31
BAB V
PEMBAHASAN
5.1Kompetisi Kepentingan Amerika Serikat dan Cina
Kompetisi dapat dimaknai dengan adanya aktor yang bersaing
berusaha memperebutkan hal yang sama. Perlu dipahami bahwa tiap negara
menginginkan bertahan (survival)sebagai tujuan utama, yang hanya bisa
dipastikan dengan menjadi hegemoni. Amerika Serikat dan Cina dapat
dikatakan terlibat dalam interaksi persaingan, karena kedua negara tersebut
memiliki target kebijakan ekonomi dan target pasar yang sama untuk
memperebutkannilai strategis Asia Pasifik. Bab ini akan menjelaskan interaksi
kompetisi AS dan Cina dalam meraih kepentingan kebijakan luar negeri
mereka di kawasan Asia Pasifik. Pertama, akan dijelaskan mengenai nilai
strategis dari perdagangan di Asia Pasifik yang menjadi target Amerika
Serikat dan Cina. Kedua, akan dijelaskan bagaimana kedua negara tersebut
memilih Asia Pasifik sebagai target yang diperebutkan melalui arah kebijakan
luar negeri yang mereka luncurkan. Ketiga, akan dijelaskan bagaimana
strategi kedua negara memperebutkan pengaruh ekonomi di kawasan Asia
Pasifik melalui pembentukan blok perdagangan (TPP dan RCEP).
5.1.1 Nilai Strategis Perdagangan Asia Pasifik
Dewasa ini, Asia Pasifik merupakan kawasan yang begitu strategis
dalam perdangan internasional. Kawasan Asia Pasifik menyimpan
kombinasi antara kebangkitan Asia, globalisasi, dan pertumbuhan
ekonomi yang didorong permintaan konsumen serta investasi domestik.
Hal tersebut menghadirkan kemakmuran ekonomi dan membuat
keseimbangan kekuatan ekonomi di area Asia Pasifik yang cukup stabil.1
Terdapat tiga alasan utama mengapa Asia Pasifik begitu menarik dan
strategis bagi perdagangan internasional.
1
Diakses melalui,
32
Gambar 2
Peta jalur perdagangan Asia Pasifik.
Sumber:http://trendezia.com/Trendz/read/4635/memanfaatkan-jalur-perdagangan-indonesia
Pertama, terkait geopolitiknya yang strategis sebagai jalur
perdagangan.Peta jalur perdangan pada gambar 2 menjelaskan bahwa jalur
utama perdagangan melalui pelayaran laut melintasi Asia Pasifik ditandai
dengan garis biru tebal. Jalur ini membentang dari Teluk Persia menuju ke
arah barat menuju Eropa Barat, kemudian berlanjut ke arah timur menuju
Asia Timur dan Amerika Serikat. Jalur pelayaran strategis di Asia Pasifik
meliputi Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur.
Jalur perairan Asia Pasifik juga potensi besar dengan adanya choke
point2di beberapa titik ditandai dengan lingkaran kuning yang terdapat
pada gambar peta. Choke point tersebut meliputi Selat Malaka, Selat
Lombok, SLOCs (Sea lines of Communication)3 di Kepulauan Spartly,
Laut Asia Timur Laut, dan SLOCs di pasifik barat daya.
2
Choke Point merupakan rute sempit strategis sebagai penghubung ke jalur perairan lainnya. Sebagai contoh, selat malaka merupakan jalur pelayaran sempit yang dapat menghubungkan ke Samudra Hindia dan Samudra Pasifik yang begitu strategis.
3
33
Kedua, negara- negara di kawasan Asia Pasifik menyumbang
hampir dua-perlima dari pertumbuhan global pada tahun 2015, yakni lebih
dari dua kali kontribusi gabungan dari semua daerah berkembang lainnya
di dunia.4 Negara- negara berkembang di kawasan (Cina tak dihitung) ini
tumbuh sebesar 4,7 % pada tahun 2015 dan laju pertumbuhannya
bertambah menjadi 4,8% di 2016.5 Diprediksikan akan bertumbuh lagi
menjadi 4,9 % pada 2017/2018 karena didorong pertumbuhan ekonomi
yang signifikan oleh negara- negara Asia Tenggara.6 Selain itu didukung
pula oleh potensi Sumber Daya Alam yang tinggi, seperti hasilpertanian,
mineral, energi, dan tambang.
Negara- negara di kawasan Asia Pasifik sebagian besar memegang
peran penting dalam dinamika ekonomi politik internasional, dengan
adanya tiga kekuatan ekonomi utama seperti Amerika Serikat, Cina, dan
Jepang. Saat ini Amerika Serikat menduduki peringkat teratas di dunia
bagi pendapat PDB, diikuti Cina pada peringkat ketiga dan Jepang di
peringkat kelima. Selain tiga kekuatan utama Asia Pasifik, beberapa
negara dari ASEAN muncul sebagai penggerak ekonomi di Asia. Berikut
adalah tabel tentang pertumbuhan GDP di kawasan- kawasan di seluruh
dunia pada tahun 2015. (lihat gambar 3).
Ketiga, Asia Pasifik merupakan suatu kawasan dengan jumlah
penduduk yang begitu besar. Penduduknya mencapai 50-60% dari total
penduduk dunia, tercatat sebanyak 2,279 milyar jiwa pada tahun 2015.7
(lihat gambar 4) Hal tersebut dapat dijadikan kesempatan baik dalam
menciptakan market-shared, didukung tingginya nilai konsumsi dan
adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN yang baru saja terbentuk.
Demikianlah tiga nilai strategis yang dimiliki oleh Asia Pasifik.
4
Diakses melalui http://www.worldbank.org/en/region/eap/publication/east-asia-pacific-economic-update , pada 20 Juli 2016, pukul 22.00 WIB.
5 Ibid. 6
Ibid. 7
34
Gambar 3
Data Pertumbuhan GDP 2015 (dalam US$).
35
Gambar 4
Pertumbuhan Populasi Total 2015.
36
5.1.2 Arah Kebijakan Luar Negeri Cina dan Amerika Serikat
terkait Asia Pasifik sebagai Target Kepentingan
A. Kebijakan Politik Luar Negeri Cina : OBOR (One Belt, One Road)
Cina Kuno sejak zaman kerajaan telah membuka kerjasama dan
menjalin hubungan luar negeri, salahsatunya pada Dinasti Han (206 SM-
220 SM) yang didirikan oleh Liu-Pang. Ketika itu dibangun jalur sutra
yangmana menghubungkan Cina dengan Asia Tengah, Kashmir, sampai
ke jalur Romawi.8Istilah Jalur Sutra dipilih karena terkait dengan
monopoli Cina terhadap produksi sutra yang dijaga kerahasiaan
produksinya selama 3000 tahun. Kekaisaran Cina menggunakan sutra
sebagai hadiah diplomatiknya dan sebagai maskot untuk mengekpansi
perdagangan.9 Takhtanya di daerah Eurasia melalui jalur Sutra, Dinasti Han juga bergerak di perdagangan maritim melalui “Spice Maritime Road”. Yakni perdagangan melalui jalur laut yang notabene membawa
rempah-rempah (spice), selain itu juga sering memperdagangkan tekstil,
kayu, batu mulia, logam, dupa dan kayu. Jalur maritim ini sepanjang lebih
dari 15.000 km dari pantai Barat Jepang, Laut Cina Selatan (sekarang
termasuk lautan Asia Tenggara), India, Timur Tengah, hingga
Mediterania.10 Masa itu Cina menikmati kejayaan yang begitu besar
akibat adanya ekspansi perdagangan dan hubungan luar negeri melalui dua pintu yakni “Silk Road” dan “Spice Maritime Road”.
