• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Antara Tahun 2002 dan 2016 Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Antara Tahun 2002 dan 2016 Chapter III V"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai dengan

Februari 2017, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian di lapangan,

pengolahan data dan penyajian hasil. Penelitian dilaksanakan di Kawasan Pesisir,

Kabupaten Serdang Bedagai. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen

Hutan Terpadu, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas

Sumatera Utara.

(2)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Geograhic Positioning System) untuk survey lapangan, Perangkat keras (personal computer / netbook sebagai alat pengolah data, Perangkat lunak ArcGis (ArcMap) 10.1 dan

Envi 4,7 untuk analisis spasial, Kamera digital untuk dokumentasi, Perangkat lunak

Microsoft Excel dan Microsoft Word untuk mengolah data.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada table 3.

Tabel 3.Jenis Data Primer dan Sekunder yang diperlukan dalam Penelitian

No Nama Data Jenis Data Sumber Tahun

1. Data Lapangan (ground check) Primer GPS dan Kamera digital 2016 2. Citra Landsat 5 path/row 129/57 Sekunder www.glovis.usgs.gov 2002 3. Citra Landsat 8 OLI path/row

129/57

Sekunder www.earthexplorer.usgs. gov

2016

4. Peta Administrasi Kabupaten Serdang Bedagai

Peta Jalan, sungai, dan kontur, Kab. Serdang Bedagai

Prosedur kerja untuk klasifikasi citra dengan metode klasifikasi terbimbing

(supervised classification) dan untuk mengklasifikasikan kelas tutupan lahan

digunakan sub menu dari klasifikasi citra/image cassification dengan metode

peluang maksimum klasifikasi/Maximum Likelihood Classification (MLC) pada

perangkat lunak ArcMap 10.1. Data primer berupa citra landsat 14 tahun 2002 dan

citra landsat 8 tahun 2016 dari USGS. Kegiatan dalam menganalisis penutupan

lahan masing-masing citra (2002 dan 2016) dapat dilakukan dalam enam tahap yang

(3)

Analisis data

1. Koreksi Citra

Citra Landsat path/row 129/57 tahun 2002 dan 2016 yang telah di download

dari situs www.glovis.usgs.gov dilakukan koreksi yaitu koreksi geometrik dan koreksi radiometrik. Koreksi geometrik yaitu proses transformasi dari satu sistem

grid menggunakan transformasi geometrik maupun proses resampling untuk

melakukan ekstrapolasi nilai data untuk piksel-piksel sistem grid yang baru dari

Peta Penutupan Lahan Tahun

2002

Gambar 2. Skema Analisis Perubahan Penutupan Lahan

(4)

nilai piksel aslinya sedang kan koreksi radiometrik adalah proses untuk meniadakan

(noise) yang terjadi akibat pengaruh sistematik perekam citra. Koreksi dilakukan dengan menggunakan perangkat Envi 4,7.

2. Komposit Citra

Untuk keperluan analisis dipilih 3 buah band/kanal dikombinasikan sesuai

dengan karakteristik spektral masing-masing kanal/band dan disesuaikan

dengan tujuan penelitian. Penelitian mengenai pemantauan kondisi perubahan

tutupan lahan dipilih band/kanal 6, 5 dan 4 pada landsat 8 dan band 5, 4 dan 3

pada landsat 5. Hal ini disebabkan karena band/kanal tersebut peka dan

mempunyai nilai refleksi yang tinggi terhadap vegetasi, tanah terbuka, dan unsur

air (Hardjowigeno 1993).

3. Pemotongan dengan Batas Kawasan

Proses ini melakukan pemotongan pada citra yang telah dikompositkan

dengan peta batas kawasan tutupan lahan Kabupaten Serdang Bedagai yang

diperoleh dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan, Medan. Dalam program

ArcGis10.1 dapat dilakukan dengan menggunakan perintah pengaturan data atau

tools Data management.

4. Training Area (Titik Sampel)

Citra tahun rekaman 2002 dan 2016 diolah secara digital dengan

menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Dalam

penelitian ini metode yang digunakan adalah metode peluang maksimum

(Maximum likelihood classifier). Pada metode ini terdapat pertimbangan berbagai

faktor, diantaranya adalah peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan dalam

(5)

adalah satu data yang diperoleh dari suatu training area (titik sampel). Jumlah piksel yang harus diambil untuk titik sampel pada masing-masing kelas adalah

sebanyak jumlah band yang digunakan plus satu (N+1) (Jaya 2010).

