• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Kebijakan Kepala Kantor BPN Aceh Besar Dalam Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris Berdasarkan Penetapan Mahkamah Syar’iyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Kebijakan Kepala Kantor BPN Aceh Besar Dalam Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris Berdasarkan Penetapan Mahkamah Syar’iyah"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DASAR HUKUM PEMBUATAN SURAT KETERANGAN AHLI WARIS DI MAHKAMAH SYAR’IYAH

A. Tinjauan Umum tentang Hukum Kewarisan

1. Pengertian Hukum Waris

Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang bagaimana pembagian

menurut undang-undang tentang harta kekayaan seseorang yang telah meninggal

dunia dan yang mengatur dengan baik adanya peristiwa hukum maupun perbuatan

hukum dari harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal

kepada ahli warisnya serta akibat-akibatnya bagi para ahli waris.43

Selanjutnya hukum waris menurut para sarjana pada umumnya adalah

peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seorang yang meninggal dunia

kepada satu atau beberapa orang lain,44 yang intinya adalah peraturan yang mengatur

akibat-akibat hukum dari kematian seorang terhadap harta kekayaan yang berwujud,

maupun tidak berwujud; perpindahan kekayaan si pewaris dan akibat hukum

perpindahan tersebut bagi ahli waris, baik yang berhubungan antara sesama ahli waris

maupun dengan pihak ketiga.

Definisi hukum waris menurut Mr. A. Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan dimana berhubungan dengan meninggalnya seorang, akibat-akibatnya

didalam bidang kebendaan, selain itu diatur juga mengenai; akibat dan beralihnya

(2)

harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya sendiri

atau pihak ketiga.

Dari kedua pengertian tersebut diatas menurut penulis, hukum waris merupakan

segenap peraturan-peraturan yang berisikan segala sesuatu mengenai hal-hal tentang

cara-cara beralihnya hak/kewajiban seseorang yang meninggal dunia, terutama

dibidang hukum kekayaan kepada orang lain yang menjadi ahli warisnya. Dan

unsur-unsurnya dapat disebut sebagai berikut :

Hukum waris berlaku apabila ada seseorang yang meninggal dunia.

1. Hukum waris mengatur tentang segala sesuatu dan akibatnya dari segala

harta baik berwujud dan tidak berwujud.

2. Hukum waris tersebut masuk dalam ruang lingkup hukum harta kekayaan.

Menurut Imam Sudiyat dalam bukunya “Peta Hukum Kewarisan di Indonesia, disebutkan hukum waris adat meliputi keseluruhan asas, norma dan keputusan/

ketetapan hukum yang bertalian dengan proses penerusan serta pengendalian harta

benda (Materil) dan harta citra (Non Materil) dari generasi yang satu ke generasi

yang berikutnya cq ahli waris”.45 Selanjutnya disebutkan bahwa mengingat Hukum

waris Indonesia bersifat Pluralistik, maka saat ini di Indonesia berlaku tiga sistem

Waris Adat, Hukum Waris Islam, Hukum Waris Barat, kesemuanya dipergunakan.

Menurut Mohd. Idris Ramulyodiuraikan pengertian Hukum Kewarisan sebagai Himpunan aturan-aturan Hukum yang mengatur siapa ahli waris yang berhak

45Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat (Pewarisan

(3)

mewarisi.46 Bagaimana kedudukan masing-masing ahli waris serta bagaimana /

berapa perolehan masing-masing ahli waris secara adil dan sempurna.

Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa hal-hal yang diatur dalam

hukum waris adalah suatu hukum dalam lingkup harta kekayaan, yang didalamnya

mengatur peralihan harta dari seseorang yang meninggal, ke generasi berikutnya,

semua norma dan prinsip-prinsip besarannya pembagiannya secara adil kepada

masing-masing ahli warisnya.

2. Hukum Kewarisan Islam

Hukum yang mengatur tentang peralihan harta warisan dari pewaris kepada

ahli waris dinamakan hukum kewarisan, yang dalam hukum Islam dikenal beberapa

istilah seperti : faraidh, fikih Mawaris, dan lain-lain, yang kesemua pengertiannya

oleh parafukaha(ahli hukum fikih) di kemukakan sebagai berikut : a. Hasbi Ash-Shiddieqy, hukum kewarisan adalah :

Suatu ilmu yang dengan dialah dapat diketahui orang yang menerima

pusaka, orang yang tidak menerima pusaka, serta kadar yang diterima

tiap-tiap waris dan cara membaginya.47

b. Abdullah Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim,Ilmu Fara’idialah :

Ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah fikih dan ilmu hitung yang berkaitan

dengan harta warisan dan orang-orang yang berhak yang mendapatkannya

46Mohd Idris Ramulyo, Studi Khasus Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dan Praktek

Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, Indo Hill – Co, Cet.4 (Jakarta : Edisi Revisi, 2000), hal. 47.

(4)

agar masing-masing orang berhak mendapatkan bagian harta warisan yang

menjadi haknya.48

c. Ahmad Zahari, Hukum Kewarisan Isalm yaitu :

Hukum yang mengatur tentang peralihan hak milik atas harta warisan dari

pewaris kepada orang-orang yang berhak menerimanya (ahli waris), berapa

besar bagiannya masing-masing, kapan dan bagaimana cara peralihannya

sesuai ketentuan dan petunjuk Al-Qur’an, hadist dan ijtihad para ahli.49

Definisi-definisi diatas dapatlah dipahami bahwa ilmu faraid sebagai ilmu yang

mengatur tentang pemindahan dan pembagian harta peninggalan dari seseorang yang

meninggal dunia kepada orang-orang yang masih hidup, baik mengenai harta yang

ditinggalkan, orang-orang yang berhak menerimanya (ahli waris), bagian

masing-masing ahli waris maupun cara penyelesaian pembagiannya.

Kompilasi hukum Islam yang tertuang dalam format perundang-undangan yang

mengatur ketentuan kewarisan dipakai sebagai pedoman dalam hukum kewarisan

Islam.