Cina sebagai kerajaan tengah hilang pamornya digantikan
kolonialisme dunia Barat yang melakukan ekspansi besar- besaran di
dunia. Hingga Cina kembali muncul dengan deklarasi kemerdekaannya
sebagai Republik Rakyat Cina melalui revolusi Mao Zedong. Mao Zedong
menuntun Cina pada pandangan revolusioner untuk mengubah tatanan
8
Diakses melalui, http://www.sejarah-negara.com/2014/09/10-dinasti-yang-pernah-memerintah-china.html ,pada tanggal 10 Oktober 2016, pk 19.00 WIB
37
kaku masyarakat Cina yang sebelumnya kental akan feodalisme menjadi
marxisme ala Maoisme (Leo,2006). Cina berkembang dengan model
pembangunan sosialis di bawah pemerintahan Mao Zedong, dimana Cina
lebih tertutup terhadap kerjasama luar negeri terutama dengan negara-
negara Barat. Hingga akhirnya model pembangunan demikian menuai
keluhan dan protes karena gagalnya program lompatan jauh ke depan
sehingga terjadi krisis besar di Cina (Leo,2006).
Ronald Keith, dalam tulisannya berjudul China as a Rising World
Power and its Response to ‘Globalization’ , mengungkapkan bagaimana
terjadi perubahan dalam politik luar negeri Cina (Keith,2005). Perubahan
tersebut bersangkutan dengan terbukanya tirai bambu Cina dalam
perekonomian global menjadi modernisasi sosialisme-liberalis,yang mana
sebelumnya sempat tertutup di era Mao. Singkatnya, perdagangan antara
Cina dan Barat kian meningkat di tahun 1970an (Breslin,2007:83).
Sehingga pada tahun 1978-1986 Cina mulai membuka pintu terhadap
hubungan ekonomi internasional tahap awal, salahsatunya dengan
pemberlakuan zona ekonomi khusus. Terus berlanjut hingga tahun- tahun
selanjutnya ditandai dengan kontrak dengan investor, membuka
perdagangan dengan Amerika Serikat, serta masuknya Cina dalam
organisasi WTO (World Trade Organization) yang diinisiasi oleh Amerika
Serikat.
Dewasa ini, Cina berusaha meraihkembali kejayaannya sebagai
The Middle Kingdom seperti pada masaCina Kuno Dinasti Han (206 SM-
220 SM) (Breslin,2007). Kebijakan Presiden Xi Jinping memunculkan
kesan ambisi kuat mengulang kembali kejayaan Cina Kuno tersebut
melalui konsep OBOR (One Belt, One Road).Presiden Cina, Xi Jinping,
memaparkan konsep OBOR sejak kunjungannya ke Kazakhstan dalam
pidatonya di Universitas Nazarbayev,pada September tahun 2013 lalu.11
Xi menyatakan bahwa Cina dan Asia Tengah dapat bekerjasama untuk
11
38
kembali membangun Silk Road Economic Belt, dan itulah pertamakalinya
pemimpin Cina ini mengemukakan visi strategisnya.12 Ke depannya ia
berharap OBOR ini berlanjut hingga kawasan- kawasan Eurasia serta
kawasan Asia Pasifik.Konsep OBOR ini seolah menjadi diplomasi ala
Tiongkok untuk mengekspansi dunia global dimulai dari jalur
perdagangan dan kawasan, dengan silk road maupun maritime road.
OBOR (One Belt, One Road) merupakan konsep yang berfokus
pada penyatuan Cina dengan kawasan- kawasan yang dilalui jalur sutra
dan jalur rempah- rempah maritim, yang merujuk pada sebagian besar
kawasan Asia Pasifik. Inisiatif OBOR ini memiliki tiga tujuan utama yang
hendak dicapai, antara lain diversifikasi ekonomi, stabilitas politik, dan
pengembangan tatanan global yang multipolar.13Di bawah semangat
interkoneksi satu sabuk satu jalur sutra, Cina berharap dapat melebarkan
pengaruhya dengan mengembangkan pembangunan infrastruktur dunia.
Hal ini dilakukan Cina sesuai kapasitasnya sebagai negara pemilik
ekonomi terbesar kedua di dunia dengan cadangan mata uang asing
terbesar serta tingkat tabungan yang tinggi.14 Kemudian langkahnya
semakin pasti dengan melakukan kunjungan- kunjungan ke luar negeri
pada tahun 2013.15 Berikut dapat dilihat peta rancangan pengembangan
inisiatif OBOR Cina melalui bantuan pembangunan infrastruktur. (gambar
5) . Peta strategi pembangunan Cina melalui OBOR menggambarkan 6
koridor ekonomi yang dipakai Cina (ditanadi 6 garis merah tipis), jalur
sutra maritim (ditandai biru tipis), sabuk ekonomi jalur sutra (ditandai
oranye tipis), dan negara pendiri AIIB (ditandai merah muda tipis). Peta
strategi Cina mencakup pembangunan jalur rel kereta api (ditandai simbol
garis hitam putus- putus), pembangunan pipa gas (ditandai simbol garis mapping/ , pada 25 Oktober 2016, pk. 19.57 WIB.
39
pembangunan pipa minyak (ditandai simbol aris hitam), dan pelabuhan
(ditandai dengan simbol kapal biru kecil).
Gambar 5
Peta Rancangan Pengembangan Inisiatif OBOR Cina. Sumber:
40
B.Kebijakan Politik Luar Negeri Amerika Serikat: Pivot to Asia Pacific
Konsep dari “Pivot to Asia Pacific” merupakan upaya penyeimbangan kembali kekuatan luar negeri Amerika Serikat dalam
mempertahankan posisinya dalam kerjasama efektif di Asia Pasifik
(Campbell&Andrews,2013). Terdapat enam kunci utama dari konsep ini,
meliputi memperkuat aliansi; peningkatan hubungan dengan emerging
power; improvisasi diplomasi ekonomi; mempererat hubungan dengan
institusi multilateral; mendukung nilai universal; dan meningkatkan
hadirnya pasukan pertahanan militer AS di kawasan Asia Pasifik.
Penguatan aliansibilateral yang dilakukan Amerika Serikat ialah
untuk menciptakan tatanan keamanan regional dan kemanan maritim yang
stabil serta meraih hubungan ekonomi yang efektif
(Campbell&Andrews,2013).Dimulai dengna hubungan bilateral yang kuat
dengan Jepang yang telah dibangun paska perang dunia kedua dalam
menjaga kestabilan dunia saat itu. Hingga kini hubungan bilateral tersebut
kian tetap terjaga, dibuktikan dengan kesigapan Amerika Serikat dalam
membantu Jepang ketika mengalam 3 bencana (gempa bumi, tsunami,
krisis akibat nuklir) berturut- turut pada tahun 2011. Dilanjutkan dengan
memperkuat hubungan bilateralnya dengan Filipina melalui bidang
ekonomi ,serta bantuan militer dalam menghadapi gugatan Cina di Laut
Cina Selatan. Serta mempererat hubungannya dengan Indonesia,Thailand
dan Australia, melalui kunjungan kepresidenan yang dilakukan Barack
Obama.
Meningkatkan Hubungan dengan Emerging Power sebenarnya menyimpan makna lain dalam rangka menyeimbangkan kekuatan. Hal ini
dilakukan bukan semata- mata untuk menjaga hubungan baik layaknya
membentuk aliansi. Namun dalam konteks ini dapat dilihat maksud lain ,
yakni untuk meminimalkan potensi kesalahpahaman dan salah
41
disebut sebagai kekuatan global baru. Pada Juli tahun 2013 , Presiden
Barack Obama melawat ke Cina untuk melakukan dialog seputar
perekonomian dunia. Dilanjutkan dengan pertemuan secara informal pada
KTT Sunnylands. Amerika Serikat juga menjaga hubungannya dengan
India dengan kerap melibatkannya dalam dialog trilateral bersama dengan
Jepang. Selain itu, perkuatan hubungan dengan negara- negara berpotensi
di Asia Tenggara (Singapura, Thailand, Indonesia, dan Vietnam) dan
Pasifik (Australia dan Selandia Baru).
