• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2008-2011

NURUL RAHMAWATI 09.6083

JURUSAN : STATISTIKA

PEMINATAN : EKONOMI

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

J A K A R T A

(2)

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2008-2011

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Sarjana Sains Terapan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Oleh:

NURUL RAHMAWATI 09.6083

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

J A K A R T A

(3)

PERNYATAAN

Skripsi dengan Judul

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2008-2011

Oleh:

NURUL RAHMAWATI 09.6083

adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan bukan hasil plagiat atau hasil karya orang lain. Jika di kemudian hari diketahui ternyata skripsi ini hasil plagiat atau hasil karya orang lain, penulis bersedia skripsi ini dinyatakan tidak sah dan sebutan Sarjana Sains Terapan dicabut atau dibatalkan.

Jakarta, 12 September 2013

(4)

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI, DAN

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2008-2011

Oleh:

NURUL RAHMAWATI 09.6083

Mengetahui/Menyetujui,

Ketua Jurusan Statistika Pembimbing

Dr. I Made Arcana, S.Si. Drs. Odry Syafwil, M.S. NIP 19680503 199101 1 001 NIP 19541008 197903 1 004

Tim Penguji

Penguji I Penguji II

Ir. Ekaria, M.Si. Neli Agustina, S.Si., M.Si. NIP 19620722 198501 2 001 NIP 19760809 200003 2 001

(5)

i PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perubahan Struktur Ekonomi dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Jawa Barat Periode 2008-2011”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hamonangan Ritonga, M.Sc. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Statistik,

2. Bapak Drs. Odry Syafwil, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing dengan penuh kesabaran dan penuh perhatian,

3. Ibu Ir. Ekaria, M.Si. dan Ibu Neli Agustina, S.Si., M.Si. selaku dosen penguji atas koreksi dan saran yang disampaikan,

4. Ibu dan Bapak tercinta yang senantiasa mencurahkan perhatian dan doanya, serta seluruh keluarga besar atas segala dukungannya,

5. Sahabat-sahabat terbaik penulis: Eva, Dita, Sri, serta sahabat-sahabat grup merumpi di facebook dan line yang selalu memberi semangat dan keceriaan,

6. Teman-teman seperjuangan angkatan 51 STIS khususnya kelas 1A, 2A, 3 SE 4, 4 SE 2, dan grup Analisis Data Panel 51,

7. serta semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Jakarta, September 2013

(6)

ii ABSTRAK

NURUL RAHMAWATI., “Perubahan Struktur Ekonomi dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Jawa Barat Periode 2008-2011”.

vii+92 halaman

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan diiringi oleh perubahan struktur di Jawa Barat ternyata diikuti oleh ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin besar, terlihat dari angka rasio gini yang meningkat. Semua pihak tentu mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diiringi oleh perubahan struktur juga diikuti oleh distribusi pendapatan yang semakin merata. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum pertumbuhan ekonomi sektoral, perubahan struktur ekonomi, dan ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat serta mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat tahun 2008-2011. Untuk mencapai tujuan pertama digunakan analisis deskriptif, sedangkan tujuan kedua menggunakan analisis regresi data panel dengan model fixed effect. Hasil analisis menunjukkan, pertumbuhan ekonomi sektor pertanian adalah yang paling rendah daripada sektor industri dan jasa. Kemudian, struktur ekonomi Jawa Barat mulai menunjukkan pergeseran ke sektor jasa. Hal ini juga diikuti oleh ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin memburuk di Jawa Barat, terlihat dari rasio gininya yang semakin meningkat, kondisi ini juga terjadi sampai level kabupaten/kota. Hasil analisis regresi data panel menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian berpengaruh terhadap penurunan ketimpangan distribusi pendapatan, sedangkan pertumbuhan ekonomi sektor jasa meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat.

Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi, ketimpangan distribusi pendapatan, regresi data panel

(7)

iii DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

1.6 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 10

2.1 Kajian Teori ... 10

2.2 Penelitian Terkait ... 20

2.3 Kerangka Pikir ... 26

2.4 Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODOLOGI ... 29

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 29

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.3 Metode Analisis ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Sektoral, Perubahan Struktur Ekonomi, dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2011 ... 51

4.2 Model Ketimpangan Distribusi Pendapatan ... 62

(8)

iv Halaman 5.1 Kesimpulan ... 74 5.2 Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN ... 78 RIWAYAT HIDUP... 93

(9)

v

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

1 Kontribusi PDRB ADHB sektor pertanian, industri, dan jasa di Jawa Barat tahun 2008-2011 (persen) ... 54 2 Ringkasan hasil estimasi model Fixed Effect dengan Cross Section

Weight ... 65 3 Penyerapan tenaga kerja sektoral Jawa Barat tahun 2008-2011

(persen) ... 69 4 Pertumbuhan ekonomi sektoral Jawa Barat tahun 2008-2011

(10)

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Gambar Halaman

1 Perbandingan perkembangan kontribusi PDRB ADHB sektor

pertanian, industri, dan jasa di Jawa Barat tahun 1983-2011 ... 3 2 Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan rasio gini Provinsi

Jawa Barat tahun 2008-2011 ... 6 3 Kurva Lorenz ... 16 4 Kerangka pikir penelitian ... 27 5 Perbandingan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, industri, dan

jasa Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2011 ... 52 6 Perbandingan kontribusi sektor pertanian, industri, dan jasa menurut

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2008... 56 7 Perbandingan kontribusi sektor pertanian, industri, dan jasa menurut

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011... 57 8 Perkembangan rasio gini Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2011 ... 59 9 Peta kabupaten/kota di Jawa Barat berdasarkan angka rasio gini

tahun 2008 ... 60 10 Peta kabupaten/kota di Jawa Barat berdasarkan angka rasio gini

Tahun 2011 ... 61 11 Perbandingan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, industri,

(11)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Lampiran Halaman

1 Pertumbuhan Ekonomi menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Barat Tahun 2008-2011 (persen) ... 78

2 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2008-2011 (persen) ... 79

3 Kontribusi PDRB Sektoral ADHB menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2008-2011 ... 81

4 Output Model Estimasi Regresi Data Panel ... 84

5 Pemilihan Model Terbaik ... 86

6 Model Terpilih ... 89

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan ekonomi yang sering diukur dengan

pertumbuhan ekonomi, membuat pemerintah berusaha untuk menciptakan laju

pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Salah satu strategi yang digunakan pemerintah

untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah memacu

sektor-sektor ekonomi yang dapat memberikan nilai tambah besar dalam waktu singkat.

Pada masa orde baru, pemerintah mengejar akselerasi pertumbuhan

ekonomi dengan melakukan industrialisasi. Industri yang utamanya padat modal

dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar daripada sektor pertanian yang

selama ini menjadi tumpuan hidup masyarakat. Kebijakan-kebijakan pemerintah

untuk memacu pertumbuhan sektor industri, berdampak pada cepatnya

pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya mempercepat proses perubahan

struktur ekonomi. Perubahan struktur ekonomi ditandai oleh semakin menurunnya

kontribusi sektor pertanian, semakin meningkatnya kontribusi sektor industri, dan

jasa yang kurang lebih konstan, namun kontribusinya akan meningkat sejalan

dengan pertumbuhan ekonomi (BPS, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hill, Resosudarmo, dan

Vidyattama (2008), Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

mengalami perubahan struktur ekonomi tercepat selama masa pembangunannya.

