• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Peacebuilding Dalam Perspek docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi Peacebuilding Dalam Perspek docx"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia­ Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dimana, makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah Pengantar Kajian Strategi. Dimana bahan   atau   sumber­sumber   yang   saya   dapatkan   atau   diperoleh,   berasal   dari   sumber­ sumber   yang   baik   dan   terpercaya.   Baik   dari   buku,   referensi,   media   massa,   hingga website. Sehingga kualitas makalah ini sesuai dengan standar penulisan ilmiah. 

Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai   hal.   Oleh   karena   itu   tidak   ada   hal   yang   dapat   diselesaikan   dengan   sangat sempurna. Begitu pula dengan tugas ini. Sehingga saya berharap untuk kritikan dan saran yang membangun terhadap makalah ini.  Dan penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada  Bapak Rizal Aditya, M.Si selaku dosen mata kuliah Pengantar Kajian Strategi yang selalu memberikan pengetahuan baru terhadap penulis sehingga penulis bisa menerapkannya kepada makalah ini. Akhir kata, Penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat dan berguna bagi para pembaca makalah ini. sekian dan terimakasih. 

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Hormat Saya,

Ahmad Idham

(2)

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN...i

KATA PENGANTAR...1

DAFTAR ISI...2

BAB I – PENDAHULUAN...3

1.1 Latar Belakang Masalah...4

1.2 Rumusan Masalah...4

1.3 Tujuan Pembahasan...4

1.4 Manfaat Pembahasan...4

1.5 Sistematika Penulisan...4

BAB II - KERANGKA TEORI...5

BAB III – ISI PEMBAHASAN 3.1 Sejarah Berdirinya Peacebuilding...6

3.2 PBB dan Upaya-Upaya Implementasi Konsep Peacebuilding...7

3.3 Indonesia dan Peacebuilding PBB...9

KESIMPULAN...11

(3)

BAB I PENDAHULUAN

Pada   bulan   Desember   tahun   2005,   Perserikatan   Bangsa­Bangsa   (PBB)   secara resmi membentuk Peacebuilding Commission (PBC) dan Peacebuilding Support Office (PBSO).   Terlepas   dari   perdebatan   bagaimana   kedua   institusi   baru   ini   mampu menjalankan tugasnya secara efektif dalam rangka melakukan koordinasi atas operasi perdamaian PBB di seluruh dunia serta membuat kerangka strategi operasional terbaik bagi   operasi­operasi   tersebut   sebagaimana   yang   dikemukakan   Benner   dan   Rotman1,

setidaknya terdapat dua hal yang patut diperhatikan dari terbentuknya kedua institusi tersebut. 

Pertama, institusionalisasi berbagai aktivitas yang secara kolektif dikenal sebagai peacebuilding  dalam PBB menandai perubahan perspektif PBB dalam mengupayakan terciptanya   perdamaian   di   seluruh   dunia.  Kedua,  perubahan   perspektif   ini   memiliki implikasi terhadap strategi pada level operasional dari misi­misi perdamaian PBB.

Peacebuilding  merupakan   konsep   yang   relatif   baru   dan   masih   terus berkembang serta dikaji secara mendalam oleh para ahli studi sosial hingga saat ini.2

Konsep ini mulai digunakan secara luas oleh masyarakat dan pembuat kebijakan baru pada   awal   dekade   1990an.   PBB   sendiri   misalnya,   mulai   secara   serius   menggunakan konsep ini sejak 1992. Pada tahun tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Boutros­Boutros Ghali   berulangkali   menggunakan   terminologi  peacebuilding  dalam   laporannya   yang berjudul  An Agenda for Peace  dan menegaskan bahwa  peacebuilding  merupakan salah satu fokus penting PBB di masa­masa yang akan datang.3 Apakah implementasi utama

peacebuilding sebagai perspektif baru PBB? Dan apakah implikasinya bagi keterlibatan Negara Indonesia? Tulisan ini akan membahas secara jelas dan sistematis serta menjawab 1 Thorsten Benner, Andrea Binder, Philipp Rotmann, 2008. ‘Doctrine Development in the UN 

Peacebuilding Apparatus: The Case of UN Constabulary Police, 1999­2006. Paper for the 49th Annual  International Studies Association Convention

2 Luc Reychler, and Thania Paffenholz, 2000. Peacebuilding: A Field Guide, Boulder, Co: Lynn Rienner  Publishers.

(4)

dari pertanyaan­pertanyaan tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

1.Apakah impilkasi  peacebuilding  bagi keterlibatan Negara Indonesia dalam misi perdamaian PBB.

