• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kampus USU Padang Bulan Telp ; Fax ; Medan Telp , ; Fax. :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kampus USU Padang Bulan Telp ; Fax ; Medan Telp , ; Fax. :"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

123

SEBARAN ALAMI DI SUMATERA UTARA (Biomass estimation of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese Tapanuli strain at Its Natural Distribution in North Sumatra)

Alfan Gunawan Ahmad1, Chairil Anwar Siregar2, Ulfah Juniarti Siregar3, dan/and Hadi Susilo Arifin4

1

Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Kampus Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Tri Dharma Ujung No. 1 Kampus USU Padang Bulan Telp. 061-8220605; Fax. 061-8201920; Medan 20155

2

Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi, Jl. Gunung Batu No. 5. PO. Box 165 Telp. 0251-633234, 7520067; Fax. : 0251-638111

3

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB Dramaga PO Box 168 Bogor Telp. 0251-8626806; Fax 0251-8626886

4Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Jl. Meranti - Kampus IPB Dramaga-Bogor 16680 INDONESIA, Tel./Fax.: +62-251-8422-415

E-mail : 1[email protected]; 2[email protected], 3[email protected], 4[email protected]

ABSTRACT

Natural stands of Pinus merkusii Tapanuli strain is one of carbon storage interrestrial ecosystems which has important role in mitigating global climate change. This research aimed to formulate allometric equation for biomass estimation of P. merkusii Tapanuli strain on its natural distribution in five locations in Tapanuli, North Sumatera, e.g. protected areas of Dolok Tusam Timur and Dolok Tusam Barat, cultivated areas of Parinsoran and Lobugala villages, andamixed forest of Tolang hilly village South Tapanuli. Formulation of allometric equations was conducted using combination of destructive sampling and volumetric methods. Forty four pine trees with stem diameter ranged from 13,0 to 120,6cm were used as samples. Results showed that the best allometric equation for aboveground biomass :Y = 0,1900(DBH)2,2730 (R²=0,97980); for belowground biomass : Y = 0,0283(DBH)2,4393 (R² = 0,90240); and for total biomass : Y= 0,2451(DBH)2,2757 (R² = 0,97840). Total biomass estimated varied from 375,7 ton/ha equivalent to 187,8 ton C/ha in Dolok Tusam Timur; 97,9 ton/ha equivalent to 48,9 ton C/hain Parinsoran; 380,8 ton/ha equivalent to 190,4 ton C/hain Dolok Tusam Barat; 186,4 ton/ha equivalent to 93,2 ton C/hain Lobugala; and 91,3 ton/ha equivalent to 45,7 ton C/ha in Tolang.

Keywords: Pinus merkusii, Tapanuli strain, allometric equation, carbon biomassa

ABSTRAK

Tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli merupakan salah satu simpanan karbon pada ekosistem daratan yang memiliki peranan penting dalam mitigasi perubahan iklim global. Tujuan penelitian ini adalah menyusun persamaan allometrik untuk pendugaan biomassa P. merkusii strain Tapanuli di Sumatera Utara. Lima lokasi yang diteliti meliputi Dolok Tusam Timur dan Dolok Tusam Barat (Hutan lindung); Lobugala dan Parinsoran (Areal perladangan), dan desa Tolang, Kabupaten Tapanuli Selatan (Hutan campuran). Penyusunan persamaan allometrik dilakukan dengan metode destructive sampling yang dikombinasikan dengan metode volumetrik. Jumlah sampel sebanyak 44 pohon dengan diameter antara 13,0 – 120,6 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan allometrik terbaik untuk pendugaan biomassa total P. merkusii strain Tapanuli adalah Y= 0,2451(DBH)2,2757 (R² = 0,9784), persamaan untuk pendugaaan biomassa di bagian atas tanah adalah Y= 0,1900(DBH)2,2730 (R² = 0,97980), dan persamaan untuk pendugaaan biomassa di bagian bawah tanah adalah Y = 0,0283(DBH)2,4393 (R² = 0,90240). Estimasi kandungan biomassa total di lima lokasi yang diteliti sebagai berikut: Dolok Tusam Barat 380,8 ton/ha setara dengan 190,4 ton C/ha, Dolok Tusam Timur 375,7 ton/ha setara dengan 187,8 ton C/ha, Lobugala 186,4 ton/ha setara dengan 93,2 ton C/ha Parinsoran 97,9 ton/ha setara dengan 48,9 ton C/ha, dan Tolang 91,3 ton/ha setara dengan 45,7 ton C/ha.

Kata kunci: Pinus merkusii, strain Tapanuli, persamaan allometrik, biomassa karbon

(2)

124

I. PENDAHULUAN

Emisi gas rumah kaca ke atmosfer yang terus meningkat telah mendorong para ilmuwan mencari alternatif cara untuk menguranginya (Oliver et al., 2012; UNEP, 2012). Salah satunya melalui pencegahan deforestasi, sehingga pendaman karbon yang ada di dalam pohon, tegakan dan tanah tetap dapat terjaga (IPCC, 2007). Jumlah pendaman karbon di dalam pohon dan tegakan dapat diketahui melalui kandungan biomassanya (Brown, 2002; Chave et al., 2005).

Indonesia merupakan negara dengan luas hutan tropis terbesar ke tiga di dunia setelah Brasil dan Republik Kongo (FAO, 2006). Melalui pencegahan deforestasi terhadap hutan tropis tersebut, Indonesia akan menjadi negara yang berkontribusi nyata terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca, khususnya karbondioksida. Untuk mengetahui besarnya potensi karbon yang terpendam di dalam hutan tropis, maka biomassa yang terkandung di dalamnya perlu dikuantifikasi. Salah satu metode untuk mengkuantifikasi kandungan biomassa pada suatu jenis pohon atau tegakan hutan, adalah melalui estimasi dengan menggunakan banyak persamaan allometrik (Picard et al., 2012; Singh et al., 2011; Kaonga & Smith, 2010; Chave et al., 2005; Brown, 2002).

Salah satu tegakan hutan yang dapat dinilai kandungan biomassanya, adalah populasi alam tusam Tapanuli (Pinus merkusii Jungh et de Vriese strain Tapanuli) yang tumbuh secara alami di Tapanuli, Sumatera Utara. Populasi alam P. merkusii strain Tapanuli tersebut terdiri atas tegakan alam dengan dimensi besar, sehingga memiliki potensi besar sebagai penyimpan biomassa karbon. Di dalam kawasan hutan lindung Dolok Tusam, keberadaan populasi alam tusam Tapanuli tersebut penting sebagai pohon pelindung untuk jenis tanaman kemenyan yang dikelola oleh masyarakat. Selain itu, populasi alam tusam Tapanuli ini juga memiliki peran penting untuk konservasi tanah dan air. Informasi kandungan biomassa yang berhasil diduga dari penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan nilai penting tusam Tapanuli sebagai jenis pohon multiguna.

Berdasarkan hasil penelusuran pustaka dapat diketahui bahwa kegiatan pendugaan biomassa karbon pada Pinus merkusii sudah pernah dilakukan di Cianten, Jawa Barat (Siregar, 2007). Sebelum penelitian ini, kegiatan pendugaan biomassa pada tegakan alam

Pinus merkusii strain Tapanuli belum pernah dilakukan. Pada umumnya kegiatan

pendugaan biomassa karbon dilakukan pada jenis-jenis pinus temperate, seperti Pinus

sylvestris L (Tahvanainen & Forss, 2008; Turski et al., 2008; Socha & Piotr, 2007; Xiao &

Ceulemans, 2004; Wirth et al., 1999), Pinus strobus L (Levia, 2008; Peichl & Arain, 2007), Pinus ponderosa Dougl. ex Laws (Finkral & Evans, 2008), Pinus koraiensis Sieb. Et Zucc (Wang, 2006), Pinus brutia (Zianis et al., 2011), Pinus densiflora S. et Z. (Kim et

al.,2011); Pinus massoniana (Xiang et al., 2011), Pinus tabulaeformis (Cao et al., 2012), Pinus pinaster Ait (Porte et al., 2002), Pinus taeda L (Sharma et al., 2002).

Penelitian ini dirancang untuk menyusun formula persamaan allometrik jenis P.

merkusii strain Tapanuli yang dapat digunakan untuk keperluan pendugaan kandungan

biomassa karbon pada tegakan alaminya di Tapanuli, Sumatera Utara. Persamaan allometrik yang dibangun merupakan model persamaan regresi sederhana yang menggambarkan hubungan antara diameter setinggi dada sebagai peubah bebas dengan kandungan biomassa P. merkusii strain Tapanuli sebagai peubah tak bebasnya.

II. BAHAN DAN METODE A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lima lokasi yang menjadi sebaran alam P. merkusii strain Tapanuli, yakni : 1). kawasan Hutan Lindung Dolok Tusam Timur di Kecamatan Garoga,

(3)

125 Kabupaten Tapanuli Utara; 2). areal perladangan milik warga di Desa Parinsoran Kecamatan Garoga, Kabupaten Tapanuli Utara; 3). kawasan Hutan Lindung Dolok Tusam Barat di Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara; 4). areal perladangan milik warga di Kampung Lobugala, Desa Pansurnatolu Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara; dan 5). hutan campuran di perbukitan Desa Tolang Kecamatan Aek Bilah, Kabupaten Tapanuli Selatan. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Kegiatan penelitian dilaksanakan selama tiga bulan (Maret sampai Mei 2012).

