BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat analitik observasional dengan desain penelitian case control, merupakan penelitian yang mengukur variable efek kemudian variabel
risikonya dicari secara retrospektif. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
1. Pengambilan saliva
Pengambilan saliva dilakukan di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU. 2. Pengukuran kadar ion kalsium saliva
Pengukuran kadar ion kalsium saliva dilakukan di Laboratorium Penelitian Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan sejak bulan Juni - Agustus 2017, dimulai dari pengumpulan sampel, kemudian dilakukan penelitian, analisis data, penulisan hasil dan pembahasan penelitian ini.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah pasien periodontitis kronis di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU.
3.3.2 Sampel Penelitian
= . , 42 . , 6 + ,, 2 2
= , ,
n = 12,108 ≈ 13 Keterangan :
n = jumlah sampel minimal
α = level of significant, penelitian ini menggunakan 5%, sehingga Z α= 1,96
β = power of test, penelitianini menggunakan β= 10%, sehingga Z β= 1,282
α2 = varian rata-rata antar kelompok
µ0-µa = selisih rerata penelitian sebelumnya dengan yang diinginkan peneliti, pada penelitian ini µ0-µa= 10 %
Besar sampel pada penelitian ini adalah 13 orang periodontitis kronis yang merokok dan 13 orang periodontitis tidak merokok, sehingga total sampel penelitian 26 orang. Sampel penelitian diperoleh menggunakan purposive sampling yaitu laki-laki periodontitis kronis yang merokok dan tidak merokok di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.3.3 Kriteria Inklusi
1. Pasien yang telah didiagnosis periodontitis kronis di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU berusia 35 tahun ke atas.
2. Kehilangan perlekatan minimal 3 mm.
3. Kebiasaan merokok lebih dari 1 tahun minimal 1 batang per hari. 4. Bersedia menjadi responden di dalam penelitian.
5. Minimal memiliki 20 gigi. 3.3.4 Kriteria Eksklusi
1. Menderita penyakit sistemik. 2. Menggunakan piranti ortodonti.
3.4Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional Variabel 3.4.1 Variabel Penelitian
Variabel bebas
1. Periodontitis kronis yang merokok. 2. Periodontitis kronis yang tidak merokok. Variabel tergantung
Kadar ion kalsium saliva.
3.4.2 Defenisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur Alat
Ukur
Orang yang menderita
penyakit periodontitis kronis,
dengan terbentuknya poket
periodontal dan terjadi di
regio anterior mandibular
dan keadaan telah terjadi
kehilangan perlekatan
minimal 3 mm,.
Mm Prob Ordinal
Perokok Orang yang telah memiliki
kebiasaan merokok lebih dari
1 tahun dan merokok
minimal 1 batang per hari
dan masih merokok pada saat
penelitian.
Ya/ Tidak Kuisioner Nominal
Indeks
Brinkman
Indeks merokok untuk
menentukan derajat
berat-ringannya merokok,
berdasarkan jumlah batang
rokok yang dihisap sehari
dan lama merokok dalam
tahun,29 dengan kategori
saliva dan didapatkan
menggunakan alat
spektrofotometeri serapan
atom, dengan kategori
sebagai berikut:
tinggi (>3,5 mmol/L).41
mmol/l
Spektro-3.5 Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1Alat Penelitian
1. Spektofotometri serapan atom (SSA) 2. Cooling box
3. Cooling pack
7. Corong
8. Kertas saring whatmann No. 42 9. Pipet volume 1 ml
10.Pipet tetes
11.Beaker glass 250 ml dan 500 ml 12.Masker
13.Sarung tangan
3.5.2Bahan Penelitian
1. Saliva sebagai bahan pemeriksaan 2. Larutan akua demineralisata 3. Larutan baku kalsium
3.6Prosedur Penelitian 3.6.1Pengisian Kuesioner
Penelitian dilakukan terhadap pasien periodontitis kronis yang merokok dan yang tidak merokok. Pemilihan subjek penelitian dilakukan melalui wawancara langsung mengenai identitas subjek dengan bantuan kuesioner terhadap para responden. Subjek yang terpilih diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian yang akan dilakukan dan apabila subjek bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian maka subjek diminta menandatangai lembar informed consent.
