• Tidak ada hasil yang ditemukan

MITOPOIK DALAM NOVEL PUYA KE PUYA KARYA FAISAL ODDANG DAN MANUSIA LANGIT KARYA J. A. SONJAYA (KAJIAN TEORI LEVI-STRAUSS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MITOPOIK DALAM NOVEL PUYA KE PUYA KARYA FAISAL ODDANG DAN MANUSIA LANGIT KARYA J. A. SONJAYA (KAJIAN TEORI LEVI-STRAUSS)"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

MITOPOIK DALAM NOVEL PUYA KE PUYA KARYA FAISAL

ODDANG DAN MANUSIA LANGIT KARYA J. A. SONJAYA

(KAJIAN TEORI LEVI-STRAUSS)

MYTHOPOEIC FORMS IN THE NOVEL PUYA KE PUYA BY

FAISAL ODDANG AND MANUSIA LANGIT BY J.A SONJAYA

(STUDY OF LEVI-STRAUSS THEORY)

Tesis

Oleh

ZULKIFLI

Nim 105 04 13 003 18

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

i

MITOPOIK DALAM NOVEL PUYA KE PUYA KARYA FAISAL

ODDANG DAN MANUSIA LANGIT KARYA J. A. SONJAYA

(KAJIAN TEORI LEVI-STRAUSS)

MYTHOPOEIC FORMS IN THE NOVEL PUYA KE PUYA BY

FAISAL ODDANG AND MANUSIA LANGIT BY J.A SONJAYA

(STUDY OF LEVI-STRAUSS THEORY

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister

Program Studi

Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun dan diajukan oleh

ZULKIFLI

Nomor Induk Mahasiswa: 105 04 13 003 18

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)
(4)

iii

(5)
(6)

v

ABSTRAK

ZILKIFLI. 2021. Mitopoik dalam Novel Puya ke Puya Karya Faisal Oddan

dan Novel Manusia Langit Karya J.A Sonjaya (Kajian Teori Levi-Straus), dibimbing oleh A. Sukri Syamsuri dan Sitti Aida Azis.

Tujuan penelitian ini ialah untuk melakukan pembacaan terhadap bentuk mitopoik dalam teks novel. Lebih spesifik tujuan penelitian ini yaitu, untuk mengetahui bentuk mitopoik dalam novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang novel Manusia Langit karya J. A. Sonjaya ditinjau dengan kajian teori Levi-Straus.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian ini adalah keterangan yang dijadikan objek kajian, yaitu setiap kata, kalimat atau ungkapan yang mendukung bentuk mitopoik dalam novel. Sumber data ini menggunakan novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang dengan jumlah 215 halaman diterbitkan oleh PT. KPG (Keperpustakaan Populer Gramedia) tahun 2015, di Jakarta, dan novel Manusia Langit karya J. A. Sonjaya dengan jumlah 210 halaman diterbitkan oleh Kompas pada tahun 2010, di Jakarta. Teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data dengan cara penelitian pustaka. Teknik analisis data dilakukan meliputi identifikasi data, klasifikasi data, mendeskripsi, menganalisis, dan membuat kesimpulan.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa bentuk mitopoik dalam novel Puya ke Puya karya Faisal Oddan dan novel Manusia Langit karya J.A Sonjaya terdiri atas pola-pola kebudayaan manusia yang meliputi; a) pola kepercayaan dan keyakinan, b) pola perilaku, c) pola status sosial, dan d) pola ritual adat.

(7)
(8)

vii

MOTTO

Kunci untuk mewujudkan impian bukanlah dengan fokus pada kesuksesan tapi pada arti. Bahkan langkah kecil dan kemenangan kecil sepanjang perjalananmu bisa memberikan arti yang lebih hebat”.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Allah maha penyayang dan pengasih, demikianlah kata untuk mewakili atas segala karunia dan nikmat-Nya. Tesis ini adalah setitik dari sederetan berkah-Mu puji dan syukur atas nikmat-nikmat agung yang tiada terkira yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar. Salawat dan salam yang melimpah semoga selalu tercurah kepada Nabiullah Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang istiqomah.

Setiap orang dalam berkarya selalu berusaha mempersembahkan yang terbaik, tetapi terkadang yang terbaik itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Demikian juga halnya dalam penyusunan tesis ini segala usaha dan upaya telah dilakukan penulis untuk menyelesaikan tesis ini dengan sebaik mungkin, namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih sangat jauh dari sempurna dan hanya Allah dzat yang memiliki kesempurnaan mutlak.

Secara istimewa, penulis menyampaikan sembah sujud sedalam-dalamnya serta terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada orang tua tercinta, bapak saya Abakar dan ibu saya Hadijah yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik penulis dengan segala curah kasih sayang dan iringan Do‟a yang terus mengalir dalam setiap darah, keringat, dan air matanya sejak dalam kandungan hingga detik ini, sungguh penulis tidak mampu membalasnya dengan apapun juga. Dan ucpan terima kasih saya curahkan untuk adek-adek dan keluaga besar saya, Nuridawati, S. Ak, Sam‟udin, Sufian dan Nursinta Rahmawati yang

(10)

ix

selalu hadir memberi dorongan dan motivasi untuk kesuksesan saya dalam menempuh pendidikan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagi pihak, tesis ini tidak akan terselesaikan, oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar bapak Dr. H. Darwis Muhdina, M.Ag, Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia bapak Dr. Abd. Rahman Rahim,M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I bapak Dr. H. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. dan Pembimbing II ibu Dr. Siti Aida Azis, M.Pd, yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan dengan penuh kesabaran dan ketulusan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis juga tak lupa khaturkan kata terima kasih kepada segenap dosen Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama menempuh perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, serta kepada staff dan karyawan pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak membantu penulis dalam hal urusan administrasi. Saya ucapkan terimah kepada pak Erwin Akib, M. Pd. Ph. D. beserta keluarga atas dukungan dan bimbingan selama proses perkuliahan. Saya ucapkan terima kasih kepada bapak Syekh Adi Wijaya Latief, S.Pd.,M.Pd. Tasrif Akib, S.Pd, M.Pd, Ismail Sangkala, S,Pd, M.Pd., Wildhan Burhanuddin, S,Pd., M. Hum., dan Muhammad Zia Ulhaq, S.Pd, M.Pd., M. Ik, atas bimbingan dan Do‟anya saat selama proses berkuliah di Unismuh Makassar.

Selanjutnya, terima kasih pula penulis ucapkan kepada teman-teman saya Muhammad Dahlan, S.Pd., M.Pd., Muhammad Idham Asfar, S.Pd., M.Pd, Syafarudidin, SPd., Suhardi Kana, S.Pd, Abdul Rahman, S.Pd., M.Pd., selama saya kuliah di Makassar sering membantu saya,

(11)

x

rekan-rekan seperjuangan di bangku kuliah, terutama mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kelas A Angkatan 2018, atas segala dorongan, saran, dan bantuannya selama ini kepada penulis serta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini yang tidak sempat penulis sebutkan namanya.

Akhirnya, penulis berharap semoga amal baik semua pihak yang turut memberikan andil dalam penyusunan tesis ini mendapat pahala dari Allah Swt. Semoga kesalahan atau kekurangan dalam penyusunan tesis ini, akan semakin memotivasi penulis dalam belajar. Amin yaa rabbal alamin.

Makassar, Januari 2021

Penulis

(12)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENEGESAHAN ...ii

HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

MOTTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Fokus Peneletian ... 11 C. Tujuan Penelitian ... 12 D. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Sebelumnya ... 14

B. Kajian Teori dan Konsep ... 17

1. Esensi Karya Sastra ... 17

2. Konsep Novel ... 21

3. Tinjauan Mitopoik ... 24

4. Teori Levi-Strauss ... 32

C. Kerangka Pikir ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 37

B. Data dan Sumber Data ... 38

(13)

xii

D. Teknik Pengumpulan Data ... 40 E. Teknik Analisis Data ... 41 F. Pengujian Keabsahan Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 45 B. Pembahasan ... 114

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 122 B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 125 RIWAYAT HIDUP

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra adalah salah satu hasil kebudayaan manusia yang menggambarkan keadaan hidup manusia. Gambaran kehidupan di dalamnya, merupakan manifestasi ekspresi pengarang yang diperoleh dalam kehidupan nyata. Kehidupan manusia dengan kompleksitas persoalan dan kejadian sehari-hari. Kompleksitas suatu karya sastra dapat dipelajari pada strukturnya secara intrinsik tersusun dari berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia dituangkan secara imajiner. Dengan demikian, struktur karya satra terbentuk dari struktur kehidupan manusia yang diserap oleh pengarang dapat difungsikan sebagai kiritik dan pencerahan kepada masyarakat pembaca.