Gambar (Figure) 1. Peta plot penelitian di lima lokasi populasi alam P. merkusii strain Tapanuli di Tapanuli, Sumatera Utara (Research plots maps at five locations of the natural population of P. merkusii Tapanuli strains in Tapanuli, North Sumatra)

Kelima lokasi penelitian terletak di kawasan perbukitan dengan ketinggian tempat berkisar antara 800-1.300 m dpl. Tanahnya termasuk satuan dari kompleks podsolik merah kuning, latosol dan litosol, dengan bahan induk batuan beku endapan dan metamorf, termasuk fisiografi pegunungan patahan. Geologi termasuk efusiva liparit dan permo-karbon (Departemen Kehutanan, 1984). Secara lebih terinci informasi posisi koordinat geografi dan topografi kelima lokasi sebaran alam P. merkusii strain Tapanuli yang diteliti disajikan pada Tabel 1.

Tabel (Table) 1. Posisi koordinat geografis, ketinggian tempat, curah hujan dan kelerengan tempat lokasi penelitian (Geographical coordinates position, altitude, rain fall and slope of research locations)

Ketinggian Curah hujan Kelerengan

(Altitude ) (Rain fall ) (Slope )

Lintang Utara Bujur Timur (mdpl) (mm/bulan) (% )

(Northern latitudes ) (East longitude ) (masl) (mm/month)

1. Dolok Tusam Timur 01o59'29,8" 099o15'10,0" 1096 185 25 - > 45%

2. Parinsoran 02o00'41,2" 099o15'34,4" 1031 185 8-25%

3. Dolok Tusam Barat 01o57'16,2" 099o15'50,1" 1269 239 15 - > 45%

4. Lobugala 01o56'49,2" 099o14'39,4" 1175 239 8-25%

5. Tolang 01o54'30,3" 099o25'02,2" 1059 216 25 - > 45%

No. Lokasi (Location )

Koordinat geografis (Geographic coordinates )

(4)

126

B. Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli dan beberapa alat bantu (Global Positioning System (GPS), chainsaw, parang, kapak, timbangan, meteran, kompas, haga hypsometer, phy band, kamera digital, kantong plastik, pensil, kertas label) yang diperlukan untuk kegiatan di lapangan dan kegiatan di laboratorium tanah hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Bogor.

C. Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berasal dari tiga kegiatan, yakni : 1) pengukuran struktur diameter batang tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli, 2) penyusunan persamaan allometrik pada tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli, 3) pengukuran kandungan biomassa dan karbon tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli menggunakan persamaan allometrik yang diperoleh dari poin 2.

1. Pengukuran Struktur Diameter Tegakan Alam P. merkusii strain Tapanuli

Data struktur diameter tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli digunakan sebagai acuan untuk menentukan jumlah dan sebaran diameter pohon contoh yang akan ditebang untuk pelaksanaan metode destructive sampling. Plot pengamatan untuk pengukuran struktur diameter tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli berupa kluster plot berbentuk lingkaran seperti disajikan pada Gambar 2.

Gambar (Figure) 2. Kluster plot pengukuran berbentuk lingkaran, mengacu pada metode Forest Health Monitoring (FHM) (Mangold, 1997) (Circular of measurement plot cluster, refers to Forest Health Monitoring Method (Mangold, 1997))

Azimuth 1-2 360o Azimuth 1-3 120o Azimuth 1-4 240o

2

Subplot 2 untuk pengukuran tiang, diameter 14,64 m

Plot 2 untuk pengukuruan pohon, diameter = 35,9 m

Subplot 1 untuk pengukuran tiang, diameter 14,64 m

1

Plot 1 untuk pengukuruan pohon, diameter = 35,9 m Plot 4 untuk pengukuruan

pohon, diameter = 35,9 m

4 3

Subplot 4 untuk pengukuran tiang, diameter 14,64 m

Subplot 3 untuk pengukuran tiang, diameter 14,64 m

Plot 3 untuk pengukuruan pohon, diameter = 35,9 m

(5)

127 Penempatan kluster plot dilakukan dengan metode purposive sampling. Setiap lokasi diwakili oleh satu kluster plot yang terdiri atas empat sub plot berbentuk lingkaran dengan diameter 35,9 m, sehingga luas masing-masing sub plot 0.1 ha dan luas per kluster plot adalah 0.4 ha. Kluster plot yang berbentuk lingkaran ini dipilih dengan pertimbangan kemudahan dan kepraktisan penggunaannya di lapangan. Penggunaan kluster plot ini diturunkan dari metode Forest Health Monitoring (FHM) yang membagi habis permukaan bumi dengan bentuk heksagon. Setiap heksagon memiliki luas 2.400 hektar, sehingga intensitas sampling untuk setiap kluster plot adalah 0.016% (Mangold, 1997). Parameter yang diamati, adalah diameter batang setinggi dada dan tinggi total tegakan alam P.

merkusii strain Tapanuli.

2. Penyusunan Persamaan Allometrik pada Tegakan Alam P. merkusii strain Tapanuli

Penyusunan persamaan allometrik pada tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli dilakukan dengan menggunakan 44 pohon contoh. Sebanyak 36 pohon contoh dengan rentang diameter 13-82 cm diukur biomassanya secara langsung menggunakan metode

destructive sampling. Adapun sisanya sebanyak delapan pohon yang berdiameter besar (75

cm, 79,5 cm, 86,0 cm, 95 cm, 104,0 cm, 110,9 cm, 115,5 cm dan 120,6 cm) diukur biomassanya secara tidak langsung menggunakan metode volumetric. Hal ini dilakukan agar pohon contoh yang digunakan tersebut dapat mewakili semua kelas diameter yang ada pada struktur diameter tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli.

Penggunaan metode destructive sampling mengacu pada metode yang dikembangkan oleh JIFPRO (2000), Siregar (2007) dan Siregar (2011) melalui beberapa tahapan sebagai berikut :

a) Contoh pohon sebanyak 36 pohon ditebang dengan sebaran diameter terkecil hingga terbesar mengacu pada hasil pengukuran struktur diameter tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli.

b) Setelah pohon contoh ditebang kemudian diukur diameter batang setinggi dada (cm) dan tinggi totalnya (m), kemudian dibuat sortimen-sortimen dengan ukuran panjang sortimen sebagai berikut: sortimen pertama (pangkal batang dari batas tunggak) 0,3 m; sortimen kedua 1 m (0,3 – 1,3 m); sortimen ketiga 2 m (1,3 – 3,3 m); sortimen keempat 2 m (3,3 – 5,3 m); sortimen kelima 2 m (5,3 – 7,3 m), … dan seterusnya hingga total panjang batang terbagi habis menjadi sortimen-sortimen.

c) Setiap sortimen batang diukur dimensi (diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang sortimen) dan beratnya, serta diambil contohnya sebanyak 250 gram secara acak. d) Bagian daun, cabang, ranting, buah dan akar masing-masing dipisahkan dan

dikelompokkan untuk ditimbang berat basahnya serta diambil contohnya masing-masing sebanyak 250 gram.

e) Contoh daun, ranting, dan buah dikeringkan dalam oven dengan suhu 85oC selama 2 hari, sedangkan untuk contoh batang, cabang, dan akar dioven selama 4 hari. Selanjutnya setelah semuanya kering, berat contoh ditimbang dan data berat kering ini digunakan untuk mengetahui kadar air masing-masing komponen pohon.

f) Penghitungan berat kering total (total dry weight / TDW) berdasarkan berat basah total (total fresh weight / TFW), berat basah contoh (sample fresh weight / SFW), dan berat kering sample (sample dry weight / SDW) dengan rumus sebagai berikut: Berat kering total (TDW) = (SDW/SFW) x TFW.

Penggunaan metode volumetric mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Fearnside (1997) dan Chaturvedi et al. (2010) yang menggunakan kerapatan kayu sebagai parameter untuk mengkonversi satuan volume tegakan menjadi satuan berat. Pengukuran

(6)

128

kerapatan kayu mengacu pada metode yang dikembangkan Chave (2005). Volume segar contoh kayu diukur dengan menggunakan metode water displacement. Contoh kayu dioven pada suhu 100oC selama 2 hari untuk mengetahui berat keringnya. Kerapatan kayu dihitung dengan cara membagi berat kering contoh kayu dengan volume segarnya.

Persamaan allometrik P. merkusii strain Tapanuli disusun dengan menggunakan

software excel (Microsoft Office Excel, 2007) dan software statistik JMP (Sall et al.,

2005). Adapun formula persamaan allometriknya mengikuti pola umum fungsi power, yakni Y = a(X)b, di mana:

Y = berat kering total, berat kering pohon bagian atas, berat kering pohon bagian bawah a dan b = konstanta X = DBH ……….. (i) X = DBH x H ……….... (ii) X = DBH x WD ……….(iii) X = DBH x H x WD ………….. (iv)

DBH = Diameter at Breast Height (diameter setinggi dada (cm)) H = Height (tinggi total (m))

WD = Wood Density (kerapatan kayu (g/cm3))

Pemilihan formula terbaik persamaan allometrik berdasarkan nilai parameter statistik berikut : Koefisien Determinasi (R2), Koefisien Determinasi yang disesuaikan (R2

adjusted), nilai Root Mean Square Error (RMSE) dan pengujian keberartian model regresi.

Formula yang dipilih adalah formula dengan nilai RMSE terkecil, R2 dan R2 Adjusted yang terbesar dan pengujian keberartian persamaan regresi. Persamaan allometrik yang terpilih selanjutnya dibandingkan dengan persamaan allometrik Tusam Cianten-Jawa Barat (Siregar, 2007).

