KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dimana, makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah Pengantar Kajian Strategi. Dimana bahan atau sumbersumber yang saya dapatkan atau diperoleh, berasal dari sumber sumber yang baik dan terpercaya. Baik dari buku, referensi, media massa, hingga website. Sehingga kualitas makalah ini sesuai dengan standar penulisan ilmiah.
Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan tugas ini. Sehingga saya berharap untuk kritikan dan saran yang membangun terhadap makalah ini. Dan penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Rizal Aditya, M.Si selaku dosen mata kuliah Pengantar Kajian Strategi yang selalu memberikan pengetahuan baru terhadap penulis sehingga penulis bisa menerapkannya kepada makalah ini. Akhir kata, Penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat dan berguna bagi para pembaca makalah ini. sekian dan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Hormat Saya,
Ahmad Idham
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN...i
KATA PENGANTAR...1
DAFTAR ISI...2
BAB I – PENDAHULUAN...3
1.1 Latar Belakang Masalah...4
1.2 Rumusan Masalah...4
1.3 Tujuan Pembahasan...4
1.4 Manfaat Pembahasan...4
1.5 Sistematika Penulisan...4
BAB II - KERANGKA TEORI...5
BAB III – ISI PEMBAHASAN 3.1 Sejarah Berdirinya Peacebuilding...6
3.2 PBB dan Upaya-Upaya Implementasi Konsep Peacebuilding...7
3.3 Indonesia dan Peacebuilding PBB...9
KESIMPULAN...11
BAB I PENDAHULUAN
Pada bulan Desember tahun 2005, Perserikatan BangsaBangsa (PBB) secara resmi membentuk Peacebuilding Commission (PBC) dan Peacebuilding Support Office (PBSO). Terlepas dari perdebatan bagaimana kedua institusi baru ini mampu menjalankan tugasnya secara efektif dalam rangka melakukan koordinasi atas operasi perdamaian PBB di seluruh dunia serta membuat kerangka strategi operasional terbaik bagi operasioperasi tersebut sebagaimana yang dikemukakan Benner dan Rotman1,
setidaknya terdapat dua hal yang patut diperhatikan dari terbentuknya kedua institusi tersebut.
Pertama, institusionalisasi berbagai aktivitas yang secara kolektif dikenal sebagai peacebuilding dalam PBB menandai perubahan perspektif PBB dalam mengupayakan terciptanya perdamaian di seluruh dunia. Kedua, perubahan perspektif ini memiliki implikasi terhadap strategi pada level operasional dari misimisi perdamaian PBB.
Peacebuilding merupakan konsep yang relatif baru dan masih terus berkembang serta dikaji secara mendalam oleh para ahli studi sosial hingga saat ini.2
Konsep ini mulai digunakan secara luas oleh masyarakat dan pembuat kebijakan baru pada awal dekade 1990an. PBB sendiri misalnya, mulai secara serius menggunakan konsep ini sejak 1992. Pada tahun tersebut, Sekretaris Jenderal PBB BoutrosBoutros Ghali berulangkali menggunakan terminologi peacebuilding dalam laporannya yang berjudul An Agenda for Peace dan menegaskan bahwa peacebuilding merupakan salah satu fokus penting PBB di masamasa yang akan datang.3 Apakah implementasi utama
peacebuilding sebagai perspektif baru PBB? Dan apakah implikasinya bagi keterlibatan Negara Indonesia? Tulisan ini akan membahas secara jelas dan sistematis serta menjawab 1 Thorsten Benner, Andrea Binder, Philipp Rotmann, 2008. ‘Doctrine Development in the UN
Peacebuilding Apparatus: The Case of UN Constabulary Police, 19992006. Paper for the 49th Annual International Studies Association Convention
2 Luc Reychler, and Thania Paffenholz, 2000. Peacebuilding: A Field Guide, Boulder, Co: Lynn Rienner Publishers.
dari pertanyaanpertanyaan tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1.Apakah impilkasi peacebuilding bagi keterlibatan Negara Indonesia dalam misi perdamaian PBB.
1.3. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memahami apa saja implikasi peacebuilding bagi keterlibatan Negara Indonesia dalam misi perdamaian PBB.
1.4. Manfaat Penulisan
Pembaca diharapkan dapat mendapat wawasan dan pengetahuan yang lebih ketika membaca makalah yang berjudul Resolusi Konflik : Implementasi Peacebuilding Dalam Perspektif PBB dan Implikasinya Bagi Negara Indonesia.
