

Financing)

akan

semakin

meningkat

sehingga

tingkat

ketergantungan terhadap dana perimbangan akan semakin berkurang.

Rasionalisasi pungutan pajak dan retribusi yang dipandang dapat

menggairahkan dunia usaha maupun masyarakat luas khususnya dalam menunjang

produk unggulan daerah yang berorientasi pasar, baik domestik maupun ekspor

terus diupayakan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian dalam rangka menggerakan perekonomian daerah terutama pada

sektor riil, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengupayakan dengan tidak lagi

menambah beban masyarakat

yang berimplikasi negatif terutama pada perdagangan lokal yang dilaksanakan

pada sektor riil terutama pada pelaku ekonomi kecil yang pada akhirnya akan

menurunkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan inflasi serta menyebabkan

arus barang, jasa dan kapital dari luar Kabupaten Banyuwangi menjadi stagnan

atau bahkan mungkin (dihindari) mengalirnya sejumlah modal yang tertanam di

Banyuwangi keluar daerah.

Dengan demikian secara umum Kebijakan Peningkatan kemandirian dalam

penyediaan anggaran daerah yang dilaksanakan melalui peningkatan Pendapatan

Daerah merupakan kebijakan dalam perencanaan pendapatan daerah. Kebijakan

perencanaan pendapatan daerah Kabupaten Banyuwangi yang demikian pada

tahun 2013 dilaksanakan melalui upaya optimalisasi penerimaan PAD, dengan

melakukan diversifikasi, intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber PAD,

dimana sebagian besar potensinya berbasis sektor primer. Lebih lanjut kebijakan

perencanaan pendapatan daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun Anggaran 2013

antara lain sebagai berikut:

a.

Diversifikasi sumber pendapatan daerah;

b.

Meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi penggalian sumber -sumber

pendapatan daerah, terutama melalui usaha daerah dan pendayagunaan aset

daerah, termasuk pendapatan dari pihak ketiga;

c.

Meningkatkan kemampuan dan optimalisasi organisasi di bidang pendapatan

atau organisasi penghasil;

(9)

9

d.

Pemberian peran yang lebih luas kepada Kas / Bendahara Umum Daerah

dalam pengelolaan keuangan daerah ;

e.

Memantapkan Kelembagaan dan Sistem Operasional Pemungutan Pendapatan

Daerah;

f.

Meningkatkan pengelolaan aset dan keuangan daerah;

g.

Meningkatkan pendataan terkait sumber daya alam sebagai salah satu

komponen perhitungan dana perimbangan daerah;

h.

Meningkatkan kualitas pelayanan dengan memberi kemudahan pada wajib

pajak dan wajib retribusi melalui penyederhanaan prosedur dan kedekatan

pelayanan.

i.

Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pembayaran pajak dan retribusi

daerah.

j.

Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi Jawa

Timur dalam upaya peningkatan penerimaan dari Dana Perimbangan.

2.2.2 Kebijakan Belanja Daerah

Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten yang terdiri dari urusan wajib,

urusan pilihan dan urusan yang penangannya dalam bagian atau bidang tertentu

yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau

antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

Belanja penyelenggaran urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban

daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan,

kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan

system jaminan sosial.

Dalam menentukan besaran belanja yang dianggarkan berlandaskan pada

prinsip kemandirian yaitu program kegiatan yang direncanakan dipastikan sumber

dana yang membiayai berdasarkan pendapatan daerah yang sudah ditetapkan,

prinsip prioritas yaitu program kegiatan yang direncanakan pelaksanaanya

mengacu pada program prioritas pembangunan daerah dan prinsip efesien dan

efektif yaitu pemanfaatan anggaran untuk pelaksanaan program kegiatan ditujukan

pada kegiatan prioritas.

Selain hal tersebut, alokasi Anggaran untuk setiap program kegiatan

didasarkan pada prestasi kerja yaitu anggaran disusun berdasarkan atas target

kinerja yang ditetapkan dengan tetap berlandaskan pada azas umum pengelolaan

keuangan daerah yaitu tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif,

efesien, ekonomis, transparan dan bertanggungjawab serta memperhatikan azas

keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat. Anggaran berbasis kinerja

bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran serta

memperjelas efektifitas dan efesiensi penggunaan alokasi anggaran. Orientasi dari

anggaran berbasis kinerja adalah pencapaian hasil (output dan outcome) dari input

yang dimanfaatkan guna pencapaian target kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah

masing-masing sebagaimana tugas pokok, fungsi dan kewenangan yang dimiliki.

Setiap item belanja daerah dilaksanakan dalam rangka pencapaian target

indikator sebagaimana yang ditetapkan dalam RPJMD Kabupaten Banyuwangi

tahun 2010 – 2015 yang pada hakekatnya adalah penjabaran dari Visi dan Misi

Kepala Daerah atau Pemerintah Daerah. Target indikator dimaksud berfungsi

sebagai panduan dalam meraih kondisi yang diinginkan. Namun demikian tidak

(10)

10

semua target indikator yang akan diraih tersebut harus mendapat penyediaan

anggaran dari Pemerintah Kabupaten, dapat juga dari Pemerintah Propinsi atau

Pemerintah pusat serta dari pihak swasta atau dari perbankan.