Ada dua metode yang digunakan untuk membandingkan antara persamaan allometrik hasil penelitian ini (P. merkusii strain Tapanuli) dengan persamaan allometrik P. merkusii yang tumbuh di Cianten, Jawa Barat (Siregar, 2007). Metode pertama adalah dengan cara membandingkan antara nilai aktual biomassa P. merkusii strain Tapanuli hasil dari pengukuran langsung secara destructive sampling dengan nilai dugaan biomassa yang dihasilkan dari perhitungan melalui persamaan allometrik P. merkusii strain Tapanuli (Y= 0,2451(DBH)2,2757) dan persamaan allometrik P. merkusii yang tumbuh di Cianten, Jawa Barat (Y= 0,1031(DBH)2,4587). Metode pertama ini merupakan metode perbandingan dua persamaan allometrik yang paling sederhana, yakni secara deskriptif.

Perbandingan ke dua persamaan allometrik tersebut dilakukan dengan cara memasukkan nilai diameter setinggi dada (DBH) P. merkusii strain Tapanuli yang ditebang untuk destructive samplingke dalam persamaan allometrik P. merkusii strain Tapanuli, Sumatera Utara (Y= 0,2451(DBH)2,2757) dan P. merkusii Cianten, Jawa Barat (Y=0,1031(DBH)2,4587) kemudian membandingkan hasilnya dengan nilai aktual berat biomassa total hasil pengukuran dari kegiatan pengukuran langsung (destructive sampling). Berdasarkan selisih antara nilai aktual dengan nilai dugaan biomassanya, maka dapat diketahui tingkat ketepatan suatu model persamaan allometrik terhadap nilai aktual biomassanya.

Metode ke dua adalah dengan menggunakan uji t (Steel & Torrie, 1981). Metode ini menguji kehomogenan nilai koefesien regresi dari persamaan allometrik P. merkusii strain Tapanuli dan persamaan allometrik P. merkusii yang tumbuh di Cianten, Jawa Barat. Ke

(7)

129 dua persamaan dinyatakan sama jika kedua koefisien regresinya secara statistik terbukti nyata homogen. Nilai t yang diuji dihitung dengan rumus berikut :

t = b1 – b2

√ S2gab [1/Σ (X1j -X )1. 2 + 1/Σ (X2j -X )2. 2]

Keterangan: t = nilai t

b1 = koefisien regresi persamaan allometrik P. merkusii strain Tapanuli

b2 = koefisien regresi persamaan allometrik P.merkusii dari Cianten, Jawa Barat Σ (X1j -X1.)2 = jumlah kuadrat X yang berasal dari sampel P. merkusii strain Tapanuli

Σ (X2j -X2.)2 = jumlah kuadrat X yang berasal dari sampel P. merkusii Cianten, Jawa Barat.

S2gab = nilai dugaan gabungan bagi keragaman di sekitar regresi merupakan jumlah kuadrat gabungan

dari kedua regresi dibagi oleh derajat bebas gabungannya.

Nilai S2gab diperoleh dari perhitungan dengan rumus sebagai berikut:

{Σ(Y1j - Y )1. 2 – [Σ(X1j -X )(Y1. 1j - Y )]1. 2/ Σ (X1j -X )1. 2} +

{Σ(Y2j-Y )2. 2 – [Σ(X2j -X )(Y2. 2j-Y )]2. 2/Σ(X2j -X )2. 2}

n1- 2 + n2 - 2

Setelah nilai uji t diketahui, tahapan berikutnya adalah menghitung nilai tingkat signifikansinya (significance level) dari nilai absolut statistik uji t menggunakan distribusi t Student untuk dua ekor dengan derajat bebas db = n1 + n2 – 4. Nilai signifikasi ini dikenal juga sebagai nilai p (p-value), yaitu titik kritis nilai kemungkinan (probability) mulai menolak Ho. Pada tingkat signifikansi 5%, jika nilai p < 5%, maka Ho ditolak. Sebaliknya bila p > 5%, maka Ho diterima.

3. Pengukuran Kandungan Biomassa dan Karbon pada Tegakan Alam P. merkusii strain Tapanuli

Pengukuran kandungan biomassa pada tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli di lima lokasi penelitian dilakukan dengan metode pendugaan berdasarkan persamaan allometrik terpilih. Biomassa bagian atas merupakan jumlah berat biomassa yang berasal dari komponen batang, cabang, ranting, daun dan buah pohon tusam. Biomassa bagian bawah adalah berat akar pohon tusam. Biomassa total adalah jumlah berat biomassa bagian atas dengan berat biomassa bagian bawah pohon tusam. Nilai dugaan kandungan biomassa tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli diperoleh dengan cara memasukkan nilai diameter batang setinggi dada (DBH) hasil pengukuran struktur diameter tegakan ke dalam fungsi persamaan allometrik terpilih. Adapun nilai kandungan karbon yang tersimpan di dalam tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli dihitung dengan cara mengalikan nilai

default (0,5) dengan nilai dugaan kandungan biomassanya (Brown, 1997). Hasil estimasi

kandungan biomassa dan karbon pada setiap kluster plot penelitian ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk menghitung besarnya kandungan biomassa dan karbon pada tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli di lima lokasi sebaran alam yang berbeda.

(8)

130

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Struktur Diamater Tegakan Alam P. merkusii strain Tapanuli

Berdasarkan hasil pengukuran diameter pohon setinggi dada dapat diketahui bahwa struktur diameter tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli pada sebaran alaminya di Tapanuli, Sumatera Utara berkisar dari kelas diameter 10-19,9 cm hingga kelas diameter 120-129,9 cm (Lampiran 1). Berdasarkan hasil pengukuran diameter tersebut dapat diketahui juga bahwa kerapatan tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli di lima lokasi penelitian dari yang tertinggi sebagai berikut : Dolok Tusam Timur 117 pohon/ha, Dolok Tusam Barat 107 pohon/ha, Lobugala 90 pohon/ha, Parinsoran 85 pohon/ha dan Tolang 52 pohon/ha.

Mengacu pada data struktur diameter tersebut selanjutnya ditetapkan sebanyak 44 pohon contoh yang diukur berat keringnya untuk penyusunan persamaan allometrik tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli yang tumbuh pada sebaran alaminya di Tapanuli, Sumatera Utara. Sebanyak 36 pohon contoh dengan kisaran diameter 13-82 cm diukur berat keringnya secara langsung dengan metode destructive sampling dan sebanyak delapan pohon berdiameter besar (75 cm, 79,5 cm, 86,0 cm, 95 cm, 104,0 cm, 110,9 cm, 115,5 cm dan 120,6 cm) diukur berat keringnya dengan metode volumetrik. Keterwakilan kelas diameter tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli nampak dari grafik sebaran kelas diameter contoh yang memiliki kemiripan pola dengan grafik sebaran kelas diameter pada tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli hasil inventarisasi (Gambar 3).

Gambar (Figure) 3. Perbandingan antara grafik sebaran kelas diameter tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli hasil inventarisasi pada kluster plot pengamatan dengan sebaran kelas diameter pada pohon contoh (Diameter class distribution comparison between natural stands of P. merkusii Tapanuli strains resulted from inventory in cluster plot observation and tree samples).

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui juga bahwa tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli yang diteliti didominasi oleh pohon-pohon dengan kelas diameter besar. 181 pohon yang berhasil diinventarisasi, sebanyak 128 pohon atau 70,72% memiliki diameter batang sebesar 40 cm ke atas. Hal ini secara tidak langsung mengindikasikan besarnya

5 23 25 33 34 28 15 4 10 1 2 1 3 6 6 7 6 4 5 2 1 1 2 1 0 5 10 15 20 25 30 35 40 J u m la h ( N u m b er ) (N /0 ,4 h a )

Kelas diameter setinggi dada (Diameter at breast height class) (cm)

Inventarisasi (Inventory) Contoh (Sample)

(9)

131 potensi biomassa karbon yang terkandung di dalam tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli tersebut.