Cepatnya perubahan struktur yang terjadi di Jawa Barat tidak mengherankan

(13)

2 daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Jawa

Barat, terutama pada sektor industri. Hal ini membuat Jawa Barat menjadi

provinsi dengan kontribusi industri, khususnya industri pengolahan, yang terbesar

terhadap perekonomian nasional, yaitu sebesar 37,16 persen pada tahun 2011.

Selain itu, dilihat dari kontribusinya dalam pembentukan PDB nasional,

Jawa Barat merupakan provinsi nomor tiga di Indonesia dengan kontribusi

terhadap pembentukan PDB yang paling besar setelah DKI Jakarta dan Jawa

Timur. Kinerja perekonomian Jawa Barat yang cukup baik juga terlihat dari

pertumbuhan ekonominya yang berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional

pada tahun 2011, yaitu sebesar 6,48 persen.

Jika kita lihat proses perubahan struktur yang terjadi di Jawa Barat selama

masa pembangunannya tahun 1983-2011, terlihat bahwa perubahan struktur

ekonomi di Jawa Barat ditandai dengan semakin menurunnya kontribusi sektor

pertanian1 dan semakin meningkatnya kontribusi sektor industri2, serta jasa3 yang

kurang lebih konstan. Namun, pada lima tahun terakhir kontribusi sektor industri

mulai mengalami penurunan dari 53,32 persen pada tahun 2007 menjadi 45,72

persen pada tahun 2011. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah

ini.

1

Mencakup seluruh sub sektor dalam sektor pertanian 2

Mencakup sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, LGA, dan konstruksi 3 Mencakup sektor perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan,

(14)

3 Sumber : BPS, diolah

Gambar 1. Perbandingan perkembangan kontribusi PDRB ADHB sektor pertanian, industri, dan jasa di Jawa Barat tahun 1983-2011

Penurunan kontribusi sektor industri tersebut diikuti dengan peningkatan

kontribusi sektor jasa. Hal ini merupakan indikasi awal bahwa struktur

perekonomian Jawa Barat perlahan mulai bergeser ke sektor jasa. Sektor jasa

dianggap sebagai tahap tertinggi dalam proses pembangunan ekonomi. Namun,

kenyataannya hal ini juga diiringi oleh peningkatan ketimpangan distribusi

pendapatan di Jawa Barat. Terlihat dari angka rasio gini yang semakin meningkat

dari 0,352 pada tahun 2007 menjadi 0,391 pada tahun 2011 (BPS, diolah).

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang diiringi oleh perubahan

struktur memang merupakan salah satu indikator yang umum digunakan untuk

melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi. Namun implikasi

pembangunan sebenarnya adalah bagaimana hasil-hasil dari pembangunan

tersebut dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat secara 0 10 20 30 40 50 60 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 K on tr ib u si t er h a d ap P D R B ( % ) Tahun Pertanian Industri Jasa

(15)

4 menyeluruh. Oleh karena itu, Profesor Dudley Seers, mengajukan pertanyaan

mendasar mengenai makna pembangunan, yang kemudian berkembang menjadi

definisi baru pembangunan sebagai berikut (Todaro, 2003, hal. 20):

Pertanyaan-pertanyaan mengenai pembangunan suatu negara yang harus diajukan adalah: Apa yang telah terjadi dengan kemiskinan penduduk negara itu? Bagaimana dengan tingkat penganggurannya? Adakah perubahan-perubahan yang berarti atas penanggulangan masalah ketimpangan pendapatan? Jika ketiga permasalahan tersebut sedikit banyak telah teratasi, maka tidak diragukan lagi bahwa periode tersebut memang merupakan periode pembangunan bagi negara yang bersangkutan. Akan tetapi jika satu, dua, atau bahkan semua dari ketiga persoalan mendasar tersebut menjadi semakin buruk, maka negara itu tidak bisa dikatakan telah mengalami proses pembangunan yang positif, meskipun barangkali selama kurun waktu tersebut, pendapatan perkapitanya mengalami peningkatan hingga dua kali lipat.

Dalam pertanyaan yang diajukan oleh Profesor Dudley tersebut,

penanggulangan masalah ketimpangan distribusi pendapatan merupakan salah

satu persoalan yang harus diatasi dalam proses pembangunan. Sehingga dalam

proses pembangunan ekonomi, selain pertumbuhan ekonomi yang tinggi,

pemerataan pendapatan juga merupakan tujuan yang harus dicapai.

Permasalahan ketimpangan distribusi pendapatan tersebut merupakan

suatu masalah yang penting dan harus segera diatasi karena ketimpangan

pendapatan berdampak bukan hanya dalam hal ekonomi tetapi juga dalam hal

sosial. Todaro (2003) menyebutkan dua alasan mengapa ketimpangan harus

diperhatikan yaitu, ketimpangan yang ekstrem dapat menyebabkan inefisiensi

ekonomi serta melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas.

Mengingat cukup besarnya dampak yang ditimbulkan akibat ketimpangan

distribusi pendapatan, maka diperlukan strategi khusus untuk mengatasi

(16)

5 Jawa Barat. Ketimpangan yang semakin memburuk di Jawa Barat pada akhirnya

juga akan berdampak pada semakin memburuknya ketimpangan distribusi

pendapatan di Indonesia. Karena, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Chongvilaivan (2013) dengan menggunakan dekomposisi indeks theil,

ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di Indonesia tahun 2007, sebesar

93,9 persen disumbang oleh ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di

dalam provinsi itu sendiri.

Tentunya semua pihak mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi

dan diiringi oleh perubahan struktur juga diikuti oleh pemerataan distribusi

pendapatan. Menurut Todaro (2003), pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak

harus selalu diikuti oleh distribusi pendapatan yang semakin timpang, hal ini

bergantung pada karakter pertumbuhan ekonomi, yaitu bagaimana cara

mencapainya, siapa yang berperan serta, sektor-sektor mana saja yang mendapat

prioritas, dan sebagainya. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk

mengetahui sektor ekonomi apakah yang bila ditumbuhkan akan bermanfaat bagi

pemerataan distribusi pendapatan di Jawa Barat.

1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah

Tingkat pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi akan menentukan

pola dari perubahan struktur ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih

cepat apabila dipacu oleh sektor-sektor yang dapat memberikan nilai tambah yang

besar. Umumnya sektor ekonomi modernlah (industri dan jasa) yang dapat

memberikan nilai tambah yang lebih besar daripada sektor pertanian. Sehingga

(17)

6 0,330 0,340 0,350 0,360 0,370 0,380 0,390 0,400 0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 2008 2009 2010 2011 R as io G in i P e r tu m b u h an Ek o n o m i (% )

Pertumbuhan Ekonomi Rasio Gini

pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Lambat laun struktur perekonomian akan

bergeser ke sektor yang memiliki pertumbuhan paling cepat.

Jika kita lihat pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dan angka rasio gininya,

ternyata terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga diikuti oleh rasio

gini yang besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.

Sumber : BPS, diolah

Gambar 2. Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan rasio gini Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2011

Dari gambar 2 terlihat bahwa naik turunnya pertumbuhan ekonomi juga

diikuti oleh naik turunnya rasio gini. Pada saat pertumbuhan ekonomi tinggi

angka rasio gini cenderung tinggi pula. Misalnya pada tahun 2009, ketika

pertumbuhan ekonomi Jawa Barat rendah, yaitu sebesar 4,189 persen, rasio

gininya juga menurun dari tahun sebelumnya, yaitu dari 0,361 menjadi 0,355.

