PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN
KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2008-2011
NURUL RAHMAWATI 09.6083
JURUSAN : STATISTIKA
PEMINATAN : EKONOMI
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK
J A K A R T A
PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN
KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2008-2011
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Sarjana Sains Terapan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
Oleh:
NURUL RAHMAWATI 09.6083
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK
J A K A R T A
PERNYATAAN
Skripsi dengan Judul
PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN
KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2008-2011
Oleh:
NURUL RAHMAWATI 09.6083
adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan bukan hasil plagiat atau hasil karya orang lain. Jika di kemudian hari diketahui ternyata skripsi ini hasil plagiat atau hasil karya orang lain, penulis bersedia skripsi ini dinyatakan tidak sah dan sebutan Sarjana Sains Terapan dicabut atau dibatalkan.
Jakarta, 12 September 2013
PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI, DAN
KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2008-2011
Oleh:
NURUL RAHMAWATI 09.6083
Mengetahui/Menyetujui,
Ketua Jurusan Statistika Pembimbing
Dr. I Made Arcana, S.Si. Drs. Odry Syafwil, M.S. NIP 19680503 199101 1 001 NIP 19541008 197903 1 004
Tim Penguji
Penguji I Penguji II
Ir. Ekaria, M.Si. Neli Agustina, S.Si., M.Si. NIP 19620722 198501 2 001 NIP 19760809 200003 2 001
i PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perubahan Struktur Ekonomi dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Jawa Barat Periode 2008-2011”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Hamonangan Ritonga, M.Sc. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Statistik,
2. Bapak Drs. Odry Syafwil, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing dengan penuh kesabaran dan penuh perhatian,
3. Ibu Ir. Ekaria, M.Si. dan Ibu Neli Agustina, S.Si., M.Si. selaku dosen penguji atas koreksi dan saran yang disampaikan,
4. Ibu dan Bapak tercinta yang senantiasa mencurahkan perhatian dan doanya, serta seluruh keluarga besar atas segala dukungannya,
5. Sahabat-sahabat terbaik penulis: Eva, Dita, Sri, serta sahabat-sahabat grup merumpi di facebook dan line yang selalu memberi semangat dan keceriaan,
6. Teman-teman seperjuangan angkatan 51 STIS khususnya kelas 1A, 2A, 3 SE 4, 4 SE 2, dan grup Analisis Data Panel 51,
7. serta semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Jakarta, September 2013
ii ABSTRAK
NURUL RAHMAWATI., “Perubahan Struktur Ekonomi dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Jawa Barat Periode 2008-2011”.
vii+92 halaman
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan diiringi oleh perubahan struktur di Jawa Barat ternyata diikuti oleh ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin besar, terlihat dari angka rasio gini yang meningkat. Semua pihak tentu mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diiringi oleh perubahan struktur juga diikuti oleh distribusi pendapatan yang semakin merata. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum pertumbuhan ekonomi sektoral, perubahan struktur ekonomi, dan ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat serta mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat tahun 2008-2011. Untuk mencapai tujuan pertama digunakan analisis deskriptif, sedangkan tujuan kedua menggunakan analisis regresi data panel dengan model fixed effect. Hasil analisis menunjukkan, pertumbuhan ekonomi sektor pertanian adalah yang paling rendah daripada sektor industri dan jasa. Kemudian, struktur ekonomi Jawa Barat mulai menunjukkan pergeseran ke sektor jasa. Hal ini juga diikuti oleh ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin memburuk di Jawa Barat, terlihat dari rasio gininya yang semakin meningkat, kondisi ini juga terjadi sampai level kabupaten/kota. Hasil analisis regresi data panel menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian berpengaruh terhadap penurunan ketimpangan distribusi pendapatan, sedangkan pertumbuhan ekonomi sektor jasa meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat.
Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi, ketimpangan distribusi pendapatan, regresi data panel
iii DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ... i
ABSTRAK ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5
1.3 Perumusan Masalah ... 7
1.4 Tujuan Penelitian ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
1.6 Sistematika Penulisan ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 10
2.1 Kajian Teori ... 10
2.2 Penelitian Terkait ... 20
2.3 Kerangka Pikir ... 26
2.4 Hipotesis Penelitian ... 28
BAB III METODOLOGI ... 29
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 29
3.2 Metode Pengumpulan Data ... 29
3.3 Metode Analisis ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51
4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Sektoral, Perubahan Struktur Ekonomi, dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2011 ... 51
4.2 Model Ketimpangan Distribusi Pendapatan ... 62
iv Halaman 5.1 Kesimpulan ... 74 5.2 Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN ... 78 RIWAYAT HIDUP... 93
v
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Tabel Halaman
1 Kontribusi PDRB ADHB sektor pertanian, industri, dan jasa di Jawa Barat tahun 2008-2011 (persen) ... 54 2 Ringkasan hasil estimasi model Fixed Effect dengan Cross Section
Weight ... 65 3 Penyerapan tenaga kerja sektoral Jawa Barat tahun 2008-2011
(persen) ... 69 4 Pertumbuhan ekonomi sektoral Jawa Barat tahun 2008-2011
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Gambar Halaman
1 Perbandingan perkembangan kontribusi PDRB ADHB sektor
pertanian, industri, dan jasa di Jawa Barat tahun 1983-2011 ... 3 2 Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan rasio gini Provinsi
Jawa Barat tahun 2008-2011 ... 6 3 Kurva Lorenz ... 16 4 Kerangka pikir penelitian ... 27 5 Perbandingan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, industri, dan
jasa Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2011 ... 52 6 Perbandingan kontribusi sektor pertanian, industri, dan jasa menurut
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2008... 56 7 Perbandingan kontribusi sektor pertanian, industri, dan jasa menurut
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011... 57 8 Perkembangan rasio gini Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2011 ... 59 9 Peta kabupaten/kota di Jawa Barat berdasarkan angka rasio gini
tahun 2008 ... 60 10 Peta kabupaten/kota di Jawa Barat berdasarkan angka rasio gini
Tahun 2011 ... 61 11 Perbandingan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, industri,
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Lampiran Halaman
1 Pertumbuhan Ekonomi menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat Tahun 2008-2011 (persen) ... 78
2 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2008-2011 (persen) ... 79
3 Kontribusi PDRB Sektoral ADHB menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2008-2011 ... 81
4 Output Model Estimasi Regresi Data Panel ... 84
5 Pemilihan Model Terbaik ... 86
6 Model Terpilih ... 89
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan ekonomi yang sering diukur dengan
pertumbuhan ekonomi, membuat pemerintah berusaha untuk menciptakan laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Salah satu strategi yang digunakan pemerintah
untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah memacu
sektor-sektor ekonomi yang dapat memberikan nilai tambah besar dalam waktu singkat.