1.3. Tujuan Pembahasan

1. Untuk memahami apa saja implikasi peacebuilding bagi keterlibatan Negara Indonesia dalam misi perdamaian PBB.

1.4. Manfaat Penulisan

Pembaca diharapkan dapat mendapat wawasan dan pengetahuan yang lebih ketika membaca makalah yang berjudul Resolusi Konflik : Implementasi Peacebuilding Dalam Perspektif PBB dan Implikasinya Bagi Negara Indonesia.

1.5. Sistematika Penulisan BAB I

Berisikan tentang latar belakang masalah yang terdapat dalam makalah yang berjudul Resolusi Konflik : Implementasi Peacebuilding Dalam Perspektif PBB dan Implikasinya Bagi Negara Indonesia. Beserta rumusan masalah, tujuan pembahasan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan yang akan dijelaskan secara rinci dan teratur.

BAB II

Berisikan kerangka pemikiran sebagai pembuka sebelum memasuki isi dari makalah.

BAB III

Berisikan Isi / Pembahasan dari makalah ini yang membahas tentang Implementasi Peacebuilding Dalam Perspektif PBB dan Implikasinya Bagi Negara Indonesia berserta contoh kasus.

(5)

Berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang ada dimakalah ini.

BAB II

2.1. Kerangka Teori

Konsep  peacebuilding  pada   dasarnya   menggambarkan   perubahan   yang   sangat signifikan   dalam   kaitannya   dengan   penanganan   konflik,   yakni   dari   strategi   yang berorientasi   pada   penanganan   konflik   menjadi   strategi   yang   berorientasi   pada   upaya untuk   membangun   perdamaian.   Berbagai   konflik   yang   berkembang   setelah   Perang Dingin   memiliki   karakter   yang   cenderung   sangat   kompleks,   dan   oleh   karenanya memerlukan   pemahaman   yang   lebih   baik   dan   strategi   yang   lebih   komprehensif. Kompleksitas konflik setelah Perang Dingin tidak dapat dipahami semata­mata sebagai produk dari perbedaan kepentingan ataupun identitas. Seperti yang ditunjukkan oleh Galtung4 misalnya, konflik terjadi karena interaksi dari tiga komponen: kontradiksi

(perbedaan),   sikap   dan   perilaku.   Kompleksitas   konflik   setelah   Perang   Dingin   juga muncul dalam karakternya yang sangat khas, yakni cenderung berkepanjangan, berulang­ ulang   dan   disertai   dengan   kekerasan.   Konflik   dengan   karakter   ini   dikenal   dengan protracted social conflict.  Dan, seperti halnya Galtung,  protracted social conflict  tidak semata­mata disebabkan oleh perbedaan ataupun kontradiksi, melainkan juga oleh upaya­ upaya dari kelompok­kelompok komunal untuk memperjuangkan kebutuhan­kebutuhan dasar mereka seperti keamanan, pengakuan, akses terhadap institusi­institusi politik serta untuk partisipasi ekonomi5 

Di   dunia   akademis,   istilah  peacebuilding  telah   diperkenalkan   sejak   dekade 1970an oleh Galtung, meskipun belum mendapat perhatian yang besar dari para ahli setidaknya hingga akhir 1980an.

(6)

BAB III

3.1. Sejarah Berdirinya Peacebuilding

Setelah usai perang dingin, perhatian dunia internasional lebih ditujukan pada peningkatan   eskalasi   konflik­konflik   internal.   Pergesaran   dari   dominasi   konflik   dua kekuatan   besar   menuju  intra­state   conflict  mendorong   para   penstudi   hubungan internasional untuk memusatkan perhatian pada konflik­konflik internal khususnya pada negara­negara bekas kolonial (conflict in post­colonial states).6  PBB (United Nations)

dalam hal ini mendorong perhatian serius terhadap bantuan­bantuan penyelesaian konflik tanpa   menggunakan   kekuatan   dan   kemampuan   militer   melalui   upaya­upaya peacekeeping    sebagai sebuah usaha untuk mengatasi pelanggaran HAM secara besar­ besaran (Gross violations of human rights)  atau kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity).7 