Sedangkan pada tahun 2011, ketika pertumbuhan ekonomi cukup tinggi sebesar

(18)

7 Terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata belum dapat

mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Tinggi rendahnya pertumbuhan

ekonomi tersebut tidak terlepas dari kondisi pertumbuhan ekonomi sektoralnya.

Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana pertumbuhan ekonomi

sektoral di Jawa Barat, kaitannya dengan perubahan struktur ekonomi, serta

mengetahui pertumbuhan ekonomi sektor apa yang berpengaruh terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat.

Dalam penelitian ini sektor ekonomi dibagi menjadi tiga sektor, yaitu

sektor pertanian, industri, dan jasa berdasarkan pengelompokkan yang dilakukan

oleh Simon Kuznets. Sektor pertanian mencakup seluruh sub sektor dalam sektor

pertanian, sektor industri mencakup sektor pertambangan dan penggalian; industri

pengolahan; LGA; dan konstruksi, sedangkan sektor jasa mencakup sektor

perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, real

estate dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa. Periode penelitian dimulai dari tahun

2008 sampai tahun 2011 dengan pertimbangan ketersediaan data.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Bagaimana gambaran mengenai pertumbuhan ekonomi sektoral,

perubahan struktur ekonomi, dan ketimpangan distribusi pendapatan yang

(19)

8 2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Jawa Barat tahun

2008-2011?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui gambaran mengenai pertumbuhan ekonomi sektoral,

perubahan struktur ekonomi, dan ketimpangan distribusi pendapatan yang

terjadi di Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2011.

2. Mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Jawa Barat tahun

2008-2011.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :

1. Penulis sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama

masa perkuliahan.

2. Pemerintah daerah sebagai pertimbangan alternatif untuk menyusun

kebijakan ekonomi daerah dan sebagai sumber informasi tentang kinerja

masing-masing sektor serta mengambil kebijakan atas terjadinya

ketimpangan distribusi pendapatan.

3. Akademisi sebagai tambahan referensi mengenai perubahan struktur

(20)

9

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini disajikan dalam lima bab yang secara garis besar

dapat dirinci sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, identifikasi dan batasan masalah,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan skripsi, serta

sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang memuat teori-teori yang

berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi,

ketimpangan distribusi pendapatan, kajian teori yang menjelaskan

variabel-variabel apa saja yang digunakan, kerangka pikir, dan hipotesis

yang diajukan dalam penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang metode pengumpulan data dan metode analisis

yang digunakan dalam penelitian.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian beserta analisisnya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian beserta saran atas

(21)

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2.1 Kajian Teori

Produk Domestik Regional Bruto

Produk Dometik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu ukuran

kinerja pembangunan ekonomi pada tingkat wilayah (regional). Tujuan akhir dari

penghitungan PDRB adalah untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diterima

oleh masyarakat di suatu wilayah. Pendapatan yang diterima inilah yang akan

menjadi dasar ukuran kemakmuran suatu wilayah.

Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung PDRB (BPS,

2009) :

(a) Pendekatan produksi, yang menghitung pendapatan wilayah berdasarkan

jumlah nilai tambah yang dihasilkan seluruh sektor ekonomi dalam wilayah.

Sektor ekonomi dikelompokkan menjadi sembilan lapangan usaha (sektor),

yaitu: (1) pertanian, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan,

(4) listrik, gas, dan air bersih, (5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel, dan

restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real estate, dan jasa

perusahaan, (9) jasa-jasa.

(b) Pendekatan pendapatan, yang menjelaskan tentang struktur atau komposisi

pendapatan masyarakat suatu wilayah. Melalui pendekatan pendapatan, PDRB

adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang

(22)

11 (gaji/upah), pemilik modal (bunga hasil investasi), pemilik tanah (hasil

jual/sewa tanah), dan pengusaha (keuntungan bisnis/perusahaan).

(c) Pendekatan penggunaan/ pengeluaran, yang menjelaskan tentang penggunaan

akhir dari pendapatan masyarakat, yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga

dan lembaga swasta nonprofit oriented (C), pembentukan modal tetap

domestik bruto termasuk perubahan stok (I), pengeluaran konsumsi

pemerintah (G), ekspor (X), dan impor (M).

Ketiga pendekatan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa

terdapat hubungan yang erat antara ketiga konsep, yaitu banyaknya barang dan

jasa yang diproduksi, besarnya pendapatan yang diterima, dan penggunaan

pendapatan tersebut.

PDRB dari sisi sektoral pada intinya menjelaskan tentang besaran nilai

tambah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas ekonomi yang berada di wilayah

yang bersangkutan. Dari sisi ini dapat diketahui data agregat turunannya seperti

struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks implisit1 PDRB. Selain itu,

dapat pula dihitung PDRB perkapita, sebagai indikator yang menjelaskan tingkat

kemakmuran rata-rata per orang yang diperoleh dari hasil pembangunan ekonomi

(BPS, 2009).

1 Indeks implisit merupakan angka indeks perkembangan harga yang diperoleh dengan cara membagi nilai atas dasar harga berlaku dengan nilai atas dasar harga konstan untuk masing-masing komponen PDRB. Secara implisit angka indeks ini menjelaskan tentang perubahan harga dari berbagai produk barang dan jasa yang digunakan oleh masyarakat sebagai konsumsi akhirnya. Indeks harga yang merupakan indeks perkembangan ini menggambarkan perubahan harga secara kumulatif pada satu titik terhadap harga pada titik rujukan atau tahun dasar (BPS, 2009).

(23)

12

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai suatu ukuran kuantitatif yang

menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam satu tahun tertentu

apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan tersebut selalu

dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan pendapatan nasional pada suatu

tahun tertentu dibandingkan tahun sebelumnya (Sukirno, 2006).

Todaro (2003) mengatakan bahwa ada tiga faktor atau komponen utama

dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa. Ketiga faktor tersebut adalah :

1. Akumulasi modal, terjadi bila sebagian dari pendapatan ditabung dan

diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di

kemudian hari yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang

ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.

Akumulasi modal dapat menambah sumber daya baru (contohnya pembukaan

tanah-tanah yang semula tidak digunakan) atau meningkatkan kualitas sumber

daya yang sudah ada (misalnya, perbaikan sistem irigasi, pengadaan pupuk,

pestisida, dsb).

2. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah

angkatan kerja, secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif

yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar

berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, sedangkan

pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti mengingkatkan ukuran pasar

domestiknya.

3. Kemajuan teknologi, terjadi karena ditemukannya cara baru atau perbaikan

(24)

13 kegiatan menanam jagung, membuat pakaian, atau membangun rumah.

Perbaikan atas cara lama akibat kemajuan teknologi ini akan semakin

mempermudah proses produksi dan meningkatkan produktivitas lebih cepat

yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi

utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan

peningkatan kesejahteraan. Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun,

dengan sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun,

maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun.

Selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan

penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber

pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan

kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari

penambahan pendapatan tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akan

menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan

kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja itu sendiri

hanya bisa dicapai dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau PDB

yang terus menerus (Tambunan, 2003).