Pada masa orde baru, pemerintah mengejar akselerasi pertumbuhan
ekonomi dengan melakukan industrialisasi. Industri yang utamanya padat modal
dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar daripada sektor pertanian yang
selama ini menjadi tumpuan hidup masyarakat. Kebijakan-kebijakan pemerintah
untuk memacu pertumbuhan sektor industri, berdampak pada cepatnya
pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya mempercepat proses perubahan
struktur ekonomi. Perubahan struktur ekonomi ditandai oleh semakin menurunnya
kontribusi sektor pertanian, semakin meningkatnya kontribusi sektor industri, dan
jasa yang kurang lebih konstan, namun kontribusinya akan meningkat sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi (BPS, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hill, Resosudarmo, dan
Vidyattama (2008), Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
mengalami perubahan struktur ekonomi tercepat selama masa pembangunannya.
Cepatnya perubahan struktur yang terjadi di Jawa Barat tidak mengherankan
2 daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Jawa
Barat, terutama pada sektor industri. Hal ini membuat Jawa Barat menjadi
provinsi dengan kontribusi industri, khususnya industri pengolahan, yang terbesar
terhadap perekonomian nasional, yaitu sebesar 37,16 persen pada tahun 2011.
Selain itu, dilihat dari kontribusinya dalam pembentukan PDB nasional,
Jawa Barat merupakan provinsi nomor tiga di Indonesia dengan kontribusi
terhadap pembentukan PDB yang paling besar setelah DKI Jakarta dan Jawa
Timur. Kinerja perekonomian Jawa Barat yang cukup baik juga terlihat dari
pertumbuhan ekonominya yang berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional
pada tahun 2011, yaitu sebesar 6,48 persen.
Jika kita lihat proses perubahan struktur yang terjadi di Jawa Barat selama
masa pembangunannya tahun 1983-2011, terlihat bahwa perubahan struktur
ekonomi di Jawa Barat ditandai dengan semakin menurunnya kontribusi sektor
pertanian1 dan semakin meningkatnya kontribusi sektor industri2, serta jasa3 yang
kurang lebih konstan. Namun, pada lima tahun terakhir kontribusi sektor industri
mulai mengalami penurunan dari 53,32 persen pada tahun 2007 menjadi 45,72
persen pada tahun 2011. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
1
Mencakup seluruh sub sektor dalam sektor pertanian 2
Mencakup sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, LGA, dan konstruksi 3 Mencakup sektor perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan,
3 Sumber : BPS, diolah
Gambar 1. Perbandingan perkembangan kontribusi PDRB ADHB sektor pertanian, industri, dan jasa di Jawa Barat tahun 1983-2011
Penurunan kontribusi sektor industri tersebut diikuti dengan peningkatan
kontribusi sektor jasa. Hal ini merupakan indikasi awal bahwa struktur
perekonomian Jawa Barat perlahan mulai bergeser ke sektor jasa. Sektor jasa
dianggap sebagai tahap tertinggi dalam proses pembangunan ekonomi. Namun,
kenyataannya hal ini juga diiringi oleh peningkatan ketimpangan distribusi
pendapatan di Jawa Barat. Terlihat dari angka rasio gini yang semakin meningkat
dari 0,352 pada tahun 2007 menjadi 0,391 pada tahun 2011 (BPS, diolah).
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang diiringi oleh perubahan
struktur memang merupakan salah satu indikator yang umum digunakan untuk
melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi. Namun implikasi
pembangunan sebenarnya adalah bagaimana hasil-hasil dari pembangunan
tersebut dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat secara 0 10 20 30 40 50 60 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 K on tr ib u si t er h a d ap P D R B ( % ) Tahun Pertanian Industri Jasa
4 menyeluruh. Oleh karena itu, Profesor Dudley Seers, mengajukan pertanyaan
mendasar mengenai makna pembangunan, yang kemudian berkembang menjadi
definisi baru pembangunan sebagai berikut (Todaro, 2003, hal. 20):
Pertanyaan-pertanyaan mengenai pembangunan suatu negara yang harus diajukan adalah: Apa yang telah terjadi dengan kemiskinan penduduk negara itu? Bagaimana dengan tingkat penganggurannya? Adakah perubahan-perubahan yang berarti atas penanggulangan masalah ketimpangan pendapatan? Jika ketiga permasalahan tersebut sedikit banyak telah teratasi, maka tidak diragukan lagi bahwa periode tersebut memang merupakan periode pembangunan bagi negara yang bersangkutan. Akan tetapi jika satu, dua, atau bahkan semua dari ketiga persoalan mendasar tersebut menjadi semakin buruk, maka negara itu tidak bisa dikatakan telah mengalami proses pembangunan yang positif, meskipun barangkali selama kurun waktu tersebut, pendapatan perkapitanya mengalami peningkatan hingga dua kali lipat.
Dalam pertanyaan yang diajukan oleh Profesor Dudley tersebut,
penanggulangan masalah ketimpangan distribusi pendapatan merupakan salah
satu persoalan yang harus diatasi dalam proses pembangunan. Sehingga dalam
proses pembangunan ekonomi, selain pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
pemerataan pendapatan juga merupakan tujuan yang harus dicapai.
Permasalahan ketimpangan distribusi pendapatan tersebut merupakan
suatu masalah yang penting dan harus segera diatasi karena ketimpangan
pendapatan berdampak bukan hanya dalam hal ekonomi tetapi juga dalam hal
sosial. Todaro (2003) menyebutkan dua alasan mengapa ketimpangan harus
diperhatikan yaitu, ketimpangan yang ekstrem dapat menyebabkan inefisiensi
ekonomi serta melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas.
Mengingat cukup besarnya dampak yang ditimbulkan akibat ketimpangan
distribusi pendapatan, maka diperlukan strategi khusus untuk mengatasi
5 Jawa Barat. Ketimpangan yang semakin memburuk di Jawa Barat pada akhirnya
juga akan berdampak pada semakin memburuknya ketimpangan distribusi
pendapatan di Indonesia. Karena, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Chongvilaivan (2013) dengan menggunakan dekomposisi indeks theil,
ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di Indonesia tahun 2007, sebesar
93,9 persen disumbang oleh ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di
dalam provinsi itu sendiri.
Tentunya semua pihak mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan diiringi oleh perubahan struktur juga diikuti oleh pemerataan distribusi
pendapatan. Menurut Todaro (2003), pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak
harus selalu diikuti oleh distribusi pendapatan yang semakin timpang, hal ini
bergantung pada karakter pertumbuhan ekonomi, yaitu bagaimana cara
mencapainya, siapa yang berperan serta, sektor-sektor mana saja yang mendapat
prioritas, dan sebagainya. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk
mengetahui sektor ekonomi apakah yang bila ditumbuhkan akan bermanfaat bagi
pemerataan distribusi pendapatan di Jawa Barat.
1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah
Tingkat pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi akan menentukan
pola dari perubahan struktur ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih
cepat apabila dipacu oleh sektor-sektor yang dapat memberikan nilai tambah yang
besar. Umumnya sektor ekonomi modernlah (industri dan jasa) yang dapat
memberikan nilai tambah yang lebih besar daripada sektor pertanian. Sehingga
6 0,330 0,340 0,350 0,360 0,370 0,380 0,390 0,400 0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 2008 2009 2010 2011 R as io G in i P e r tu m b u h an Ek o n o m i (% )
Pertumbuhan Ekonomi Rasio Gini
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Lambat laun struktur perekonomian akan
bergeser ke sektor yang memiliki pertumbuhan paling cepat.
