• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Panili Tanaman panili termasuk famili orchidaceae sama seperti anggrek dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Panili Tanaman panili termasuk famili orchidaceae sama seperti anggrek dan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Panili

Tanaman panili termasuk famili orchidaceae sama seperti anggrek dan

merupakan tanaman introduksi yang berasal dari Mexico dan Amerika Tengah.

Tanaman ini bersifat epifit atau menumpang pada tanaman lain tanpa menggangu

tanaman yang ditumpangi. Ada tiga spesies panili yang mempunyai arti ekonomis

yaitu Vanilla planifolia Andrews, Vanilla pompona Schiede dan Vanilla tahitensis J.

W. Moore. Spesies panili yang sering dibudidayakan yaitu Vanilla planifolia

Andrews dengan sistematika tumbuhan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Orchidales Famili : Orchidaceae Genus : Vanilla

Species : Vanilla planifolia Andrews. (Nuryani, 1998)

2.1.1 Akar

Tanaman panili berakar serabut yang memiliki dua macam akar yaitu akar

utama dan akar adventif. Akar utama terletak pada dasar batang bercabang, berbulu

dan tersebar pada lapisan atas tanah atau disekitar permukaan tanah. Akar tersebut

(2)

Apabila akar adventif ini termasuk kedalam tanah maka dapat berfungsi sebagai

pengisap zat makanan dan hara dari dalam tanah (Rismunandar, 1991).

2.1.2 Batang

Tanaman panili mempunyai batang monopodial berbuku-buku, berbentuk

silindris dan bersifat sekulen. Batangnya berkelok-kelok dan mudah patah serta

berdiameter 1-2 cm. Batangnya berwarna hijau dan terdapat stomata sehingga dapat

berfotosintesis. Panjang antar buku atau ruas, yaitu 5-15 cm dan panjang batang dapat

mencapai beberapa meter, hampir tidak ada percabangan bila ada hanya satu sampai

dua cabang saja (Hadipoenyanti dan Udarno, 1998; Ruhnayat, 2003). Batang

mengandung lendir berwarna bening yang mengandung kalsium oksalat yang

menyebabkan gatal bila terkena kulit (Rismunandar, 1991).

2.1.3 Daun

Daun tanaman ini tumbuh pada setiap buku dan letaknya berselang-seling,

bentuk daun jorong memanjang sampai lanset, panjang daun sekitar 8-25 cm dan

lebar 2-8 cm. Ujung daun runcing, pangkal daun membulat dan tepi daun rata. Tulang

daun bentuknya tidak beraturan dan banyak, sedangkan tangkai daunya pendek tebal

dan beralur menghadap ke atas (Hadipoenyanti dan Udarno, 1998; Ruhnayat, 2003).

2.1.4 Bunga

Bunga panili termasuk bunga majemuk tak terbatas yang keluar dari ketiak

daun. Rangkaian bunga ini panjangnya 5-8 cm, jumlah bunga per tandan dua puluh

sampai tiga puluh bunga. Mekarnya bunga dimulai dari pangkal sampai keujung dan

pada umumnya mekar hanya satu sampai tiga bunga setiap hari (Hadipoenyanti dan

(3)

tidak. Bunga mempunyai satu sampai dua stamen, satu anther dengan dua stigma

yang fertil dan pollen seperti tepung berlilin dan mengumpul (Runhnayat, 2003).

Bunga Panili tidak dapat menyerbuk sendiri karena kepala putik tertutup oleh

lidah bunga. Oleh karena itu, penyerbukan harus dibantu oleh serangga dari genus

Melipoa. Serangga ini hanya berada didaerah asal tanaman panili yaitu mexico dan

tidak dapat hidup didaerah lain jadi penyerbukan tanaman panili dibantu oleh

manusia. Bantuan dari luar (manusia) ini yaitu dengan cara mengangkat lidi atau

bambu sehingga kepal putik terbuka dan siap menerima serbuk sari.

2.1.5 Buah

Buah panili berbentuk kapsul (polong), berbentuk silindris bersudt tiga dan

berdaging. Bertangkai pendek, panjang 10-25 cm, diameter 5-15 mm, dan permukaan

licin. Dalam satu polong berisi beribu-ribu biji yang tidak mempunyai lembaga tetapi

mempunyai protocorm (Ruhnayat, 2003).

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Panili

Tanaman panili dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asalkan tanah tersebut

memiliki sifat fisik yang baik seperti mempunyai drainase yang baik, bertekstur

ringan, dan kaya bahan organik (Purseglove, 1981 dalam Zaubin dan Wahid, 1995).

Tanah dengan bahan organik yang tinggi sangat baik untuk tanaman panili karena

sifat perakarannya yang dangkal dan peka terhadap kemarau panjang. Bahan organik

penting untuk meningkatkan daya menahan air dan memperbaiki sifat fisik tanah. pH

(4)

ini mengandung hara dan aktivitas mikroba tanah yang optimal dan tanaman panili

kurang terserang penyakit.

