• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) PADA BERBAGAI MEDIA BERLIGNIN. Oleh : WARTAKA E

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) PADA BERBAGAI MEDIA BERLIGNIN. Oleh : WARTAKA E"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PADA BERBAGAI MEDIA BERLIGNIN

Oleh : WARTAKA

E04400003

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

(2)

RINGKASAN

WARTAKA (E04400003). Studi Pertumbuhan Beberapa Isolat Jamur Tiram (Pleurotus spp. ) pada Berbagai Media Berlignin. Dibimbing oleh ACHMAD dan ELIS NINA HERLIYANA .

Indonesia mempunyai potensi alam yang sangat besar meliputi hutan, lahan pertanian, laut dan lain-lain. Hutan dengan keanekaragaman hayati merupakan kekayaan alam Indonesia yang sangat berharga. Salah satu bentuk keanekaragaman tersebut adalah jamur yang tumbuh di tanah ataupun pada kayu yang mulai lapuk, akan tetapi potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu spesies jamur pelapuk kayu yang sangat potensial adalah Pleurotus ostreatus. P. ostreatus tumbuh secara alami pada batang pohon berdaun lebar atau pada limbah kayu hasil hutan. Limbah kayu hasil hutan baik berupa serbuk gergaji maupun kayu-kayu sisa penebangan yang tak termanfaatkan dan dibuang begitu saja, ternyata dapat dimanfaatkan menjadi media tumbuh yang subur bagi jamur-jamur kayu yang dapat dimakan. Limbah-limbah berlignoselulosa tersebut dapat memberikan nilai tambah atau lapangan kerja baru bagi yang memanfaatkannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan koloni beberapa isolat jamur tiram (Pleurotus spp.) yang dikulturkan pada berbagai media yang ditambah sumber lignin alami untuk memperoleh informasi awal tentang kemampua n isolat jamur tiram (Pleurotus spp.) sebagai pendegradasi lignin yang nantinya diarahkan untuk proses biopulping serta untuk mencari media pertumbuhan yang optimum bagi isolat tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Hutan Fakultas Kehutanan dan Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor pada bulan September 2004 sampai dengan bulan Maret 2005.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat penggiling tepung, peralatan isolasi, peralatan gelas, autoklaf, saringan berukuran 100 mesh, sentrifus, kertas saring, timbangan analitik, oven, kamera, alumunium foil, penggaris, alat tulis, alat hitung, kapas, dan tissue. Bahan-bahan yang digunakan yaitu Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.8 yang merupakan koleksi

Laboratorium Penyakit Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB, Malt Extract Agar

(MEA), Malt Peptone Agar (MPA), Potato Dextrose Agar (PDA), MEA yang ditambah sumber lignin alami, dan media modifikasi Glenn dan Gold (1983) dalam Febrina (2002) yang ditambah sumber lignin alami. Sumber lignin alami yang digunakan yaitu serbuk bambu apus (Gigantochloa apus), serbuk jerami padi (Oryza sativa), dan serbuk kayu sengon (Paraserianthes falcataria) ukuran 100 mesh, spirtus, alkohol, akuades.

Penelitian mencakup pengamatan pertumbuhan koloni isolat Pleurotus spp. pada berbagai media, yaitu media padat tanpa penambahan sumber lignin alami, media MEA yang ditambah sumber lignin alami dan media modifikasi Glenn dan Gold serta pengukuran bobot kering miselia pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi dan pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk kayu sengon.

Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap dengan percobaan faktorial sebanyak 3 ulangan untuk tiap-tiap perlakuan. Rancangan percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh isolat, media, dan

(3)

interaksi antara keduanya terhadap pertumbuhan koloni isolat Pleurotus spp. Selain itu ingin diketahui pengaruh isolat, perlakuan (penggoyangan/tanpa penggoyangan) , dan interaksi antara keduanya terhadap bobot kering miselia isolat Pleurotus spp. Untuk mengetahui respon yang diberikan dari masing-masing perlakuan maka dilakukan uji lanjutan bagi sumber keragaman yang pengaruhnya nyata. Uji lanjutan yang digunakan adalah uji lanjut Duncan.

Isolat Pleurotus sp.1 tumbuh terbaik pada media PDA, media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon, dan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus berturut-turut yaitu sebesar 3.25 cm, 1.62 cm, dan 1.62 cm. Isolat Pleurotus sp.6 tumbuh terbaik pada media MPA, media MEA yang ditambah serbuk jerami padi, dan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi berturut-turut yaitu sebesar 6.25 cm, 5.83 cm, dan 6.9 cm. Isolat Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik pada media MPA, karena dapat memenuhi cawan Petri setelah inkubasi selama tujuh hari, sedangkan pada media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon dan pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi berturut-turut yaitu sebesar 8.17 cm dan 7 cm. Isolat Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 menghasilkan zona lisis berbentuk lingkaran berwarna coklat kekuningan pada media yang ditambah sumber lignin alami.

Perbedaan pertumbuhan koloni pada ketiga jenis media tumbuh yang berbeda diduga disebabkan oleh adanya perbedaan jenis isolat dan kandungan nutrisinya (karbon, nitrogen, mineral dan vitamin). Zona lisis yang muncul pada media yang ditambah sumber lignin alami diduga disebabkan oleh adanya aktifitas enzim ekstraseluler yang merombak sumber lignin untuk diserap sebagai nutrisi.

Bobot kering miselia semua isolat Pleurotus spp. yang diberi perlakuan penggoyangan pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi atau serbuk kayu sengon lebih tinggi dibanding dengan isolat yang sama tanpa perlakuan penggoyangan. Bobot kering miselia dari yang tertinggi sampai terendah secara berturut-turut ditunjukkan oleh Pleurotus sp.8, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.1.

Perbedaan bobot kering miselia pada media yang diberi perlakuan dengan tanpa perlakuan penggoyangan diduga disebabkan oleh adanya respon terhadap oksigen bebas dan oksigen terlarut di dalam media cair yang digunakan.

(4)

STUDI PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT

JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.)

PADA BERBAGAI MEDIA BERLIGNIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

WARTAKA E04400003

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

(5)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

STUDI PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) PADA BERBAGAI MEDIA BERLIGNIN

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2006

WARTAKA E.04400003

(6)

Judul : STUDI PERTUMBUHAN BEBERAPA ISOLAT JAMUR TIRAM (Pleurotus spp.) PADA BERBAGAI MEDIA BERLIGNIN

Nama : Wartaka

NIM : E04400003

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Achmad, MS Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si

NIP. 131 760 842 NIP. 131 955 530

Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 10 November 1981, sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Udin dan Ibu Karmi.

Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1988 ketika masuk di SDN Sidamulya 1 dan lulus pada tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Bongas dan lulus pada tahun 1997, kemudian melanjutkan ke SMUN 1 Kandanghaur dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Tahun 2003, penulis memilih Laboratorium Penyakit Hutan sebagai tempat untuk spesifikasi keilmuannya.

Selama melakukan kegiatan akademik, penulis telah melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan di Perum Perhutani Baturaden-Cilacap dan Perum Perhutani Getas Jawa Timur pada tahun 2003. Pada tahun 2004, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Mulyaharja Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor. Pada tahun 2001-2004, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah Indramayu di IPB dan Unit Kegiatan Mahasiswa cabang olahraga bola voli.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manjemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul “ Studi Pertumbuhan Beberapa Isolat Jamur Tiram (Pleurotus spp.) pada Berbagai Media Berlignin” yang dibimbing oleh Dr. Ir. Achmad, M.S dan Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si.

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyusun skripsi ini sesuai dengan yang telah direncanakan.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Budi Daya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul " Studi Pertumbuhan Beberapa Isolat Jamur Tiram (Pleurotus spp.) pada Berbagai Media Berlignin ".