Jika kita lihat pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dan angka rasio gininya,
ternyata terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga diikuti oleh rasio
gini yang besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.
Sumber : BPS, diolah
Gambar 2. Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan rasio gini Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2011
Dari gambar 2 terlihat bahwa naik turunnya pertumbuhan ekonomi juga
diikuti oleh naik turunnya rasio gini. Pada saat pertumbuhan ekonomi tinggi
angka rasio gini cenderung tinggi pula. Misalnya pada tahun 2009, ketika
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat rendah, yaitu sebesar 4,189 persen, rasio
gininya juga menurun dari tahun sebelumnya, yaitu dari 0,361 menjadi 0,355.
Sedangkan pada tahun 2011, ketika pertumbuhan ekonomi cukup tinggi sebesar
7 Terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata belum dapat
mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Tinggi rendahnya pertumbuhan
ekonomi tersebut tidak terlepas dari kondisi pertumbuhan ekonomi sektoralnya.
Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana pertumbuhan ekonomi
sektoral di Jawa Barat, kaitannya dengan perubahan struktur ekonomi, serta
mengetahui pertumbuhan ekonomi sektor apa yang berpengaruh terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat.
Dalam penelitian ini sektor ekonomi dibagi menjadi tiga sektor, yaitu
sektor pertanian, industri, dan jasa berdasarkan pengelompokkan yang dilakukan
oleh Simon Kuznets. Sektor pertanian mencakup seluruh sub sektor dalam sektor
pertanian, sektor industri mencakup sektor pertambangan dan penggalian; industri
pengolahan; LGA; dan konstruksi, sedangkan sektor jasa mencakup sektor
perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, real
estate dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa. Periode penelitian dimulai dari tahun
2008 sampai tahun 2011 dengan pertimbangan ketersediaan data.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana gambaran mengenai pertumbuhan ekonomi sektoral,
perubahan struktur ekonomi, dan ketimpangan distribusi pendapatan yang
8 2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Jawa Barat tahun
2008-2011?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui gambaran mengenai pertumbuhan ekonomi sektoral,
perubahan struktur ekonomi, dan ketimpangan distribusi pendapatan yang
terjadi di Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2011.
2. Mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Jawa Barat tahun
2008-2011.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :
1. Penulis sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama
masa perkuliahan.
2. Pemerintah daerah sebagai pertimbangan alternatif untuk menyusun
kebijakan ekonomi daerah dan sebagai sumber informasi tentang kinerja
masing-masing sektor serta mengambil kebijakan atas terjadinya
ketimpangan distribusi pendapatan.
3. Akademisi sebagai tambahan referensi mengenai perubahan struktur
9
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disajikan dalam lima bab yang secara garis besar
dapat dirinci sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, identifikasi dan batasan masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan skripsi, serta
sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang memuat teori-teori yang
berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi,
ketimpangan distribusi pendapatan, kajian teori yang menjelaskan
variabel-variabel apa saja yang digunakan, kerangka pikir, dan hipotesis
yang diajukan dalam penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metode pengumpulan data dan metode analisis
yang digunakan dalam penelitian.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil penelitian beserta analisisnya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian beserta saran atas
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
2.1 Kajian Teori
Produk Domestik Regional Bruto
Produk Dometik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu ukuran
kinerja pembangunan ekonomi pada tingkat wilayah (regional). Tujuan akhir dari
penghitungan PDRB adalah untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diterima
oleh masyarakat di suatu wilayah. Pendapatan yang diterima inilah yang akan
menjadi dasar ukuran kemakmuran suatu wilayah.
Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung PDRB (BPS,
2009) :
(a) Pendekatan produksi, yang menghitung pendapatan wilayah berdasarkan
jumlah nilai tambah yang dihasilkan seluruh sektor ekonomi dalam wilayah.
Sektor ekonomi dikelompokkan menjadi sembilan lapangan usaha (sektor),
yaitu: (1) pertanian, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan,
(4) listrik, gas, dan air bersih, (5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel, dan
restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real estate, dan jasa
perusahaan, (9) jasa-jasa.
(b) Pendekatan pendapatan, yang menjelaskan tentang struktur atau komposisi
pendapatan masyarakat suatu wilayah. Melalui pendekatan pendapatan, PDRB
adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang
11 (gaji/upah), pemilik modal (bunga hasil investasi), pemilik tanah (hasil
jual/sewa tanah), dan pengusaha (keuntungan bisnis/perusahaan).
(c) Pendekatan penggunaan/ pengeluaran, yang menjelaskan tentang penggunaan
akhir dari pendapatan masyarakat, yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga
dan lembaga swasta nonprofit oriented (C), pembentukan modal tetap
domestik bruto termasuk perubahan stok (I), pengeluaran konsumsi
pemerintah (G), ekspor (X), dan impor (M).
Ketiga pendekatan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa
terdapat hubungan yang erat antara ketiga konsep, yaitu banyaknya barang dan
jasa yang diproduksi, besarnya pendapatan yang diterima, dan penggunaan
pendapatan tersebut.
PDRB dari sisi sektoral pada intinya menjelaskan tentang besaran nilai
tambah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas ekonomi yang berada di wilayah
yang bersangkutan. Dari sisi ini dapat diketahui data agregat turunannya seperti
struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks implisit1 PDRB. Selain itu,
dapat pula dihitung PDRB perkapita, sebagai indikator yang menjelaskan tingkat
kemakmuran rata-rata per orang yang diperoleh dari hasil pembangunan ekonomi
(BPS, 2009).
1 Indeks implisit merupakan angka indeks perkembangan harga yang diperoleh dengan cara membagi nilai atas dasar harga berlaku dengan nilai atas dasar harga konstan untuk masing-masing komponen PDRB. Secara implisit angka indeks ini menjelaskan tentang perubahan harga dari berbagai produk barang dan jasa yang digunakan oleh masyarakat sebagai konsumsi akhirnya. Indeks harga yang merupakan indeks perkembangan ini menggambarkan perubahan harga secara kumulatif pada satu titik terhadap harga pada titik rujukan atau tahun dasar (BPS, 2009).
12
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai suatu ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam satu tahun tertentu
apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan tersebut selalu
dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan pendapatan nasional pada suatu
tahun tertentu dibandingkan tahun sebelumnya (Sukirno, 2006).
Todaro (2003) mengatakan bahwa ada tiga faktor atau komponen utama
dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa. Ketiga faktor tersebut adalah :
1. Akumulasi modal, terjadi bila sebagian dari pendapatan ditabung dan
diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di
kemudian hari yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.
Akumulasi modal dapat menambah sumber daya baru (contohnya pembukaan
tanah-tanah yang semula tidak digunakan) atau meningkatkan kualitas sumber
daya yang sudah ada (misalnya, perbaikan sistem irigasi, pengadaan pupuk,
pestisida, dsb).
2. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah
angkatan kerja, secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif
yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar
berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, sedangkan
pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti mengingkatkan ukuran pasar
domestiknya.