Karya sastra hadir sebagai wujud nyata imajinatif kreatif seorang sastrawan dengan proses yang berbeda antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lain, terutama dalam penciptaan cerita fiksi. Proses tersebut bersifat individualis artinya cara yang digunakan oleh tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi beberapa hal di antaranya metode, munculnya proses kreatif dan cara mengekspresikan apa yang ada dalam diri pengarang hingga bahasa penyampaian yang digunakan (Waluyo, 2013:68)

(15)

Pada hakikatnya orang-orang yang hidup pada zaman turunnya Al-Qur‟an merupakan masyarakat yang mengetahui keistimewaan dan keunikan serta keindahan. Sebagaimana di jelaskan pada Q.S. Al-Isra ayat 88 menjelaskan:

ْوَل َو ِهِلْثِمِب َنوُتْأَي َلا ِنآ ْرُقْلا اَذَه ِلْثِمِب ْاوُتْأَي نَأ ىَلَع ُّنِجْلا َو ُسنِلإا ِتَعَمَت ْجا ِنِئَّل لُق َناَك

ا ًريِهَظ ٍضْعَبِل ْمُهُضْعَب

Terjemahannya:

Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”.

Sejak awal terbentuknya sastra, Al-Qur‟an memang sudah bersentuhan dengan tradisi kesusasteraan Arab yang sudah mapan, yaitu sastra Jahiliyyah. Ketika interaksi itu berlangsung dan supremasi al-Qur‟an begitu dominan, maka al-Qur‟an, dalam kapasitasnya sebagai dustur Islam, hadir sebagai ide sentral sekaligus solusi pemecah persoalan. Secara sederhana interaksi yang terjadi antara al-Qur‟an dan kesusasteraan berkisar pada tiga persoalan. Pertama, persoalan yang berhubungan dengan konsep estetika, hubungan antara karya sastra dan filsafat keindahan dalam ruang transenden („aqidah). Kedua, rujukan yang mengarah pada etika (akhlaq) serta kaitannya dengan hakikat sastra dan tujuannya dalam konteks sosiologis. Ketiga, masalah perbedaan wacana dan pendekatan terhadap ekspresi dan proses kreatif dalam konteks tafsir hukum agama (syari‟ah).

(16)

Hal inipun ditegaskan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 147 yang berbunyi:

ُّ ق َحْلَانِمَُّكِّبَّرَُّلَفَُّّنَن ْوُكَتَُّنِمنْيِرَتْمُمْلا

Terjemahannya:

“Kebenaran itu adalah Rrab-mu, sebab itu janganlah sekali kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (Q.S Al-Baqarah ayat 147).

Dalam ayat di tersebut di tegaskan bahwa Muhammad rasul utusan Allah swt. Bagiamanapu dan sepandai apapun mereka menyembunyikan kebenaran, kebenaran itu pasti datang Tuhan. Tidak ada satupun kekuatan dalam dunia ini yang dapat menghalangi atau menyembunyikan kebenaran itu karena itu pasti akan terungkap.

Sejalan dengan penjelasan ayat tersebut diatas, dalam Islam mitos adalah cerita-cerita bohong mengenai suatu hal, asal usul tempat, alam, manusia, serta mengandung arti mendalam dan diungkapkan dengan cara gaib. Sedangkan Islam menyebutnya khurafat, yakni ajaran atau keyakinan yang tidak mempunyai landasan kebenaran, disebut pula takhayul.

Percaya pada khurafat dan mitos adalah cara berfikir dan berdalil orang-orang musyrik. Mereka tidak menggunakan akal dan hati untuk mencari dan mengamalkan kebenaran sebagaimana di jelaskan dalam Al-Qur‟an Surat al-Mulk ayat 10 di bawah ini:

(17)

ِر ۡيِعَّسلا ِب ٰح ۡصَا ۡۤۡىِف اَّنُك اَم ُلِق ۡعَن ۡوَا ُعَم ۡسَن اَّنُك ۡوَل ا ۡوُلاَق َو

Terjemahannya:

“Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.”

Dari ayat tersebut diatas bahwa jika kamu mendengar segala sesuatu harus jangan langsung percaya, akan tetapi kalian harus menelaah dal memikirkan apa yang akan terjadi, sehingga kalian tidak terjeremus ataupun menjadi hamba Allah yang kafir yang menyakini segala sesuatu yang bukan dari petunjuk Allah swt. Dan jika kalian lalai dan tidak mengindahkan peringatan Allah maka kalian merepukan ummat calon penghuni neraka, apabila kalia mendengarnya maka kalian termasuk ummat calon penghuni surga.

Wiyatmi, 2011: 19 mengemukakan tentang fiksi memiliki fungsi merangkum fakta sosial kebudayaan menjadi suatu kebutuhan yang sarat nilai. Oleh karena itu, berbagai macam nilai kehidupan tersebut terefleksi dalam hadirnya sebuah cerita mengenai peristiwa-peristiwa yang dianggap mempunyai makna dan tingkat penalaran yang kuat disebut sebagai mitos. Awal yang cukup sederhana dari kisah rakyat berlatarkan kehidupan istana centris, rakyat jelata dan dunia gaib diperkenalkan oleh sastra lisan. Hal tersebut tidak berhenti menjadi cerita rakyat saja, para penikmat cerita merangkum cerita rakyat menjadi sastra tulis, sehingga dapat dibaca oleh generasi berikutnya.

(18)

Kehadiran karya sastra memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Sastra bisa menjadi bahan refleksi manusia. Sebagai karya imajinatif, karya sastra tidak hanya menawarkan hiburan bagi pembacanya, tetapi juga membawa pesan berupa pengukuran nilai-nilai kehidupan. Sastra pada kenyataannya adalah interpretasi yang hidup dari kehidupan nyata melalui gambar pengarang dari pengarang. Oleh karena itu, mempersembahkan segala bentuk kehidupan manusia sebagai cerminan kehidupan yang dapat menjembatani sikap dan perilaku manusia, tafsir masyarakat yang bersangkutan sehingga dapat menentukan aspek-aspek kehidupan yang lebih bijak. (Sumardjo, 2013: 54)

Karya sastra ditulis oleh penciptanya (penulis) untuk mengungkap permasalahan seluruh aspek kehidupan masyarakat yang dikelola secara bergantian. Tugas penulis tentang permasalahan kehidupan antara lain berusaha menemukan berbagai elemen yang diekspresikan dalam masyarakat sebagai dinamika, baik elemen yang menghambat pemenuhan keinginan dasar individu maupun anggota kelompok/ komunitas. yang dapat menyebabkan ketimpangan sosial, atau mencerminkan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi.

Rafiek (2010: 32) mengemukakan bahwa seorang sastrawan juga berusaha untuk merefleksikan apa yang ada di dalam jiwa, apakah itu luapan emosi putus asa, berpuas diri, protes diri terhadap cita-cita, keinginan, nilai atau pencatatan peristiwa yang terjadi sebagai sarana

(19)

ekspresi kehidupan. Dengan kata lain, karya sastra berfungsi sebagai wahana dialog dan merenungkan segala persoalan yang ada di benak penulisnya.

Sastra sejak awal perkembangannya tidak dapat mengambil dari aktivitas dan perspektif budaya. Sastra sebagai salah satu unsur budaya dalam masyarakat (Faruk, 2001: 43). Dengan kemampuan komposisi seorang pengarang, sejumlah relasi atau kontribusi sosial yang ada dalam masyarakat dirumuskan sebagai cerminan sosial masyarakat, yang berkontribusi pada pemikiran dan potret sosial. Pada titik ini, ada kecenderungan karya sastra hidup bermasyarakat sebagai milik bersama.

Membaca karya sastra adalah suatu keharusan untuk memperoleh wawasan dan pengalaman tentang kehidupan dan kehidupan. Sedangkan (Lubis, 1997: 18), menyatakan bahwa membaca karya sastra merupakan salah satu masukan yang diterima oleh anak manusia selama hidupnya untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Sastra dapat menginspirasi perasaan, pikiran dan hati pembaca. Dalam jumlah yang cukup banyak, karya sastra mampu mendorong perubahan di masyarakat. Sastra melalui karya sastra menyadarkan anggota masyarakat akan masalah yang terjadi di masyarakat dan harus mampu mengubah masyarakat pula. Di sisi lain, sastra merupakan seni yang menyuguhkan keindahan yang faktual dan imajinatif sehingga mampu memberikan hiburan dan kepuasan bagi pembacanya.

(20)

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat mengaplikasikan karya sastra yang lahir untuk dapat dibaca oleh masyarakat sehingga masyarakat memahami nilai kehidupan yang terlibat. Jika hakikatnya ditelisik, sastra bisa dijadikan alat untuk mengatur kehidupan manusia. Sastra membuat Anda lebih sabar, bijak, dan mampu menyelamatkan hidup dengan segala sikap positif. Dengan demikian, kesusastraan memberikan manfaat yang sangat berharga.