1. Unsur-unsur Hukum Kewarisan

Menurut hukum kewarisan Islam ada 3 unsur yaitu :

a. Pewaris (Muwaris)

Yaitu : seseorang yang telah meninggal dan meninggalkan sesuatu yang dapat

beralih kepada keluarganya yang masih hidup.50

48Abdullah Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Sahih Fikih Sunnah ( Penterjemah Khairul

Amru Harahap dan Faisal Saleh), (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), hal. 682

49Ahmad Zahari,Hukum Kewarisan Islam, (Pontianak : FH.Untan Pres, 2008), hal. 148 50Amir Syarifuddin,Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Kencana Predana Media Group,

(5)

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huru b mendefinisikan sebagai

berikut :

Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan

meninggal berdasarkan putusan pengadilan, beragama Islam, meninggalkan

ahli waris dan harta peninggalan.

b. Ahli Waris (Warits)

Yaitu : orang yang berhak mendapat warisan karena mempunyai hubungan

dengan pewaris, berupa hubungan kekerabatan, perkawinan atau hubungan

lainnya.

Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 171 huruf c, menyatakan ahli waris

adalah : orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah

atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak

terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

c. Warisan (Mauruts)

Yaitu : sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia, baik

berupa benda bergerak maupun benda tak bergerak.

2. Syarat-syarat mewaris

Sebelum seseorang mewaris haruslah dipenuhi tiga syarat yaitu :

a. Meninggal dunianya pewaris

Meninggalnya pewaris mutlak harus dipenuhi karena seseorang baru disebut

pewaris setelah dia meninggal dunia yang berarti jika seseorang memberikan

(6)

Meninggal dunia atau mati dapat dibedakan :

1) Mati haqiqy (sejati), adalah kematian yang dapat disaksikan oleh panca indra.

2) Mati hukmy (menurut putusan hakim), yaitu kematian yang disebabkan

adanya putusan hakim, baik orangnya masih hidup maupun sudah mati.

3) Mati taqdiry (menurut dugaan), yaitu kematian yang didasarkan ada

dugaan yang kuat bahwa orang yang bersangkutan telah mati.51

b. Hidupnya ahli waris

Hidupnya ahli waris harus jelas pada saat pewaris meninggal dunia karena

seseorang akan mewaris jika dia masih hidup ketika pewaris meninggal dunia.

Ahli waris merupakan pengganti untuk menguasai warisan yang ditinggalkan

oleh pewaris, perpindahan hak tersebut diperoleh melalui jalan kewarisan.

c. Tidak ada penghalang-penghalang untuk mewaris.

Tidak terdapat salah satu dari sebab terhalangnya seseorang untuk menerima

warisan.

3. Sebab-sebab orang mewaris

Harta orang yang telah meninggal dunia dengan sendirinya berpindah kepada

orang yang masih hidup yang menpunyai hubungan dengan orang yang meninggal

tersebut. Hubungan yang dimaksud adalah yang menyebabkan orang menerima

warisan, yaitu :

51H.R.Otje Salman S, Mustofa Haffas,Hukum Waris Islam, (Bandung : PT.Refika Aditama,

(7)

a. Hubungan kekerabatan

Hubungan kekerabatan adalah hubungan yang ditentukan oleh adanya

hubungan darah yang ditentukan pada saat adanya kelahiran.52

Hubungan kekerabatan dalam garis lurus ke bawah (anak, cucu dan

seterusnya), garis lurus ke atas (ayah, kakek dan seterusnya), maupun

garis kesamping (saudara-saudara) dan mereka saling mewaris satu sama

lainnya sesuai dengan ketetapan Allah SWT dalam Al-Qur’an, baik dari

garis laki-laki/ ayah maupun dari garis perempuan/ ibu.

b. Hubungan perkawinan

Hak saling mewaris antara suami istri yang disebabkan adanya hubungan

hukum yaitu perkawinan.

Berlakunya hubungan kewarisan antara suami dan istri didasarkan pada :

1). Adanya akad nikah yang sah

Keduanya masih terikat perkawinan ketika salah satu meninggal dunia,

temasuk juga istri yang dalam masa iddah setelah ditalak raji’i.

c. Hubungan Wala

Adalah hubungan antara seorang hamba dengan orang yang

memerdekakannya, orang yang memerdekakan hamba dapat mewarisi

harta hamba yang dimerdekakannya, berdasarkan ketentuan Rasulullah

SAW (Hadist). d. Hubungan seagama

(8)

Hak saling mewaris sesama umat Islam yang pelaksanaannya melalui

Baitulmaal. Hubungan ini terjadi apabila seorang muslim meninggal dunia

tidak mempunyai ahli waris, sehingga hartanya di serahkan ke baitulmaal

untuk digunakan oleh umat Islam.

4. Penghalang orang mewaris

Dalam hukumkewarisan Islam ada empat yang menjadi penghalang mewaris,

yaitu :

a. Pembunuhan

Pembunuhan yang dilakukan ahli waris terhadap pewaris menjadi penghalang

baginya untuk menerima warisan dari pewaris. Hal ini sesuai dengan Hadist

Rasulullah SAW yakni hadist riwayat Ahmad yang artinya :

“barang siapa membunuh seorang korban, maka ia tidak dapat mewarisnya,

walaupun korban tidak mempunyai ahli waris selain dirinya sendiri, (begitu

juga) walaupun korban itu adalah orang tuanya atau anaknya sendiri, maka

bagi pembunuh tidak berhak menerima warisan53

Pada dasarnya pembunuhan adalah kejahatan, namun demikian ada juga

pembunuhan yang dilakukan dalam keadaan tertentu sehingga pembunuhan

bukan menjadi suatu kejahatan, untuk itu pembunuhan dapat dibedakan

menjadi dua kelompok, yaitu :

1) Pembunuhan secara hak dan tidak melawan hukum, yaitu :

(9)

Pembunuhan yang pelakunya tidak dinyatakan sebagai pelaku kejahatan

dan dosa, dapat dikategorikan dalam hal ini :

a) Pembunuhan musuh dalam perang

b) Pembunuhan dalam pelaksanaan hukuman mati

c) Pembunuhan dalam membela jiwa, harta dan kehormatan

2) Pembunuhan secara tidak hak melawan hukum, yaitu : pembunuhan yang

dilarang oleh agama dan terhadap pelakunya dikenakan sanksi dunia dan/

atau akhirat, yang termasuk dalam kategori ini adalah :

a) Pembunuhan sengaja dan terencana, yaitu suatu pembunuhan yang

pelaksanaannya terdapat unsur kesengajaan Sanksi dunia hukuman

mati dalam bentuk qishas (Q.S.Al-Baqarah (2) : 178) Sanksi Akhiran

Neraka Jahanam (Q.S.An-Nisa (4) : 92).