Improvisasi Diplomasi Ekonomi juga digalakkan Amerika
Serikat dalam rangka membenahi dan memulihkan perekonomiannya
paska krisis moneter. Secara lebih lanjut peningkatan penataan diplomasi
ekonomi ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan regulasi
internasional guna memfasilitasi hubugan komersial Asia Pasifik dan
mempromosikan pertumbuhan ekonomi. Sehingga ketika Amerika Serikat
bertindak sebagai tuan rumah pada KTT APEC 2011, menekankan
fasilitas ekonomi yang lebih terintegrasi. Cara nyata yang dilakukan
Amerika Serikat dalam mengimprovisasi diplomasi ekonominya ialah
dengan membentuk kerjasama energi dengan Brunei Darussalam melalai
US Comprehensive Partnership for a Sustainable Energy 2012. Serta
membantu blok perdagangan Asia Pasifik melalui TPP.
Membangun Hubungan dengan Institusi Multilateral yang
berpotensi memperkuat sistem aturan dan tanggungjawab guna
menghadapi tantangan transnasional yang kompleks dan meningkatkan
kerjasama. Institusi multilateral merupakan cara efisien bagi Amerika
Serikat untuk menghimpun kerjasama sekaligus dengan beberapa negara
maupun pihak pemegang kepentingan. Hubungan ASEAN dengan
Amerika Serikat ialah sebagai contohnya, Presiden Barack Obama dapat
menyampaikan aspirasinya terkait Laut Cina Selatan dan kerjasama
ekonomi dalam satu waktu dimana seluruh negara ASEAN terhubung
42
Mempromosikan Nilai Universal merupakan salahsatu strategi
Amerika Serikat untuk melakukan diplomasi lebih dalam lagi. Nilai
universal yang dimaksud ialah terkait Hak Asasi Manusia dan demokrasi.
Seperti halnya yang terjadi di Myanmar , dimana proses demokrasi mulai
berjalan dalam kehidupan sosial negara tersebut. Amerika Serikat dapat
menjalin hubungan yang kuat dengan negara Myanmar dalam rangka
dialog proses demokrasi yang sedang terjadi.
Peningkatan kehadiran pasukan militer Amerika Serikat. Hal
ini merupakan perimbangan kekuatan warisan perang dunia dan perang
dingin, dimana Amerika Serikat membentuk beberapa pos pertahanan di
kawasan Asia Pasifik. Dengan pembaharuan konsep ini, Amerika Serikat
melakukan penambahan pasukan baru di Singapura, Australia, dan
Filipina. Terutama dalam menghadapi sengketa Laut Cina Selatan,
Amerika Serikat berperan dalam pelatihan pasukan dan menyumbang
pangkalan militer di daerah Asia Timur Laut.
Sejak tahun 2011 ,Amerika Serikat telah melaksanakan strategi
dari konsep ini dengan melakukan beberapa tindakan (Manyin,2012).
Pertama, diumumkannya persebaran pasukan militer baru Amerika Serikat
di Australia, Singapura, dan Filipina. Kedua, memperkuat kehadirannya
di Asia Timur terkait sengketa Laut Cina Selatan. Ketiga, mengikuti
pertemuan dengan negara- negara Asia Timur dan ASEAN. Keempat,
43
5.1.3 Perebutan Pengaruh Ekonomi melalui TPP dan RCEP
Nilai strategis yang dimiliki Asia Pasifik memicu perkembangan
perdagangan bebas di beberapa tahun terakhir. Menurut data WTO,
perdagangan bebas di Asia Pasifik meningkat signifikan dimulai dari tahun
2000 dengan hanya ada 3 FTA (Free Trade Agreement) menjadi 40 FTA
di tahun 2014. Sedangkan menurut data ADB, pada tahun 2014 terdapat
71 FTA di Asia Pasifik baik yang sudah berjalan,maupun yang sedang
dinegosiasikan diluar data WTO. Perdagangan bebas tersebut memiliki
cakupan beragam, seperti multilateral, bilateral, ataupun pluraliteral.
Perkembangan perdangangan bebas di kawasan Asia Pasifik
dipengaruhi oleh 3 faktor utama. Yang pertama, pemerintah negara-
negara Asia Pasifik mulai meragukan progres dari Putaran Doha WTO16,
sehingga diperlukan pengambilan inisiatif untuk menggerakkan integrasi
perdagangan bebas regional. Kedua, beberapa negara maju di kawasan
Asia Pasifik tertarik untuk memperluas isu perdagangan bebas ke
investasi, jasa, dan intelectual property. Perluasan isu tersebut dapat
direalisasikan melalui pembentukan FTA, untuk memperbesar kapasitas
perekonomian dan geopolitik. Ketiga, menetralisir kerugian yang didapat
apabila tidak tergabung samasekali dalam FTA. Absennya kehadiran suatu
negara dari FTA dapat mengisolasi kegiatan perdagangan dari negara
tersebut.
Cina dan Amerika Serikat memiliki intensi yang sama dalam
menjadi hegemoni melalui kekuatan ekonomi melalui pembentukan aliansi
perdagangan. Pembentukan aliansi perdagangan sebagai alat tawar
dipergunakan dengan baik oleh Amerika Serikat melalui TPP dan Cina
melalui RCEP. Keduanya sama- sama mencari celah dalam rimbunnya
FTA yang sudah terdapat di kawasan Asia Pasifik. Seperti halnya Amerika
16
44
Serikat yang bersikeras menyempurnakan kesepakatan Pacific-4 menjadi
TPP. Kemudian Cina yang berinisiatif mengkomprehensifkan kerjasama
ASEAN+6 yang sebelumnya sudah ada menjadi RCEP.
Amerika Serikat menyelipkan kepentingannya membentuk poros
ekonomi di kawasan Asia Pasifik (pivot to Asia) melalui TPP sebagai
gerakan pertahanan geopolitiknya untuk meraih hegemoni. Amerika
melalui TPP mempromosilan liberalisasi perdagangan supaya dapat
berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian domestik paska krisis
2008, tersedianya pekerjaan, serta kegiatan ekspor yang
berkesinambungan.Keaktifannya di TPP sekaligus dapat diartikan sebagai
gerakan pertahanan dalam penyeimbangan kekuatan melawan Cina.
Cina membangun RCEP di atas kiprah dari ASEAN+6 yang telah
terbangun, adapun negara ini menyelipkan kepentingan ekonomi dan
politiknya melalui RCEP. Kepentingan ekonomi Cina melalui RCEP
bertujuan untuk mengurangi perbedaan dampak kompetisi dagang
multilateral, menurunkan tarif untuk memperlancar ekspor dan impor,
membantu bisnis Cina mengakses pasar luar negeri, dan mengurangi
jumlah penyelidikan anti-dumping di Cina. Selain itu, kepentingan politik
luar negeri Cina jelas untuk menyukseskan berjalanya OBOR Initiative di
Asia Pasifik melalui penyerangan cantik (charm offensive)yang
dilakukannya.
Munculnya dua negara adidaya di Asia Pasifik dengan blok
perdangannnya, membuat negara- negara lain mengkalkulasi keuntungan
dari bergabung dengan blok perdagangan. Hal tersebut dapat disebut
sebagai tipe bandwagoning dari konsep perimbangan kekuatan. Sehingga
memungkinkan bergabungnya satu negara ke dalam dua blok
perdagangan, entah TPP maupun RCEP. Berikut negara anggota yang
45
Gambar 6
Klasifikasi Anggota RCEP dan TPP.