5. Klasifikasi Citra

a. Penggabungan Kelas / Merging / Grouping

Merging adalah proses penggabungan kelas-kelas yang memiliki jarak yang dekat dengan mempertimbangkan jumlah piksel pada setiap kelas, kemiripan

(similarity), serta nilai keterpisahaan antar kelas (Jaya, 2006). Pada program ArcGis

10.1 dapat menggunakan tools image classification pada kotak dialog training sample area.

b. Labelling (Pemberian Nama Lahan)

Labeling merupakan proses pemberian identitas label pada setiap kelas yang telah dihasilkan. Daerah sampel yang telah dikelaskan pada kelas yang sama

kemudian diberi kelas nama. Pemberiaan label sebaiknya teliti serta dilakukan

ketika kita telah mengetahui ciri-ciri dari obyek yang akan diberi label setelah

melakukan interpretasi visual (Jaya, 2006).

6. Pengecekan Lapangan

Kegiatan survei lapangan bertujuan untuk pengecekan kebenaran klasifikasi

penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi lahan

Kabupaten Serdang Bedagai. Pengecekan dilakukan dengan bantuan Geographic Positioning System (GPS). Titik pengamatan ditentukan dengan metode purposive sampling. Masing-masing kelas tutupan lahan diwakili dengan minimal empat titik observasi. Setiap titik didatangi kemudian dilakukan pendataan, pengamatan serta

(6)

pengamatan lapangan dari GPS, kondisi tutupan lahan sekitar titik lapangan yang

dilengkapi gambar.

7. Analisis Akurasi

Uji ketelitian dimaksudkan untuk mempengaruhi besarnya kepercayaan

pengguna terhadap setiap jenis data maupun metode analisisnya (Purwadhi 2006).

Akurasi sering dianalisi menggunakan matrik kontingensi, yaitu suatu matrik bujur

sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasi. Matrik ini sering juga

disebut dengan “error matrix” atau “confusion matrix”. Matrik kesalahan

membandingkan informasi dari area referensi dengan informasi dari citra hasil

klasifikasi pada sejumlah area yang terpilih. Matrik kesalahan berbentuk bujur

sangkar dengan elemen pada baris matrik mewakili area pada citra hasil klasifikasi,

sedangkan elemen pada kolom matrik mewakili area pada data yang dijadikan

referensi (Congalton & Green, 1999 dalam Hendrawan, 2003).

Dijelaskan juga bahwa yang dimaksud dengan data referensi adalah

sejumlah piksel pada citra yang telah diidentifikasi sebelumnya melalui kegiatan

pengecekan lapangan atau interpretasi foto dan diasumsikan benar. Matrik

kesalahan sangat efektif untuk mengetahui tingkat akurasi citra hasil klasifikasi

beserta kesalahan yang terjadi dalam tahapan klasifikasi.

Akurasi ini biasanya diukur berdasarkan pembagian piksel yang dikelaskan

secara benar dengan total piksel yang digunakan (jumlah piksel yang terdapat di

dalam diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan). Secara

(7)

100%

Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i

X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i

Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i

N = banyaknya piksel

Perhitungan akurasi dengan menggunakan matrik kontingensi ini juga dapat

menghitung besarnya akurasi pembuat (producer’s accuracy) dan akurasi

pengguna (user’s accuracy). Secara sistematis skema perhitungan akurasi

(pengguna, pembuat dan umum) adalah sajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik kesalahan (matrik konfusi/error matrix)

Kelas referensi Dikelaskan kekelas Jumlah piksel Akurasi pembuat

A B C Total piksel

Akurasi pengguna X11/X+1 X22/X+2 X33/X+3

Sumber : Jaya (2010)

8. Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan

Rentang waktu pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 14

tahun, yaitu tahun 2002 dan 2016. Dalam rentang waktu tersebut diperkirakan telah

terjadi berbagai macam bentuk alih fungsi penggunaan lahan di dalam kawasan

pesisir Kabupaten Serdang Bedagai sehingga dapat dilihat dengan jelas

perubahan-perubahan penutupan lahan yang terjadi.