b) Pembunuhan tersalah, yaitu pembunuhan yang tidak terdapat unsur

kesengajaan tetapi membuat orang terbunuh Sanksi dunia berupa

denda/diyat ringan yang harus diserahkan kepada keluarga korban

Sanksi akhirat bebas.

c) Pembunuhan seperti sengaja;

d) Pembunuhan seperti tersalah;

Keduanya mendapatkan sanksi dunia berupa denda/diyat yang harus

diserahkan kepada keluarga korban.54

(10)

Dari uraian tentang pembunuhan diatas maka yang merupakan sebab

terhalangnya seseorang mewaris dari orang yang dibunuhnya adalah :

1) Pembunuhan yang memutus tali silaturrahmi.

2) Pembunuhan dengan tujuan mempercepat proses berlakunya

kewarisan.

3) Pembunuhan yang merupakan kejahatan atau maksiat.55

b. Berbeda Agama

Berbeda agama berarti agama pewaris berbeda dengan ahli waris,

sehingga tidak saling mewarisi, misalnya pewaris muslim, ahli waris non

muslim. Hal ini didasari oleh Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh

Al-Bukhari dan Muslim, yang artinya : “ orang Islam tidak dapat mewaris

harta orang kafir, dan orang kapir pun tidak dapat mewaris harta orang

Islam”.56

c. Perbudakan

Perbudakan menjadi penghalang untuk mewaris, hal ini didasari pada

kenyataan bahwa budak tidak memiliki kecakapan untuk bertindak, dengan

kata lain budak tidak dapat menjadi subjek hukum. Al-Qur’an dalam Surah

An-Nahl ayat 75 menegaskan yang artinya :

“ Allah SWT membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya/ budak yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang kami beri rizki yang baik dari kami, lalu dia menafkahkan sebahagian

55Ibid, hal. 196

(11)

rezeki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka sama? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui.57

Ayat diatas menegaskan bahwa seorang hamba sahaya/ budak tidak

cakap mengurusi hak miliknya dengan jalan apapun, karena tidak cakap

berbuat maka budak tidak dapat mewaris.

Sesungguhnya, pada masa sekarang berbicara tentang budak yang dikaitkan

dengan persoalan kewarisan sudah tidak ada lagi, kalaupun ada jumlahnya

sedikit.

Kompilasi Hukum Islam (inpres No. 1/1991) pada Buku II, Pasal 173

menyatakan seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan

Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dihukum karena :

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau

menganiaya berat sipewaris.

b. Dipersalahkan secara menfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa

pewaris telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman 5

tahun penjara atau hukuman yang lebih besar.

5. Asas-asas Hukum Kewarisan Islam

Asas-asas hukum keawarisan Isalm dapat digali dari keseluruhan ayat-ayat

hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan penjelasan tambahan dari Hadist Nabi

Muhammad SAW. Dalam hal ini dapat dikemukakan lima asas :

a. AsasIjbari

(12)

Yaitu peralihan harta orang yang telah meninggal dunia kepada orang yang

masih hidup berlaku dengan sendirinya tanpa tergantung kepada kehendak

pewaris atau ahli waris. Asas Ijbari dalam hukum kewarisan Islam tidak

dalam arti yang memberatkan ahli waris. Seandainya pewaris mempunyai

hutang yang lebih besar dari warisan yang ditinggalkannya, ahli waris tidak

dibebani untuk membayar hutang tersebut, hutang yang dibayar sebesar

warisan yang ditinggalkan oleh pewaris.

b. Asas Bilateral

Bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis

kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki dari pihak kerabat garis

keturunan perempuan.

c. Asas individual

Bahwa harta dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara perorangan. Ini berarti

setiap ahli waris berhak atas bagian yang didapatnya tanpa tergantung dan

terikat dengan ahli waris lainnya. Keseluruhan harta warisan dinyatakan

dalam nilai tertentu yang mungkin dibagi-bagi, kemudian jumlah tersebut

dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menurut kadar

masing-masing. Bisa saja harta warisan tidak dibagi-bagikan asal ini dikehendaki oleh

ahli waris yang bersangkutan, tidak dibagi-baginya harta warisan itu tidak

menghapus hak mewaris para ahli waris yang bersangkutan.

(13)

Asas ini dapat diartikan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban

antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Secara dasar dapat

dikatakan bahwa faktor perbedaan jenis kelamin tidak menentukan dalam hak

kewarisan artinya laki-laki mendapat hak kewarisan begitu pula perempuan

mendapat hak kewarisan sebanding dengan yang di dapat oleh laki-laki.

e. Asas Kewarisan Semata Kematian

Bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain berlaku setelah yang

mempunyai harta tersebut meninggal dunia dan selama harta itu tidak dapat

beralih kepada orang lain.58

3. Hukum Kewarisan Adat

Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari sistem kekeluargaan yang

terdapat di Indonesia. Oleh karena itu, pokok pangkal uraian tentang hukum waris

adat bertitik tolak dari bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan yang terdapat di

Indonesia menurut sistem keturunan. Setiap sistem keturunan yang terdapat dalam

masyarakat Indonesia memiliki kekhususan dalam hukum warisnya yang satu sama

lain berbeda-beda, yaitu :59

1. Sistem Patrilineal, yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan

pihak nenek moyang laki-laki. Didalam sistem ini kedudukan dan pengaruh

pihak laki-laki dalam hukum waris sangat menonjol, contohnya pada

masyarakat Batak. Yang menajdi ahli waris hanya anak laki-laki sebab anak

58Amir syarifuddin,Op. Cit, hal. 16-28

59Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat Dan BW,

(14)

perempuan yang telah kawin dengan cara”kawin jujur” yang kemudian masuk

menjadi anggota keluarga pihak suami, selanjutnya ia tidak merupakan ahli

waris orang tuanya yang meninggal dunia.