1.5. Sistematika Penulisan BAB I
Berisikan tentang latar belakang masalah yang terdapat dalam makalah yang berjudul Resolusi Konflik : Implementasi Peacebuilding Dalam Perspektif PBB dan Implikasinya Bagi Negara Indonesia. Beserta rumusan masalah, tujuan pembahasan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan yang akan dijelaskan secara rinci dan teratur.
BAB II
Berisikan kerangka pemikiran sebagai pembuka sebelum memasuki isi dari makalah.
BAB III
Berisikan Isi / Pembahasan dari makalah ini yang membahas tentang Implementasi Peacebuilding Dalam Perspektif PBB dan Implikasinya Bagi Negara Indonesia berserta contoh kasus.
Berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang ada dimakalah ini.
BAB II
2.1. Kerangka Teori
Konsep peacebuilding pada dasarnya menggambarkan perubahan yang sangat signifikan dalam kaitannya dengan penanganan konflik, yakni dari strategi yang berorientasi pada penanganan konflik menjadi strategi yang berorientasi pada upaya untuk membangun perdamaian. Berbagai konflik yang berkembang setelah Perang Dingin memiliki karakter yang cenderung sangat kompleks, dan oleh karenanya memerlukan pemahaman yang lebih baik dan strategi yang lebih komprehensif. Kompleksitas konflik setelah Perang Dingin tidak dapat dipahami sematamata sebagai produk dari perbedaan kepentingan ataupun identitas. Seperti yang ditunjukkan oleh Galtung4 misalnya, konflik terjadi karena interaksi dari tiga komponen: kontradiksi
(perbedaan), sikap dan perilaku. Kompleksitas konflik setelah Perang Dingin juga muncul dalam karakternya yang sangat khas, yakni cenderung berkepanjangan, berulang ulang dan disertai dengan kekerasan. Konflik dengan karakter ini dikenal dengan protracted social conflict. Dan, seperti halnya Galtung, protracted social conflict tidak sematamata disebabkan oleh perbedaan ataupun kontradiksi, melainkan juga oleh upaya upaya dari kelompokkelompok komunal untuk memperjuangkan kebutuhankebutuhan dasar mereka seperti keamanan, pengakuan, akses terhadap institusiinstitusi politik serta untuk partisipasi ekonomi5
Di dunia akademis, istilah peacebuilding telah diperkenalkan sejak dekade 1970an oleh Galtung, meskipun belum mendapat perhatian yang besar dari para ahli setidaknya hingga akhir 1980an.
BAB III
3.1. Sejarah Berdirinya Peacebuilding
Setelah usai perang dingin, perhatian dunia internasional lebih ditujukan pada peningkatan eskalasi konflikkonflik internal. Pergesaran dari dominasi konflik dua kekuatan besar menuju intrastate conflict mendorong para penstudi hubungan internasional untuk memusatkan perhatian pada konflikkonflik internal khususnya pada negaranegara bekas kolonial (conflict in postcolonial states).6 PBB (United Nations)
dalam hal ini mendorong perhatian serius terhadap bantuanbantuan penyelesaian konflik tanpa menggunakan kekuatan dan kemampuan militer melalui upayaupaya peacekeeping sebagai sebuah usaha untuk mengatasi pelanggaran HAM secara besar besaran (Gross violations of human rights) atau kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity).7
Upaya untuk meredam konflik, sebagaimana tertuang dalam konsep resolusi konflik, pengelolaan konflik ataupun transformasi konflik, bahkan peacebuilding, kerap digunakan untuk menjelaskan ketika konflik berada pada tahap eskalasi maupun de eskalasi. Oleh sebab itu, peacebuilding, yang secara fungsional merupakan proses deeskalasi konflik, merupakan upaya berkesinambungan yang merentang di sepanjang waktu, dengan tujuan utama untuk mencegah pecahnya pertikaian yang melibatkan kekerasan atau untuk membangun suasana lebih kondusif untuk damai.