B. Distribusi Biomassa Hasil Destructive Sampling

Hasil pengukuran biomassa pada setiap komponen pohon P. merkusii strain Tapanuli yang ditebang dengan menggunakan metode destructive disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel (Table) 2. Distribusi biomassa pada setiap komponen pohon P. merkusii strain Tapanuli hasil dari kegiatan destructive sampling (Biomass of P. merkusii Tapanuli strain tree components resulted from destructive sampling method)

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui urutan distribusi biomassa P. merkusii strain Tapanuli ke setiap komponen pohon mulai dari yang terbesar yakni batang (57,40%), akar (22,51%), cabang (13,90%), ranting (3,49%), daun (2,70%) dan buah (0,01%). Secara garis besar sebanyak 77,49% biomassa P. merkusii strain Tapanuli didistribusikan ke bagian atas tanah (aboveground biomass) dan sisanya sebanyak 22,51% ke bagian bawah tanah (below ground biomass), seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel (Table) 3. Distribusi biomassa P. merkusii strain Tapanuli antara bagian atas tanah dan bawah tanah yang dihasilkan dari kegiatan destructive sampling (Distribution of above- and below-ground biomass of P. merkusii Tapanuli strain resulted from destructive sampling method)

Satuan (Unit ) 10,0-19,9 20,0-29,9 30,0-39,9 40,0-49,9 50,0-59,9 60,0-69,9 70,0-79,9 80,0-89,9 Biomassa (Biomass ) (kg ) 0.0 0.0 0.2 0.1 0.6 0.0 0.0 0.0 Persentase (Percentage ) (% ) 0.00 0.00 0.02 0.01 0.02 0.00 0.00 0.00 Biomassa (Biomass ) (kg ) 4.5 12.4 31.2 37.7 62.4 63.0 127.2 86.5 Persentase (Percentage ) (% ) 3.13 2.77 3.85 2.85 2.39 2.21 2.66 1.74 Biomassa (Biomass ) (kg ) 3.9 14.1 37.6 48.4 100.5 79.3 197.5 146.6 Persentase (Percentage ) (% ) 2.71 3.16 4.64 3.66 3.86 2.78 4.14 2.94 Biomassa (Biomass ) (kg ) 7.6 35.0 111.8 144.9 356.1 528.7 1107.3 892.4 Persentase (Percentage ) (% ) 5.28 7.84 13.81 10.96 13.67 18.52 23.19 17.92 Biomassa (Biomass ) (kg ) 114.1 231.7 469.9 776.6 1292.6 1770.6 2182.3 2681.5 Persentase (Percentage ) (% ) 79.29 51.96 58.06 58.73 49.63 62.03 45.70 53.84 Biomassa (Biomass ) (kg ) 13.8 152.9 158.8 314.6 792.6 412.9 1161.1 1173.1 Persentase (Percentage ) (% ) 9.59 34.28 19.62 23.79 30.43 14.46 24.31 23.56 Biomassa (Biomass ) (kg ) 143.9 446.0 809.3 1322.3 2604.7 2854.4 4775.3 4980.1 Persentase (Percentage ) (% ) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Kelas Diameter (Diameter class )(cm )

Kelas Diameter Nisbah pucuk-akar

(Top-root ratio )

(Diameter class ) Berat Persentase Berat Persentase

(Weight ) (Percentage ) (Weight ) (Percentage )

(cm) (k g ) (% ) (k g ) (% ) 10,0-19,9 13,8 9,59 130,1 90,41 9,4 20,0-29,9 152,9 34,28 293,1 65,72 1,9 30,0-39,9 158,8 19,62 650,5 80,38 4,1 40,0-49,9 314,6 23,79 1007,7 76,21 3,2 50,0-59,9 792,6 30,43 1812,1 69,57 2,3 60,0-69,9 412,9 14,46 2441,5 85,54 5,9 70,0-79,9 1161,1 24,31 3614,2 75,69 3,1 80,0-89,9 1173,1 23,56 3807,0 76,44 3,2 Rata-rata 522,5 22,51 1719,5 77,49 3,4 (Average )

(Belowground biomass ) (Aboveground biomass )

(10)

132

Distribusi biomassa tersebut secara umum memiliki pola yang serupa dengan hasil penelitian pada P. merkusii di Cianten Jawa Barat (Siregar, 2007), P. strobus di Ontario Canada (Peichl & Arain, 2007), P. thunbergii di Tsuruoka Jepang (Konopka et al., 2000),

P. sylvestris di Wilrijk Belgia (Xiao & Ceulemans, 2004) dan P. tabulaeformis di Jiuduhe

China (Cao et al., 2012). Distribusi biomassa bagian atas terhadap biomassa akar per tanaman (nisbah pucuk-akar) merupakan informasi penting untuk mengetahui sebaran biomassa dalam suatu tanaman. Pada saat hanya data berat biomassa bagian atas yang tersedia, maka nilai nisbah antara biomassa bagian atas dan biomassa akar tersebut dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya akumulasi karbon pada bagian akar. Dengan demikian kontribusi biomassa akar suatu jenis pohon terhadap konservasi karbon dapat diduga secara cepat (Siregar, 2007). Grafik distribusi biomassa pada setiap komponen pohon dan kelas diameter batang P. merkusii strain Tapanuli hasil dari kegiatan

destructive sampling disajikan pada Gambar 4.

Gambar (Figure) 4. Distribusi biomassa pada setiap komponen pohon berdasarkan kelas diameter batang P. merkusii strain Tapanuli yang ditebang dengan metode destructive sampling (Biomass distribution of each tree component based on stem diameter class of P merkusii Tapanuli strain resulted from destructive sampling method)

Berdasarkan grafik di atas secara umum dapat diketahui adanya peningkatan distribusi biomassa ke akar seiring dengan meningkatkannya kelas diameter batang P. merkusii strain Tapanuli. Oleh karena itu nilai nisbah pucuk-akar cenderung menurun seiring dengan meningkatnya kelas diameter batang P. merkusii strain Tapanuli (Tabel 3).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai nisbah pucuk akar berkisar antara 1,9 hingga 9,4 (Tabel 3). Senada dengan hasil penelitian Siregar (2007), nilai nisbah pucuk akar pada tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli secara keseluruhan cenderung menurun seiring dengan meningkatnya diameter batang. Menurut Siregar (2007), rendahnya nilai nisbah pucuk akar menunjukkan relatif intensifnya pertumbuhan akar pada saat pertumbuhan bagian atas pohon sudah mengalami penurunan. Fakta ini menunjukkan bahwa biomassa yang diproduksi selama proses pertumbuhan dan perkembangan pohon sebagian besar dialokasikan untuk pertumbuhan akar dengan mengurangi pertumbuhan batang, cabang, ranting, dan daun.

0,0 1000,0 2000,0 3000,0 4000,0 5000,0 6000,0 10,0-19,9 20,0-29,9 30,0-39,9 40,0-49,9 50,0-59,9 60,0-69,9 70,0-79,9 80,0-89,9 B er a t b io m a ss a ( B io m a ss w ei g h t) (k g )

Kelas diameter batang setinggi dada (Diameter at breast height class) (cm)

Buah Daun Ranting Cabang Batang Akar

(11)

133

C. Persamaan Allometrik Biomassa Bagian Atas, Bagian Bawah, dan Total

Hasil pengukuran diameter batang setinggi dada, tinggi total pohon, kerapatan jenis kayu, berat biomassa bagian atas, biomassa bagian bawah dan biomassa total dari 44 pohon P. merkusii strain Tapanuli yang menjadi data masukan untuk penyusunan persamaan allometrik P. merkusii strain Tapanuli disajikan pada Lampiran 2.

Untuk mendapatkan formula persamaan allometrik terbaik yang dapat digunakan untuk menduga kandungan biomassa P. merkusii strain Tapanuli secara akurat, maka ada empat formula persamaan allometrik yang diuji dalam penelitian ini yakni :

1) Y = a(DBH)b yaitu persamaan yang menghubungkan antara diameter batang setinggi dada (DBH) dengan biomassa pohon P. merkusii strain Tapanuli (Y),

2) Y=a(DBHxH)b yaitu persamaan yang menghubungkan antara diameter batang setinggi dada (DBH) dan tinggi total pohon (H) dengan biomassa pohon P. merkusii strain Tapanuli (Y),

3) Y=a(DBHxWD)b yaitu persamaan yang menghubungkan antara diameter batang setinggi dada (DBH) dan kerapatan kayu (WD) dengan biomassa pohon P. merkusii strain Tapanuli (Y), dan

4) Y=a(DBHxHxWD)b yaitu persamaan yang menghubungkan antara diameter batang setinggi dada (DBH), tinggi total pohon (H), dan kerapatan kayu (WD) dengan biomassa pohon P. merkusii strain Tapanuli (Y).

Keempat persamaan tersebut adalah bentuk persamaan allometrik yang sangat umum digunakan dalam pendugaan satu peubah tertentu yang merupakan perhatian utama, berdasarkan pengukuran peubah lain yang mudah dilaksanakan di lapangan (Niklas, 1994; Reiss, 1991). Berdasarkan formula persamaan tersebut maka model persamaan allometrik yang dihasilkan disajikan pada Tabel 4.

Tabel (Table) 4. Beberapa model persamaan allometrik yang menunjukkan hubungan antara empat formula peubah bebas (X) dengan kandungan biomassa pada tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli di Sumatera Utara sebagai peubah tak bebas Y (Allometric equation models that shows relation between the four formula of independent variables (X) with biomass content of P. merkusii Tapanuli strain natural stands in North Sumatra as dependent variables (Y))

Peubah bebas (Independent variables)

(X)

Peubah tak bebas (Dependent variables) (Y) Model Persamaan allometrik (Allometric equation model) Y=aXb R2 R2adj RMSE Diameter (Diameter) (cm) Biomassa Total (Total biomass) (kg) Y = 0,2451X 2,2757 0.97840 0.977900 0.183996

Biomassa atas tanah

(Aboveground biomass) (kg) Y = 0,1900X

2,2730

0.97980 0.979317 0.177670 Biomassa bawah tanah

(Belowground biomass) (kg) Y = 0,0283X 2,4393 0.90240 0.900094 0.436644 Diameter x Tinggi (Diameter x Height) (cm x m) Biomassa Total (Total biomass) (kg) Y = 0,0093X 1,6885 0.96330 0.962397 0.240009

Biomassa atas tanah

(Aboveground biomass) (kg) Y = 0,0069X

1,6931 0.97220 0.971534 0.208435

Biomassa bawah tanah

(Belowground biomass) (kg) Y = 0,001X

1,7824 0.86170 0.858445 0.519749

Diameter x Kerapatan kayu

(Diameter x Wood Density) (cm x (g/cm3))