Salah satu genre karya sastra yang dapat dibaca dan diserap nilainya yaitu novel. Genre karya sastra ini berbentuk prosa naratif yang memiliki struktur yang kompleks. Dalam novel terdapat beragam narasi tentang kehidupan nyata, salah satunya merefleksikan dimensi sosial budaya dan mencitrakan mitos yang secara esensial menarasikan kehidupan pada zaman tertentu dari realitas sosial budaya suatu entitas masyarakat.

Dinamika sosial budaya masyarakat Indonesia tumbuh bersama berbagai mitos. Hal ini dapat ditelusuri dalam struktuk cerita novel Puya ke puya karya Faisal Oddang dan novel Manusia Langit karya J.A Sonjaya. Dua novel ini memiliki struktur mitos dalam teks yang dikonstruk pengarangnya. Misalnya, pada novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang mencerita yang kental akan mitos-mitos kematian di Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan yang disajikan dengan setting zaman modern. Mitos di Tana Toraja merupakan aspek yang unik dalam novel ini yang

(21)

mengetengahkan dinamika sosial budaya yang terakulturasi dengan modernitas.

Novel Manusia Langit karya J.A Sonjaya juga mengeksplorasi budaya di Pulau Nias. Aspek mitopoik yang kompleks pada novel ini dapat ditelusuri pada suatu kepercayaan bahwa Pulau Nias merupakan tempat turunnya manusia langit. Tidak hanya itu, struktur budaya dalam teks novel yang berupa peninggalan nenek moyang seperti megalit dan mitos yang terdapat di bebatuan megalitik masih tetap terjaga dan penataan masyarakat Pulau Nias meski zaman telah berubah. Nilai-nilai luhur yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Pulau Nias.

Kekayaan mitos dalam kedua novel tersebut dapat dikaji menggunakan pendekatan mitopoik dengan teori analisis Levi-Strauss. Logika dasar atau nalar manusia menurut Levi-Strauss, mestinya terwujud dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia. Nalar ini memang mengikuti struktur tertentu dalam bekerjanya, perlu dianalisis berbagai aktivitas yang merupakan perwujudan dari nalar tersebut. Fenomena budaya pada dasarnya merupakan perwujudan dari nalar. Akan tetapi, tidak semua fenomena sama mudahnya untuk dibedah. Perlu dicari fenomena budaya yang sesuai, dan itu adalah mitos (Ahimsa Putra, 2009:75-76)

Mitos dalam pandangan Levi-Strauss tidak harus dipertentangkan dengan sejarah atau kenyataan, karena perbedaan makna dari dua konsep ini terasa semakin sulit dipertahankan dewasa ini. Mitos dalam konteks strukturalisme Levi-Strauss tidak lain adalah dongeng. Dongeng

(22)

ialah cerita atau kisah yang lahir dari hasil imajinasi manusia, dari khayalan manusia, walaupun unsur-unsur khayalan tersebut berasal dari apa yang ada dalam kehidupan manusia sehari-hari. Salah satu yang menarik bagi Levi-Strauss adalah kenyataan bahwa nalar manusia tersebut mendapatkan tempat ekspresinya yang paling bebas dalam dongeng. Dongeng-dongeng seringkali ditemukan mirip atau agak mirip satu dengan yang lain (Ahimsa-Putra, 2009:75-76)

Mitos-mitos yang sering dijadikan sebagai kajian oleh Levi-Strauss perlambangan dari bentuk kebudayaan dan antropologi sebagaian bangsa tidak hanya terdapat di wilayah Eropa saja. Akan tetapi, mitos yang tercipta di Indonesia juga dapat dikaji berdasarkan teori struktural Levi-Strauss. Jajaran pulau di seluruh Indonesia telah menghadirkan kemajemukan cerita rakyat, dongeng dan mitos.

Mitos sebagai sebuah seni, menurut pemikiran Levi-Strauss (2005:277) bersifat dialektikalan itu melahirkan oposisi biner (binary opposition), misalnya atas-bawah, kiri-kanan, kaya-miskin, langit-bumi, dan air-api. Oposisi biner tersebut melahirkan suatu keharmonisan. Keharmonisan itu tampak pada pola pikir masyarakat pemilik mitos tersebut. Dengan demikian, ada hubungan homologis antara mitos dan konteks sosial-budaya masyarakat.

Hubungan homologis mitos dan konteks sosial-budaya merupakan mediasi dari masyarakat untuk mengatasi konflik (Barnauw,1682:254). Masyarakat mencari jalan yang solutif untuk mengatasi konflik dalam

(23)

keadaan sosial-budaya mereka dengan cara menyalurkannya pada cerita. Penyaluran tersebut dilakukan dalam ketidaksadaran antropologis. Karena itu, mediasi yang dilakukan terkadang tidak disadari.

Kajian terhadap aspek mitopoik dalam novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang dan novel Manusia Langit karya J. A Sonjaya dapat dilakukan dengan mengunakan pendekatan struktarisme teori Levi-Strauss Pradopo (2002:267,269) menyarankan perlunya analisis struktural untuk memahami karya sastra. Dengan analisis struktural, makna intrinsik karya sastra dapat digali berdasarkan pemahaman tempat dan fungsinya dalam keseluruhan karya sastra. Dengan kata lain, totalitas lebih penting daripada bagian-bagiannya. Keseluruhan dan bagian-bagiannya dapat dijelaskan dengan baik hanya dalam kaitannya dengan hubungan yang ada di dalamnya.

Senada dengan hal tersebut, Teeuw (1983: 61) menjelaskan bahwa karya sastra adalah suatu struktur yang tersusun dari lapisan lapisan norma yang saling terkait. Selain itu, sastra juga merupakan struktur yang berwujud. Oleh karena itu, menganalisis karya sastra merupakan upaya untuk menangkap makna dan memberi makna pada teks sastra (Culler, 1977: vii). Dengan demikian, analisis struktural menjadi prioritas utama sebelum yang lain karena tanpa itu kebulatan makna-makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri tidak akan dapat ditangkap karena makna unsur-unsur karya sastra hanya dapat

(24)

dilakukan atas dasar pemahaman, dilihat dari tempat dan fungsi elemen yang ada dalam karya itu sendiri secara keseluruhan, Teeuw (1983: 61)

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, terdapat beberapa alasan mendasar bagi pentingnya dilakukan penelitian ini, diantaranya; 1) kedua novel memiliki struktur mitopoik dalam teks novel yang dikontsruk pengarangnya, 2) dari segi pendekatan kajian, mitopoik merupakan pendekatan penelitian membongkar struktur mitos dalam teks sastra, 3) penggunaan teori Levi-Strauss dianggap sangat cocok karena teori ini terfokus pada pembacaan strutuktur kebudayaan, sehingga dapat diterapkan dalam kajian novel, 4) setelah penulis melakukan observasi awal menunjukkan bahwa penelitian terhadap teks mitos dalam sastra menggunakan mitopoik masih sangat minim dilakukan, dan 5) penelitian dengan pendekatan mitopoik di lingkungan Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar juga belum pernah dilakukan oleh para peneliti. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis termotivasi melakukan penelitian dengan judul, “Mitopoik dalam Novel Puya ke Puya Karya Faisal Oddang dan Manusia Langit Karya J. A. Sonjaya (Kajian Teori Levi-Strauss)”

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka fokus masalah penelitian ini yaitu, “Bagaimanakan bentuk mitopoik dalam novel Puya ke

(25)

Puya karya Faisal Oddang dam novel Manusia Langit karya J. A. Sonjaya ditinjau dengan kajian teori Levi-Strauss?

Bentuk data kedua novel tersebut akan dianalisis berdasarkan cakupan bentuk-bentuk mitopoik dan dianalisis secara antropologis.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguraikan mitopoik dalam teks novel. Lebih spesifik tujuan penelitian ini yaitu, untuk mengetahui bentuk mitopoik dalam novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang novel Manusia Langit karya J. A. Sonjaya ditinjau dengan kajian teori Levi-Strauss?. Dan bentuk data kedua novel tersebut akan dianalisis secara antropologi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat bermanfaat bagi pengembangan teori kajian sastra yang dapat digunakan sebagai pengayaan bahan literasi dalam bidang pendidikan.

b. Dapat dijadikan sebagai sumber rujukan teoritik bagi peneliti lanjutan, sehingga memeroleh konsep baru yang akan memperkaya wawasan dan pengetahuan dalam bidang sastra.

(26)

2. Manfaat Praktis

a. Dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk menambah wawasan pembaca tentang bentuk-bentuk mitopoik dalam novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang dan novel Manusia Langit karya J. A. Sonjaya dengan menggunakan kajian teori Levi-Strauss. b. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan untuk menambah

pengetahuan bagi komunitas sastra memahami penerapan teori Levi-Strauss dalam kajian teks novel.