6 Michael E.Brown mendefinisikan konflik internal sebagai “violent or potentially violent political disputes whose origin can be traced primarily domestic rather than systemic factors,and where armed violence take place or threaten to take place primarily within the borders of a single state”. Dalam Alexius Jemadu, Konflik Internal dalam konteks politik global kontemporer, dalam Politik Global dalam Teori & Praktek, Graha Ilmu. Bab V. hal.198199
Dilihat dari tujuannya, peacebuilding8 memiliki dua tujuan utama, yakni (a) mencegah terjadinya kembali (relapse) konflik terbuka berdimensi kekerasan (overt violent conflict) dan (b) membantu proses pemulihan dan mempercepat penyelesaian akar konflik atau membangun perdamaian yang selfsustaining.9 Seperti yang dikatakan oleh Sekjen PBB Kofi Annan, Postconflict peacebuilding merupakan “berbagai kegiatan integral yang dijalankan secara bersamaan diakhir konflik untuk mengkonsolidasikan perdamaian dan mencegah terulangnya konfrontasi bersenjata”.10 Tujuan itu dilakukan
tidak hanya dengan stabilitasi dan pemulihan pasca konflik, tetapi juga dengan membangun lingkungan yang kondusif bagi upaya menghilangkan akar konflik melalui pembangunan yang berkelanjutan.11
3.2. PBB dan UpayaUpaya Implementasi Konsep Peacebuilding
Sebagaimana sempat secara singkat diulas di atas, PBB telah memulai menggunakan pendekatan baru dalam misimisi perdamaian sejak tahun 1992. Komitmen ini semakin jelas setelah Ghali mengelaborasi aplikasi konsep peacebuilding untuk PBB lebih jauh dalam penjelasannya di an Agenda for Peace12. Pada agenda ini, Ghali menegaskan perlunya institusionalisasi misimisi perdamaian PBB sehingga aktivitas misi dapat berjalan secara maksimal untuk menciptakan perdamaian di wilayahwilayah konflik diseluruh dunia. Report United Nation Development Programme atau UNDP pada tahun 1994 yang menjelaskan bahwa terdapat keterkaitan erat antara keberhasilan menciptakan keamanan dengan kesuksesan di bidang pembangunan, demokratisasi serta penjaminan hak asasi manusia semakin memperkuat gaung peacebuilding dalam PBB serta pemikiran bahwa usaha penciptaan perdamaian perlu memperhatikan banyak aspek
8 Tujuantujuan lain dari Peacebuilding adalah sebagai berikut : a. menciptakan keamanan dan ketertiban publik; b. membangun kerangka kelembagaan dan politik bagi terwujudnya perdamaian jangka panjang; c. menjamin keadilan dan penegakan hukum (rule of law); d. mendukung pemulihan psikososial dan trauma konflik, dan; e. meletakkan dasar sosialekonomi bagi terwujudnya perdamaian jangka panjang.
9 Hugh Miall, Oliver Ramsbotham dan Tom Woodhouse, Contemporary Conflict Resolution (Cambridge:Polity Press, 1999), hal.187188
di luar praktekpraktek konvensional yang menitik beratkan pada sisi operasi militer.13
Komitmen PBB untuk mengembangakan gagasan peacebuilding terus dilakukan diawal dekade 2000. Pada tahun 1996, kelompok kerja PBB yang ditugaskan untuk mengevaluasi operasi perdamaian yang dilakukan PBB merekomendasikan adanya perubahan terhadap strategi pelaksanaan peacebuilding pada fase setelah konflik, termasuk adanya saran untuk merubah institusi dalam PBB guna meningkatkan efektifitas misi peacebuilding PBB. Setelah beberapa panel dan kelompok kerja PBB secara tegas mendefinisikan apa yang dimaksud dengan peacebuilding serta memberikan saran terkait reformasi misi perdamaian PBB agar selaras dengan konsep peacebuilding, maka pada tahun 2001 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan presidential statement yang menggaris bawahi beberapa tujuan dalam misi peacebuiilding PBB, antara lain ‘mendorong pembangunan berkelanjutan, pemberantasan kemiskinan dan ketimpangan, promosi demokrasi, penghormatan atas hak asasi manusia dan pelaksanaan hukum serta pengenalan budaya damai’.14
Jika dilihat dari cakupan definisi PBB tentang peacebuilding serta perkembangan implementasi konsep peacebuilding dalam misimisi PBB selama ini seperti ONUMOZ (United Nations Operation in Mozambique) antara tahun 19921994 dan SFOR (The Stabilisation Operation) di Bosnia, maka dapat terlihat dengan jelas bahwa perspektif PBB tentang peacebuilding telah bersifat expansive karena menjangkau seluruh tahapan konflik. Sebagaimana telah ditulis sebelumnya, konsep peacebuilding meski banyak diartikan sebagai aksi pasca konflik atau setelah suatu kekerasan atau pertikaian berakhir, namun ia juga dapat dipahami sebagai aktivitas yang meliputi kegiatankegiatan untuk pencegahan konflik (conflict prevention) karena tujuan akhirnya yaitu mencegah terulangnya kekerasan terjadi lagi. Michael Pugh15, misalnya, menulis bahwa ‘dalam
