• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaturan CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Against Women) dalam Hukum Positif Indonesia T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaturan CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Against Women) dalam Hukum Positif Indonesia T1 BAB II"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

15

BAB II

PEMBAHASAN

II.1.TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep HAM Utama

1.1 Pemahaman Hak Asasi Manusia

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi.

Di dalam Mukadimah Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang telah disetujui dan diumumkan oleh Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 217 A (III) tanggal 10 Desember 1948 terdapat pertimbangan-pertimbangan berikut :

1. Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di dunia.

(2)

16

yang menimbulkan rasa kemarahan hati nurani umat manusia, dan terbentuknya suatu dunia tempat manusia akan mengecap kenikmatan kebebasan berbicara dan beragama serta kebebasan dari ketakutan dan kekurangan telah dinyatakan sebagai cita-cita tertinggi dari rakyat biasa.

3. Menimbang bahwa hak-hak asasi manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum supaya orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kealiman dan penindasan.

4. Menimbang bahwa pembangunan hubungan persahabatan antara negara-negara perlu digalakkan.

5. Menimbang bahwa bangsa-bangsa dari Perserikatan Bangsa-Bangsa sekali lagi telah menyatakan di dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa kepercayaan mereka akan hak-hak dasar dari manusia, akan martabat dan nilai seseorang manusia dan akan hak-hak yang sama dari pria maupun wanita, dan telah bertekad untuk menggalakkan kemajuan sosial dan taraf hidup yang lebih baik di dalam kemerdekaan yang lebih luas.

(3)

17

7. Menimbang bahwa pengertian umum tentang hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut sangat penting untuk pelaksanaan yang sungguh-sungguh dari janji ini secara benar.

Dengan pertimbangan yang disebutkan diatas maka, Majelis Umum PBB menyatakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia ini merupakan suatu pelaksanaan umum yang baku bagi semua bangsa dan negara. Setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat perlu senantiasa mengingat pernyataan ini dan berusaha, dengan cara mengajar dan mendidik, untuk mempertinggi penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dan, melalui tindakan-tindakan progresif secara nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan pelaksanaan hak-hak dan kebebasan-kebebasan itu secara umum dan efektif oleh bangsa-bangsa dari negara-negara anggota maupun dari daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan hukum mereka.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, menjelaskan pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.1

1

(4)

18

Kemudian dalam Pasal 1 angka (6) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, menjelaskan definisi dari Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.2

Adapun Instrumen HAM terdiri dari:3

1. Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak

sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” Selanjutnya dinyatakan

dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa: “…susunan Negara Republik

Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan pada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permuswaratan/perwakilan dengan mewujudkan suatu Keadilan

social bagi seluruh rakyat Indonesia”

2. Pada tanggal 13 November 1998 Majelis Permusyawaratn Rakyat (MPR) mengambil keputusan yang penting artinya bagi pemajuan, penghormatan,

2

UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

3

(5)

19

dan penegakan Hak Asasi Manusia, yaitu dengan mensahkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang lampirannya memuat

“Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia”

(Lampiran Angka I) dan “Piagam Hak Asasi Manusia” (Lampiran Angka

II). Konsideran Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tersebut menyatakan antara lain, “bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia telah mengamanatkan pengakuan, penghormatan, dan hendak bagi pelaksanaan hak asasi manusia dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat dunia patut menghormati hak asasi manusia yang termaktub dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of Human Rights) dan berbagai instrument Internasional

lainnya mengenai hak asasi manusia “ (Lampiran I B (Landasan), angka

2).

3. Sangat penting ialah dirumuskan dan ditambahkannya Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, meliputi Pasal 28A-28J, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1984, tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women).

(6)

20

adalah mengenai Hak Wanita. Pasal 45 menentukan: Hak Wanita dalam undang-undang ini adalah Hak Asasi Manusia.

Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM, menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah, bahkan negara. Jadi dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan. Begitu juga dalam memenuhi kepentingan perseorangan tidak boleh merusak kepentingan orang banyak (kepentingan umum). Karena itu pemenuhan, perlindungan dan penghormatan terhadap HAM harus diikuti dengan kewajiban asas manusia dan tanggung jawab asasi manusia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan bernegara.4

1.2

Pemahaman HAM Utama

a.

Pelanggaran Dan Penegakan HAM Di Indonesia

Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan pasal 1 (3), pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui sutu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antar Negara serta hukum internasional yang berlaku.

4

(7)

21

Program penegakan hukum dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, anti terorisme, serta pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten. Kegiatan-kegiatan pokok penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:

1. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional.

2. Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.

3. Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/ menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen.

4. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya.

Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi.

(8)

22

6. Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.

7. Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.

8. Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.

9. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang lebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Adapun Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM yang coba disebutkan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.

2. Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.

(9)

23

4. Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.

5. Kasus Babe yang telah membunuh anak-anak yang berusia di atas 12 tahun, yang artinya hak untuk hidup anak-anak tersebut pun hilang

6. Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan hukum kurang adil, bukti nya jika masyarakat bawah membuat suatu kesalahan misalkan mencuri sendal proses hukum nya sangat cepat, akan tetapi jika masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan korupsi, proses hukum nya sangatlah lama.

7. Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri mendapat penganiayaan dari majikannya.

8. Kasus pengguguran anak yang banyak dilakukan oleh kalangan muda mudi yang kawin diluar nikah.

b. Relevansi HAM DAN CEDAW

(10)

24

HAM. Untuk mengatasi berbagai problem tersebut, mereka menoleh pada CEDAW.

Convention on the elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) adalah salah satu konvensi utama internasional Hak Asasi Manusia. Berdasarkan resolusi Mahkamah Umum No. 34/180 tanggal 18 Desember tahun 1979, CEDAW terbuka untuk diadopsi dan diratifikasi oleh negara anggota PBB. Tiga tahun kemudian CEDAW, yang memuat 30 pasal, secara formal dinyatakan sebagai dokumen internasional (entry into force) tertanggal 3 September tahun 1981.CEDAW sendiri telah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 7 tahun 1984 tanggal 24 Juli tahun 1984. Namun, Indonesia mereservasi pasal 29 ayat (1) dengan pengertian bahwa Indonesia tidak mengakui suatu mekanisme abritrase maupun penyelesaian di Pengadilan Internasional, jika terdapat problematika interpretasi isi konvensi dengan negara lain.