Upaya   untuk   meredam   konflik,   sebagaimana   tertuang   dalam   konsep   resolusi konflik, pengelolaan konflik ataupun transformasi konflik, bahkan peacebuilding, kerap digunakan untuk menjelaskan ketika konflik  berada  pada tahap eskalasi  maupun de­ eskalasi.   Oleh   sebab   itu,  peacebuilding,  yang   secara   fungsional   merupakan   proses deeskalasi konflik, merupakan upaya berkesinambungan yang merentang di sepanjang waktu,   dengan   tujuan   utama   untuk   mencegah   pecahnya   pertikaian   yang   melibatkan kekerasan atau untuk membangun suasana lebih kondusif untuk damai.

6 Michael E.Brown mendefinisikan konflik internal sebagai “violent or potentially violent political  disputes whose origin can be traced primarily domestic rather than systemic factors,and where armed  violence take place or threaten to take place primarily within the borders of a single state”. Dalam Alexius Jemadu, Konflik Internal dalam konteks politik global kontemporer, dalam Politik Global dalam Teori &  Praktek, Graha Ilmu. Bab V. hal.198­199

(7)

Dilihat   dari   tujuannya,  peacebuilding8 memiliki   dua   tujuan   utama,   yakni   (a) mencegah   terjadinya   kembali   (relapse)   konflik   terbuka   berdimensi   kekerasan   (overt violent conflict) dan (b) membantu proses pemulihan dan mempercepat penyelesaian akar konflik atau membangun perdamaian yang self­sustaining.9 Seperti yang dikatakan oleh Sekjen   PBB   Kofi   Annan,  Post­conflict   peacebuilding  merupakan   “berbagai   kegiatan integral yang dijalankan secara bersamaan diakhir konflik untuk mengkonsolidasikan perdamaian dan mencegah terulangnya konfrontasi bersenjata”.10  Tujuan itu dilakukan

tidak   hanya   dengan   stabilitasi   dan   pemulihan   pasca   konflik,   tetapi   juga   dengan membangun lingkungan yang kondusif bagi upaya menghilangkan akar konflik melalui pembangunan yang berkelanjutan.11

3.2. PBB dan Upaya­Upaya Implementasi Konsep Peacebuilding

Sebagaimana   sempat   secara   singkat   diulas   di   atas,   PBB   telah   memulai menggunakan pendekatan baru dalam misi­misi perdamaian sejak tahun 1992. Komitmen ini semakin jelas setelah Ghali mengelaborasi aplikasi konsep peacebuilding untuk PBB lebih   jauh   dalam   penjelasannya   di  an   Agenda   for   Peace12.  Pada   agenda   ini,   Ghali menegaskan   perlunya   institusionalisasi   misi­misi   perdamaian   PBB   sehingga   aktivitas misi dapat berjalan secara maksimal untuk menciptakan perdamaian di wilayah­wilayah konflik diseluruh dunia. Report United Nation Development Programme atau UNDP pada tahun 1994 yang menjelaskan bahwa terdapat keterkaitan erat antara keberhasilan menciptakan keamanan dengan kesuksesan di bidang pembangunan, demokratisasi serta penjaminan hak asasi manusia semakin memperkuat gaung  peacebuilding  dalam PBB serta pemikiran bahwa usaha penciptaan perdamaian perlu memperhatikan banyak aspek

8 Tujuan­tujuan lain dari Peacebuilding adalah sebagai berikut : a. menciptakan keamanan dan ketertiban  publik; b. membangun kerangka kelembagaan dan politik bagi terwujudnya perdamaian jangka panjang; c.  menjamin keadilan dan penegakan hukum (rule of law); d. mendukung pemulihan psiko­sosial dan trauma  konflik, dan; e. meletakkan dasar sosial­ekonomi bagi terwujudnya perdamaian jangka panjang.

