• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan untuk prosedur transplantasi (Ana dkk., 2008). Setiap tahun, lebih dari lima ratus ribu prosedur transplantasi tulang dilakukan di Amerika Serikat (Greenwald dkk., 2001). Kondisi tulang pasca trauma seperti keterlambatan penyatuan tulang, kegagalan penyatuan tulang, kebutuhan restorasi untuk menyejajarkan tulang, dan fiksasi tulang yang stabil memerlukan perawatan tambahan berupa bone grafting untuk menstimulasi penyembuhan tulang dan mengisi defek tulang (Finkemeier, 2002). Prosedur bone grafting juga dibutuhkan pada bidang kedokteran gigi, seperti pada preservasi soket gigi, defek periodontal, apikoektomi, distraksi osteogenesis, pengangkatan sinus, dan implan gigi tiruan (Kunert-Keil dkk., 2011).

Material graft tulang terbagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu autograft, allograft, xenograft, dan graft sintetis (Torres dkk., 2011). Autograft maupun allograft masih dianggap sebagai bahan pengganti paling sempurna bagi tulang yang mengalami defek walaupun terdapat beberapa kelemahan dari autograft dan allograft. Kelemahan tersebut antara lain jaringan yang dapat ditransplantasikan tidak mencukupi, morbiditas pasca operasi, dan bentuk fungsional graft tidak sesuai atau tidak alami (Ana dkk., 2010). Berbagai penelitian untuk menemukan

(2)

bahan alternatif graft tulang terus dilakukan untuk mengatasi kelemahan autograft dan allograft (Kunert-Keil dkk., 2011).

Hidroksiapatit (HA) merupakan bahan sintetis yang telah digunakan secara luas di bidang kedokteran dan kedokteran gigi sebagai bahan pengganti tulang (Suzuki dkk., 2005). Hidroksiapatit memiliki komposisi yang menyerupai jaringan keras pada organisme hidup dan memiliki sifat fisik serta mekanik yang serupa dengan jaringan keras. Bahan ini menunjukkan biokompatibilitas yang baik, tidak menimbulkan fenomena inflamasi yang berlebihan, dan tidak toksis. Hidroksiapatit tidak memperlihatkan kecenderungan destabilisasi pada organisme, sebaliknya bahan ini memicu pembentukan tulang dan memperbaiki jaringan tulang pada tubuh manusia (Yarosh dkk., 2001). Menurut Bayraktar dan Tas (1999), HA memiliki perbedaan struktur, komposisi, kristalinitas, solubilitas, sifat fisik dan mekanik dengan apatit biologis yang terdapat pada tulang. Hidroksiapatit juga memiliki tingkat solubilitas rendah dan sangat stabil. Sifat tersebut ternyata menimbulkan efek negatif, yaitu menghambat laju regenerasi tulang (Widyastuti, 2009, sit. Porter dkk., 2005).

Hasil penelitian terkini menyatakan bahwa karbonat apatit atau carbonated hydroxyapatite (CHA) memiliki osteokonduktivitas yang lebih baik daripada HA. Substitusi karbonat ke dalam HA mengakibatkan peningkatan solubilitas, penurunan kristalinitas, perubahan morfologi kristal, dan peningkatan reaktivitas kimia karena ikatan karbonat dan HA yang lemah. Karbonat apatit lebih mudah larut daripada HA secara in vivo dan dapat meningkatkan konsentrasi lokal ion

(3)

kalsium dan fosfat yang dibutuhkan untuk proses pembentukan jaringan tulang baru (Ana dkk., 2010).

Setiap biomaterial yang diimplantasikan ke dalam jaringan tubuh tidak akan secara langsung dapat diterima oleh jaringan tersebut. Proses implantasi yang menimbulkan jejas pada jaringan akan diikuti respon inflamasi. Respon jaringan terhadap jejas yang ada mempengaruhi derajat pembentukan jaringan granulasi, reaksi benda asing, dan fibrosis. Inflamasi setelah implantasi biomaterial diikuti oleh penyembuhan area implantasi, baik melalui regenerasi sel parenkimal yang asli, pembentukan jaringan parut fibroblastik, maupun keduanya. Indikator inflamasi yang sering diteliti adalah sel polimorfonuklear (PMN), limfosit, makrofag, dan mediator inflamasi lainnya (Anderson, 2001).