konteks badanbadan otoritas PBB untuk mendukung perdamaian, peacebuilding dapat
13 United Nations Development Programme. 1994. An Agenda for Development. New York: United Nations
14 Preseidential Statement Dewan Keamanan, 2001.
dipahami sebagai “bantuan untuk negara berkembang yang didesain untuk mendukung pembangunan sosial, kultural dan ekonomi masyarakat setempat serta kemandirian, dengan memberikan bantuan pemulihan dari perang dan mengurangi atau memberantas peluang terjadi kekerasan dimasa yang akan datang”.
Dengan demikian, karena aktivitas peacebuilding memungkinkan dapat dilakukan ketika konflik sedang terjadi terjadi, dapat disimpulkan secara filosofis damai dalam terma peacebuilding bukanlah lawan dari konflik secara keseluruhan, tetapi konflik yang menggunakan caracara kekerasan.
3.3. Indonesia dan Peacebuilding PBB
Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup aktif teribat dalam berbagai misi perdamaian yang dilakukan oleh PBB. Dimulai dengan kontribusi Indonesia dalam misi perdamaian PBB di Mesir dan Congo pada tahun 1957 and 1960, saat ini Indonesia merupakan salah negara yang paling besar menyumbang personel baik militer, polisi maupun sipil dalam berbagai perdamaian PBB serta memiliki komitmen yang sangat besar untuk berkontribusi di masamasa yang akan datang.16 Oleh karenanya perubahan
strategi perdamaian yang diambil oleh PBB jelas akan berimplikasi pada kontribusi Indonesia terhadap misimisi perdamaian PBB. Konsep peacebuilding tdak dapat dipungkiri memberikan ruang yang lebih luas bagi Indonesia untuk ikut aktif berperan dalam perdamaian dunia seperti yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945.
Ada alasan yang sangat kuat bagi Indonesia untuk berperan dan berkontribusi dalam perdamaian dunia melalui aktivitasaktivitas peacebuilding. Konsep peacebuilding yang sangat kompleks dan multidimensional dalam banyak kasus sebenarnya merupakan
upaya internasional dalam proses statebuilding di negaranegara yang baru selesai mengalami perang saudara. Kedua konsep tersebut memiliki banyak tumpangtindih dalam berbagai aspek. Sebagai negara yang secara empiris mengalami proses tersebut setelah merdeka, Indonesia jelas memiliki kelebihan untuk membantu negaranegara yang tengah memasuki proses tersebut dibandingkan dengan negaranegara lain yang tidak pernah menjalani proses statebuilding, seperti misalnya negaranegara industri maju. Bersamasama dengan negaranegara berkembang yang lain, makna keterlibatan Indonesia dalam berbagai misi perdamaian PBB di bawah konsep peacebuilding tentu sangat signifikan.
Tetapi, konsep peacebuilding juga membuka ruang bagi Indonesia untuk berperan dan berkontribusi lebih luas bagi perdamaian di luar misimisi perdamaian PBB. Seperti diuraikan di atas, aktivitas dalam peacebuilding seringkali tidak harus menyentuh secara langsung aspekaspek yang terkait dengan konflik. Aktivitas lain dalam bentuk bantuan atau kerjasama teknis dan pembangunan, misalnya, adalah sarana yang sangat efektif bagi upayaupaya peacebuilding.
Terlepas dari cara dan mekanisme yang bisa digunakan Indonesia untuk berkontribusi dalam membangun perdamaian dunia, satu hal yang sangat krusial untuk diperhatikan adalah, berdasarkan segitiga peacebuilding di atas, bahwa keterlibatan Indonesia dalam upayaupaya peacebuilding jelas akan mempengaruhi dinamika dalam hubungan antar kelompokkelompok yang berkonflik serta kapasitas lokal untuk membangun atau menghambat perdamaian. Belajar dari berbagai kasus intervensi internasional dalam upaya penanganan konflik ataupun membangun perdamaian, tidak semua upaya yang bertujuan positif menghasilkan dampak yang positif seperti diharapkan. Apa yang terjadi di Afghanistan, Iraq, dan di negaranegara lain, termasuk, mungkin, Libya, menunjukkan bahwa bantuan internasional justru mempertajam tingkat permusuhan dalam masyarakat dan, konsekuensinya, memperlemah kapasitas mereka untuk mendorong munculnya pedamaian abadi.
