• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Politik Partai Gerindra Kota Medan Pada Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus: Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Tahun 2015)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan Politik Partai Gerindra Kota Medan Pada Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus: Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Tahun 2015)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pemilihan kepala daerah (Pemilukada) secara langsung merupakan sistem baru dalam

praktek ketatanegaraan di Indonesia. Penerapan pemilihan kepala daerah langsung merupakan salah

satu akibat dari perubahan politik yang terjadi di Indonesia. Tujuan utamanya adalah pengambilan

kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin dalam Negara, baik presiden dan kepala daerah provinsi

serta kabupaten/kota.

Dengan lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan peraturan

pemerintah (PP) No.6 Tahun 2005 tentang tata cara pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan

pemberhentian kepala daerah, merupakan landasan hukum bagi pelaksanaan pemilihan kepala

daerah secara langsung.1 Melalui pemilihan kepala daerah langsung berarti mengembalikan hak-hak dasar masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam proses politik dalam rangka rekrutmen politik

lokal secara demokrasi.2 Rakyat memiliki kedaulatan penuh atas hak politiknya dalam memilih

pemimpin mereka. Semangat pemilihan kepala daerah secara langsung adalah memberikan ruang

yang luas bagi partisipasi politik masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan aspirasi

dan kebutuhan di daerah masing-masing sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dari pemerintah

nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada umumnya.3

Tahun 2005, merupakan awal perubahan besar terjadi, dimana untuk pertamakalinya Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dipilih secara langsung oleh rakyat. Peristiwa ini menandai

babakan baru dalam sejarah politik daerah di Indonesia. Adapun pemilihan umum Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah secara langsung diatur dalam UU No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah

1

Daniel.S.Slossa. 2005. Mekanisme Persyaratan dan Tata Cara Pemilukada Secara Langsung, Yogjakarta: Media Presindo. hal. 9

2

Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Widia Sarana. hal. 131 3

(2)

Pasal 56. Dalam Pasal 56 ayai (1) dikatakan : “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam

satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur dan adil.”

Demokrasi di tingkat lokal mulai mekar, dimana pada tahun 2005 untuk pertama kalinya

dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia digelar perhelatan akbar “Pemilihan Umum Kepala

Daerah Langsung”, baik gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati maupun walikota dan

wakil walikota. Pemilukada langsung merupakan hasil kerja keras dalam perwujudan demokrasi,

walaupun banyak hal yang menjadi konsekuensinya seperti biaya yang besar, energi, waktu, pikiran

dan lain sebagainya. Namun, keberhasilan pemilukada untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang

murni secara demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat sangat tergantung pada sikap

kritisme dan rasionalitas rakyat sendiri.4

Berdasarkan UU No. 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, pemilihan umum Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah (pemilukada) juga dimasukkan sebagai bagian dari kategori pemilu.

Pemilihan umum Kepala Daerah langsung merupakan suatu capaian yang baik dalam proses

demokrasi di Indonesia. Melalui pemilihan umum Kepala Daerah langsung berarti mengembalikan

hak – hak masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam proses politik dalam rangka rekrutmen

politik lokal secara demokrasi.5

Salah satu sisi lain yang perlu dicermati dari Pemilukada adalah rekrutmen calon kepala

daerah yang dilakukan partai politik menjelang Pemilukada. Partai politik merupakan salah satu jalur

pencalonan kepala daerah. Hal ini ditegaskan dalam revisi ke-2 UU No. 32 tahun 2004 pasal 56 ayat

(2) bahwa “Pasangan calon diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan

yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan.”

Sehingga hal ini semakin memajukan demokrasi ditingkat lokal

karena masyarakat lokal akan memilih sendiri siapakah calon pemimpinnya atau yang mewakilinya

di daerah.

4

(3)

Selain itu partai politik meyakini bahwa ada perbedaan karakteristik antara pemilihan kepala daerah langsung (pemilukadasung) dengan pemilihan umum (pemilu) legislatif. Dalam Pemilu Legislatif, pemilih memilih partai politik, sementara dalam Pemilukada pemilih memilih orang (kandidat). Dalam Pemilukadasung, kandidat yang mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli berasal dari partai mana. Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya tahap rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik .6

Pertama, sebagai kata kunci awal di dalam memperebutkan kekuasaan eksekutif di masing-masing daerah. Setidaknya, arena eksekutif inilah nantinya bisa menjadi mesin yang ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi-visi politik masing-masing partai politik. Kedua, sebagai peluang bagi partai politik dalam proses pembelajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai politik yang selama proses Pemilukada cenderung mendorong para kadernya untuk maju sebagai kandidat. Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.

Partai politik sebagai ikon utama demokrasi merupakan organisasi yang berkecimpung

dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan untuk menaklukkan kekuasaan atau mengambil

bagian dalam pelancaran kekuasaan. Untuk itu kemenangan dalam Pemilukada penting untuk

diperoleh sebagai pencapaian tujuan partai politik. Ahmad Nyarwi mengemukakan bahwa makna

penting kemenangan Pemilukada bagi partai politik, yaitu :

7

Selanjutnya partai politik dan gabungan partai politik memproses bakal calon melalui

mekanisme yang demokratis dan transparan. Maka tentunya setiap partai politik memiliki suatu Dalam pencalonan kepala daerah tidak semua partai politik dapat mengajukan calonnya. Hal

ini dapat kita lihat dalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal 59 ayat (2) yang menggariskan bahwa : “Partai

politik atau gabungan partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi

persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 % dari jumlah kursi DPRD atau 15 % dari akumulasi

perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan“.

6

Eriyanto, Pemilukada dan Penguasaan Partai Politik, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007,

7

Ahmad Nyarwi, Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007,

(4)

sistem atau mekanisme pencalonan kepala daerah. Pelaksanaan pemilukada bermuara pada

pemilihan kepala daerah yang dapat menjalankan tugas sebagai kepala daerah dengan baik hingga

harapan terbentuknya good governance benar-benar terwujud. Partai politik sebagai salah satu

pintu bagi pencalonan tersebut tentunya memiliki peranan dan kepentingan partai dalam setiap

proses pelaksanaan pemilukada. Oleh karenanya proses perekrutan yang dilakukan partai politik

tersebut sangat menentukan bagi partai itu sendiri.