Biomassa Total

(Total biomass) (kg) Y = 2,4771X

2,0604 0.96620 0.965382 0.230288

Biomassa atas tanah

(Aboveground biomass) (kg) Y = 1,8885X

2,0625 0.97180 0.971086 0.210070

Biomassa bawah tanah

(Belowground biomass) (kg) Y = 0,3591X

2,1887 0.87520 0.872239 0.493776

Diameter x Tinggi x Kerapatan kayu

(Diameter x Height x Wood

Density)

(cm x m x (g/cm3))

Biomassa Total

(Total biomass) (kg) Y = 0,0648X

1,5754 0.96020 0.959284 0.249748

Biomassa atas tanah

(Aboveground biomass) (kg) Y = 0,0477X

1,5820 0.97190 0.971200 0.209654

Biomassa bawah tanah

(Belowground biomass) (kg) Y = 0,0085X

(12)

134

Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa persamaan allometrik yang menghubungkan antara diameter batang setinggi dada (DBH) dengan kandungan biomassa pada tegakan alam P.

merkusii strain Tapanuli memiliki nilai koefisien determinasi (R2) terbesar, R2adj terbesar dan nilai RMSE terkecil dibanding ketiga model persamaan allometrik lainnya. Penggunaan data tinggi total pohon dan kerapatan kayu yang dikombinasikan dengan peubah diameter batang setinggi dada ternyata tidak meningkatkan nilai R2 dan R2adj. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa persamaan allometrik dengan formula Y = a Xb, di mana X = DBH (tanpa menggunakan data tinggi total pohon dan kerapatan kayu) adalah persamaan yang teruji dan sangat mudah digunakan di lapangan dalam rangka mengestimasi biomassa pohon, baik biomassa bagian atas, bagian bawah, maupun biomassa total. Artinya, dengan menggunakan diameter batang setinggi dada saja, pendugaan akumulasi biomassa untuk satu pohon P. merkusii strain Tapanuli dapat dilakukan secara akurat dan valid, meskipun pengukuran tinggi pohon tidak dilakukan.

Adapun bentuk kurva dari model persamaan allometrik terbaik disajikan pada Gambar 5.

Gambar (Figure) 5. Grafik model persamaan allometrik terbaik untuk pendugaan biomassa total, biomassa bagian atas tanah, dan biomassa bagian bawah tanah pada tegakan alam Pinus merkusii strain Tapanuli (Graph of the best allometric equation model to estimate total biomass, aboveground biomass, and belowground biomass in natural stands of Tapanuli strains of P. merkusii)

Untuk mempertahankan akurasi nilai pendugaan biomassa pada P. merkusii strain Tapanuli, sebaiknya penggunaan persamaan allometrik ini harus memperhatikan kisaran diameter (DBH), yakni antara 13 cm sampai dengan 120,6 cm dengan model persamaan Y = 0,1900(DBH)2,2730 R² = 0,97980, R2adj=0,979317, RMSE=0,177670 untuk pendugaan biomassa di bagian atas tanah; Y = 0,0283(DBH)2,4393, R² = 0,90240, R2adj=0,900094 RMSE=0,436644 untuk pendugaan biomassa di bagian bawah tanah dan Y= 0,2451(DBH)2,2757 R² = 0,97840 R2adj= 0,977900 RMSE=0,183996 untuk pendugaan biomassa total. Sehubungan dengan hal ini, maka pendugaan biomassa dengan menggunakan data diameter setinggi dada (DBH) di luar kisaran tersebut harus dihindarkan. Selain itu, perlu juga diperhatikan mengenai kesamaan tempat yang mencakup faktor tanah dan iklim.

Y = 0,1900(DBH)2,273

R² = 0,9798 Biomassa bagian atas tanah

(Aboveground biomass) Y = 0,0283(DBH)2,4393

R² = 0,9024

Biomassa bagian bawah tanah (Belowground biomass) Y = 0,2451(DBH)2,2757 R² = 0,9784 Biomassa total (Total biomass) 0.0 2000.0 4000.0 6000.0 8000.0 10000.0 12000.0 14000.0 16000.0 0.0 50.0 100.0 150.0 B io m a ssa (B io ma ss ) ( Kg ) Diameter (Diameter) (cm)

(13)

135

D. Perbandingan Persamaan Allometrik

Persamaan allometrik hasil penelitian ini selanjutnya dibandingkan dengan persamaan allometrik untuk pendugaan biomassatotal P. merkusiidi Cianten, Jawa Baratyang disusun oleh Siregar (2007). Perbandingan ke dua persamaan ini dilakukan untuk melihat keeratan ke dua persamaan di dalam menduga kandungan biomassa total P. merkusii jika dibandingkan dengan biomassa aktual (hasil pengukuran dari destructive sampling). Secara sederhana, perbandingan ke dua persamaan allometrik tersebut dilakukan dengan cara memasukkan nilai diameter setinggi dada (DBH) P. merkusii strain Tapanuli yang ditebang untuk destructive sampling ke dalam persamaan allometrik P. merkusii Cianten, Jawa Barat (Y=0,1031(DBH)2,4587) dan P. merkusii strain Tapanuli, Sumatera Utara (Y= 0,2451(DBH)2,2757) kemudian membandingkan hasilnya dengan nilai aktual berat biomassa total hasil pengukuran dari kegiatan pengukuran langsung (destructive sampling). Secara deskriptif grafik perbandingan antara nilai aktual biomassa total dengan nilai dugaan biomassa total hasil dari perhitungan kedua persamaan allometrik yang dibandingkan disajikan pada Gambar 6.

Gambar (Figure) 6. Perbandingan antara nilai aktual biomassa total dengan nilai dugaan biomassa total hasil dari persamaan allometrik untuk tusam Cianten dan persamaan allometrik untuk tusam Tapanuli (Comparison between the actual value of total biomass with estimated value of total biomass which results from allometric equation of Cianten pine and allometric equation of Tapanuli pine)

Persamaan allometrik P. Merkusii-Cianten dibentuk dari hasil destructive sampling

P. merkusii yang tumbuh di Cianten Jawa Barat dengan kisaran diameter 0,4-44,4 cm.

Perbandingan antara nilai dugaan biomassa total P. merkusii Cianten dengan nilai aktual biomassa total P. merkusii strain Tapanuli menghasilkan nilai selisih total -8119.09 kg dan rata-rata selisih -225.53 kg. Adapun perbandingan antara nilai dugaan biomassa total P.

merkusii strain Tapanuli dengan nilai aktual biomassa totalnya menghasilkan nilai selisih

total sebesar -784.11 kg dan selisih rata-rata -21.78 kg. Nilai selisih antara berat dugaan biomassa P. merkusii Ciasem dan P. merkusii strain Tapanuli terhadap berat aktual biomassa P. merkusii strain Tapanuli secara lebih rinci disajikan pada Lampiran 3.

Berdasarkan nilai selisih total dan rata-rata tersebut, secara deskriptif dapat dinyatakan bahwa persamaan allometrik Cianten lebih tepat digunakan untuk menduga

Y= 0,1031(DBH)2,4587 Pinus - Cianten Y = 0,2451(DBH)2,2757 Pinus - Tapanuli 0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 Bio m a ss a ( Bio m a ss ) (k g ) Diameter (Diameter) (cm) Berat Aktual (Actual weight)

(14)

136

biomassa tegakan P. merkusii dengan diameter kecil (kurang dari 45 cm) sedangkan persamaan allometrik hasil penelitian ini lebih tepat digunakan untuk menduga biomassa tegakan P. merkusii yang memiliki kisaran diameter besar hingga 120 cm.

Selanjutnya berdasarkan hasil uji t terhadap dua koefisien regresi dari ke dua persamaan allometrik yang dibandingkan tersebut dapat diketahui bahwa secara statistika ke dua koefisien regresi tersebut tidak berbeda nyata dengan nilai p sebesar 0,092 (nilai p > 0,05). Berdasarkan hasil uji t ini dapat dinyatakan bahwa antara persamaan allometrik P.

merkusii strain Tapanuli dengan P. merkusii yang tumbuh di Cianten, Jawa Barat memiliki

kemiringan (slope) yang sama.

Menurut Gower et al. (1999), Ketterings et al. (2001), Zianis dan Mencuccini (2004), keragaman nilai koefisien regresi pada dua atau lebih model persamaan allometrik yang dibandingkan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut, yakni jenis pohon (species), umur tegakan (stand age), iklim (climate), kualitas tempat tumbuh (site quality) dan kerapatan tegakan (stand density). Selanjutnya untuk meningkatkan ketepatan nilai dugaan biomassa dari suatu model persamaan allometrik, maka di dalam penyusunan suatu model persamaan allometrik harus dihindarkan dari sumber-sumber kesalahan berikut yakni kesalahan didalam pengambilan contoh (sampling error), kesalahan pengukuran (measurement error) dan kesalahan statistik atau model (statistical or model error) (Samalca, 2007). Chave et

al. (2004) membagi sumber-sumber kesalahan tersebut ke dalam empat kelompok, yakni

kesalahan pada tingkat pohon, kesalahan pada pemilihan model, kesalahan pada tingkat plot dan kesalahan pada tingkat lanskap hutan.

E. Estimasi Biomassa dan Stok Karbon pada Tegakan Alam P. merkusii strain Tapanuli

Hasil estimasi kandungan biomassa bagian atas (above ground biomass), biomassa bagian bawah (below ground biomass) dan biomassa total (total biomass) dengan menggunakan persamaan allometrik terpilih pada tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli di lima populasi alaminya disajikan pada Tabel 5.