3.6.2Pengumpulan Saliva
Pengumpulan saliva dilakukan menggunakan metode spitting dengan unstimulated saliva pada jam 09.00-12.00 WIB. Satu jam sebelum penelitian dilakukan, subjek tidak diperkenankan untuk makan, minum dan merokok. Sebelum menampung saliva, subjek diminta untuk berkumur dengan air putih untuk menghilangkan debris. Setelah itu, subjek diinstruksikan duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala dan tangan kanan memegang pot penampungan saliva. Pengumpulan saliva dilakukan selama 5 menit, kemudian setiap interval 1 menit subjek diminta untuk mengeluarkan saliva yang terkumpul dalam mulut ke dalam pot penampungan saliva.
Gambar 5. Pengambilan sampel 3.6.3Persiapan Sampel
Gambar 6. Pot saliva dibungkus dengan parafilm
3.6.4Pengukuran Kadar Ion Kalsium Saliva
3.6.4.1Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalsium
Larutan baku kalsium (1000 µg/ml) diambil menggunakan pipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan larutan akua demineralisata hingga garis tanda. Dari larutan tersebut (100 µg/ml) dipipet masing-masing 0,25 ml, 0,5 ml, 0,75 ml, 1 ml, 1,25 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml kemudian dilakukan pengenceran dengan larutan akua demineralisata sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan berkonsentrasi 1; 2; 3; 4;5 µg/ml. Lakukan pengukuran larutan tersebut dengan SSA pada panjang gelombang 422,7 nm dan dibuat kurva kalibrasi untuk larutan standar kalsium.
3.6.4.2Pengukuran Kadari Ion Kalsium Sampel
Saliva sampel sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam labu takar 25 ml dengan menggunakan spuit kemudian diencerkan dengan larutan akua demineralisata sampai garis tanda dan dihomogenkan. Larutan sampel disaring dengan kertas saring Whatmann No. 42 ke dalam labu takar dan dihomogenkan kembali. Lakukan pengukuran kadar ion kalsium pada larutan sampel dengan menggunakn SSA pada panjang gelombang absorbansi maksimum 422,7 nm.
Gambar 8. (a) Pengenceran sampel menggunakan aquademineralisata, (b) Penyaringan menggunakan ketas saring Whatmann No.42, (c) Sampel siap diukur.
Gambar 9. Pengukuran sampel menggunakan SSA a
a
a
b
a a
c
Perhitungan kadar ion kalsium saliva pada penelitian ini menggunakan rumus molaritas agar hasil yang didapatkan dalam satuan mmol/l, yaitu :
Dengan keterangan sebagai berikut: M = nilai molaritas (mmol/l) c = konsentrasi kalsium (ppm)
v = volume saliva yang dipipetkan (ml) Ar = massa atom relatif kalsium
3.7Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Data yang telah diperoleh diolah menggunakan sistem komputerisasi. Analisis statistik menggunakan uji t-tak berpasangan jika data terdistribusi normal. Jika data tidak terdistribusi normal maka uji yang dipakai adalah Mann-whitney U. Gambaran statistik meliputi kadar ion kalsium dalam saliva pada pasien periodontitis yang merokok dan tidak merokok di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU.
3.8Alur Penelitian
Penentuan subjek sesuai kriteria inklusi dan pengisian kuesioner
Subjek mengisi lembaran informed consent
Pengumpulan saliva dilakukan antara jam 09.00-12.00 WIB
Saliva dikumpulkan dengan metode spitting. Subjek diinstruksikan untuk duduk tenang dikuris dengan meludahkan saliva ke dalam pot penampungan
saliva
Pengukuran kadar ion kalsium saliva dengan Spektofotometri Serapan Atom (SSA)
Pengumpulan data
Analisis data
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian mengenai perbedaan ion kalsium saliva pada pasien periodontitis yang merokok dan tidak merokok. Total subjek yang diperiksa berjumlah 26 orang, terdiri dari 13 pasien yang tidak merokok, 13 pasien yang merokok dan seluruhnya merupakan pasien periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU. Pengumpulan data diperoleh dari kuesioner yang diajukan kepada subjek. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei – Juli 2017 di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU dan Laboratorium penelitian Farmasi USU.