(8)

Metode yang digunakan untuk mengetahui perubahan lahan pada kawasan

pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dari citra Landsat tahun 2002 dan 2016 adalah

dengan change detection. Menurut Sumantri (2006) change detection adalah suatu

analisis deteksi perubahan yang dilakukan untuk menentukan laju/tingkat

perubahan lahan setiap waktu dimana menggunakan teknologi penginderaan jauh

(remote sensing) dalam menentukan perubahan di obyek studi khusus di antara dua

atau lebih periode waktu.

8.1. Analisis spasial

1. Melakukan tumpang susun (overlay) kelas penutupan lahan pada waktu pengamatan awal (T0) dengan kelas penutupan lahan pada waktu berikutnya (T1),

2. Melakukan analisis objek yang tidak berubah (pada T0 dan T1) dan yang

berubah (objek pada T0 dan T1 tidak sama),

3. Melakukan penghitungan luasan pada setiap objek yang mengalami

perubahan,

8.2. Analisis Tabular

1. Melalakukan penghitungan luasan pada tiap kelas penutupan lahan pada

dua waktu pengamatan,

2. Melakukan perhitungan perubahan luasan pada kelas tutupan lahan,

Melakukan penghitungan luas perubahan tutupan lahan dengan

(9)

Keterangan :

PTH perubahan tutupan lahan per tahun pada periode tertentu,

dinyatakan dalam luas per tahun (ha/tahun);

A0 luas tutupan lahan pada waktu pengamatan awal, dinyatakan dalam

hektar (ha)

A1 luas tutupan lahan pada waktu pengamatan akhir, dinyatakan dalam

hektar (ha)

T0 tahun pengamatan awal

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Secara visual pada citra Landsat 8 tahun 2016 dapat diindetifikasi area

terbuka atau area dengan aktivitas manusia dan beberapa area yang memiliki

vegetasi sebagaimana disajikan pada (Gambar 3).

Gambar 3. Visualisasi wilayah pesisir Serdang Bedagai.

Berdasarkan data hasil klasifikasi dan interpretasi citra landsat, kawasan

pesisir Kabupaten Serdang Bedagai memiliki 9 kelas tutupan lahan yaitu

perkebunan kelapa sawit, pemukiman, pertanian lahan kering campuran,

persawahan, lahan terbuka, semak belukar, tambak, hutan mangrove, dan badan air.

Klasifikasi tersebut dilakukan dengan metode klasifikasi terbimbing. Metode

klasifikasi menggunakan pendekatan interpretasi visual yaitu menganalisa

kenampakan rona, warna, ukuran, tekstur, pola dan resolusi pada citra sehingga

dapat diberikan atribut pada tiap polygon hasil klasifikasi.

Kelas tutupan lahan hasil klasifikasi harus diuji tingkat kebenarannya (uji

akurasi). Uji akurasi hasil klasifikasi citra tahun 2016 dilakukan dengan

menggunakan beberapa sampel data hasil survey lapangan dan membandingkannya

(11)

tutupan lahan hasil klasifikasi, sehingga diperoleh jumlah sampel yang sesuai dan

yang tidak sesuai antara peta tutupan lahan dan kondisi sebenarnya di lapangan.

Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan untuk uji akurasi adalah 48

sampel. Dari 48 sampel tersebut, jumlah sampel yang sesuai dengan peta tutupan

lahan hasil klasifikasi adalah 37 sampel. Nilai akurasi yang diperoleh dari

klasifikasi tutupan lahan tahun 2016 adalah 86,90%. Berdasarkan nilai akurasi

tersebut, hasil klasifikasi citra sudah dapat diterima karena memiliki nilai akurasi

lebih dari 85%.

Selain uji akurasi berdasarkan hasil survey lapangan, nilai Kappa Accuracy

juga digunakan untuk menilai tingkat keakuratan hasil klasifikasi citra satelit. Hasil

perhitungan akurasi klasifikasi citra Landsat tahun 2002 menunjukkan nilai Kappa

Accuracy 91,62% dan hasil perhitungan akurasi klasifikasi citra Landsat tahun 2016

menunjukkan Kappa Accuracy 92,98%, ini artinya tingkat keakuratan peta tutupan

lahan tersebut teliti, karena memiliki nilai akurasi lebih dari 85%.