2. Sistem Matrilineal, yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan

pihak nenek moyang perempuan. Di dalam sistem kekeluargaan ini pihak

laki-laki tidak menjadi pewaris untuk anak-anaknya. Anak-anak menjadi ahli

waris dari garis perempuan/ garis ibu karena anak-anak mereka merupakan

bagian dari keluarga ibunya, sedangkan ayahnya masih merupakan

keluarganya sendiri, contoh sistem ini terdapat pada masyarakat

Minangkabau. Namun demikian, bagi masyarakat Minangkabau yang sudah

merantau ke luar tanah aslinya, kondisi tersebut sudah banyak berubah.

3. Sistem Parental atau bilateral, yaitu sistem yang menarik garis keturunan dari

dua sisi, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Dari sistem ini

kedudukan anak laki-laki dan perempuan dalam hukum waris sama dan

sejajar. Artinya, baik anak laki-laki maupun anak perempuan merupakan ahli

waris dari harta peninggalan orang tua mereka.

Dari ketiga sistem keturunan diatas, mungkin masih ada variasi lain yang

merupakan perpaduan dari ketiga sistem tersebut, misalnya sistem patrilineal

beralih-alih (alternered) dan sistem unilateral berganda (dubbel unilateral).60 4. Hukum Kewarisan Menurut KUH Perdata

Dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek) disingkat KUH Perdata, hukum kewarisan diatur dalam buku II tentang kebendaan, karena

(15)

unsur waris ada unsur kebendaannya. Khususnya di dalam titel XII tentang pewarisan

karena kematian, titel XIII tentang surat wasiat, titel XIV tentang pelaksanaan wasiat

dan pengurus harta peninggalan,titel XV tentang hak memikir dan hak istimewa

untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan, titel XVI tentang menerima atau

menolak suatu warisan, titel XVII tentang pemisahan dan harta peninggalan, titel

XVIII tentang harta peninggalan yang tak terurus. Sebenarnya diluar unsur harta

benda tersebut masih ada unsur-unsur lain yang amat berpengaruh terhadap hukum

waris.

Unsur-unsur hukum waris yang dimaksud itu adalah pewaris, ahli waris,

perbuatan hukum tertentu dari pewaris dikala hidupnya yang menyebabkan seseorang

yang bukan ahli waris menjadi ahli waris. Perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang

mengakibatkan seseorang yang bukan ahli waris menjadi ahli waris meliputi

pengakuan anak, pengangkatan anak atau adopsi dan testament.61

Ada dua cara untuk mendapatkan suatu warisan, yaitu :

a) Secara ab intestato

Bedasarkan ketentuan pasal 832 KUH Perdata”Menurut undang-undang yang

berhak untuk menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah, baik sah

maupun luar kawin dari si suami atau isteri yang hidup terlama,” Dengan

demikian , untuk dapat menjadi ahli waris haruslah mempunyai hubungan

darah dengan pewaris, atau karena adanya perkawinan.Hubungan darah

61Analistus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal hukum Perdata B.W, Cet.

(16)

tersebut dapat sah atau luar kawin, baik melalui ibu maupun melalui bapak.

Hubungan darah yang sah dan hubungan darah luar kawin maksudnya adalah

hubungan darah yang ditimbulkan oleh perkawinan yang sah.sedangkan

hubungan darah luar kawin maksudnya adalah hubungan yang timbul akibat

hubungan biologis antara si ayah biologis dengan ibu yang melahirkan anak

luar kawin tersebut di sertai dengan pengakuan yang sah terhadap anak luar

kawin yang bersangkutan.

MenurutJ,Satrio,SH dalam bukunya hukum waris,”dianggap muncul sebagai

akibat hubungan biologis antara ayah biologisnya dan ibunya, karena siapa

sebenarnya ayah biologis anak tersebut tidak ada yang tahu, kecuali (mungkin) si ibu

sendiri,”62Mengenai pewarisan menurut undang-undang ini di atur dalam pasal

852-861 BW,ada empat golongan ahli waris menurut undang-undang ,yaitu :

1. Golongan pertama adalah anak sah pewaris atau turunan mereka dan suami

atau isteri yang di tinggal ( Pasal 852 KUH Perdata).

2. Golongan kedua adalah kedua atau salah satu orang tua pewaris yang masih

hidup bersama-sama dengan saudara pewaris atau keturunan saudara tersebut

(pasal 854), golongan ini baru dapat mewaris apabila tidak ada seorangpun

ahli waris golongan satu.

3. Golongan ketiga adalah keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas, dengan

ketentuan siapa derajatnya yang terdekat dengan pewaris menerima seluruh

62Analistus Amanat,Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum

(17)

warisan ( Pasal 853 ayat (2) KUH Perdata), mereka ini dapat mewais apabila

tidak ada golongan kedua.

4. Golongan keempat adalah mereka yang mempunyai hubungan darah ke

samping dengan pewaris, mereka ini mewaris apabila tidak ada ahli waris

golongna ketiga.

Berdasarkan ketentuan pasal 874 KUH Perdata, harta peninggalan seorang

adalah kepunyaan ahli waris menurut undang-undang, sepanjang si pewaris tidak

menetapkan lain dengan surat wasiat63adalah suatu akta yang memuat pernyataan

sesorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia

dan olehnya dapat dicabut kembali ( pasal 875 KUH Perdata).Sedangkan pengertian

wasiat (washiyyah) menurut fiqih islam64 yaitu : menurut hanafi, wasiat adalah

memberikan hak memiliki sesuatu secara tabaru atau sukarela yang pelaksanaannya

ditangguhkan setelah adanya peristiwa kematian dari yang memberikan, baik sesuatu

itu berupa barang maupun manfaaat. Sedangkan menurut Malikiyah ; wasiat adalah

suatu perikatan yang mengharuskan penerima wasiat menghaki sepertiga harta

peninggalan si pewaris sipeninggalnya atau mengharuskan penggantian hak sepertiga

harta peninggalan si pewasiat kepada si penerima wasiat sepeninggalnya wasiat.

Dalam surat wasiat dimungkinkan pewaris mengangkat seorang atau beberapa

orang ahli waris (erfstelling). Dalam erfstelling tidak ditentukan bendanya secara tertentu, misalnya, A mewasiatkan sepertiga dari harta peninggalannya kepada B.