Peningkatan target kinerja pada tahun 2013, seiring dengan peningkatan

tuntutan masyarakat guna peningkatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat

sehingga terdapat peningkatan kualitas belanja pemerintah daerah. Peningkatan

kualitas belanja daerah diharapkan tidak hanya penyesuaian terhadap harga satuan

karena inflasi sehingga nilai harga satuan barang meningkat namun diharapkan

adanya inovasi terhadap peningkatan jenis kegiatan dan volume kegiatan.

Peningkatan jenis kegiatan menunjukkan adanya peningkatan daya kreatifitas dan

inovasi pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan dan pemberdayaan

masyarakat. Di samping itu, volume kegiatan menunjukkan meningkatnya

coverage

(luasan)

sasaran

kegiatan

untuk

meningkatkan

aksesibilitas

(keterjangkauan) masyarakat sehingga pembangunan dapat dirasakan secara

merata pada seluruh lapisan dan seluruh wilayah masyarakat di Kabupaten

Banyuwangi. Kesinambungan dari program kegiatan diharapkan bukan suatu

rutinitas yang akan menghambat kreatifitas akan tetapi merupakan beban tanggung

jawab pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Rutinitas

yang dilakukan diharapkan juga dapat menjawab tantangan dan kebutuhan

masyarakat yang semakin berkembang sehingga tidak terjadi stagnasi dalam

pelaksanaan pembangunannya.

Belanja daerah diarahkan pada peningkatan proporsi belanja yang memihak

kepentingan publik terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar, disamping tetap

menjaga eksistensi penyelenggaraan pemerintahan. Dalam Penggunaannya,

belanja daerah harus tetap mengedepankan efesiensi, efektivitas dan ekonomis

sesuai dengan prioritas, yang diharapkan dapat memberikan dukungan

program-program startegis. Namun lebih dari itu, belanja daerah diharapkan akan

memprioritaskan terhadap belanja publik sebagai subyek dan obyek pembangunan

daerah di Kabupaten Banyuwangi.

Adapun kebijakan perencanaan belanja daerah Kabupaten Banyuwangi pada

Tahun Anggaran 2013, antara lain adalah :

a.

Mengalokasikan anggaran urusan pendidikan sekurang-kurangnya sebesar 20

persen sebagaimana diamanat oleh Undang-undang nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

2008 tentang pendanaan pendidikan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

84 / PMK.07/ 2009 tentang Alokasi Anggaran Belanja Fungsi Pendidikan

dalam APBD. Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud sebagai upaya

pembangunan pendidikan melalui peningkatan akses dan kualitas pendidikan

bermoral dan berakhlak yang dilaksanakan melalui beberapa program melalui

belanja langsung dalam bentuk program kegiatan maupun melalui belanja tidak

langsung melalui Hibah dan bantuan Sosial.

b.

Mengupayakan alokasi anggaran untuk urusan kesehatan sebesar 10 persen

sebagaimana amanat dari Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan sebagai salah satu wujud penyediaan kebutuhan dasar masyarakat

dengan penyediaan alokasi anggaran untuk peningkatan akses dan kualitas

kesehatan yang dilaksanakan melalui pelayanan dasar di Puskesmas dan

rujukan di RSUD Blambangan dan RSUD Genteng serta rujukan lanjutan pada

RSUD milik Pemerintah Propinsi Jawa Timur.

(11)

11

c.

Pembangunan dan Pengembangan Infrastruktur yang meliputi infrastruktur di

lingkup urusan pekerjaan umum dan urusan perhubungan yang berfungsi

sebagai daya dukung dalam pengembangan daerah, dan peningkatan

perekonomian daerah.

d.

Peningkatan program revitalisasi Pertanian yang dilaksanakan dengan

meningkatkan produktivitas per satuan hektar dengan diiringi peningkatan

pendapatan petani. Revitalisasi pertanian dalam sekala yang luas (komponen

pendukung bidang pertanian) ini meliputi upaya intensifikasi dan ekstensifikasi

pertanian dengan optimalisasi panca usaha pertanian dan pengolahan pasca

panen.

e.

Peningkatan aktifitas perekonomian melalui pemberdayaan koperasi dan

UMKM sehingga memiliki daya saing, yang sekaligus seiring dengan upaya

penyediaan lapangan pekerjaan dan pada akhirnya akan meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

f.

Pengembangan Pariwisata dan pelestarian budaya dengan tetap memegang

teguh kearifan lokal dan berkelanjutan sehingga dapat tampil (exis) dan

berkontribusi dalam pengembangan pariwisata dan pelestarian budaya di

kancah nasional dan internasional yang tentunya akan berkontribusi dalam

peningkatan perekonomian daerah.

g.