Seleksi partai politik sangatlah menentukan sosok calon kepala daerah yang tampil dan akan

dipilih oleh rakyat. Hal ini menjadikan kehendak partai politik lebih dominan dan belum tentu sama

dengan kehendak konstituen pada umumnya. Selama ini proses internal partai politik cenderung

tertutup dari keterlibatan konstituen secara langsung. Persaingan elit partai lebih dominan sehingga

kerap kali mengabaikan proses rekrutmen yang terbuka dan memberi kesempatan potensial di luar

partai untuk berpartisipasi8

Partai politik adalah juga salah satu prasyarat dari terwujudnya demokrasi. Adanya partai

politik yang berfungsi maksimal dan efektif sebagai wadah aspirasi politik masyarakat dan sebagai

media untuk melakukan bargaining kebijakan dengan negara (pemerintah) karena itu sebagian

pihak menilai yang paling penting barangkali bukan mempersoalkan mengenai keberadaan parpol .

Pada dasarnya peran partai politik dalam pemilukada adalah sebagai kendaraan. Sesuai

ketentuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 56, setiap kontestan pemilukada diwajibkan

memakai kendaraan berupa partai politik dan gabungan parpol. Kendaraan ini tidak hanya berfungsi

sebagai alat untuk masuk arena, melainkan juga sebagai mesin yang bekerja untuk mengumpulkan

dukungan rakyat. Calon yang belum dikenal publik, mereka harus berusaha keras mendekati publik,

memperkenalkan diri, visi misi, program aksi ke publik. Usaha keras ini membutuhkan dukungan

kekuatan mesin politik. dalam mengambil hati rakyat juga diperlukan dalam meraih kekuasaan.

8

(5)

secara fisik di suatu negara. Demi terwujudnya demokrasi dan tersalurkannya aspirasi publik, justru

yang jauh lebih penting adalah menguak kinerja dan efektifitas fungsi parpol jelas tidak bisa

dilepaskan dari berdirinya parpol itu sebagai suatu kebutuhan politik masyarakat. Asal usul secara

historis dan berbagai aspek kesejarahan yang lain, terutama perkembangan politik di Indonesia di

masa Orde Lama, Orde Baru dan reformasi perlu mendapat sorotan agar analisis atas kinerja dan

prilaku partai politik bisa didahulukan secara menyeluruh.

Partai Politik berproses untuk dapat berkuasa, dan dengan demikian memimpin proses

pengambilan kebijakan publik. Hal ini mengharuskan partai politik untuk mempersiapkan

calon-calon pemimpin yang diharapkan mampu mengatur jalannya pemerintahan. Dalam proses internal

partai itulah, salah satu fungsi partai politik urgen untuk dibahas, yakni fungsi perkaderan. Proses

pematangan kader untuk mampu memimpin, baik dalam konteks pemerintahan lokal maupun

nasional, itulah yang perlu mendapat sorotan tajam, khususnya mengenai partai-partai di Indonesia.

Dalam kenyataan Indonesia pasca kemerdekaan, dapat diakatakan adanya kegagalan partai politik

dalam melahirkan kepemimpinan yang berkualitas.9

9Ibid.,

hal, 105

Pola kaderisasi yang masih setengah hati,

serampangan, dan miskin konsep seolah menjadi identitas yang tepat bagi keseriusan pembangunan

sumber daya manusia dalam sebuah partai.

Salah satu partai politik yang harus menjalankan proses tersebut di atas adalah Partai

Gerindra. Partai Gerakan Indonesia Raya adalah salah satu partai politik di Indonesia yang telah

malang melintang di kancah perpolitikan nasional. Sebagai salah satu contohnya adalah pada

perhelatan Pemilukada Walikota dan wakil Walikota Medan tahun 2015 Partai Gerindra yang

berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Hanura, dengan mengusung pasangan calon Ramadhan

Pohan – Eddi Kusuma bersanding dengan kontestan lainnya yakni pasangan Dzulmi Eldin dan Akhyar

(6)

Dari hasil perolehan suara Pemilukada yang telah dilakukan tersebut, pasangan yang diusung

oleh Partai Gerindra dan Demokrat yakni Ramadhan Pohan – Eddi Kusuma mengalami kekalahan,

dan banyak kalangan yang menyatakan bahwa kekalahan itu adalah kekalahan telak Partai Gerindra

dalam Pemilukada. Pasangan tersebut hanya memperoleh 136.817 Suara (28,32%) sementara itu

pasangan Dzulmi Eldin – Akhyar Nasution memperoleh 346.308 Suara (71,68%). Hasil ini memang

sangat mengejutkan banyak pihak terutama dari kalangan Gerindra, namun ada hal yang signifikan

yang membuat begitu telaknya kekalahan Partai Gerindra. Hal tersebut adalah tidak tepatnya

penetapan calon yang diusung oleh Partai Gerindra dalam Pemilukada Kota Medan tersebut.

Dalam proses mekanisme penjaringan calon kepala daerah yang dilakukan DPC Partai

Gerindra Kota Medan, terdapat tiga nama calon yang masuk, yakni Ikhwan Ritonga, sofyan Tan dan

Eddi Kesuma. Ikhwan Ritonga dan Sofyan Tan adalah kader Partai Gerindra yang yang merupakan

putra daerah asli Kota Medan yang telah lama berkecimpung di perpolitikan Kota Medan. Sedangkan

Eddi Kesuma adalah kader Partai Gerindra yang bukan merupakan putra daerah Kota Medan dan

lebih banyak berkecimpung pada organisasi kemasyarakatan di Jakarta.

Dalam penetapan akhir calon yang akan diusung, DPP Partai Gerindra membuat keputusan

yang mengejutkan yaitu mendukung pasangan Ramadhan Pohan dan Eddi Kesuma sebagai calon

walikota dan calon wakil walikota yang akan diusung Partai Gerindra pada Pemilukada Kota Medan

Tahun 2015. Keputusan ini memang agak menimbulkan sedikit resistensi. Pencalonan calon kepala

daerah yang merupakan keputusan dari pusat merupakan sebuah fenomena yang menarik sebab

sebenarnya masyarakat Kota Medan lebih mengenal serta menginginkan sosok Ikhwan Ritonga atau

Sofyan Tan dibandingkan dengan Eddi Kesuma untuk maju sebagai calon walikota dari Partai

Gerindra. Tentunya sebagai Partai Politik yang baik mampu mendengarkan aspirasi dari masyarakat

dan konstituennya dalam menentukan pasangan calon yang maju dalam Pemilukada, dan hal itu

memang dipertegas oleh kader dan pengurus Partai Gerindra lainnya bahwa hal tersebutlah yang

(7)

menimbulkan pertanyaan terhadap proses penjaringan calon kepala daerah yang dilakukan oleh

Partai Gerakan Indonesia Raya.