Sumber:http://www.postwesternworld.com/2015/08/21/tussle-regional-influence/
Berdasarkan gambar 6, terdapat temuan menarik dari persebaran
anggota TPP dan RCEP. Cina melalui RCEP mengkomprehensifkan
kerjasamanya melalui negara- negara yang telah tergabung dalam
ASEAN+6. Sedangkan Amerika Serikat memperluas cakupan TPP dengan
merekrut Cili, Meksiko dan Peru ke dalam perjanjian perdagangan bebas
46
Untuk melihat sejauh mana kontestasi perebutan pengaruh
ekonomi antara Cina dan Amerika Serikat melalui TPP dan RCEP,
diperlukan analisa perbandingan kedua blok perdagangan tersebut. Berikut
tabel perbandingan antara TPP dan RCEP (tabel1)(Xiao,2015) :
Tabel 5.1
Perbandingan antara TPP dan RCEP
Indikator pembeda TPP RCEP
Tanggal Pembentukan Desember 2009 November 2011
Negosiasi resmi Maret 2010 Mei 2013
Total GDP anggota US$ 27,5 trilyun US$ 22,4 trilyun
Tujuan Menciptakan
Model keanggotaan Seluruh negara
Asia Pasifik
Sponsor utama Amerika Serikat Cina
Rencana liberalisasi perdagangan 98% 90%
47
- Aturan Dasar Ada Mengadopsi
perjanjian
- Telekomunikasi Ada Sudah tercakup
dalam perjanjian
g. Penyelesaian Sengketa Sedang dalam
pembahasan
Ada
h. Isu Legal dan Institusional Ada Sudah termuat
dalam ASEAN+6
i. Lain-lain: - E-commerce Ada Ada
- Lingkungan Ada Tidak Ada
48
Perbandingan antara RCEP dan TPP dapat memberi gambaran
kompetisi Amerika Serikat dan Cina sekaligus menemukan pembeda
dalam bentuk blok perdagangan tersebut. Berdasarkan tabel perbandingan
di atas, dapat dilihat dalam aspek ekonomi politik bahwa TPP merupakan
FTA yang lebih ambisius, komprehensif, dan berstandar tinggi karena
mencakup pula isu baru seperti lingkungan hidup, perburuhan, dan
persoalan domestik melalui government procurement. Bahkan komitmen
liberalisasi dari TPP jauh lebih besar 8% dibandingkan RCEP, sekaligus
melebihi liberalisasi yang ditetapkan oleh WTO. TPP juga menetapkan
high standard of rules melalui new constitution for economics laws , yang
berarti perusahaan transnasional diberikan hak yang sama dalam
mengajukan gugatan ke arbitrase internasional. Sedangkan bentuk blok
perdagangan RCEP masih berkutat dalam prinsip ASEAN centrality,
pengaturannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan tiap negara
anggota. Sebenarnya pembentukan RCEP ini diinisiasi Cina sebagai
penguatan hubungan multilateral yang lebih komprehensif ASEAN+6
ditengah pusaran perkembangan FTA kawasan Asia Pasifik. Namun
dengan kesederhanaan RCEP justru membuat blok perdagangan ini lebih
realistis untuk diimplementasikan di kawasan Asia Pasifik, mengingat
perbedaan pertumbuhan perekonomian tiap negaranya.
5.2Ancaman dan Penyeimbangan Kekuatan antara Amerika Serikat dan
Cina
Indikator kedua dari persaingan ialah munculnya kecurigaan, rasa saling
mengancam dan terancam yang ditunjukkan dari sikap kedua aktor yang
berkontestasi. Terkait hal tersebut, untuk menjelaskan interaksi persaingan antara
Amerika Serikat dengan Cina diperlukan analisa dari tindakan kedua aktor yang
saling mengancam dan upaya penyeimbangan kekuatan (balancing power) yang
dilakukan. Bab ini akan menjelaskan beberapa hal, pertama, kebangkitan Cina
sebagai titik awal persaingan perebutan pengaruh ekonomi antara AS dan Cina di
49
kebangkitan Cina melalui “pivot to Asia” dan pembentukan TPP. Ketiga, respon Cina menanggapi AS dalam pendekatannya ke Asia Pasifik. Ketiga poin tersebut
dapat menggambarkan sikap dan persepsi saling terancam antara AS dan Cina
yang menjelaskan interaksi persaingan antar keduanya.
5.2.1 Ancaman dari Kebangkitan Cina bagi Amerika Serikat
Munculnya Cina sebagai kekuatan dunia baru tak lantas diterima
baik oleh kekuatan dunia yang sudah ada sebelumnya. Diawal telah
dibahas bahwa kebangkitan Cina merupakan bagian dari transformasi
ketiga dari sistem perpolitikan internasional modern. Fareed Zakaria
menjelaskan bahwa sebelumnya telah terjadi beberapa kali transisi
kekuatan dunia dalam sistem perpolitikan internasional (Zakaria,2008),
antara lain:
Pertama, kebangkitan dunia barat pada abad ke-19. Kebangkitan
barat ditandai dengan adanya perkembangan IPTEK, komersialisasi dan
kapitalisme, agrikultur, dan revolusi industri di Inggris.
Kedua, kebangkitan Amerika Serikat sebagai poros dunia pada
akhir abad ke-19. Amerika Serikat tampil bersinar dalam arena peperangan
dunia dan aktif dalam perpolitikan luar negerinya. Kebangkitan Amerika
Serikat di dunia semakin sukses dengan kemenangannya di perang dingin
melawan Uni-Soviet. Sistem internasional pada masa transformasi kedua
ini tergolong stabil karena diawali dari kekuasaan bipolar dunia pada
perang dingin. Menghantarkan pemenang perang dingin tersebut
mengalami ekspansi dan akselerasi secara dramatis. Sehingga tak
terelakkan bahwa pada 20 tahun terakhir AS mendominasi di dunia nyaris
tanpa rival yang berat.Ekonomi dan perpolitikan global dikuasai AS
dengan kontribusi aktifnya dalam organisasi internasional (seperti PBB,
50
Ketiga, transformasi the rise of the rest , yang bermakna
munculnya negara- negara maju dan kuat selain Amerika Serikat
menggeser keseimbangan perpolitikan global menjadi multi-polar. Hal ini
disebabkan oleh pembangunan dan pertumbuhan ekonomi secara
signifikan di dunia. Amerika Serikat masih termasuk dalam kategori
negara maju di dunia namun bukan lagi satu-satunya yang negara terkuat
di dunia. Banyak pihak menyatakan pendapatnya bahwa keseimbangan
kekuatan tersebut bergeser ke Asia. Kebangkitan Cina merupakan
salahsatu contoh dari babak baru keseimbangan dunia.
Berdasar tiga tranformasi keseimbangan dunia tersebut, dapat
ditarik suatu pernyataan bahwa kebangkitan Cina menjadi suatu pertanda
dan penggerak pergeseran keseimbangan kekuatan dunia. Cina melesat
maju selama 3 dekade terakhir dengan peningkatan kekuatannya di militer
(military power) dan ekspansinya di perekonomian global sebagai
kekuatan laten (latent power).
Peningkatan kekuatan militer Cina ditunjukkan dari kenaikan
Berdasar berita yang dilansir dari CNN, Cina meningkatkan anggaran
pertahanannya sampai 7% pada tahun 2016 ini. Dikabarkan peningkatan
anggaran militer tersebut merupakan penyesuaian dengan pendapatan
fiskal Cina serta kebutuhan pertahanan nasionalnya.17Cina menduduki
posisi ketiga dunia dari 126 negara lainnya dalam kekuatan militernya
versi globalfirepower.com, dengan index rating sebesar 0,2318 (yang
mana 0,0000 rating sempurna).Hingga kini Cina terus melaju dalam grafik
anggaran militernya.18 Mungkin sekilas Amerika Serikat memiliki
anggaran yang paling besar dibanding negara di Asia Pasifik lain. Namun,
yang perlu digarisbawahi ialah bagaimana perkembangan ke depannya,
17
Amanda Puspita Sari, diakses melalui
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160304125332-113-115307/china-tingkatkan-anggaran-pertahanan-2016-hingga-7-persen/ pada 12 November 2016.