Berdasarkan peta administrasi (BPKH Wilayah I Medan). Luas total

kawasan pesisir kabupaten Serdang Bedagai adalah 60.403 Ha. Klasifikasi tutupan

lahan menggunakan citra satelit Landsat 8 OLI tahun 2016 menunjukan tutupan

lahan terluas adalah pertanian lahan kering campuran dan tutupan lahan dengan

luasan terkecil yaitu hutan lahan semak belukar. Klasifikasi tutupan lahan pada

tahun 2002 menggunakan citra satelit Landsat 5 TM menunjukkan bahwa luasan

tutupan lahan terbesar adalah pertanian lahan kering campuran, sedangkan untuk

luasan terkecil adalah badan air (Tabel 5).

Berdasarkan (Tabel 5), kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

(12)

periode tersebut. Pemukiman tahun 2002 memiliki luas 9.546 Ha (15,80%) dari luas

total kawasan pesisir kabupaten Serdang Bedagai. Pada tahun 2016, luas

pemukiman meningkat menjadi 10.445Ha (17,29%). Pada tahun 2016, luas tutupan

lahan didominasi oleh pertanian lahan kering campuran yaitu sebesar 15.725 Ha

(26,03%). Kemudian diikuti berturut-turut lahan kosong sebesar 9.641 (15,96%),

perkebunan sawit sebesar 8.177 Ha (13,54 %), persawahan 8.672 Ha (14,36%),

badan air 3.470 Ha (5,74%), hutan mangrove 1.509 (2,50%), tambak sebesar 1.864

(3,09%), dan semak sebesar 303 Ha (0,50%) dari total luas wilayah penelitian.

Berdasarkan hasil interpretasi dan klasifikasi data citra satelit Landsat TM

tahun 2002 dan citra satelit landsat OLI tahun 2016, kawasan pesisir Serdang

Bedagai mengalami perubahan tutupan lahan. Perubahan tersebut menunjukkan

adanya kenaikan dan penurunan luas tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan

tersebut terjadi pada semua jenis tutupan lahan yang ada di kawasan pesisir

kabupaten Serdang Bedagai tersebut yaitu badan air, sawah, hutan mangrove,

pemukiman, pertanian lahan kering campuran, sawit, semak, tambak, dan lahan

kosong. Dari (tabel 5) dapat dilihat bahwa lebih dari 25% luas total kawasan pesisir

kabupaten Serdang Bedagai memiliki tutupan lahan berupa pertanian lahan kering

campuran. Pertanian lahan kering campuran tersebut dominan berada di kecamatan

Teluk Mengkudu dan kecamatan Pantai Cermin.

Hasil klasifikasi data citra tahun 2002, menujukan bahwa kondisi penutupan

lahan pada kawasan pesisir tersebut masih cukup baik, meskipun juga telah terjadi

disfungsi pada sebagian kecil wilayahnya. Pertanian lahan kering campuran

merupakan jenis tutupan lahan dengan jumlah luasan terbesar yaitu 15.661 ha atau

(13)

ha (15,80%). Badan air merupakan jenis tutupan lahan terkecil yaitu 2.222 ha atau

3,68 % (Tabel 5). Tutuan lahan tahun 2002 disajikan pada (Gambar 4).

Hasil klasifikasi citra tahun 2016 (Tabel 5) menunjukkan telah terjadi

perubahan penutupan lahan yang signifikan. Pertanian lahan kering campuran

merupakan jenis tutupan lahan dengan luas terbesar yaitu 15.725 ha atau 26,03%

dan yang paling kecil luasnya adalah semak yaitu sebesar 303 ha atau 0,50%. Peta

penutupan lahan tahun 2016 disajikan pada (Gambar 5). Perubahan penutupan

lahan yang mengalami penambahan luas yang paling besar adalah sawit yaitu

sebesar 4.464 ha atau sekitar 7,41%, diikuti lahan kosong sebesar 2.860 ha (4,73%)

dan badan air sebesar 1.248 ha (2,06%). Pada saat yang sama semak belukar

berkurang sebesar 3.117 ha atau sekitar 5,16%, diikuti oleh penurunan tambak

sebesar 3.015 ha atau sekitar 4,99% dan hutan mangrove sebesar 2.443 ha (4,04%)

(Tabel 5).