Perubahan Struktur Ekonomi

Perubahan struktur ekonomi bisa disebut juga sebagai transformasi

struktural maupun perubahan struktural. Teori perubahan struktural

(structural-change theory) memusatkan perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan

(25)

14 perekonomian dalam negeri mereka dari pola perekonomian pertanian subsisten

tradisional ke perekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi ke kehidupan

perkotaan, serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan

sektor jasa yang tangguh. Teori perubahan struktural yang terkenal dikemukakan

oleh W. Arthur Lewis dan Hollis B. Chenery-Syrquin (Todaro, 2003).

Arthur Lewis memusatkan perhatian pada transformasi struktural

perekonomian subsisten. Menurut model yang diajukan Lewis, perekonomian

yang terbelakang terdiri dari dua sektor, (1) sektor tradisional, yaitu sektor

pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan (2) sektor industri perkotaan

modern yang tingkat produktivitasnya lebih tinggi dan menjadi tempat

penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor

subsisten. Perhatian utama dari model Lewis diarahkan pada terjadinya proses

pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan

tenaga kerja di sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan

kesempatan kerja dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor

modern.

Model perubahan struktur ekonomi selanjutnya adalah dari Chenery.

Kerangka pemikiran teori Chenery pada dasarnya sama seperti pada model Lewis.

Teori Chenery dikenal dengan teori pattern of development yang memfokuskan

pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di negara

berkembang yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional (subsistence)

ke sektor industri sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Hasil

penelitian empiris yang dilakukan Chenery dan Syrquin tahun 1975

(26)

15 kapita yang membawa perubahan dalam pola permintaan konsumen dari

penekanan pada makanan dan barang-barang kebutuhan pokok ke berbagai

macam barang-barang manufaktur dan jasa, akumulasi modal fisik dan manusia,

perkembangan kota-kota dan industri-industri perkotaan bersamaan dengan proses

migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan, dan penurunan laju pertumbuhan

penduduk dan ukuran keluarga yang semakin kecil, struktur perekonomian suatu

negara bergeser dari yang semula didominasi oleh sektor primer menuju ke

sektor-sektor nonprimer (Tambunan, 2003).

Perubahan struktur ekonomi dari primer (pertanian) ke sekunder (industri)

dan tersier (jasa) seharusnya didasarkan pada keterkaitan dan saling menguatkan

satu sama lain. Berkembangnya sektor pertanian yang kuat akan memberikan

landasan bagi pengembangan industri berdaya saing tinggi dengan dukungan

sumber daya yang memadai. Industri yang tumbuh pesat akan mampu menyerap

dukungan sektor pertanian sekaligus meningkatkan nilai tambahnya.

Perkembangan industri dan pertanian pada akhirnya juga akan mendorong

tumbuhnya sektor jasa dalam arti yang luas, karena industri membutuhkan

dukungan perbankan, asuransi, periklanan, akuntansi, pelatihan, pemasaran,

distribusi, pengangkutan, dan berbagai jasa lainnya. Pada negara maju, tingkat

pertumbuhan ekonomi diawali oleh sektor pertanian disusul dengan kegiatan

industri, kemudian pada periode lanjutannya, peranan sektor jasa menjadi

(27)

16

Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya

pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy,

1999). Umumnya para ekonom membedakan dua ukuran pokok distribusi

pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah ukuran distribusi pendapatan, yakni

besar kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang dan

distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro,

2003). Penelitian ini berfokus pada ukuran distribusi pendapatan, bukan distribusi

fungsional.

Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau

distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) secara langsung

menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah

tangga. Terdapat berbagai kriteria atau tolok ukur untuk menilai distribusi

pendapatan perseorangan. Tiga diantaranya yang paling lazim digunakan ialah:

1. Kurva Lorenz

2. Rasio Gini

3. Kriteria Bank Dunia

C

O % Kumulatif Penduduk B

(28)

17 Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di

kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur

sangkar yang sisi vertikalnya melambangkan persentase kumulatif pendapatan dan

sisi horizontalnya melambangkan persentase kumulatif penduduk, kedua sumbu

tersebut berakhir pada titik 100 persen, sehingga kedua sumbu sama panjang.

Bujur sangkar tersebut dibagi oleh garis diagonal yang berarti persentase

pendapatan yang diterima persis sama dengan persentase jumlah penerimanya.

Kurva Lorenz digambarkan oleh garis lengkung, semakin dekat ke diagonal

(semakin lurus) berarti bahwa distribusi pendapatan nasional semakin merata.

Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung),

maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan

nasional semakin timpang atau tidak merata.

Rasio gini adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga 1,

besarnya koefisien tersebut menjelaskan kadar kemerataan/ketimpangan distribusi

pendapatan nasional. Semakin kecil (semakin mendekati nol) koefisiennya,

semakin baik atau merata distribusinya. Sebaliknya, semakin besar koefisiennya

(semakin mendekati satu) semakin timpang distribusinya (Dumairy, 1999). Rasio

Gini dapat ditaksir secara visual dari kurva Lorenz, yaitu perbandingan luas area

yang terletak di antara kurva Lorenz dan diagonal terhadap luas area segitiga OBC.

Semakin melengkung kurva Lorenz, area yang dibagi akan semakin luas, rasio

gini–nya semakin besar dan menyiratkan distribusi pendapatan yang timpang.

Rasio gini juga dapat dihitung secara matematis dengan rumus:

(29)

18 keterangan:

G = rasio gini

Xi = proporsi jumlah kumulatif rumah tangga ke-i

Xi+1 = proporsi jumlah kumulatif rumah tangga ke-i+1

Yi = proporsi jumlah kumulatif pengeluaran rumah tangga ke-i

Yi+1 = proporsi jumlah kumulatif pengeluaran rumah tangga ke-i+1

Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi

pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40 persen

penduduk berpendapatan terendah (penduduk termiskin); 40 persen penduduk

berpendapatan menengah; serta 20 persen penduduk berpendapatan tertinggi

(penduduk terkaya). Ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi dinyatakan

parah apabila 40 persen penduduk termiskin menikmati kurang dari 12 persen

pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40

persen penduduk termiskin menikmati antara 12 hingga 17 persen pendapatan

nasional. Sedangkan jika 40 persen penduduk termiskin menikmati lebih dari 17

persen pendapatan nasional, maka ketimpangan atau kesenjangan dikatakan

ringan (Dumairy, 1999).

Tingkat Pendidikan Pekerja

Pendidikan merupakan faktor produksi yang tidak dapat dipisahkan dari

tenaga kerja karena menentukan kualitas tenaga kerja. Modal dan sumber daya

alam hanyalah merupakan faktor produksi pasif, sedangkan manusia merupakan

agen yang aktif yang dapat mengakumulasi modal, mengeksploitasi sumber daya

(30)

19 kemajuan bagi pembangunan nasional. UNESCO (2008) menyatakan arti penting

pendidikan sebagai berikut (Wahyuni, 2011):

1. pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan

seseorang sehingga menjadi lebih efektif dan produktif yang pada gilirannya

dapat meningkatkan penghasilan secara memadai untuk mendorong

peningkatan pendapatan,

2. pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan dan gizi,

3. pendidikan akan meningkatkan mutu standar hidup,

4. pendidikan akan mendorong proses pembangunan sosial melalui penguatan

kohesi dalam masyarakat dan membuka peluang serta kesempatan yang lebih

baik.