Dengan segala kerendahan hati dan sikap hormat penulis haturkan terima kasih kepada Dr. Ir. Achmad, M.S dan Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan dan arahan hingga penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Edi Sandra, M.Si dan Effendi Tri Bahtiar, S.Hut selaku dosen penguji dari Departemen KSH dan THH, serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan sebagai perbaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2006

(9)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 1 C. Manfaat... 2 D. Hipotesis... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. Jamur ... 3

B. Jamur Tiram (Pleurotus spp.) Sebagai Jamur Pelapuk Putih... 4

C. Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur Tiram... 5

1. Faktor Media Tumbuh... 5

2. Faktor Lingkungan... 8

D. Lignin dan Sumber Lignin ... 8

E. Kayu Sengon, Bambu Apus, dan Jerami Padi Sebagai Sumber Lignin Alami ... 9

1. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria ) ... 9

2. Bambu Apus (Gigantochloa apus) ... 9

3. Jerami Padi ( Oryza sativa) ... 10

III. BAHAN DAN METODE ... 12

A. Tempat dan Waktu ... 12

B. Alat dan Bahan... 12

1. Alat... 12

2. Bahan ... 12

C. Metode Penelitian... 13

1. Peremajaan Isolat ... 13

2. Pengamatan Peubah... 13

a. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami ... 13

b. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami ... 13

c. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami ... 14

d. Bobot Kering Miselia ... 14

3. Analisis Data ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 17

A. Hasil... 17 1. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat

(10)

Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami ... 17

2. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami... 19

3. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami... 21

4. Bobot Kering Miselia... 23

B. PEMBAHASAN... 25

1. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber lignin Alami ... 25

2. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami ... 26

3. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami... 27

4. Bobot Kering Miselia ... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 30

A. Kesimpulan... 30

B. Saran... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman 1. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.1 pada Media Padat Tanpa

Penambahan Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama

10 Hari... 17 2. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.6 pada Media Padat Tanpa

Penambahan Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama

10 Hari... 18 3. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.8 pada Media Padat Tanpa

Penambahan Sumber Lignin Alami Setela h Diinkubasi Selama

10 Hari... 18 4. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.1 pada Media MEA yang

Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama

10 Hari... 19 5. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.6 pada Media MEA yang

Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama

10 Hari... 19 6. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.8 pada Media MEA yang

Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama

10 Hari... 20 7. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.1 pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi

Selama 10 Hari... 21 8. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.6 pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi

Selama 10 Hari... 22 9. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.8 pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi

Selama 10 Hari... 22 10. Bobot Kering Miselia pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Jerami Padi Setelah Diinkubasi Selama 7 Hari... 23 11. Bobot Kering Miselia pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Kayu Sengon Setelah Diinkubasi Selama 7 Hari... 24

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman 1. Komposisi Media Pertumbuhan Isolat Pleurotus spp. ... 34 2. Diameter Koloni Rata -Rata Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat

Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami ... 35 3. Diameter Koloni Rata -Rata Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA

yang Ditambah Sumber Lignin Alami ... 35 4. Diameter Koloni Rata -Rata Isolat Pleurotus spp. pada Media

Modifikasi Gleen dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami ... 35 5. Perhitungan Bobot Kering Miselia... 36 6. Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami terhadap Pertumbuhan Koloni ... 37 7. Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Media MEA yang

Ditambah Sumber Lignin Alami terhadap Pertumbuhan Koloni... 37 8. Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Media Modifikasi

Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami terhadap

Pertumbuhan Koloni ... 37 9. Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Perlakuan dengan

dan Tanpa Penggoyangan pada Media Malt Ekstrak Cair yang

Ditambah Serbuk Jerami Padi terhadap Bobot Kering Miselia ... 38 10. Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Perlakuan dengan

dan Tanpa Penggoyangan pada Media Malt Ekstrak Cair yang

Ditambah Serbuk Kayu Sengon terhadap Bobot Kering Miselia ... 38 11. Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media PDA,

MEA, dan MPA ... 39 12. Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA

yang Ditambah Sumber Lignin Alami ... 39 13. Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media

Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami ... 40 14. Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media Malt

Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Jerami Padi... 40 15. Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media Malt

Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Kayu Sengon ... 41 16. Koloni Pleurotus sp.1 Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari pada

Beberapa Macam Media ... 42 17. Koloni Pleurotus sp.6 Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari pada

Beberapa Macam Media ... 43 18. Koloni Pleurotus sp.8 Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari pada

(13)

Beberapa Macam Media ... 44 19. Zona Lisis yang Dihasilkan oleh Isolat Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 pada Media yang Mengandung Sumber Lignin Alami... 45 20. Miselia Pleurotus spp. pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Sumber Lignin Alami... 45

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia mempunyai potensi alam yang sangat besar meliputi hutan, lahan pertanian, laut dan lain-lain. Hutan dengan keane karagaman hayati merupakan kekayaan alam Indonesia yang sangat berharga. Salah satu bentuk keanekaragaman tersebut adalah jamur yang tumbuh di tanah ataupun pada kayu yang mulai lapuk. Akan tetapi potensi alam yang besar ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu spesies jamur pelapuk kayu yang sangat potensial adalah Pleurotus ostreatus. P. ostreatus tumbuh secara alami pada batang pohon berdaun lebar atau pada limbah kayu hasil hutan. Limbah kehutanan dan limbah pertanian berupa serbuk gergaji ka yu, jerami padi, jerami kacang tanah, limbah kapas, bungkil sawit, pucuk tebu, dan ampas aren hanya dibakar atau dibuang begitu saja. Limbah kayu hasil hutan baik berupa serbuk gergaji maupun kayu-kayu sisa penebangan yang selama ini tak termanfaatkan, dapat dimanfaatkan menjadi media tumbuh yang subur bagi jamur -jamur kayu yang dapat dimakan (edible mushroom). Limbah-limbah berlignoselulosa tersebut dapat memberikan nilai tambah atau lapangan kerja baru.

Beberapa jenis jamur yang hidup di alam berperan sebagai jamur pelapuk kayu, antibiotika atau obat-obatan, dan bahan makanan. Jamur tiram merupakan salah satu jamur pelapuk putih dari golongan Basidiomycetes yang mampu mendegradasi lignin dan polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) dari bahan-bahan berlignoselulosa. Kemampuan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan dalam proses biobleaching dan biopulping pada industri pulp dan kertas yang lebih ramah lingkungan dibanding dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan koloni beberapa isolat jamur tiram (Pleurotus spp.) yang dikulturkan pada berbagai media dengan sumber lignin alami untuk memperoleh informasi awal tentang kemampuan isolat jamur tiram sebagai pendegrada si lignin yang nantinya diarahkan untuk proses

(15)

biobleaching dan biopulping serta untuk mencari media pertumbuhan yang optimum bagi isolat tersebut.

C. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal tentang pertumbuhan koloni isolat jamur tiram pada media dengan sumber lignin alami dan sebagai agen biopulping dan biobleaching pada industri pulp dan kertas untuk menggantikan penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan. D. Hipotesis

1. Tiap isolat Pleurotus spp. membutuhkan media yang berbeda -beda untuk pertumbuhan terbaiknya pada media padat ataupun cair.

2. Terdapat isolat Pleurotus spp. yang mampu mendegradasi lignin alami yang terdapat pada media.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jamur

Jamur termasuk dalam organisme eukariot yang dinding selnya umumnya tersusun atas polisakarida kitin. Beberapa jamur bereproduksi seksual dan kebanyakan dari mereka bereproduksi secara aseksual. Jamur tidak berklorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, penyerapan nutrisi jamur dilukiskan seperti saprofit jika mereka mendapatkan nutrisi-nutrisi dari bahan organik tidak hidup, atau seperti parasit jika mereka mendapatkan nutrisi-nutrisi dari organisme hidup. Jamur berbeda dari organisme heterotrof lainnya karena jamur tidak memakan langsung makanannya, namun mendapatkan makanan dengan cara absorpsi melalui sel jamur (Chang dan Miles, 1989).

Jenis jamur dapat dibedakan menjadi empat kelompok berdasarkan sifat hidup dan hubungannya dengan keadaan lingkungan. Pertama adalah simbiotik, yaitu hidup berdampingan dengan tanaman lain. Apabila hubungan itu saling menguntungkan maka disebut simbiotik mutualisme, tetapi bila satu pihak diuntungkan sedangkan pihak lain tidak dirugikan disebut simbiotik komensalisme. Kedua adalah parasit, yaitu mengambil makanan dari tumbuhan lain yang masih hidup. Ketiga adalah saprofit, yaitu hidup pada zat organik yang tidak diperlukan lagi. Keempat bersifat parasit dan sekaligus saprofit (Yuniasmara et al., 2004).