18
51
yang mana menunjukkan penurunan anggaran militer secara signifikan
oleh Amerika Serikat.
Kekuatan laten yang dimiliki Cina pun terlihat dari dominasinya di
perekonomian global. Pertumbuhan GDP Cina mencapai rata- rata hingga
10 persen per tahunnya, yang merupakan peningkatan signifikan tercepat
sepanjang sejarah.19 Cina berhasil mengangkat lebih dari 800 juta orang
keluar dari kemiskianan. Hingga dapat menuntaskan MDGs (millenium
development goals) pada tahun 2015 sebagai suatu pencapaian besar di
perekonomian global. Ditambah dengan besarnya populasi yang mencapai
1,3 miliar membuat Cina menempati posisi negara dengan ekonomi
terbesar kedua dan memainkan peran pentingnya di ekonomi global.20
Ancaman bagi Amerika Serikat bukan saja datang dari bangkitnya
kekuatan militer dan laten, namun ditambah dengan tercatatnya Cina
sebagai kreditur asing terbesar bagi AS. Ketika terjadi krisis finansial
tahun 2008, perekonomian AS dan negara- negara Eropa pun jatuh
sehingga mau tak mau mereka mencari bantuan kreditur. Hingga pada
bulan September 2008 Cina melampaui Jepang bertindak sebagai kreditur
terbesar dengan menghutangi Amerika Serikat sebesar US$ 600 milyar.21
Dalam posisi ini Cina menciptakan ketergantungan dari AS terhadap
negaranya sehingga membuat Cina menyimpan satu posisi tawar bagi AS.
Dengan bergesernya posisi hegemoni, AS dalam ancaman karena jaminan
keamana (survival) yang dapat diraihnya dengan menjadi hegemoni
terenggut. Sehingga disinilah muncul intrik persaingan dengan adanya
intensi penyeimbangan kekuatan kebangkitan Cina oleh Amerika Serikat.
19
Diakses melaluihttp://www.worldbank.org/en/country/china/overview
20 Ibid. 21
52
5.2.2 Penyeimbangan Kekuatan oleh Amerika: Pivot to Asia danTPP Amerika Serikat di pemerintahan presiden Barack Obama
mengalami masa yang sulit, ditandai dengan empat hal yang menjadi suatu
ancaman bagi negara (Manyin,2012). Pertama, terkait paska krisis
finansial global 2008 lalu yang berimbas kepada pemotongan anggaran
luar negeriAS terutama dibagian pertahanan. Hal tersebut membuat AS
perlu memfokuskan anggarannya pada suatu kawasan yang cukup
potensial.Kedua, kerugian yang ditanggung pemerintah paska operasi
militer di Afganishtan dan Irak. Ketiga, munculnya Cina sebagai kekuatan
global baru ditunjukkan dengan anggaran militernya yang selalu naik.
Keempat, Cina mulai mendominasi kawasan Asia Pasifik dalam hal
perekonomian. Empat pertimbangan tersebut menjadi dasar bagi Amerika
Serikat untuk menyusun ulang strategi luar negerinya. Strategi tersebut
merupakan pembentukan poros yang berfokus di kawasan Asia Pasifik, yang disebut dengan “Pivot to Asia Pacific”.
Konsep “pivot to Asia” sebagai upaya pendekatan kerjasama ke Asia Pasifik dan penguatan hubungan dengan Cina rupanya berupa teks
secara normatif saja. Hal itu ditunjukkan dari tindakan yang diambil oleh
Amerika Serikat dalam sepak terjangnya di kawasan Asia Pasifik.
Pertama, diumumkannya persebaran pasukan militer baru Amerika Serikat
di Australia, Singapura, dan Filipina (Campbell,2013). Kedua,
memperkuat kehadirannya di Asia Timur terkait sengketa Laut Cina
Selatan. Ketiga, mengikuti pertemuan dengan negara- negara Asia Timur
dan ASEAN. Keempat, membentuk negosiasi blok perdangan TPP (Trans
Pacific Partnership).Tindakan pertama dan kedua justru mengisyaratkan
bahwa Amerika Serikat benar- benar terancam dengan peningkatan
kekuatan Cina di bidang militer. Sedangkan tindakan ketiga dan keempat
merupakan bentuk penyeimbangan kekuatan Cina melalui diplomasi dan
pendekatan- pendekatan kerjasama regional di Asia Pasifik.
Munculnya TPP dianggap sebagai kerjasama perdagangan bebas
53
sulit untuk direalisasikan. Dari pembentukan TPP sendiri Amerika Serikat
sebenarnya bukan benar- benar mendirikan TPP melainkan berangkat dari
perjanjian pacific 4. Ketika AS bergabung dengan P-4 ,mulai terjadi
berbagai perubahan dramatis hingga kemudian membuat label TPP
sebagai produk dari AS. Hal ini kian menegaskan bahwa negara tersebut
berusaha begitu keras guna membendung perluasan pengaruh Cina melalui
perdagangan bebas regional.
5.2.3 Penyeimbangan Kekuatan oleh Cina : OBOR Initiative dan
RCEP
Upaya Amerika Serikat dalam menyeimbangkan kekuatan dengan
konsep poros ke Asia rupanya ditanggapi sebagai ancaman bagi Cina.
Ancaman datang dari pembentukan TPP yang tak mengajak Cina sedari
awal pembentukannya. Selain itu terdapat pertimbangan yang dapat
menjadi ancaman bagi Cina, yakni isu isolasi. Apabila Amerika Serikat
berhasil menghimpun seluruh negara- negara Asia Pasifik untuk
bergabung dengan TPP tanpa mengajak Cina tentunya akan ditemui
hambatan dalam perdagangan. Dengan adanya isolasi ini tentu tak
memungkinkan Cina untuk menjadi hegemoni di kawasan, maupun
sekedar meraih posisi aman bagi pasarnya. Seperti yang kita ketahui
bahwa pasar terbesar Cina terdapat di kawasan Asia Pasifik.
Ambisi Amerika Serikat melalui pembentukan TPP begitu terbaca
oleh Cina. Penyeimbangan kekuatan oleh Cina di Asia Pasifik meluncur
bertepatan dengan terpilihnya pemimpin baru Cina , Xin Jinping. Xin
Jinping pun begitu menggebu- gebu mempromosikan inisiatif OBOR (One
Belt, One Road) yang membawa Cina ke berbagai kerjasama regional
maupun bilateral. Tak lama berselang setelah OBOR muncul, RCEP
dibentuk pada tahun 2011.
Pembentukan RCEP tersebut sebenarnya bukan perjanjian yang
benar- benar baru, namun merupakan pengembangan kerjasama
54
mengambilalih P-4 kemudian menjadikannya TPP. Rupanya gelagat Cina
hampir sama dengan memanfaatkan ASEAN+6 dalam melanggengkan
penyeimbangan kekuatannya di Asia Pasifik. Dengan melanjutkan
kerjasama ASEAN+6 menjadi komprehensif, Cina menciptakan solusi dan
alternatif kerjasama yang lebih memungkinkan untuk diikuti oleh negara-
negara berkembang. Cina pandai dalam membaca pasaran di Asia Pasifik
yang didominasi negara- negara ASEAN, dimana masih terdapat sejumlah
negara- negara berkembang yang tak sanggup mengikuti standar tinggu
dari TPP.
5.3Dimensi Waktu: Sejarah hubungan bilateral dan Prediksi Eskalasi
Persaingan antara Amerika Serikat dan Cina
Dimensi waktu dapat menggambarkan interaksi persaingan antara kedua
aktor, dengan mengkajisejarah hubungan dan prediksi ke depannya. Begitupun
untuk menggambarkan interaksi persaingan pengaruh ekonomi antara Cina dan
Amerika Serikat di Asia Pasifik , perlu pengkajian sejarah dan prediksi eskalasi
persaingan. Bab ini akan membahas , pertama ,identifikasi sejarah hubungan
antara AS dan Cina di kawasan Asia Pasifik. (Zissis,2016) Kedua, intensi eskalasi
persaingan antara kedua negara tersebut.