63Subekti, Pokok pokok Hukum Perdata, Cetakan XXVIII, (Jakarta : PT. Intermasa, 1996),

hal. 12

(18)

Dapat pula pewaris memberikan sesuatu kepada seseorang atau beberapa ahli waris

(legaat) dikenal pula dengan hibah wasiat. Dalam legaat, pewaris menyebutkan barang tertentu kepada seseorag atau lebih penerima legaat(legaataris), misalnya A mewasiatkan rumah di jalan Anggrek Nomor 10 kepada B. MenurutEffendi Perangin

dalam bukunya Hukum Waris,” Legaataris bukan ahli waris testamenter, karena ia tidak mempunyai hak untuk menggantikan pewais,tetapi ia mempunyai hak menagih

kepada para ahli waris agarlegaatdilaksanakan.”65 Ada beberapa macam wasiat, yaitu :

1. WasiatOlografis,diatur dalam pasal 932 KUH Perdata,yaitu : yang dibuat dan ditulis sendiri oleh pemberi wasiat ( testateur). Kemudian surat wasiat tersebut

dibawa ke Notaris untuk disimpan dalam protokol Notaris, Notaris

membuatkan akta penyimpanan surat wasiat Olografis dengan dihadiri oleh

dua orang saksi yang disebut dengan aktaVan Depot.” Notaris yang

bersangkutan dengan dihadiri dua saksi harus membuat akta penyimpanan :

(a) di bagian bawah surat wasiat apabila surat itu di serahkan terbuka; dan (b)

di buat tersendiri apabila di serahkan tertutup,”66 tanggal akta penyimpanan

dianggap sebagai tanggal berapa surat itu dibuat ( pasal 933 KUH

Perdata).Berdasarkan etentuan pasal 934 KUH Perdata, pembuat wasiat dapat

mengambil kembali surat wasiat tersebut dari Notaris dengan menandatangani

65Effendi Perangin,Op.cit. hal .76

66Tan Tong Kie,Studi Notariat Serba Serbi Praktek Notaris,Buku I, Cet.Kedua,(Jakarta : PT

(19)

bukti pengambilan,dengan mengambilnya kembali surat wasiat tersebut

dianggap telah dicabut oleh pembuatnya.

2. Wasiat Umum, diatur dalam pasal 939 KUH Perdata, yaitu : surat wasiat yang

dibuat oleh pembuat wasiat dihadapan Notaris.Umum disini bukan berarti

bahwa umum (masyarakat) dapat melihatnya,”Akta Umum (openbare akte)

diperoleh karena akta itu dibuat oleh pejabat umum ( openbaar ambtenaar).”67

Dalam wasiat umum ini, pemberi wasiat memberitahukan kehendak terakhir

kepada Notaris,dan Notaris tersebut menulisnya dengan kata-kata yang jelas

dan dibuat di hadapan saksi-saksi. Notaris berkewajiban memberikan

bimbingan dan petunjuk kepada pemberi wasiat,agar wasiat tersebut dapat

terlaksana sedekat mungkin dengan kehendak pemberi wasiat.

3. Wasiat Rahasia atau wasiat tertutup,68 yaitu wasiat yang di buat sendiri oleh

pemberi wasiat, ataupun tidak ditulis sendiri oleh pemberi wasiat, tetapi harus

ditandatangani oleh pemberi wasiat, diserahkan kepada Notaris dalam

keadaan tertutup.Selanjutnya Notaris membuatkan akta superscriptie yang

menerangkan apakah wasiat itu di tulis sendiri atau oleh orang lain, tetapi di

tandatangani oleh pemberi wasiat, dan dihadiri oleh empat orang saksi.Surat

wasiat tertutup tidak dapat diminta kembali ( pasal 940 KUH Perdata).

4. Wasiat Darurat,69diatur dalam pasal 946 sampai pasal 952 KUH Perdata.Surat

wasiat darurat hanya dapat dibuat dalam keadaan tertentu saja,yaitu :

(20)

a. Dalam peperangan, berada di medan perang atau di tempat yang di kepung

musuh (pasal 946 KUH Perdata), dibuat di hadapan Perwira dengan

pangkat serendah-rendahnya Letnan, atau oleh pemegang kekuasaan

tertinggi dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

b. Dalam perjalanan melalui laut, diatur dalam pasal 947 KUH Perdata, surat

wasiat dibuat di hadapan Nahkoda atau mualim kapal tersebut atau

penggantinya dan dihadiri oleh dua orang saksi.

c. Karena berada dalam suatu daerah yan tidak boleh dihubungi karena suatu

penyakit menular, diatur dalam pasal 948 KUH Perdata, surat wasiat

boleh dibuat oleh seorang pejabat umum dan dihadiri oleh dua orang

saksi. Surat wasiat yang dalam poin a,b,c ini hanya berlaku enam bulan

sejak alasan untuk membuat surat wasiat itu tidak ada lagi ( pasal 950

KUH Perdata).

Orang yang karena sakit atau musibah secara mendadak seperti adanya

pemberontakan,gempa bumi dan bencan alam lainnya, diatur dalam pasal 948 ayat

(2) KUH Perdata, surat wasiat dibuat dihadapan pejabat umum dan dihadiri oleh dua

orang saksi dengan menyebutkan alasan pembuatan surat wasiat tersebut. Surat

wasiat ini hanya berlaku enam bulan setelah tanggal akta ( pasal 950 KUH Perdata).

B. Hukum Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris di Mahkamah Syar’iyah.

Berbicara mengenai keterangan hak waris, maka terlebih dahulu dipahami

(21)

pewaris, ahli waris, warisan dan hukum waris, yang kesemuanya mempunyai kata

dasar “waris” yang berarti orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan) dari

orang yang meninggal.70

Peristiwa wafatnya seorang manusia secara umum mengakibatkan beralihnya

segala hak-hak (termasuk kewajiban) atau aktiva dan passiva dari seseorang manusia

yang wafat tadi untuk selanjutnya dimiliki oleh generasi berikut yang menyusulnya.