Pertumbuhan Penduduk

Perkembangan penduduk dapat menjadi faktor pendorong maupun

penghambat pembangunan ekonomi. Dipandang sebagai faktor pendorong karena

perkembangan itu memungkinkan pertambahan jumlah tenaga kerja dari masa ke

masa. Selanjutnya, pertambahan penduduk dan pemberian pendidikan kepada

mereka sebelum menjadi tenaga kerja, memungkinkan masyarakat memperoleh

bukan saja tenaga kerja yang ahli, tapi juga tenaga kerja terampil, terdidik, dan

enterpreneur yang berpendidikan. Selain itu, perkembangan penduduk berdampak

pada pasar barang dan jasa yang semakin luas.

Perkembangan penduduk juga bisa menjadi faktor penghambat

pembangunan ekonomi, yaitu bila produktivitas sektor produksi sangat rendah dan

(31)

20 menghambat negara berkembang untuk mencapai salah satu tujuan pembangunan

ekonomi, yaitu pemerataan pendapatan. Pertambahan penduduk yang tinggi akan

menyebabkan jurang yang sudah ada di antara beberapa golongan masyarakat

menjadi bertambah lebar. Di satu pihak, pengangguran yang terlalu besar

jumlahnya cenderung untuk mempertahankan tingkat upah yang sangat rendah.

Namun di lain pihak, pembangunan ekonomi menciptakan pertambahan

pendapatan yang terus menerus di sektor industri dan di beberapa sektor modern

lainnya (Sukirno, 2006).

2.2 Penelitian Terkait

Sari (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh

Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di

Kabupaten Bogor”, menggunakan metode regresi linier berganda untuk

mengetahui pertumbuhan sektor ekonomi manakah yang berpengaruh terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan di Kabupaten Bogor tahun 1993 sampai

dengan 2003. Variabel bebas yang digunakan adalah PDRB sektor listrik, gas, dan

air bersih; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor transportasi dan

komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa.

Hasilnya, hanya pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan;

dan jasa-jasa yang berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan dan hubungannya adalah negatif. Sari menggunakan rasio gini sebagai

variabel tak bebas.

Aisyah (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor

(32)

21 Kasus 26 Propinsi di Indonesia)” menggunakan analisis data panel dengan model

fixed effect. Dia menemukan bahwa dari 6 variabel yang digunakan yaitu

pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, tenaga

kerja, tingkat pendidikan, dan tingkat kesehatan, hanya variabel pertumbuhan

penduduk saja yang tidak berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita

berpengaruh secara signifikan terhadap ketidakmerataan pendapatan dan

hubungannya adalah positif. Tenaga kerja, kesehatan, dan tingkat pendidikan

berpengaruh signifikan dan negatif terhadap distribusi pendapatan. Aisyah

menggunakan indeks dekomposisi Theil sebagai variabel terikat.

Fadly (2011), menggunakan analisis simultan data panel dalam

penelitiannya yang berjudul “Peran Pertumbuhan Ekonomi dan Intervensi

Pemerintah di Bidang Fiskal terhadap Kemiskinan, Pengangguran, dan

Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia Periode 2005-2008”.

Penelitiannya bertujuan untuk mengkaji peran pertumbuhan ekonomi dan

intervensi pemerintah di bidang fiskal terhadap tingkat kemiskinan, tingkat

pengangguran terbuka, dan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di

Indonesia, serta mengkaji peran PDRB per sektor terhadap kemiskinan,

pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia

Variabel yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi agregat dan

sektoral yang dibagi menjadi sektor pertanian, pertambangan, industri dan sektor

non treadable, variabel intervensi pemerintah di bidang fiskal yang digunakan

adalah pengeluaran pemerintah untuk fungsi pendidikan dan kesehatan, pajak

(33)

22 penghasilan (PPh), dan upah minimum provinsi (UMP). Ukuran ketimpangan

distribusi pendapatan, kemiskinan, dan pengangguran yang digunakan adalah

rasio gini, persentase penduduk miskin, dan tingkat pengangguran terbuka.

Hasilnya, dari variabel pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sektor

pertanian saja yang signifikan dapat menurunkan ketimpangan distribusi

pendapatan, kemiskinan, dan pengangguran secara sekaligus. Dari variabel

intervensi pemerintah di bidang fiskal, DAK, pajak daerah, PPh, dan UMP yang

berpengaruh terhadap distribusi pendapatan. Dimana pengaruh DAK dan pajak

daerah adalah positif, sedangkan PPh dan UMP adalah negatif.

Coto (2006) menggunakan analisis regresi data panel dalam penelitiannya

yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Kontribusi Output Sektor

Industri, Upah Minimum, dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kesenjangan

Pendapatan di Indonesia”. Untuk mengukur kesenjangan distribusi pendapatan ia

menggunakan persentase pendapatan 40 persen kelompok rumah tangga

berpenghasilan terendah. Hasilnya, seluruh variabel bebas yang digunakan

berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan pendapatan rumah tangga dimana

pertumbuhan ekonomi memperburuk kesenjangan distribusi pendapatan.

Sedangkan kontribusi output sektor industri, upah minimum regional, dan tingkat

pendidikan dapat memperbaiki kesenjangan distribusi pendapatan.

Wahyuni (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Konvergensi dan

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketimpangan Wilayah Kabupaten/Kota di

Pulau Jawa” menggunakan metode data panel dinamis FD-GMM. Penelitiannya

bertujuan untuk menguji konvergensi wilayah kabupaten/kota dan

(34)

23 pendekatan pendapatan regional dan pendekatan pengeluaran rumah tangga, serta

menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan wilayah di Pulau

Jawa.

Hasilnya konvergensi tidak terjadi dengan menggunakan pendekatan

PDRB, sedangkan dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga konvergensi

terjadi sangat tinggi. Selanjutnya, untuk melihat faktor yang mempengaruhi

ketimpangan wilayah di Pulau Jawa digunakan rasio gini sebagai variabel tak

bebas dan variabel bebasnya yaitu, pengeluaran rutin pemerintah, share pertanian

terhadap PDRB, share manufaktur terhadap PDRB, tenaga kerja yang

berpendidikan SMA ke atas, jumlah puskesmas, jumlah energi listrik yang terjual

kepada konsumen, serta panjang jalan. Hasilnya hanya hanya variabel pendidikan

tenaga kerja yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan

distribusi pendapatan.

Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Literatur mengenai perubahan kesenjangan dalam distribusi pendapatan

awalnya didominasi oleh apa yang disebut dengan hipotesis Kuznets. Dengan

memakai data antar negara (cross section) dan data dari sejumlah survei/observasi

di tiap negara (time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan

pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk U terbalik. Pada awalnya

pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan kesenjangan distribusi pendapatan,

kemudian seiring berjalannya waktu, pertumbuhan akan menyebabkan

(35)

24 Wie (1983) mengatakan bahwa ketimpangan yang lebih tinggi dapat

muncul sebagai akibat dari pertumbuhan yang lebih pesat. Misalnya, pertumbuhan

dipusatkan pada kawasan atau sektor-sektor khusus, maka kelambatan dalam

mobilitas tenaga kerja dapat menciptakan ketidakseimbangan di pasar faktor

produksi yang menghasilkan perbedaan yang berarti dalam pendapatan.

Proses pertumbuhan yang bertumpu pada sektor-sektor yang menyerap

sebagian besar angkatan kerja menghasilkan ketimpangan yang kurang tajam. Hal

ini berarti bahwa pertumbuhan yang bertumpu pada usaha pertanian kecil yang

berkembang baik cenderung bermanfaat bagi distribusi pendapatan (Gemmel,

1994).

