• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Sarang Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Kawasan Hutan Sekunder Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Sarang Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Kawasan Hutan Sekunder Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Orangutan

Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera (Pongo abelii) dan dari Kalimantan (Pongo pygmaeus) (Van Bammel 1968; Jones 1969). Kedua anak jenis ini terisolasi secara geografis paling sedikit sejak 10.000 tahun yang lalu ketika permukaan laut antara pulau Sumatera dan pulau Kalimantan naik (Meijaard, 2001).

Menurut Groves (2001), orangutan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Orangutan secara morfologi tidak berekor dan mempunyai telinga serta hidung yang kecil. Rambutnya panjang, lembut dan berwarna kepirangan. Rambut keningnya tidak mudah terlihat ketika tulang mulut dan dagunya menonjol keluar. Kepalanya berbentuk bujur dan matanya kecil. Serta memiliki lengan yang panjang dan kuat dengan jangkauan lengannya bisa mencapai mata kaki ketika hewan ini berdiri. Tubuhnya memiliki tinggi sekitar 1,25-1,50 meter dan tingginya ketika duduk adalah sekitar 0,70-0,90 meter. Berat dewasa untuk betina adalah 30-50 kg sedangkan untuk jantan adalah 50-90 kg rambut tipis dan tidak beraturan (Rijksen, 1978).

(2)

kalimantan memiliki rambut pipih dengan pigmen hitam yang tebal di tengah (Napier, 1967). Orangutan Sumatera (Pongo abelii) memiliki ciri fisik badan yang besar, berwarna gelap atau coklat kemerah-merahan, rambut jarang dan pendek, dan pada bayi terlihat ada bercak-bercak berwarna kemerahan. Sedangkan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) ciri fisik badannya terlihat lebih kecil, berwarna terang atau orange, dan tulang-tulang lebih panjang (Gambar 2.1).

Secara umum orangutan jantan dewasa mengembang pada kedua pipinya (Galdikas, 1978).

a b

Gambar 2.1 a. Orangutan Sumatera (Pongo abelii) b. Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus).

Supriatna & Edy (2000), menambahkan jika dibandingkan dengan orangutan di Kalimantan, rambut orangutan Sumatera lebih terang yaitu berwarna coklat kekuningan serta lebih tebal dan panjang. Ukuran tubuh rata-rata orangutan jantan dewasa yaitu berkisar antara 125-150 cm, dua kali lebih besar daripada orangutan betina. Berat badan rata-rata orangutan jantan di alam yaitu berkisar antara 50-90 kg. Orangutan jantan memiliki kantung suara untuk mengeluarkan suara yang berupa seruan panjang.

Rijksen (1978), menyatakan bahwa perbedaan morfologi Orangutan berdasarkan kelas umur dan jenis kalamin adalah sebagai berikut :

a. Bayi berumur 0-2,5 tahun dengan berat badan 2-6 kg memiliki rambut berwarna lebih terang pada bagian mulut dan lebih gelap pada bagian muka. b. Anak berumur 2,5-5 tahun dengan berat badan 6-15 kg memiliki warna

(3)

umur anak, orangutan sudah mampu mancari makan sendiri walaupun masih bergantung pada induknya.

c. Remaja berumur 5-8 tahun dengan berat badan 15-30 kg memiliki rambut yang panjang disekitar muka.

d. Jantan setengah dewasa berumur 8-13/15 tahun dengan barat badan 30- 50 kg memiliki rambut berwarna lebih gelap dan rambut janggut sudah mulai tumbuh serta rambut di sekitar wajah sudah lebih pendek.

e. Betina dewasa 8+ tahun dengan berat badan 30-50 kg sudah memiliki janggut dan sangat sulit dibedakan dengan betina setengah dewasa.

f. Jantan dewasa berumur 13/15+ tahun dengan berat badan 50-90 kg. Jantan dewasa memiliki kantung suara, bantalan pipi dan berjanggut serta berambut panjang.

2.3. Ekologi Orangutan

Habitat orangutan adalah daerah pegunungan, rawa-rawa dataran rendah, dan delta aliran sungai yang banyak ditumbuhi pohon-pohon besar dan daerah inti hutan yang banyak ditumbuhi Liana sp. Juga menjadi tempat tinggal orangutan karena orangutan biasa membuat sarang di pohon besar yang dirambati Liana sp. (Galdikas 1984).

` Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan Dipterokarpus perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air

tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dapat ditemukan pada ketinggian 500 m dpl, sedangkan kerabatnya di Sumatera dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m dpl (Hoeve, 1996).

Galdikas (1986), menjelaskan bahwa saat ini habitat orangutan dapat dikategorikan sebagai habitat in-situ (hutan alam) dan habitat eks-situ (hutan binaan atau rehabilitasi reintroduksi dan kebun binatang). Apabila dikaitkan dengan usaha-usaha konservasi, maka kegiatan yang dilakukan di habitat tersebut dapat dikelompokkan menjadi kegiatan rehabilitasi.

(4)

persaingan, dan anggota yang posisinya lebih rendah harus mencari sumber-sumber makanan ditempat lain atau menerima sumber-sumber makanan alternatif. Jika tidak, mereka akan mati. Jadi, jika kebutuhan dasar lainnya (air, makanan, tempat beristirahat, dan lainnya) cukup tersedia, maka aktivitas hidupnya akan berlangsung dengan baik, dengan kata lain daya dukung untuk kehidupan ditentukan oleh ketersediaan kebutuhan (Meijaard, 2001).

Kehidupan soliter pada orangutan adalah sesuatu yang khas dan berbeda dari jenis kera besar lainnya dari suku Pongidae (Napier, 1976). Walaupun demikian menurut Schurmann (1982), orangutan bukan berarti tidak melakukan interaksi dengan individu yang lain, terutama hubungan yang terjadi antara anak dan induk yang terlibat dalam berbagai kebersamaan dengan jenis-jenis satuan lain secara luas. Selain itu, melimpahnya sumber pangan, juga membuat orangutan Sumatera lebih sosial (Van Schaik, 2006).

2.4. Prilaku Bersarang Orangutan

Membuat sarang merupakan salah satu perilaku harian orangutan. Sarang yang dimaksud adalah tempat peristirahatan orangutan setelah melakukan aktifitas hariannya (Willyanti, 2005). Tidak seperti pada monyet dan siamang, kera-kera besar tidak memiliki potongan-potongan belulang di bokongnya untuk memudahkan mereka duduk. Dalam hal seperti itu, berbaring di atas tempat tidur pasti akan terasa jauh lebih menyenangkan. Aktifitas harian adalah seluruh aktivitas orangutan yang berlangsung sejak meninggalkan sarang tidur pada pagi hari dan berakhir hingga masuk kembali kedalam sarang untuk bermalam (Van Schaik, 2006).

(5)

Semua kera besar termasuk orangutan membangun sarang yang bisa dipergunakan baik untuk beristirahat pada siang maupun tidur pada malam hari (Van Schaik et al, 1994). Sarang bagi orangutan juga dapat berfungsi sebagai tempat bermain bagi orangutan muda, tempat berlindung, melahirkan, melakukan kopulasi, dan aktivitas makan (Rijksen, 1978).

Setelah seharian melakukan aktifitasnya baik menjelajah dan mencari makan serta aktifitas sosial lainnya, maka pada sore harinya akan membuat sarang untuk tidurnya. Menurut Umri (2012), orangutan umumnya akan membuat sarang pada percabangan pohon yang besar dan dalam aktifitas membuat sarangnya orangutan mempunyai teknik membangun sarangnya tersendiri. Ketika orangutan menemukan tempat yang nyaman untuk bersarang di pohon, maka orangutan bergerak menuju batang-batang pohon kecil di sekitarnya lalu orangutan memegang dahan dengan cara memilin, melengkungkan dan melipat dahan sampai rapat, lalu dilanjutkan dengan menambah dahan-dahan kecil dan daun untuk kenyamanan (Margianto, 1998).

Putri (2009), menambahkan bahwa orangutan seringkali membuat sarang baru di lokasi yang berbeda atau dengan memperbaiki sebuah sarang lama. Sarang yang lama akan diperbaiki untuk ditempati lagi, namun orangutan tidak selalu memperbaiki sarang lama setiap harinya, orangutan lebih cenderung membuat sarang baru untuk tempat berlindung dan beristirahat yang disesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Apabila terdapat makanan yang cukup maka orangutan akan membuat sarang dilokasi tersebut. Sarang-sarang tersebut dapat digunakan selama dua malam atau lebih, sedangkan ketahanan sarang orangutan dapat bervariasi dari dua minggu sampai lebih dari satu tahun Rijksen (1978).