Tabel 5. Luas Dan Persentase Perubahan Tutupan Lahan Kawasan Pesisir Serdang Bedagai Jenis Tutupan Lahan Luas Tahun 2002 Luas Tahun 2016 Perubahan 2002 – 2016

Ha % Ha % Ha %

Badan air 2.222 3,68 3.470 5,74 1248 2,06

Sawah 10.239 16,95 8.672 14,36 -1567 -2,59

Mangrove 3.952 6,54 1.509 2,50 -2443 -4,04

Pemukiman 9.546 15,80 10.445 17,29 899 1,49

Pertanian Lahan Kering

(14)
(15)
(16)

Pembahasan

Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), penutupan lahan merupakan istilah

yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Pada sektor

pertanian lahan digunakan orang untuk areal persawahan, kebun dan ladang

sedangkan untuk bidang lainnya lahan digunakan untuk pemukiman, prasarana

umum, pekarangan dan lain-lain.

Berdasarkan hasil interpretasi citra tahun 2002, penutupan lahan yang

paling besar adalah pertanian lahan kering campuran yaitu 15.661 ha atau

mendekati angka 26% dikuti oleh sawah sebesar 10.239 ha (16,95%). Hasil

interpretasi citra tahun 2016, penutupan lahan yang paling besar adalah pertanian

lahan kering campuran yaitu 1.5725 ha atau 26,03%. Menurut data BPS Kabupaten

Serdang Bedagai (2009) Peranan sektoral dalam pembentukan PDRB Kabupaten

Serdang Bedagai cukup bervariasi, sektor yang memiliki peranan terbesar adalah

sektor pertanian pada tahun 2008 sektor pertanian tumbuh sebesar 4,66%.

Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (2010) pertumbuhan

tahun 2008 lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2007 yang tumbuh 4,56 %. Serta

± 60 persen penduduk kabupaten Serdang Bedagai bermata pencaharian dari sektor

pertanian.

Dari tinjauan perubahan penutupan lahan, perkebunan sawit merupakan

penutupan lahan yang mengalami penambahan luas yang paling besar yaitu 4.474

ha atau 7.41%. Hal ini sesuai dengan pendapat Vibiznews (2008) yang menyatakan

bahwa sumatera utara didominasi oleh lahan-lahan areal perkebunan dan pertanian,

(17)

-4000 Departemen Pertanian, menganggap tanaman perkebunan sebagai salah satu cara

untuk mendapatkan devisa dan juga sebagai pendorong pembangunan. Menurut

data hasil klasifikasi tingkat perubahan lahan menjadi perkebunan sawit tertinggi

adalah pertanian lahan kering menyumbang sebesar 2.340 ha, semak sebesar 999

ha dan lahan kosong menyumbang sebesar 893 ha. Selain itu terjadi peningkatan

penutupan lahan kosong sebesar 2.860 ha atau 4,73%, berdasarkan data ground check dilapangan, hal ini disebabkan pada saat pengambilaan citra beberapa wilayah pesisir terdapat beberapa lahan terbuka tebangan sawit tua. Sebagian

wilayah seperti Kecamatan Teluk Mengkudu dan Kecamatan Tanjung Beringin

sedang dalam proses pemanenan padi sehingga banyak terdapat banyak lahan

terbuka. Perubahan penutupan lahan disajikan pada (Gambar 6).

1.

Keterangan

Gambar 6. Grafik Perubahan Penutupan Lahan Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Antara Tahun 2002 dan Tahun 2016

1. Badan air 2. Sawah 3. Mangrove 4. Pemukiman 5. Pertanian Lahan Kering Campuran

(18)

Menurut Keputusan Gubernur Sumatera Utara (2004), kawasan pantai timur

Sumatera Utara merupakan wilayah pesisir yang mempunyai hamparan mangrove

yang sangat luas yang membujur dari daerah pantai utara Kabupaten Langkat ke

daerah pantai selatan Kabupaten Labuhan Batu dengan ketebalan yang bervariasi

antara 50-150 meter. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan kawasan pesisir

kabupaten Serdang Bedagai umumnya memiliki hutan mangrove yang cukup besar

di kecamatan Bandar Khalifah, namun dari tahun ketahun luas mangrove di

kawasan pesisir ini terus mengalami penurunan yang cukup besar dari periode tahun

(2002 – 2016). Hutan mangrove beralih fungsi menjadi pemukiman, kebun sawit,

dan pertanian lahan kering. Perubahan hutan mangrove menjadi pertanian lahan

kering campuran seluas 933 Ha, kebun sawit seluas 687 Ha, dan seluas 667 Ha

hutan mangrove juga dikonversi menjadi pemukiman.