(11)

25

Ringkasnya prinsip persamaan substantif yang dianut oleh CEDAW adalah: Pertama, Langkah-langkah untuk merealisasikan hak-hak perempuan yang ditujukan untuk mengatasi kesenjangan, adanya perbedaan atau keadaan yang merugikan perempuan. Kedua, Persamaan substantif dengan pendekatan koreksi merupakan langkah khusus agar perempuan memiliki akses dan menikmati manfaat yang sama seperti halnya lelaki pada kesempatan dan peluang yang ada. Ketiga, CEDAW mewajibkan pemerintah untuk melaksanakan kebijakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :5

(a) Persamaan kesempatan bagi laki-laki maupun perempuan. (b) Persamaan laki-laki dan perempuan untuk menikmati manfaat

dan penggunaan kesempatan itu yang berarti bahwa laki-laki dan perempuan menikmati manfaat yang sama/adil.

(c) Hak hukum yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam kewarganegaraan, perkawinan dan hubungan keluarga dan perwalian atas anak.

(d) Persamaan kedudukan dalam hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

Sementara itu, Prinsip Anti Diskriminasi dimuat dalam pasal 1 CEDAW sebagai berikut:

"Demi tujuan konvensi ini, maka istilah „diskriminasi terhadap

perempuan‟ akan berarti pembedaan, pengesampingan, atau

5

(12)

26

pembatasan, yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penjaminan atau penggunaan Hak Asasi Manusia dan kebebasan pokok kaum perempuan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar kesetaraan antara laki-laki dan perempuan."6

2.

HAM Dalam CEDAW

2.1

Konvensi CEDAW

Pada tanggal 24 Juli 1948 diundangkan Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (CEDAW). Dalam Pasal 1 UU tersebut dinyatakan pengesahan Konvensi dengan persyaratan (reservation) terhadap Pasal 29 ayat (1) tentang penyelesaian perselisihan mengenai penafsiran atau penerapan konvensi. Pasal 29 ayat (1) CEDAW berbunyi “Setiap perselisihan antara dua atau lebih negara-negara mengenai penafsiran atau penerapan konvensi ini yang tidak diselesaikan melalui perundingan, diajukan untuk arbitrase atas permohonan oleh salah satu di antara negara-negara tersebut).

Perubahan fundamental yang perlu dilakukan selain perubahan hukum yang sering ditentang oleh mereka yang mengklaim diri sebagai otoritas patriarkhi, proses penciptaan hukum sering kali hanya milik penguasa dan elite tertentu.

6

(13)

27

Substansi hukum yang belum spesifik gender akan membawa dampak di tingkat implementasi dalam konteks kinerja, di jajaran tata peradilan pidana, maupun badan lainya sebagai pelaksana hukum. Realitas sosial membuktikan antara perempuan dengan laki-laki mempunyai kebutuhan dan pengalaman yang berbeda dalam keseharian di masyarakat. Sudah semestinya bila substansi hukum lebih aspiratif dengan pengalaman dan kepentingan perempuan yang selama ini kurang diperhitungkan.7

Hukum Internasional memang pada akhirnya mulai menyadari pentingnya sebuah struktur untuk mencegah diskriminasi. CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Diskrimination against Women) merupakan langkah maju untuk bukan saja secara pasif memaparkan pasal-pasalnya. Namun juga secara aktif melakukan perbaikan bahasa (corrective language ) bahasa hukum yang secara tegas memihak kepada hak asasi perempuan. Perbaikan bahasa tersebut penting untuk menunjukkan dan memantapkan peranan pergerakan perempuan dalam setiap langkah implementasi CEDAW. CEDAW punya intervensi dalam membawa perempuan dalam arena perbincangan hak. Ketika pemerintah telah meratifikasi CEDAW, maka artinya pemerintah telah melakukan kontrak sosial dengan perempuan. CEDAW digunakan sebagai alat untuk selalu menagih pemerintah berada dalam jalur HAM.

CEDAW merupakan perjanjian internasional yang paling komprehensip tentang hak asasi perempuan yang menetapkan kewajiban yang mengikat kepada negara peserta untuk secara hukum mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan,

7

(14)

28

menyatakan persamaan hak sipil, politik ekonomi, sosial budaya antara laki-laki dan perempuan serta menetapkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan harus dihapuskan melalui langkah langkah umum, program, serta kebijakan-kebijakan.

Pada tanggal 18 Desember tahun 1979, majelis umum PBB menyetujui sebuah rancangan konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Majelis umum PBB mengundang negara-negara anggota PBB untuk meratifikasinya.

Konvensi ini kemudian dinyatakan berlaku pada tahun 1981 setelah 20 negara menyetujui. Disetujuinya Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang selanjutnya disebut Konvensi Perempuan, merupakan puncak dari upaya Internasional dalam dekade perempuan yang ditujukan untuk melindungi dan mempromosikan perempuan diseluruh dunia. Ini merupakan hasil dari inisiatif yang diambil oleh komisi kedudukan perempuan (United States Commission on the Status of women), sebuah badan yang dibentuk pada tahun 1974 oleh PBB untuk mempertimbangkan dan menyusun kebijakan-kebijakan yang akan dapat meningkatkan posisi perempuan.

3.

Pengawasan Terhadap CEDAW

Pengawasan HAM dibagi dua, yaitu pengawasan di tingkat nasional dan tingkat internasional. Di tingkat nasional, pengawasan dilakukan antara lain oleh:

a. Lembaga pemerintah termasuk Polisi;

(15)

29

d. Pengadilan;

e. Dewan Perwakilan Rakyat; f. Media Masa;

g. Organisasi Profesi seperti IDI dan Peradi; h. Organisasi Keagamaan;

i. Pusat Kajian di Universitas.

Badan pengawasan konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) adalah Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Committee on Eliminations Discrimination against Women). Pengawasan ini berfungsi untuk menginventarisasi secara periodik dan sistematik terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara terkait dengan pelaksanaan kewajiban yang terdapat di dalam konvensi. Pengawasan ditujukan agar terjadi dialog antara komite HAM terkait dengan negara-negara peserta yang bertujuan untuk membantu transformasi konvensi HAM internasional kedalam perundang-undangan nasional serta membantu pelaksanaan kewajiban yang harus dilakukan oleh negara.8

Selain badan pengawasan sebagai badan yang mengawasi tindak diskriminasi terhadap perempuan, diperlukannya merujuk pada Asas-Asas dari CEDAW yang akan memperjelaskan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan adalah sama.