Makrofag merupakan diferensiasi monosit yang menjadi tanda inflamasi kronis setelah implantasi dan bertanggung jawab terhadap penyembuhan luka melalui reaksi benda asing. Makrofag merupakan sel terpenting dalam inflamasi kronis karena menghasilkan berbagai produk biologis aktif, seperti faktor pertumbuhan, faktor kemotaktik, metabolit asam arakidonat, metabolit oksigen reaktif, faktor koagulasi, dan sitokin (Anderson, 2001).

Sel raksasa tipe benda asing juga dapat menjadi indikator tingkat inflamasi pasca implantasi biomaterial. Sel raksasa tipe benda asing umumnya diamati pada permukaan antara jaringan dan material dari implantasi peralatan medis, protesis, maupun biomaterial yang tidak mampu difagositosis makrofag. Secara umum, sel raksasa tipe benda asing diyakini terbentuk oleh fusi makrofag dan memiliki

(4)

substrat asing di sekitarnya. Dalam konteks biokompatibilitas, makrofag dan sel raksasa tipe benda asing memicu terjadinya reaksi benda asing (Brodbeck dan Anderson, 2009).

Reaksi benda asing diartikan sebagai respon imun non-spesifik terhadap kehadiran material asing di dalam jaringan. Reaksi ini memiliki karakteristik berupa infiltrasi sel-sel radang untuk menghancurkan material asing pada jaringan dan diikuti oleh proses penyembuhan jaringan (Rolfe dkk., 2011). Reaksi benda asing diperantarai oleh sel raksasa tipe benda asing dan komponen jaringan granulasi, yang terdiri dari makrofag, fibroblas, dan kapiler dalam jumlah yang beragam, tergantung pada bentuk dan topografi material yang diimplantasikan. Fibroblas dan sel endotel pembuluh darah akan berproliferasi pada area implantasi, kemudian memicu pembentukan jaringan granulasi. Fibroblas juga aktif mensintesis kolagen dan proteoglikan yang menjadi komponen penting dalam kontraksi luka dan penyembuhan luka pasca implantasi. Reaksi benda asing dapat bertahan pada permukaan antara jaringan dan material selama material masih berada di dalam jaringan (Anderson, 2001).

Reaksi benda asing berfungsi sebagai mekanisme protektif untuk membatasi paparan material toksis maupun alergen, namun dapat menimbulkan masalah baru dalam bidang pengobatan modern. Material yang tidak dapat difagositosis atau dihilangkan dari jaringan mampu mengakibatkan inflamasi terus berlangsung sampai material tersebut diselubungi oleh lapisan jaringan ikat fibrous yang akan mengisolasi material dari jaringan sekitarnya. Proses enkapsulasi fibrous ini dapat

(5)

menurunkan efisiensi material dan menyebabkan kegagalan implantasi (Rolfe dkk., 2011).

Bahan graft tulang perlu diuji biokompatibilitasnya di jaringan lunak. Uji tersebut diperlukan karena saat graft tulang diimplantasikan ke dalam tubuh selain berkontak dengan jaringan tulang, akan berkontak juga dengan jaringan lunak. Salah satu cara menguji respon jaringan lunak terhadap implantasi bahan graft tulang adalah penilaian kapsul secara kuantitatif maupun kualitatif (Ooms dkk., 2003).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan implantasi subkutan karbonat apatit dan hidroksiapatit terhadap respon jaringan lunak yang diamati dengan penilaian kapsul secara kuantitatif maupun kualitatif.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah yang muncul adalah apakah terdapat perbedaan kuantitas dan kualitas kapsul yang terbentuk pasca implantasi subkutan karbonat apatit dan hidroksiapatit?