Tabel (Table) 5. Kandungan biomassa bagian atas, biomassa bagian bawah, dan biomassa total pada tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli yang tumbuh di lima populasi alaminya di Tapanuli, Sumatera Utara (Content of aboveground biomass, belowground biomass, and total biomass of Tapanuli strains of P. merkusii that grow at five natural population in Tapanuli, North Sumatra)

Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli yang tumbuh di Dolok Tusam Barat memiliki kandungan biomassa total tertinggi (380,80 ton/ha), sedangkan biomassa P. merkusii strain Tapanuli yang tumbuh di Tolang memiliki biomassa total terendah (91,30 ton/ha). Besarnya biomassa total P. merkusii strain Tapanuli pada kelima populasi alam tersebut dipengaruhi oleh kombinasi antara

rata-Lokasi Kerapatan

(Location ) Kisaran Rata-rata tegakan (N/ha) Atas Bawah Total

(Range) (Average ) (Stand density) (Aboveground) (Belowground) (Total)

Dolok Tusam Timur 12,4-120,6 57,1 117 287,80 88,60 375,70

Parinsoran 14,6-82,1 36,9 85 75,10 21,40 97,90

Dolok Tusam Barat 30,0-98,0 64,9 107 291,80 88,50 380,80

Lobugala 25,0-94,0 50,3 90 142,90 41,90 186,40

Aek Bilah 28,0-72,0 47,0 52 70,10 20,20 91,30

Rata-rata (average ) 51,2 90 173,54 52,12 226,42

Biomassa (Biomass ) (ton/ha) Diameter (Diameter ) (cm )

(15)

137 rata diameter batang setinggi dada dengan kerapatan pohonnya. Rata-rata kandungan biomassa total dari lima populasi alam P. merkusii strain Tapanuli tersebut (226,42 ton/ha) lebih tinggi dibanding kandungan biomassa P. merkusii yang tumbuh di Cianten – Jawa Barat yakni 174,73 ton/ha (Siregar, 2007).

Hasil estimasi stok karbon dengan menggunakan nilai default 0,5 pada tegakan alam P.

merkusii strain Tapanuli yang tumbuh di lima sebaran alaminya di Tapanuli disajikan pada

Tabel 6.

Tabel (Table) 6. Kandungan karbon bagian atas, karbon bagian bawah, dan karbon total pada P. merkusii strain Tapanuli yang tumbuh di lima populasi alaminya di Tapanuli – Sumatera Utara (Content of aboveground carbon, belowground carbon, and total carbon of Tapanuli strains of P. merkusii that grow at five natural population in Tapanuli, North Sumatra)

Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa P. merkusii strain Tapanuli yang tumbuh di Dolok Tusam Barat memiliki stok karbon total tertinggi (190,40 ton C/ha), sedangkan stok karbon total terendah (45,70 ton C/ha) ditemukan pada tegakan alam P.

merkusii strain Tapanuli yang tumbuh di Tolang. Tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli

yang tumbuh di Dolok Tusam Barat dan Dolok Tusam Timur memiliki stok karbon bagian atas (aboveground) sedikit di bawah rata-rata stok karbon pada daratan di kawasan tropis Asia yakni 185 ton C/ha (Iverson et al., 1993).

Perbedaan kandungan biomassa dan stok karbon pada lima lokasi yang diteliti ini secara tidak langsung juga dapat digunakan untuk menggambarkan dinamika simpanan karbon tegakan P. merkusii strain Tapanuli pada sebaran alaminya di Tapanuli – Sumatera Utara. Secara umum kondisi tutupan lahan pada ekosistem daratan Tapanuli mempengaruhi dinamika karbon pada tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli tersebut. Hasil penelitian ini pun sesuai dengan hasil penelitian Lasco (2002) yang menyatakan bahwa perubahan tutupan lahan dan kegiatan pemanenan kayu mempengaruhi dinamika karbon hutan di Asia Tenggara.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Persamaan allometrik terbaik untuk pendugaan biomassa total P. merkusii strain Tapanuli adalah Y= 0,2451(DBH)2,2757 dengan R² = 0,9784; persamaan untuk pendugaan biomassa di bagian atas tanah adalah Y= 0,1900(DBH)2,2730 dengan R² = 0,97980; dan persamaan untuk pendugaan biomassa di bagian bawah tanah adalah Y = 0,0283(DBH)2,4393 dengan R² = 0,90240.

2. Estimasi kandungan biomassa total di lima lokasi sebaran alam P. merkusii strain Tapanuli mulai dari yang tertinggi sebagai berikut : Dolok Tusam Barat 380,8 ton/ha atau setara dengan 190,4 ton C/ha, Dolok Tusam Timur 375,7 ton/ha atau setara dengan

Lokasi Kerapatan

(Location ) Kisaran Rata-rata tegakan (N/ha) Atas Bawah Total

(Range) (Average ) (Stand density) (Aboveground) (Belowground) (Total)

Dolok Tusam Timur 12,4-120,6 57.1 117 143.90 44.30 187.80

Parinsoran 14,6-82,1 36.9 85 37.55 10.70 48.90

Dolok Tusam Barat 30,0-98,0 64.9 107 145.90 44.25 190.40

Lobugala 25,0-94,0 50.3 90 71.45 20.95 93.20

Aek Bilah 28,0-72,0 47.0 52 35.05 10.10 45.70

Rata-rata (average ) 51.2 90 86.77 26.06 113.20

Stok Karbon (Carbon stock ) (ton C/ha) Diameter (Diameter ) (cm )

(16)

138

187,8 ton C/ha, Lobugala 186,4 ton/ha atau setara dengan 93,2 ton C/ha Parinsoran 97,9 ton/ha atau setara dengan 48,9 ton C/ha dan Tolang 91,3 ton/ha atau setara dengan 45,7 ton C/ha.

B. SARAN

Untuk meningkatkan keakuratan potensi kandungan karbon pada tegakan alam P.

merkusii strain Tapanuli maka perlu dilakukan kegiatan penelitian penghitungan

kandungan karbon organik pada jaringan tanamannya dengan menggunakan NC analyzer.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, S. (1997). Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a Primer UN FAO. Forestry Paper 134, pp 55. FAO, Rome.

Brown, S. (2002). Measuring carbon in forests: current status and future challenges.

Environmental Pollution. 116, 363–372.

Cao, J., Wang, X., Tian, Y., Wen, Z., & Zha, T. (2012). Pattern of carbon allocation across three different stages of stand development of a Chinese pine (Pinus tabulaeformis) forest. Ecological Research. 27, 883-892.

Chaturvedi, R.K., Raghubanshi, A.S., & Singh, J.S. (2010). Non-destructive estimation of tree biomass by using wood specific gravity in the estimator. National Academy

Science Letters. 33, 133-138.

Chave, J. (2005). Measuring wood density for tropical forest trees. A field manual for CTFS sites. Wood density measurement protocol. Lab. Evolution et Diversite Biologique. Universite Paul Sabatier. Toulouse. France.

Chave, J., Condit, R., Aguilar, S., Hernandez, A., Lao, S., & Perez, R. (2004). Error propagation and scaling for tropical forest biomass estimates. Philosophical

Transactions of The Royal Society London Biological Science. 359, 409-420.

Chave, J., Andalo, C., Brown, S., Cairns, M.A., Chambers, J.Q., Eamus, D., Folster, H., Fromard, F., Higuchi, N., Kira, T., Lescure, J.P., Nelson, B.W., Ogawa, H., Puig, H., Riera, B., & Yamakura, T. (2005). Tree allometry and improved estimation of carbon stocks and balance in tropical forests. Oecologia. 145, 87-99.

Departemen Kehutanan. (1984). Peta tematik kehutanan provinsi Sumatera Utara. Badan Inventarisasi dan Tata Guna Hutan. Bogor.

[FAO] Food and Agricultural Organization. (2006). Global Forest Resource Assessment

2005. Diakses 25 Mei 2013 dari www.fao.org/forestry/fra2005.

Fearnside, P.M. (1997). Wood density for estimating forest biomass in Brazilian Amazonia. Forest Ecology and Management. 90, 59-87.

Finkral, A.J., & Evans, A.M. (2008). The effects of a thinning treatment on carbon stocks in a northen Arizona ponderosa pine forest. Forest Ecology and Management 255, 2743-2750.

Gower, S.T., Kucharik, C.J., & Norman, J.M. (1999). Direct and Indirect Estimation of Leaf Area Index, fAPAR, and Net Primary Production of Terrestrial Ecosystems.

Remote Sensing of Environment. 70, 29-51.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. (2007). Climate Change 2007: Mitigation. Contribution of Working Group III to the Fourth Assessment Report of

the Intergovernmental Panel on Climate Change [B. Metz, O.R. Davidson, P.R.

Bosch, R. Dave, L.A. Meyer (eds)], Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA., XXX pp

(17)

139 Iverson, R.I., Brown S., & Grainger A. (1993). Carbon sequestration in tropical Asia: an assessment of technically suitable forest lands using geographic information systems analysis. Climate Research. 3, 23-38.

[JIFPRO] Japan International Forestry Promotion and Cooperation Center. (2000). Manual

of biomass measurements in plantation and in regenerated vegetation. Japan: Japan

International Forestry Promotion and Cooperation Center.

Kaonga, M.L., & Bayliss-Smith, T.P. (2010). Allometric models for estimation of aboveground carbon stocks in improved fallows in eastern Zambia. Agroforest

Systems. 78, 217–232.