8

(16)

30

Dalam mukadimah dinyatakan asas-asas konvensi antara lain :9

1. Keyakinan atas hak asasi manusia, atas martabat, dan nilai pribadi manusia, dan atas persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. 2. Semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak,

dan bahwa tiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang di muat didalamnya, tanpa perbedaan apapun, termasuk perbedaan berdasarkan jenis kelamin

3. Adanya jaminan hak yang sama laki-laki dan perempuan untuk

menikmati hak ekonomi, social, politik, budaya, dan sipil.‟

4. Diskriminasi terhadap perempuan melanggar asas-asas persamaan hak dan penghargaan terhadap martabat manusia; menghambat partisipasi perempuan dalam kehidupan politik, social, ekonomi, dan budaya; Menghambat pertumbuhan kemakmuran masyarakat dan keluarga; menambah sukarnya perkembangan sepenuhnya dari potensi perempuan dalam pengabdiannya pada negara dan kemanusiaan. 5. Sumbangan besar perempuan pada kesejahteraan keluarga dan

pembangunan masyarakat, peranan kedua orangtua dalam keluarga dan dalam membesarkan anak-anak, bahwa peranan perempuan dalam memperoleh keturunan hendaknya jangan menjadi dasar diskriminasi, akan tetapi bahwa membesarkan anak-anak mewajibkan berbagi tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dan masyarakat secara keseluruhan.

9

(17)

31

6. Diperlukan perubahan pada peranan tradisional laki-laki maupun perempuan dalam masyarakat dan keluarga, untuk mencapai kesetaraan sepenuhnya antara laki-laki dan perempuan.

7. Bertekad untuk melaksanakan asas-asas yang tercantum dalam Deklarasi Mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan, dan untuk maksud itu melaksanakan langkah tindak yang diperlukan untuk menghapus diskriminasi dalam segala bentuk dan manifestasinya.

3.1Prinsip-Prinsip CEDAW

a. CEDAW menekankan pada kesetaraan dan keadilan (equality and equity) antara perempuan dan laki-laki, yaitu persamaan dalam hak, kesetaraan dalam kesempatan dan akses serta persamaan hak untuk menikmati manfaat di segala bidang kehidupan dan segala kegiatan.

CEDAW mengakui bahwa :10

1. Ada perbedaan biologis atau kodrati antara perempuan dan laki-laki; 2. Ada perlakuan yang berbasis gender yang mampu mengakibatkan

kerugian terhadap perempuan. Kerugian itu berupa subordinasi kedudukan dalam keluarga dan masyarakat, maupun pembatasan kemampuan dan kesempatan dalam memanfaatkan peluang yang ada. Peluang itu berupa untuk tumbuh berkembang secara optimal, secara menyeluruh dan terpadu peluang untuk berperan dalam pembangunan

10

(18)

32

di semua bidang dan tingkat kegiatan, peluang untuk menikmati manfaat yang sama dengan laki-laki dari hasil-hasil pembangunan, dan peluang untuk mengembangkan potensinya secara optimal;

3. Ada perbedaan kondisi dan posisi antara perempuan dan laki-laki, di mana perempuan ada dalam kondisi dan posisi yang lebih lemah mengalami diskriminasi karena mengalami diskriminasi atau menanggung akibat karena perlakukan diskriminatif atau karena lingkungan keluarga dan masyarakat tidak mendukung kemandirian perempuan.

Gender diartikan sebagai arti social yang diberikan kepada perbedaan jenis kelamin terhadap setiap orang. Hal demikain adalah konstruksi ideologi dan budaya, akan tetapi digunakan juga untuk realm of material practices, sehingga mampu mempengaruhi hasil dari praktik semacam itu. Meskipun terdapat berbagai variasi dalam berbagai budaya dan waktu, hubungan gender di seluruh dunia mencerminkan kekuasaan yang tidak seimbang (asymmetry of power) antara laki-laki dan perempuan sebagai suatu ciri yang persuasive. Dengan demikian, gender adalah suatu stratifikasi social, dan dalam arti ini adalah sama dengan strafikasi lain seperti ras, kelas, etnis, seksualitas, dan umur.

(19)

33

proses sosialisasi sejak lahir dan bersifat konteksual, dan dapat berubah atau diubah. Gender menetapkan apa yang diharapkan. Diperbolehkan, dan dihargai dari seorang perempuan atau laki-laki dalam konteks tempat dan waktu.

b. Dengan memperhatikan keadaan dan kondisi itu, CEDAW menetapkan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan untuk menghapus kesenjangan, subordinasi serta tindakan yang merugikan kedudukan dan peran perempuan dalam hukum, keluarga, dan masyarakat. Prinsip-prinsip yang dianut oleh CEDAW perlu dipahami untuk dapat menggunakan Konvensi sebagai alat untuk advokasi. Prinsip-prinsip itu saling keterkaitan, saling memperkuat dan tidak dapat dipisah-pisahkan.

c. Konsep CEDAW didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Prinsip Persamaan (Kesetaraan dan Keadilan) Substantif11

Secara ringkas prinsip persamaan substantif yang dianut Konvensi Perempuan yakni:

a. Langkah-tindak merealisasikan hak perempuan yang ditujukan untuk mengatasi adanya perbedaan, disparitas/kesenjangan atau keadaan yang merugikan perempuan;

b. Langkah-tindak melakukan perubahan lingkungan, sehingga perempuan mempunyai kesempatan dan akses yang sama dengan laki-laki serta menikmati manfaat yang sama;

11

(20)

34

c. Konvensi perempuan mewajibkan negara untuk mendasarkan kebijakan dan langkah-tindak pada prinsip-prinsip, kesempatan yang sama baik perempuan dan laki-laki, akses yang sama bagi perempuan dan laki-laki, perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang sama dari hasil-hasil menggunakan kesempatan dan akses tersebut.

d. Hak hukum yang sama bagi perempuan dan laki-laki dalam kewarganegaraan, dalam perkawinan dan hubungan keluarga, dalam perwalian anak.

e. Persamaan kedudukan dalam hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

2. Prinsip Anti Diskriminasi

Definisi dikriminasi tercantum dalam Pasal 1 Konvensi Perempuan, “Istilah tersebut mengandung makna setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapus pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, social, budaya, sipil, atau apapun lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan

perempuan”

(21)

35

identifikasi kelemahan terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijakan formal atau netral.