Hal inilah yang menarik penulis untuk melakukan kajian terhadap “Mekanisme Penjaringan Calon Kepala Daerah Dalam Pemilukada Kota Medan Tahun 2015” (Studi Kasus DPC Partai Gerindra Kota Medan).

2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan

studi ini adalah :

1. Bagaimana proses penjaringan calon walikota dan wakil walikota yang di lakukan oleh Partai Gerindra ?

2. Mengapa Partai Gerindra lebih memilih mengusung calon walikota yang bukan berasal dari Kota Medan ?

3. Batasan Masalah

Dalam melakukan penilitian ini penulis perlu membuat pembatasan masalah terhadap masalah

yang akan di bahas, agar hasil penelitian yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang ingin

dicapai, yang akan membuat sebuah karya tulis yang sistematis dan tidak melebar. Maka batasan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1.

Mekanisme penjaringan calon kepala daerah dari Partai Gerindra.

2.

Alasan Partai Gerindra tidak mencalonkan kadernya yang putra daerah.

4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

(8)

b. Untuk mengetahui penyebab Partai Gerindra tidak mencalonkan kadernya yang putra

daerah dan lebih populer sebagai walikota.

2.

Manfaat Penelitian

Dalam Penelitian ada tiga jenis manfaat penelitian, yaitu :

a. Manfaat bagi penulis

Manfaat penelitian ini bagi penulis dapat menambah wawasan dan pengalaman

berharga dalam kapasitas kemampuan, dan kontribusi penulis untuk melihat bagaimana

sebenarnya partai politik melakukan proses rekrutmen calon kepala daerah. Penelitian

ini juga bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah

khususnya tentang studi partai politik.

b. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar hasil penelitian ini menjadi masukan yang

berguna bagi partai politik pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

c. Manfaat akademis

Manfaat akademis dari penelitian ini adalah untuk memperkaya penelitian di bidang

partai politik dan pemilukada.

5.

Kerangka Teori

Penggunaan teori dalam sebuah penelitian sangatlah perlu sebagai landasan untuk

menyelesaikan masalah. Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolah atau landasan berfikir

(9)

yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan

di soroti.10

Menurut Khoiruddin dengan mengutip Lapalombara dan Weiner serta Maurice Duverger.

Ada tiga jenis krisis yang mendorong kemunculan partai, yaitu

Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

5.1 Partai Politik

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasanya

gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu deperhitungkan sebagai pelaku dalam proses

politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penggabungan

antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai politik pada umumnya dianggap

sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang berjalan dalam

proses memodrenisasikan diri. Maka dari itu, dewasa ini di negara-negara baru pun partai sudah

menjadi lembaga politik yang biasa di jumpai.

11

1.

Krisis legitimasi, seiring dengan modernisasi di Eropa dimana terjadi

perubahan-perubahan yang besar, termasuk di dalamnya adalah tuntutan

perubahan otoritas yang dimiliki oleh kerajaan yang feodal. Masyarakat,

terutama kalangan menengah, borjuis, tidak lagi memandang penguasa

memiliki legitimasi. Parpol didirikan sebagai upaya untuk mencari pemimpin

yang memiliki otoritas dan legitimasi. Adapun keterkaitan antara berdirinya

partai dengan upaya memperbaiki krisis legitimasi ini adalah karena terdapat

kecenderungan perubahan dasar legitimasi yang sebelumnya legitimasi berasal

dari pihak paling atas yaitu kerjaan, maka pada perkembangannya legitimasi

:

10

Bagong Suyanto dan Sakinah. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Kencana. hal 39-40 11

(10)

datang dari bawah (masyarakat). Dengan demikian partai politik merupakan

instrumen kelas menengah untuk memperoleh dukungan dari bawah;

2.

Krisis integritas. Hal ini dimulai ketika modernisasi di Eropa juga

menimbulkan ancaman berupa disintegrasi wilayah. Kemunculan partai politik

dimaksudkan untuk mengatasi krisis integrasi, terutama apa bila partai politik

memiliki basis dukungan yang lintas wilayah; dan

3.

Krisis partisipasi. Hal ini telah membawa perubahan-perubahan besar di

bidang sosial, ekonomi dan sistem stratifikasi. Akibatnya penguasa yang

sudah kehilangan legitimasi juga kehilangan partisipasi masyarakat. Melalui

partai politik, rakyat bisa lebih berperan didalam penentuan kabijakan negara.

Di negara-negara yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat

mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak turut untuk menentukan siapa-siapa yang akan

menjadi menjadi pemimpin yang nantinya menentukan kebijakan umum. Di negara-negara totaliter

gagasan mengenai partisipasi rakyat didasari pada pandangan elite politiknya bahwa rakyat perlu

dibimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai tujuan itu, partai

politik merupakan alat yang baik.

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir

yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok

ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik12

Pengertian partai politik juga mengarah kepada perkumpulan orang-orang yang seasas,

sehaluan, setujuan di dalam bidang politik. Baik yang berdasarkan partai massa, yaitu partai politik

yang mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggotanya .

13

12

Miriam Budiardjo, Op.Cit., hal. 161.