C. Keaslian Penelitian

Ooms dkk. (2003) pernah mempublikasikan hasil penelitian berjudul “Soft-tissue response to injectable calcium phosphate cements”. Penelitian tersebut

(6)

campuran α- trikalsium fosfat (α-TCP), CaHPO4, precipitated hydroxyapatite

(PHA), Na2HPO4, dan air di jaringan subkutan pada punggung kambing Saanen

betina. Ooms dkk. (2003) mengamati respon jaringan lunak yang diberi perlakuan dengan analisis fisikokimiawi dan evaluasi histologis-histomorfometrik. Untuk analisis fisikokimiawi, Ooms dkk. (2003) menggunakan analisis X-ray diffraction (XRD) dan Fourier transform-infrared Spectroscopy (FTIR), sedangkan evaluasi histologis-histomorfometrik menggunakan metode histological grading scale for soft-tissue implants.

Mathur dkk. (2003) pernah mempublikasikan hasil studi retrospektif berjudul “Carbonated apatite and hydroxyapatite in craniofacial reconstruction”. Penelitian itu membahas penggunaan CHA dan HA untuk kepentingan rekonstruksi kraniofasial. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menguji kemudahan, efektivitas, dan komplikasi dari penggunaan kedua material tersebut. Pada penelitian Mathur dkk. (2003), bahan yang digunakan adalah CHA dan HA dalam bentuk semen. Subjek yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah 35 pasien yang telah menjalani rekonstruksi kraniofasial menggunakan semen CHA dan HA.

Pada penelitian ini, bahan utama yang diuji adalah CHA dan sebagai bahan pembanding digunakan HA. Bahan yang berbentuk cakram diimplantasikan di jaringan subkutan pada punggung tikus Rattus norvegicus. Pengamatan hasil implantasi dilakukan melalui evaluasi histologis dengan menilai kuantitas dan kualitas kapsul yang mengacu pada metode histological grading scale for soft-tissue implants yang diadopsi dari penelitian Ooms dkk. (2003). Perbedaan

(7)

penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan Ooms dkk. (2003) terletak pada bahan implan dan hewan coba yang digunakan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Mathur dkk. (2003) terletak pada bentuk bahan implan dan subjek penelitian yang digunakan.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kuantitas dan kualitas kapsul yang terbentuk pasca implantasi subkutan karbonat apatit dan hidroksiapatit.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menambah khazanah ilmu dalam penggunaan CHA dan HA sebagai bahan substitusi tulang.

2. Memberikan informasi tentang tingkat inflamasi yang dapat terjadi sebagai respon jaringan lunak pasca implantasi CHA dan HA.

3. Menambah referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang CHA dan HA di waktu yang akan datang.

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas limpahan karunia dan rahmat-Nya kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul di

Pengembangan karir atau carier development adalah situasi kondisi yang menunjukkan adanya peningkatan-peningkatan status seseorang dalam suatu organisasi dalam

Konsep Dasar Sistem Menurut Fat pengertian sistem adalah sebagai berikut “Sistem adalah suatu himpunan suatu “benda” nyata atau abstrak (a set of thing) yang

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan terdapat pengaruh nyata varietas tanaman yang diuji terhadap tinggi tanaman, namun tidak terdapat pengaruh nyata

Saat ini selalu diadakan evaluasi tentang tatanan zonasi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sebab dikhawatirkan kegiatan perumputan yang dilakukan masyarakat

 = 0,27% dan derajat bebas sama dengan 3 sebesar 549,535 lebih besar dibandingkan nilai  2 tabel sama dengan 14,1563 sehingga dapat diputuskan gagal tolak H 0

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa perkuatan dengan menggunakan material kapur sebagai pengisi drainase vertikal memiliki perkuatan yang paling bagus, karena

gender/seks yang tentunya akan melahirkan suatu kebutuhan yang berbeda. Keunikan-keunikan tersebut perlu diakomodir dengan baik dalam menyusun kebijakan/aturan sehingga tujuan dari