3. Prinsip Kewajiban (Tanggung Jawab-Akuntabilitas) Negara.

Menurut Konvensi Perempuan prinsip dasar kewajiban Negara meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Menjamin hak perempuan melalui hukum dan kebijakan, serta menjamin hasilnya.

b. Menjamin pelaksanaan praktis dari hak itu melalui langkah-tindak atau aturan khusus sementara, menciptakan kondisi yang kondusif untuk meningkatkan kesempatan dan akses perempuan pada peluang yang ada, dan menikmati manfaat yang sama/adil dari hasil menggunakan peluang itu.

c. Negara tidak saja menjamin tetapi juga merealisasikan hak perempuan

d. Tidak saja menjamin secara de-jure tetapi juga secara de-facto. e. Negara tidak saja harus bertanggung jawab dan mengaturnya di

(22)

36

4. Penerapam Asas HAM dalam CEDAW Pada Ketentuan Hukum Di Indonesia

Implementasi CEDAW meski sudah berusia 22 tahun sejak diratifikasi tahun 1984 dalam mengupayakan penghapusan diskriminasi maupun kekerasan terhadap perempuan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun mendesak segera di ratifikasinya Optional Protocol CEDAW sebagai usaha untuk meyakinkan dan lebih jauh menerapkan CEDAW di Indonesia. Optional Protocol CEDAW adalah instrument hak-hak asasi manusia yang melengkapi CEDAW dengan menetapkan dua prosedur tambahan yang bertujuan untuk memberikan kontribusi kepada penerapan domestik (level nasional) dari CEDAW tersebut, yakni prosedur investigasi (inquiry procedure) dan prosedur komunikasi (communication procedure) OP CEDAW menciptakan akses keadilan kepada perempuan di level internasional, khususnya bagi hak perempuan yang telah diabaikan keadilannya di negaranya sendiri. OP CEDAW akan memperkuat mekanisme nasional untuk kemajuan perempuan dan penegakan hak asasi manusia, memperkuat kapasitas nasional untuk menangani diskriminasi terhadap perempuan.

Pasal 15 CEDAW, menyebutkan :

1. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada wanita persamaan hak dengan pria di muka hukum.

(23)

37

yang sama untuk menjalankan kecakapan tersebut khususnya agar memberikan kepada wanita hak-hak yang sama untuk menandatangani kontrak dan untuk mengurus harta benda, serta wajib memberikan mereka perlakuan yang sama pada semua tingkat prosedur di muka hakim dan pengadilan.

3. Negara-negara peserta bersepakat bahwa seluruh kontrak dan seluruh dokumen yang mempunyai kekuatan hukum yang ditujukan kepada pembatasan kecakapan hukum bagi wanita, wajib dianggap batal dan tidak berlaku.

4. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada pria dan wanita hak-hak yang sama berkenaan dengan hukum yang berhubungan dengan mobilitas orang-orang dan kebebasan untuk memilih tempat tinggal dan domisili mereka.

Pasal 16 :

1. Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang lebih tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita dalam seluruh urusan yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan kekeluargaan atas dasar persamaan antara pria dan wanita, dan khususnya akan menjamin:

(24)

38

b. Hak-hak untuk memiliki suami secara bebas dan untuk memasuki jenjang perkawinan hanya dengan persetujuan yang bebas dan sepenuhnya.

c. Hak dan tanggung jawab yang sama selama perkawinan dan pada pemutusan perkawinan.

d. Hak dan tanggung jawab yang sama sebagai orang tua terlepas dari status kawin mereka, dalam urusan-urusan yang berhubungan dengan anak-anak mereka. Dalam seluruh kasus kepentingan anak-anaklah yang wajib diutamakan.

e. Hak yang sama untuk menentukan secara bebas dan bertanggungjawab jumlah dan penjarakan kelahiran anak-anak mereka serta memperoleh penerangan, pendidikan dan sarana-sarana untuk memungkinkan mereka menggunakan hak-hak ini.

f. Hak dan tanggung jawab yang sama berkenaan dengan perwalian, pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan anak atau lembaga-lembaga yang sejenis dimana konsep-konsep ini ada dalam perundang-undangan nasional, dalam seluruh kasus kepentingan anak-anaklah yang wajib diutamakan.

(25)

39

h. Hak sama untuk kedua suami isteri bertalian dengan pemilikan, peralihan, pengelolaan, administrasi, penikmatan dan memindah tangankan harta benda, baik secara cuma-cuma maupun dengan penggantian berupa uang.

2. Pertunangan dan perkawinan seorang anak tidak akan mempunyai akibat hukum dan seluruh tindakan yang perlu, termasuk perundang-undangan wajib diambil untuk menetapkan usia minimum untuk perkawinan dan untuk mewajibkan pendaftaran perkawinan di kantor catatan sipil yang resmi. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian tentang kedua pasal tersebut antara lain :

1) Kedua pasal tersebut mengatur hal yang berbeda. Dalam Pasal 15 diatur mengenai persamaan di muka hukum, sedangkan dalam Pasal 16 diatur mengenai hal-ihwal yang berkaitan dengan perkawinan.

2) Dalam hal persamaan di muka hukum jelas tercermin dalam prinsip bernegara di Indonesia yang menggariskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Ciri-ciri dari prinsip rule of law antara lain sebagai berikut:

a. Pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan.

(26)

40

c. Legalitas dalam arti segala bentuknya. Negara hukum keberadaannya dan mekanisme negara itu tidak dijalankan sewenang-wenang, melainkan atas dasar hukum. Dalam negara hukum yang demokratis, hukum itu dibuat dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi merupakan penjelmaan dari aspirasi dan kesadaran serta cita hukum rakyat. Sejak diberlakukan kembali UUD 1945 setelah Dekrit Presiden 5 Juli tahun 1959, praktis secara yuridis UUD 1945 belum pernah mengalami perubahan. Walaupun dalam dataran praktek ketatanegaraan sejatinya sudah mengalami perubahan berulangkali. Perubahan yang terjadi sebenarnya hanyalah bermakna penafsiran. Artinya pelaksanaan UUD 1945 yang dalam kurun waktu demokrasi pancasila (Orde Baru) harus diletakan secara murni dan konsekuen ternyata hanya sebatas retorika politik dari pemegang kekuasaan dimasing-masing era tersebut. Gerakan reformasi yang digulirkan sejak permulaan tahun 1998 ternyata telah mengubah peta kekuasaan dan sistem ketatanegaraan Indonesia.