Pada dasarnya, ada tidaknya ketimpangan pendapatan pada sebuah negara

tergantung karakteristik ekonomi yang dimilikinya. Bagaimana cara distribusi dan

cara memperoleh pertumbuhannya, merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan

pembagian “kue ekonomi” itu merata atau tidak.

Hubungan Tingkat Pendidikan Pekerja dan Pertumbuhan Penduduk terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Dengan meningkatnya tingkat pendidikan pekerja, diharapkan dapat

menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan. Karena dengan pendidikan yang

lebih baik, seseorang dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik dengan

pendapatan yang lebih tinggi pula. Namun berbagai penelitian terbaru juga

menunjukkan bahwa, berlawanan dengan pendapat umum, sistem pendidikan di

negara berkembang kadang-kadang bukan mengurangi, namun justru

(36)

25 Pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan lapangan kerja yang terbatas

akan berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran. Penduduk yang tidak

terserap di lapangan kerja formal akan terpelanting ke lapangan pekerjaan

informal dengan tingkat upah yang rendah. Di lain pihak, pembangunan ekonomi

menciptakan pertambahan pendapatan yang terus menerus di sektor industri dan

di beberapa sektor modern lainnya (Sukirno, 2006). Akibatnya, permasalahan

ketimpangan distribusi pendapatan menjadi semakin sulit diatasi.

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian, maka diperlukan batasan

yang jelas mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Sektor pertanian, dalam penelitian ini sektor pertanian mencakup seluruh sub

sektor dalam sektor pertanian.

Sektor industri, dalam penelitian ini sektor industri mencakup empat sektor,

yaitu penggalian dan pertambangan; industri pengolahan; listrik, gas, dan air

bersih; konstruksi.

Sektor jasa, dalam penelitian ini sektor jasa mencakup empat sektor, yaitu

perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, real

estate, dan jasa perusahaan; jasa-jasa.

Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, adalah perkembangan sektor

pertanian yang diukur berdasarkan persentase perubahan PDRB ADHK sektor

pertanian pada suatu tahun tertentu dibandingkan tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi sektor industri, adalah perkembangan sektor industri

yang diukur berdasarkan persentase perubahan PDRB ADHK sektor industri pada

(37)

26

Pertumbuhan ekonomi sektor jasa, adalah perkembangan sektor jasa yang

diukur berdasarkan persentase perubahan PDRB ADHK sektor jasa pada suatu

tahun tertentu dibandingkan tahun sebelumnya.

Tingkat pendidikan pekerja, adalah persentase jumlah pekerja yang

berpendidikan SMA ke atas terhadap total pekerja.

Pertumbuhan penduduk, adalah perkembangan penduduk yang diukur

berdasarkan persentase perubahan jumlah penduduk pada suatu tahun tertentu

dibandingkan tahun sebelumnya.

Ketimpangan distribusi pendapatan, ketimpangan distribusi pendapatan yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah ketimpangan distribusi pendapatan antar

rumah tangga yang diukur dengan rasio gini.

2.3 Kerangka Pikir

Selain memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pembangunan ekonomi

juga harus memperhatikan bagaimana distribusi hasil-hasilnya kepada masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi disusun atas pertumbuhan ekonomi sektoralnya.

Pertumbuhan ekonomi sektoral akan sangat menentukan tinggi rendahnya

pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Selanjutnya, tingkat pertumbuhan

masing-masing sektor ekonomi akan menentukan pola dari perubahan struktur

ekonomi.

Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi hendaknya bisa berdampak pula

kepada pemerataan distribusi pendapatan. Namun hal ini bergantung pada

bagaimana karakter dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Salah satunya adalah

(38)

27 ekonomi mendapat prioritas dalam pengembangannya, maka pertumbuhannya

akan lebih cepat dari sektor ekonomi yang lain. Tentunya sektor yang mendapat

prioritas haruslah sektor yang dapat memberikan manfaat (peningkatan

pendapatan) bagi sebagian besar masyarakat, bukan segolongan kecil masyarakat

yang malah akan berdampak kepada peningkatan ketimpangan distribusi

pendapatan. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui pertumbuhan sektor

ekonomi manakah yang dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.

Untuk lebih jelasnya, berikut adalah diagram kerangka pikir yang

dibangun untuk menjawab permasalahan dan tujuan dalam penelitian ini.

Keterangan :

: pengaruh

: pola

Gambar 4. Kerangka pikir penelitian Pertumbuhan Ekonomi  Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian  Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri  Pertumbuhan Ekonomi Sektor Jasa Variabel Kontrol  Tingkat Pendidikan Pekerja  Pertumbuhan Penduduk Struktur Ekonomi Ketimpangan Distribusi Pendapatan

(39)

28

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini adalah:

1. Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian signifikan menurunkan ketimpangan

distribusi pendapatan.

2. Pertumbuhan ekonomi sektor industri dan jasa signifikan meningkatan

(40)

29

BAB III METODOLOGI

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengambil studi wilayah pada tingkatan provinsi, yaitu

Provinsi Jawa Barat dengan unit amatan sampai tingkat kabupaten/kota. Periode

penelitian dipilih dari tahun 2008 sampai 2011 dan meliputi 26 kabupaten/kota di

Provinsi Jawa Barat. Hal ini dikarenakan data untuk Kabupaten Bandung Barat

yang mengalami pemekaran tahun 2007 tersedia pada tahun 2008, serta konsep

dan definisi ketenagakerjaan sudah sama setiap tahunnya.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder untuk tahun 2008-2011. Semua

data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik.

Berikut adalah data-data yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dan agregat Provinsi Jawa Barat.

2. Jumlah tenaga kerja kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat menurut lapangan

usaha dan agregat Provinsi Jawa Barat.

3. Jumlah tenaga kerja kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat menurut ijazah

(41)

30 4. Data mentah Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Data tersebut

digunakan untuk menghitung rasio gini level kabupaten/kota di Provinsi Jawa

Barat.

5. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat menurut kabupaten/kota. Data tersebut

diperoleh dari publikasi “Jawa Barat dalam Angka” berbagai edisi dan

merupakan data dari hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah (SUSEDA) yang

dilaksanakan setiap tahun.

3.3 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif dan inferensia. Analisis dekriptif digunakan untuk memberikan

gambaran umum mengenai pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi,

serta ketimpangan distribusi pendapatan di Propinsi Jawa Barat dengan

menggunakan tabel dan grafik. Sedangkan analisis inferensia digunakan untuk

melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan. Analisis inferensia yang digunakan adalah analisis regresi data panel.

Proses pengolahannya menggunakan software SPSS 16.0, Microsoft Excel 2007

dan Eviews 6.0.

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai suatu ukuran kuantitatif yang

menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu

(42)

31 dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan pendapatan daerah pada suatu

tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk menghitung tingkat

pertumbuhan ekonomi digunakan formula berikut :

= − −1

−1 × 100% (1)

keterangan:

: tingkat pertumbuhan ekonomi

PDRBt : adalah produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan

pada tahun t

PDRBt-1 : adalah produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan

pada tahun sebelumnya

Analisis Regresi Data Panel

Metode analisis yang digunakan untuk melakukan analisis inferensia

adalah analisis regresi data panel. Data panel merupakan gabungan dari data cross

section dan data deret waktu (time series) sehingga berimplikasi kepada jumlah

pengamatan yang menjadi sangat banyak.