3. Kemajuan teknologi, terjadi karena ditemukannya cara baru atau perbaikan
13 kegiatan menanam jagung, membuat pakaian, atau membangun rumah.
Perbaikan atas cara lama akibat kemajuan teknologi ini akan semakin
mempermudah proses produksi dan meningkatkan produktivitas lebih cepat
yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi
utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan. Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun,
dengan sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun,
maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun.
Selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan
penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber
pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan
kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari
penambahan pendapatan tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akan
menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan
kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja itu sendiri
hanya bisa dicapai dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau PDB
yang terus menerus (Tambunan, 2003).
Perubahan Struktur Ekonomi
Perubahan struktur ekonomi bisa disebut juga sebagai transformasi
struktural maupun perubahan struktural. Teori perubahan struktural
(structural-change theory) memusatkan perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan
14 perekonomian dalam negeri mereka dari pola perekonomian pertanian subsisten
tradisional ke perekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi ke kehidupan
perkotaan, serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan
sektor jasa yang tangguh. Teori perubahan struktural yang terkenal dikemukakan
oleh W. Arthur Lewis dan Hollis B. Chenery-Syrquin (Todaro, 2003).
Arthur Lewis memusatkan perhatian pada transformasi struktural
perekonomian subsisten. Menurut model yang diajukan Lewis, perekonomian
yang terbelakang terdiri dari dua sektor, (1) sektor tradisional, yaitu sektor
pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan (2) sektor industri perkotaan
modern yang tingkat produktivitasnya lebih tinggi dan menjadi tempat
penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor
subsisten. Perhatian utama dari model Lewis diarahkan pada terjadinya proses
pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan
tenaga kerja di sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan
kesempatan kerja dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor
modern.
Model perubahan struktur ekonomi selanjutnya adalah dari Chenery.
Kerangka pemikiran teori Chenery pada dasarnya sama seperti pada model Lewis.
Teori Chenery dikenal dengan teori pattern of development yang memfokuskan
pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di negara
berkembang yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional (subsistence)
ke sektor industri sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Hasil
penelitian empiris yang dilakukan Chenery dan Syrquin tahun 1975
15 kapita yang membawa perubahan dalam pola permintaan konsumen dari
penekanan pada makanan dan barang-barang kebutuhan pokok ke berbagai
macam barang-barang manufaktur dan jasa, akumulasi modal fisik dan manusia,
perkembangan kota-kota dan industri-industri perkotaan bersamaan dengan proses
migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan, dan penurunan laju pertumbuhan
penduduk dan ukuran keluarga yang semakin kecil, struktur perekonomian suatu
negara bergeser dari yang semula didominasi oleh sektor primer menuju ke
sektor-sektor nonprimer (Tambunan, 2003).
Perubahan struktur ekonomi dari primer (pertanian) ke sekunder (industri)
dan tersier (jasa) seharusnya didasarkan pada keterkaitan dan saling menguatkan
satu sama lain. Berkembangnya sektor pertanian yang kuat akan memberikan
landasan bagi pengembangan industri berdaya saing tinggi dengan dukungan
sumber daya yang memadai. Industri yang tumbuh pesat akan mampu menyerap
dukungan sektor pertanian sekaligus meningkatkan nilai tambahnya.
Perkembangan industri dan pertanian pada akhirnya juga akan mendorong
tumbuhnya sektor jasa dalam arti yang luas, karena industri membutuhkan
dukungan perbankan, asuransi, periklanan, akuntansi, pelatihan, pemasaran,
distribusi, pengangkutan, dan berbagai jasa lainnya. Pada negara maju, tingkat
pertumbuhan ekonomi diawali oleh sektor pertanian disusul dengan kegiatan
industri, kemudian pada periode lanjutannya, peranan sektor jasa menjadi
16
Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya
pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy,
1999). Umumnya para ekonom membedakan dua ukuran pokok distribusi
pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah ukuran distribusi pendapatan, yakni
besar kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang dan
distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro,
2003). Penelitian ini berfokus pada ukuran distribusi pendapatan, bukan distribusi
fungsional.
Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau
distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) secara langsung
menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah
tangga. Terdapat berbagai kriteria atau tolok ukur untuk menilai distribusi
pendapatan perseorangan. Tiga diantaranya yang paling lazim digunakan ialah:
1. Kurva Lorenz
2. Rasio Gini
3. Kriteria Bank Dunia
C
O % Kumulatif Penduduk B
17 Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di
kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur
sangkar yang sisi vertikalnya melambangkan persentase kumulatif pendapatan dan
sisi horizontalnya melambangkan persentase kumulatif penduduk, kedua sumbu
tersebut berakhir pada titik 100 persen, sehingga kedua sumbu sama panjang.
Bujur sangkar tersebut dibagi oleh garis diagonal yang berarti persentase
pendapatan yang diterima persis sama dengan persentase jumlah penerimanya.
Kurva Lorenz digambarkan oleh garis lengkung, semakin dekat ke diagonal
(semakin lurus) berarti bahwa distribusi pendapatan nasional semakin merata.
Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung),
maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan
nasional semakin timpang atau tidak merata.
Rasio gini adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga 1,
besarnya koefisien tersebut menjelaskan kadar kemerataan/ketimpangan distribusi
pendapatan nasional. Semakin kecil (semakin mendekati nol) koefisiennya,
semakin baik atau merata distribusinya. Sebaliknya, semakin besar koefisiennya
(semakin mendekati satu) semakin timpang distribusinya (Dumairy, 1999). Rasio
Gini dapat ditaksir secara visual dari kurva Lorenz, yaitu perbandingan luas area
yang terletak di antara kurva Lorenz dan diagonal terhadap luas area segitiga OBC.
Semakin melengkung kurva Lorenz, area yang dibagi akan semakin luas, rasio
gini–nya semakin besar dan menyiratkan distribusi pendapatan yang timpang.
Rasio gini juga dapat dihitung secara matematis dengan rumus:
18 keterangan:
G = rasio gini
Xi = proporsi jumlah kumulatif rumah tangga ke-i
Xi+1 = proporsi jumlah kumulatif rumah tangga ke-i+1
Yi = proporsi jumlah kumulatif pengeluaran rumah tangga ke-i
Yi+1 = proporsi jumlah kumulatif pengeluaran rumah tangga ke-i+1
Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi
pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40 persen
penduduk berpendapatan terendah (penduduk termiskin); 40 persen penduduk
berpendapatan menengah; serta 20 persen penduduk berpendapatan tertinggi
(penduduk terkaya). Ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi dinyatakan
parah apabila 40 persen penduduk termiskin menikmati kurang dari 12 persen
pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40
persen penduduk termiskin menikmati antara 12 hingga 17 persen pendapatan
nasional. Sedangkan jika 40 persen penduduk termiskin menikmati lebih dari 17
persen pendapatan nasional, maka ketimpangan atau kesenjangan dikatakan
ringan (Dumairy, 1999).