(11)

Selain kedua defenisi diatas banyak ragam pengertian partai politik, berikut disampaikan

beberapa definisi mengenai partai politik dari beberapa pakar politik :

a. Menurut Carl J. Friedrich

Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabildengan tujuan

merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan

partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya

kemamnfaatan baik idealisme maupun kekayaan material.

b. Menurut Roger.H. Soltau

Partai politik adalah sekumpulan warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang

bertindak sebagai satu kesatuan politik dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk

memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan melakukan kebijakan mereka sendiri.

c. Menurut Sigmund Neuman

Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif

dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai

kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan

beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. 14

1. They are groups of people-whom labels, are generally applied by both themselves and

others. (berwujud kelompok-kelompok masyarakat yang beridentitas)

Selain menurut pakar diatas, dengan cara yang berbeda Austin Renney tidak membuat suatu

batasan konseptual tentang partai politik dalam satu definisi, tetapi melihatnya lebih luas melalui

karakteristik-karakteristik fundamental, yang setidaknya dimiliki oleh organisasi bernama partai

politik, yaitu :

14

(12)

2. Some of people are organized,-that is, tey deliberately act together to achieve party goals.

(terdiri dari beberapa orang yang terorganisasi, yang dengan sengaja bertindak

bersama-sama untuk mencapai tujuan-tujuan partai)

3. The larger society recognizes as legitimate the right of parties to organize and promote their

causes. (masyarakat mengakui partai politik memiliki legitimasi berupa hak-hak untuk

mengorganisasikan dan mengembangkan diri mereka)

4. In some of their goal-promoting activities, parties work through the mechanism of

representative government. (beberapa tujuannya diantaranya mengembangkan

aktivitas-aktivitas, partai bekerja melalui mekanisme-mekanisme “pemerintahan yang mencerminkan

pilihan rakyat”)

5. A key activity of parties is thus selecting candidates for elective public office. (aktivitas partai

politik ini adalah menyeleksi kandidat untuk jabatan publik). 15

setelah mengacu karakteristik pada partai politik selanjutnya dapat dilihat bahwa ada

beberapa fungsi dari partai politik. Fungsi sering diartikan sebagai perbuatan, kegiatan atau

pengaruh. Robert K. Merton (1968) mendefinisikan fungsi sebagai akibat yang dapat diamati yang

menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem sosial. Fungsi bersifat netral sehingga fungsi

dapat mengalami disfungsi, oleh karena itu Merton membagi dua jenis fungsi, yaitu fungsi manifes

dan fungsi laten.16

Sebagai sarana komunikasi, partai sebagai wadah dalam menyampaikan segala aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga aspirasi itu dapat menjadi suatu kebijakan umum yang dapat menjadi solusi atas berbagai

Fungsi manifes merupakan fungsi yang dirumuskan secara eksplisit dan tegas,

sedangkan fungsi laten tidak secara tegas dirumuskan, tetapi perasaan atau tingkah lakunya dapat

diketahui yang kemudian dijalankan dalam sistem sosial.

Partai politik sebagai salah satu infrastruktur dalam sistem politik mempunyai beberapa

fungsi, yaitu :

15

(13)

permasalahan yang terjadi di masyarakat; sebagai sarana sosialisasi politik, sosialisasi politik adalah suatu proses yang dilalui sesorang dalam memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang ada dalam masyarakat tempat orang itu berada. Sosialisasi juga mencakup proses penyampaian norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lainnya. Sosialisasi politik berperan mengembangkan serta memperkuat sikap politik di kalangan warga masyarakat unutk menjalankan peran-peran politik tertentu; sebagai sarana rekrutmen politik,

fungsi rekrutmen politik merupakan fungsi penyeleksian rakyat unutk kegiatan politik dan jabatan pemerintah melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu atau sebagainya. Fungsi rekrutmen politik ini juga disebut sebagai fungsi seleksi kepemimpinan. Seleksi kepemimpinan dalam suatu struktur politik dilakukan secara terencana dan teratur sesuai dengan kaidah/norma-norma yang ada serta harapan dalam masyarakat; sebagai pengatur konflik,dalam suasana demokrasi, persaingan atau perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar, jika terjadi konflik, partai politik berusaha untuk mengatasinya.”17

Dapat disimpulkan bahwa fungsi partai politik adalah menjadi penghubung antara

pemerintah dan rakyatnya serta memberikan pendidikan politik terhadap masyarakat. Dari fungsi

partai politik ini kita dapat memberikan penilaian terhadap kinerja partai politik apakah ada

hubungan antara janji politiknya dengan kebijakan publik yang dihasilkannya. Meskipun demikian

fungsi utama partai politik menurut Ramlan Surbakti ialah “mencari dan mempertahankan

kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu.”18 Hal yang sama dikemukakan oleh Monte Palmer dimana partai politik di negara berkembang berfungsi

untuk menyediakan dukungan basis massa yang stabil, sarana, dan memelihara integrasi dan

mobilisasi, dan memelihara kelangsungan kehidupan politik.19

Dalam partai politik ada sebuah sistem kepartaiaan dimana digunakan untuk mengetahui

bagai mana cara partai itu berjalan. Sistem kepartaian adalah pola perilaku dan interaksi di antara

sejumlah partai politik dalam sebuah sistem politik. Maurice Duverger20

17

Miriam Budiardjo, Op.Cit.,hal. 163-164. 18

Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Grasindo. hal. 116. 19

Koiruddin, op. cit., hal. 86. 20

Miriam Budiardjo, Op.Cit.,hal. 167.

dalam bukunya yang

(14)

tunggal, sistem dwi partai, dan sistem multi partai. Penggolongan sistem kepartaian berdasarkan

jumlah partai dapat dikemukakan seperti berikut. Bentuk partai tunggal (totaliter, otoriter dan

dominan), sistem dua partai dominan dan bersaing dan sistem multi partai. Dalam negara yang

menerapkan bentuk partai tunggal totaliter terdapat satu partai yang tak hanya memegang kendali

atas militer dan pemerintahan, tetapi juga menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat. Partai

tunggal totaliter biasanya merupakan partai doktriner dan diterapkan di negara-negara komunis dan

fasis.

Bentuk partai tunggal otoriter ialah suatu sistem partai yang di dalamnya terdapat lebih dari

satu partai besar yang digunakan oleh penguasa sebagai alat untuk memobilisasi masyarakat dan

mengesahkan kekuasaannya sedangkan partai-partai lain kurang dapat menampilkan diri karena

ruang gerak dibatasi penguasa. Bentuk partai tunggal yang otoriter biasanya diterapkan di

negara-negara berkembang yang menghadapi masalah-masalah integrasi nasional dan keterbelakangan

ekonomi. Partai tunggal yang otoriter digunakan sebagai wadah persatuan segala lapisan dan

golongan masyarakat, dan sebagai alat untuk memobilisasi masyarakat untuk mendukung kebijakan

yang dibuat oleh penguasa. Apabila dalam bentuk partai tunggal totaliter, partailah yang menguasai

pemerintahan dan militer maka dalam bentuk tunggal otoriter pemerintahan dan militer yang

menguasai partai. Partai Uni Nasional Afrika Tanzania (UNAT), dan Partai Aksi Singapura merupakan

contoh partai otoriter.