(27)

41

Substansi Hukum dan Kebijakan, antara lain :

a. Keppres nomor 181 tahun 1998 tentang Pembentukan Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang kemudian ditingkatkan menjadi Peraturan Presiden nomor 65 tahun 2005.

b. UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM Pasal 45 (“Hak Asasi Perempuan

adalah Hak Asasi Manusia”).

c. Indonesia menandatangani Optional Protocol CEDAW tahun 2000.

d. Amandemen UUD 1945.

e. Instruksi Presiden 9/2000 tentang PUG. Sedang disusun RANPUG dan diharapkan dapat dikeluarkan dengan Peraturan Presiden.

f. RAN PKTP tahun 2001.

g. Keppres nomor 88 tahun 2002 tentang RAN Penghapusan Perdagangan (Trafikking) Perempuan dan Anak.

Asas-Asas dalam CEDAW terdiri dari :

1. Asas Persamaan (Kesetaraan dan Keadilan) Substantif

(28)

42

a. Langkah-tindak merealisasikan hak perempuan yang ditujukan untuk mengatasi adanya perbedaan, disparitas/kesenjangan atau keadaan yang merugikan perempuan;

b. Langkah-tindak melakukan perubahan lingkungan, sehingga perempuan mempunyai kesempatan dan akses yang sama dengan laki-laki serta menikmati manfaat yang sama;

c. Konvensi perempuan mewajibkan negara untuk mendasarkan kebijakan dan langkah-tindak pada prinsip-prinsip, kesempatan yang sama baik perempuan dan laki-laki, akses yang sama bagi perempuan dan laki-laki, perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang sama dari hasil-hasil menggunakan kesempatan dan akses tersebut.

d. Hak hukum yang sama bagi perempuan dan laki-laki dalam kewarganegaraan, dalam perkawinan dan hubungan keluarga, dalam perwalian anak.

e. Persamaan kedudukan dalam hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

2. Asas Anti Diskriminasi

Definisi dikriminasi tercantum dalam Pasal 1 Konvensi

Perempuan, “Istilah tersebut mengandung makna setiap pembedaan,

(29)

43

pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, social, budaya, sipil, atau apapun lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan”.

Pasal 1 Konvensi Perempuan merupakan definisi kerja arti diskriminasi terhadap perempuan. Pasal 1 digunakan untuk melakukan identifikasi kelemahan terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijakan formal atau netral.

3. Asas Kewajiban (Tanggung Jawab-Akuntabilitas) Negara.

Menurut Konvensi Perempuan prinsip dasar kewajiban Negara meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Menjamin hak perempuan melalui hukum dan kebijakan, serta menjamin hasilnya.

b. Menjamin pelaksanaan praktis dari hak itu melalui langkah-tindak atau aturan khusus sementara, menciptakan kondisi yang kondusif untuk meningkatkan kesempatan dan akses perempuan pada peluang yang ada, dan menikmati manfaat yang sama/adil dari hasil menggunakan peluang itu.

c. Negara tidak saja menjamin tetapi juga merealisasikan hak perempuan

(30)

44

e. Negara tidak saja harus bertanggung jawab dan mengaturnya di sektor public, tetapi juga melaksanakannya terhadap tindakan orang-orang dan lembaga di sektor privat (keluarga) dan sektor swasta.

4.1

Hak Konstitusional Perempuan

Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif Pasal 28I ayat (2)

menyatakan: “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat

diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Bunyi pasal ini bisa dipahami bahwa, apabila ada ketentuan atau tindakan yang mendiskriminasikan warga Negara tertentu, maka melanggar Hak Asasi.

Manusia dan hak konstitusional warga negara, dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Oleh karena itu setiap Warga Negara Indonesia yang berjenis kelamin perempuan memiliki hak konstitusional sama dengan Warga Negara Indonesia yang berjenis kelamin laki-laki dan Perempuan juga memiliki hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif karena statusnya sebagai perempuan, ataupun atas dasar perbedaan lainnya.

Hak untuk mendapat perlakuan khusus Pasal 28H (2) berbunyi: “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh

kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.

(31)

45

dan dapat memperoleh perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional yang sama pula, diperlukan perlakuan khusus terhadap kelompok tertentu, karena hanya dengan perlakuan khusus tersebut, dapat dicapai persamaan perlakuan dalam perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional setiap warga negara.

Salah satu kelompok warga negara yang karena kondisinya membutuhkan perlakuan khusus adalah perempuan, perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional tanpa adanya perlakuan khusus, justru akan cenderung mempertahankan diskriminasi terhadap perempuan, sehingga dan tidak akan bisa terwujud keadilan substantif. Keberlakukan hak tersebut bagi perempuan, terlihat

dari frase “setiap orang” sebagaimana yang terdapat dalam bunyi pasal-pasal tersebut di atas, sehingga kaum perempuan juga dijamin dan dilindungi hak mereka oleh konstitusi, yaitu Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara harus dilakukan sesuai dengan kondisi warga negara yang beragam.

Pada CEDAW dalam Pasal 2, dibaca bahwa negara peserta Konvensi mengutuk diskriminasi terhadap wanita dalam segala bentuknya, bersepakat untuk menjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda, kebijaksanaan menghapus diskriminasi terhadap perempuan, dan untuk tujuan ini berusaha (antara lain, kami mengutip disini beberapa butir saja) yaitu :

(32)

46

2. Menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan atas dasar yang sama dengan kaum laki-laki dan untuk menjamin melalui pengadilan nasional yang kompeten dan badan-badan pemerintahan lainnya, perlindungan perempuan yang efektif terhadap tiap tindakan diskriminasi. 3. Tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi terhadap

perempuan, dan untuk menjamin bahwa pejabat-pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga negara akan bertindak sesuai dengan kewajiban ini. 4. Membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk mengubah dan

menghapuskan undang-undang, peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan dan praktek-praktek yang merupakan diskriminasi terhadap perempuan.

Walaupun telah jelas-jelas digariskan bahwa harus menjamin supaya perempuan memperoleh perlakuan yang setara dengan laki-laki, fakta-fakta menunjukkan diskriminasi yang berkelanjutan terhadap perempuan. Berbagai hal yang terjadi pada perempuan, yang dapat kita amati, yang beritanya kita baca dalam media masa, malahan berbagai rumusan undang-undang menunjukkan bahwa perlakuan diskriminatif terhadap perempuan masih berlangsung terus.

(33)

47

ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara

laki-laki dan perempuan”.