(27)

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Kajian mitos dalam karya sastra prosa telah banyak dilakukan oleh penelitian-penelitian sebelumnya, diantaranya dilakukan oleh Harahap (2009: i) dengan judul Mitologi Jawa dalam Novel-Novel Kuntowijoyo penelitian tesis ini bertujuan untuk menganalisis dan menguraikan mitologi, filsafat, dan representasi nilai budaya Jawa dalam novel-novel Kuntowijoyo. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori antropologi sastra dan semiotika. Metode penelitian yang digunakan adalah metode hermeneutika. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa unsur mitologi, filsafat, dan nilai budaya Jawa merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena pada akhirnya bermuara pada satu kesatuan yaitu kebudayaan Jawa (javanisme)

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Gani (2016) dengan judul Mitos dalam Babad Songennep. Disertasi ini menggunakan pendekatan semiotik Saussurean. Data korpus dalam penelitian ini berupa kutipan cerita dalam Songennep Babad. Setelah ditentukan maka ditentukan tingkat fisik mitos, alam batin mitos, dan fungsi mitos dalam Babad Songennep. Sedangkan sumber datanya adalah Babad Songennep. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis adalah (1) membuat skema plot utama tiap bab Babad Songennep, (2) menulis potongan mitos

(28)

pada masing-masing poin plot utama, (3) menuliskan poin-poin dari setiap poin plot, (4) menyisipkan mitem ke dalam tabel kekerabatan, (5) membuat skema relasi mitis tiap bab, (6) menganalisis makna mitem masing-masing bab (7) menganalisis hubungan kekerabatan, hambatan kekerabatan, keunggulan manusia, dan kelainan manusia, (8) menganalisis mitos-mitos dalam Babad Songennep, dan (9) menganalisis fungsi mitos dalam Babad Songennep.

Hasil penelitian ini adalah tidak ada penjelasan tahun kejadian pada Babad Songennep Bab I dan Bab II. Kerangka waktu tidak menjelaskan secara tepat kapan setiap peristiwa terjadi. Tahun kejadian di bab III. Tokoh-tokoh yang bergerak di Bab I, Bab II, dan Bab III adalah tokoh-tokoh dari istana. Uraian tentang makna keadaan mental Babad Songennep berisi anjuran untuk (a) menghormati dan menghormati semua ayah, ibu, guru dan raja (bhâppa 'bhâbbhu' ghuru rato); (b) membina keharmonisan keluarga dan kekeluargaan, serta mempersiapkan generasi penerus yang unggul; (c) mematuhi norma yang berlaku; (d) bersedia berkorban untuk bangsa dan negara serta setia kepada atasan; (e) bekerja dengan serius dan mencapai; dan (f) gotong royong, keadilan, tanggung jawab, berpihak pada kebenaran, dan pantang menyerah. Hal-hal yang tersirat dalam mistis batin dalam Babad Songennep mencerminkan bâburughân beccè '(nasehat yang baik) yang senantiasa disosialisasikan dalam masyarakat Madura.

(29)

Muhammad Hasyim (2014) melakukan penelitian berjudul, Kontruksi Mitos dan Ideologi dalam Iklan Komersial Televisi; Suatu Analisis Semiologi. Penelitian ini bertujaun mengungkapkan mitos dan ideology yang dibangun dalam iklan komersial televisi. Penelitian ini mencoba menjelaskan bagaimana produk yang dikonsumsi dan digunakan, bekerja secara ideologis, dengan mengamati hubungan dinamis antara penanda dan petanda dalam teks iklan komersial televisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media iklan televisi komersial di Indonesia tidak menekankan makna denotasi (manfaat produk), tetapi menekankan tanda simbolik yang mewakili realitas simulacrum. Makna kehidupan manusia saat ini sangat ditentukan oleh hubungan yang dibangun antara manusia dan produk komersial, bagaimana iklan memaknakan manusia melalui produk yang digunakan dan produk berfungsi dari waktu ke waktu sebagai simbol identitas dan diferensiasi. Iklan komersial bekerja sebagai simulacrum yang membuat kesan produk dan gambar dibangun dalam pikiran manusia menjadi alami danwajar meskipun realitas itu ambivalen.

Berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa penelitian terdahulu diatas, belum ditemukan penelitian tesis maupun disertasi yang mengkaji karya sastra, khususnya novel, yang menggunakan pendekatan mitopoik. Disinilah letak urgensi mitopoik dengan menggunakan kajian Levis-strauss dalam penelitian ini, dengan pertimbangan lain pula bahwa pendekatan mitopoik dalam karya sastra juga belum pernah digunakan

(30)

dalam penelitian-penelitian dilingkungan Universitas Muhammadiyah Makassar, khusus pada program Magister bahasa dan sastra Indonesia.

B. Kajian Teori dan Konsep 1. Esensi Karya Sastra

Sastra merupakan salah satu instrumen yang menjadi indikator capaian suatu peradaban umat manusia. Sebagai suatu kegiatan kreatif dan menjadi sebuah cabang seni, sastra telah berkembangan dalam berbagai bentuk genre. Luxemburg (Purba, 2010: 3) mengemukakan sastra ialah salah satu karya seni yang muncul dari permintaan atau fiksi penulisnya. Sastra adalah otonom, kenapa karya sastra di katakana karena karya sastra memiliki pandangannya sendiri dibandingkan dengan struktur kehidupan lainnya.

Wellek (2014: 4) menjelaskan sastra sebagai suatu kegiatan kreatif, sebuah seni. Kehidupan dalam karya sastra yaitu hidup yang diwarnai oleh sikap pengarang, latar belakang moral, keyakinan, dan lainya. Sedangkan karya sastra mengandung kebenaran yang telah membuktikan keyakinan indrawi dan kebenaran dari kehidupan sehari-hari.

Burnet (Semi, 1988: 20) mengemukakan bahwa sastra sama dengan karya seni lainnya, hampir setiap perubahan memegang peran penting karena dapat menggambarkan nilai-nilai kemanusiaan yang berfungsi sebagai alat tradisional suatu bangsa dalam arti yang positif, baik saat ini maupun yang akan datang.

(31)

Sastra merupakan refleksivitas masalah sebagai manusia hasil refleksi penulis terhadap kehidupan manusia dan sekitarnya. Sastra merupakan alat untuk menyampaikan ajaran, nasehat, atau agama (Rampan, 1984: 14). Realitas pengarang yaitu bahan mentah. Agar menjadi sebuah karya sastra masih perlu diolah dalam mimpi pengarangnya. Tidak hanya mengolah dari segi cara penyampaiannya, tetapi juga memberikan nilai yang lebih tinggi. Oleh karena itu, seorang pengarang menciptakan sebuah karya sastra tidak hanya untuk menggambarkan apa yang disaksikan dalam kehidupan, kemudian menuangkannya ke dalam karyanya, akan tetapi pengarang mempunyai tugas yang lebih berat, karena pengarang harus menyumbang dan membidik serta memberikan tafsir tentang alam dan kehidupan.

Sumardjo dan Saini (2013: 3-4) mengemukakan bahwa Sastra ialah ungkapan pribadi berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, keyakinan, keyakinan berupa gambaran konkrit yang menimbulkan daya tarik terhadap alat bahasa. Sehingga memiliki unsur-unsur berupa pikiran, pengalaman, gagasan, perasaan, semangat, keyakinan, ekspresi atau ekspresi, bentuk dan bahasa. Ini dikuatkan oleh opini.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa sastra menjadi representasi ungkapan pribadi manusia yang merekam pengalaman secara empiris. Dengan demikian, sastra tidak bisa hanya dipandang sebagai artefak atau benda mati semata. Pendapat tersebut memiliki benang merah dengan apa yang dikemukakan oleh Saryono (2013:

(32)

16-17) bahawa sastra bukan sekedar artefak, melainkan sastra adalah tokoh pinjaman. Sebagai tokoh hidup dalam sastra yang berkembang dinamis, tokoh lain seperti politik, bisnis, seni dan budaya. Bisa menjadi literatur dengan cara yang benar, karena sastra yang baik ialah karya sastra yang ditulis dengan kejujuran, hak, keikhlasan, kearifan dan keluhuran. Sastra yang baik dapat mengenali orang, membangunkan mereka dan menuntun mereka kembali ke jalan yang benar, menuntun mereka di jalan kebenaran, memberikan kehidupan pada tugas-tugas.

sastra bukan sekedar artefak (barang mati), tetapi sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra berkembang dengan dinamis menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan kebudayaan. Sastra dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan kebenaran karena sastra yang baik adalah sastra yang ditulis dengan penuh kejujuran, kebeningan, kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani manusia. Sastra yang baik tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan, dan mengembalikan manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam usaha menunaikan tugas-tugas kehidupannya.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa karya sastra merupakan pengalaman manusia yang menggambarkan realitas sosial masyarakat. Sugihastuti (2007: 81-82) menjelaskan bahwa karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan danpengalamannya. Sebagai media,

(33)

peran karya sastra sebagai media untuk menghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk disampaikan kepada pembaca. Selain itu, karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang diamati di lingkungannya. Realitas sosial yang dihadirkan melalui teks kepada pembaca merupakan gambaran tentang berbagai fenomena sosial yang pernah terjadi di masyarakat dan dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan cara yang berbeda. Selain itu, karya sastra dapat menghibur, menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan pembacanya dengan cara yang unik, yaitu menuliskannya dalam bentuk naratif. Sehingga pesan disampaikan kepada pembaca tanpa berkesan mengguruinya.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra terbangun dari pemikiran dan imajinasi manusia yang melahirkan bentuk-bentuk karya sastra yang merekam pengalaman dan pemikiran, ide dan perasaan, semangat dan keyakinan dalam bentuk teks dengan menggunakan bahasa sebagai instrumen penceritaan. Sastra sangat memiliki nilai tinggi bagi kehidupan karena bermanfaat sebagai alat untuk meningkatkan kepekaan terhadap nilai kehidupan dan kearifan yang terdapat di lungkungan masyarakat.