Bentuk partai tunggal dominan tetapi demokratis ialah suatu sistem kepartaian yang di

dalamnya terdapat lebih dari satu partai, namun satu partai saja yang dominan (secara

terus-menerus mendapat dukungan untuk berkuasa), sedangkan partai-partai lain tidak mampu menyaingi

partai yang dominan, walaupun terdapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan dukungan

melalui pemilihan umum. Partai yang dominan itu biasanya lebih dahulu muncul untuk membina

bangsa dan mengorganisasikan pembangunan ekonomi, dibandingkan dengan partai-partai lain yang

(15)

partai-partai oposisi muncul, partai-partai dominan sudah berakar dalam masyarakat dan organisasinya sudah

melembaga. Partai liberal di Jeapang merupakan contoh partai dominan tetapi demokratik.

Sistem dua partai bersaing merupakan suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat

dua partai yang saling bersaing unutk mendapatkan dan mempertahankan kewenangan pemerintah

melalui pemilihan umum. Dalam sistem ini terdapat pembagian tugas diantara kedua partai yaitu

partai yang memenangkan pemilihan umum menjadi partai yang memerintah, sedangkan partai

yang kalah dalam pemilihan umum berperan sebagai kekuatan oposisi yang loyal sebagai kontrol

atas partai yang menang. Negara yang menerapkan sistem dua partai bersaing adalah Amerika

Serikat (Partai Republik dan Partai Demokrat) dan Australia (Partai Liberal dan Parati Buruh).

Sistem multi partai merupakan suatu sistem yang terdiri atas dua partai yang dominan.

Sistem ini merupakan produk dari struktur masyarakat yang majemuk, baik secara kultural maupun

secara sosial ekonomi. Setiap golongan masyarakat cenderung memelihara keterkaitan dengan

asal-usul budaya dan memperjuangkan kepentingan melalui wadah politik sendiri. Karena banyak partai

bersaing untuk mendapatkan dan memperahankan kekuasaan melalui pemilihan umum maka yang

sering terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai yang sama-sama dapat

mencapai mayoritas di parlemen. Untuk mencapai konsesnsus diantara partai yang berkoalisi itu

memerlukan tawar-menawar dalam hal program dan kedudukan menteri.

Partai politik pada umumnya juga dapat diklasifikasikan menurut komposisi dan fungsi

keanggotaannya ke dalam dua bagian, yaitu21

a. Partai Massa

:

Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota dengan elite

kepemimpinan yang diseleksi secara ketat, oleh karena itu partai ini biasanya terdiri dari

pendukung-pendukung dari aliran-aliran politik dalam masyarakat yang sepakat untuk

bernaung dibawahnya dalam memperjuangkan program yang biasanya luas dan agak kabur.

21

(16)

Kelemahan dari partai massa ialah bahwa masing-masing aliran atau kelompok yang

bernaung di bawah partai ini cenderung unutk memaksakan kepentingan masing-masing,

terutama pada saat krisis, sehingga persatuan dalam partai dapat melemah atau hilang sama

sekali sehingga salah satu golongan memisahkan diri dan mendirikan partai baru.

b. Partai Kader

Partai kader mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja anggotanya. Proses

seleksi terhadap anggota-anggota partai dilakukan secara ketat dengan memperhatikan

berbagai aspek seperti keterampilan, prestise, pengalaman politik, serta

pengaruh-pengaruhnya yang diharapkan bisa menarik pendukung/pemilih sebanyak-banyaknya dalam

pemilu. Pimpinan partai biasanya menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan

jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggotanya yang

menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan. Selain berdasarkan komposisi dan

fungsi anggotanya, Gabriel Almond menggolongkan partai politik berdasarkan basis sosial

dan tujuannya. Menurut basis sosialnya, partai politik dibagi menjadi empat tipe, yaitu22

a. partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, seperti kelas

atas, menengah dan bawah ;

:

b. partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu, seperti

petani, buruh, dan pengusaha ;

c. partai poltik yang anggota-anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu, seperti Islam,

Katholik, Protestan, dan Hindu ; dan

d. partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu, seperti suku

bangsa, bahasa, dan daerah tertentu.

Berdasarkan tujuan, partai politik dibagi menjadi tiga, yaitu23

22

Gabriel Almond, 1978, “Kelompok Kepentingan dan Partai Politik”, dalam Mochtar Mas’oed dan Collin Mac Andrews (ed). 2000. Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. hal. 58.

(17)

a. partai perwakilan kelompok, artinya partai yang menghimpun berbagai kelompok

masyarakat untuk memenangkan sebanyak mungkin kursi dalam parlemen seperti Barisan

Nasional di Malaysia ;

b. partai pembinaan bangsa, artinya partai yang bertujuan menciptakan kesatuan nasional dan

biasanya menindas kepentingan-kepentingan sempit seperti Partai Aksi Rakyat di Singapura ;

dan

c. partai mobilisasi, artinya partai yang berupaya memobilisasi masyarakat ke arah pencapaian

tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin partai, sedangkan partisipasi dan perwakilan

kelompok cenderung diabaikan.

Dalam melihat partai politik di Indonesia, Koiruddin mengkategorikan sebagian besar partai

politik di Indonesia termasuk jenis partai catch-all. Koiruddin mengatakan bahwa :

partai catch all merupakan jenis partai gabungan antara partai kader dan massa. Mereka berusaha menampung kelompok sosial sebanyak-banyaknya untuk menjadi anggotanya. Tujuannya memenangkan pemilu berkait dengan berkembangnya kelompok kepentingan dan penekan, dan ideologinya tidak terlalu kaku. Meskipun demikian mereka juga melakukan kaderisasi di internal elit pengurusnya sehingga konsekuensinya adalah terabaikannya proses pendidikan politik.”24

Menurut Ramlan Surbakti “rekrutmen politik ialah seleksi pemilihan atau seleksi dan pengangkatan

seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada

umumnya dan pemerintahan pada khususya”.25

Rekrutmen politik merupakan proses dimana partai mencari anggota baru dan mengajak

orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik melalui organisasi-organisasi massa Fungsi rekrutmen sangat penting karena merupakan

kelanjutan dari fungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik

sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu melaksanakan

peranannya, kelangsungan sistem politik akan terancam.