Pengendalian Lingkungan Hidup dan Tata Ruang, dilaksanakan dalam

kerangka pelaksanaan program Pro environtment,yang diarahkan pada

pengelolaan sumber daya alam yang mengikuti prisip pengelolaan yang lestari

terhadap lingkungan, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya pencemaran

tanah, air, dan udara yang pada gilirannya mengalami degradasi yang berakibat

pada timbulnya bencana. Selain itu juga dalam rangka pelaksanaan penyediaan

Fasilitas Umum berupa Ruang Terbuka Hijau sebagaimana diamanatkan

perundang-undangan yang berfungsi antara lain untuk estetika dan kelestarian

lingkungan hidup serta edukasi.

2.2.3

Kebijakan Umum Pembiayaan Daerah

Kebijakan umum Pembiayaan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi adalah

meningkatkan manajemen pembiayaan daerah dalam rangka akurasi, efisiensi,

efektifitas dan profitabilitas sumber-sumber pembiayaan. Pembiayaan daerah

meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk

memanfaatkan surplus, apabila APBD dalam keadaan surplus, maka kebijakan

yang diambil adalah melakukan transfer ke persediaan ke Kas Daerah dalam

bentuk Giro, Deposito, Penyertaan Modal atau pembentukan dana cadangan untuk

tujuan tertentu atau pemberian pinjaman daerah. Apabila APBD dalam keadaan

defisit maka kebijakan yang dilaksanakan adalah memanfaatkan penerimaan

pembiayaan secara optimal seperti Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun

Anggaran sebelumnya (SILPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan

kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, dan penerimaan

piutang daerah.

2.2.3.1

Kebijakan Penerimaan Pembiayaan

Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar

kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun

anggaran berikutnya. Kebijakan penerimaan pembiayaan yang dilaksanakan dalam

(12)

12

rangka peningkatan anggaran daerah sebagai balancing pendapatan daerah dan

belanja daerah antara lain :

a.

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA)

dianggarkan berdasarkan prakiraan yang rasional dengan memproyeksi

kelebihan penerimaan dari pendapatan daerah dan Realisasi penyerapan

Anggaran Belanja. Penetapan besaran nilai SILPA secara definitif setelah

penetapan Peraturan Daerah tentang Pelaksanaan APBD 2012 dan

dilaksanakan pada Perubahan APBD Tahun 2013.

b.

Hasil Penjualan Kekayaan daerah Yang Dipisahkan merupakan penerimaan

pembiayaan yang berasal dari hasil penjualan perusahaan milik daerah/ BUMD

dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak

ketiga atau divestasi penyertaan modal pemerintah daerah.

c.

Penerimaan Pinjaman Daerah dianggarkan sesuai dengan rencana penarikan

pinjaman dalam tahun anggaran sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui,

termasuk penerimaan dari penerbitan obligasi daerah yang akan direalisaikan

pada tahun anggaran berkenanan.

d.

Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah, dianggarkan untuk rencana

penerimaan yang berasal pengembalian pinjaman daerah kepada pemerintah

pusat dan atau pemerintah daerah lainnya termasuk juga penerimaan yang

berasal dari pemberian pinjaman dana bergulir (penyertaan modal daerah pada

pihak ketiga)

i.

Pada tahun anggaran 2013 penerimaan pembiayaan daerah diproyeksikan

berasal Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya

(SILPA), dan penerimaan kembali pemberian pinjaman.

2.2.3.2

Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan

Pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran yang akan diterima kembali

baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun-tahun anggaran

berikutnya. Kebijakan pengeluaran pembiayaan dilaksanakan dengan tujuan

tertentu sehingga terdapat keseimbangan antara pendapatan dan belanja daerah.

Tujuan tertentu sebagaimana tersebut diatas antara lain adalah untuk penyediaan

anggaran untuk kegiatan yang dilaksanakan pada tahun anggaran berikutnya dan

untuk peningkatan pendapatan daerah melalui penyertaan (investasi) pemerintah

daerah serta untuk memenuhi pembayaran pokok utang yang telah sesuai dengan

waktu dan besaran yang telah ditetapkan.

Pengeluaran pembiayaan dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :

a.

Pembentukan Dana Cadangan dilaksanakan melalui penetapan Peraturan

daerah tentang Pembentukan Dana Cadangan yang mengatur tentang tujuan

pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang dibiayai dana

cadangan, besaran dan rincian dana cadangan, sumber dana cadangan, dan

tahun pelaksanaan anggaran dana cadangan.

b.

Penyertaan Modal (investasi) Pemerintah Daerah merupakan penganggaran

kekayaan daerah yang diinvestasikan dalam jangka pendek maupun jangka

panjang termasuk didalamnya investasi nirlaba yang tujuan, besaran dan

rincian penyertaan modal ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

c.

Pembayaran pokok utang adalah jumlah pembayaran pokok utang yang

jatuh tempo yang harus dibayar dalam tahun anggaran berjalan berdasarkan

perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

(13)

13

d.

Pemberian pinjaman daerah dilaksanakan apabila kondisi dalam keadaan

surplus dan diberikan kepada pemerintah daerah lainnya atau pihak ketiga.