Ketterings, Q.M., Coe, R., van Noordwijk, M., Ambagau, Y., & Palm, C.A. (2001). Reducing uncertainty in the use of allometric biomass equations for predicting above-ground tree biomass in mixed secondary forests. Forest Ecology and

Management. 146, 199-209.

Kim, C., Jaeyeob, J., Rae-Hyun, K., Yeong-Mo, S., Kyeong, H.L., Jin-Seoung, K., & In-Hyeop, P. (2011). Allometric equations and biomass expansion factors of Japanese red pine on the local level. Landscape and Ecological Engineering. 7, 283-289. Konopka, B., Hatsuo, T., & Akira, N. (2000). Biomass distribution in 40-year-old trees of

Japanese Black Pine. Journal of Forest Research. 5, 163-168.

Lasco, R.D. (2002). Forest carbon budgets in Southeast Asia following harvesting and land cover change. Science in China (Series C). Vol. 45 Supp. Science China Press. Beijing, China.

Levia Jr, D.F. (2008). A generalized allometric equation to predict foliar dry weight on the basis of trunk diameter for eastern white pine (Pinus strobus L.). Forest Ecology and

Management 255, 1789 – 1792.

Mangold, R. (1997). Forest Health Monitoring: Field Methods Guide. USDA Forest Service, FHM Monitoring Program, Research Triangle Park, NC 27709. USA.

Microsoft Office Excel. (2007). Microsoft Inc. United States of America.

Niklas, K.J. (1994). Plant allometry: the scalling of form and process. The University of Chicago Press Ltd. London.

Oliver, J.G.J., Janssens-Maenhout, G., & Peters, J.A.H.W. (2012), Trends in global CO2 emissions; 2012 Report, The Hague: PBL Netherlands Environmental Assessment

Agency; Ispra: Joint Research Centre.

Peichl, M., & Arain, M.A. (2007). Allometry and partitioning of above- and belowground tree biomass in an age-sequence of white pine forests. Forest Ecology and

Management. 253, 68-80.

Picard, N., Saint-André, L., & Henry, M. (2012). Manual for building tree volume and

biomass allometric equations: from field measurement to prediction. Food and

Agricultural Organization of the United Nations, Rome, and Centre de Coopération Internationale en Recherche Agronomique pour le Développement, Montpellier, 215 pp.

Porte, A., Trichet, P., Didier, B., & Denis, L (2002). Allometric relationships for branch and tree woody biomass of Maritime pine (Pinus pinaster Ait.). Forest Ecology and

Management 158: 71-83.

Reiss, M.J. (1991). The Allometry of growth and reproduction. Cambridge University Press, New York, Sydney.

Sall, J., Lee Creighton., Ann. Lehman. (2005). JMP Start Statistics. A Guide to Statistics and Data Analysis Using JMP and JMP in Software. Thomson Learning Academic Resource Center. Third Edition.

(18)

140

Samalca, I.K. (2007). Estimation of Forest Biomass and its Error. A case in Kalimantan, Indonesia. Thesis. International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation (ITC). The Netherlands.

Sharma, M., Richard, G.O., & Ralph, L. A. (2002). A consistent system of equations for tree and stand volume. Forest Ecology and Management 165: 183-191.

Singh, V., Tewari, A., Kushwaha, S.P.S., &. Dadhwal, V.K. (2011). Formulating allometric equations for estimating biomass and carbon stock in small diameter trees.

Forest Ecology and Management 261, 1945–1949.

Siregar, C.A. (2007). Pendugaan biomassa pada tanaman Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dan konservasi karbon tanah Cianten, Jawa Barat. Jurnal Penelitian

Hutan dan Konservasi Alam Vol. 4 No. 3.

Siregar, C.A. (2011). Develop Forest Carbon Standard and Carbon Accounting System for

Small-scale Plantation Based on Local Experinces. Indonesia’s Ministry of Forestry – International Tropical Timber Organization. RED-PD 007/09 Rev.2 (F).

Socha, J. & Piotr, W. (2007). Allometric equations for estimating the foliage biomass of Scots pine. European Journal of Forest Research 126, 263-270.

Steel, R.G.D. & Torrie, J.H. (1981). Principles and procedures of statistic. New York: Mc Graw-Hill Book Co. Inc.

Tahvanainen, T., Eero, F. (2008). Individual tree models for the crown biomass distribution of Scots pine Norway spruce and birch in Finland. Forest Ecology and

Management 255, 455-467.

Turski, M., Cezary, B., Katarzyna, K., Tomasz, N. (2008). Allometric equations for estimating the mass and volume of fresh assimilational apparatus of standing scots pine (Pinus sylvestris L.) trees. Forest Ecology and Management 255, 2678-2687. [UNEP] United Nations Environment Programme. (2012). The Emissions Gap Report

2012. United Nations Environment Programme (UNEP), Nairobi.

Wang, C. (2006). Biomass allometric equations for 10 co-occuring tree species in Chinese temperate forests. Forest Ecology and Management 222, 9-16.

Wirth, C., Schulze, E.D., Schulze, W., von Stunzer-Karbe, D., Ziegler, W., Mijukova, I.M., Sogatchev, A., Varlagin, A.B., Panvyorov, M., Grigoriev, S., Kusnetzova, W., Siry, M., Hardes, R., Zimmermann, R., Vygodskaya, & N.N. (1999). Above-ground biomass and structure of pristine Siberian Scots forest as controlled by competition and fire. Oecologia 121, 66-80.

Xiang, W., Shaohui, L., Xiangwen, D., Aihua, S., Xiangdong, L., Dalun, T., Meifang, Z., & Changhui, P. (2011). General Allometric equations and biomass allocation of

Pinus massoniana trees on regional scale in southern China. Ecological Research.

26, 697-711.

Xiao, C-W., & Ceulemans, R. (2004). Allometric relationships for below- and aboveground biomass of young Scots pines. Forest Ecology and Management. 203, 177–186.

Zianis, D., & Mencuccini, M. (2004). On simplifying allometric analyses of forest biomass. Forest Ecology and Management. 187, 311-332.

Zianis, D., Gavriil, X., Kostas, K., George, K., Dany, G., & Olga, R. (2011). Allometric equations for aboveground biomass estimation by size class for Pinus brutia Ten. Trees growing in North and South Aegean Islands, Greece. European Journal of

(19)

141 Lampiran (Appendix) 1. Struktur diameter tegakan alam Pinus merkusii strain Tapanuli pada kluster plot di lima lokasi yang menjadi sebaran alaminya di Tapanuli, Sumatera Utara (Diameter structure of natural stands

of Pinus merkusii strain Tapanuli on cluster plots at five locations into the natural distribution in Tapanuli, North Sumatra)

Kelas Diameter Jumlah

(Diameter class ) (Total )

Dolok Tusam Timur Parinsoran Dolok Tusam Barat Lobugala Aek Bilah

(cm) (N/0,4 ha) (N/0,4 ha) (N/0,4 ha) (N/0,4 ha) (N/0,4 ha) (N/2 ha)

0-9,9 0 0 0 0 0 0 10-19,9 2 3 0 0 0 5 20-29,9 5 13 0 3 2 23 30-39,9 6 4 1 8 6 25 40-49,9 9 9 6 6 3 33 50-59,9 5 1 12 9 7 34 60-69,9 9 3 6 8 2 28 70-79,9 2 0 11 1 1 15 80-89,9 2 1 1 0 0 4 90-99,9 3 0 6 1 0 10 100-109,9 1 0 0 0 0 1 110-119,9 2 0 0 0 0 2 120-120,9 1 0 0 0 0 1 Jumlah (Total ) 47 34 43 36 21 181

Jumlah individu per lokasi

(20)

142

Lampiran (Appendix) 2. Diameter batang setinggi dada, tinggi total, kerapatan kayu, biomassa bagian atas, biomassa bagian bawah, dan biomassa total dari 44 sampel yang digunakan sebagai data masukan untuk penyusunan persamaan allometrik Pinus merkusii strain Tapanuli pada sebaran alaminya di Sumatera Utara (Diameter at

breast height, total height, wood density, aboveground biomass, belowground biomass, and total biomass of 44 samples that were used as data input for formulating allometric equations of Pinus merkusii Tapanuli strains at its natural distribution in North Sumatera)

No.