24

Koiruddin, op. cit., hal. 80. 25

(18)

yang melibatkan golongan-golongan tertentu, seperti golongan buruh, petani, pemuda, mahasiswa,

perempuan dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa rekrutmen politik menjamin

kontinuitas dan kelestarian partai. Hal ini seperti yang ditegaskan oleh Mochtar Mas`oed bahwa

rekrutmen politik merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan

pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi,

mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan dan ujian. 26

Putnam juga mengemukakan bahwa ada beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam

proses seleksi elit politik, yaitu

Pelaksanaan fungsi rekrutmen politik yang dilakukan oleh partai politik biasanya

berdasarkan atas prestasi dalam ujian kecakapan dan kemampuan, tetapi tak jarang juga

berdasarkan status orang yang direkrut tersebut.

27

1. keahlian teknis, dimana keahlian ini sangat dibutuhkan untuk melaksanakan

peranan-peranan politik yang rumit dalam kaitannyadengan peranan-peranan dan proses sosial. :

2. keahlian berorganisasi dan persuasi, dimana keahlian inisangat penting untuk pembuatan

keputusan politik atau kebijaksanaan pemerintah yang umumnya dilakukan oleh kaum elit,

karenanya dibutuhkan ketrampilan negoisasi atau mobilisasi orang atau pejabat yang

terlibat dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya.

3. loyalitas dan reliabilitas politik yang menyangkut derajat kepercayaan politik dari berbagai

kekuatan atau golongan masyarakat, karena hal ini akan sangat membantu dalam

pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

Dengan memiliki kriteria tersebut diatas, maka orang-orang yang direkrut itu akan banyak

mendapatkan kemudahan dalam menjalankan tugas-tugasnya apabila nanti dapat ikut terpilih dan

berhak untuk menduduki jabatannya yang baru.

26

(19)

Sistem rekrutmen politik menurut Nazaruddin Syamsudin dapat dibagi dua, yaitu : pertama,

rekrutmen terbuka, yaitu dengan menyediakan dan memberikan kesempatan yang sama bagi

seluruh warga negara untuk ikut bersaing dalam proses penyeleksian. Dasar penilaian dilaksanakan

melalui proses dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, melalui pertimbangan-pertimbangan

yang obyektif rasional, dimana setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi jabatan politik

yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi

jabatan baik jabatan politik maupun administrasi atau pemerintahan. Kedua, rekrutmen tertutup,

yaitu adanya kesempatan untuk masuk dan dapat menduduki posisi politik tidaklah sama bagi setiap

warga negara, artinya hanya individu-individu tertentu yang dapat direkrut untuk menempati posisi

dalam politik maupun pemerintahan. Dalam cara yang tertutup ini orang mendapatkan posisi elit

melalui cara-cara yang tidak rasional seprti pertemanan, pertalian keluarga, dan lain-lain.28

Sedangkan menurut Miftah Thoha bahwa ada tiga sistem yang sering digunakan dalam

proses rekrutmen, yaitu 29

1. Sistem Patronit (patronage system)

:

Sistem patronit dikenal sebagai sistem kawan, karena dasar pemikirannya dalam

proses rekrutmen berdasarkan kawan, dimana dalam mengangkat seseorang unutk

menduduki jabatan, baik dalam bidang pemerintahan maupun politik dengan pertimbangan

yang bersangkutan masih kawan dekat, sanak famili dan ada juga karena asal daerah yang

sama. Sistem kawan ini juga didasarkan atas dasar perjuangan politik karena memiliki satu

aliran politik, ideologi dan keyakinan yang sama tanpa memperhatikan keahlian dan

ketrampilan.

2. Sistem Merita (merit system)

Sistem ini berdasarkan atas jasa kecakapan seseorang dalam usaha mengangkat

atau menduduki pada jabatan tertentu sehingga sistem ini lebih bersifat obyektif karena atas

28Ibid.

, hal. 189. 29

(20)

dasar pertimbangan kecakapan. Dengan dasar pertimbangan seperti ini, maka acapkali

sistem ini di Indonesia dinamakan sistem jasa. Penilaian obyektif tersebut pada umumnya

ukuran yang dipergunakan ialah ijazah pendidikan, sistem seperti ini sering disebut dengan

“spoil system”.

3. Sistem Karir (career system)

Sistem ini sudah lama dikenal dan dipergunakan secara luas unutk menunjukkan

pengertian suatu kemajuan sesorang yang dicapai lewat usaha yang dilakukan secara dini

dalam kehidupannya baik dunia kerja maupun politik.

Sistem rekrutmen politik memiliki keseragaman yang tiada terbatas, namun pada dasarnya

ada dua cara khusus seleksi pemilihan yakni, melalui kriteria universal dan kriteria partikularistik.

Pemilihan dengan kriteria universal merupakan seleksi untuk memainkan peranan dalam sistem

politik berdasarkan kemampuan dan penampilan yang ditunjukkan lewat tes atau ujian dan prestasi.

Sedangkan yang dimaksud dengan kriteria partikularistik adalah pemilihan yang bersifat primordial

yang didasarkan pada suku, agama, ras, keluarga, almameter atau faktor status. 30

Oleh karena itu, Seligman memandang rekrutmen sebagai suatu proses yang terdiri dari Berkaitan dengan itu maka untuk menciptakan rekrutmen yang sehat berdasarkan sistem

politik yang ada sehingga membawa pengaruh pada elit politik terpilih membutuhkan adanya

mekanisme yang dapat menyentuh semua lapisan, golongan serta kelas sosial masyarakat.

31

1. Penyaringan dan penyaluran politik yang mengarah pada eligibilitas (pemenuhan syarat

pencalonan).

:

2. Pencalonan atau proses dua tahap yang mensyaratkan inisiatif dan penguatan.

3. Seleksi, yakni pemilihan calon elit politik yang sebenarnya.

30

(21)

Untuk menciptakan sistem politik yang kokoh maka mekanisme dan prosedur rekrutmen

harus benar-benar dilakukan berdasarkan aturan yang benar pula, dengan memperhatikan

elemen-elemen tertentu. Pemenuhan persyaratan tersebut membawa dampak terhadap figur yang

dikehendaki dengan harapan dapat menyiasati kehendak atau aspirasi dari masyarakat atau

kelompoknya. Hal penting yang mempengaruhi dan diprioritaskan adalah latar belakang pendidikan,

kemampuan, keahlian, bakat serta memiliki dedikasi yang tingggi serta profesionalisme.