Tingkat Pendidikan Pekerja
Pendidikan merupakan faktor produksi yang tidak dapat dipisahkan dari
tenaga kerja karena menentukan kualitas tenaga kerja. Modal dan sumber daya
alam hanyalah merupakan faktor produksi pasif, sedangkan manusia merupakan
agen yang aktif yang dapat mengakumulasi modal, mengeksploitasi sumber daya
19 kemajuan bagi pembangunan nasional. UNESCO (2008) menyatakan arti penting
pendidikan sebagai berikut (Wahyuni, 2011):
1. pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan
seseorang sehingga menjadi lebih efektif dan produktif yang pada gilirannya
dapat meningkatkan penghasilan secara memadai untuk mendorong
peningkatan pendapatan,
2. pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan dan gizi,
3. pendidikan akan meningkatkan mutu standar hidup,
4. pendidikan akan mendorong proses pembangunan sosial melalui penguatan
kohesi dalam masyarakat dan membuka peluang serta kesempatan yang lebih
baik.
Pertumbuhan Penduduk
Perkembangan penduduk dapat menjadi faktor pendorong maupun
penghambat pembangunan ekonomi. Dipandang sebagai faktor pendorong karena
perkembangan itu memungkinkan pertambahan jumlah tenaga kerja dari masa ke
masa. Selanjutnya, pertambahan penduduk dan pemberian pendidikan kepada
mereka sebelum menjadi tenaga kerja, memungkinkan masyarakat memperoleh
bukan saja tenaga kerja yang ahli, tapi juga tenaga kerja terampil, terdidik, dan
enterpreneur yang berpendidikan. Selain itu, perkembangan penduduk berdampak
pada pasar barang dan jasa yang semakin luas.
Perkembangan penduduk juga bisa menjadi faktor penghambat
pembangunan ekonomi, yaitu bila produktivitas sektor produksi sangat rendah dan
20 menghambat negara berkembang untuk mencapai salah satu tujuan pembangunan
ekonomi, yaitu pemerataan pendapatan. Pertambahan penduduk yang tinggi akan
menyebabkan jurang yang sudah ada di antara beberapa golongan masyarakat
menjadi bertambah lebar. Di satu pihak, pengangguran yang terlalu besar
jumlahnya cenderung untuk mempertahankan tingkat upah yang sangat rendah.
Namun di lain pihak, pembangunan ekonomi menciptakan pertambahan
pendapatan yang terus menerus di sektor industri dan di beberapa sektor modern
lainnya (Sukirno, 2006).
2.2 Penelitian Terkait
Sari (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh
Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di
Kabupaten Bogor”, menggunakan metode regresi linier berganda untuk
mengetahui pertumbuhan sektor ekonomi manakah yang berpengaruh terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan di Kabupaten Bogor tahun 1993 sampai
dengan 2003. Variabel bebas yang digunakan adalah PDRB sektor listrik, gas, dan
air bersih; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor transportasi dan
komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa.
Hasilnya, hanya pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan;
dan jasa-jasa yang berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan dan hubungannya adalah negatif. Sari menggunakan rasio gini sebagai
variabel tak bebas.
Aisyah (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor
21 Kasus 26 Propinsi di Indonesia)” menggunakan analisis data panel dengan model
fixed effect. Dia menemukan bahwa dari 6 variabel yang digunakan yaitu
pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, tenaga
kerja, tingkat pendidikan, dan tingkat kesehatan, hanya variabel pertumbuhan
penduduk saja yang tidak berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita
berpengaruh secara signifikan terhadap ketidakmerataan pendapatan dan
hubungannya adalah positif. Tenaga kerja, kesehatan, dan tingkat pendidikan
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap distribusi pendapatan. Aisyah
menggunakan indeks dekomposisi Theil sebagai variabel terikat.
Fadly (2011), menggunakan analisis simultan data panel dalam
penelitiannya yang berjudul “Peran Pertumbuhan Ekonomi dan Intervensi
Pemerintah di Bidang Fiskal terhadap Kemiskinan, Pengangguran, dan
Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia Periode 2005-2008”.
Penelitiannya bertujuan untuk mengkaji peran pertumbuhan ekonomi dan
intervensi pemerintah di bidang fiskal terhadap tingkat kemiskinan, tingkat
pengangguran terbuka, dan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di
Indonesia, serta mengkaji peran PDRB per sektor terhadap kemiskinan,
pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia
Variabel yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi agregat dan
sektoral yang dibagi menjadi sektor pertanian, pertambangan, industri dan sektor
non treadable, variabel intervensi pemerintah di bidang fiskal yang digunakan
adalah pengeluaran pemerintah untuk fungsi pendidikan dan kesehatan, pajak
22 penghasilan (PPh), dan upah minimum provinsi (UMP). Ukuran ketimpangan
distribusi pendapatan, kemiskinan, dan pengangguran yang digunakan adalah
rasio gini, persentase penduduk miskin, dan tingkat pengangguran terbuka.
Hasilnya, dari variabel pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sektor
pertanian saja yang signifikan dapat menurunkan ketimpangan distribusi
pendapatan, kemiskinan, dan pengangguran secara sekaligus. Dari variabel
intervensi pemerintah di bidang fiskal, DAK, pajak daerah, PPh, dan UMP yang
berpengaruh terhadap distribusi pendapatan. Dimana pengaruh DAK dan pajak
daerah adalah positif, sedangkan PPh dan UMP adalah negatif.
Coto (2006) menggunakan analisis regresi data panel dalam penelitiannya
yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Kontribusi Output Sektor
Industri, Upah Minimum, dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kesenjangan
Pendapatan di Indonesia”. Untuk mengukur kesenjangan distribusi pendapatan ia
menggunakan persentase pendapatan 40 persen kelompok rumah tangga
berpenghasilan terendah. Hasilnya, seluruh variabel bebas yang digunakan
berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan pendapatan rumah tangga dimana
pertumbuhan ekonomi memperburuk kesenjangan distribusi pendapatan.
Sedangkan kontribusi output sektor industri, upah minimum regional, dan tingkat
pendidikan dapat memperbaiki kesenjangan distribusi pendapatan.
Wahyuni (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Konvergensi dan
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketimpangan Wilayah Kabupaten/Kota di
Pulau Jawa” menggunakan metode data panel dinamis FD-GMM. Penelitiannya
bertujuan untuk menguji konvergensi wilayah kabupaten/kota dan
23 pendekatan pendapatan regional dan pendekatan pengeluaran rumah tangga, serta
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan wilayah di Pulau
Jawa.
Hasilnya konvergensi tidak terjadi dengan menggunakan pendekatan
PDRB, sedangkan dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga konvergensi
terjadi sangat tinggi. Selanjutnya, untuk melihat faktor yang mempengaruhi
ketimpangan wilayah di Pulau Jawa digunakan rasio gini sebagai variabel tak
bebas dan variabel bebasnya yaitu, pengeluaran rutin pemerintah, share pertanian
terhadap PDRB, share manufaktur terhadap PDRB, tenaga kerja yang
berpendidikan SMA ke atas, jumlah puskesmas, jumlah energi listrik yang terjual
kepada konsumen, serta panjang jalan. Hasilnya hanya hanya variabel pendidikan
tenaga kerja yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan.
Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Literatur mengenai perubahan kesenjangan dalam distribusi pendapatan
awalnya didominasi oleh apa yang disebut dengan hipotesis Kuznets. Dengan
memakai data antar negara (cross section) dan data dari sejumlah survei/observasi
di tiap negara (time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan
pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk U terbalik. Pada awalnya
pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan kesenjangan distribusi pendapatan,
kemudian seiring berjalannya waktu, pertumbuhan akan menyebabkan
24 Wie (1983) mengatakan bahwa ketimpangan yang lebih tinggi dapat
muncul sebagai akibat dari pertumbuhan yang lebih pesat. Misalnya, pertumbuhan
dipusatkan pada kawasan atau sektor-sektor khusus, maka kelambatan dalam
mobilitas tenaga kerja dapat menciptakan ketidakseimbangan di pasar faktor
produksi yang menghasilkan perbedaan yang berarti dalam pendapatan.
Proses pertumbuhan yang bertumpu pada sektor-sektor yang menyerap
sebagian besar angkatan kerja menghasilkan ketimpangan yang kurang tajam. Hal
ini berarti bahwa pertumbuhan yang bertumpu pada usaha pertanian kecil yang
berkembang baik cenderung bermanfaat bagi distribusi pendapatan (Gemmel,
1994).
Pada dasarnya, ada tidaknya ketimpangan pendapatan pada sebuah negara
tergantung karakteristik ekonomi yang dimilikinya. Bagaimana cara distribusi dan
cara memperoleh pertumbuhannya, merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan
pembagian “kue ekonomi” itu merata atau tidak.
Hubungan Tingkat Pendidikan Pekerja dan Pertumbuhan Penduduk terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Dengan meningkatnya tingkat pendidikan pekerja, diharapkan dapat
menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan. Karena dengan pendidikan yang
lebih baik, seseorang dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik dengan
pendapatan yang lebih tinggi pula. Namun berbagai penelitian terbaru juga
menunjukkan bahwa, berlawanan dengan pendapat umum, sistem pendidikan di
negara berkembang kadang-kadang bukan mengurangi, namun justru
25 Pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan lapangan kerja yang terbatas
akan berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran. Penduduk yang tidak
terserap di lapangan kerja formal akan terpelanting ke lapangan pekerjaan
informal dengan tingkat upah yang rendah. Di lain pihak, pembangunan ekonomi
menciptakan pertambahan pendapatan yang terus menerus di sektor industri dan
di beberapa sektor modern lainnya (Sukirno, 2006). Akibatnya, permasalahan
ketimpangan distribusi pendapatan menjadi semakin sulit diatasi.
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian, maka diperlukan batasan
yang jelas mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Sektor pertanian, dalam penelitian ini sektor pertanian mencakup seluruh sub
sektor dalam sektor pertanian.
Sektor industri, dalam penelitian ini sektor industri mencakup empat sektor,
yaitu penggalian dan pertambangan; industri pengolahan; listrik, gas, dan air
bersih; konstruksi.
Sektor jasa, dalam penelitian ini sektor jasa mencakup empat sektor, yaitu
perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, real
estate, dan jasa perusahaan; jasa-jasa.
Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, adalah perkembangan sektor
pertanian yang diukur berdasarkan persentase perubahan PDRB ADHK sektor
pertanian pada suatu tahun tertentu dibandingkan tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi sektor industri, adalah perkembangan sektor industri
yang diukur berdasarkan persentase perubahan PDRB ADHK sektor industri pada
26
Pertumbuhan ekonomi sektor jasa, adalah perkembangan sektor jasa yang
diukur berdasarkan persentase perubahan PDRB ADHK sektor jasa pada suatu
tahun tertentu dibandingkan tahun sebelumnya.
Tingkat pendidikan pekerja, adalah persentase jumlah pekerja yang
berpendidikan SMA ke atas terhadap total pekerja.
Pertumbuhan penduduk, adalah perkembangan penduduk yang diukur
berdasarkan persentase perubahan jumlah penduduk pada suatu tahun tertentu
dibandingkan tahun sebelumnya.
Ketimpangan distribusi pendapatan, ketimpangan distribusi pendapatan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah ketimpangan distribusi pendapatan antar
rumah tangga yang diukur dengan rasio gini.
2.3 Kerangka Pikir
Selain memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pembangunan ekonomi
juga harus memperhatikan bagaimana distribusi hasil-hasilnya kepada masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi disusun atas pertumbuhan ekonomi sektoralnya.
Pertumbuhan ekonomi sektoral akan sangat menentukan tinggi rendahnya
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Selanjutnya, tingkat pertumbuhan
masing-masing sektor ekonomi akan menentukan pola dari perubahan struktur
ekonomi.
Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi hendaknya bisa berdampak pula
kepada pemerataan distribusi pendapatan. Namun hal ini bergantung pada
bagaimana karakter dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Salah satunya adalah
27 ekonomi mendapat prioritas dalam pengembangannya, maka pertumbuhannya
akan lebih cepat dari sektor ekonomi yang lain. Tentunya sektor yang mendapat
prioritas haruslah sektor yang dapat memberikan manfaat (peningkatan
pendapatan) bagi sebagian besar masyarakat, bukan segolongan kecil masyarakat
yang malah akan berdampak kepada peningkatan ketimpangan distribusi
pendapatan. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui pertumbuhan sektor
ekonomi manakah yang dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.
Untuk lebih jelasnya, berikut adalah diagram kerangka pikir yang
dibangun untuk menjawab permasalahan dan tujuan dalam penelitian ini.
Keterangan :
: pengaruh
: pola
Gambar 4. Kerangka pikir penelitian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri Pertumbuhan Ekonomi Sektor Jasa Variabel Kontrol Tingkat Pendidikan Pekerja Pertumbuhan Penduduk Struktur Ekonomi Ketimpangan Distribusi Pendapatan
28
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini adalah:
1. Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian signifikan menurunkan ketimpangan
distribusi pendapatan.
2. Pertumbuhan ekonomi sektor industri dan jasa signifikan meningkatan
29
BAB III METODOLOGI
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengambil studi wilayah pada tingkatan provinsi, yaitu
Provinsi Jawa Barat dengan unit amatan sampai tingkat kabupaten/kota. Periode
penelitian dipilih dari tahun 2008 sampai 2011 dan meliputi 26 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat. Hal ini dikarenakan data untuk Kabupaten Bandung Barat
yang mengalami pemekaran tahun 2007 tersedia pada tahun 2008, serta konsep
dan definisi ketenagakerjaan sudah sama setiap tahunnya.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder untuk tahun 2008-2011. Semua
data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik.
Berikut adalah data-data yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dan agregat Provinsi Jawa Barat.
2. Jumlah tenaga kerja kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat menurut lapangan
usaha dan agregat Provinsi Jawa Barat.
3. Jumlah tenaga kerja kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat menurut ijazah
30 4. Data mentah Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Data tersebut
digunakan untuk menghitung rasio gini level kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Barat.
5. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat menurut kabupaten/kota. Data tersebut
diperoleh dari publikasi “Jawa Barat dalam Angka” berbagai edisi dan
merupakan data dari hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah (SUSEDA) yang
dilaksanakan setiap tahun.
3.3 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dan inferensia. Analisis dekriptif digunakan untuk memberikan
gambaran umum mengenai pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi,
serta ketimpangan distribusi pendapatan di Propinsi Jawa Barat dengan
menggunakan tabel dan grafik. Sedangkan analisis inferensia digunakan untuk
melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan. Analisis inferensia yang digunakan adalah analisis regresi data panel.
Proses pengolahannya menggunakan software SPSS 16.0, Microsoft Excel 2007
dan Eviews 6.0.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai suatu ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu
31 dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan pendapatan daerah pada suatu
tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk menghitung tingkat
pertumbuhan ekonomi digunakan formula berikut :
= − −1
−1 × 100% (1)
keterangan:
: tingkat pertumbuhan ekonomi
PDRBt : adalah produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan
pada tahun t
PDRBt-1 : adalah produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan
pada tahun sebelumnya
Analisis Regresi Data Panel
Metode analisis yang digunakan untuk melakukan analisis inferensia
adalah analisis regresi data panel. Data panel merupakan gabungan dari data cross
section dan data deret waktu (time series) sehingga berimplikasi kepada jumlah
pengamatan yang menjadi sangat banyak.
Menurut Baltagi (2005), ada beberapa keuntungan menggunakan data
panel, diantaranya:
1. Dengan menggabungkan data time series dan cross section, data panel
memberikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, kolinearitas yang
lebih kecil diantara variabel, dan derajat bebas yang lebih banyak.
2. Data panel dapat mengontrol heterogenitas individu. Kontrol terhadap
32 individu yang tidak bisa ditangkap pada studi time series maupun cross
section menyebabkan bias pada hasil estimasi.
3. Dapat mengidentifikasi dan mengestimasi efek yang tidak dapat terdekteksi
secara sederhana pada data cross section murni dan time series murni.
4. Dengan mempelajari data cross section yang berulang, data panel cocok
digunakan untuk mempelajari perubahan dinamis. Artinya dapat digunakan
untuk melihat kondisi individu-individu pada waktu tertentu dibandingkan
kondisi pada waktu lainnya.
5. Data panel memungkinkan kita untuk mempelajari model yang lebih
kompleks daripada data cross section atau time series murni.
6. Data panel dapat mengurangi bias yang diakibatkan karena kita mengagregasi
individu.
Dalam model persamaan regresi liner klasik (clasical linear regression
model), gangguan (error term) selalu dinyatakan bersifat homoskedas dan serially uncorrellated. Dengan begitu, penggunaan metode ordinary least square akan
menghasilkan penduga yang bersifat best linear unbiased (BLUE). Namun,
asumsi gangguan tersebut tidak dapat diterapkan pada data panel. Data panel yang
tersusun atas beberapa individu untuk beberapa periode membawa masalah baru
dalam sifat gangguan tersebut. Masalah tersebut adalah karena gangguan yang ada
kini menjadi tiga macam, yaitu gangguan antar individu (cross section
disturbances), antar waktu (time series disturbances), dan gangguan yang berasal
dari keduanya (individu dan waktu) (Ekananda, 2005, hal. 2).
Perbedaan notasi data panel dengan model regresi biasa adalah
33 (cross section) dan t menunjukkan periode waktu (time series), dimana i = 1, 2,
3, ..., N dan t = 1, 2, 3, ..., T.
Berdasarkan jumlah observasinya, data panel dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu balanced panel dan unbalanced panel. Jika jumlah unit cross section
sama antar waktu (time series), maka data panel tersebut dikatakan balanced
panel. Sedangkan jika jumlah observasi berbeda dikatakan unbalanced panel.
Dalam penelitian ini digunakan balanced panel, dimana unit cross section
berjumlah 26 (kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat) dan time series sebanyak 4
tahun. Sehingga observasi total berjumlah N × T, yaitu 104 observasi.
Untuk mengestimasi parameter model dalam data panel ada tiga macam
teknik yang dapat digunakan, yaitu:
1. Model common effect
Model common effect merupakan teknik yang paling sederhana untuk
mengestimasi data panel, yaitu dengan mengkombinasikan data time series dan
cross section dalam bentuk pool dimana teknik estimasinya menggunakan
pendekatan kuadrat terkecil/Ordinary Least Square (OLS). Model common effect
mengasumsikan slope dan intersep yang konstan antar individu dan waktu.
Persamaan regresi model common effect dapat ditulis sebagai berikut:
= + ′ + ; i = 1, 2, 3, ..., N dan t = 1, 2, 3, ..., T (2)
N adalah jumah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode
waktunya. Jika asumsi linier klasik terpenuhi, maka proses estimasi secara
terpisah untuk setiap cross section dapat dilakukan. Untuk N = 1, diperoleh
34
1 = + ′ + 1 , untuk t = 1, 2, 3, ..., T (3)
Sehingga akan diperoleh N persamaan dengan masing-masing T observasi. Begitu
pula sebaliknya, kita akan memperoleh persamaan deret waktu (time series)
sebanyak T dengan masing-masing N observasi.
2. Model Fixed Effect
Model fixed effect mengasumsikan perbedaan antar individu dapat
ditangkap pada perbedaan intersepnya. Oleh karena itu, setiap diperlakukan
sebagai parameter yang tidak diketahui dan akan diestimasi. Secara umum
persamaan model fixed effect dapat dituliskan sebagai berikut :
= + ′ + (4)
Untuk mengestimasi intersep yang bervariasi antar individu digunakan
teknik variabel dummy. Sehingga model fixed effect seringkali disebut least
square dummy variable (LSDV) model. Persamaan model fixed effect dengan
variabel dummy dapat dituliskan sebagai berikut (Baltagi, 2008):
= +∑=1−1 + ′ + (5)
keterangan:
= variabel tak bebas dari kabupaten/kota i, pada waktu ke-t
= vektor dari variabel bebas berukuran × 1 (terdapat sebanyak
variabel bebas dalam persamaan)
= vektor parameter berukuran × 1 = intersep
35 = variabel dummy untuk kabupaten/kota ke-i
= error
Pada persamaan ini terdapat N-1 variabel dummy, N-1 individu dan satu individu
digunakan sebagai reference category dengan sebagai intersepnya.
Berdasarkan struktur matriks varians-kovarians residualnya, pada model
fixed effect ada 3 metode estimasi yang dapat digunakan, yaitu (Ekananda, 2005):
1. Ordinary Least Square (OLS), jika struktur matriks varians-kovarians
residualnya diasumsikan bersifat homoskedastik dan tidak ada cross sectional
correlation.
2. Weighted Least Square (WLS), jika struktur matriks varians-kovarians
residualnya diasumsikan bersifat heteroskedastik dan tidak ada cross sectional
correlation.
3. Seemingly Uncorrelated Regression (SUR), jika struktur matriks
varians-kovarians residualnya diasumsikan bersifat heteroskedastik dan ada cross
sectional correlation.