5.3.1 Identifikasi Sejarah Hubungan antara Amerika Serikat dan
Cina
Sejak perang dunia kedua, situasi politik domestik Cina terpecah
menjadi dua yakni pemerintah Nasionalis dipimpin Chiang Kai-Shek,
dengan pemerintah Komunis dipimpin Mao Zedong. Saat itu Amerika
Serikat melibatkan dirinya ke dalam urusan sipil Cina tersebut dengan
memihak kepada pimpinan nasionalis. Amerika Serikat rupanya gagal
dalam upaya mencegah pecahnya perang skala besar di Cina.
Kehadiran Amerika Serikat kian kuat dalam perpolitikan Cina
semasa awal Perang Dingin. Pihaknya telah memasok finansial dan
55
dikalahkan oleh Mao Zedong. Paska perang sipil Cina tersebut pihak
Chiang terbang menuju Taiwan. Sedangkan Mao Zedong mendeklarasikan
kemenangan dan meresmikan berdirinya Republik Rakyat Cina pada 1
Oktober 1949.
Kedua negara tersebut kembali terlibat bersama dalam invasi
perang Korea pada Juni 1950. Amerika Serikat membela pertahanan Korea
Selatan sedangkan Cina berseberangan dengan membela pertahanan Korea
Utara yang komunis. Kala itu Cina bersama Uni Soviet semasa perang
membela Korea Utara. Adapun Uni Soviet begitu tertolong dengan
kehadiran militer Cina dalam pertarungan tersebut, sekaligus menunjukkan
kekuatan Cina dihadapan dunia. Di saat yang sama, Amerika Serikat
melakukan upaya mencegah masuknya Cina di Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
Pada Agustus tahun 1954 Presiden Eisen Hower mengerahkan
pasukan angkatan laut memblokade Cina melalui Selat Taiwan sejak tahun
1953. Dimana Amerika Serikat saling bekerjasama membentuk perjanjian
kerjasama pertahanan dengan pemerintahan nasionalis Chiang.
Menanggapi hal tersebut, pada musim semi 1955 Amerika Serikat
mendapat ancaman serangan nuklir dari RRC. Hubungan sengit tersebut
kembali mereda pada bulan April 1955 setelah RRC bersedia untuk
bernegosiasi dan mendapatkan kemenangan terbatas setelah mundurnya
pasukan Chiang dari Pulau Dachen.
Washington terus menyokong Taiwan, Jepang , dan Korea Selatan
untuk menghlaau pengaruh Cina di Asia Timur. Dia juga terus
mempermasalahkan kedudukan Cina di Tibet pada Maret 1959 dengan
melaporkannya pada Dewan Keamanan PBB sebagai pelanggaran Hak
Asasi Manusia.
Pada tahun 1964 perang di Vietnam mulai pecah, dan mengalami
eskalasi konflik akibat terlibatnya pemerintahan Amerika Serikat.
Menanggapi hal tersebut Cina menunjukkan suaranya dengan mengadakan
56
berdamai pada Maret tahun 1969. Hubungan sengit Amerika Serikat dan
Cina sebelumnya tergeser dengan konflik antara Cina dan Uni Soviet.
Pada April 1971, hubungan Cina dan Amerika Serikat semakin
menguat dengan adanya ping-pong diplomacy. Cina mengundang pemain
ping-pong Amerika Serikat untuk datang mengunjungi negara tingkok
tersebut sebagai kali pertama mereka memasuki tanah Cina. Hubungan
diplomatik pun terjalin dengan adanya perjalanan rahasia ke Cina oleh
Kissinger selaku sekretaris negara saat itu. Menguatnya hubungan kedua
negara tersebut menghantarkan Cina menjadi anggota permanen dari
dewan keamanan PBB.
Hubungan harmonis antara Cina dan Amerika Serikat kembali
terjalin dengan kunjungan Presiden Nixon selama 5 hari di Cina.
Kedatangannya tersebut mempertemukan Nixon dengan Mao Zedong
selaku pemimpin RRC hingga berhasil ditandatanganinya Shanghai
Communique. Keharmonisan tersebut terjalin semakin erat sampai
kepemimpinan Deng Xiaoping, yang memberlakukan “One China Policy”
dan kunjunganya sesekali ke Amerika Serikat. Dibawah Deng Xiaoping ,
Cina melaju dengan reformasi ekonomi yang luar biasa dan tertautnya
hubungan kerjasama ekonomi dengan Washington.
Kejadian demonstrasi besar- besaran memecah hubungan bilateral
Amerika Serikat dengan Cina, terjadi pada Juni 1989, di Tiannamen
Square Massacne, Cina. Demonstrasi tersebut menuntut adanya reformasi
demokrasi dan menuntut berhentinya korupsi di negara tersebut.
Pemerintah pada saat itu menggunakan kekerasan dalam menghadapi
demonstrasi, dan hal tersebut dipandang buruk oleh Amerika Serikat.
Respon Washington terhadap Cina ialah dengan membekukan hubungan
bilateral dan menghentikan perdagangan alat- alat militer. Sejauh ini Cina
merasa bahwa Amerika Serikat sudah terlalu jauh mencampuri urusan
domestiknya, sehingga hubungan beku antara keduanya kembali terjadi.
Upaya pendekatan kembali dilakukan oleh Presiden Bill Clinton
57
menormalkan hubungan antara Cina dan Amerika Serikat. Namun
keduanya tak dapat kembali meraih harmonisasi bilateral selayaknya dulu.
Hubungan pun kembali keruh dengan kecelakaan yang mengakibatkan
hancurnya kedutaan besar Cina di kawasan Belgrade Embassy, oleh
pasukan NATO yang terdapat Amerika Serikat di dalamnya. Meski pihak
NATO telah meminta maaf, pihak rakyat RRC tak mau terima dan
melakukan demo besar- besaran.
Kerjasama kembali terjalin diantara keduanya pada Oktober 2000,
dengan adanya normalisasi hubungan dagang melalui US-China Relations
Act dan bergabungnya Cina dengan WTO (World Trade Organization).
Terhitung dari tahun 1980 sampai 2004 perdagangan antara Cina dan
Amerika Serikat meningka pesat dari US$ 5 milyar menjadi US$ 234
milyar.Seiring meningkatnya kekuatan ekonomi Cina, Amerika Serikat
mengadakan pertemuan responsible stakeholders pada September 2005.
Dimaksudkan agar Cina dapat bangkit secara damai dan bertanggungjawab
terhadap keseimbangan sistem internasional. Namun pada Maret 2007,
Cina mengumumkan kenaikan 18% budget pertahanannya, dengan total
mencapai lebih dari US$ 45 milyar. Disini Amerika Serikat merasa bahwa
Cina tidak konsisten dengan komitmennya untuk bangkit secara damai.
Depresi krisis finansial terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008,
hal tersebut terjadi dengan adanya permasalahan pada bisnis properti di
Amerika Serikat. Krisis ini menempatkan Amerika Serikat pada posisi
lemah yang memerlukan bantuan kreditur atau pinjaman sejumlah uang
untuk menstabilkan perekonomiannya. Bantuan kreditur asing datang dari
Uni Eropa dan Jepang, namun tak disangka kreditur asing terbesar datang
dari Cina. Karena posisi Amerika Serikat yang kian terjepit, mau tak mau
pemerintah harus menerima bantuan pinjaman tersebut sebesar US$ 600
milyar dari Cina. Posisi tawar Cina di Amerika Serikat lebih kuat dengan
terciptanya depedensi ke Cina sebagai kreditur dan penyelamat negaranya.
Berkembangnya kebangkitan terus melejit hingga
58
Penyeimbangan kekuatan dilakukan oleh Amerika Serikat, memasuki
tahun 2011 diumumkan konsep pivot to Asia oleh Hillary Clinton.