Perubahan tutupan lahan hutan mangrove menjadi tidak berhutan yang

terjadi di pesisir kabupaten Serdang Bedagai cukup besar, hal itu dapat

menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem dari kawasan pesisir serdang

bedagai. Menurut Onrizal (2010) perubahan kawasan mangrove menjadi kawasan

non mangrove merupakan hasil konversi terutama tambak, pemukiman dan sektor

pertanian. Onrizal (2010) juga menyebutkan bahwa ada daerah mangrove yang

menurun melalui teknologi penginderaan jauh dalam 4 kali pengukuran (1977,

1988/1989, 1997 dan 2006) di bagian timur Sumatera Utara.

Perubahan hutan mangrove menjadi lahan kosong / sawit diakibatkan oleh

adanya penebangan liar berlebihan pada kawasan ini, menyebabkan ekosistem

(19)

tersebut tidak ditumbuhi vegetasi lagi. Areal kosong yang bertambah luas ini juga

disebabkan karena adanya areal pertambakan yang tidak diusahakan lagi. Kondisi

ekosistem mangrove di kabupaten ini secara umum sangat menghawatirkan dan

bisa dipastikan membawa dampak yang signifikan bagi ketersediaan sumber daya

perikanan pantai yang justru menjadi tumpuan kehidupan masyarakat pesisir di

kawasan ini. Menurut Dephut (1997) ketersediaan sumber daya perikanan di pantai

bertipe lumpur sangat bergantung kepada keberadaan ekosistem mangrove yang

sehat sebagai nursery ground, feeding ground, habitat tumbuh, feed suply dan

fungsi-fungsi lain. Purwoko (2005) mendapati bahwa kerusakan ekosistem hutan

mangrove di kawasan pesisir berdampak terhadap penurunan pendapatan

masyarakat nelayan sebesar 33,89 %.

Onrizal (2010) menyatakan bahwa penurunan luas dan kerusakan hutan

mangrove di pesisir timur Sumatera Utara telah menyebabkan (a) meningkatnya

abrasi pantai sampai hilangnya Pulau Tapak Kuda, (b) menurunnya

keanekaragaman dan volume hasil tangkap nelayan pesisir dan (c) pada akhirnya

menurunkan pendapatan nelayan secara khusus dan umumnya bagi masyarakat

pesisir pantai. Oleh karena itu, kerusakan hutan mangrove di kabupaten Serdang

Bedagai harus segera dihentikan, kemudian diikuti dengan upaya segera untuk

merehabilitasi hutan mangrove yang rusak dan dilakukan secara masif dengan

pelibatan aktif seluruh para pihak terkait serta mencegah berbagai aktivitas

pengrusakan terhadap hutan mangrove yang masih tersisa. Dengan demikian,

diharapkan hutan mangrove kembali pulih sehingga mampu mengembalikan

(20)

Berbading lurus dengan penurunan kawasan mangrove di kawasan pesisir

Kabupaten Serdang Bedagai, luas tambak dari dua periode pengamatan mengalami

penurunan (Grafik 1). Hal ini karena masyarakat pesisir ini umumnya mulai beralih

profesi dimana masyarakat lebih memilih membudidayakan sawit. Secara visual

keadaan tambak saat ini banyak yang telah menjadi lahan kosong, semak,

pemukiman maupun sawit, karena tambak dianggap kurang produktif dan hanya

perusahan swasta serta beberapa masyarakat yang sampai saat ini masih terus

melakukan budidaya ikan di Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Tanjung

Beringin.

Tutupan lahan pada wilayah berhutan dari tahun ke tahun semakin

berkurang dikarenakan terjadinya alih fungsi lahan. Hal ini sejalan dengan semakin

meningkatnya kebutuhan manusia dan dampak gaya hidup modern dimana manusia

telah mengesampingkan aspek lingkungan. Hasil klasifikasi citra pada tahun 2002

luas pemukiman sebesar 9.546 ha kemudian pada tahun 2016 meningkat menjadi

10.445 ha, ini artinya terjadi peningkatan sebesar 899 ha. Hal tersebut di tegaskan

oleh pernyataan Wijaya (2004) menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan

perubahan penutupan lahan diantaranya adalah pertumbuhan penduduk, mata

pencaharian, aksesibilitas, dan fasilitas pendukung kehidupan serta kebijakan

pemerintah. Peningkatan luas pemukiman dipengaruhi oleh jumlah penduduk,

migrasi maupun potensi ekonomi pada wilayah tersebut. Menurut data BPS

Serdang Bedagai (2014) mencatat bahwa jumlah penduduk serdang bedagai pada

tahun 2005 adalah 599.151 jiwa dan data terakhir pada tahun 2014 jumlah

penduduk Kabupaten Serdang Bedagai meningkat menjadi 606.367 jiwa, ini artinya

(21)

tahunnya. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan

eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran, ekosistem wilayah pesisir