` 5.2 Teori Elite

SP. Varma menegaskan bahwa teori elite ialah berdasarkan pada kenyataan bahwa setiap

masyarakat terbagi dalam 2 kategori yang mencakup:32

Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan Gaetano Mosca dimana dalam setiap masyarakat

terdapat kelas penduduk yaitu kelas yang menguasi dan kelas yang dikuasai.

1. Sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk

memerintah; dan

2. Sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah.

Lebih jauh ia menjelaskan konsep dasar teori yang lahir di eropa ini mengemukakan bahwa

didalam kelompok penguasa (the ruling class) selain ada elite yang berkuasa (the ruling elite) juga

ada elit tandingan, yang mampu meraih acuh dengkekuasaan melalui massa jika elite yang berkuasa

kehilangan kemampuannya untuk memerintah. Dalam hal ini massa memegang sejenis kontrol jarak

jauh atas elite yang berkuasa, tetapi karena mereka tak begitu unakan pengaruh acuh dengan

permainan kekuasaan, maka tak bisa diharapkan mereka akan menggunaka pengaruhnya.

33

32

SP. Varma. 1999. Teori Politik Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hal.197 33

(22)

1. Kelas pertama, yang jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik,

memonopoli kekuasaan dan manikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu,

sedangkan

2. Kelas kedua, yang jumlahnya jauh lebih besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas pertama

itu.

Suatu kelompok elit harus muncul untuk melanjutkan urusan-urusan dalam sebuah

negara mau pun partai. Hal ini diakibatkan karena kelompok elit itu lebih permanen pada susunan

kelembagaan tertentu. Kelompok elit ini merupakan sekumpulan orang yang memiliki keterampilan

sekaligus juga orang baik uang bertanggung jawab atas kesejahteraan moral dan material

masyarakat dan anggotanya. Azaz-azaz umum yang dianut oleh para elite adalah:

1. Kekuasaan politik seperti halnya barang-barang sosial lainnya yang dapat terdistribusi

secara tidak merata;

2. Pada hakekatnya orang hanya di bagi atas dua jenis yaitu mereka yang memiliki kekuasaan

politik dan mereka yang tidak memilikinya;

3. Secara internal elite itu bersifat homogen, bersatu, dam memiliki kesadaran berkelompok;

4. Elite itu mengatur sendiri kelangsungan kehidupannya dan anggotanya terdiri dari lapisan

masyarakat yang terbatas;

5. Kelompok ini biasanya bersifat otonom.

Hal-hal diatas merupakan potret yang dilukiskan oleh para teoritis klasik. Satu kasta yang

terisolir dari masyarakat, yang dengan lihai memodernisasikan massa. Kelompok ini akan selalu ada

dalam perhelatan dunia karena hanya mereka yang akan mengerti tentang bagaimana

(23)

6.3 Teori Oligarki (Hukum Besi)

Hukum besi oligarki merupakan salah satu hukum besi daribanyak huukum besi dalam

sejarah, dimana sebagian besar masyarakat demokratis modern, dan dalam masyarakat itu sendiri,

serta partai-partai yang sudah demikian berkembang tak lagi dapat melepaskan dirinya dari hukum

ini.34

Mereka mati-matian bergayuh pada kekuasaan dan segala hak istimewa yang melekat

padanya, dan menjadi hampir tak tergeserkan. Tumbuhnya oligarki seperti ini didukung oleh michels

dengan konsepnya tentang pikiran masyarakat. Mayoritas manusia adalah apatis, malas dan berjiwa

budak, dan senantiasa tak mampu memerintah sendiri. Mereka biasa dalam ketidaktetapan dan

menjadi seperti budak dengan adanya paksaan. Pemimpin-pemimpin dengan mudah mengambil

keuntungan dari kualitas-kualitas tersebut untuk melestarikan posisi kekuasaan mereka. Mereka Faktor utama yang mendukung sistem ini adalah unsur organisasi. Tak ada gerakan atau pun

partai yang bisa berharap akan bisa memperoleh hasil dalam zaman modern ini tanpa organisasi.

Dalam pendek kata bahwa organisasi merupakan sebuah kayta untuk mengeja oligarki. Dengan kata

lain Oligargi merupakan sebuah tendensi manusia yang berjuang untuk mengusahakan tujuan yang

jelas. Oligarki merupakan bentuk yang telah di tentukan sebelumnya dari kehidupan masyarakat

yang besar. Mayoritas manusia yang berda dalam kondisi penjagaan yang abadi ditakdirka untuk

mematuhi turunan dominasi.

Kelompok minoritas merupakan gejala penting dalam setiap bentuk kehidupan sosial. Semua

tatanan dan peradaban harus tunduk pada sendi-sendi aristokrasi. Sebagai salah satu bentuk

gerakan atau partai yang tumbuh semangkin besar, makin banyak fungsi yang harus diserahkan

kepada pimpinan pusat., dan dengan berjalannya waktu, anggota-anggota organisasi tersebut

berkurangnya wewenang untuk mengatur dan mengawasinya, sehingga akibatnya para penguasa

mempunyai kebebasan yang besar untuk bertindak dan menyuarakan kepentingan pribadinya dalam

posisi mereka.

34

(24)

mempermainkan berbagai sentimen dengan maksud membodohinya. Sekali seorang pemimpin

mencapai puncak kekuasaan maka tak ada sesuatu pun yang dapat menjatuhkannya. Hal ini

semangkin berjalan dengan dilangkahinya hukum-hukum yang ada sehingga membuat kuat para

pemimpin. Sejatinya, posisi partai politik dalam konteks politik keindonesiaan sangat vital. Vitalisasi

parpol dalam demokrasi keindonesiaan menjadi aura tersendiri karena semua perputaran roda

perpolitikan, estafet kepemimpinan nasional, hampir dilimpahkan ke partai politik. Keberlangsungan

pemimpin di Indonesia juga menjadi tanggung jawab parpol. Apabila parpol sukses menelurkan

pemimpin berkualitas, maka masa depan Indonesia akan senantiasa baik. Begitupun sebaliknya.