9 Hugh Miall, Oliver Ramsbotham dan Tom Woodhouse, Contemporary Conflict Resolution  (Cambridge:Polity Press, 1999), hal.187­188

(8)

di luar praktek­praktek konvensional yang menitik beratkan pada sisi operasi militer.13

Komitmen   PBB   untuk   mengembangakan   gagasan  peacebuilding  terus dilakukan diawal dekade 2000. Pada tahun 1996, kelompok kerja PBB yang ditugaskan untuk mengevaluasi operasi perdamaian yang dilakukan PBB merekomendasikan adanya perubahan   terhadap   strategi   pelaksanaan  peacebuilding  pada   fase   setelah   konflik, termasuk adanya saran untuk merubah institusi dalam PBB guna meningkatkan efektifitas misi peacebuilding PBB. Setelah beberapa panel dan kelompok kerja PBB secara tegas mendefinisikan apa yang dimaksud dengan peacebuilding serta memberikan saran terkait reformasi misi perdamaian PBB agar selaras dengan konsep  peacebuilding,  maka pada tahun 2001 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan presidential statement yang menggaris bawahi   beberapa   tujuan   dalam   misi  peacebuiilding  PBB,   antara   lain   ‘mendorong pembangunan   berkelanjutan,   pemberantasan   kemiskinan   dan   ketimpangan,   promosi demokrasi,   penghormatan   atas   hak   asasi   manusia   dan   pelaksanaan   hukum   serta pengenalan budaya damai’.14 

Jika dilihat dari cakupan definisi PBB tentang peacebuilding serta perkembangan implementasi konsep peacebuilding dalam misi­misi PBB selama ini seperti ONUMOZ (United Nations Operation in Mozambique) antara tahun 1992­1994 dan SFOR (The Stabilisation Operation) di Bosnia, maka dapat terlihat dengan jelas bahwa perspektif PBB tentang peacebuilding telah bersifat expansive karena menjangkau seluruh tahapan konflik.   Sebagaimana   telah   ditulis   sebelumnya,   konsep  peacebuilding  meski   banyak diartikan sebagai aksi pasca konflik atau setelah suatu kekerasan atau pertikaian berakhir, namun ia juga dapat dipahami sebagai aktivitas yang meliputi kegiatan­kegiatan untuk pencegahan   konflik   (conflict   prevention)   karena   tujuan   akhirnya   yaitu   mencegah terulangnya  kekerasan  terjadi  lagi.  Michael  Pugh15, misalnya,  menulis bahwa  ‘dalam

konteks badan­badan otoritas PBB untuk mendukung perdamaian,  peacebuilding  dapat

13 United Nations Development Programme. 1994. An Agenda for Development. New York: United  Nations

14 Preseidential Statement Dewan Keamanan, 2001.

(9)

dipahami sebagai  “bantuan untuk negara berkembang yang didesain untuk mendukung pembangunan   sosial,   kultural   dan   ekonomi   masyarakat   setempat   serta   kemandirian, dengan memberikan bantuan pemulihan dari perang dan mengurangi atau memberantas peluang terjadi kekerasan dimasa yang akan datang”.

Dengan demikian, karena aktivitas  peacebuilding  memungkinkan dapat dilakukan ketika konflik sedang terjadi terjadi, dapat disimpulkan secara filosofis damai dalam   terma  peacebuilding  bukanlah   lawan   dari   konflik   secara   keseluruhan,   tetapi konflik yang menggunakan cara­cara kekerasan.

3.3.  Indonesia dan Peacebuilding PBB

Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup aktif teribat dalam berbagai misi perdamaian yang dilakukan oleh PBB. Dimulai dengan kontribusi Indonesia dalam misi perdamaian PBB di Mesir dan Congo pada tahun 1957 and 1960, saat ini Indonesia merupakan salah negara yang paling besar menyumbang personel baik militer, polisi maupun sipil dalam berbagai perdamaian PBB serta memiliki komitmen yang sangat besar untuk berkontribusi di masa­masa yang akan datang.16 Oleh karenanya perubahan

strategi   perdamaian   yang   diambil   oleh   PBB   jelas   akan   berimplikasi   pada   kontribusi Indonesia   terhadap   misi­misi   perdamaian   PBB.   Konsep  peacebuilding  tdak   dapat dipungkiri memberikan ruang yang lebih luas bagi Indonesia untuk ikut aktif berperan dalam perdamaian dunia seperti yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945.