peacebuilding bukan hanya akan menghasilkan kegagalan dalam upaya untuk membangun perdamaian yang lebih besar, tetapi juga membuka ruang bagi munculnya konflik yang mungkin lebih besar. Oleh karena itu, program dan personel yang terlibat dalam peacebuilding harus perlu dipersiapkan dengan serius, bukan hanya dalam kaitannya dengan kemampuan teknis tetapi juga dalam kaitannya dengan integritas personal untuk mampu bekerja dalam konflik berdasar prinsip 'do no harm', yakni sebuah prinsip yang menekankan pada sensitivitas seseorang terhadap konflik.17 Konkritnya,
peran Indonesia yang lebih besar, harus diimbangi dengan upaya untuk menyiapkan personalpersonal yang memenuhi kualitas tersebut. Hanya dengan melibatkan personal personal dengan kapasitas tersebut, kontribusi Indonesia dalam peacebuilding akan menjadi lebih bermakna.
KESIMPULAN
Insitusionalisasi peacebuilding dalam PBB menandai pergeseran perspektif dalam upaya untuk membangun perdamaian dunia, dari orientasi pada konflik ke orientasi pada perdamaian. Implikasi dari pergeseran ini adalah meluas dan komprehensifnya aktivitas yang terkait dengan upayaupaya untuk membangun perdamaian, yang sebelumnya dilakukan secara terpisah dan tidak terintegrasi seperti upaya penyelesaian konflik secara damai (pacific setlement), keamanan kolektif (collective security), peacemaking and peacekeeping maupun pengendalian dan perlucutan persenjataan (arms control dan disarmament). Konsep peacebuilding bukan hanya meliputi tetapi juga melampaui semua upaya tersebut.
Perluasan aktivitas untuk menciptakan perdamaian di bawah konsep peacebuilding semakin membuka ruang bagi partisipasi Indonesia untuk berkontribusi dan berperan dalam membangun perdamaian dunia. Indonesia punya alasan kuat untuk memberikan kontribusi besar bagi perdamaian dunia. Tantangan yang dihadapi adalah
menyiapkan program dan personal yang terlibat dalam berbagai aktivitas peacebuilding.
DAFTAR PUSTAKA
1. Annan, Kofi, 1997, dalam Laporan Sekjen PBB mengenai reformasi, 165 Juli 1997
2. Azar, Edward E., 1990. The Management of Protracted Social Conflict: Theory and Cases, Dartmouth: Aldershot.
3. Benner, Thorsten, Binder, Andrea, and Rotmann, Philipp, 2008. ‘Doctrine
Development in the UN Peacebuilding Apparatus: The Case of UN Constabulary Police, 19992006. Paper for the 49th Annual International Studies Association Convention
4. Catatan Pribadi Penulis dalam Matakuliah Negosiasi dan Resolusi Konflik.
5. Galtung, Johan, 1969. 'Violence, Peace and Peace Research'. Journal of Peace Research, 6(3):167191
6. Ghali, ButrosButros, 1992. An Ageda for Peace. United Nations.
7. Jemadu, Alexius, Konflik Internal dalam konteks politik global kontemporer, dalam Politik Global dalam Teori & Praktek, Graha Ilmu. Bab V. hal.198199.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=10&l=id, diakses 26 april 2015 pukul 22:34
9. Mary B, Anderson1999. Do No Harm: How Aid Can Support Peace – and War. Boulder, Co.: Lynne Rienner Publishers.
10. Miall, Hugh, Ramsbotham, Oliver, dan Woodhouse, Tom, Contemporary Conflict Resolution (Cambridge:Polity Press, 1999), hal.187188.
11. Preseidential Statement Dewan Keamanan, 2001.
12. Pugh, Michael, 1995. ‘Peacebuilding as Developmentalism: Concepts from Disaster Research. Contemporary Security Policy, 16(3): pp 32046.
13. Reychler, Luc, and Paffenholz, Thania, 2000. Peacebuilding: A Field Guide, Boulder, Co: Lynn Rienner Publishers.
14. Sukma, Rizal, 2009, Peacebuilding: Arti Penting dan Tujuan, CSIS Jakarta, FGD Propatria.