Karya sastra dengan demikian, dapat pula membentuk sikap hidup dan pematangan mentalitas individual. Hal ini dibangun melalui citra setiap karakter di dalam karya sastra. Pembaca akan dapat membentuk dirinya melalui karekter-karakter tokoh yang ada di dalam karya sastra

(34)

serta mampu memahami realitas sosial yang ditampilkan dalam keseluruhan struktur karya sastra.

2. Konsep Novel

Novel berasal dari bahasa itali, novella berarti suatu barang baru yang kecil, dapat diartikan cerita pendek dalam prosa, Abrams (Purba, 2010: 3). Adhar (1997: 9) mengemukakan bahwa novel merupakan suatu bentuk karya sastra yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan ide atau gagasan pengarang. Sejalan dengan pendepat tersebut, Wellek dan Austin (2014: 182-183) mengemukakan novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilakunya sehingga terjadi perubahan jalan hidup baru baginya.

Sedangkan novel secara etimologi berasal dari bahasa latin yaitu novellus yang diambil dari kata novles berarti baru. Secara istilah, novel ialah salah satu jenis karya sastra diartikan sebagai penggunaan bahasa yang indah dan memberikan rasa seni pada pembacanya. Sebagaimana telah dikemukana Sumardjo (1994: 3) bahwa novel (sastra) ialah ungkapan imajinasi individu manusia yang berdasarkan pengalaman, perasaan, pemikiran, ide, semangat, keyakinan, kepercayaan berupa gambar konkrit yang membangkitkan daya tarik alat bahasa.

Novel dapat dipahami sebagai salah satu karya sastra berbentuk naratif, serta berkesinambungan yan ditandai adanya aksi dan reaski tiap tokoh, khusunya tokoh antagonis dan tokoh pratagonis. Semi (1988: 36) mengemukakan novel adalah salah satu bentuk narasi yang bersifat

(35)

bercerita, yang di ceritakan yaitu sosok manusia dengan semua kemungkinan yang ada di dalamnya. Olehnya itu, ciri utama yang membedakan naratif (termasuk fiksi atau novel) dan deskripsi adalah aksi-aksi, atau aktor.

.Pendapat tersbut menjabarkan tentang Novel tersebut memuat cerita tentang kehidupan seorang tokoh yang diciptakan secara fiktif, namun dinyatakan sebagai sesuatu yang nyata. Yang nyata dalam hal ini, adalah berita yang peduli dengan fakta sebenarnya, tetapi nyata dalam arti kebenaran yang dapat diterima secara logis, hubungan antara peristiwa dan peristiwa lain dalam cerita itu sendiri, dan merupakan alat untuk memberikan informasi bagi penggemar sastra. . Novel juga dimaknai sebagai karangan proses panjang yang berisi rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekitarnya dengan karakter dan sifat tingkah lakunya masing-masing. (Depdikbud, 1993: 694)

Berdasarkan penjelasan beberapa pendapat tersebut, Dapat disimpulkan bahwa novel merupakan cerita yang berupa proses yang menghadirkan lebih dari sekedar objek yang didasarkan pada suatu struktur tertentu. Oleh karena itu, sangat penting untuk mempelajari dan mempelajari novel untuk mendapatkan pengetahuan tentang apa yang ungkapkan penulis.

Novel dalam arti luas adalah cerita yang berbentuk proses yang kompleks. Besar kecilnya area disini dapat diartikan sebagai cerita dengan plot (plot). Namun, kompleks, suasananya beragam, dan latar cerita yang

(36)

bervariasi. Namun luas disini juga mutlak, mungkin lingkungan tersebut hanya salah satu dari fiksi, misalnya hanya satu karakter dan setting.

Sumardjo (1994: 16) merumuskan novel tersebut terdiri dari tiga jenis, yaitu novel roman, novel petualangan, dan novel fantasi. Pertama, novel roman melibatkan peran tokoh perempuan dan laki-laki secara seimbang, dan terkadang peran perempuan lebih dominan. Kedua, novel petualangan hanya didominasi oleh laki-laki, karena karakter laki-laki sendiri banyak melibatkan masalah laki-laki yang tidak ada hubungannya dengan perempuan, dan Ketiga, novel fantasi menceritakan tentang hal-hal tidak logis yang tidak sesuai dengan kondisi kehidupan manusia. Jenis novel ini menekankan pada gagasan, konsep, dan gagasan penulis yang hanya bisa jelas jika diceritakan dalam bentuk cerita yang fantastis, artinya mereka mengalami hukum empiris dan hukum pengalaman sehari-hari.

Klasifikasi yang disebutkan di atas hanyalah klasifikasi utama, sehingga dalam prakteknya terdapat ketiga jenis novel tersebut dalam sebuah novel. Khususnya, Muchtar Lubis (Tarigan 1985: 166) membagi novel atas beberapa bagian sebagai berikut.

a) novel avontur berpusat pada karakter utama atau pahlawan wanita, yang merupakan hambatan untuk mencapai suatu tujuan.

b) Novel psikologis perhatian tidak ditampilkan dalam petualangan fisik atau spiritual, ia lebih diutamakan daripada keseluruhan pemeriksaan semua pikiran para pelaku.

(37)

c) Novel detektif, kecuali digunakan untuk meragukan pikiran pembaca, menunjukkan jalan penyesalan cerita. Untuk mengungkap rahasia sebuah kejahatan, tentunya dibutuhkan bukti-bukti agar bisa menangkap si pembunuh.

d) Novel sosial dan politik aktor pria dan wanita yang dibenamkan dalam masyarakat sebagai pendukung jalan cerita

e) Novel kolektif tidak hanya memuat cerita tetapi mengedepankan cerita komunitas sebagai satu kesatuan, gabungan dari sudut pandang antrologi dan sosiologis.

f) Novel sejarah hanyalah kenangan indah untuk dokumen, menceritakan kisah kepahlawanan seorang gadis yang keluarganya menjadi korban revolusi.

g) Novel pengalaman batin keluarga diejek oleh pembaca tentang kegelisahan, baik berupa kecemasan sosial, kegelisahan batin, dan keresahan rumah tangga. Jenis-jenis novel tersebut secara umum dapat dikaji menggunakan berbagai metodologi dalam kajian sastra. Kajian mitopoik dapat diterapkan untuk mengetahui nilai-nilai mitologis di dalam jenis-jenis novel terbut untuk mengkonstruk perspektif tentang dimensi mitos yang adalam dalam struktur novel.

3. Tinjauan Mitopoik

Ratna (2011: 110) mengemukakan mitopoik merupakan salah satu istilah yang sangat sulit didefinisikan sebab istilah tersebut digunakan dalam berbagai bidang ilmu, secara etimologis mythopoic berasal dari

(38)

myth. Mitos dalam pengertian tradisional memiliki kesejajaran dengan fabel dan legenda. Pendekatan mitopoik dianggap paling pluralis sebab memasukan hampir semua unsur kebudayaan, seperti: sejarah, sosiologis, psikologis, agama, filsafat, dan kesenian. Cara penelitian ini sudah dimulai sejak lama, sebelum lahirnya pendekatan objektif dengan teori strukturalisme.

Wallek dan Warren (2014: 222) mengemukakan bahwa mitos adalah istilah yang populer dalam kritiks modern. Istilah ini mengacu dan meliputi wilayah makna penting yang masuk dalam bidang agama, antropologi, sosiologis, dan seni rupa. Beberapa bidang ilmu yang dianggap berlawanan dengannya adalah “Sejarah”, “Ilmu Pengetahuan”, dan kebenaran.