Menurut Kaul (1997), jamur dibagi menjadi empat kelas berdasarkan ada tidaknya ciri-ciri seksual dan cara spora seksual dibentuk, yaitu sebagai berikut : 1. Deuteromycetes, merupakan fungi imperfect karena dalam proses reproduksi

fase telemorfnya belum diketahui sedangkan fase anamorfnya sudah diketahui. Jamur ini memiliki hifa yang bersekat. Contoh dari kelas ini adalah : Fusarium spp., Rhizoctonia spp. , dan Penicilium spp.

2. Basidiomycetes, pada umumnya memiliki hifa yang bersekat dengan membentuk sambungan apit (clamp connection), berkembangbiak secara seksual maupun aseksual. Perkembangbiakan secara seksual biasanya tidak diikuti langsung oleh karyogami. Selain itu antara alat kelamin jantan dan betina tidak dapat dibedakan dan pada umumnya membentuk tubuh buah.

(17)

Contoh dari kelas ini adalah : Ganoderma spp., Agaricus spp. , dan Pleurotus spp.

3. Ascomycetes, umumnya mempunyai askus (kantong) yang berisi spora seksual dan hifanya bersekat. Alat kelamin jantannya disebut anteridium dan alat kelamin betinanya disebut askogonium. Contoh dari kelas ini adalah : Oidium spp., Sacharomyces spp. , dan Nectria spp.

4. Oomycetes, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : talusnya berbentuk filamen, hifanya tidak bersekat, mempunyai alat kelamin jantan (anteridium) dan alat kelamin betina (oogonium). Contoh dari kelas ini adalah: Phytium spp., Phytopthora spp. , dan Saprolegnia spp.

B. Jamur Tiram (Pleurotus spp.) Sebagai Jamur Pelapuk Putih

Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu. Jamur tiram biasa disebut jamur kayu karena banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Jamur kayu ada bermacam-macam jenis antara lain jamur kuping, jamur tiram, dan jamur shitake. Pleurotus spp. disebut jamur tiram karena bentuk tudungnya agak membulat, lonjong, dan melengkung seperti cangkang tiram. Batang atau tangkai tanaman ini tidak tepat berada pada tengah tudung, tetapi agak ke pinggir. Jamur tiram adalah salah satu jamur yang sangat enak dimakan serta mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi dibanding dengan jamur lain. Jenis jamur tiram yang sudah banyak dibudidayakan antara lain : (1) jamur tiram putih, yang dikenal pula dengan nama shimeji white (P. ostreatus var. florida); (2) jamur tiram abu-abu, yang dikenal pula dengan nama shimeji grey (P. sajor caju); (3) jamur tiram coklat, yang dik enal pula dengan nama jamur abalon (P. abalonus) dan (4) jamur tiram merah, yang dikenal pula dengan nama jamur shakura (P. flabellatus) (Yuniasmara et al. , 2004).

Menurut beberapa peneliti (Swann dan Taylor, 1993, 1995, McLaughlin et al., 1995 dan Berres et al. dalam Alexopoulos et al., 1996), klasifikasi lengkap dari jamur tiram adalah sebagai berikut :

Kingdom : Fungi

Phylum : Basidiomycota

Klas : Hymenomycetes

(18)

Famili : Tricholomataceae

Genus : Pleurotus

Species : Pleurotus spp.

Jamur yang menyebabkan kerusakan atau pelapukan kayu dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu : soft rot fungi, brown rot fungi, dan white rot fungi. Soft rot fungi atau jamur pelapuk lunak termasuk golongan Ascomycetes atau Deuteromycetes, yang mampu melapukkan kayu hanya terbatas pada selulosa dan pentosan. Brown rot fungi atau jamur pelapuk coklat dari golongan Basidiomycetes yang memiliki kemampuan enzimatis melapukkan kayu dengan cara menyerang holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa). White rot fungi atau jamur pelapuk putih juga termasuk golongan Basidiomycetes tetapi berkemampuan mendegradasi lignin dan polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) (Eaton dan Hale, 1993).

Kemampuan jamur dalam mendegradasi lignin disebabkan adanya enzim ekstrseluler yang disekresikan oleh hifa jamur (Fengel dan Wegener, 1995). Eaton dan Hale (1993) menyebutkan berbagai enzim yang berperan dalam proses degradasi lignin yang disekresikan oleh jamur pelapuk putih meliputi lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP), lakase, demetoksilase, H2O2 -generating enzyme , dan enzim pendegradasi monomer seperti selobiosa dehidrogenase, asam vanilat hidrolase, dan trihidroksi benzendioksigenase. Namun enzim ligninolitik utama yang dihasilkan jamur adalah lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP), dan lakase.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur Tiram

Menurut Yuniasmara et al. (2004), pada prinsipnya budidaya jamur tiram adalah mengusahakan kondisi sehingga jamur tiram tersebut dapat tumbuh dengan baik. Untuk itu dilakukan adaptasi substrat dan lingkungan tempat tumbuh sesuai dengan habitat tumbuhnya di alam. Faktor yang berpengaruh tersebut adalah faktor media tumbuh dan faktor lingkungan.

1. Faktor Media Tumbuh

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi media tumbuh antara lain nutrisi, kadar air , dan tingkat kemasaman.

(19)

a. Nutrisi

Nutrisi sangat berperan dalam proses budidaya jamur tiram. Bahan baku yang digunakan sebagai media dalam budidaya jamur tiram dapat berupa batang kayu yang sudah kering, jerami, serbuk kayu, campuran antara serbuk kayu dan jerami atau bahkan alang-alang. Media tumbuh jamur tiram harus memenuhi persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin agar jamur dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Yuniasmara et al. , 2004).

1. Karbon

Sumber karbon dibutuhkan untuk keperluan energi dan struktural sel jamur (Chang dan Miles, 1989), sedangkan menurut Hendritomo (2002) , senyawa karbon yang dapat digunakan oleh jamur diantaranya monosakarida, oligosakarida, asam organik, alkohol, selulosa, dan lignin. Sumber karbon yang paling mudah diserap adalah gula glukosa.

2. Nitrogen

Nitrogen sangat dibutuhkan oleh jamur untuk sintesa protein, purin, pirimidin dan diperlukan untuk produksi kitin yaitu polisaka rida penyusun utama dinding sel jamur (Miles, 1993). Sumber nitrogen dapat ditambahkan dalam bentuk garam ammonium, nitrat dan komponen-komponen nitrogen organik seperti pepton, urea, asam amino, protein atau peptida (Kurtzman dan Zadrazil, 1982).

3. Mineral

Kebutuhan mineral jamur pada umumnya sama dengan tumbuhan (Miles, 1993). Mineral tersebut antara lain : sulfur, fosfor, kalium, dan magnesium. Sulfur berperan sebagai komponen asam amino yang berasal dari sistein dan metionin, vitamin seperti thiamin, dan biotin. Fosfor terdapat di dalam ATP, asam nukleat dan membran fosfolipid. Fosfor berfungsi sebagai bagian dalam proses sintesis protein, energi, keturunan, dan perpindahan materi melewati membran. Magnesium berfungsi sebagai pengaktivasi enzim. Unsur

(20)

logam diperlukan dalam jumlah sangat sedikit, antara lain besi yang dibutuhkan antara 0.1 sampai 0.3 ppm, kandungan tembaga optimal untuk pertumbuhan pada konsentrasi 0.01 sampai 0.1 ppm tetapi jika lebih dapat bersifat racun, seng dibutuhkan pada kisaran 0.001 sampai 0.5 ppm dan mangan antara 0.005 sampai 0.01 ppm. Fungsi dari unsur -unsur tersebut adalah sebagai aktifator beberapa enzim (Chang dan Miles, 1997).