Pada Tahun Anggaran 2013 pengeluaran pembiayaan direncanakan pada

Penyertaan Modal (investasi) Pemerintah Daerah Kepada PT. BPR Jatim

dengan tujuan antara lain untuk meningkatkan peran BPR Jatim dalam

mendorong kucuran kredit pada sektor riil sehingga perekonomian

Banyuwangi akan semakin mantap dan meningkat.

Dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan sebagaimana

terdapat diatas akan didapatkan pembiayaan netto yang merupakan kondisi surplus

atau defisit dari pembiayaan daerah. Selanjutnya kodisi surplus atau defisit

pembiayaan daerah dihadapkan pada kondisi surplus atau defisit pada

perbandingan antara pendapatan daerah dan belanja daerah sehingga pada

akhirnya didapatkan keseimbangan dalam APBD. Proses penganggaran

pembiayaan daerah dilaksanakan dengan tidak menganggarkan hutang daerah,

walaupun dalam ketentuan pemerintah daerah dapat melakukan hutang dengan

mempertimbangkan masa jabatan kepala daerah.

2.3

Pencapaian Target Kinerja APBD

Sebagai tindak lanjut dari visi dan misi yang telah ditetapkan pada setiap satuan

kerja pada TahunAnggaran 2013, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menetapkan sasaran

dan prioritas bidang pembangunan, yang tertuang dalam Nota Kesepakatan antara

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan DPRD tentang Kebijakan Umum Perubahan

APBD Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013 dan selanjutnya dijabarkan dalam Perubahan

PPAS yang tersebar pada seluruh satuan kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten

Banyuwangi.

Prioritas Belanja Daerah pada tahun 2013 mengacu pada prioritas pembangunan

sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2015 yang kemudian dijabarkan dalam Rencana

Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013 dalam 20 (Dua puluh)

konsepsi dasar pembangunan Kabupaten Banyuwangi yang terangkum dalam 9 (Sembilan)

pokok prioritas pembangunan Tahun 2013 yaitu :

Pendidikan

Sasaran dari prioritas pembangunan bidangpendidikan adalah peningkatan akses dan

kualitas pendidikan yang bermoral dan berakhlak.

Kesehatan

Sasaran dari prioritas pembangunan bidang kesehatan adalah peningkatan akses dan

kualitas kesehatan.

Pertanian

Sasaran dari prioritas pembangunan bidang pertanian adalah revitalisasi sektor

pertanian dan pengembangan industri olahan dan kreatif berbasis pertanian.

Pariwisata

Sasaran dari prioritas pembangunan bidang pariwisata pengembangan pariwisata

berbasis kearifan lokal dan pelestarian serta pengembangan budaya lokal.

Usaha Kecil Menengah

Sasaran dari prioritas pembangunan bidang usaha kecil menengah adalah

meningkatkan daya saing koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah berbasis

kelompok dan kluster serta penguatan regulasi ekonomi kerakyatan daerah.

(14)

14

Sasaran dari prioritas pembangunan bidang infrastruktur adalah pengembangan

infrastruktur dan tata ruang, peningkatan akses transportasi dan informasi serta

peningkatan investasi.

Perlindungan sosial

Sasaran dari prioritas pembangunan bidang perlindungan sosial adalah pengentasan

kemiskinan

dan

pengangguran,

pemberdayaan

kelompok

masyarakat,

pengarusutamaan gender dan perlindungan anak, pengembangan program

perlindungan dan jaminan sosial serta peningkatan kesadaran hukum.

Lingkungan Hidup

Sasaran dari prioritas pembangunan bidang lingkungan hidup adalah pengendalian

lingkungan dan rehabilitasi lahan dan hutan.

Birokrasi

Sasaran dari prioritas pembangunan bidang birokrasi adalah pengembangan jejaring

kekuatan ekonomi, peningkatan kapasitas birokrasi dan kualitas pelayanan publik

serta membangun tata kelola pemerintahan yang baik dan efektif.

Prioritas belanja daerah dimaksud dilaksanakan oleh beberapa Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) dengan berbagai bidang yang terlibat didalamnya seperti dalam

prioritas pengentasan kemiskinan dan pengangguran, SKPD yang terlibat antara lain Dinas

Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas

Pemuda dan Olah Raga, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Pemberdayaan

Masyarakat dan Pemerintah Desa serta Sekretariat Daerah. Keterpaduan masing-masing

SKPD dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya sangat berperan dalan

pencapaian indikator target kinerja.

Dalam pencapaian target kinerja sebagaimana telah ditetapkan RPJMD terdapat

beberapa indikator yang pencapaiannya tidak hanya dilaksanakan oleh satu SPKD tetapi

harus lintas SKPD, untuk itu sinkronisasi, komunikasi dan koordinasi oleh masing-masing

SKPD dalam pencapaian target sangat diperlukan. Dengan sinkronisasi dimaksud maka

penggunaan sumberdaya dapat dilaksanakan secara optimal sehingga prinsip efisiensi dan

efektifitas dalam pencapaiannya dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang dimiliki.