4.1 Data Demografi Subjek Penelitian
Data demografi subjek penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, dan kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Distribusi data demografi pasien periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU
Variabel Tidak Merokok (n=13) Merokok (n=13)
n % n %
besar subjek berusia 45-59 tahun yaitu 6 pasien periodontitis yang tidak merokok (46,1%) dan 7 pasien periodontitis yang merokok (53,8).
4.2 Karakteristik Kebiasaan Merokok
Data karakteristik perilaku merokok (Tabel 4.2) menunjukkan sebagian besar subjek perokok yang diteliti telah merokok lebih dari 15 tahun ( 84,6%). Frekuensi jumlah rokok yang dikonsumsi terbesar adalah 11- 20 batang rokok per hari yaitu sebanyak 8 pasien ( 61,5%), sedangkan frekuensi terkecil adalah >20 batang rokok per hari yaitu sebanyak 1 pasien ( 7,7%).
Tabel 4.2 Karakteristik kebiasaan merokok pasien periodontitis kronis di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU
Karakteristik Kebiasaan Merokok Periodontitis yang merokok (n=13)
n %
Frekuensi merokok (batang per hari)
a. <10
4.3 Klasifikasi Perokok Berdasarkan Indeks Brinkman (IB)
Tabel 4.3 Distribusi data jumlah perokok ringan, sedang, dan berat pasien periodontitis kronis di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU
Variabel Periodontitis yang merokok (n=13)
n %
Perokok Ringan 1 7,7
Perokok Sedang 7 53,8
Perokok Berat 5 38,5
4.4 Kadar Ion Kalsium Saliva Tidak Distimulasi
Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa sebagian besar pasien periodontitis yang tidak merokok memiliki hiperkalsemia sedang yaitu 9 merokok ( 69,2% ) , pada pasien periodontitis yang merokok keseluruhannya hiperkalsemia sedang yaitu 13 pasien (100%), dan hanya sebagian kecil dari pasien periodontitis yang tidak merokok memiliki hiperkalsemia ringan yaitu 4 pasien (30,8%). Sedangkan untuk saliva normal dan hiperkalsemia tinggi baik pasien periodontitis merokok maupun tidak merokok memiliki persentasi 0 %.
Tabel 4.4 Nilai ion kalsium saliva tidak distimulasi keseluruhan subjek
Nilai Tidak Merokok (n=13) Merokok (n=13)
n % n %
Saliva normal 0 0 0 0
Hiperkalsemia ringan 4 30,8 0 0
Hiperkalsemia sedang 9 69,2 13 100
Hiperkalsemia tinggi 0 0 0 0
4.5 Perbedaan Kadar Ion Kalsium Saliva Pasien Periodontitis Kronis yang Merokok dan yang Tidak Merokok
digunakan untuk mengetahui perbedaan kadar ion kalsium menggunakan uji t tidak berpasangan. Hasil uji t tidak berpasangan didapatkan nilai p=0,0001 (Tabel 4.5), berarti pada tingkat kepercayaan 95% terlihat ada perbedaan yang signifikan rata-rata kadar ion kalsium antara pasien yang tidak merokok dengan yang merokok.