Kabupaten Serdang Bedagai mengalami degradasi yang terus memburuk seperti

penurunan produktivitas dan keanekaragaman hayati. Konversi lahan hutan

mangrove menjadi pertanian, sawit, atau pemukiman merupakan konversi terbesar

di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Mata pencaharian penduduk di

suatu wilayah berkaitan erat dengan usaha yang dilakukan penduduk di wilayah

tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sandy (1982); Komarsa (2001) yang

menyatakan bahwa faktor sosial-budaya masyarakat merupakan salah satu faktor

penting yang ikut memberikan kontribusi bagi penentuan pemanfaatan lahan. Pada

umumnya pola-pola pemanfaatan lahan yang ada di suatu wilayah tidak

bertentangan dengan kondisi sosial-budaya masyarakatnya.

Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan isu yang

paling relevan dengan karakteristik wilayah Kabupaten Serdang Bedagai.

Pemerintah daerah sudah sebaiknya membuat kebijakan-kebijakan yang mengarah

kepada penggunaan lahan yang tepat dan baik, yang mendukung keberadaan lahan

terbuka hijau. Salah satu cara adalah merencanakan dan menganalisis kebutuhan

lahan terbuka hijau dan bagaimana mempertahankannya serta menjaganya agar

(22)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tutupan lahan yang ada di kawasan pesisir Serdang Bedagai memiliki 9 kelas

yaitu pemukiman, badan air, sawah, semak, tambak, hutan mangrove, pertanian

lahan kering campuran, kebun sawit, dan lahan terbuka. Luas tutupan lahan

terbesar pada tahun 2016 adalah pertanian lahan kering campuran seluas 15.725

Ha dan luas tutupan lahan terkecil adalah semak belukar dengan luas 84,64 Ha.

2. Perubahan tutupan lahan dari tahun 2002 ke tahun 2016 adalah sawah menurun

2,59%, mangrove 4,04%, semak belukar 5,16%, tambak 4,99% dan sawah

menurun 2,59%. Terjadi peningkatan kawasan perkebunan sawit sebesar

7,41%, lahan kosong 4,73%, badan air 2,06% dan pemukiman meningkat

1,49%.

Saran

Ketepatan informasi tutupan lahan akan memberikan kemudahan dalam

melakukan pemantauan terhadap perubahan tutupan lahan dan masukan dalam

kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan. Perlu diadakan peninjauan ulang undang

– undang repebulik Indonesia nomor 27 tahun 2007 berdasarkan fakta dan kondisi

di lapangan yang sebenarnya mengenai batas kawasan lahan antara masyarakat dan

pemerintah, mempertegas batas – batas administrasi tentang pengelolaan kawasan

pesisir dan perlu dilakukan perbaikan dengan melakukan rehabilitasi penanaman

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian kawasan pesisir Sedang Bedagai
Gambar 2. Skema Analisis Perubahan Penutupan Lahan
Gambar 3. Visualisasi wilayah pesisir Serdang Bedagai.
Tabel 5. Luas Dan Persentase Perubahan Tutupan Lahan Kawasan Pesisir Serdang Bedagai
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh kerusakan dan perubahan kesesuaian peruntukan ekosistem mangrove terhadap pengembangan wilayah dikawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai adalah pendapatan rumah

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlunya penataan konsep pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai secara rinci agar pemanfaatan lahan wilayah pesisir

Mangrove merupakan ekosistem utama di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Ekosistem mangrove merupakan salah satu pilar utama pengembangan wilayah di kawasan ini, oleh

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan penutupan lahan yang terjadi di kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dari tahun, 1996, 2002, dan

Untuk grafik perubahan luasan tutupan lahan CVA wilayah pesisir timur Banyuasin dengan data citra 2006/2009 disajikan pada Gambar 7. Pada dimensi II menyatakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi nelayan tradisional dan petani padi sawah di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian dilakukan

laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti. sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh

Analisis data yang digunakan Untuk mendapatkan data perubahan penutupan lahan dilakukan dengan proses tumpang-susun (overlay) antara dua kelas penutupan lahan pada tahun