Parameter Pertumbuhan Peubah Bebas (X) Peubah Tak Bebas (Y)

Diameter Tinggi Kerapatan Kayu

D*H D*WD D*H*WD

Biomassa atas Biomassa bawah Biomassa total

(Diameter) (Height) (Wood Density) (Aboveground (Belowground (Total biomass)

D (cm) H (m) WD (gr/cm3) (cm*m) (cm*(gr/cm3)) (cm*m*(gr/cm3)) biomass) (kg) biomass) (kg) (kg) 1. 13.0 16.5 0.447 214.89 5.82 96.15 38.90 4.12 43.02 2. 17.0 25.8 0.478 438.60 8.13 209.63 155.70 16.50 172.20 3. 19.3 21.3 0.534 410.32 10.32 219.30 195.73 20.74 216.47 4. 20.0 25.5 0.467 510.00 9.34 238.20 238.10 25.23 263.33 5. 23.0 22.5 0.479 517.50 11.03 248.14 243.20 141.07 384.27 6. 25.0 17.1 0.446 427.50 11.15 190.65 234.80 136.20 371.00 7. 26.0 21.3 0.337 553.80 8.76 186.67 256.50 148.78 405.28 8. 27.2 16.5 0.468 448.80 12.74 210.18 309.80 179.70 489.50 9. 29.1 26.3 0.495 765.33 14.41 379.04 476.20 276.22 752.42 10. 30.5 22.6 0.509 689.30 15.52 350.82 432.10 250.64 682.74 11. 32.7 21.9 0.512 716.78 16.73 366.76 610.10 149.77 759.87 12. 34.3 28.1 0.458 963.83 15.69 440.96 652.40 160.15 812.55 13. 36.5 19.1 0.447 695.33 16.32 310.85 498.20 122.30 620.50 14. 38.4 23.7 0.486 911.23 18.65 442.66 813.00 199.58 1012.58 15. 39.0 27.9 0.440 1088.10 17.17 479.01 897.20 220.25 1117.45 16. 40.5 23.3 0.464 943.65 18.81 438.32 961.50 236.03 1197.53 17. 41.3 27.7 0.428 1142.77 17.67 489.02 671.60 207.84 879.44 18. 43.0 30.9 0.499 1326.98 21.46 662.34 1342.60 415.49 1758.09 19. 44.1 21.5 0.471 949.03 20.75 446.59 819.80 253.70 1073.50 20. 45.0 27.7 0.499 1248.30 22.45 622.66 1169.40 361.89 1531.29 21. 47.0 27.8 0.424 1305.66 19.91 553.01 1091.20 337.69 1428.89 22. 48.0 20.8 0.491 998.40 23.58 490.56 998.10 308.88 1306.98 23. 50.0 31.2 0.539 1560.00 26.94 840.58 1521.70 470.91 1992.61 24. 53.0 20.4 0.555 1081.20 29.43 600.43 1356.20 430.00 1786.20 25. 54.5 30.9 0.472 1684.05 25.75 795.62 1825.20 578.70 2403.90 26. 55.2 28.0 0.450 1545.60 24.86 695.97 1869.40 592.72 2462.12 27. 57.0 30.1 0.394 1714.56 22.48 676.19 1688.40 535.33 2223.73 28. 59.5 25.1 0.558 1490.48 33.21 831.86 2611.80 828.10 3439.90 29. 61.0 30.7 0.464 1869.65 28.30 867.41 2462.60 414.01 2876.61 30. 62.0 28.0 0.520 1738.48 32.22 903.41 2113.70 355.35 2469.05 31. 63.0 26.2 0.507 1650.60 31.97 837.56 2321.60 390.31 2711.91 32. 65.3 29.9 0.481 1955.08 31.43 941.12 2868.20 482.20 3350.40 33. 72.0 28.6 0.491 2057.04 35.32 1009.13 3163.90 1009.24 4173.14

(21)

143 Lanjutan Lampiran (Appendix continued) 2.

No.

Parameter Pertumbuhan Peubah Bebas (X) Peubah Tak Bebas (Y)

Diameter Tinggi Kerapatan Kayu

D*H D*WD D*H*WD

Biomassa atas Biomassa bawah Biomassa total

(Diameter) (Height) (Wood Density) (Aboveground (Belowground (Total biomass)

D (cm) H (m) WD (gr/cm3) (cm*m) (cm*(gr/cm3)) (cm*m*(gr/cm3)) biomass) (kg) biomass) (kg) (kg) 34. 74.0 34.8 0.524 2575.20 38.78 1349.48 3993.90 1274.00 5267.90 35. 75.0 36.0 0.520 2700.00 39.00 1404.00 3561.74 1124.76 4686.50 36. 76.0 24.3 0.500 1845.28 38.02 923.02 3684.90 1188.70 4873.60 37. 79.5 32.5 0.558 2583.75 44.36 1441.73 3876.91 1224.29 5101.20 38. 82.0 28.6 0.507 2345.20 41.56 1188.54 3807.00 1173.10 4980.10 39. 86.0 33.0 0.586 2838.00 50.40 1663.07 4837.78 1527.72 6365.50 40. 95.0 35.0 0.539 3325.00 51.21 1792.18 5758.90 1818.60 7577.50 41. 104.0 36.0 0.520 3744.00 54.08 1946.88 6848.74 2162.76 9011.50 42. 110.9 38.0 0.551 4214.20 61.11 2322.02 8710.36 2750.64 11461.00 43. 115.5 37.0 0.583 4273.50 67.34 2491.45 9733.55 3073.75 12807.30 44. 120.6 36.5 0.451 4401.90 54.39 1985.26 8018.08 2532.02 10550.10

(22)

144

Lampiran (Appendix) 3. Perbandingan biomassa total hasil pengukuran langsung, dengan hasil estimasi dari persamaan allometrik Y= 0,2451(DBH)2,2757 dan Y=0,1031(DBH)2,4587 (Comparison of total biomass from

direct measurement with estimated value originated from allometric equation Y= 0,2451(DBH)2,2757

Diameter Pengukuran langsung Selisih Selisih

No. (Diameter) Biomassa total (Difference ) (Difference )

(Direct measurement of Tusam Cianten Tusam Tapanuli total biomass) Y=0,1031(DBH)2,4587 Y = 0,2451(DBH)2,2757

a b c b-a c-a 1. 13,0 43,02 56,51 84,01 13,49 40,99 2. 17,0 172,20 109,29 154,69 -62,91 -17,51 3. 19,3 216,47 149,30 206,48 -67,17 -9,99 4. 20,0 263,33 162,97 223,92 -100,36 -39,41 5. 23,0 384,27 229,79 307,77 -154,47 -76,50 6. 25,0 371,00 282,08 372,08 -88,92 1,08 7. 26,0 405,28 310,64 406,82 -94,65 1,53 8. 27,2 489,50 347,08 450,81 -142,42 -38,69 9. 29,1 752,42 409,76 525,68 -342,66 -226,74 10. 30,5 682,74 459,95 585,01 -222,79 -97,73 11. 32,7 759,87 545,85 685,49 -214,01 -74,38 12. 34,3 812,55 613,88 764,21 -198,67 -48,34 13. 36,5 620,50 715,27 880,35 94,77 259,85 14. 38,4 1012,58 810,31 988,11 -202,26 -24,47 15. 39,0 1117,45 841,80 1023,60 -275,65 -93,85 16. 40,5 1197,53 923,65 1115,40 -273,88 -82,14 17. 41,3 879,44 969,16 1166,17 89,72 286,73 18. 43,0 1758,09 1070,21 1278,28 -687,88 -479,80 19. 44,1 1073,50 1138,78 1353,92 65,28 280,42 20. 45,0 1531,29 1196,77 1417,62 -334,51 -113,67 21. 47,0 1428,89 1331,82 1565,08 -97,07 136,19 22. 48,0 1306,98 1402,58 1641,89 95,60 334,91 23. 50,0 1992,61 1550,66 1801,73 -441,96 -190,89 24. 53,0 1786,20 1789,52 2057,21 3,32 271,01 25. 54,5 2403,90 1916,62 2192,10 -487,28 -211,80 26. 55,2 2462,12 1977,72 2256,70 -484,40 -205,42 27. 57,0 2223,73 2140,07 2427,66 -83,66 203,93 28. 59,5 3439,90 2378,28 2676,77 -1061,62 -763,13 29. 61,0 2876,61 2528,42 2832,82 -348,19 -43,79 30. 62,0 2469,05 2631,55 2939,61 162,50 470,55 31. 63,0 2711,91 2737,14 3048,62 25,24 336,71 32. 65,3 3350,40 2989,41 3307,82 -360,99 -42,58 33. 72,0 4173,14 3800,86 4131,19 -372,28 -41,95 34. 74,0 5267,90 4065,73 4396,97 -1202,17 -870,93 35. 76,0 4860,33 4341,25 4672,09 -519,08 -188,25 36. 82,0 4980,10 5233,02 5554,05 252,92 573,95 Jumlah (Total ) 62276,81 54157,72 61492,70 -8119,09 -784,11 Rata-rata (Average ) 1729,91 1504,38 1708,13 -225,53 -21,78

Biomassa total dari persamaan allometrik (Total biomass from allometric equation )

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran diameter pada permudaan tingkat pohon pada kegiatan ITT Dalam mengukur diameter yang lazim dipilih adalah diameter setinggi dada. Sebab pengukurannya paling mudah

Tampilan plot uji keaditifan persamaan volume batang pohon sampai batas diameter ujung 8 cm sebagai fungsi dari diameter setinggi dada dan tinggi total. Dari tampilan plot

Dimensi pohon yang diukur meliputi diameter pangkal (Dp), diameter setinggi dada (Dbh), diameter bebas cabang (Dbc), diameter per seksi, diameter tajuk (Djuk), panjang seksi

Ketentuan untuk pengukuran diameter batang dan perhitungan kerapatan individu tumbuhan dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut: (1) pengukuran dilakukan setinggi 130

Data diameter setinggi dada/Diameter Breast Height (DBH) tanaman mangrove pada setiap plot diambil, kemudian dicatat jenisnya. Selain itu, sampel biomassa pohon dan

Data yang digunakan untuk membangun persamaan biomassa dan massa karbon total pohon dan bagian-bagian pohon (daun, ranting, cabang, batang dan akar) adalah diameter

Data yang digunakan untuk membangun persamaan biomassa dan massa karbon total pohon dan bagian-bagian pohon (daun, ranting, cabang, batang, dan akar) adalah diameter dalam

Hasil pengukuran jumlah pohon per hektar N, tinggi pohon H, diameter setinggi dada DBH menggunakan teknologi LiDAR tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran secara langsung di