Mitos adalah narasi cerita yang dikontraskan dengan wacana dialektis, eksposisi. Mitos bersifat irasional dan intuitif, bukan uraian filosofis yang sistematis, Aristoteles (Wellek dan Austin, 2014: 222). Levi-Strauss (Ratna, 2004: 113) mengemukakan bahwa ada tiga jenis mitos yan bekerja yaitu:

a. Mitos selalu ada di lingkungannya dengan mitos lain, fenomena lain di masyarakat,

b. Walaupun begitu, mitos-mitos tersebut tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, dan

(39)

c. Sebagai sistem bahasa, baik sebagai kualitas individu maupun transindividual, mitos mengalahkan kualitas kebahasaan, mitos sebagai wacana.

Menurut Bascom (Rafiek, 2010: 56) fungsi mitos ada 4, yaitu; a) sebagai sistem proyeksi yaitu sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif; b) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan; c) Sebagai alat pendidikan anak; dan d) dan sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.

Mitopoik secara leksikal berarti cerita tentang para dewa, dan makhluk lainnya, yang didalamnya terdapat berbagai tafsir, bahkan yang supranatural. Mite biasanya dibedakan dengan dongeng, cerita tentang binatang, legenda, cerita tentang asal usul. Noth (Ratna, 2011: 110) mengatakan bahwa mitos berarti kata, ucapan, cerita tentang dewa-dewa. Tetapi alam perkembangan mitos diartikan sebagai wacana fiksional, dipertentangkan dengan logos, wacana rasional. Pada zaman Yunani Kuno, mitos dianggap sebagai cerita naratif itu sendiri, sebagai plot. Mitos adalah prinsip, struktura dalam sastra memungkinkan hubungan antara cerita dan makna.

Menurut Levi-Strauss (Ratna, 2004: 74) mengemukankan bahwa mite-mite pada hakikatnya terdiri dari pengisahan cerita, mite-mite tersebut menghubungkan urutan kejadian yang kepentingannya terletak pada kejadian-kejadian itu sendiri dalam detail yang menyertainya. Jadi

(40)

mite-mite tersebut selalu terbuka untuk diungkapkan ulang dan khususnya menyadarkan diri pada terjemahan. Dengan kata lain, mite bisa dikisahkan ulang dalam kata-kata yang lain, bisa diparafrasekan dan dipadatkan, diperluas dan dielaborasikan.

Ahli-ahli antropologi meneliti fungsi magis semi primitive, Thomson (Wellek dan Austin Warren, 2014: 120) mencoba mengaitkan tragedi Yunani dengan kepercayaan dan ritual, serta dengan revolusi sosial pada zaman Aeerschlus. Menurut sejarahnya, mitos mengikuti dan berkaitan erat dengan ritual. Mitos adalah bagian ritual yang diucapkan, cerita yang diperagakan oleh ritual.

Ritual dilakukan oleh pemuka-pemuka agama untuk menghindarkan bahaya atau mendatangkan keselamatan dalam suatu masyarakat. Ritual merupakan acara yang selalu dan tiap kali diperlukan, misalnya berkaitan dengan panen, kesuburan inisisasi anak muda ke dalam kebudayaan masyarakat dan upacara kematian. Tetapi dalam pengertian yang lebih luas, mitos berarti cerita-cerita anonim mengenai asal mula mula alam semesta dan nasib serta tujuan hidup.

Penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh masyarakat kepada anak-anak mereka mengenai dunia, tingkah laku manusia, cerita alam, dan tujuan hidup manusia. Penjelasan-penjelasan ini bersifat mendidik. Untuk bidang ilmu sastra, motif-motif mitos yang penting adalah cerita atau gambar yang ditampilkan, unsur mitos yang bersifat sosial merupakan perwujudan simbolis dari hal-hal yang ideal dalam

(41)

adegna-adegan yang nyata, sifatnya menyiratkan ramalan, rencana, dan unsur mistiknya.

Pemikiran moderen biasanya berpusat pada salah satu unsur mitos, kemudian menyerempet unsur atau motif lainnya. Georges (Wellek dan Austin Warren, 2014: 223) menganggap “demostrasi umum” semua buruh dunia, sebagai suatu “mitos”. Maksudnya, hal itu mungkin tidak akan pernah terjadi, tetapi harus digambarkan debagai motivasi dan dorongan bagi kaum buruh.

Mitos banyak dibahas di bidang agama, namun dibedakan dengan masalah yang tidak berupa tindakan. Sebagai basis dasar kebudayaan, perubahan pandangan yang cukup mendasar terjadi dalam setengah abad terakhir, di mana para sarjana barat mulai melihat mitos dari sudut pandang yang berbeda.

Pada abad ke-19 masyarakat hanya mengaitkannya dengan ciri-ciri fabel dan legenda yaitu cerita-cerita yang didominasi oleh fiksi, fantasi dan senantiasa memperhatikan kehidupan masa lalu masyarakat purba. Namun, seiring perkembangan zaman mitos kini hidup dan dianggap sebagai sesuatu yang saklar dan dijadikan sebagai bagian dari budaya suatu daerah tertentu.

Diantara gejala kebudayaan yang paling sulit dipahami adalah mitos dan religi. Meskipun demikian, mitos menyediakan keberagaman metafora bagi para ilmuwan dan para penulis. Melalui mitos kemudian bertindak. Di satu pihak, mitos bukan irasional melainkan suprasional atau

(42)

supranatular sehingga misteri berfungsi untuk melengkapi rasio, menggabungkann antara teori dan aktivitas kreatif. Tidak ada gejala alam yang tidak memerlukan interpretasi mistis. Sifatnya konseptual sekaligus perceptual. Di pihak lain, menurut Malionowski (Ratna, 2011: 114) mengatakan bahwa adanya mitos memperkuat tradisi, serta bisa dijadikan sebagai bahan proses pembelajaran baik itu dari segi budaya ataupun agama.

Dalam kaitanya dengan mitos, tak bisa dipungkiri bahwa agama dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu problem yang tidak bisa terlepas dari karya sastra. Sebagai salah satu gendre sastra, novel hadir dalam suasana lingkungan sosial yang sangat kompleks tentunya karya sastra tersebut membawa pesan religius atau agama yang merupakan representasi dari kehidupan sosial pengarang.

Manusia yang memiliki keterbatasan kemampuan, kesadaran, dan pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar dirinya, sesuatu yang luar biasa pasti berasal dari sumber yang luar biasa pula. Dan ada berbagai sumber yang luar biasa menurut bahasa manusia itu sendiri, seperti Tuhan atau Dewa.

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dikemukakan bahwa mitos juga tidak bisa dipisahkan dalam objek kajian agama. Konteks agama merupakan problem penting yang ingin disampaikan pengarang sebagai salah satu amanat untuk menambah khasana konsepsi epistemologi

(43)

pembaca tentang hubungan manusia dan lingkungannya, manusia dan individunya serta manusia dengan penciptnya.

Selain unsur religi (agama), karya sastra juga erat kaitannya dengan budaya dalam kajian budaya (culture study). Sastra merupakan representasi budaya sehingga keberadaannya sangat sulit dipisahkan satu sama lain. Sebagaimana diketehui, bahwa pada zaman yang modern seperti sekarang ini mitos telah hidup dan menjadi bagian sesuatu kebudayaan daerah tertentu. Mitos tentang karma pahala bagi masyarakat Bali, sebab akibat yang logis bagi kehidupan manusia secara universal menyebabkan perubahan tingkahlaku. Di satu pihak, bagi mereka yang memerloleh kebahagiaan, masuk ke dalam kerajaan surga diakhir hayatnya, maka cenderung berbuat baik. Dipihak lain, jauh lebih banyak di antara kita yang bersifat mengabaikan, bahkan tidak memercayainya sama sekali.

Budaya pada hakikatnya dapat dibagun dalam dua bagian; pertama, budaya yang bisa dilihat, disentuh atau dicicipi dengan menggunakan panca indera; dan kedua, itu adalah akumulasi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan tradisi lain, yang merupakan hasil nalar manusia. Budaya adalah keseluruhan yang kompleks, yang berisi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat.

(44)

Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan memasukkan gagasan atau sistem yang ada dalam benak manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan mempelajari mitos akan diperoleh gambaran/model untuk bertindak yang selanjutnya berfungsi untuk memberikan makna dan nilai bagi kehidupan. Dengan kalimat lain, mitos selalu dikaitakan dengan realitas, secara kosmogonis masyarakat selalu ingin membuktikannya.

Memahami mitos bukan semata-mata untuk memahami sejarah masa lampau tetapi yang jauh lebih penting justru memahami kategori masa kini. Mitos tentang kelahiran, demikian juga sebaliknya kematian adalah benar sebab kelahiran dan kematian benar-benar terjadi. Dikaitkan dengan makna, teladan dan nilai-nilai secara keseluruhan yang dihasilkan pada dasarnya kehadiran mitos kadang memberikan nilai positif terhadap keseluruhan tingkahlaku individu di dalam masyarakat.