Kinerja pelaksanaan APBD dipengaruhi oleh beberapa permasalahan, pendapatan

asli daerah dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih belum stabil

belum memungkinkan untuk menaikkan tarif pajak/retribusi dan sumber pembiayaan

daerah yang besar masih bersumber dari dana perimbangan sehingga daerah harus tetap

meningkatkan konsultasi, koordinasi yang terkait dengan dana perimbangan. Penerapan

peraturan perundang-undangan yang baru dan keterbatasan SDM juga mempengaruhi

terhadap pelaksanaan APBD Tahun 2013.

Pencapaian kinerja APBD dicerminkan dengan prosentase realisasi anggaran

pendapatan dan belanja daerah maupun output dari belanja daerah. Gambaran kinerja

anggaran dan realisasi masing-masing pos, diukur berdasarkan nilai anggaran yang

direncanakan.

2.3.1

Pendapatan

Target kinerja pendapatan daerah pada tahun 2013 tergolong efektif. Hal ini

dapat dilihat dari prosentase penerimaan pendapatan daerah yang dianggarkan

sebesar

Rp1.907.179.909.904,67

d a n

t e r e a l i s a s i

Rp1.917.058.035.076,86 atau 100,52%. Dibandingkan dengan realisasi pada

Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp1.690.113.711.134,37, realisasi pendapatan tahun

2013 terjadi peningkatan sebesar Rp226.944.323.942,49 atau 13,43% dari realisasi

pendapatan tahun lalu.

(15)

15

2.3.2

Belanja

Belanja

Tahun

Anggaran

2013,

dianggarkan

sebesar

Rp2.104.452.542.374,14 terealisasi sebesar Rp1.886.309.069.852,67 atau 89,63%.

Dibandingkan

dengan

realisasi

belanja

pada

tahun

2012

sebesar

Rp1.682.675.962.006,15 terdapat kenaikan sebesar Rp203.633.107.846,52 atau

12,10% dari realisasi belanja tahun sebelumnya. Belanja daerah Tahun Anggaran

2013 meliputi :

2.3.2.1

Belanja Tidak Langsung

Belanja tidak langsung yang merupakan belanja yang tidak terkait secara

langsung dengan program dan kegiatan dipergunakan untuk mencukupi belanja:

a.

Belanja Pegawai dari anggaran sebesar Rp1.086.707.708.302,00 terealisasi

sebesar Rp1.005.725.339.435,00 atau sebesar 92,55% digunakan untuk

membayar gaji pegawai Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan sisa

anggaran Rp80.982.368.867,00;

b.

Belanja Hibah dari yang dialokasikan sebesar Rp106.484.582.489,00 telah

direalisasi sebesar Rp94.690.869.952,00 atau 88,92%, hal ini menunjukkan

bahwa tingkat keswadayaan masyarakat yang cukup tinggi sehingga

anggaran daerah dapat dihemat sebesar Rp11.793.712.537,00;

c.

Belanja Bantuan Sosial dari anggaran sebesar Rp11.879.000.000,00

terealisasi sebesar Rp11.270.125.000,00 atau hanya sebesar 94,87%

dipergunakan untuk Belanja Bantuan Sosial kepada Organisasi Sosial

Kemasyarakatan, Belanja Bantuan Sosial kepada Kelompok Masyarakat,

Belanja Bantuan Sosial Kepada Anggota Masyarakat, dengan sisa anggaran

sebesar Rp608.875.000,00;

d.

Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa

dari

anggaran

sebesar

Rp1.060.000.000,00

terealisasi

sebesar

Rp1.023.802.850,00 atau sebesar 96,59% dipergunakan untuk Belanja Bagi

Hasil Retribusi Daerah Kepada Pemerintah Desa, dengan sisa anggaran

sebesar Rp36.197.150,00;

e.

Belanja

Bantuan

Keuangan

Kepada

Provinsi/Kabupaten/Kota

dan

Pemerintahan dari anggaran sebesar Rp70.583.000.000,00 terealisasi sebesar

Rp66.855.441.390,00 atau sebesar 94,72% dipergunakan untuk Belanja

Bantuan Keuangan Kepada Desa dan Belanja Bantuan Keuangan Kepada

Partai Politik, dengan sisa anggaran sebesar Rp3.727.558.610,00;

2.3.2.2

Belanja Langsung

Belanja langsung merupakan belanja yang secara langsung terkait

dengan suatu program dan kegiatan. Realisasi belanja langsung sebesar

Rp706.743.491.225,67 atau sebesar 85,82% dari total anggaran belanja langsung

sebesar Rp823.488.251.583,14. Penghematan anggaran belanja langsung Tahun

Anggaran 2013 sebesar Rp116.744.760.357,47 Lebih rinci belanja langsung

yang dilaksanakan berdasarkan urusan dan bidang adalah sebagai berikut:

a.

Urusan Wajib

Belanja

urusan

wajib

diprioritaskan

untuk

melindungi

dan

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya untuk memenuhi

kewajiban daerah untuk mewujudkan peningkatan pelayanan dasar,

(16)

16

pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta

mengembangkan sistem jaminan sosial.