3. Model Random Effect
Model fixed effect memperbolehkan efek spesifik individu yang tidak
teramati berkorelasi dengan variabel bebasnya. Sedangkan pada model random
effect, efek spesifik individu dan variabel bebas tidak berkorelasi. Oleh karena itu,
pendekatan model random effect menggunakan variabel residual untuk
mengakomodasi perbedaan karakteristik individu dan waktu. Dengan demikian
dalam model random effect terdapat dua komponen residual, yaitu residual cross
36 Persamaan regresi untuk model random effect dapat dituliskan sebagai berikut :
= + ′ + +
= + ′ + ; = + (6)
Ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam model random effect.
Secara matematis, asumsi-asumsi tersebut adalah :
~ (0, )
~ (0, )
( , ) = 0
, = 0 ( ≠ )
( , ) = , = , = 0 ( ≠ ; ≠ )
Oleh karena itu, komponen error individu tidak berkorelasi satu sama lain dan
tidak memiliki autokorelasi antara keduanya yaitu cross section dan time series.
Sebagai akibat dari asumsi yang telah ditetapkan sebelumnya maka :
( ) = 0
( ) = 2 + 2
Jika 2 = 0 maka cross section dan time series dapat digabungkan (pool)
dan diestimasi seperti regresi pool/common effect menggunakan OLS. Namun
terdapat kemungkinan dan ( ≠ ) berkorelasi, besar korelasi keduanya
diukur menggunakan rumus :
( , ) = 2 2
+ 2 (7)
Jika terdapat korelasi, maka estimasi random effect menggunakan Generalized
37
Penentuan Effect pada Model Regresi Data Panel
Dari ketiga model yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu common effect,
fixed effect, dan random effect. Perlu dilakukan pengujian untuk menentukan
model manakah yang paling baik digunakan untuk mengestimasi parameter yang
akan diteliti.
Pemilihan model dapat dilakukan secara formal dan informal. Secara
informal pemilihan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu. Misalnya
seperti yang dikemukakan oleh Judge (1980) mengenai perbedaan mendasar
untuk menentukan pilihan antara model fixed effect dan random effect, yaitu
(Gujarati, 2004):
1. Jika T (jumlah data time series) besar dan N (jumlah data cross section) kecil,
akan terdapat sedikit perbedaan nilai estimasi parameter antara fixed effect
dengan random effect. Pada kasus ini fixed effect mungkin lebih disukai.
2. Ketika N lebih besar daripada T, random effect lebih cocok digunakan bila
unit cross section sampel adalah random/acak. Sedangkan bila kita sangat
yakin dan percaya bahwa individu/cross section sampel tidak acak, maka fixed
effect lebih cocok digunakan.
3. Jika komponen eror individu dan satu atau lebih variabel bebas berkorelasi,
estimasi random effect akan bias, sedangkan yang diperoleh fixed effect tidak
bias.
4. Jika N besar dan T kecil, serta jika asumsi untuk random effect terpenuhi,
maka random effect lebih efisien daripada fixed effect.
Secara formal ada 3 prosedur pengujian yang dapat digunakan, yaitu uji
38 (LM) untuk memilih antara common effect dengan random effect, dan uji
Hausman yang digunakan untuk memilih antara fixed effect dan random effect.
Setelah dilakukan proses pemilihan model terbaik, maka akan dilanjutkan dengan
pengujian struktur matriks varians-kovarians residualnya1.
Pengujian Signifikansi Model Fixed Effect dan Common Effect
Pengujian signifikansi model fixed effect dilakukan menggunakan uji
statistik F. Uji-F digunakan untuk mengetahui apakah tenik regresi data panel
dengan fixed effect lebih baik daripada common effect (tanpa variabel dummy).
Hipotesis nul (H0) yang digunakan adalah bahwa intersep adalah sama untuk
setiap individu.
H0 : = = ⋯ = (intersep sama untuk setiap individu)
H1 : minimal ada satu pasang intersep yang tidak sama
Rumus yang digunakan untuk melakukan uji statistik F adalah (Greene, 2003):
=
2 − 2 / −1
1− 2 / − − (8)
keterangan:
N = jumlah individu
T = jumlah periode waktu
K = jumlah parameter dalam model fixed effect (tidak termasuk
intersep)
= koefisien determinasi pada model dengan variabel dummy
1 Jika terpilih model random effect maka pengujian untuk memilih estimator dengan struktur varians-kovarians yang lebih baik tidak perlu dilakukan
39 = koefisien determinasi pada model tanpa variabel dummy (pooled
model).
Nilai statistik F hitung akan mengikuti distribusi statistik F dengan derajat
bebas (N-1) dan (NT-N-K) . Hipotesis nul akan ditolak jika nilai statistik F hitung
lebih besar daripada nilai F tabel pada tingkat signifikansi tertentu. Berarti asumsi
intersep dan slope adalah sama untuk setiap individu dan waktu tidak berlaku,
sehingga metode estimasi dengan fixed effect lebih baik daripada common effect.
Pengujian Signifikansi Model Random Effect dan Common Effect
Uji Lagrange Multiplier (LM) digunakan untuk mengetahui apakah model
random effect lebih baik daripada common effect. Hipotesis nul (H0) yang
digunakan adalah bahwa intersep bukan merupakan variabel acak atau stokastik.
Dengan kata lain, varians dari residual pada persamaan model random effect
bernilai nul. Secara matematis, hipotesis uji LM dapat dituliskan sebagai berikut :
H0 : 2 = 0 (intersep bukan merupakan variabel acak)
H1 : 2 ≠ 0 (intersep merupakan variabel acak)
Statistik uji yang digunakan adalah (Greene, 2003):
= 2 −1 ∑ ∑ =1 2 =1 ∑=1∑ =1 2
− 1
2 (9) keterangan: N = jumlah individu T = periode observasi40 Uji LM mengikuti distribusi chi-square dengan derajat bebas sebesar 1.
Jika nilai statistik hitung LM lebih besar daripadan nilai chi-square tabel, maka
hipotesis nul akan ditolak, yang berarti bahwa model estimasi yang terpilih adalah
random effect.
Pengujian Signifikansi Model Fixed Effect dan Random Effect
Untuk menentukan model apa yang terbaik antara fixed effect dan random
effect digunakan uji Hausman. Uji signifikansi Hausman menggunakan hipotesis
nul residual tidak berkorelasi dengan variabel bebasnya, yang berarti model
random effect lebih baik daripada model fixed effect.
H0 : ( , ) = 0 (residual tidak berkorelasi dengan variabel bebasnya)
H1 : ( , ) ≠ 0 (residual berkorelasi dengan variabel bebasnya)
Unsur penting pada uji ini adalah matriks kovarians dari perbedaan vektor
− :
− = [ ] + − 2 , (10)
Hasil penting dari uji Hausman adalah kovarians dari sebuah estimator yang
efisien dengan perbedaan estimator tersebut dari estimator yang tidak efisien
adalah nul, sehingga
− , = , − = (11)
Atau
, = (12)
Kemudian substitusikan persamaan 12 ke persamaan 10, maka akan dihasilkan