Secara sederhana dengan meninggalnya seseorang mengakibatkan segala harta

kekayaannya beralih kepada ahli warisnya, yang pada umumnya terrdiri dari

pasangan kawinnya yang hidup terlama beserta anak-anak dan sekalian

keturunannya.71

Dari uraian itu tersirat pula bahwa yang menyebabkan terjadinya proses

pewarisan menurut Islam adalah adanya seorang peninggal harta yang wafat, adanya

kekayaan yang ditinggalkan dan adanya ahli waris yang benar-benar masih hidup

yang akan mewarisi kekayaan yang ditinggalkan seorang peninggal harta saat

wafatnya.72

Mewaris berarti menggantikan kedudukan orang yang meninggal mengenai

hubungan-hubungan hukum harta kekayaannya. Dan warisan adalah harta yang

ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik itu berupa “aktiva“73 harta warisan

70Putusan Mahkamah Agung tertanggal 17 Desember 1999, Nomor 51.K/Pdt/1994

sebagaimana yang dimuat dalam Varia Peradilan, Nomor 191, Tahun VXI, Edisi Agustus 2001, Hal. 94-116

71H.M. Hasballah Thaib dan Syahril Sofyan, Teknik Pembuatan Akta Penyelesaian Warisan

Menurut Hukum Waris Islam di Indonesia, (Medan : citapustaka media, 2014), hal. 2

72H.M. Hasballah Thaib dan Syahril Sofyan, Ibid

73

(22)

adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban

tentang kekayaan seseorang pada waktu meninggal dunia, akan beralih pada orang

lain yang masih hidup.74

Menurut Gede Purwaka dalam prakteknya, seorang ahli waris tidak dapat

langsung secara otomatis dapat menguasai dan melakukan balik nama harta warisan

yang menjadi haknya dengan terbukanya pewarisan (meninggalnya pewaris),

melainkan untuk melakukan tindakan hukum terhadap apa yang menjadi haknya

tersebut harus dilengkapi dengan adanya surat keterangan hak waris.75

Dasar hukum terhadap surat keterangan ahli waris ataupun penetapan ahli

waris di keluarkan oleh pengadilan. Penetapan ahli waris untuk yang beragama Islam

dibuat oleh Pengadilan Agama atas permohonan ahli waris. Dasar hukumnya adalah

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.76 Sedangkan penetapan ahli waris

yang beragama selain Islam dibuat oleh Pengadilan Negeri.77

Adapun syarat pemohon dalam membuat surat keterangan ahli waris di

Mahkamah Syar’iyah adalah :

1. Surat pemohon yang ditujukan kepada ketua mahkamah syar’iyah Aceh

Besar;

74Tarnakiran S, Asas-asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Setakan Pertama,

(Bandung, Pionir Jaya, 1992), hal. 1

75I Gede Purwaka, Keterangan Hak Waris yang dibuat oleh Notaris berdasarkan Ketentuan

KUH Perdata, Program Spesialis Notariat dan Pertanahan Fakultas Hukum UI, (Jakarta, UI Press, 1999), hal. 3

76

Lihat Pasal 49. 77

(23)

2. Membayar panjar biaya perkara di Bank BRI cabang Aceh Besar sebesar yang

telah ditaksir oleh petugas meja I.

3. Fotocopy para pihak

4. Fotocopy akta / surat kematian pemilik barang yang diwarisi;

5. Fotocopy akta / surat kelahiran para pewaris;

6. Silsilah keluarga yang disyahkan oleh Lurah/ Kepala Desa;

7. Surat keterangan pengantar dari Lurah/ Kepala Desa.78

Pemberian nama Surat Keterangan Hak Waris ini semata-mata merupakan

terjemahan harfiah dari Verklaring van erfrecht. Bila hendak diterbitkan dalam bentuk akte tersendiri (yang berdiri sendiri, lazimnya dibuat dan diterbitkan dalam

bentuk akta dibawah tangan), maka penerbitan Surat Keterangan Hak Waris

(verklaring van erfrecht) ini disesuaikan dengan kewenangan pejabat yang berwenang membuatnya dan kewenangan pejabat yang menerbitkannya disesuaikan

pula menurut penggolongan hukum dan penggolongan penduduk yang berlaku bagi

WNI yang bersangkutan.79

Dengan demikian keterangan hak waris adalah dapat diartikan sebagai suatu

surat yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang atau

dibuat sendiri oleh segenap ahli waris yang kemudian dibenarkan dan dikuatkan oleh

Kepala Desa atau Camat, yang dijadikan alat bukti yang kuat tentang adanya suatu

peralihan hak atas harta peninggalan dan pewaris kepada ahli waris”.80

78 Berdasarkan Wawancara dengan Ketua Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Bapak Drs.

Misran. SH. MH pada pukul 13.39 WIB, Tanggal 15 Desember 2015.

79Syahril Sofyan,Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta khusus warisan,( Medan, Pustaka

Bangsa Press, 2011), hal. 101

(24)

Keterangan hak waris dibuat dengan tujuan untuk membuktikan siapa-siapa

yang merupakan ahli waris atas harta peninggalan yang telah terbuka menurut hukum

dari beberapa porsi atau bagian masing-masing ahli waris terhadap harta peninggalan

yang telah terbuka tersebut.

Keterangan ahli waris disebut juga surat keterangan hak mewaris atau surat

keterangan waris. “surat keterangan hak waris merupakan surat bukti waris, yaitu

surat yang membuktikan bahwa yang disebutkan diatas adalah ahli waris dan pewaris

tertentu.”81

Sedangkan menurut I Gede PurwakaKeterangan hak waris untuk melakukan balik nama atas barang harta peninggalan yang diterima, dan atas nama pewaris

menjadi atas nama seluruh ahli waris.82

Tindakan kepemilikan yang dimaksud misalnya adalah :

1) Khusus untuk barang-barang harta peninggalan berupa tanah, maka dapat

mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan setempat, yaitu :

a. Melakukan pendaftaran peralihan hak ( balik nama) untuk tanah yang

sudah bersertifikat ; dan

b. Melakukan permohonan hak baru (sertifikat) atas tanah yang belum

terdaftar seperti misalnya tanah girik, tanah bekas hak barat, tanah

negara.

(25)

2) Menggadaikan atau dengan cara menjaminkan barang-barang harta

peninggalan tersebut kepada pihak lain atau kreditur, apabila ahli waris

hendak meminjam uang atau meminta kredit.