4. Vitamin

Vitamin adalah komponen organik yang berfungsi sebagai koenzim yang mengkatalisa reaksi spesifik dan tidak digunakan sebagai sumber energi maupun materi struktural protoplasma. Kebutuhan vitamin dipengaruhi oleh temperatur dan pH yang berkaitan dengan aktivitas enzim (Miles, 1993). Vitamin yang paling sering dibutuhkan oleh jamur adalah tiamin (vitamin B1) yang diperlukan sekitar 100 ì g/l. Tiamin biasanya terdapat sangat minim pada beberapa Basidiomycetes. Selanjutnya yang sering dibutuhkan jamur yaitu biotin (vitamin B7 atau vitamin H) yang diperlukan sekitar 5 ì g/l (Hofte, 1998).

b. Kadar air

Kadar air media tumbuh pada substrat diatur hingga 50-65% dengan menambahkan air bersih sebagai bahan pengencer agar miselia jamur dapat tumbuh dan menyerap makanan dari media/substrat dengan baik (Yuniasmara et al. , 2004).

c. Tingkat ke masaman/pH

Tinggi rendahnya pH akan mempengaruhi pertumbuhan jamur tiram. Apabila pH terlalu rendah atau terlalu tinggi maka pertumbuhan jamur tiram akan terhambat bahkan akan tumbuh jamur lain yang mengganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri. Tingkat ke masaman media sebaiknya diatur antara pH 6-7 (Yuniasmara et al. , 2004).

(21)

2. Faktor Lingkungan

Di samping media tumbuh, faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Faktor lingkungan tersebut antara lain suhu, kelembaban ruangan, cahaya , da n sirkulasi udara.

Suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi dibanding pada saat pembentukan tubuh buah. Suhu inkubasi jamur tiram berkisar antara 22-28oC dengan kelembaban 60-80%, sedangkan suhu pada saat pembentukan tubuh

buah berkisar antara 16-22oC dengan kelembaban 80-90%. Selain suhu dan

kelembaban, faktor cahaya dan sirkulasi udara perlu diperhatikan. Sirkulasi udara harus cukup, tidak terlalu besar tetapi tidak pula terlalu kecil. Intensitas cahaya yang diperlukan pada saat pert umbuhan sekitar 10% (intensitas cahaya dalam ruangan yang cukup untuk membaca koran) (Yuniasmara et al. , 2004).

D. Lignin dan Sumber Lignin

Lignin adalah suatu polimer yang disusun oleh monomer fenil propana, yaitu p- kumaril alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol. Perbedaan utama dalam struktur kimia dari ketiga monomer ini ialah adanya substitusi gugus metoksil ( -OCH3) pada posisi 3 dan 5 cincin aromatik (Eaton dan Hale, 1993)

Eriksson et al. (1990) menjelaskan bahwa lignin merupakan komponen penting dalam jaringan kayu atau tumbuhan yang terdapat dalam jumlah besar selain selulosa dan hemiselulosa. Pada tumbuhan, lignin berfungsi menaikkan kekuatan mekanik dinding sel kayu, menurunkan permeabilitas air melalui jaringan xylem, mengikat serat-serat pada dinding sel secara bersama -sama (perekat), dan membuat kayu lebih resisten terhadap serangan mikroorganisme. Oleh karena itu, hanya jamur dan bakteri tertentu yang mampu menguraikan lignin secara efektif. Sifat penting yang dimiliki lignin berkaitan dengan proses degradasi oleh mikroorganisme adalah (1) lignin memiliki struktur yang kompak, tidak mudah larut dalam air dan sulit untuk dipenetrasi oleh mikroorganisme, (2) ikatan intermonomer yang menyusun kekakuan lignin terdiri atas berbagai ikatan karbon-karbon dan karbon-eter, dan (3) ikatan intermonomer lignin tidak secara langsung larut dalam air.

Kandungan lignin yang terdapat dalam tumbuhan sangat beragam, yaitu berkisar antara 20-40%. Pada tumbuhan angiospermae akuatik dan herba maupun

(22)

tumbuhan monokotil secara umum kurang mengandung lignin. Di samping itu, distribusi dan jumlah lignin di dalam dinding sel tumbuhan sangat beragam. Jumlah lignin yang tinggi dijumpai pada bagian batang bawah dan lapisan paling dalam dari tanaman. Faktor yang mempengaruhi jumlah dan distribusi lignin dalam tanaman antara lain jenis dan umur tumbuhan. Bertambahnya umur tanaman dan batang akan meningkatkan kandungan lignin (Fengel dan Wegener, 1995)

E. Kayu Sengon, Bambu Apus , dan Jerami Padi Sebagai Sumber Lignin Alami

Lignin umumnya diperoleh dari bahan berlignoselulosa antara lain kayu, bambu, bagase, jerami padi, serat kapas, gandum, rumput, kenaf , dan sebagainya (Sjostrom, 1995).

1. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)

Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen syn atau Albizia falcataria (L.) Fosberg atau Albizia falcataria (L.) Becker di pulau Jawa dikenal dengan nama jeunjing atau sengon laut termasuk ke dalam famili Mimoseceae. Tinggi pohonnya dapat mencapai 40 meter, panjang batang bebas cabang 10-30 meter, diameter batangnya dapat mencapai 80 cm, bobot jenis kayu 0,33 (0,24-0,49), kulit luar berwarna putih/kelabu, kayu gubal dan teras secara umum tidak berbeda dimana warnanya putih, tidak beralur, tidak mengelupas dan tidak berbanir. Daerah penyebaran jenis ini meliputi seluruh Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya. Kegunaan kayu sengon adalah untuk bahan baku pembuatan pulp, papan semen, papan serat, dan kayu pertukangan (Martawijaya e t al., 1989).

Komposisi kimia kayu sengon umur 5 tahun yaitu kadar abu 1.16%, kadar lignin 23.55%, kadar zat ekstraktif 2.85%, kadar holoselulosa 70.49% , dan lainnya sampai 100% (Pratiwi, 1983).

2. Bambu Apus (Gigantochloa apus)

Bambu apus yang nama ilmiahnya Gigantochloa apus mempunyai rumpun yang rapat. Tinggi buluhnya sampai 20 meter dan bergaris tengah sampai 20 cm. Buku-bukunya sering mempunyai akar-akar pendek yang menggerombol. Panjang ruas 40-60 cm, tebal dinding buluh 1-1.5 cm. Pelepah buluh mudah jatuh, panjangnya 20-55 cm dengan miang yang berwarna coklat muda keputih-putihan. 9

(23)

Bambu ini merupakan jenis yang banyak ditanam di asia tropika. Asal-usulnya tidak diketahui pasti dan tumbuh baik mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Jenis ini akan tumbuh baik pada tanah yang cukup subur dan beriklim tidak terlalu kering.

Selain untuk bahan bangunan, buluhnya sering dipakai untuk tempat mengambil air, saluran air di desa-desa, penampung air aren yang disadap, dan untuk pipa penyuling air aren menjadi saguer atau sopi. Buluhnya dapat dipakai untuk membuat dinding rumah dan bahan anyaman seperti keranjang dan tempat makanan atau tempat beras seperti yang terdapat di sumatera. Rebungnya merupakan rebung paling enak untuk dimakan dibandingkan rebung-rebung jenis yang lainnya (Lembaga Biologi Nasional-LIPI, 1980).

Tangkai bambu dicirikan oleh adanya ruas yang muncul secara periodik di sepanjang tangkainya. Pada bagian bongkolnya terdapat dinding pembatas tebal yang disebut diafragma, dan bagian antar ruas biasanya kosong. Tangkai bambu bisa mencapai panjang 36 m dan memiliki diameter sampai 25 cm bergantung pada spesies bambu, keadaan tanah, dan faktor iklim. Bambu tidak memiliki kambium dan tidak memiliki sel radial. Jumlah serat pada bambu sekitar 40-50% dari total jaringan tangkai (Fengel dan Wegener, 1995).

Lignin bambu merupakan ciri khas dari lignin rumput-rumputan. Lignin bambu disusun dari campuran polimerisasi dehidrogenatif antara koniferil, sinapil, dan p-kumaril alkohol dengan rasio molar rata-rata 65:25:10. Lignin gymnospermae disusun dari campuran polimerisasi dehidrogenatif koniferil alkohol. Lignin angiospermae disusun dari campuran polimerisasi dehidrogenatif koniferil alkohol dan sinapil alkohol (Higuchi, 1989 dalam Purwanto, 2001).

3. Jerami Padi (Oryza sativa )

Padi merupakan salah satu budidaya tanaman pangan yang banyak diusahakan oleh petani di Indonesia. Limbah panen dan olahan padi biasanya berupa bekatul, sekam, jerami, dan merang.

Secara umum bagian utama jerami padi terdiri atas helaian daun, pelepah daun, dan tangkai. Berdasarkan kandungannya maka jerami padi termasuk dalam golongan bahan yang kaya akan serat kasar, yaitu umumnya mencapai lebih dari 86% berat kering (Lubis, 1963).