Beberapa contoh perlakuan diskriminatif yang meluas adalah gaji yang diterima oleh tenaga kerja perempuan lebih rendah dari yang diterima oleh laki-laki. Kemudian pekerjaan perempuan yang berwujud sebagai curahan waktu yang panjang untuk mengurus rumah tangga, mengurus anak-anak, mengurus berbagai keperluan suami tidak memperoleh penilaian dalam arti tidak diperhitungkan sebagai sumbangan bagi ekonomi rumah tangga. Suami dan anggota lain dari keluarga dapat menghasilkan uang dan tercatat dalam statistik, sedangkan perempuan yang karena kegiatannya memungkinkan suami dan orang lain bekerja dianggap tidak bekerja. Hal lain adalah anggapan bahwa anak laki-laki itu jaminan di hari tua dan anak perempuan bukan. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa investasi keluarga bagi pendidikan anak laki-laki lebih besar dibandingkan dengan investasi bagi pendidikan anak perempuan.

(34)

48

tentang Hak Asasi Manusia yang dimaksud adalah sistem hukum Hak Asasi Manusia baik yang terdapat dalam ranah internasional maupun nasional.

Khusus mengenai hak-hak perempuan yang terdapat dalam sistem hukum tentang Hak Asasi Manusia dapat ditemukan baik secara eksplisit maupun implisit. Dengan penggunaan kata-kata yang umum terkadang membuat pengaturan tersebut menjadi berlaku pula untuk kepentingan perempuan. Dalam hal ini dapat dijadikan dasar sebagai perlindungan dan pengakuan atas hak-hak perempuan. Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita).

Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, hak-hak perempuan dilindungi dalam beberapa macam, antara lain :

1. Hak-hak perempuan di bidang politik dan pemerintahan 2. Hak-hak perempuan di bidang kewarganegaraan

3. Hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pengajaran 4. Hak-hak perempuan di bidang ketenagakerjaan

5. Hak-hak perempuan di bidang kesehatan

6. Hak-hak perempuan untuk melakukan perbuatan hukum 7. Hak-hak perempuan dalam ikatan/putusnya perkawinan Hak-Hak Perempuan yang diatur dalam CEDAW yaitu :12

1. Hak-hak Sipil dan Politik Perempuan, yaitu:

12

(35)

49

a. Hak perempuan dalam kehidupan politik dan kemasyarakatan negaranya, khususnya menjamin bagi perempuan atas dasar persamaan.

b. Untuk memilih dan dipilih;

c. Untuk berpartispasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implementasinya;

d. Untuk memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan segala fungsi pemerintahan di segala tingkat;

e. Berpartisipasi dalam organisasi-organisasi dan perkumpulan-perkumpulan non pemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik negara.

2. Hak perempuan untuk mendapat kesempatan mewakili pemerintah mereka pada tingkat internasional dan berpartisipasi dalam pekerjaan organisasi-organisasi internasional ( Pasal 8 CEDAW).

3. Hak perempuan dalam kaitan dengan Kewarganegaraannya, yang meliputi : ( Pasal 9 CEDAW)

a. Hak yang sama dengan pria untuk memperoleh, mengubah atau mempertahankan kewarganegaraannya;

b. Hak untuk mendapat jaminan bahwa perkawinan dengan orang asing tidak secara otomatis mengubah kewarganegaraannya atau menghilangkan kewarganegaraannya;

c. Hak yang sama dengan pria berkenaan dengan penentuan kewarganegaan anak-anak mereka.

(36)

50

a. Mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan baik di tingkat taman kanak-kanak, umum, teknik serta pendidikan keahlian teknik tinggi dan segala macam jenis pelatihan kejuruan;

b. Pengikutsertaan pada kurikulum, ujian, staff pengajar dengan standar kualifikasi yang sama, serta gedung dan peralatan sekolah yang berkualitas sama.

c. Penghapusan konsep yang steriotip mengenai peranan laki-laki dan perempuan dalam segala tingkatan dan bentuk pendidikan. d. Kesempatan yang sama dalam kesempatan beasiswa.

e. Kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam program pendidikan kelanjutan, pendidikan orang dewasa dan pemberantasan buta huruf.

f. Pengurangan angka putus sekolah pelajar puteri dan penyelenggaraan program untuk gadis-gadis dan perempuan yang putus sekolah.

g. Berpartisipasi secara aktif dalam olahraga dan pendidikan jasmani. h. Memperoleh penerangan untuk menjamin kesehatan, kesejahteraan

keluarga, dan keluarga berencana. 6. Hak dalam pekerjaan;

7. Hak atas kesehatan, yaitu :

a. Pelayanan kesehatan termasuk yang berhubungan dengan keluarga berencana, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan: b. Pelayanan yang layak berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan

(37)

51

dimana perlu, dengan memberikan pelayanan cuma-cuma dimana perlu, serta pemberian makanan bergizi yang cukup selama kehamilan dan masa menyusui persalinan.

8. Hak-hak lainnya dibidang ekonomi dan sosial, yaitu : a. Hak atas tunjangan keluarga;

b. Hak atas pinjaman bank, hipotek dan lain-lain bentuk kredit permodalan;

c. Hak untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan rekreasi, olahraga, dan semua segi kehidupan kebudayaan.

9. Hak-hak khusus untuk perempuan pedesaan, yaitu :

a. Untuk berpartisipasi dalam perluasan dan implementasi perencanaan pembangunan di segala tingkatan;

b. Untuk memperoleh fasilitas pemeliharaan kesehatan yang memadai, termasuk penerangan, penyuluhan, dan pelayanan dalam keluarga berencana.;

c. Untuk mendapat manfaat langsung dari program jaminan sosial;

d. Untuk memperoleh segala jenis pelatihan dan pendidikan, baik formal maupun non formal, termasuk yang berhubungan dengan pemberantasan buta huruf fungsional maupun penyuluhan isu lainnya; e. Untuk membentuk kelompok-kelompok swadaya dan koperasi supaya memperoleh peluang yang sama terhadap kesempatan ekonomi (pekerjaan atau kewiraswastaan);

(38)

52

g. Untuk dapat memperoleh kredit dan pinjaman pertanian, fasilitas pemasaran, teknologi tepat guna dan perlakuan sama pada land reform dan urusan-urusan pertahanan termasuk pengaturan pengaturan tanah pemukiman;

h. Untuk menikmati kondisi hidup yang memadai, terutama yang berhubungan dengan perumahan, sanitasi, penyediaan listrik, air, pengangkutan dan komunikasi.

10. Hak yang menjamin persamaan dihadapan hukum; 11. Hak-hak perempuan didalam perkawinan.

Kewajiban Negara Terhadap Perempuan

Hak Asasi Perempuan yang telah diatur dan dijamin oleh Konstitusi kita yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga oleh CEDAW yang telah diratifikasi oleh pemerintah melalui Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms Discrimination against Women), mewajibkan dan memberikan tanggungjawab kepada negara untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak asasi perempuan tersebut.