3) Mengalihakan barang-barang harta peninggalan tersebut kepada pihak

selain dan semua yang telah disebutkan diatas, lain misalnya menjual,

menghibahkan, melepaskan hak dan lain-lainnya yang bersifat berupa

suatu peralihan hak.

4) Merubah status kepemilikan bersama atas barang harta peninggalan

menjadi milik dari masing-masing ahli waris dengan cara melakukan

membuat akta pembagian dan pemisahan harta peninggalan di hadapan

Notaris.

Didalam surat keterangan waris memuat tentang nama-nama dan para ahli

waris dan nama pewaris (almarhum), bagi orang Islam dibuat oleh para ahli waris

sendiri disaksikan oleh Kepala Desa / Lurah dan dikuatkan oleh Camat. Penentuan

porsi dan masing-masing ahli waris tergantung pada hukum mana yang berlaku bagi

para ahli waris artinya adalah apabila ahli waris golongan bumi putera membagi

warisannya dengan hukum faraidh maka akan dibagi sesuai dengan porsi masing-masing, sedangkan untuk golongan yang tunduk pada hukum adat maka akan dibagi

sesuai dengan hukum adatnya. Bagi golongan yang tunduk pada hukum matrilinial

maka porsi anak perempuan akan lebih banyak atau lebih diutamakan sedangkan

(26)

Pewarisan menurut faraidh atau menurut hukum Islam membolehkan pewaris

mewasiatkan maksimal 1/3 (sepertiga) dan warisannya.

C. Surat Keterangan Ahli Waris sebagai Alat Bukti

Menurut Prof. Subekti83 alat bukti, adalah alat-alat yang dipergunakan untuk

membuktikan dalil-dalil suatu pihak di muka pengadilan, misalnya bukti-bukti yang

bersifat tulisan, dan bukti-bukti yang bukan tulisan seperti, kesaksian, persangkaan,

sumpah dan lain-lain. Alat bukti yang bersifat tertulis dapat berupa surat dan dapat

berupa akta. Surat ialah segala sesuatu yang membuat tanda bacaan yang

dimaksudkan untuk menuangkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang

dan dapat dipergunakan dalam pembuktian.84

Alat pembuktian tertulis yang berupa surat, merupakan salah satu alat bukti

yang sah menurut hukum. Alat bukti surat ini, memegang peranan penting dalam

semua kegiatan yang menyangkut bidang keperdataan, misalnya jual beli, utang

piutang, tukar menukar, sewa menyewa dan sebagainya.

Alat pembuktian tertulis yang berupa surat, menurutA. Pitloadalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti menerjemahkan suatu isi pikiran.85Sudikno Mertokusumo, juga menjelaskan bahwa alat bukti tertulis yang berupa surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda baca yang dimaksud untuk mencurahkan isi

hati atau untuk menyampaikan buah pemikiran seseorang dan dapat dipergunakan

83Subekti dan Tjitrosoedibjo,Kamus Hukum,(Jakarta, Pradnya Paramita, 1980), hal. 21 84Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam perkara pidana, (Bandung, Mandar Maju,

2003), hal. 62

(27)

sebagai pembuktian86. Dengan demikian maka segala sesuatu yang tidak memuat

tanda-tanda bacaan, akan tetapi tidak mengandung buah pemikiran, tidaklah termasuk

dalam pengertian alat bukti tertulis atau surat, misalnya gambar, foto atau peta.

Tujuan dari pembuktian adalah untuk memperoleh kepastian hukum bahwa

suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-benar terjadi, guna mendapat putusan

hakim yang benar dan adil87. Hukum pembuktian dalam berperkara merupakan

bagian yang sangat kompleks dalam proses litigasi. Pembuktian berkaitan dengan

kemampuan merekonstruksi kejadian atau peristiwa masa lalu sebagai suatu

kebenaran88.

Surat sebagai alat bukti tertulis dapat dibedakan dalam bentuk akta dan surat

bukan akta. Menurut A. Pitlo, akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat

untuk dipakai sebagai alat bukti dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan

siapa surat itu dibuat89.

Surat keterangan waris merupakan alat bukti yang dipergunakan oleh pejabat

untuk menentukan siapa yang menjadi ahli waris dan pewaris, dan surat keterangan

waris tersebut dapat diketahui siapa yang berhak atas harta yang ditinggalkan. Jadi

tidaklah mengherankan kalau instansi pemerintah maupun swasta menghendaki

adanya pegangan yang menjamin bahwa mereka menyerahkan dan membayar kepada

86Sudikno Mertokusumo,

Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, Liberty, 2002), hal.142

87Jan Michiel Otto,Kepastian Hukum di Negara Berkembang, terjemahan Tristam Moeliono,

(Jakarta, Komisi Hukum Nasional, 2003), hal. 5

88M.Yahya Harahap,Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU no. 7 tahun

1989, (Jakarta, Pustaka Kartini, 1990) hal. 496

89Teguh Samudra, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, (Bandung, Alumni, 1992),

(28)

orang atau orang-orang yang benar-benar berhak menerimanya. Untuk itu “tidaklah

heran suatu instansi meminta surat keterangan dari pihak yang berwenang dalam

menerbitkan surat keterangan tersebut (Surat Keterangan ahli waris).90

Namun perlu diketahui bahwa surat keterangan ahli waris yang berlaku di

Indonesia masih bersifat pluralistis artinya bahwa surat keterangan ahli waris yang

diterbitkan bukan hanya diterbitkan oleh seorang Notaris tapi masih ada instansi lain

yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menerbitkannya. Hal ini diakibatkan oleh belum

adanya suatu Undang-Undang yang mengatur tentang surat keterangan ahli waris

tersebut, sehingga mengakibatkan di Indonesia sampai sekarang ini belum terdapat

suatu kesatuan hukum tentang hukum waris yang dapat diterapkan untuk seluruh

warga negara Indonesia. Oleh karena itu hukum waris yang diterapkan kepada

seluruh warga negara Indonesia masih berbeda-beda dan dapat katakan bersifat

“pluralism.