(24)

Menurut Sojan dan Aboenawan (1973) dalam Napitupulu (2002), jerami berdasarkan kandungannya dimasukkan dalam golongan bahan kaya serat kasar (roughage). Jerami padi mempunyai panjang serat 1.1-1.5 mm, diameter serat 9-13 ìm, kadar selulosa 33-38%, kadar lignin 17-19%, serat kasar 29.2%, kadar abu 6-8% , da n lainnya sampai 100%.

(25)

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Hutan Fakultas Kehutanan dan Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Studi Ilmu Hayati IPB. Pelaksanaan penelitian dari bulan September 2004 sampai dengan bulan Maret 2005.

B. Alat dan Bahan 1. Alat

Peralatan yang digunakan yaitu saringan 100 mesh, lampu bunsen, jarum ose, laminair, lampu UV, erlenmeyer, tabung reaksi, cawan Petri, botol selai, gelas piala, sentrifus, kertas saring, timbangan analitik, oven, inkubator, autoklaf, kamera, pengaduk magnet, pH-meter, alumunium foil, kapas, dan tissue. Semua peralatan gelas, peralatan isolasi dan lainnya harus dicuci dengan air bersih kemudian dikeringkan. Alat-alat gelas disterilisasi dengan cara kering dan basah.

Cara kering dilakukan dengan pengovenan pada suhu 160oC selama 2 jam.

Sedangkan cara basah yaitu dengan memasukkan alat-alat gelas ke dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.

2. Bahan

Isolat yang digunakan untuk menguji pertumbuhan koloni dan bobot kering miselia yaitu isolat Pleurotus spp. (Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.8) yang merupakan koleksi Laboratorium Penyakit Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Isolat tersebut diperoleh dengan cara mengisolasi dari tubuh buahnya.

Media tumbuh yang digunakan yaitu PDA (Potato Dextrose Agar), MEA (Malt Ekstrak Agar), MPA (Malt Pepton Agar), media MEA yang ditambah sumber lignin alami, media modifikasi Glenn da n Gold (1983) dalam Febrina (2002) yang ditambah sumber lignin alami, media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi, dan media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk kayu sengon. Sumber lignin alami yang digunakan yaitu serbuk bambu apus (Gigantochloa apus), serbuk jerami padi (Oryza sativa ), dan serbuk kayu sengon (Paraserianthes falcataria ) yang berukuran 100 mesh.

(26)

C. Metode Penelitian 1. Peremajaan Isolat

Inokulum diambil dari bagian tengah tubuh buah isolat jamur Pleurotus spp. dengan cara membelah tudungnya. Inokulum ditumbuhkan pada cawan Petri yang berisi media PDA pada kondisi aseptik. Cawan Petri yang berisi inokulum diinkubasi pada suhu kamar selama sepuluh hari sampai pertumbuhan koloni hampir atau memenuhi cawan Petri. Pertumbuhan koloni diamati setiap hari, bila terjadi kontaminasi maka harus segera diganti dengan biakan yang baru. Cawan Petri yang telah dipenuhi miselia telah dapat dijadikan sebagai biakan murni untuk pengujian berikutnya.

2. Pengamatan Peubah

a. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami

Biakan murni Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.8 ditumbuhkan pada cawan Petri yang berisi media padat tanpa penambahan sumber lignin alami masing-masing se banyak 3 ulangan. Semua ulangan diinkubasi selama sepuluh hari pada suhu kamar. Media padat tanpa penambahan sumber lignin alami yang digunakan yaitu media PDA, MEA, dan MPA. Pembuatan media dilakukan dengan mencampurkan semua bahan untuk masing-masing komposisi media kemudian memasaknya sampai larut. Larutan dituangkan ke dalam erlenmeyer dan ditutup rapat dengan alumunium foil. Media disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15 menit. Komposisi media PDA, MEA, dan MPA dapat dilihat pada Lampiran 1.

b. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami

Biakan murni Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.8 ditumbuhkan pada cawan Petri yang berisi media MEA yang ditambah sumber lignin alami masing-masing sebanyak tiga ulangan. Semua ulangan diinkubasi selama sepuluh hari pada suhu kamar. Pembuatan media sama dengan pembuatan media di atas hanya ditambahkan sumber

(27)

lignin alami sebanyak 4 gram. Komposisi media MEA yang ditambah sumber lignin alami dapat dilihat pada Lampiran 1.

c. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami

Biakan murni Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.8 ditumbuhkan pada cawan Petri yang berisi media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah sumber lignin alami dengan tiga ulangan untuk setiap isolat. Semua ulangan diinkubasi selama sepuluh hari pada suhu kamar. Sumber lignin alami yang digunakan yaitu serbuk bambu apus, serbuk jerami padi, dan serbuk kayu sengon. Pembuatan media dengan cara memasak sampai larut semua bahan yang ditambah sumber lignin alami. Setelah itu prosesnya sama dengan pembuatan media sebelumnya. Komposisi media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah sumber lignin alami dapat dilihat pada Lampiran 1.

d. Bobot Kering Miselia

Biakan murni Pleurotus sp.1, Pleurotus sp.6, dan Pleurotus sp.8 ditumbuhkan pada botol selai yang berisi media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi dan pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk kayu sengon masing-masing sebanyak 3 ulangan. Posisi miselia tidak boleh tenggelam dan harus mengapung pada media. Masing-masing media diberi perlakuan penggoyangan dan tanpa penggoyangan. Semua ulangan diinkubasi selama tujuh hari pada suhu kamar. Miselia disaring dengan kertas saring setelah masa inkubasi selesai. Miselia di dalam kertas saring dikeringovenkan pada suhu (103±1)oC selama 24 jam dan ditimbang untuk memperoleh bobot keringnya. Komposisi media malt ekstrak cair yang ditambah sumber lignin alami dapat dilihat pada Lampiran 1.

3. Analisis Data

Analisis statistik untuk penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh isolat, media dan interaksi antara keduanya terhadap pertumbuhan koloni isolat Pleurotus spp. Selain itu untuk mengetahui pengaruh isolat, perlakuan

(28)

(penggoyangan dan tanpa penggoyangan) dan interaksi antara keduanya terhadap bobot kering miselia isolat Pleurotus spp.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan percobaan faktorial untuk analisis pertumbuhan koloni dan bobot kering miselia Pleurotus spp. Pengolahan data menggunakan aplikasi komputer program SAS. Adapun prosedurnya dengan menggunakan prosedur General Linear Model.

Model linier : Yijk = ì + ái + âj + (áâ)ij + åk(ij) i = 1, 2, ... , a

j = 1, 2, ... , b

k = 1, 2, ... , n

dimana :

Yijk = variabel respon hasil observasi ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B

ì = rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan) ái = efek taraf ke-i faktor A

âj = efek taraf ke -j faktor B

(áâ)ij = efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke -j faktor B

åk(ij) = efek unit eksperimen ke-k untuk kombinasi perlakuan taraf ke -i faktor A dan taraf ke-j faktor B

Hipotesis-hipotesis : Pengaruh utama faktor A :

H0 : ái = ... = áa = 0 (faktor A tidak berpengaruh) H1 : paling sedikit ada satu ái dimana ái 0 Pengaruh utama faktor B :

H0 : âj = ... = âb = 0 (faktor B tidak berpengaruh) H1 : paling sedikit ada satu âj dimana âj 0

Pengaruh sederhana (interaksi) faktor A dengan faktor B :

H0 : (áâ)ij = (áâ)12 = ... = (âá)ab = 0 (tidak ada pengaruh interaksi antara faktor A dan faktor B)

H1 : paling sedikit ada sepasang (áâ)ij dimana (áâ)ij 0

(29)

Untuk mengetahui respon yang diberikan dari masing-masing perlakuan maka dilakukan uji lanjutan bagi sumber keragaman yang pengaruhnya nyata. Uji lanjutan yang digunakan adalah uji jarak berganda Duncan.

(30)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami

Hasil sidik ragam menunjukkan faktor isolat dan interaksi anta ra faktor isolat dan faktor media berpengaruh nyata terhadap diameter koloni tiap isolat Pleurotus spp. pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel Lampiran 6). Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa perlakuan inokulasi isolat Pleurotus sp.8 pada semua media memberikan respon yang paling tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Gambar Lampiran 11).