Tabel 4.5 Perbedaan kadar ion kalsium saliva pasien periodontitis kronis yang merokok dan yang tidak merokok di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU
Kelompok Kadar Ion Kalsium Saliva
(mmol/L)
Mean ± SD Nilai p
Periodontitis Merokok (n=13) 3,06 ± 0,19 0,0001*
Periodontitis tidak Merokok (n=13) 2,19 ± 0,25
BAB 5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia penderita periodontitis kronis terbanyak berada pada rentang 45-59 tahun. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyakit periodontitis meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Ini sesuai dengan data National Health and Nutrition Examination Survey III (NHANES III) tahun 1999-2004, Eke dan Barker menghitung prevalensi penyakit periodontal pada usia 20-43 tahun kurang dari 1%, 35-49 tahun sekitar 5%, 50-64 tahun 10%, dan selebihnya diatas usia 65 tahun.42 Selanjutnya distribusi frekuensi terbanyak mengenai rentang usia subjek pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Kiss E dkk bahwa penderita periodontitis kronis yang merokok dan tidak merokok paling banyak terdapat pada usia lebih dari 44 tahun.8
Berdasarkan jenis kelamin, periodontitis yang merokok terbanyak pada pasien laki-laki yaitu 13 orang dengan persentase 100%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Khalaf F dkk dimana penderita periodontitis kronis yang merokok banyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki (93,3%), dan yang tidak merokok paling banyak dijumpai pada wanita (78%).43 Begitu pula dengan survei yang dilakukan oleh Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada tahun 2011 yang menyatakan bahwa 67% dari
perokok di Indonesia berjenis kelamin laki-laki.44 Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok lebih sering dijumpai pada laki-laki dari pada perempuan.
Berdasarkan perilaku merokok pada subjek menunjukkan sebagian besar subjek sudah merokok lebih dari 15 tahun (74,6%) dengan frekuensi merokok 11-20 batang per hari (61,5%). Artinya adalah paparan zat toksin yang terkandung dalam rokok telah cukup lama masuk ke dalam rongga mulut perokok. Berdasarkan indeks Brinkman 53,8% perokok adalah perokok sedang. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Sebagian besar sampel periodontitis kronis yang merokok (100%) dan periodontitis yang tidak merokok ( 69,2%) memiliki saliva yang hiperkalsemia sedang. Hal ini mungkin disebabkan oleh baik pada kelompok yang merokok maupun tidak merokok sudah mengalami periodontitis kronis, sehingga kadar ion kalsium dalam saliva tinggi.
Kadar ion kalsium saliva juga mengalami peningkatan pada kebiasaan merokok, seperti pada penelitian yang dilakukan Latto S dan Nazir H menunjukkan bahwa kadar ion kalsium mengalami peningkatan pada kelompok subjek yang merokok dibandingkan dengan yang tidak merokok. Hal ini mungkin disebabkan karena merokok dapat menurunkan pH rongga mulut , pH yang asam dapat mempercepat pelepasan ion kalsium dari gigi dan melepaskannya ke saliva, dan peningkatan kadar ion kalsium saliva juga dapat dikaitkan dengan pengendapan tartar dan pembentukan kalkulus pada gigi sebagai efek buruk dari merokok. 46,47
Sedangkan hasil penelitian ini, kadar ion kalsium saliva pada pasien periodontitis kronis yang merokok lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok periodontitis kronis yang tidak merokok. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Kambalyal dkk di India terhadap 12 sampel mendapatkan kadar ion kalsium saliva pada perokok periodontitis lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien periodontitis yang tidak merokok.11 Hal ini mungkin disebabkan karena ion kalsium juga diproduksi secara alami didalam tubuh, sehingga dengan kebiasaan merokok yang berlangsung lama dan menderita periodontitis menyebabkan akumulasi kadar ion kalsium dan semakin meningkatkan kadar ion kalsium dalam saliva.
hasil penelitian Acharya dkk, menemukan bahwa penyakit periodontal berkaitan dengan tingginya kadar level kalsium saliva), sehingga memungkinkan bahwa level kalsium saliva merupakan faktor risiko terhadap perkembangan penyakit periodontal.10 Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Abhay di India yang menunjukkan bahwa kadar ion kalsium saliva pada penderita periodontitis kronis yang merokok lebih rendah bila dibandingkan dengan yang tidak merokok.12 Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan pada teknik analisis biokimia yang digunakan.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kadar ion kalsium saliva antara pasien periodontitis kronis yang merokok dan tidak merokok di Instalasi Periodonsia RSGM FKG USU.
6.2 Saran