Penurunan pasukan di titik- titik strategis Asia Pasifik serta penguatan
hubungan dengan Cina dan pembentukan TPP, dilakukan semata- mata
untuk menghalau besarnya kekuatan Cina secara berlebih.
Pada Febuari 2012, peningkatan defisit dagang Amerika Serikat
terhadap Cina dari US$ 273,1 milyar di tahun 2010 menjadi US$ 295,5
milyar di 2011. Setelah memukul posisi Amerika Serikat melalui
hutangnya, Cina juga membawa kejutan setelah terpilihnya Xin Jinping
pada November 2012 sebagai pemimpin baru Cina. Presiden Xin Jinping
mengeluarkan kebijakan luar negeri OBOR serta penguatan bank
pembangunan AIIB, serta pembentukan RCEP sebagai penyeimbangan
kekuatan ekonomi Amerika Serikat.
Perjalanan sejarah panjang hubungan Amerika Serikat dan Cina
mengalami pasang surut. Terdapat konflik, kerjasama, maupun
penyeimbangan kekuasaan di dalam interaksinya sepanjang sejarah.
Adapun tabel identifikasi berikut akan menggambarkan bagaimana sejarah
perjalanan interaksi hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Cina
dalam sistem perpolitikan internasional di kawasan Asia Pasifik (sejak
kemerdekaan Cina sampai sekarang).
Tabel 5.2
Identifikasi Sejarah Perjalanan Interaksi Hubungan Bilateral antara Amerika Serikat dan Cina
Waktu Kejadian Implikasi terhadap Interaksi
1 Oktober 1949 Deklarasi kemerdekaan Republik Rakyat Cina oleh Mao Zedong (pemerintahan komunisme). Amerika Serikat di pihak pemimpin nasionalis.
Ancaman terhadap Cina
Juni 1950 Invasi Perang Korea Perselisihan tak langsung
Agustus 1954 Eisen Hower melakukan blokade di Selat Taiwan membela pemerintahan Chiang.
Perselisihan
Musim Semi 1955 RRC mengancam Amerika Serikat dengan rencana serangan
59
nuklir.
April 1955 RRC bersedia untuk bernegosiasi dan mendapatkan kemenangan sementara.
Rekonsiliasi
Maret 1959 Konflik Tibet, Amerika Serikat melaporkan RRC ke Dewan Keamanan karena dianggap melakukan pelanggaran HAM.
Ancaman terhadap Cina
Oktober 1964 Tes pertama ledakan bom atom oleh Cina, menanggapi eskalasi konflik Vietnam oleh Amerika Serikat.
Ancaman terhadap Amerika Serikat
Maret 1969 Cina berseteru dengan Uni Soviet dan membaiknya hubungan dengan Amerika Serikat
Rekonsiliasi
April 1971 Diplomasi Ping Pong Harmonis
Febuari 1972 Presiden Nixon mengunjungi Cina, untuk menemui Mao
Zedong dan keduanya
menandatangan Shanghai
Communique
Harmonis
Januari 1979 Hubungan bilateral formal melalui adanya kebijakan “one china policy”. Cina dipimpin oleh Deng Xiaoping dan mengalami peningkatan reformasi ekonomi serta adanya kunjungan ke Amerika Serikat
Harmonis
Juni 1989 Tragedi Tiannamen, membuat Amerika Serikat menghentikan perdagangan alat militer dan membekukan hubungan Cina.
Ancaman terhadap Cina berlanjut perselisihan
September 1993 Kebijakan “constructive
engagement” dengan Cina oleh
Presiden Bill Clinton.
60
Agustus 2005 Pertemuan Amerika Serikat dengan Cina , melalui “Responsible Stakeholders”.
Harmonis
Maret 2007 Cina mengumumkan kenaikan budget militernya sebesar 18%.
Ancaman terhadap Amerika Serikat
September 2008 Cina menjadi kreditur asing terbesar Amerika Serikat pada krisis finansial.
Ancaman terhadap Amerika Serikat
Agustus 2010 Cina menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Ancaman terhadap Amerika Serikat
November 2011 Amerika mengumumkan
kebijakan “pivot to Asia”. Pembentukan TPP.
Ancaman terhadap Cina
Febuari 2012 Peningkatan defisit dagang Amerika Serikat terhadap Cina dari US$ 273,1 milyar di tahun 2010 menjadi US$ 295,5 milyar di 2011.
Ancaman terhadap Amerika Serikat
November 2012 Xi Jinping terpilih menjadi
pemimpin baru Cina
Dari tabel identifikasi pengalaman interaksi hubungan antara
Amerika Serikat dan Cina dapat ditarik beberapa hal menarik bahwa
terjadi saling mengancam total sebanyak 12 kali. Terdapat 8 kali ancaman
terhadap Amerika Serikat oleh Cina. Kemudian terdapat 4 kali ancaman
terhadap Cina oleh Amerika Serikat. Terdapat 4 kali periode waktu yang
menempatkan Amerika Serikat dan Cina dalam keadaan harmonis.
Perselisihan antara kedua belah pihak terjadi selama 4 kali, berarti dapat
tergolong fase peralihan persaingan. Dimana ada perselisihan terdapat
pula proses rekonsiliasi yang pernah terjadi selama 4 kali pula.Apabila
61
Cina. Interaksi tersebut mulai memasuki perselisihan fase lanjutan.
Persaingan perebutan pengaruh ekonomi antara Amerika Serikat dan Cina
melalui TPP dan RCEP berjalan bertahap dan begitu mulus , sehingga tak
ditemui perselisihan secara langsung namun keseimbangan kekuasaan
bertahap.
5.3.2 Prediksi Eskalasi Persaingan antara Amerika Serikat dan Cina
Persaingan yang terjadi antara Amerika Serikat dan Cina yang
tergolong dalam fase peralihan rupanya berpotensi untuk mengalami
eskalasi. Interaksi persaingan dalam fase peralihan menyimpan sejumlah
perselisihan dalam sejarah yang bisa jadi muncul kembali di masa depan.
Saat ini posisi Cina dan Amerika Serikat belum mencapai konflik atau
perseteruan terbuka namun sedang dalam tahap penyeimbangan kekuatan
(balancing power).
Kabar berita memuat pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald
Trump yang baru saja terpilih bahwa direncanakan akan keluar dari
perjanjian perdagangan TPP. Hal tersebut sebagai salahsatu tanda
kemunduran selangkah dari gerakan politik ekonomi yang dilakukan
Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik. Eskalasi persaingan sepertinya
akan lebih mudah tersulut dengan adanya pernyataan Trump di hari
pertamanya memasuku white house, untuk mengancam Cina dengan
menurunkan 45% tarif pada eksport Cina dan berjanji akan melabeli Beijing sebagai “currency manipulator”.22 Dengan adanya pernyataan langsung dari Presiden Amerika Serikat saat ini, tentu tinggal menunggu
waktu bagaimana Cina akan menanggapinya. Seperti yang pernah tercatat
dalam pengalaman sejarah hubungan Amerika Serikat dan Cina,
pendekatan Cina secara halus dan mengancam. Pernyataan Trump tersebut
sekaligus sebagai suatu pernyataan kalah menyerah dari persaingan antara
22
62
TPP melawan RCEP sebagai bentuk perebutan pengaruh ekonomi di
kawasan Asia Pasifik melalui kerjasama regional.
Dilansir dari berita online CNN, terdapat beberapa alasan bahwa
suatu keputusan yang keliru untuk menantang Cina dalam pertarungan
ekonomi, alasan- alasan tersebut antara lain23:
1. Cina akan merespon sanksi ekonomi dari Amerika Serikat
dengan cara mereka.