Panili dapat tumbuh dan berproduksi mulai dari daerah dengan ketinggian

0-1200 m dpl. Untuk tujuan komersial, tanaman panili sebaiknya diusahakan pada

ketinggian 0 – 600 m dpl ( Ruhnayat, 2003).

Tanaman panili merupakan tanaman yang peka terhadap sinar matahari secara

langsung, oleh karena itu diperlukan pohon naungan. Pohon naungan yang dipakai

sebaiknya pertumbuhannya cepat dan rimbun, mempunyai perakaran yang dalam

sehingga tidak bersaing dengan panili, dan yang paling penting yaitu pohon yang

daunnya tidak gugur pada musim kemarau (Ruhnayat, 2003).

Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman panili berkisar

1500-2000 mm/tahun. Bulan basah yang baik untuk pertumbuhan tanaman panili,

yaitu selama enam sampai tujuh bulan (Zaubin dan Wahid, 1995). Kelembaban udara

yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman panili yaitu 65 – 75 %.

2.3 Perbanyakan dengan Setek

Perbanyakan tanaman dengan cara setek merupakan salah satu cara

pembiakan vegetatif yang sekarang ini sering dilakukan. Setek merupakan pemisahan

atau pemotongan beberapa bagian tanaman (akar, batang, daun, dan tunas) dengan

tujuan agar bagian-bagian itu membentuk suatu tanaman yang utuh yang memiliki

akar, batang, daun, dan bunga (Wudianti, 2004).

Perbanyakan dengan cara setek banyak dipilih orang karena memiliki banyak

keuntungan seperti penggunaan bahan yang hanya sedikit tetapi dapat menghasilkan

(5)

perbanyakan dengan setek mempunyai sifat dan mutu yang sama dengan induknya

(ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit, rasa buah, warna dan keindahan

bunga, dan sebagainya).

Bahan tanaman yang akan digunakan sebagai bibit, diambil dari pohon induk

terpilih (produksi tinggi dan bebas hama penyakit). Pada tanaman panili, sulur yang

dijadikan setek adalah sulur yang belum pernah berbunga dan berbuah, sehat dan

kuat, serta mempunyai ruas yang relatif pendek (Rismunandar, 1985).

2.4 Zat Pengatur Tumbuh Rootone F

Zat pengatur tumbuh atau hormon adalah senyawa organik bukan hara yang

dalam jumlah tertentu aktif merangsang, menghambat dan merusak pertumbuhan dan

perkembangan tanaman (Kramer and Kozlowsky, 1960). Hartmann, Kester and

Davies (1990), menambahkan bahwa zat pengatur tumbuh adalah salah satu bahan

sintetis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses fisiologis. Pengaturan

pertumbuhan ini dilakukan dengan cara pembentukan hormon-hormon yang sama,

mempengaruhi sintesis hormon, perusakan translokasi atau dengan cara perubahan

tempat pembentukan hormon. Menurut Heddy (1986), auksin adalah senyawa

organik yang dapat mengatur segala bentuk gejala pertumbuhan tanaman dan dapat

aktif diluar titik tumbuhnya dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga auksin tidak

dapat terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Ada tiga cara yang sering digunakan dalam pengaplikasian ZPT yaitu : 1.)

Commercial Powder Preparation (pasta); 2.) Dilute Solution Soaking Method (perendaman); 3.) Concentrated Solution Dip Method (pencelupan cepat). Pada

(6)

dicelupkan dalan larutan ZPT selama lima detik. Cara perendaman menggunakan

konsentrasi 20-200 ppm, pangkal batang direndam dalam larutan selama 24 jam.

Kedua cara ini menggunakan bahan pelarut alkohol. Bila menggunakan cara serbuk,

konsentrasi yang digunakan adalah 200-1000 ppm untuk setek berbatang lunak

sedangkan setek berbatang keras membutuhkan konsentrasi lima kali lebih tinggi

(Weaver, 1972). Metode perendaman adalah metode praktis yang paling awal

ditemukan dan sampai saat ini masih dipandang paling efektif. Pada setek yang

berkayu lembut (sotwood, herbaceus) jumlah larutan yang diabsorbsi akan tergantung

pada jumlah air yang diabsorbsi, karena itu metode perendaman sangat sesuai

digunakan untuk tanaman herbaceus guna mencegah terjadinya keracunan pada

tanaman (Audus, 1963). Avery and Johnson (1947), menyatakan bahwa metode

perendaman dilakukan dengan cara merendam setek selama kira-kira 24 jam pada

kedalaman 1 inchi, dengan konsentrasi ZPT 10-100 ppm. Menurut Leopold (1963),

biasanya konsentrasi auksin yang digunakan berkisar antara 25-100 ppm, kemudian

Hartmann dan Kester (1978), menambahkan pada umumnya konsentrasi auksin yang

digunakan berkisar antara 20 untuk spesies yang mudah berakar dan 200 ppm untuk

spesies yang sulit berakar.