Ada alasan yang sangat kuat bagi Indonesia untuk berperan dan berkontribusi dalam perdamaian dunia melalui aktivitas­aktivitas peacebuilding. Konsep peacebuilding yang sangat kompleks dan multidimensional dalam banyak kasus sebenarnya merupakan

(10)

upaya   internasional   dalam   proses  state­building  di   negara­negara   yang   baru   selesai mengalami   perang   saudara.   Kedua   konsep   tersebut   memiliki   banyak   tumpang­tindih dalam berbagai aspek. Sebagai negara yang secara empiris mengalami proses tersebut setelah   merdeka,   Indonesia   jelas   memiliki   kelebihan   untuk   membantu   negara­negara yang tengah memasuki proses tersebut dibandingkan dengan negara­negara lain yang tidak   pernah   menjalani   proses   state­building,   seperti   misalnya   negara­negara   industri maju. Bersama­sama dengan negara­negara berkembang yang lain, makna keterlibatan Indonesia dalam berbagai misi perdamaian PBB di bawah konsep  peacebuilding  tentu sangat signifikan.

Tetapi, konsep peacebuilding juga membuka ruang bagi Indonesia untuk berperan dan berkontribusi lebih luas bagi perdamaian di luar misi­misi perdamaian PBB. Seperti diuraikan di atas, aktivitas dalam peacebuilding seringkali tidak harus menyentuh secara langsung aspek­aspek yang terkait dengan konflik. Aktivitas lain dalam bentuk bantuan atau kerjasama teknis dan pembangunan, misalnya, adalah sarana yang sangat efektif bagi upaya­upaya peacebuilding.

Terlepas   dari   cara   dan   mekanisme   yang   bisa   digunakan   Indonesia   untuk berkontribusi dalam membangun perdamaian dunia, satu hal yang sangat krusial untuk diperhatikan   adalah,   berdasarkan   segitiga  peacebuilding  di   atas,   bahwa   keterlibatan Indonesia dalam upaya­upaya  peacebuilding  jelas akan mempengaruhi dinamika dalam hubungan   antar   kelompok­kelompok   yang   berkonflik   serta   kapasitas   lokal   untuk membangun   atau   menghambat   perdamaian.   Belajar   dari   berbagai   kasus   intervensi internasional dalam upaya penanganan konflik ataupun membangun perdamaian, tidak semua   upaya   yang   bertujuan   positif   menghasilkan   dampak   yang   positif   seperti diharapkan. Apa yang terjadi di Afghanistan, Iraq, dan di negara­negara lain, termasuk, mungkin, Libya, menunjukkan bahwa bantuan internasional justru mempertajam tingkat permusuhan   dalam   masyarakat  dan,   konsekuensinya,   memperlemah  kapasitas  mereka untuk mendorong munculnya pedamaian abadi.

(11)

peacebuilding  bukan   hanya   akan   menghasilkan   kegagalan   dalam   upaya   untuk membangun perdamaian yang lebih besar, tetapi juga membuka ruang bagi munculnya konflik yang mungkin lebih besar. Oleh karena itu, program dan personel yang terlibat dalam  peacebuilding  harus   perlu   dipersiapkan   dengan   serius,   bukan   hanya   dalam kaitannya   dengan   kemampuan   teknis   tetapi   juga   dalam   kaitannya   dengan   integritas personal untuk mampu bekerja dalam konflik berdasar prinsip 'do no harm', yakni sebuah prinsip   yang   menekankan   pada   sensitivitas  seseorang   terhadap   konflik.17  Konkritnya,

peran   Indonesia  yang   lebih  besar,   harus  diimbangi  dengan   upaya  untuk  menyiapkan personal­personal yang memenuhi kualitas tersebut. Hanya dengan melibatkan personal­ personal   dengan   kapasitas   tersebut,   kontribusi   Indonesia   dalam  peacebuilding  akan menjadi lebih bermakna.

KESIMPULAN

Insitusionalisasi peacebuilding dalam PBB menandai pergeseran perspektif dalam upaya untuk membangun perdamaian dunia, dari orientasi pada konflik ke orientasi pada perdamaian. Implikasi dari pergeseran ini adalah meluas dan komprehensifnya aktivitas yang   terkait   dengan   upaya­upaya   untuk   membangun   perdamaian,   yang   sebelumnya dilakukan secara terpisah dan tidak terintegrasi seperti upaya penyelesaian konflik secara damai   (pacific  setlement),  keamanan   kolektif   (collective  security),   peacemaking  and peacekeeping  maupun   pengendalian   dan   perlucutan   persenjataan   (arms  control  dan disarmament). Konsep peacebuilding bukan hanya meliputi tetapi juga melampaui semua upaya tersebut.