Pertumbuhan koloni Pleurotus spp. pada media padat tanpa penambahan sumber lignin alami dapat dilihat pada Gambar 1, 2 dan 3.

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Lama Inkubasi (Hari)

Diameter Koloni (cm)

PDA MEA MPA

Gambar 1. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.1 pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari

(31)

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0

Lama Inkubasi (Hari)

Diameter Koloni (cm)

PDA MEA MPA

Gambar 2. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.6 pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Lama Inkubasi (Hari)

Diameter Koloni (cm)

PDA MEA MPA

Gambar 3. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.8 pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari

Pleurotus sp.1 tumbuh terbaik pada media PDA sebesar 3.25 cm, kemudian pada media MEA dan media MPA dengan diameter koloni berturut-turut sebesar 1.75 cm, dan 1.5 cm. Pleurotus sp.6 tumbuh terbaik pada media MPA sebesar 6.25 cm, kemudian pada media MEA dan media PDA sebesar 5.75 cm dan 5.4 cm. Pleurotus sp.8 memenuhi cawan Petri ukuran 9 cm yang berisi media MPA setelah diinkubasi selama tujuh hari, sedangkan yang ditumbuhkan pada media MEA dan media PDA berturut -turut memenuhi cawan Petri setelah diinkubasi selama delapan dan sepuluh hari.

(32)

2. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurot us spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami

Hasil sidik ragam menunjukkan faktor isolat, faktor media maupun interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap diameter koloni tiap isolat Pleurotus spp. pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel Lampiran 7). Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa pertumbuhan Pleurotus sp.8 pada media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon adalah yang paling tinggi dan berbe da nyata dari perlakuan lainnya (Gambar Lampiran 12).

Diameter koloni Pleurotus spp. pada media MEA yang ditambah sumber lignin alami dapat dilihat pada Gambar 4, 5 dan 6.

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0

Lama Inkubasi (Hari)

Diameter Koloni (cm)

Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon

Gambar 4. Diameter Koloni Isola t Pleurotus sp.1 pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0

Lama Inkubasi (Hari)

Diameter Koloni (cm)

Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon

Gambar 5. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.6 pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari

(33)

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Lama Inkubasi (Hari)

Diameter Koloni (cm)

Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon

Gambar 6. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.8 pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari

Pleurotus sp.1 tumbuh terbaik pada media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon, yaitu diameternya sebesar 1.62 cm, sedangkan pada media MEA yang ditambah serbuk jerami padi diameternya sebesar 1.52 cm. Pleurotus sp.1 yang ditumbuhkan pada media MEA yang ditambah serbuk bambu apus sangat lambat karena setelah diinkubasi selama sepuluh hari belum menunjukkan adanya pertumbuhan. Pada media MEA yang ditambah serbuk bambu apus, miselia mulai tumbuh setelah diinkubasi selama 17 hari. Pleurotus sp.6 tumbuh terbaik pada media MEA yang ditambah serbuk jerami padi yaitu diameternya sebesar 5. 83 cm, sedangkan yang dikulturkan pada media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon atau serbuk bambu apus berturut-turut diameternya sebesar 5.47 cm dan 4 cm. Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik pada media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon sebe sar 8.17 cm, sedangkan yang dikulturkan pada media MEA yang ditambah serbuk jerami padi atau serbuk bambu apus masing-masing diameternya sebesar 7.02 cm dan 4.35 cm .

Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 memiliki keunikan yang tidak ditemukan pada Pleurotus sp.1 yaitu ditemukannya lingkaran zona lisis pada media. Zona lisis berupa lingkaran berwarna coklat kekuningan muncul pada ujung-ujung miselia yang pertumbuhannya searah dengan pertumbuhan koloni.

(34)

3. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami

Hasil sidik ragam menunjukkan faktor isolat, faktor media maupun interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap diameter koloni tiap isolat Pleurotus spp. pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel Lampiran 8). Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui interaksi isolat Pleurotus sp.6 dengan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi memberikan respon yang paling tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Gambar Lampiran 13).

Pertumbuhan koloni Pleurotus spp. pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah sumber lignin alami dapat dilihat pada Gambar 7, 8 dan 9.

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Lama Inkubasi (Hari)

Diameter Koloni (cm)

Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon

Gambar 7. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.1 pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari

(35)

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Lama Inkubasi (Hari)

Diameter Koloni (cm)

Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon

Gambar 8. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.6 pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Lama Inkubasi (Hari)

Diameter Koloni (cm)

Bambu Apus Jerami Padi Kayu Sengon

Gambar 9. Diameter Koloni Isolat Pleurotus sp.8 pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami Setelah Diinkubasi Selama 10 Hari

Pleurotus sp.1 tumbuh terbaik pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus, yaitu sebesar 1.62 cm, sedangkan pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk kayu sengon atau serbuk jerami padi berturut-turut diameternya sebesar 1.42 cm dan 1.35 cm. Pleurotus sp.6 tumbuh terbaik pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi, yaitu sebesar 6.9 cm, sedangkan pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus atau serbuk kayu sengon berturut-turut diameternya sebesar 6.23 cm dan 5 cm. Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi, yaitu sebesar 7 cm,

(36)

sedangkan pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus atau serbuk kayu sengon diameternya berturut-turut sebesar 6.97 cm dan 5.98 cm.

Zona lisis muncul pada media Glenn dan Gold yang ditambah sumber lignin alami. Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 yang dikulturkan pada media ini menunjukkan adanya zona lisis berbentuk lingkaran berwarna coklat kekuningan. 4. Bobot Kering Miselia

Hasil sidik ragam menunjukkan faktor isolat dan faktor perlakuan penggoyangan dan tanpa penggoyangan pada media malt ekstrak cair yang ditambah sumber lignin alami berpengaruh nyata terhadap bobot kering miselia Pleurotus spp. pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel Lampiran 9 dan 10). Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui Pleurotus sp.8 yang dikulturkan pada media malt ekstrak cair yang ditambah sumber lignin alami dengan diberi perlakuan penggoyangan memiliki bobot kering miselia yang terbaik dibanding isolat lain dengan perlakuan yang sama (Gambar Lampiran 14 dan 15).

Bobot kering miselia masing-masing isolat Pleurotus spp. yang dikulturkan pada media malt ekstrak cair yang ditambah sumber lignin alami dengan atau tanpa penggoyangan dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.

Gambar 10. Bobot Kering Miselia pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Jerami Padi Setelah Diinkubasi Selama 7 Hari 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12

Pleurotus sp.1 Pleurotus sp.6 Pleurotus sp.8

Isolat

Bobot Kering Miselia (gram)

Tanpa Penggoyangan Den gan Penggoyangan

(37)

Gambar 11. Bobot Kering Miselia pada Media Malt Ekstrak Cair yang Ditambah Serbuk Kayu Sengon Setelah Diinkubasi Selama 7 Hari

Bobot kering miselia Pleurotus spp. pada media yang diberi perlakuan penggoyangan lebih besar dibanding denga n bobot kering miselia pada media yang tidak diberi perlakuan penggoyangan. Pada kedua macam media, isolat Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik, diikuti Pleurotus sp.6 kemudian Pleurotus sp.1.

Pleurotus sp.1 yang ditumbuhkan pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi dengan diberi perlakuan penggoyangan memiliki bobot kering miselia sebesar 0.075 gram, sedangkan yang tanpa penggoyangan bobot kering miselianya sebesar 0.035 gram. Bobot kering miselia pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk kayu sengon dengan penggoyangan adalah sebesar 0.053 gram, sedangkan yang tidak diberi perlakuan penggoyangan sebesar 0.021 gram. Pleurotus sp.6 yang ditumbuhkan pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi dengan diberi penggoyangan memiliki bobot kering miselia sebesar 0.096 gram, sedangkan bobot kering miselia yang tidak diberi perlakuan penggoyangan sebesar 0.059 gram. Bobot kering miselia pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk kayu sengon dengan diberi perlakuan penggoyangan sebesar 0.082 gram, sedangkan bobot kering miselia pada media yang tidak diberi perlakuan penggoyangan sebesar 0.047 gram. Pleurotus sp.8 yang ditumbuhkan pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi dengan diberi penggoyangan memiliki bobot kering miselia sebesar 0.114 gram, sedangkan yang tidak diberi perlakuan penggoyangan sebesar

0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12

Pleurotus sp.1 Pleurotus sp.6 Pleurotus sp.8

Isolat

Bobot Kering Miselia (gram)

Tanpa Penggoyangan

Dengan Penggoyangan

(38)

0.078 gram. Bobot kering miselia pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk kayu sengon dengan diberi penggoyangan sebesar 0.101 gram, sedangkan yang tidak diberi penggoyangan sebesar 0.076 gram. Perhitungan bobot kering miselia dapat dilihat pada Lampiran 5.