Total anggaran belanja langsung yang digunakan untuk membiayai urusan

wajib

adalah

sebesar

Rp775.669.290.530,14

terealisasi

sebesar

Rp667.405.933.115,67 dengan sasaran dan prioritas sebagai berikut:

1)

Bidang Pendidikan

Belanja

langsung

bidang

pendidikan

dari

anggaran

sebesar

Rp106.674.622.656,00 terealisasi sebesar Rp98.212.290.389,00 belanja

tersebut difokuskan pada pengembangan teknologi informasi dan

komunikasi di bidang pendidikan sebagai ilmu pengetahuan, alat bantu

pembelajaran, fasilitas pendidikan, standar kompetensi, penunjang

administrasi pendidikan, alat bantu manajemen satuan pendidikan dan

infrastruktur pendidikan yang meliputi:

-

Peningkatan pendidikan anak usia dini;

-

Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun;

-

Peningkatan pendidikan menengah;

-

Peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan;

-

Peningkatan pendidikan non formal;

-

Peningkatan pendidikan luar biasa;

-

Peningkatan

manajemen

pelayanan

pendidikan

dan

tenaga

kependidikan.

2)

Bidang Kesehatan

Belanja

langsung

bidang

kesehatan

dari

anggaran

sebesar

Rp127.641.034.370,00 terealisasi sebesar Rp116.482.346.525,67 yang

diprioritaskan pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan

pelayanan rujukan yang meliputi:

-

Obat dan perbekalan kesehatan;

-

Upaya kesehatan masyarakat;

-

Pengawasan obat dan makanan;

-

Perbaikan gizi masyarakat;

-

Pengembangan lingkungan sehat;

-

Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular;

-

Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana

puskesmas/puskesmas pembantu dan jaringannya;

-

Pengawasan dan pengendalian kesehatan makanan;

-

Pengembangan sistem informasi kesehatan;

-

Kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan.

3)

Bidang Pekerjaan Umum

Belanja langsung pada bidang pekerjaan umum dari anggaran sebesar

Rp261.151.557.960,00 terealisasi sebesar Rp229.555.450.187,00 dengan

prioritas dan sasaran pada peningkatan infrastruktur jalan, jembatan,

jaringan irigasi dan sarana gedung aparatur dalam mendukung pelayanan

masyarakat, meliputi:

-

Pembangunan jalan dan jembatan;

-

Rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;

-

Rehabilitasi/pemeliharaan talud/bronjong;

-

Pembangunan sistem informasi/data base jalan dan jembatan;

-

Peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan;

(17)

17

-

Pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan

pengairan lainnya;

-

Penyediaan dan pengelolaan air baku;

-

Pengembangan, pengelolaan dan konservasi sungai, danau dan sumber

daya air lainnya;

-

Pengendalian banjir;

-

Pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh;

-

Pembangunan infrastruktur perdesaan;

-

Pemeliharaan saluran drainase/gorong-gorong.

4)

Bidang Perumahan

Belanja langsung pada bidang perumahan dari anggaran sebesar

Rp8.006.255.000,00 terealisasi sebesar Rp1.044.993.400,00 dengan

prioritas dan sasaran pada peningkatan kesiagaan dan pencegahan bahaya

kebakaran.

5)

Bidang Penataan Ruang

Belanja langsung pada bidang Penataan Ruang dari anggaran sebesar

Rp1.637.190.000,00 terealisasi sebesar Rp1.432.505.700,00 dengan

prioritas dan sasaran pada peningkatan kualitas dan fungsionalitas wilayah

pemukiman sesuai standar tata ruang, kesehatan dan estetika serta

konsistensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dengan pengawasan

pemanfaatan ruang, meliputi:

-

Perencanaan tata ruang;

-

Pemanfaatan ruang;

-

Pengendalian pemanfaatan ruang.

6)

Bidang Perencanaan Pembangunan

Belanja langsung bidang perencanaan pembangunan dari anggaran

sebesar Rp10.373.785.617,00 terealisasi sebesar Rp9.405.461.632,00

dengan prioritas dan sasaran pada peningkatan kualitas dokumen

perencanaan pembangunan partisipatif dan berkesinambungan, meliputi:

-

Peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan

keuangan;

-

Pengembangan data/informasi;

-

Kerjasama pembangunan;

-

Perencanaan pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh;

-

Perencanaan pembangunan daerah;

-

Perencanaan pembangunan ekonomi;

-

Perencanaan sosial dan budaya;

-

Perencanaan prasarana wilayah dan sumber daya alam;

-

Perencanaan pengembangan kota-kota menengah dan besar.;

-

Perencanaan pembangunan daerah rawan daerah.

7)

Bidang Perhubungan

Belanja langsung pada bidang perhubungan dari anggaran sebesar

Rp21.928.451.450,00 terealisasi sebesar Rp20.558.327.410,00 dengan

prioritas dan sasaran pada peningkatan pelayanan perhubungan yang

meliputi:

-

Pembangunan prasarana dan fasilitas perhubungan;

-

Rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana dan fasilitas LLAJ;

-

Peningkatan pelayanan angkutan;

(18)

18

-

Pembangunan sarana dan prasarana perhubungan;

-

Pengendalian dan pengamanan lalu lintas;

-

Peningkatan kelaikan pengoperasian kendaraan bermotor.