Berdasarkan pemaparan teori dan konsep di atas, maka penelitian ini menggunakan pendekatan Levis-Strauss untuk mengetahui bentuk mitopoik dengan objek penelitian novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang dan novel Manusia Langit karya J. A Sonjaya. Penerapan pendekatan mitopoik ditunjang dengan penggunaan teori Levis-Strauss dalam penelitian ini akan membongkar keragaman teks novel tersebut.

(45)

4. Teori Levis-Strauss

Claude Levi-Strauss merupakan seorang strkturalis dari Perancis. Tokoh ini dikenal sebagai seorang antropolog dengan gaya pemikiran sktrukturalisme dalam dunia filsafat dan sastra. Lixian (2013: 163) Claude Levi-Strauss terkenal sebagai seorang ahli antropologi strukturalisme. Meskipun strukturalisme tidak dibangun oleh Levi- Strauss, tetapi teori strukturalisme yang dikembangkannya sampai puncak. Metode strukturalisme sudah dianggap sebagai metode ilmiah yang banyak digunakan dalam analisis mitos, karya sastra, musik, bahasa, sistem kekerabatan, totemisme, klasifikasi primitif, topeng, dan fenomena-fenomena sosial-kebudayaan lain.

Levi-Strauss menggunakan analisis strukturalnya terhadap karya sastra kalis berjudul Oedipus Clompex. Pemikiran Levi-Strauss yang bersifat struktural ini tidak bisa dipisahkan dari pemikiran metodologi linguistik struktural. Pandangan dalam metodologi linguistik struktural berpengaruh besar terhadap pemikiran Levi-Strauss yang kemudian melihat budaya sebagai suatu sistem simbolik dengan sistem konfigurasi perlambangan. Oleh karena itu, dalam memahami suatu sistem budaya harus dipahami sebagai perangkat struktur yang terbangun sebagau suatu relasi yang saling berkaitan.

Toforov (Yanti, 2019: 312) mengemukakan bahwa hampir sama dengan teori yang dikemukakan dalam teori sastra, karena memang berpijak pada dasar yang sama yaitu linguistik, Levi-Strauss

(46)

mengemukakan bahwa objek dari ilmu-ilmu struktural adalah hal-hal yang memperlihatkan sifat-sifat suatu sistem, yaitu semua kesatuan yang salah satu unsurnya tidak dapat diubah tanpa mengubah semua unsur-unsur lain.

Perhatian teori Levi-Strauss terfokus pada aspek pola-pola formal dan bagaimana berbagai unsur simbol terstruktur secara logis membentuk sistem secara keseluruhan dalam sebuah struktur. Teeuw (1984: 135) mengemukakan bahwa dalam ilmu sastra, kajian struktural bermaksud untuk membongkar dan memaparkan secara cermat, detail, teliti dan keterkaitan yang dalam serta jalinan semua elemen dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang holistik.

Lévi-Strauss (Prakoso, 2016: 17-18) mengemukakan bahwa mitos tersusun dari satuan-satuan yang disebut mytheme (mythemes) atau gross constituent unit. Setiap mytheme akan terdiri atas satu relasi yang bukan merupakan relasi terisolasi, melainkan satu bundel relasi. Satu bundel relasi adalah relasi-relasi dalam satu kolom yang akan menghasilkan makna jika menetapkan satu bundel relasi dan mengkombinasikannya. Dengan kata lain, bila substansi mitos adalah cerita, satuan-satuan yang membentuknya adalah bukan sebagaimana yang terdapat dalam bahasa. Satuan-satuan mitos tersebut tidak dapat ditemukan dalam fonem, morfem, ataupun semem, tetapi pada tataran yang lebih tinggi lagi sehingga untuk mengidentifikasinya dan mengisolasi mytheme yang ada sebaiknya dicari dalam tataran kalimat.

(47)

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian ini akan menggunakan pendekatan teori Levi-Stratuss sebagai metodologi analisis novel “Puya ke Puya’ karya Faisal Oddang dan novel “Manusia Langit” karya J. A. Sonjaya. Analisis akan dilakukan secara teliti untuk memahami bentuk yang terkandung dalam struktur cerita kedua novel.

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan uraian pada kajian pustka di atas, selanjutnya bagian ini akan menjelaskan beberapa hal yang penulis gunakan sebagai dasar pemikiran selanjutnya. Landasan berpikir yang dimaksud akan mengarahkan penulis untuk mencari data dan informasi penelitian ini guna memecahkan masalah yang telah diuraikan untuk itu, akan diuraikan secara rinci dasar pemikiran yang dijadikan pedoman dalam penelitian ini.

Karya sastra bentuk prosa pada awalya prosa tidak hanya di bangun dari unsur instrinsik, tema, plot, penokohan, sudut pandang, serta gaya bahasa. Melaikan karya sastra juga dibangun oleh unsur ekstrinsik; yaitu agama, budaya, dan pendidikan. Unsur ini yang merupakan motivasi sehingg berbentuklah sebuah karya sastra yang berbentuk prosa.

Salah satu bentuk karya sastra seperti novel “Puya ke Puya’ karya Faisal Oddang dan novel “Manusia Langit” karya J. A. Sonjaya yaitu salah satu proses kegiatan kreatif yang berdasar dalam pemikiran penulis (pengarang) itu sendiri. Novel di tuliskan oleh pengarang bukan sekedar menceritkan penjalanan dan kisah hidup, akan tetapi mengkaji kenyataan

(48)

hidup, terutama pandangan masyarakat dalam mengaitkan mitos kehidupan sosial.

Levi-Strauss adalah ahli antropologi berkebangsaan Prancis. Di masa mudanya dia lebih banyak membaca buku-buku hukum dan filsafat karena pada tahun 1927 Levi-Strauss masuk Fakultas Hukum Paris dan pada saatyang sama juga belajar filsafat di Universitas Sorbonne. Levi-Strauss mengikuti persiapan untuk ujian agregation dalam filsafat, yang merupakan salah satu gelar tertinggi di Prancis. Paradigma strukturalisme yang dirintis oleh Levi-Strauss diaplikasikan ke berbagai karya-karya monumental Levi-Strauss berupa tertalogi, mengenai mitos-mitos orang india di benua Amerika yang dianalisis struktural.

Levis-strauss dalam kajian mitopoik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seluruh aspek kebudayaan dalam teks novel yang dikaji dalam novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang dan novel Manusia Langit Karya J. A Sonjaya.

(49)

Bagan Kerangka Pikir

Bentuk Mitopoik Karya Sastra

Novel Puya ke Puya Novel Manusia Langit

Antropologis

Hasil Pola Kepercayaan

dan Keyakinan

Pola Perilaku Pola Status Sosial

Pola Ritual Adat.

Temuan Teori Levi-Strauss

(50)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian dapat diartikan sebagai suatu cara untuk memahami objek yang menjadi sasaran penelitian. Karena karya sastra memiliki karakteristik tersendiri, penggunaan metode tentu berbeda. Metode dalam studi sastra memiliki ukuran keilmiahan tersendiri yang ditentukan oleh karakteristiknya sebagai suatu sistem. Karena itulah, metode penelitian memiliki peran besar atas berhasil tidaknya sebuah penelitian. Metode adalah suatu cara kerja untuk mencapai tujuan (Satoto,1993: 9, Soeratno, 1994: 19).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka prosedur dalam menyelesaikan dan penyusanan penelitian sebagai berikut:

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya dirancang berdasarkan prinsip metode deskriptif kualitatif yaitu mengumpulkan, mengolah, mereduksi, menganalisis dan menyajikan data secara obyektif atau sesuai dengan fakta di lapangan untuk memperoleh data. Lebih lanjut, Moleong mencirikan penelitian kualitatif sebagai berikut: pengaturan alam, teori dasar, deskripsi, lebih menekankan pada proses, adanya 'batas' yang

(51)

ditentukan oleh 'fokus', adanya kriteria khusus untuk validitas data, desain alami, dan hasil penelitian yang dinegosiasikan. dan disepakati bersama. Sedangkan penelitian kualitatif memiliki kriteria pengembangan induktif yaitu konsep berdasarkan data yang ada, mengikuti desain penelitian yang fleksibel sesuai konteks. Desain yang dimaksud tidak kaku sehingga memberikan kesempatan untuk beradaptasi dengan konteks yang ada (Pradopo, 1996: 122; Moleong, 1990: 102).

Pengambilan penilitian kualitatif dalam tulisan ini, Pemilihan penelitian kualitatif dalam tulisan ini, berdasarkan pada sasaran dan tujuan yang ingin dicapai peneliti. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library reseach) dengan menggunakan teori intertekstual, yaitu menjaring dan mendeskriptifkan bentuk mitopoik yang ada dalam novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang dan Manusia Langit karya J. A. Sonjaya ditinjau dengan kajian teori Levi-Strauss dan dianalisis secara antropologis.