B. Pembahasan

1. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami

Pleurotus sp.1 tumbuh terbaik pada media PDA, sedangkan Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik pada media MPA. Pertumbuhan terbaik isolat pada masing-masing media berbeda-beda karena masing-masing isolat selektif terhadap kandungan nutrisi. Oleh karena itu, tidak semua jenis media cocok sebagai media tumbuhnya. Beberapa elemen nutrisi dibutuhkan oleh semua jamur, beberapa elemen hanya dibutuhkan oleh spesies tertentu, dan beberapa elemen dibutuhkan oleh spesies tertentu yang akan tumbuh pada media yang memiliki kandungan nutrisi dalam jumlah yang spesifik (Chang dan Miles, 1997).

Ketiga media yang diuji merupakan media yang kaya akan nutrisi esensial yang dibutuhkan jamur untuk hidupnya. Media PDA memiliki kandungan nutrisi karbohidrat, air, dan protein yang berasal dari substrat kentang, glukosa , dan agar. Media MEA memiliki komposisi nitrogen, karbohidrat, sodium klorida , dan agar, sedangkan media MPA memiliki kandungan nutrisi nitrogen, karbohidrat, sodium klorida, agar , dan pepton (Cochrane, 1958).

Senyawa karbon memiliki dua fungsi, pertama yaitu untuk metabolisme jamur sebagaimana organisme heterotrof lainnya. Senyawa karbon menyediakan kebutuhan unsur C bagi proses sintesis senyawa-senyawa yang digunakan untuk pembentukan sel hidup seperti protein, asam nukleat, materi dinding sel, dan makanan. Fungsi kedua yaitu sebagai sumber energi utama yang berasal dari proses oksidasi senyawa karbon tersebut (Cochrane, 1958).

Kandungan nitrogen pada substrat mempengaruhi pertumbuhan miselium. Miselium jamur tidak dapat tumbuh pada me dia yang kekurangan unsur nitrogen, tetapi kelebihan nitrogen pada substrat dapat menyebabkan terakumulasinya amonia yang dapat meningkatkan pH sehingga menghambat pertumbuhan miselium dan pembentukan tubuh buah (Stamets dan Chilton, 1983). Cochrane 25

(39)

(1958) menambahkan bahwa tidak ada titik optimum nitrogen yang dibutuhkan oleh sebuah kultur karena kebutuhan nitrogen tergantung pada jumlah karbon. Meskipun demikian pada prinsipnya ada juga faktor lain yang mempengaruhinya.

Pertumbuhan koloni cenderung seperti garis yang melingkar pada media padat (Alexopoulos et al., 1996). Koloni biasanya terus-menerus tumbuh dalam radius rata -rata yang sama sampai bertemu dengan rintangan seperti ujung cawan Petri atau koloni lainya (Carlile et al., 2001). Pertumbuhan terjadi hanya pada sel yang berada di ujung koloni yang mempunyai akses terhadap nutrisi sehingga akan menghasilkan zona pertumbuhan pinggiran dan pertumbuhan akan bertambah sampai pertambahan jari-jari koloni tersebut melambat karena penipisan nutrisi.

Menurut Hofte (1998), pengukuran yang didapatkan pada fungi berfilamen pada media agar adalah fungsi linear dari waktu. Grafik yang ditunjukkan oleh ketiga isolat dalam penelitian ini menunjukkan fungsi linear dari waktu inkubasi selama sepuluh hari terhadap diameter koloni tiap isolat Pleurotus spp.

2. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami

Pleurotus sp.1 tumbuh terbaik pada media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon, sedangkan Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik pada media MEA yang ditambah serbuk jerami padi dan media MEA yang ditambah serbuk kayu sengon. Selain itu, Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 menunjukkan adanya aktifitas penurunan kadar lignin dengan munculnya zona lisis berupa lingkara n berwarna coklat kekuningan pada semua media yang mengandung sumber lignin alami. Kemunculan zona lisis dapat memberikan informasi awal tentang adanya aktifitas eksoenzim pendegradasi lignin.

Hazra dan Syachri (1988) mengemukakan serbuk gergaji kayu mengandung komponen kimia yang sama seperti dalam bentuk batang kayu yang terdiri dari komponen selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat ekstraktif. Serbuk gergaji merupakan bahan potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan koloni jamur, karena dapat menyokong pertumbuhan koloni dan mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan jamur tersebut.

(40)

Sumber hara yang berasal dari sumber lignin biasanya tidak diperoleh dan diserap secara langsung oleh hifa jamur. Hal ini disebabkan sumber hara masih dalam bentuk selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat ekstraktif. Nutrisi berupa hara dapat diperoleh dengan merombak bahan-bahan di atas terlebih dulu.

Kemampuan jamur mendegradasi lignin disebabkan oleh adanya enzim ekstraseluler yang disekresikan oleh jamur. Hifa-hifa jamur dapat tumbuh pada permukaan substrat yang mengandung lignin sehingga melalui kekuatan eksoenzim yang dihasilkan oleh jamur akan menimbulkan zona lisis di sekitar media (Fengel dan Wegener, 1995).

3. Pertumbuhan Koloni Isolat Pleurotus spp. pada Media Modifikasi Glenn dan Gold yang Ditambah Sumber Lignin Alami

Pleurotus sp.1 dan Pleurotus sp.8 tumbuh terbaik pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus dan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi. Pleurotus sp.6 tumbuh terbaik pada media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi. Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 menghasilkan zona lisis pada media. Zona lisis berbentuk lingkaran coklat kekuningan seperti yang ditemukan pada media MEA yang ditambah sumber lignin alami menunjukkan adanya aktifitas enzim ekstraseluler yang disekresikan ujung-ujung hifa jamur untuk mendegradasi lignin menjadi nutrisi yang dibutuhkannya.

Lignin yang berasal dari serbuk kayu mer upakan sumber karbon yang berguna dalam pembentukan struktur dan kebutuhan energi dari sel jamur. Sumber mineral seperti sulfur, fosfor, kalium, magnesium diperoleh dari bahan-bahan kimia KH2PO4, MgSO4, K2HPO4, dan larutan mineral. Sumber nitrogen berasal dari (NH4)2 tartrat yang dibutuhkan oleh jamur untuk sintesa protein, purin, pirimidin, dan diperlukan untuk produksi kitin yaitu polisakarida penyusun utama dinding sel jamur (Miles, 1993). Vitamin sebagai koenzim yang mengkatalisa reaksi spesifik dan tidak digunakan sebagai sumber energi maupun materi struktural protoplasma diperoleh dari tiamin HCl. Vitamin yang paling sering dibutuhkan oleh jamur adalah tiamin (vitamin B1) yang diperlukan sekitar 100 ì g/l dan biotin (vitamin B7 atau vitamin H) yang diperlukan sekitar 5 ìg/l (Hofte, 1998).

(41)

Pleurotus spp. yang dikulturkan pada media berlignin yang berasal dari serbuk jerami padi memiliki pertumbuhan koloni yang lebih baik dibanding dengan serbuk kayu sengon. Komposisi kimia kayu sengon umur 5 tahun yaitu kadar abu 1.16%, kadar lignin 23.55%, kadar zat ekstraktif 2.85%, kadar holoselulosa 70.49%, dan lainnya sampai 100% (Pratiwi, 1983). Di lain pihak, jerami padi mempunyai panjang serat 1.1-1.5 mm, diameter serat 9-13 ì m, kadar selulosa 33-38%, kadar lignin 17-19%, serat kasar 29.2%, kadar abu 6-8%, dan lainnya sampai 100% (Sojan dan Aboenawan, 1973 dalam Napitupulu, 2002).