8)

Bidang Lingkungan Hidup

Belanja langsung bidang lingkungan hidup dari anggaran sebesar

Rp43.069.704.000,00 terealisasi sebesar Rp39.779.652.250,00 dengan

prioritas dan sasaran pada peningkatan kualitas lingkungan hidup yang

meliputi:

-

Pengembangan kinerja pengelolaan persampahan;

-

Pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup;

-

Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

-

Perlindungan dan konservasi sumber daya alam;

-

Peningkatan usaha konservasi sumber daya alam dan lingkungan

hidup;

-

Peningkatan kualitas dan akses informasi sumber daya alam dan

lingkungan hidup;

-

Peningkatan pengendalian polusi.

9)

Bidang Pertanahan

Belanja

langsung

bidang

Pertanahan

dari

anggaran

sebesar

Rp20.149.635.500,00 terealisasi sebesar Rp297.677.750,00 dengan

prioritas dan sasaran pada bidang Pertanahan.

10)

Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil

Belanja langsung bidang kependudukan dan catatan sipil dari anggaran

sebesar Rp3.570.282.038,00 terealisasi sebesar Rp2.969.677.456,00

dengan prioritas dan sasaran pada peningkatan pelayanan kependudukan

dan

catatan

sipil,

diantaranya

meliputi

Penataan

administrasi

kependudukan;

11)

Bidang Pemberdayaan Perempuan

Belanja langsung bidang pemberdayaan perempuan dari anggaran sebesar

Rp1.041.900.000,00 terealisasi sebesar Rp953.025.086,00 dengan prioritas

dan sasaran pada peningkatan peran serta dan kesetaraan gender dalam

pembangunan yang meliputi:

-

Penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak;

-

Peningkatan peran serta dan kesetaraan gender dalam pembangunan;

-

Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan;

-

Keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak dan perempuan;

-

Peningkatan peran serta dan kesetaraan gender dalam pembangunan.

12)

Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

Belanja langsung bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera dari

anggaran

sebesar

Rp2.288.822.550,00

terealisasi

sebesar

Rp1.618.670.800,00 dengan prioritas dan sasaran pada peningkatan

pelayanan keluarga berencana dengan pengadaan alat kontrasepsi,

meliputi:

-

Keluarga berencana;

-

Kesehatan reproduksi remaja;

-

Pelayanan kontrasepsi;

-

Penyiapan tenaga pendamping kelompok bina keluarga;

-

Pengembangan model operasional BKB- Posyandu- PADU;

(19)

19

-

Pemberdayaan masyarakat menuju sejahtera;

-

Revitalisasi program KB.

13)

Bidang Sosial

Belanja

langsung

bidang

sosial

dengan

anggaran

sebesar

Rp2.679.721.175,00 terealisasi sebesar Rp1.731.591.816,00 dengan

prioritas dan sasaran pada peningkatan kualitas kesejahteraan sosial yang

meliputi:

-

Pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil (KAT) dan

penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS);

-

Pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan social;

-

Pembinaan anak terlantar;

-

Pembinaan para penyandang cacat dan trauma;

-

Pembinaan panti asuhan/panti jompo;

-

Pembinaan eks. penyandang penyakit sosial (eks. narapidana, PSK,

narkoba dan penyakit sosial lainnya);

-

Pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial;

-

Pengelolaan Areal Pemakaman.

14)

Bidang Tenaga Kerja

Belanja langsung bidang tenaga kerja dari anggaran sebesar

Rp770.142.610,00 terealisasi sebesar Rp731.653.814,00 dengan prioritas

dan sasaran pada peningkatan pelayanan ketenagakerjaan yang meliputi:

-

Peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja;

-

Perlindungan dan pengembangan lembaga ketenagakerjaan;

-

Peningkatan kesempatan kerja.

15)

Bidang Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

Belanja langsung bidang Koperasi dan Usaha Kecil Menegah dari

anggaran

sebesar

Rp2.347.727.000,00

terealisasi

sebesar

Rp1.975.290.372,00 dengan prioritas dan sasaran pada peningkatan

pemberdayaan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang meliputi:

-

Penciptaan iklim usaha, usaha kecil menengah yang kondusif;

-

Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil

menengah;

-

Pengembangan sistem pendukung usaha bagi usaha mikro kecil

menengah;

-

Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi.

16)

Bidang Penanaman Modal

Belanja langsung bidang penanaman modal dari anggaran sebesar

Rp582.752.750,00 terealisasi sebesar Rp478.684.740,00 dengan prioritas

dan sasaran pada peningkatan pemberdayaan usaha mikro, kecil,

menengah, dan koperasi terutama Peningkatan promosi dan kerjasama

investasi;

17)

Bidang Kebudayaan

Belanja

langsung

bidang

kebudayaan

dari

anggaran

sebesar

Rp4.215.431.800,00 terealisasi sebesar Rp3.885.172.684,00 dengan

prioritas dan sasaran pada peningkatan upaya pengembangan nilai budaya

yaitu dengan:

-

Pengembangan nilai budaya;

-

Pengelolaan kekayaan budaya;

-

Pengelolaan keragaman budaya.