Menurut Baltagi (2005), ada beberapa keuntungan menggunakan data

panel, diantaranya:

1. Dengan menggabungkan data time series dan cross section, data panel

memberikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, kolinearitas yang

lebih kecil diantara variabel, dan derajat bebas yang lebih banyak.

2. Data panel dapat mengontrol heterogenitas individu. Kontrol terhadap

(43)

32 individu yang tidak bisa ditangkap pada studi time series maupun cross

section menyebabkan bias pada hasil estimasi.

3. Dapat mengidentifikasi dan mengestimasi efek yang tidak dapat terdekteksi

secara sederhana pada data cross section murni dan time series murni.

4. Dengan mempelajari data cross section yang berulang, data panel cocok

digunakan untuk mempelajari perubahan dinamis. Artinya dapat digunakan

untuk melihat kondisi individu-individu pada waktu tertentu dibandingkan

kondisi pada waktu lainnya.

5. Data panel memungkinkan kita untuk mempelajari model yang lebih

kompleks daripada data cross section atau time series murni.

6. Data panel dapat mengurangi bias yang diakibatkan karena kita mengagregasi

individu.

Dalam model persamaan regresi liner klasik (clasical linear regression

model), gangguan (error term) selalu dinyatakan bersifat homoskedas dan serially uncorrellated. Dengan begitu, penggunaan metode ordinary least square akan

menghasilkan penduga yang bersifat best linear unbiased (BLUE). Namun,

asumsi gangguan tersebut tidak dapat diterapkan pada data panel. Data panel yang

tersusun atas beberapa individu untuk beberapa periode membawa masalah baru

dalam sifat gangguan tersebut. Masalah tersebut adalah karena gangguan yang ada

kini menjadi tiga macam, yaitu gangguan antar individu (cross section

disturbances), antar waktu (time series disturbances), dan gangguan yang berasal

dari keduanya (individu dan waktu) (Ekananda, 2005, hal. 2).

Perbedaan notasi data panel dengan model regresi biasa adalah

(44)

33 (cross section) dan t menunjukkan periode waktu (time series), dimana i = 1, 2,

3, ..., N dan t = 1, 2, 3, ..., T.

Berdasarkan jumlah observasinya, data panel dapat dibedakan menjadi dua

jenis, yaitu balanced panel dan unbalanced panel. Jika jumlah unit cross section

sama antar waktu (time series), maka data panel tersebut dikatakan balanced

panel. Sedangkan jika jumlah observasi berbeda dikatakan unbalanced panel.

Dalam penelitian ini digunakan balanced panel, dimana unit cross section

berjumlah 26 (kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat) dan time series sebanyak 4

tahun. Sehingga observasi total berjumlah N × T, yaitu 104 observasi.

Untuk mengestimasi parameter model dalam data panel ada tiga macam

teknik yang dapat digunakan, yaitu:

1. Model common effect

Model common effect merupakan teknik yang paling sederhana untuk

mengestimasi data panel, yaitu dengan mengkombinasikan data time series dan

cross section dalam bentuk pool dimana teknik estimasinya menggunakan

pendekatan kuadrat terkecil/Ordinary Least Square (OLS). Model common effect

mengasumsikan slope dan intersep yang konstan antar individu dan waktu.

Persamaan regresi model common effect dapat ditulis sebagai berikut:

= + ′ + ; i = 1, 2, 3, ..., N dan t = 1, 2, 3, ..., T (2)

N adalah jumah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode

waktunya. Jika asumsi linier klasik terpenuhi, maka proses estimasi secara

terpisah untuk setiap cross section dapat dilakukan. Untuk N = 1, diperoleh

(45)

34

1 = + ′ + 1 , untuk t = 1, 2, 3, ..., T (3)

Sehingga akan diperoleh N persamaan dengan masing-masing T observasi. Begitu

pula sebaliknya, kita akan memperoleh persamaan deret waktu (time series)

sebanyak T dengan masing-masing N observasi.

2. Model Fixed Effect

Model fixed effect mengasumsikan perbedaan antar individu dapat

ditangkap pada perbedaan intersepnya. Oleh karena itu, setiap diperlakukan

sebagai parameter yang tidak diketahui dan akan diestimasi. Secara umum

persamaan model fixed effect dapat dituliskan sebagai berikut :

= + ′ + (4)

Untuk mengestimasi intersep yang bervariasi antar individu digunakan

teknik variabel dummy. Sehingga model fixed effect seringkali disebut least

square dummy variable (LSDV) model. Persamaan model fixed effect dengan

variabel dummy dapat dituliskan sebagai berikut (Baltagi, 2008):

= +∑=1−1 + ′ + (5)

keterangan:

= variabel tak bebas dari kabupaten/kota i, pada waktu ke-t

= vektor dari variabel bebas berukuran × 1 (terdapat sebanyak

variabel bebas dalam persamaan)

= vektor parameter berukuran × 1 = intersep

(46)

35 = variabel dummy untuk kabupaten/kota ke-i

= error

Pada persamaan ini terdapat N-1 variabel dummy, N-1 individu dan satu individu

digunakan sebagai reference category dengan sebagai intersepnya.

Berdasarkan struktur matriks varians-kovarians residualnya, pada model

fixed effect ada 3 metode estimasi yang dapat digunakan, yaitu (Ekananda, 2005):

1. Ordinary Least Square (OLS), jika struktur matriks varians-kovarians

residualnya diasumsikan bersifat homoskedastik dan tidak ada cross sectional

correlation.

2. Weighted Least Square (WLS), jika struktur matriks varians-kovarians

residualnya diasumsikan bersifat heteroskedastik dan tidak ada cross sectional

correlation.

3. Seemingly Uncorrelated Regression (SUR), jika struktur matriks

varians-kovarians residualnya diasumsikan bersifat heteroskedastik dan ada cross

sectional correlation.

3. Model Random Effect

Model fixed effect memperbolehkan efek spesifik individu yang tidak

teramati berkorelasi dengan variabel bebasnya. Sedangkan pada model random

effect, efek spesifik individu dan variabel bebas tidak berkorelasi. Oleh karena itu,

pendekatan model random effect menggunakan variabel residual untuk

mengakomodasi perbedaan karakteristik individu dan waktu. Dengan demikian

dalam model random effect terdapat dua komponen residual, yaitu residual cross

(47)

36 Persamaan regresi untuk model random effect dapat dituliskan sebagai berikut :

= + ′ + +

= + ′ + ; = + (6)

Ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam model random effect.

Secara matematis, asumsi-asumsi tersebut adalah :

~ (0, )

~ (0, )

( , ) = 0

, = 0 ( ≠ )

( , ) = , = , = 0 ( ≠ ; ≠ )

Oleh karena itu, komponen error individu tidak berkorelasi satu sama lain dan

tidak memiliki autokorelasi antara keduanya yaitu cross section dan time series.

Sebagai akibat dari asumsi yang telah ditetapkan sebelumnya maka :

( ) = 0

( ) = 2 + 2

Jika 2 = 0 maka cross section dan time series dapat digabungkan (pool)

dan diestimasi seperti regresi pool/common effect menggunakan OLS. Namun

terdapat kemungkinan dan ( ≠ ) berkorelasi, besar korelasi keduanya

diukur menggunakan rumus :

( , ) = 2 2

+ 2 (7)

Jika terdapat korelasi, maka estimasi random effect menggunakan Generalized

(48)

37

Penentuan Effect pada Model Regresi Data Panel

Dari ketiga model yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu common effect,

fixed effect, dan random effect. Perlu dilakukan pengujian untuk menentukan

model manakah yang paling baik digunakan untuk mengestimasi parameter yang

akan diteliti.