2. Rentannya merek besar seperti Starbucks, Boeing, dan Apple.
Ketiga perusahaan besar tersebut menyatakan bahwa Cina
merupakan pasar tunggal terbesar mereka. Bisa jadi akan ada
tanggapan dari Partai Komunis Cina terkait hal ini, seperti
pelarangan eksport produk tersebut ke negaranya.
3. Menilik pengalaman buruk terkait menghukum perdagangan
Cina. Kebijakan dumping produk ban Cina yang dilakukan
Obama pada tahun 2009, membuat Amerika Serikat mendapat
balasan. Cina pun membalas dengan meningkatkan harga tarif
ayam Amerika Serikat di negara mereka. Apabila Trump
bersikukuh untuk melakukan sanksi ekonomi ini , bisa jadi
semua harga barang di Amerika Serikat akan melonjak. Karena
seperti yang kita tahu bahwa barang- barang murah yang
tersedia selama ini berasal dari Cina.
4. Cina mencampurkan uangnya ke dalam mata uang US dollar.
Cina telah berinvestasi besar- besaran di Amerika Serikat,
apabila kebijakan tersebut benar- benar diterapkan tentu
investor Cina akan berpikir ulang.
5. Lapangan pekerjaan tak akan kembali lagi bagi Amerika
Serikat. Meski Trump bermaksud untuk membawa kembali
23
63
pekerjaan Amerika Serikat terutama di bidang manufaktur bagi
sipil Amerika , hal ini tak sesuai dengan realitas ekonomi yang
ada. Bahwa selama ini Amerika Serikat cukup menghemat
denan membayar upah pekerja murah dari Asia.
6. Labeling yang dilakukan Trump tidak akan mengubah posisi
Yuan. Menurut WTO, mata uang yuan cukup dihargai karena
Cina telah meningkatkan ekspor dengan tetap menjaga nilai
artifisial rendah.
7. Cina akan memanfaatkan kebijakan proteksionis Trump untuk
mengekspansi pasar perdagangan global denan RCEP.
8. Dan satu tambahan lagi dari penulis, bahwa Amerika Serikat
masih memiliki hutang kepada Cina. Dengan adanya restriksi
ini justru akan membawa suatu ancaman bagi Amerika Serikat
untuk pelunasan hutang terhadap Cina.
Bisa dikatakan bahwa kebijakan proteksionis dari Trump ini dapat
menggoyahkan posisi Amerika Serikat di sistem perpolitikan internasional.
Pertama, karena kebijakan tersebut justru memberikan tiket emas bagi
Cina untuk menguasai kawasan Asia Pasifik ke depannya dengan beberapa
alasan yang telah dibahas diatas. Kedua, munculnya pernyataan
kekecewaan dan ketidakpercayaan dari negara- negara yang telah
bergabung dalam TPP. Yang mengancam posisi Amerika Serikat di
perpolitikan Asia Pasifik. Ketiga, menghancurkan konstruksi kekuatan
nasional Amerika Serikat yang selama ini dibangun pada masa Obama.
Menggeser peran Amerika Serikat yang biasa keluar untuk mengekspansi
64
5.4Refleksi Hasil Penelitian
Penelitian mengenai persaingan perebutan pengaruh ekonomi antara
Amerika Serikat dan Cina di kawasan Asia Pasifik , studi kasus TPP dan RCEP
diilhami dengan kondisi sistem ekonomi politik internasional saat ini. Sebagai
refleksi dari hasil penelitian dan analisa terkait topik ini, terdapat beberapa temuan
menarik dari tiga indikator persaingan. Pertama terkait dengan gaya diplomasi
yang dilakukan Amerika Serikat dibawah pemerintahan Obama dan gaya
diplomasi Cina oleh Xin Jinping melalui interaksi persaingan ini. Kedua ialah
peluang dan tantangan yang muncul dari adanya TPP dan RCEP sebagai
kerjasama perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik. Ketiga merupakan
prediksi pemenang dari interaksi persaingan ini dan aktor yang menerima
dampak kekalahan dari interaksi ini.
Pendekatan diplomasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Cina
dalam merebut pengaruh ekonomi di Asia Pasifik memiliki perbedaan dilihat dari
anggota aliansi perdagangan, dan pembentukan organisasi tersebut. Amerika
Serikat melalui TPP berfokus pada visi besar untuk menjadi poros Asia dengan
menggandeng seluruh anggota APEC di Asia Pasifik. Amerika Serikat
menawarkan ide brilian yang begitu idealis, terbuka, dan berstandar tinggi bagi
terciptanya perdagangan bebas di Asia Pasifik. Sehingga pendekatan yang
dilakukannya ialah dengan melakukan diplomasi door to door secara terbuka
terhadap negara anggota APEC untuk mengajak bergabung. Sedangkan Cina
melakukan pendekatan yang lebih realistis dengan memaksimalkan kerjasama
yang telah terjalin bersama anggota ASEAN+6. Idenya yang cukup sederhana dan
dianggap mampu mengakomodasi kebutuhan negara berkembang di Asia Pasifik
65
Peluang yang muncul dari adanya TPP dan RCEP ialah mendorong
negara- negara di kawasan Asia Pasifik untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonominya melalui ekspor. Bagi negara berkembang mendapat keuntungan dari
siklus ekonomi dari perdagangan internasional ke ekonomi domestik mereka.
Sedangkan bagi negara maju mendapat keuntungan dari terciptanya
market-shared yang begitu luas.
Tantangan yang dihadapi oleh negara- negara di kawasan Asia Pasifik
ialah terkait adanya permasalahan sphagetti bowl, yakni tumpukan kebijakan dari
perdagangan bebas yang diikuti. Setiap kebijakan dari perjanjian perdagangan
bebas bisa saja berlawan dengan perjanjian lainnya. Ditambah lagi kerumitan
penyesuaian kebijakan tersebut dengan kebijakan ekonomi domestik yang telah
ditetapkan oleh setiap negara. Permasalahan ini merupakan suatu tantangan bagi
setiap negara untuk memilah perjanjian perdagangan bebas mana yang
menguntungkan dan sesuai dengan kebijakan domestiknya. Dalam hal ini, fitur
RCEP lebih realistis bagi anggotanya.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pemenang persaingan perebutan
pengaruh ekonomi di kawasan Asia Pasifik melalui RCEP dan TPP ialah
Republik Rakyat Cina. Analisis dilakukan melalui tiga indikator persaingan ,
yakni kepentingan yang diperebutkan, saling kecurigaan dan terancam dari kedua
aktor, dan dimensi waktu persaingan tersebut. Kesimpulan tersebut diambil
berdasar dari menyerahnya Amerika Serikat dengan mengundurkan diri dari TPP.
Selain itu, terlihat betapa kuatnya kepentingan Cina melalui inisiatif OBOR (one
belt, one road) yang telah terkonsep secara matang oleh Presiden Xin Jinping
melalui pendekatan dengan RCEP yang sebelumnya telah didahului dengan
diluncurkannya AIIB. Cina dirasa dapat membaca target pasar yang paling
gampang dimasukinya yakni ASEAN+6. Serta mengerti strategi yang tepat dalam
implikasi pengaturan dan konsep RCEP yang mudah untuk dicerna oleh negara
66
Sedangkan Amerika Serikat telah menimbulkan skeptis sejak awal bagi
beberapa negara di Asia Pasifik karena tingginya standar perdagangan yang
ditetapkannya melalui TPP. Negara berkembang seolah enggan untuk turut
didalamnya karena takut dirugikan dari perjanjian tersebut. Dan kekalahan telak
Amerika Serikat ini ditunjukkan dari sikap Presiden Trump yang baru saja
terpilih. Kebijakan Trump memutuskan Amerika Serikat untuk keluar dari TPP dan memotong tarif ekspor pada Cina sebesar 45% serta melabeli “currency manipulator” dirasa begitu frontal untuk mengeskalasi persaingan. Sekaligus menunjukkan kekalahannya melalui TPP yang ditinggalkannya, serta kalah saing