Perluasan   aktivitas   untuk   menciptakan   perdamaian   di   bawah   konsep peacebuilding  semakin membuka ruang bagi partisipasi Indonesia untuk berkontribusi dan berperan dalam membangun perdamaian dunia. Indonesia punya alasan kuat untuk memberikan kontribusi besar bagi perdamaian dunia. Tantangan yang dihadapi adalah

(12)

menyiapkan program dan personal yang terlibat dalam berbagai aktivitas peacebuilding.

DAFTAR PUSTAKA

1. Annan, Kofi, 1997, dalam Laporan Sekjen PBB mengenai reformasi, 165 Juli 1997

2. Azar, Edward E., 1990. The Management of Protracted Social Conflict: Theory and  Cases, Dartmouth: Aldershot.

3. Benner, Thorsten, Binder, Andrea, and Rotmann, Philipp, 2008. ‘Doctrine 

Development in the UN Peacebuilding Apparatus: The Case of UN Constabulary Police,  1999­2006. Paper for the 49th Annual International Studies Association Convention

4. Catatan Pribadi Penulis dalam Matakuliah Negosiasi dan Resolusi Konflik.

5. Galtung, Johan, 1969. 'Violence, Peace and Peace Research'. Journal of Peace  Research, 6(3):167­191

6. Ghali, Butros­Butros, 1992. An Ageda for Peace. United Nations.

7. Jemadu, Alexius, Konflik Internal dalam konteks politik global kontemporer, dalam  Politik Global dalam Teori & Praktek, Graha Ilmu. Bab V. hal.198­199.

(13)

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 

http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=10&l=id, diakses 26 april 2015  pukul 22:34

9. Mary B, Anderson1999. Do No Harm: How Aid Can Support Peace – and War.  Boulder, Co.: Lynne Rienner Publishers.

10. Miall, Hugh, Ramsbotham, Oliver, dan Woodhouse, Tom, Contemporary Conflict  Resolution (Cambridge:Polity Press, 1999), hal.187­188.

11. Preseidential Statement Dewan Keamanan, 2001.

12. Pugh, Michael, 1995. ‘Peacebuilding as Developmentalism: Concepts from Disaster  Research. Contemporary Security Policy, 16(3): pp 320­46.

13. Reychler, Luc, and Paffenholz, Thania, 2000. Peacebuilding: A Field Guide, Boulder, Co: Lynn Rienner Publishers.

14. Sukma, Rizal, 2009, Peacebuilding: Arti Penting dan Tujuan, CSIS Jakarta, FGD  Propatria.

Referensi

Dokumen terkait

implementasi pendidikan kewirausahaan dalam perspektif Islam, karena. dalam berwirausahabukan berorientasi pada dunia saja akan tetapi

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan implementasi asas tugas pembantuan dalam pemerintahan desa pada pengelolaan PBB di Desa Gonilan Kecamatan

di kelas dan relasinya dengan pembelajar. Makalah ini akan membahas tentang L) prinsip pokok pengajaran humanistik, 2) implikasi pengajaran humanistik, dan 3) aplikasi

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa wujud implementasi program pembinaan kemandirian narapidana dalam perspektif HAM adalah dengan memperhatikan hak-hak

"Implementasi Hukuman Cambuk Dalam Perspektif Pendidikan Islam".Skripsi, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surabaya,

Faktor pendukung dan penghambat implementasi Amsilati Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Kitab Kuning Bagi Santri Pondok Pesantren Al-Fadl Tegaldlimo Berdasarkan penyajian dan

Pembaca Peneliti berharap hasil penelitian yang dilakukan ini dapat memberi wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat terkait implementasi dan peran pemeriksaan operasional dalam rangka

Implementasi Metode Yanbu‘a dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca al-Qur‘an Santri di Taman Pendidikan al-Qur‘an Hidayatul Mubtadi‘in Desa Grajagan Kecamatan Purwoharjo Kemampuan