Keanekaragaman sistem hukum waris yang berlaku di Indonesia dikarenakan

oleh karena bangsa Indonesia terdiri dari beranekaragaman suku dan agama dengan

berbagai macam kebiasaan. Di samping itu juga karena adanya penggolongan

penduduk yang mengakibatkan perbedaan hukum yang berlaku bagi setiap golongan

penduduk dan status keragaman sistim hukum ini masih berlaku hingga sekarang.

D. Pejabat Yang Berwenang Menerbitkan Surat Keterangan Ahli Waris

Secara khusus tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang keterangan hak waris dan siapa saja pejabat yang berwenang dalam

menerbitkan surat keterangan hak waris.91

90Tan Thong Kie,Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris. Buku I,(Jakarta, Ichijar Baru

(29)

Satu-satunya ketentuan tertulis yang mengatur wewenang pembuatan surat

keterangan hak waris yang dikenal dalam praktek sehari-hari diatur dalam Instruksi

bagi para Pejabat Pendaftaran Tanah di Indonesia dan mereka yang bertindak

sedemikian yang diatur dalam Pasal 14 Staats blad 1916 No. 517, yang mulai berlaku

pada tanggal 1 November 1916, yang memberikan kewenangan untuk membuat surat

keterangan hak waris itu kepada Balai Harta Peninggalan setempat. Oleh karena itu

tidak adanya peraturan yang mengatur mengenai keterangan hak waris dan pejabat

yang berwenang menerbitkannya, maka untuk menghindari terjadinya kekosongan

hukum Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan suratnya tanggal 8 Mei 1991

Nomor MA/Kumdil/171/V/K/199192yang ditujukan kepada ketua Pengadilan Tinggi,

Ketua Pengadilan Tinggi Agama, Ketua Pengadilan Negeri, dan Ketua Pengadilan

Agama di seluruh Indonesia berhubungan dengan surat Mahkamah Agung Republik

Indonesia tanggal 25 Maret 1991 Nomor KMA/041/III/1991, telah menunjuk Surat

Edaran tanggal Pendaftaran Tanah (Kadester) di Jakarta, yang menyatakan bahwa

guna keseragaman dan berpokok pangkal dari penggolongan penduduk yang pernah

dikenal sejak sebelum kemerdekaan, hendaknya keterangan hak waris untuk warga

negara Indonesia juga diterbitkan berdasarkan penggolongan penduduk tersebut.

Adapun pejabat yang berwenang mengeluarkan surat keterangan ahli waris

bagi golongan penduduk Indonesia Asli (Bumiputera), surat keterangan ahli waris

dibuat oleh para ahli waris yang kemudian dibenarkan dan kuatkan oleh Lurah dan

91Tan Thong Kie, hal. 290

92Lihat Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan suratnya tanggal 8 Mei 1991 Nomor

(30)

Camat penduduk Indonesia Asli, terutama yang tinggal dipedalaman daerah terpencil

jauh dari kota, pada awalnya banyak mengalami masalah dibidang pembuktian yang

berkenaan dengan kewarisan. Terutama bagi para ahli waris yang menerima barang

warisan berupa tanah. Kesulitan pembuktian kewarisan tersebut, akhirnya dapat

diatasi dan dipecahkan dengan terbitnya Surat Edaran yang ditanda tangani oleh

Badan Pembinaan Hukum Direktorat Jendera Agraria, Departemen Dalam Negeri,

tertanggal 20 Desember 1969, Nomor : 44 Dp/ J12/63/12/69, tentang Surat

Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan.

Dalam surat Edaran tersebut diatur mengenai pejabat Lurah/Kepala Desa dan

Camat untuk menyaksikan, membenarkan dan menguatkan surat keterangan ahli

waris yang dibuat oleh ahli waris. Surat keterangan ahli waris tersebut demi hukum

diakui sebagi alat bukti otentik oleh instansi pejabat kantor pertanahan (agraria) untuk mengurus barang warisan berupa tanah dalam melakukan pendaftaran hak

(balik nama) atau permohonan hak baru (sertifikat).

Adapun syarat untuk mendaftarkan kepada Kantor Badan Pertanahan

Nasional (BPN) adalah :

1. Mengisi formulir permohonan dan ditandatangani diatas materai, formulir

permohonan ini memuat :

a. Identitas diri

b. Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon

(31)

d. Pernyataan tanah dikuasai secara fisik

2. Fotocopy identitas pemohon/para ahli waris (KTP/KK) dan kuasa apabila

dikuasakan, yang telah dicocokan dengan aslinya oleh petugas loket.

3. Sertifikat asli.

4. Surat Keterangan Ahli Waris sesuai peraturan per Undang-Undangan.

5. Akte wasiat notariel

6. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan yang dicocokkan oleh petugas loket.

7. Penyerahan bukti SBB (BPHTB), bukti SSP/PPH.93

Terhadap persyaratan pembuatan surat keterangan waris untuk pengurusan

warisan berupa pendaftaran hak yakni pemohon harus membuat surat keterangan

waris (SKW) yang menerangkan bahwa yang bersangkutan ahli waris dari orang tua.

Surat keterangan ahli waris dibuat oleh ahli waris, dan disaksikan oleh dua orang

saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa tempat tinggal pewaris.

93

Referensi

Dokumen terkait

Pengetahuan yang baik tentang menarche akan mempengaruhi kesiapan remaja putri dalam menghadapi menarche , hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Pembuatan es krim berbahan dasar ubi ungu dengan menggunakan nitrogen adalah sebuah variasi bahan dasar yang dapat digunakan, dalam ubi ungu memiliki dominasi warna ungu pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) profil budaya berakhlak berprestasi (2) bentuk perilaku menyimpang yang dilakukan siswa/siswi SMA Darul Hikam (3) upaya

Pemerintah pusat sebagai induk pemerintahan diharapkan mendukung upaya pengelolaan sumber daya laut oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau dengan mengeluarkan

Jika terjadi angka yang sama (tie), pilihlah hari libur yang kebutuhan untuk hari yang berdekatannya terendah. Jika masih terdapat angka yang sama, secara

Jumlah yang Masih Bersekolah. SD/MI SMP/MTs

[r]

Maka untuk memenuhi pencapaian target tersebut guna memperoleh validitas dalam proyek ini, maka dilanjutkan dengan penyebaran kuesioner untuk survei konsumen Tahap II yang