B. Data dan Sumber Data

1. Data

Data dalam penelitian ini ialah keterangan yang di jadikan sebagai objek kajian, yaitu setiap kata, kalimat, dan ungkapan-ungkapan yang mendukung bentuk mitopoik dalam novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang dan novel Manusia Langit karya J. A. Sonjaya. ditinjau dari kajian

(52)

teori Levi-Strauss. Data yang dimaksud adalah a) pola kepercayaan dan keyakinan, b) pola perilaku, c) pola status sosial, dan d) pola ritual adat. 2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang dengan jumlah 215 halaman diterbitkan oleh PT. KPG (Keperpustakaan Populer Gramedia) tahun 2015, di Jakarta, dan novel Manusia Langit karya J. A. Sonjaya dengan jumlah 210 halaman diterbitkan oleh Kompas pada tahun 2010, di Jakarta. Penentuan dua novel tersebut sebagai sumber data berdasarkan pertimbangan; 1) kedua novel tersebut mengandung unsur mitos dalam struktur novel yang ditulis oleh pengarangnya; 2) dari segi pertimbangan kepengarang, kedua novel merepresentasikan eksistensi pengarang yang hidup di dua lingkungan yang berbeda. Faisal Oddan hidup di lingkungan Bugis-Makassar-Toraja dan tentunya mewarnai karya yang dituliskannya. Sedangkan J.A Sonjaya lahir di lingkungan kultur Jawa Barat. Dan, 3) kedua novel belum dikaji menggunakan pendekatan teori Levi-Strauss untuk mengetahui bentuk mitopoik yang terkandung dalam kedua novel.

C. Batasan Istilah

Definisi istilah hakikatnya, yaitu definisi istilah dalam bentuk yang dapat diukur, lebih lugas dan tidak menimbulkan bias atau membingungkan. Penelitian bebas merumuskan, menentukan definisi istilah sesuai dengan tujuan penelitiannya, dan tataran teori dari fokus

(53)

yang ditelitinya. Untuk menghindari salah tafsiran dalam penelitian ini, maka fokus definisi istilah yang akan dibahas yaitu:

1. Pola kepercayaan dan keyakinan adalah pola sikap manusia terhadap dunia lain yang bersifat metafisik atau alam non materil.

2. Pola perilaku adalah tindakan manusia yang dipengaruhi oleh adat, emosi, nilai, etika, kekuasaan yang berlaku di lingkungan manusia hidup.

3. Pola status sosial adalah posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial masyarakat yang meliputi adanya derajat hak dan kewajiban. 4. Pola ritual adat adalah ciri tradisi masyarakat tradisional yang memiliki

nilai yang relevan untuk menjawab kebutuhan masyarakat penganutnya seperti pemakaman dan acara-acara pernikahan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data yaitu dengan cara penelitian pustaka:

1. Membaca berulang-ulang novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang dan novel Manusia Langit karya J. A. Sonjaya.

2. Mencatat data yang termasuk bentuk mitopoik ke dalam tabel korpus data.

3. Mengklafikasikan data yang termasuk bentuk mitopoik dalam teks novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang dan novel Manusia Langit karya J. A. Sonjaya.

(54)

4. Menyusun pola-pola mitopoik dalam teks novel berdasarkan pendekatan kajian yang digunakan

E. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak awal peneliti mengumpulkan data, dilanjutkan mereduksi data, kemudian menyajikan data, selanjutnya melakukan penafsiran data, penarikan simpulan. Jika dianggap kurang, dilakukan pengumpulan ulang, mereduksi ulang, dan menafsir ulang, sampai pada tahap menarik simpulan. Demikian , dilakukan secara ulang-ulang.

Analisis data dilakukan sejak awal penelitian mengumpulkan data, dan mengelaborasikan pandangan Ricouer, menggunakan menggunakan metode fenomenologi dengan teknik: (1) analisis domain yaitu, membaca data secara berulang-ulang dan teliti sehingga diperoleh data yang benar-benar mengandung nilai dan fungsi yang disebut tahap reduksi data yang meliputi proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan, (2) analisis taksonomi, yaitu mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan data secara utuh menurut masing-masing kategori, (3) analisis komponensial, yaitu penyajian, penafsiran, penganalisisan semua data khusus yang berkenaan dengan komponen-komponen tersebut; (4) penarikan kesibukan; dan (5) verifikasi atau triagulasi dengan pakar yaitu menguji kebenaran interpretasi dan kecocokan dengan data (Azis Aida 2011; 89-90 dalam Spradley, Miles dan Humbermas).

(55)

F. Pengujian Keabsahan Data

Berkaitan dengan proses analisis, Krippendorf (1993: 224), mengemukakan bahwa dalam analisis data terdapat kemungkinan terjadinya penafsiran yang berbeda, sehingga dibutuhkan diskusi dan penilaian hasil analisis data dari beberapa pakar yang berkompeten, agar temuan penelitian dapat dipertanggungjawabkan keabsahan atau kevalidasiannya.

Untuk menentukan keabsahan hasil analisis data, dilakukan pengujian keabsahan data dengan cara triagulasi pada tahap analisis. Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi penyidik yaitu teknik yang yang memanfaatkan penelitian atau pengamat yang memiliki kemampuan yang memadai dalam menganalisis data untuk keperluan pengecekan kevalidan pembahasan. Triangulasi dilakukan dengan cara memeriksa kembali keabsahan data yang diperoleh dalam kegiatan identifikasi, klasifikasi, analisis, interpretasi, dan deskripsi.

Berdasarkan kriteria dan pertimbangan diatas di tetapkan Triangulator sebagai validator yang dipilih dalam penelitian ini, yaitu:

1. Dr. Muhammad Akhir, M.Pd.

Muhammad Akhir merupakan salah satu dosen tetap Universitas Muhammadiyah Makassar yang mengajar pada program studi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Adapun riwayat studi beliau, pendidikan S1 di Universitas Muhammadiyah Makassar, pendidikan S2 di Universitas Negeri Makassar, dan pendidikan S3 di Universitas

(56)

Negeri Makassar. Validator ini sangat aktif dalam menulis dan meneliti, jurnal-jurnal beliau dapat di temukan di google scolar antara lain: a) Interferensi Bahasa Bugis dalam Penggunaan Bahasa Indonesia Lisan Mahasiswa Jurusa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unismuh Makassar, padan tahun 2017, b) Menamamkan Pendidikan Karakter Melalui Strategi Belajar Membaca Di Sekolah, padan tahun 2017, c) Integrasi Pendidikan Karakter Dalam Meningkatkan Keterampilan Menulis Mahasiswa Di Perguruan Tinggi pada tahun 2018, d) Tindak Tutur Ilokusi Sebagai Media Penyampaian Pesan Sosial Pada Iklan Layanan Masyarakat, tahun 2019, dan e) Pembelakaran Bahasa Indonesia dengan Teknik Permainan Kelompok Siswa Kelas V dI SDN 110 Lagoari di Kabupaten Wajo, tahun 2020 serta masih banyak lagi jurnal-jurnal beliau yang terpablis di google scolar, sedangkan

2. Dr. Anzar, M.Pd.

Anzar juga salah satu dosen tetap Universitas Muhammadiyah Makassar yang mengajar pada program studi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Adapun riwayat studi beliau, pendidikan S1 di Universitas Negeri Makassar, pendidikan S2 di Universitas Negeri Makassar, dan pendidikan S3 di Universitas Negeri Makassar. Validator ini sangat aktif dalam menulis dan meneliti, jurnal-jurnal beliau dapat di temukan di google scolar antara lain: a). Keefektifan Model Problem Based Introduction (PBI) dalam Menulis Karangan Argumentasi di

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Serta untuk peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat menjadi literatur dan dapat membantu sebagai tambahan pengetahuan yang berminat dalam memahami

Pasal 204 ayat (1) : perusahaan angkutan umum wajib membuat, melaksanakan dan menyempurnakan sistem manajemen keselamatan dengan berpedoman pada rencana umum

“Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Berorientasi Tri Hita Karana Terhadap Hasil Belajar IPA siswa Kelas V.. Jurnal Pendidikan

Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah.. Rekapitulasi Belanja Langsung menurut Program dan Kegiatan Satuan

Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan sebelumnya oleh Prasetyo (2013) yaitu Pembuatan Video Company Profile Sekolah Dasar Negeri Pilangsari 1 Sragen. Yang

Teknologi Multimedia secara keseluruhan semakin menarik, semakin mudah dan sama sekali bukan hal yang menakutkan untuk dipelajari (Purnama, 2013). Kerja

 Manfaat dan kelemahan Integrasi Horisontal  Manfaat dan kelemahan Integrasi Vertikal  Manfaat dan kelemahan Strategi Diversifikasi  Peran perusahaan induk. 

53 subjek yang digunakan oleh peneliti adalah pasien kanker payudara yang sudah memiliki riwayat kemoterapi.Usia termuda pasien kanker payudara di RSUP Haji Adam Malik Medan adalah 31