Seperti yang diuraikan di muka, hukum besi oligarki yang disampaikan oleh Robert Michels

hanya akan mengantarkan partai kepada kegagalan. Hal ini karena kaderisasi, seleksi kepemimpinan

yang meritokrasi hampir punah. Kader yang menjadi ujung tombak berlangsungnya parpol kalah

oleh kartelisasi parpol. Parpol lebih memelihara perekrutan kader yang mampu memberikan

sumbangsih uang. Akibatnya, kader-kader acap kali terjerat korupsi.

Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi sidrom kegagalan partai, tidak ada cara lain bagi parpol

untuk memodernisasi. Caranya, perekrutan kader berkualitas yang akan mengisi posisi presiden,

gubernur, bupati, wali kota, dan anggota legislatif, lebih kepada komuditas gagasan, ide, dan

platform partai melalui transformasi komunikasi politik.

6.

Metodologi Penelitian

6.1

Jenis Penelitian

Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif untuk melihat bagaimana proses

rekrutmen calon kepala daerah dari Partai Gerindra. Penelitian kualitatif deskriptif yang penulis

(25)

objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada. Fakta atau data yang ada dikumpulkan,

diklasifikasikan dan kemudian akan dianalisa35

6.2

Lokasi Penelitian

.

Pada penelitian kualitatif deskriptif, penulis memusatkan perhatian pada penemuan fakta

sebagaimana keadaan sebenarnya yang ditemukan. Penelitian kualitatif deskriptif tidak hanya

menawarkan tetapi juga melakukan analisis terhadap fakta dan data yang ditemukan.

Lokasi tempat penelitian adalah di Kantor DPC Partai Gerindra Kota Medan.

6.3

Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya dalam

suatu penelitian. Dengan demikian sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh

populasi.

Berdasarkan hal itu maka yang dimaksud dengan populasi dalam penelitian ini adalah

pengurus Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra Kota Medan.

6.4

Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat digunakan, antara lain, penelitian

perpustakaan (library research), yang sering disebut metode dokumentasi, dan penelitian lapangan,

seperti wawancara dan observasi.36

1. Wawancara, yaitu suatu teknik pengumpulan data melalui pemberian

pertanyaan-pertanyaan pada sampel terpilih, guna mendapatkan jawaban langsung yang mendukung

pemecahan masalah dalam penelitian ini.

Untuk memperoleh data atau informasi asli, atau fakta-fakta

yang diperlukan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

35

Hadari Nawawi dan H. Matini, Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2000, hal. 73.

36

(26)

2. Studi pustaka, berupa referensi kepustakaan yaitu sumber-sumber yang berasal dari data

buku, peraturan-peraturan, laporan-laporan serta bahan-bahan lain yang berhubungan

dengan penelitian atau dokumentasi yang diperoleh dari lokasi penelitian dengan demikian

diperoleh data sekunder sebagai kerangka kerja teoritis.

6.5

Teknik Analisa Data

Pada penelitian ini teknik analisa data yang digunakan adalah teknik kualitatif yaitu teknik;

tanpa menggunakan alat Bantu atau rumus statistik. Adapun langkah-langkah yang ditempuh

sebagai berikut; Pertama, pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dan bahan

baik dari buku, majalah, Koran, jurnal, kliping dan situs-situs internet yang memuat tentang sistem

rekrutmen politik. Dan juga melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh atau informan yang

berkaitan dengan rekrutmen politik pada Partai Gerindra. Kedua, penilaian atau menganalisis data.

Pada tahap ini setelah peneliti mengumpulkan dan mendapatkan semua data yang mendukung atau

membantu , penulis akan memisahkan bahan-bahan dan data-data yang diperoleh sesuai dengan

sifatnya masing-masing. Kemudian penulis melakukan penilaian dan menganalisis data dan bahan

yang tersedia. Ketiga, penyimpulan data yang diperoleh. Tahap ini adalah tahap terakhir pada

penelitian ini. Dari hasil penilaian dan analisis yang penulis lakukan penulis maka penulis mengambil

kesimpulan yang dapat membantu dalam memahami penelitian ini.

7.

Sistematika Penulisan

Bab I : Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah penelitian,

perumusan masalah penelitia, tujuan dan manfaat penelitian,

kerangka teori penelitian, definisi konsep, definisi operasional, dn

(27)

Bab II : Bab ini akan menguraikan tentang gambaran umum tentang deskripsi

lokasi penelitian seperti tinjauan umum propinsi Sumatera Utara,

sejarah Partai Gerindra, struktur organisasi DPD Partai Gerindra Kota

Medan, pengambilan keputusan pada Partai Gerindra.

Bab III : Pada bab III dalam penulisan penelitian ini nantinya akan berisikan

tentang penyajian data dan fakta yang di dapat dari lapangan dan

juga akan menyajikan pembahasan dan analisis dari data dan fakta

tersebut.

Bab IV : Pada penulisan penelitian ini adalah bab penutup yang di dalamnya

akan berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari bab-bab

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga diharapkan dapat di akses kapanpun dan dimana pun.Pembuatan Sistem Informasi Geografis berbasis android ini dibuat menggunakan MapInfo Professional 9.0

Hipoteza 1.2.: Efekt iznenađenja koji stvara gerila marketing u ugostiteljstvu utječe na usmenu komunikaciju kod potrošača.. Hipoteza se testira korištenjem tri izjave o

Bersama ini kami sampaikan dengan hormat bahwa setelah dilakukan evaluasi dokumen penawaran sesuai ketentuan yang berlaku, Perusahaan Saudara ditetapkan sebagai pemenang seleksi

Bersama ini kami sampaikan dengan hormat bahwa setelah dilakukan evaluasi dokumen penawaran sesuai ketentuan yang berlaku, Perusahaan Saudara ditetapkan sebagai pemenang

Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa seluruh ibu yang memiliki balita di posyandu Dukuh Krajan wilayah kerja Puske smas Ngrayun Kabupaten Ponorogo memiliki

Peran kelompok tani di Desa Bukit Lingkar telah berjalan dengan cukup baik, hal ini dapat terlihat dari data yang telah diolah melalui Skala likert, sehingga

Tradisi calon pengantin wanita duduk bersanding dengan calon pengantin wanita duduk bersanding dengan calon pengantin pria pada saat ijab kabul di balai Kantor Urusan Agama

Dari pernyataan mufassir diatas bahwa peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa, objek yang diperintahkan kepada nabi Muhammad itu adalah Alquran, ini menunjukkan