Secara biokimia, proses perombakan lignin diawali dengan pertumbuhan lambat fungi yang kemudian memasuki fase stasioner. Fungi secara aktif mengambil dan memanfaatkan karbohidrat selama masa pertumbuhannya untuk mempertahankan metabolisme primernya. Metabolisme fungi akan mengalami penurunan jika ketersediaan nitrogen dalam substrat menjadi terbatas, miselia memasuki fase metabolisme kedua dan sistem degradasi lignin dimulai (Eaton dan Hale, 1993).

4. Bobot Kering Miselia

Bobot kering miselia semua isolat Pleurotus spp. pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi atau serbuk kayu sengon yang diberi penggoyangan lebih tinggi dibanding dengan isolat Pleurotus spp. pada media yang sama tanpa penggoyangan. Bobot kering miselia masing-masing isolat dari tertinggi sampai terendah yaitu berturut-turut ditunjukkan oleh Pleurotus sp.8, Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.1.

Perbedaan bobot kering miselia pada media yang diberi perlakuan dengan tanpa perlakuan penggoyangan diduga disebabkan oleh adanya respon terhadap oksigen bebas dan oksigen terlarut di dalam media cair yang digunakan. Pertumbuhan miselia pada media malt ekstrak cair yang ditambah sumber lignin alami tanpa penggoyangan hanya memenuhi permukaan atas media dan cenderung berukuran tipis. Miselia pada media cair yang ditambah sumber lignin alami dengan diberi penggoyangan berbe ntuk bulat berada di dalam larutan media dan memiliki bobot kering yang lebih tinggi dibanding miselia yang ada di permukaan. Pemberian penggoyangan memungkinkan adanya perbedaan dalam

(42)

pemenuhan oksigen bebas dan oksigen terlarut dari masing-masing isolat Pleurotus spp.

Komponen gas dari udara yang paling banyak digunakan adalah oksigen dan karbondioksida. Jamur merupakan spesies aerobik dan oksigen yang cukup diperlukan untuk pertumbuhan miselia. Pertumbuhan vegetatif akan naik ketika tingkat karbondioks ida naik sedikit sampai batas normal berdasarkan aktifitas respirasi dari miselium (Chang dan Miles, 1997). Oksigen juga digunakan jamur sebagai bahan untuk melakukan reaksi enzimatik seperti pada enzim oksidase dan respirasi (Deacon, 1984).

Jamur pelapuk kayu merupakan organisme aerobik yang memerlukan oksigen untuk respirasi dan sebagai aseptor elektron untuk oksidasi fosforilasi fenil. Kekurangan oksigen akan menghambat fungsi metabolisme (Rayner dan Boddy, 1988). Kaul (1997) menambahkan bahwa oksigen dan kandungan uap air merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi jamur. Komposisi gas-gas atmosfer seperti oksigen, karbondioksida , dan sejumlah gas lain diketahui dapat mempengaruhi bentuk tubuh buah jamur.

(43)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Media PDA, MEA yang ditambah serbuk kayu sengon, dan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk bambu apus optimum bagi pertumbuhan koloni Pleurotus sp.1. Pleurotus sp.6 tumbuh terbaik pada media MPA, MEA yang ditambah serbuk jerami padi, dan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi. Media MPA, MEA yang ditambah serbuk kayu sengon, dan media modifikasi Glenn dan Gold yang ditambah serbuk jerami padi optimum bagi pertumbuhan koloni Pleurotus sp.8. Pleurotus sp.6 dan Pleurotus sp.8 memberikan informasi awal tentang kemampuannya mendegradasi lignin dengan munculnya zona lisis lingkaran berwarna coklat kekuningan pada media yang mengandung sumber lignin alami.

Bobot kering miselia semua isolat Pleurotus spp. pada media malt ekstrak cair yang ditambah serbuk jerami padi atau serbuk kayu sengon dengan diberi penggoyangan lebih tinggi dibanding dengan isolat Pleurotus spp. pada media yang sama tanpa penggoyangan.

B. Saran

Untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam kaitannya dengan penelitian tentang media tumbuh berupa sumber lignin alami, maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai :

1. Penggunaan sumber-sumber lignin lain yang lebih baik untuk pertumbuhan diameter koloni jamur tiram.

2. Pengujian kemampuan Pleurotus spp. mendegradasi lignin.

3. Pengujian efektifitas Pleurotus spp. sebagai agen biobleaching dibanding dengan penggunaan bahan-bahan kimia.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulos CJ , Mims CW , Blackwell M. 1996. Introductory Mycology. Ed. ke-4. New York: John Willey and Sons Inc.

Carlile MJ, Watkinson SC, Goodway GW. 2001. The Fungi. London: Academic Press.

Chang ST, Miles PG. 1989. Edible Mushrooms and Their Cultivation. Florida: CRC Press Inc.

Chang ST, Miles P G. 1997. Mushroom Biology Concise Basics and Current Developments. Singapore: World Scientific Publishing.

Cochrane VW. 1958. Physiology of Fungi. New York: John Wiley and Sons Inc. Deacon JW. 1984. Introduction to Modern Mycology. London: Blackwell

Scientific Publication.

Eaton RA, Hale MDC. 1993. Wood, Decay, Pests and Protection. London: Chapman dan Hall.

Erickson KEL, Blanchette RA, Ander P. 1990. Microbial and Enzymatic Degradation of Wood and Wood Component. Berlin: Spinger-Verlag. Febrina R. 2002. Karakterisasi Isolat Jamur Berpotensi Mendegradasi Lignin.

[Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu; Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Terjemahan oleh Sastrohamidjojo H. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hazra F, Syachri TN. 1988. Pemanfaatan Serbuk Gergaji Jeunjing (Albizia falcataria) Sebagai Media Pertumbuhan Jamur Kuning (Hirneola nigricans). Duta Rimba XIV : 35-40.

Hendritomo HI. 2002. Biologi Jamur Pangan. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bio Industri.

Hofte M. 1998. Cultivation of Edible Muhrooms on Tropical Agricultural Waste. Belgium : The University of Gent.

Kaul TN. 1997. Introduction to Mushroom Science. New Hampshire: Science Publishers.

Gambar

Tabel Lampiran 2. Diameter Koloni Rata-Rata Isolat Pleurotus  spp. pada  Media  Padat Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami
Tabel Lampiran  6. Sidik Ragam Pengaruh Isolat Pleurotus spp. dan Media  Padat  Tanpa Penambahan Sumber Lignin Alami  terhadap  Pertumbuhan Koloni
Tabel Lampiran 10.  Sidik Ragam Pengaruh Isolat  Pleurotus spp. dan Perlakuan  dengan dan Tanpa Penggoyangan pada Media Malt Ekstrak  Cair yang Ditambah Serbuk Kayu Sengon   t erhadap Bobot  Kering Miselia
Gambar Lampiran 12. Pertumbuhan Koloni Tiga Isolat Pleurotus spp. pada Media  MEA yang Ditambah Sumber Lignin Alami
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan perbedaan level dan sumber protein yang berbeda tidak mempengaruhi konsumsi BK, PK dan keluaran kreatinin, namum mempengaruhi pertambahan bobot badan

Gagasan yang diusung oleh muslim progresif, salah satu trend pemikiran Islam, untuk mewujudkan keadilan sosial, keadilan gender, dan pluralisme menjadi gagasan yang harus menggugah

He looked away first, as the Doctor finished his conversation with Steven and said something to the general. Then Steven and the Doctor left the crowd together and crossed

lingkungan organisasi yang baik akan mampu menjadikan seorang manajer investasi yang memiliki lima kekuatan (Andrej 1991) yaitu kekuatan imbalan ( reward power ),

For example, in the following code snippet, if you want to extract the conditional logic into a separate method, you can select the code, shown in bold, and choose Extract Method

untuk mengetahui Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance yang terdiri dari Ukuran Dewan Direksi, Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial,

Hal ini tentu ada korelasinya dengan eksistensi bahan ajar berbasis teks anekdot sebagai media pembelajaran dalam pembelajaran bahasa Indonesia karena bahan ajar

Bahwa benar yang tersebut namanya di atas telah mengadakan penelitian/wawancara dengan kami, dalam rangka pengumpulan data untuk merealisasikan penelitian tesis yang