(20)

20

18)

Bidang Pemuda dan Olahraga

Belanja langsung bidang pemuda dan olahraga dari anggaran sebesar

Rp6.671.450.000,00 terealisasi sebesar Rp6.560.402.744,00 dengan

prioritas dan sasaran pada peningkatan pembinaan dan pemasyarakatan

olahraga, peningkatan peran serta kepemudaan, meliputi:

-

Peningkatan peran serta kepemudaan;

-

Peningkatan upaya penumbuhan kewirausahaan dan kecakapan hidup

pemuda;

-

Pembinaan dan pemasyarakatan olahraga;

-

Pengembangan dan keserasian kebijakan pemuda;

-

Peningkatan sarana dan prasarana olahraga.

19)

Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri

Belanja langsung bidang kesatuan bangsa dan politik dalam negeri dari

anggaran

sebesar

Rp14.730.114.727,00

terealisasi

sebesar

Rp13.334.466.142,00 dengan prioritas dan sasaran pada peningkatan

dinamika politik yang demokratis dan peningkatan keamanan dan

ketertiban masyarakat yaitu dengan:

-

Peningkatan keamanan dan kenyamanan lingkungan;

-

Pendidikan politik masyarakat;

-

Pencegahan dini dan penanggulangan korban bencana alam;

-

Pengembangan wawasan kebangsaan;

-

Kemitraan wawasan kebangsaan;

-

Pemberdayaan masyarakat untuk menjaga ketertiban dan keamanan;

-

Optimalisasi pemanfaatan tekhnologi informasi;

-

Peningkatan kelancaran penyelenggaraan PEMILU.

20)

Bidang Pemerintahan Umum

Belanja langsung bidang pemerintahan umum dari anggaran sebesar

Rp115.349.311.306,14 terealisasi sebesar Rp98.568.807.276,00 dengan

prioritas dan sasaran pada peningkatan kualitas tata pemerintahan dan

otonomi daerah, pengelolaan keuangan daerah dan pemberdayaan BUMD,

yaitu dengan:

-

Peningkatan disiplin aparatur;

-

Fasilitasi pindah/purna tugas PNS;

-

Peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan

keuangan;

-

Peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah/wakil kepala daerah;

-

Peningkatan dan pengembangan pengelolaan keuangan daerah;

-

Peningkatan sistem pengawasan internal dan pengendalian pelaksanaan

kebijakan kepala daerah;

-

Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi;

-

Penataan peraturan perundang-undangan;

-

Penataan daerah otonomi baru;

-

Pembinaan dan pengembangan aparatur;

-

Peningkatan kesadaran hukum dan penyelesaian masalah hukum;

-

Peningkatan pelayanan publik;

-

Peningkatan budaya kerja.

21)

Bidang Ketahanan Pangan

Belanja langsung bidang ketahanan pangan dari anggaran sebesar

Rp3.103.173.000,00 terealisasi sebesar Rp2.905.384.380,00 dengan

Gambar

Tabel 2.1 Laju Inflasi Kabupaten Banyuwangi Menurut Lapangan Usaha  Tahun 2008-2012 (%)  NO  LAPANGAN USAHA  TAHUN  2008  2009  2010  2011  2012  1
Tabel 3.1 Realisasi Anggaran Pendapatan Tahun 2013 dan 2012
Tabel 5.4 Rekening Saldo Kas Bendahara Pengeluaran yang tidak bersaldo nihil
Tabel 5.15 Rincian Piutang Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan Tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut Matini (1988), sistem pakar adalah sistem yang berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta, dan teknik penalaran dalam memecahkan

Klavus atau katimumul biasanya merupakan sebab dari deformitas yang Klavus atau katimumul biasanya merupakan sebab dari deformitas yang sudah ada atau berhubungan dengan

Menurut teori ini setiap konsumen akan berusaha mendapakan kepuasan maksimal, dan konsumen akan meneruskan berusaha mendapakan kepuasan maksimal, dan konsumen akan

Dalam pengkonsumsiannya, agar kopi tersebut lebih mudah untuk dibuat maka diperlukan produk kopi yang sudah dalam bentuk instan sehingga

Tandan kosong sawit yang difermentasi dengan kapang Trichoderma harzianum pada 2% inokulum, disuplementasi dengan tepung buah lerak 4% sebagai sumber defaunasi dan

Dari sekian banyak kegiatan dalam kultur jaringan anggrek tersebut dapat dilakukan efisien dan penggabungan ruang yang di perlukan seperti : ruang dapur berupa

Dengan adanya faktor-faktor resiliensi dalam diri seorang pecandu narkoba, maka hal ini akan membantu mereka untuk bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan yang dialami,

IBADAH GABUNGAN : Sesuai dengan Program Kerja Majelis Gereja bahwa Setiap Minggu ke-4 dilaksanakan ibadah Gabungan di Gedung Gereja Tiban III, dalam Rangka Pembinaan dan