Penggunaan metode tepung atau bubuk merupakan metode yang paling

sederhana, tidak memerlukan perendaman dan jumlah auksin yang diaplikasikan

relatif konstan tetapi sifat fisik zat pembawa (carrier) berpengaruh besar terhadap

bahan aktif dan zat pembawa yang berbeda dapat menyebabakan respon tanamanyang

sangat berbeda walaupun pada konsentrasi yang sama (Audus, 1963). Disamping itu,

(7)

tepung atau bubuk yang dilekatkan pada setek (Weaver, 1972). Penggunaan metode

celup cepat memungkinkan aplikasi auksin dalam jumlah yang konstan, kurang

dipengaruhi kondisi lingkungan dan larutan yang sama dapat digunakan berulang

kali, namun karena metode celup cepat menggunakan konsentrasi tinggi, sehingga

apabila konsentrasinya tidak tepat maka akan menimbulkan penghambatan tunas,

daun menguning dan jatuh ataupun kematian setek (Weaver, 1972).

Rotoone F adalah campuran antara zat tumbuh NAA dan IBA. Zat tumbuh ini

tergolong auksin yang berfungsi sebagai stimulator pembelahan sel, sehingga

memungkinkan pembentukan perakaran yang lebih baik pada setek (Weaver, 1972).

Menurut Kusumo (1984), pada umumnya akar lebih banyak diperoleh pada

setek-setek yang mendapat perlakuan campuran zat tumbuh NAA dan IBA atau IAA dan

NAA daripada masing-masing komponen dengan kadar yang sama. Hal ini didukung

oleh Hitchcock dan Zimmerman, 1940 (dalam Weaver, 1972) yang menyatakan,

bahwa penggunaan campuran dari beberapa komponen zat tumbuh umumnya lebih

efektif daripada satu komponen saja.

Rootone F merupakan hormon pemacu pertumbuhan akar yang sudah umum

digunakan. Rootone F terdiri atas senyawa-senyawa yang menjadi bahan aktifnya

yaitu 1-naphtalene-acetamide (NAD) 0,067%, 2-methyl-1 naphtaleneacetic acid

(MNAA) 0,333%, 3-methyl-1-naphtalene-acetamide (MNAD) 0,013%,

indole-3-butiric acid (IBA) 0,051% serta tetramethyl-thiuram disulfide (Thiram) 4%. Dengan

memperhatikan komposisi bahan aktif yang ada dalam Rootone F tersebut maka

Rootone F tidak digolongkan dalam hormon tetapi lebih tepat sebagai zat pengatur

(8)

lainnya (Manurung, 1987), hal ini juga didukung oleh Wudianto (1996) yang

menyatakan bahwa hormon yang bersifat merangsang pertumbuhan akar, tunas dan

lain sebagainya disebut dengan zat tumbuh.

Rootone F sangat baik digunakan untuk merangsang pertumbuhan tanaman

terutama untuk merangsang pertumbuhan tanaman terutama untuk merangsang

pertumbuhan akarnya (Sudrajat, 1987). Penggunaan zat tumbuh Rootone F seperti zat

tumbuh sintesis lainnya agar memberikan hasil yang memuaskan, harus digunakan

dalam dosis yang tepat. Disamping itu harus pula memperhatikan kandungan bahan

kimia dari zat tumbuh yang akan digunakan, metode pemberian, waktu pemberian

Referensi

Dokumen terkait

Penyajian data hasil penelitian ini merupakan hasil tes untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam menyelesaikan kegiatan Sains sebelum dan sesudah perlakuan

dalam penelitian ini: 1). Bagaimana respons peserta didik terhadap metode pembelajaran di sanggar Sekar Panggung yang menggunakan mall sebagai tempat

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Aplikasi berbasis SMS gateway yang dikembangkan bernama SMS RAJA (SMS Rawat Jalan) dalam proses pengujian mampu menyampaikan informasi 2 arah kepada pasien berupa

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan Mayasari (2014) bahwa Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai kejadian hidupnya secara

c) Ayo Membaca yang mangajak Anda untuk menambah wawasan dan menguatkan hasil analisa Anda, karena di dalamnya terdapat konsep yang dapat diterapkan dalam

Hasil penelitian Pelaksanaan Pembelajaran PJOK pada Masa Pandemi Covid- 19 menunjukan tetap terlaksana (100%), Metode Pembelajaran PJOK menunjukkan metode yang tertinggi

Konsentrasi optimal dari pemberian insektisida permetrin pada daya tetas telur Argulus japonicus terdapat pada perlakuan E konsentrasi 1 ppm dengan daya tetas Argulus