2.5. Karakteristik Sarang Orangutan

2.5.1. Kelas Sarang

UNESCO-PanEco dalam YEL (2009), menjelaskan bahwa kelas sarang dan kelas kerusakan/kehancuran sarang dapat ditentukan atas empat kelas untuk memprediksi kondisi tersebut dengan ciri-ciri sebagai berikut:

(6)

Gambar 2.2 Contoh Sarang Kelas A

Sumber: Orangutan Information Center (OIC)

b. Kelas B, daun sudah mulai tidak segar, semua daun masih ada, bentuk sarang masih utuh, warna daun sudah mulai coklat terutama di permukaan sarang, belum ada lubang yang terlihat dari bawah, seperti pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Contoh Sarang Kelas B

Sumber: Orangutan Information Center (OIC)

(7)

Gambar 2.4 Contoh Sarang Kelas C

Sumber: Orangutan Information Center (OIC)

d. Kelas D, sarang sudah mulai hancur dengan mulai bolong dibagian tengah seperti Gambar 2.5 berikut:

Gambar 2.5 Contoh Sarang Kelas D

Sumber: Orangutan Information Center (OIC)

(8)

Gambar 2.6 Contoh Sarang Kelas E

Sumber: Orangutan Information Center (OIC)

Kelas sarang bergantung pada jenis pohon, temperatur, dan kelembaban udara, termasuk sarang yang dibuat untuk istirahat disiang hari atau untuk bermalam. Pembuatan sarang untuk siang hari tidak intensif, sehingga kualitas sarang tidak sebaik sarang untuk malam hari. (Van Schaik et al,. 1995).

2.5.2. Posisi Sarang

Orangutan akan membangun sarang pada posisi yang sesuai pada suatu pohon. Orangutan menggunakan batang-batang pohon kecil sekitarnya, memilin, melengkungkan atau melipatnya ke bagian cabang yang lentur. Kemudian merapatkan sarang dengan mendorong dahan-dahan tersebut kebawah untuk membentuk suatu bidang datar. Pembuatan sebuah sarang biasanya membutuhkan waktu 2-3 menit, namun dilanjutkan dengan perbaikan-perbaikan ringan (Mac Kinnon, 1994). Selanjutnya Rijksen (1978), menyatakan bahwa konstruksi sebuah sarang orangutan dapat bervariasi dari suatu bidang datar kecil yang sederhana sampai sebuah sarang yang besar dan kokoh, yang bahkan mampu untuk menahan seorang manusia dewasa dan sangan nyaman.

(9)

bagian cabang yang lentur dengan tangannya. Tangan juga dipergunakannya untuk mendorong dahan-dahan tersebut ke bawah supaya rapat untuk membentuk suatu bidang datar. Pembuatan sebuah sarang biasanya membutuhkan waktu 2-3 menit, namun dapat dilanjutkan dengan perbaikan-perbaikan ringan (MacKinnon, 1974).

Sarang merupakan sesuatu yang sengaja atau tidak disengaja dibangun untuk digunakan sebagai tempat berkembang biak dan atau sebagai tempat istirahat atau tidur. Pada setiap sarang memiliki letak yang berbeda untuk setiap individu sesuai kebutuhan dan keadaan lingkungannya tempat bersarang (Alikodra, 1990).

Gambar 2.7 Posisi sarang orangutan: 1) posisi 1, 2) posisi 2, 3) posisi 3, 4) posisi 4.

Gambar

Gambar 2.1 a. Orangutan Sumatera (Pongo abelii) b. Orangutan Kalimantan
Gambar 2.4 Contoh Sarang Kelas C
Gambar 2.6 Contoh Sarang Kelas E
Gambar 2.7  Posisi sarang orangutan: 1) posisi 1, 2) posisi 2, 3) posisi 3, 4)

Referensi

Dokumen terkait

Bersumber dari wikipedia.com/Education in United States, dapat dilihat bahwa jenjang pendidikan di Amerika Serikat biasanya dimulai dari preschool, kindergarten, atau

[r]

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(2) Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi kesehatan dan sosial sebagai Instansi teknis pembina pada kesehatan lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d.. (3)

[r]

Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa ketrampilan menyimak cerita pendek perlu ditingkatkan lagi, karena pada hasil yang dicapai pada pembelajaran yang telah

Windmill Water Flow Top benefited from the force of gravity to the ater entering the turbine blade, so that power is generated not only from the kinetic energy comes

Tabel Hasil Output Uji Multikolinearitas Setelah Mengeluarkan Variabel Pengeluaran