Pemilihan model dapat dilakukan secara formal dan informal. Secara

informal pemilihan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu. Misalnya

seperti yang dikemukakan oleh Judge (1980) mengenai perbedaan mendasar

untuk menentukan pilihan antara model fixed effect dan random effect, yaitu

(Gujarati, 2004):

1. Jika T (jumlah data time series) besar dan N (jumlah data cross section) kecil,

akan terdapat sedikit perbedaan nilai estimasi parameter antara fixed effect

dengan random effect. Pada kasus ini fixed effect mungkin lebih disukai.

2. Ketika N lebih besar daripada T, random effect lebih cocok digunakan bila

unit cross section sampel adalah random/acak. Sedangkan bila kita sangat

yakin dan percaya bahwa individu/cross section sampel tidak acak, maka fixed

effect lebih cocok digunakan.

3. Jika komponen eror individu dan satu atau lebih variabel bebas berkorelasi,

estimasi random effect akan bias, sedangkan yang diperoleh fixed effect tidak

bias.

4. Jika N besar dan T kecil, serta jika asumsi untuk random effect terpenuhi,

maka random effect lebih efisien daripada fixed effect.

Secara formal ada 3 prosedur pengujian yang dapat digunakan, yaitu uji

(49)

38 (LM) untuk memilih antara common effect dengan random effect, dan uji

Hausman yang digunakan untuk memilih antara fixed effect dan random effect.

Setelah dilakukan proses pemilihan model terbaik, maka akan dilanjutkan dengan

pengujian struktur matriks varians-kovarians residualnya1.

Pengujian Signifikansi Model Fixed Effect dan Common Effect

Pengujian signifikansi model fixed effect dilakukan menggunakan uji

statistik F. Uji-F digunakan untuk mengetahui apakah tenik regresi data panel

dengan fixed effect lebih baik daripada common effect (tanpa variabel dummy).

Hipotesis nul (H0) yang digunakan adalah bahwa intersep adalah sama untuk

setiap individu.

H0 : = = ⋯ = (intersep sama untuk setiap individu)

H1 : minimal ada satu pasang intersep yang tidak sama

Rumus yang digunakan untuk melakukan uji statistik F adalah (Greene, 2003):

=

2 2 / −1

1− 2 / − − (8)

keterangan:

N = jumlah individu

T = jumlah periode waktu

K = jumlah parameter dalam model fixed effect (tidak termasuk

intersep)

= koefisien determinasi pada model dengan variabel dummy

1 Jika terpilih model random effect maka pengujian untuk memilih estimator dengan struktur varians-kovarians yang lebih baik tidak perlu dilakukan

(50)

39 = koefisien determinasi pada model tanpa variabel dummy (pooled

model).

Nilai statistik F hitung akan mengikuti distribusi statistik F dengan derajat

bebas (N-1) dan (NT-N-K) . Hipotesis nul akan ditolak jika nilai statistik F hitung

lebih besar daripada nilai F tabel pada tingkat signifikansi tertentu. Berarti asumsi

intersep dan slope adalah sama untuk setiap individu dan waktu tidak berlaku,

sehingga metode estimasi dengan fixed effect lebih baik daripada common effect.

Pengujian Signifikansi Model Random Effect dan Common Effect

Uji Lagrange Multiplier (LM) digunakan untuk mengetahui apakah model

random effect lebih baik daripada common effect. Hipotesis nul (H0) yang

digunakan adalah bahwa intersep bukan merupakan variabel acak atau stokastik.

Dengan kata lain, varians dari residual pada persamaan model random effect

bernilai nul. Secara matematis, hipotesis uji LM dapat dituliskan sebagai berikut :

H0 : 2 = 0 (intersep bukan merupakan variabel acak)

H1 : 2 ≠ 0 (intersep merupakan variabel acak)

Statistik uji yang digunakan adalah (Greene, 2003):

= 2 −1 ∑ ∑ =1 2 =1 ∑=1=1 2

− 1

2 (9) keterangan: N = jumlah individu T = periode observasi

(51)

40 Uji LM mengikuti distribusi chi-square dengan derajat bebas sebesar 1.

Jika nilai statistik hitung LM lebih besar daripadan nilai chi-square tabel, maka

hipotesis nul akan ditolak, yang berarti bahwa model estimasi yang terpilih adalah

random effect.

Pengujian Signifikansi Model Fixed Effect dan Random Effect

Untuk menentukan model apa yang terbaik antara fixed effect dan random

effect digunakan uji Hausman. Uji signifikansi Hausman menggunakan hipotesis

nul residual tidak berkorelasi dengan variabel bebasnya, yang berarti model

random effect lebih baik daripada model fixed effect.

H0 : ( , ) = 0 (residual tidak berkorelasi dengan variabel bebasnya)

H1 : ( , ) ≠ 0 (residual berkorelasi dengan variabel bebasnya)

Unsur penting pada uji ini adalah matriks kovarians dari perbedaan vektor

− :

− = [ ] + − 2 , (10)

Hasil penting dari uji Hausman adalah kovarians dari sebuah estimator yang

efisien dengan perbedaan estimator tersebut dari estimator yang tidak efisien

adalah nul, sehingga

− , = , − = (11)

Atau

, = (12)

Kemudian substitusikan persamaan 12 ke persamaan 10, maka akan dihasilkan

Gambar

Gambar 1.  Perbandingan perkembangan kontribusi PDRB ADHB sektor   pertanian, industri, dan jasa di Jawa Barat tahun 1983-2011
Gambar 2.  Perkembangan  laju  pertumbuhan  ekonomi  dan  rasio  gini  Provinsi  Jawa Barat tahun 2008-2011
Gambar 4. Kerangka pikir penelitian Pertumbuhan Ekonomi   Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian   Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri   Pertumbuhan Ekonomi Sektor Jasa  Variabel Kontrol   Tingkat Pendidikan Pekerja    Pertumbuhan Penduduk Struktur Ekon
Gambar 5.  Pertumbuhan  ekonomi  sektor  pertanian,  industri,  dan  jasa  Provinsi  Jawa Barat tahun 2008-2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam peraturan Rektor Universitas Negeri Semarang Nomor 22 Tahun 2008 tentang “Pedoman Praktik Pengalaman Lapangan Bagi Mahasiswa Program Kependidikan Universitas

Swiss merupakan negara yang menganut sistem politik luar negeri netralitas. Terdapat beberapa alasan yang mendasari kenetralan Swiss, yakni dari segi Geografis Swiss adalah

Diumumkan bahwa Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta akan melaksanakan kegiatan PELELANGAN SEDERHANA,

Sumber data dalam penelitian ini ada 3 jenis, yaitu narasumber (orang), peristiwa, dan dokumen. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan

Adapun implikasi dalam penelitian ini menguatkan bahwa relasi suami istri jama’ah t abliq dan suami istri secara umum sangat berbeda dari segi pemenuhan nafkah

45 Hailey menyatakan bahwa “ globalisasi merupakan konsep penting dalam mengamati sistem yang kompleks dalam masyarakat, karena konsepnya yang. memadai, maka

Salah satu aspek teknis lain dari olah vokal klasik yang diterapkan dan mempunyai suatu jenis perbandingan yang cukup signifikan pada kedua jenis musik vokal klasik dan populer