(39)

53

menghormati (to respect) Hak Asasi Manusia mengacu pada tugas negara untuk tidak melakukan intervensi terhadap Hak Asasi Manusia. Misalnya, pelaksanaan terhadap hak untuk mendapat pekerjaan, negara dalam hal ini berkewajiban untuk tidak melakukan pengingkaran terhadap orang dan/atau sekelompok orang dalam pasar tenaga kerja. Kewajiban negara untuk melindungi (to protect).

Hak Asasi Manusia, menekankan pada langkah langkah untuk memberikan perlindungan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak non-negara. Misalnya, negara harus mencabut produk hukum nasional yang membenarkan pengingkaran orang dan/atau sekelompok orang dari pasar tenaga kerja, termasuk membuat produk hukum baru jika belum memilikinya. Kewajiban negara untuk memenuhi (to fulfill) Hak Asasi Manusia, merupakan upaya positif negara agar semua orang mempunyai hak yang sama untuk mengakses lapangan kerja tanpa ada diskriminasi.

(40)

54

Dicantumkan oleh CEDAW oleh agar hak-hak perempuan dapat dinikmati oleh kaum perempuan, yang meliputi kewajiban di dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan budaya. Di dalam bagian pertama, kerangka kewajiban negara secara umum dan kerangka penjabaran pasal-pasal di dalam bagian II dan berikutnya. Kerangka kewajiban tersebut terdapat di dalam pasal 2, 3, 4, 5 : yaitu melaksanakan prinsip anti diskriminasi terhadap perempuan dengan cara:13

1) Menjamin pelaksanaan anti diskriminasi terhadap perempuan; 2) Melindungi perempuan dari segala bentuk diskriminasi;

3) Memenuhi segala hak-hak fundamental yang dimiliki sebagai manusia yang berjenis kelamin perempuan.

Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat :

(1) Untuk mengubah pola tingkah laku sosial dan budaya laki-laki dan perempuan dengan maksud untuk mencapai penghapusan prasangka-prasangka, kebiasaan-kebiasaan dan segala praktek lainnya yang berdasarkan atas inferioritas atas superioritas salah satu jenis kelamin atau berdasarkan steriotip bagi laki-laki dan perempuan;

(2) Untuk menjamin bahwa di dalam pendidikan keluarga mempunyai pengertian yang tepat mengenai kehamilan sebagai fungsi sosial dan pengakuan tanggung jawab bersama laki-laki dan perempuan dalam membesarkan anak-anak mereka. Berbagai upaya yang harus dilakukan oleh negara guna menjalan kewajibannya yaitu:

13

(41)

55

Pasal 2

“Menekankan kewajiban negara dalam segi hukum yang meliputi, antara lain :

a. Mengambil tindakan legislatif yang tepat (mengubah dan mencabut ketentuan yang diskriminatif, membentuk peraturan baru).

b. Menyediakan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan.

c. Melakukan tindakan tepat untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan oleh orang, organisasi atau lembaga apa saja.

d. Tidak terlibat dalam tindakan atau praktek diskriminasi bagaimanapun terhadap perempuan dan menjamin penguasa dan lembaga pemerintah bertindak sesuai dengan kewajiban dalam konvensi.

Pasal 3

“Menegaskan kewajiban negara untuk membuat peraturan yang tepat dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya untuk menjamin pelaksanaan dan

pemenuhan hak perempuan”.

Pasal 4

“Menegaskan kewajiban Negara untuk menyusun kebijakan khusus

(mengutamakan pemenuhan hak secara de facto tidak saja de jure)”. Pasal 5

(42)

56

prakteknya yang subordinat terhadap perempuan dan mengandung nilai steriotip terhadap peran tradisional perempuan dan laki-laki”.

Pasal juga menyatakan kewajiban negara untuk menjamin agar di dalam pendidikan keluarga berdasarkan pengertian yang semestinya tentang fungsi kehamilan, dan peran yang seimbang antara laki-laki dan perempuan.

5. ANALISIS PENELITIAN

5.1

Pengaturan CEDAW Dalam Hukum Positif

(43)

57

Ketentuan-ketentuan tersebut mengandung makna, bahwa terhadap isteri harus diberi penghargaan yang setara dengan suami. Ketentuan dalam GBHN 1993-1998 juga mengemukakan prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan seperti yang dapat dibaca berikut ini: “perempuan, baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber daya insani pembangunan, mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dengan

laki-laki dalam pembangunan di segala bidang”.14

Di bidang hukum yang mengatur tentang hak-hak tenaga kerja, negara kita telah meratifikasi Konvensi ILO No. 100, yaitu mengenai pengupahan yang sama untuk laki-laki dan perempuan pekerja untuk pekerjaan yang sama nilai, sehingga kita terikat untuk mengintegrasikannya ke dalam perundang-undangan kita. Semua ketentuan undang-undang serta ketentuan dalam GBHN yang telah dikutip tadi menjadi bukti yang nyata, bahwa pembuat undang-undang di negara kita memang menyetujui prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan.

Kemudian ketentuan harus dijamin, bahwa perempuan menikmati perlindungan hak-hak asasinya seperti halnya laki-laki, yang berarti bahwa diskriminasi terhadap perempuan dilarang, menjadi hukum positif di negara kita dengan ratifikasi terhadap Konvensi PBB mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (disingkat dengan Konvensi Perempuan) melalui UndangUndang Nomor 7 Tahun 1984. Di kalangan PBB konvensi ini telah diterima pada Sidang Umum

14

(44)

58

tahun 1979, dan pembuatan konvensi ini dilatar-belakangi oleh fakta, bahwa resolusi-resolusi serta deklarasi-deklarasi, seperti Deklarasi Universal mengenai Hak-hak Asasi Manusia atau Deklarasi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, sebagai instrumen tidak mampu menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan. Hak-hak asasi perempuan tetap dilanggar secara meluas.

Maka itu konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap perempuan dianggap perlu dibuat dan diharapkan dapat bekerja sebagai instrumen yang lebih efektif dalam mencegah dan menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan. Harapan ini didasarkan pada konsekuensinya, antara lain adalah negara penandatangan mengikat diri untuk mengeluarkan berbagai peraturan, dan mengadakan berbagai kebijaksanaan maupun langkah-langkah lainnya wilayah negaranya untuk menjamin terhapusnya diskriminasi terhadap perempuan, hukum, gender, dan diskriminasi.

Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjelaskan bahwa :

(45)

59

Dalam peraturan yang disebutkan diatas telihat bahwa Hak Asasi Manusia merupakan hal yang mendasar, dan Negara, Pemerintah juga mendukung tidak melakukan diskriminasi yang akan berujung pada perbedaan gender, dengan adanya Hukum akan melindungi, menghormati, dan menjunjung tinggi setiap hak yang dimiliki oleh warga Negara.

Pengertian dari Pasal 1 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menegaskan pengertian diskriminasi sebagai setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.

No CEDAW HUKUM POSITIF DI INDONESIA

1. Dalam CEDAW diatur dalam pasal 16 ayat (1) huruf a.

Dalam hukum Perkawinan di Indonesia hak membuat ikatan perkawinan di atur dalam UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 6-11.

2. Pasal 12 dalam bidang Kesehatan

UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

5 Pasal 7 dalam Aspirasi Politik

(46)

60

5.2

Penghapusan

Semua

Bentuk

Diskriminasi

Terhadap

Perempuan

Memperhatikan bahwa Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menegaskan prinsip untuk tidak menerima diskriminasi dan menyatakan bahwa seluruh umat manusia adalah dilahirkan bebas dan sama dalam martabat serta hak dan bahwa setiap orang memiliki seluruh hak dan kebebasan yang tercantum di dalamnya, tanpa semua bentuk perbedaan, termasuk perbedaan berdasarkan gender (jenis kelamin). Dalam Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Tahun 1979

Pasal 1 menjelaskan bahwa “Diskriminasi terhadap perempuan” berarti

perbedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang berakibat atau bertujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan Hak Asasi Manusia dan kebebasan-kebebasan pokok.

1. Hak Perempuan Dalam Konstitusi Indonesia

(47)

61

dijelaskan dalam UUD 1945 Bab X Negara dan penduduk (Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28) menyebutkan bahwa :

Pasal 26 ayat (1) “ Menentukan bahwa yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”.

Pasal 26 ayat (2) “Menentukan bahwa penduduk ialah warga negara

Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”.

Pasal 27 ayat (1) “Menentukan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tidak ada kecualinya.

Hak untuk memperoleh kedudukan dan perlakuan yang sama dengan laki-laki sebagaimana yang dimaksud dalam pengertian hak-hak asasi yang termasuk di dalamnya hak ekonomi, sosial dan budaya serta hak-hak sipil dan politik. Kenyataan menunjukkan bahwa perlakuan diskriminasi terhadap perempuan masih banyak ditemui walaupun sudah ada berbagai aturan serta peraturan perundang-undangan lainnya.

(48)

62

negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan juga di dalam beberapa pasal yang lainnya (Pasal 29 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1) UUD 1945.

Berdasarkan analisis dari Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) ada 14 Rumpun Hak Konstitusional yang juga berlaku bagi kaum perempuan. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Artinya, jika terdapat ketentuan dan tindakan yang mendiskriminasikan warga negara tertentu, hal itu melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara, dan dengan sendirinya bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu setiap perempuan Warga Negara Indonesia memiliki hak konstitusional sama dengan Warga Negara Indonesia yang laki-laki. Perempuan juga memiliki hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif berdasarkan karena statusnya sebagai perempuan, ataupun atas dasar perbedaan lainnya. Semua hak konstitusional yang berlaku bagi warga negara juga merupakan hak konstitusional setiap perempuan Warga Negara Indonesia.15

2. Pelaksanaan CEDAW

Untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaannya konvensi ini, dibentuk Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan

15

Eddyono, Sri Wiyanti, Hak Asasi Peremuan dan Konvensi CEDAW,2007, hlm113 Jakarta: ELSAM

(49)

63

(selanjutnya disebut komite), pada saat Konvensi ini dinyatakan berlaku, terdiri dari delapan belas dan setelah ratifikasi atau aksesi pada Konvensi oleh Negara Peserta ke-35, dua puluh kali bermartabat tinggi dan kompeten dalam bidang-bidang yang dicangkup oleh Konvensi. Para ahli harus dipilih oleh Negara-negara Peserta dari warga negaranya sendiri dan bertindak dalam kapasitas pribadi masing-masing, dengan mempertimbangkan penyebaran geografis yang merata dan terwakilinya berbagai bentuk peradaban serta sistem hukum utama.

Para anggota Komite dipilih dengan jalan pemungutan suara secara rahasia dari daftar orang-orang yang dicalonkan oleh negara-negara peserta. Setiap Negara Peserta dapat mencalonkan satu orang dari antara warga negaranya sendiri. Pemilihan permulaan dilakukan selama enam bulan setelah tanggal dimulai berlakunya Konvensi ini, sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum tertanggal setiap pemilihan, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengirim surat kepada Negara-negara Peserta mengundang mereka untuk mengajukan calon mereka dalam waktu dua bulan. Sekretaris Jenderal harus menyiapkan daftar dengan urutan abjad semua orang yang sudah dicalonkan, menyebutkan Negara-negara Peserta yang mencalonkan dan menyampaikan daftar itu kepada Negara-negara Peserta.

(50)

64

Referensi

Dokumen terkait

Kritik Islam terhadap konsep kesehatan reproduksi wanita dalam CEDAW berangkat dari perbedaan worldview Islam dengan worldview Barat.. Islam sebagai sebuah bangunan

Kritik Islam terhadap konsep kesehatan reproduksi wanita dalam CEDAW berangkat dari perbedaan.. worldview Islam dengan worldview

Ibarat seperti fenomena gunung es di lautan kasus-kasus kekerasan yang berbasis gender yang menimpa kaum perempuan khusunya KDRT, yang dapat dilihat hanyalah

Penelitian ini terfokus pada kesetaraan perempuan dalam Pasal 5 konvensi dengan cara pandangan Hak Asasi Manusia Islam.. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan

32 Penelitian ini adalah upaya untuk menyimpulkan konsep kesetaraan perempuan dalam draft CEDAW khususnya pasal 5 yang di dalamnya terdapat aturan bagi negara untuk

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini

menerapkan langkah-langkah legislatif salah satunya untuk memastikan kekerasan seksual termasuk dalam hal ini salah satunya marital rape dicirikan sebagai kejahatan terhadap hak atas

Tidak peduli siapa mereka atau apapun jenis kelamin mereka, setiap orang memiliki hak untuk memilih pasangan hidup masing-masing dan menikah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor