• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN MAGANG PEMERIKSAAN ENDOPARASIT PADA TIKUS DI BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN MAGANG PEMERIKSAAN ENDOPARASIT PADA TIKUS DI BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN MAGANG

PEMERIKSAAN ENDOPARASIT PADA TIKUS DI

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA

Oleh

BARKAH FITRIYANTO NIM: B0903009

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL POLITEKNIK BANJARNEGARA

PROGRAM DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK BANJARNEGARA

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Dengan ini menerangkan bahwa laporan Magang Mahasiswa Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan Politeknik Banjarnegara dengan judul PEMERIKSAAN ENDOPARASIT PADA TIKUS DI BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA.

Yang disusun oleh : Nama : Barkah Fitriyanto NIM : B0903009

Telah disetujui dan diserahkan pada tanggal 25 Februari 2012.

Banjarnegara, 25 Februari 2012 Pembimbing Akademik

Eny sofiyatun,S.Si,M.Si NIK 080290039

(3)

IDENTITAS PEMAGANG

Data Personal

Nama : Barkah Fitriyanto

NIM : B0903009

Jumlah SKS yang telah lulus : 110

Tahun Akademik : 2011/2012

Data Institusi Magang

Nama Institusi : Balai LitBang P2B2 Banjarnegara

Unit Kerja : Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang

Alamat : Jalan Selamanik 16A Banjarnegara, Jawa tengah,Tlp/Fax (0286) 594972

Pembimbing Magang

Pembimbing Lapangan : Sunaryo,SKM,M.Sc Pembimbing Akademis : Eny sofiyatun,S.Si,M.Si

Banjarnegara, 25 Februari 2012 Pembimbing Akademis Magang Pembimbing Lapangan Magang

Eny sofiyatun,S.Si,M.Si Sunaryo,SKM,M.Sc

NIP/NUP 080290039 NIP 196604131989031001

Mengetahui,

Ka. Tim Pengelola Magang

Barni, S.Pd, M.A. NUP 080290035

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan tanpa ada halangan suatu apapun dengan judul “pemeriksaan endoparasit pada tikus di Balai LitBang P2B2 Banjarnegara”.

Laporan magang ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan rangkaian kegiatan magang di Balai LitBang P2B2 Banjarnegara dan sebagai pemenuhan Sistim Kredit Semester (SKS) pada perkuliahan Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan Politeknik Banjarnegara.

Penulisan dan penyusunan laporan magang ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan laporan praktikum ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Bapak Moch. Sugiarto, Ph.D, selaku Direktur Politeknik Banjarnegara yang telah memberi fasilitas serta kemudahan selama saya mengikuti pendidikan.

3. Ibu Dwi Atin Faidah, SKM, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Lingkungan Politeknik Banjarnegara atas segala bimbingan selama penulis mangikuti pendidikan.

4. Bapak Joko Malis Sunarno, S. Si, M. Si, Med selaku sekretaris Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan Politeknik Banjarnegara.

5. Ibu Eny sofiyatun,S.Si,M.Si selaku Pembimbing Akademik magang Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan Politeknik Banjarnegara.

6. Dosen dan staff pengajar Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan Politeknik Banjarnegara.

7. Bapak Budi santoso, SKM,M.kes selaku kepala Balai LitBang P2B2 Banjarnegara.

(5)

8. Bapak Sunaryo,SKM,M.Sc selaku Pembimbing Lapangan pada kegiatan magang di Balai LitBang P2B2 Banjarnegara yang telah memberikan berbagai bimbingan selama mengikuti kegiatan magang.

9. Pegawai dan staff yang ada Balai LitBang P2B2 Banjarnegara yang telah memberikan bantuan dan informasi selama kegiatan magang.

10. Orang tua yang senantiasa memberikan motivasi dan do’a yang tidak henti-hentinya.

11. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan magang ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga laporan magang ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan bagi pembaca.

Banjarnegara, 25 Februari 2012 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

IDENTITAS PEMAGANG ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x BAB I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah ... 2 C. Tujuan ... 3 A. Tujuan Umum ... 3 B. Tujuan Khusus ... 3 D. Kegunaan ... 4 a. Bagi Mahasiswa ... 4

b. Bagi Instansi Magang ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

BAB III. ANALISIS SITUASI UMUM DAN KHUSUS PADA UNIT KERJA ... 19

A. Analisis Situasi Umum ... 19

(7)

BAB IV. IDENTIFIKASI, PERUMUSAN MASALAH DAN PRIORITAS MASALAH ... 32 A. Identifikasi Masalah ... 32 B. Perumusan Masalah ... 33 C. Prioritas Masalah ... 33 BAB V. PEMBAHASAN ... 35

BAB VI. PENUTUP ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 pola persebaran endoparasit pada tubuh tikus... 18 Tabel 5.1 Hasil pemeriksaan Endoparasit pada tikus ... 44 Tabel 5.2 spesies nematoda yang sering ditemukan pada tikus ... 45

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Sejarah Balai Litbang P2B2 Banjranegara ... 20

Gambar 3.2. Struktur Organisasi Balai Litbang P2B2 Banjranegara... 24

Gambar .3. Sumber daya Manusia ... 25

Gambar 3.4. Stuktur organisasi Instalasi Parasitologi ... 30

Gambar 5.1. organ dalam tikus ... 39

Gambar.5.2. bahan pemeriksaan endoparasit ... 43

Gambar 5.3.Endoparasit pada tikus ... 44

Gambar 5.4 awetan endoparasit tikus ... 45

Gambar 5.5. siklus hidup Hymenolepis diminuta ... 53

Gambar 5.6. Scolex Hymenolepis diminuta ... 53

Gambar 5.7. Telur Hymenolepis diminuta ... 53

Gambar 5.8. Hymenolepis nana ... 55

Gambar 5.9. siklus hidup Hymenolepis nana... 55

Gambar 5.10. Scolex Hymenolepis nana ... 55

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Balai LitBang P2B2 Banjarnegara

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rodensia yang ada di dunia saat ini digolongkan dalam 29 suku/famili, 468 genera/marga dan 2052 jenis atau spesies. Rodentia (asal kata dari bahasa latin “rodere” yang artinya mengerat atau mengkrikit) atau binatang pengerat yang kedudukan dalam klasifikasi termasuk kategori ordo atau bangsa rodent, dicirikan oleh adanya dua buah gigi seri atas maupun bawah yang tidak memiliki akar gigi, relatif tumbuh besar dan panjang, dan tumbuh terus sepanjang hidupnya, tidak bertaring, ada rumpang atau celah (gap) antara gigi seri dan geraham. Di indonesia terdapat 3 suku yakni sciuridae, muridae dan hystricdae. Ketiga suku tersebut dipilahkan berdasarkan konsistensi rambut, kelebatan dan panjangnya rambut yang tumbuh di ekor, serta adanya dan ukuran foramen infraorbitalis. Anggtoa Sciuridae (suku bajing-bajingan) di Indonesia ada 54 jenis, Muridae (suku tikus-tikusan) ada 171 jenis dan Hystricidae (suku landak-landakan) ada 6 jenis (Agustino suyanto, 2006). Suku muridae yang terdapat di jawa terdiri dari 10 marga dan 22 spesies diantaranya yaitu: Bandicota indica, B. Bengalensis, Chiropodomiys gliroides,

kadarsanomys sodyi, Lepoldamys sabanus, Maxomys bartelsii, M.rajah,

M.surifer, Mus caroli, M. Musculus, M.cervicolor,M. Vucani, Niviventer

cremoriventer, N. Lepturus, Pithecheir melanurus, Rattus argentiventer, R.

Exulans, R norvegicus, R. Tanezumi, R. Tiomanicus, Sundamys maxi. Dari

(12)

norvegicus (tikus got atau tikus riul), R. tanezumi (tikus rumah asia) dan Mus

musculus (tikus piti).

Penyakit bersumber rodensia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, ektoparasit dan cacing. Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh induk semangnya. Endoparasit dapat berupa cacing dan protozoa. Cacing yang terdapat pada rodensia termasuk dalam golongan nematoda, cestoda dan trematoda. Nematoda (cacing gilig) merupakan parasit pada rodensia dan beberapa spesies dapat menginfestasi manusia (zoonosis), diantanya capilaria

hepatica, rictularia sp, cyclodontostomum purvisi, Angiostrongylus

malayensis, Angiostrongylus cantonensis (smit dalam wirororeno). Beberapa

spesies nematoda yang pernah ditemukan pada muridae di indonesia adalah

cyclodontostomum purvisi, capilaria hepatica, Hepatojarakus malayae,

Rictularia tani, Masthoporus muris, Physaloptera sp.,Subulara andersoni,

Angiostrongylus cantonensis dan Angiostrongylus malayensis.

Balai Litbang P2B2 Banjranegara merupakan salah satu instansi kesehatan yang melaksanakan program penelitian dan pengembangan serta program pencegahan dan pengendalian terhadap vektor-vektor penyakit menular. Balai Litbang P2B2 Banjranegara mempunyai beberapa Instalasi, salah satunya adalah Instalasi parsitologi yang mempunyai salah satu tugas yakni pemeriksaan endoparasit pada tikus.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah Bagaimana Pemeriksaan Endoparasit pada tikus di Balai LitBang P2B2 Banjarnegara.

(13)

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Meningkatkan Pengetahuan, pemahaman, kemampuan sepesifik tentang endoparasit pada tikus dan menciptakan kesepadanan pengetahuan yang diperoleh dalam bangku perkuliahan dengan fenomena yang terdapat di balai litbang P2B2 banjarnegara dan mendapat ketrampilan dalam bidang pemeriksaan endoparasit pada tikus.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui dan memahami tahap kegiatan yang dilakukan dalam pengambilan endoparasit pada tikus di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara.

b. Mengetahui dan memahami mekanisme atau cara kerja pembedahan tikus untuk pemeriksaan endoparasit pada organ dalam tikus di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara.

c. Mengetahui dan memahami proses pengambilan dan identifikasi nematoda pada tikus di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara.

d. Mengetahui dan memahami proses pewarnaan dan pengawetan cestoda di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara.

e. Mengetahui hasil identifikasi endoparasit yang ditemukan pada tikus yang diperiksa di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara.

(14)

D. Kegunaan

1. Bagi Mahasiswa

a. Menambah pengetahuan, pemahaman dan memperluas wawasan mengenai penyakit bersumber roden.

b. Menambah pengetahuan, pemahaman dan memperluas pengalaman mengenai cara pemeriksaan endoparasit pada tikus.

c. Memperoleh pengalaman sepesifik dan ketrampilan yang profesional mengenai pewarnaan, pengawetan dan pemeriksaan endoparasit pada tikus.

2. Bagi Instansi Magang

a. Menciptakan kerja sama saling menguntungkan antara institusi tempat magang dengan politeknik banjarnegara.

b. Intitusi tempat magang memperoleh tambahan sumber daya guna membantu tugas-tugas di unit kerja.

c. Membantu dalam penyelesaian permasalahan – permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemeriksaan endoparasit tikus.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tikus/rodent

Rodensia terbagi atas 3 bentuk yaitu rodensia bentuk tupai (Sciuromorpha), rodensia bentuk tikus (Myomorpha) dan rodensia bentuk landak (Hystricomorpha). Rodensia dalam bentuk tikus merupakan kelompok terbesar dalam bangsa ini dan terdapat dimanapun manusia berada, bahkan di beberapa daerah populasi tikus mengungguli populasi manusia, meskipun manusia sudah berupaya memberantasnya.

Rodensia memiliki kurang lebih 1.749 spesies, yaitu hampir 30% dari 5000 jenis binatang mamalia yang telah dikenal. Para zoologi (ilmu hewan) sepakat untuk menggolongkan tikus ke dalam ordo Rodentia (hewan yang mengerat) subordo Myomorpha, famili Muridae, dan sub famili Murinae. Untuk lebih jelasnya, tikus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Dunia : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Subklas : Theria

(16)

Sub ordo : Myomorpha

Famili : Muridae

Sub famili : Murinae

Genus : Bandicota, Rattus, dan Mus

Ordo Rodentia merupakan ordo yang terbesar dari Kelas Mammalia karena memiliki jumlah spesies yang terbanyak yaitu ± 2.000 spesies atau 40% dari 5.000 spesies untuk seluruh kelas Mammalia. Dari 2.000 spesies Rodentia ini, hanya kurang lebih 160 spesies tikus yang ada di Indonesia. Tikus memiliki ciri-ciri kepala, badan dan ekor terlihat jelas. Tubuhnya tertutup rambut, tetapi ekornya bersisik dan kadang-kadang berambut. Binatang ini mempunyai sepasang daun telinga, mata dengan membran niktitans, bibir kecil dan lentur. Disekitar hidung/moncong terdapat misae. Badan tikus berukuran kecil (± 600 mm), sehingga binatang ini sering disebut sebagai mamalia kecil. Ukuran panjang badan tikus lebih besar (≥180 mm) dari pada mencit (≤180 mm). Tikus betina mempunyai kelenjar mamae (kelenjar susu) yang tumbuh baik. Kelenjar susu berjumlah 4-6 pasang dengan puting-puting tampak jelas.

Anggota badan (tungkai dan lengan) beragam ukuranya. Kaki depan lebih kecil dari pada kaki belakang. Kaki depan memiliki 4 jari, sedangkan kaki belakang 5 jari. Ekor tikus kadang-kadang lebih panjang atau lebih pendek daripada badanya. Anus di bawah ekor dan organ terletak di sebelahanterior anus.

(17)

Ciri lain yang penting untuk membedakan tikus adalah bagian tengkoraknya. Ukuran tengkorak tikus lebih panjang, yaitu 38-51 mm, dari pada tengkorak mencit yaitu 20-22 mm. Seperti umumnya rodensia tikus mempunyai susunan gigii sebagai berikut, pada setiap rahang dijumpai 2buah gigi seri diatas dan dibawah, gigi taring dan gigi premolar tidak ada, tetapi mempunyai gigi molar sebanyak 3 pasang da atas dan 2 atau 3 pasang di bawah. Jumlah gigi tikus adalah 16 buah, antar gigi seri dan geraham terbentuk suatu celah, celah tersebut disebut diastema.

Beberapa tikus yang sering ditemui berada di sekitar kita dan merupakan jenis tikus yang berperan dalam penyebaran penyakit antara lain:

1. Tikus rumah (Rattus tanezumi)

2. Tikus riol atau Rattus norvegicus (Berkenhout)

Panjang ujung kepala sampai ekor 300-400 mm, ekor 170-230 mm, kaki belakang 42-47 mm, telinga 18-22 mm. Rumus puting susu 3+3 = 12. Warna rambut badan atas coklat kelabu, rambut bagian perut kelabu. Banyak dijumpai di saluran air/riol/got di daerah pemukiman kota dan pasar.

3. Tikus ladang atau Rattus exulans (peale)

Panjang ukuran kepala sampai ekor 139-365 mm, ekor 108-147 mm, kaki belakang 24-35 mm, telinga 11-28 mm. Rumus puting susu 2+2 = 8. Warna rambut badan atas coklat kelabu, rambut bagian perut putih kelabu. Terdapat di semak-semak dan kebun/ladang sayur-sayuran dan pinggiran hutan. Kadang-kadang masuk ke rumah.

(18)

4. Tikus belukar atatu Rattus tiomanicus (miller)

Panjang ujung kepala sampai ekor 245-397 mm, ekor 123-225 mm, kaki belakang 24-42 mm, telinga 12-29 mm. Rumus puting susu 2+3 = 10. Warna rambut badan atas coklat kelabu, rambut bagian perut putih krem. Terdapat di semak-semak dan kebun.

5. Tikus dada putih atau Rattus niviventer (bonhote)

Panjang ujung kepala sampai ekor 187-370 mm, ekor 100-210 mm, kaki belakang 18-33 mm, telinga 16-32 mm. Rumus puting susu 2+2 = 8. Berambut kaku. Warna rambut badan atas kuning coklat kemerahan, rambut bagian perut putih. Ekor bagian atas berwarna coklat dan bagian bawah berwarna putih. Terdapat di daerah pegunungan, semak-semak, rumpun bambu dan hutan.

6. Tikus sawah atau Rattus argentiventer (Robinson & Kloss)

Panjang ujung kepala sampai ekor 270-370 mm, ekor 130-192 mm, kaki belakang 32-39 mm, telinga 18-21 mm. Rumus puting susu 3+3 = 12. Warna rambut badan atas coklat muda berbintik-bintik putih, rambut bagian perut putih atau coklat pucat. Terdapat di sawah dan padang alang-alang.

7. Tikus wirok atau Bandicota indica (Bechstein)

Panjang ujung kepala sampai ekor 400-580 mm, ekor 160-315 mm, kaki belakang 47-53 mm, telinga 29-32 mm. Rumus puting susu 3+3 = 12. Warna rambut badan atas dan rambut bagian coklat hitam. Rambutnya agak jarang dan rambut di pangkal ekor kaku seperti ijuk.

(19)

Banyak dijumpai di daerah berawa, padang alang-alang, dan kadang-kadang di kebun sekitar rumah.

8. Mencit rumah atau Mus musculus Linnaeus

Panjang ujung kepala sampai ekor kurang dari 175 mm, ekor 81-108 mm, kaki belakang 12-18 mm, telinga 8-12 mm. Rumus puting susu 3+2 = 10. Warna rambut badan atas dan rambut bagian perut coklat kelabut. Terdapat di dalam rumah, dalam almari dan tempat menyimpan barang lainya.

B. Endoparasit tikus

Parasit menurut sifat hidupnya, parasit dapat dikelompokan menurut tempat hidupnya, keperluan akan hospes, jenis hospes yang dihinggapi dan lamanya hidup.

1. Menurut tempat hidupnya, parasit dapat dikelompokan:

a. Ektoparasit, yaitu parasit yang hidup di permukaan hospes. b. Endoparasit, yaitu parasit yang hidup pada organ dalam hospes. 2. Menurut keperluan akan hospes, parasit dapat dikelompokan:

a. Parasit obligat, yaitu parasit yang selalu mebutuhkan hospes tertentu dan akan mati apabila tidak ada hospes itu.

b. Parasit fakultatif, yaitu parasit yang hidup dengan mengambil makanan pada hospes tertentu, tetapi juga dapat hidup tanpa hospes itu.

3. Menurut jenis hospes yang dihinggapi, parasit dapat dikelompokan:

a. Parasit monoksen, yaitu parsit yang hanya ditemukan pada satu jenis hospes.

(20)

b. Parasit poliksan, yaitu parasit yang dapat ditemukan pada lebih dari satu jenis hospes.

4. Menurut lamanya hidup pada hospes, parasit dapat dikelompokan: a. Parasit permanen, yaitu parsit yang menetap pada hospes tertentu. b. Parasit temporer, yaitu parasit yang sewktu-waktu menghinggapi

hospes tertentu.

Endoparasit yang hidup di tubuh tikus sebagian besar adalah cacing dan protozoa. Kebanyakan endoparasit itu hidup di luar sel jaringan tunuh yang juga disebut parasit ekstra seluler, sebagai concoh cacing Angiostrongylus

cantonensis dan A. costaricensis hidup di paru-paru tikus. Namun demikian

beberapa jenis endoparasit tikus ada yang hidup di dalam sel jaringan tubuh (intra seluler), seperti larva cacing Trichinela spiralis yang baru dilahirkan terdapat dalam se l mukosa usus karnivora dan omnivora, termasuk tikus. Kemudian larva berikutnya terdapat di luar sel-sel otot bergaris yaitu diantara serabut-serabut otot. Toxoplasma gondii terdapat dalam semua jenis sel tubuh tikus, kecuali sel darah merah.

Endoparasit tersebar hampir disemua organ dalam tubuh tikus sesuai dengan kesukaan dan adaptasi endoparasit tersebut terhadap organ dalam tubuh tikus. Berikut ini adalah beberapa contoh jenis endoparasit tikus yang pernah ditemukan pada organ dalam tubuh tikus:

1. Dalam otak

Di otak tikus sering ditemukan cacing nematoda, jenis Angiostrongylus

(21)

dilaporkan pada otak manusia dan menyebabkan penyakit meningoensefalitis.

2. Dalam hati

Beberapa jenis nematoda sering ditemukan berparasit dalam hati tikus, antara lain ialah Capillaria hepatica, cacing dewasa ini dan telur-telurnya menyebabkan reaksi granulomatosa intensif dalam hati tikus dan hewan pengerat lainnya. Larva cacing pita C. fasciolaris berbentuk kista terdapat dalam hati tikus.

3. Dalam paru

Jaringan paru adalah juga habitat yang baik bagi stadium tertentu nematoda parasit yang dalam siklus hidupnya melalui lintasan paru. Disamping itu juga cacing nematoda dan cacing trematoda dewsa terdapat berparasit dalam paru. Cacing nematoda dewasa yang hidup di dalam paru adalah Capillaria earophila yang ditemukan dalam saluran pernafasan kucing, anjing dan tikus. Pada paru-paru tikus tikus juga dihuni oleh cacing nematoda Angiostrongylus cantonensis dan A. costaricensis.

4. Dalam jantung

Jantung tampaknya juga bukan habitat yang baik bagi parasit. Protozoa

Toxoplasma gondii pernah ditemukan dalam sel jaringan jantung tikus.

5. Dalam ginjal

Ginjal tampaknya bukan habitat yang baik bagi parasit pada umumnya. Parasit yang pernah ditemukan pada ginjal anjing dan manusia adalah

Dioctophyma renale dan khas terdapat dalam ginjal kanan saja. Dalam

(22)

6. Dalam otot bergaris

Dalam otot bergaris herbivora dan karnivora, termasuk tikus sering ditemukan larva cestoda dan larva nematoda. Sampai sekarang belum pernah dilaporkan adanya cacing dewasa dalam otot bergaris.

7. Di bawah kulit

Beberapa jenis cacing gelang dan cacing gilig lainnya hidup dalam jaringan di bawah kulit, yang sering dilaporkan adalah cacing Onchoceca

gibsoni, O. volvulus, O. cervicalis yang terdapat dibawah kulit dan

membentuk jendolan-jendolan. 8. Dalam saluran pencernaan

Berbagai jenis Trematoda, Cestoda dan Nematoda berparasit dalam lumen atau dibawah mukosa dinding saluran pencernaan tikus. Selain cacing, berbagai jenis protozoa juga terdapat dalam saluran usus, umumnya dalam kriptum dan terlindung oleh selaput lendir. Beberapa jenis parasit usus, antara lain koksidia terdapat dalam sel mukosa.

9. Dalam limpa dan pankreas

Cacing gelembung E. multilocularis dan E. unilocularis juga ditemukan dalam limpa herbivora dan Eurytrema pancreaticum ditemukan dalam pankreas herbivora dan pernah dilaporkan juga dalam pankreas manusia.

Protozoa parasit yang sering ditemukan dalam limpa adalah terutama yang bersifat intraseluler, yaitu Leishmania sp. dan Toxoplasma gondii. Parasit tersebut terdapat dalam sel makrofag dan limfosit.

(23)

10. Dalam jaringan darah

Parasit yang hidup dalam jaringan darah itu disebut parasit hematozoik. Darah terdiri dari butir darah dan plasma darah. Butir darah terdiri dari dari eritrosit, leukosit dan limfosit serta beberapa sel darah lainya. Parasit yang terdapat dalam butir-butir darah disebut parasit intraseluler, sedang yang terdapat di luar sel darah disebut parasit ekstra seluler. Istilah parasit darah (blood parasites) menunjukan kepada parasit dalam plasma darah.

Organ tikus Jenis cacing (endoparasit)

Paru-paru Angiostrongylus cantonensis

Hati C. fasciolaris

Lambung Hymenolepis diminuta

Usus halus Diplydium latum

Usus besar Capillaria latum

(24)

BAB III

ANALISIS SITUASI UMUM DAN KHUSUS PADA UNIT KERJA

A. Analisis Situasi Umum

1. Profil Instansi

a. Nama Instansi : Balai LitBang P2B2 Banjarnegara

b. Alamat instansi : Jalan Selamanik no. 16 Banjarnegara

2. Sejarah Singkat Balai LitBang P2B2 Banjrnegara

Balai Litbang P2B2 merupakan salah satu instansi kesehatan yang melaksanakan program penelitian dan pengembangan serta program pencegahan dan pengendalian terhadap vektor-vektor penyakit menular, serta program kesehatan lain. Vektor-vektor penyakit yang diteliti dan dikembangkan di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara antara lain vektor penyakit Malaria, Demam Berdarah dan Filariasis (Gotama, 2004).

Balai Litbang P2B2 membawahi wilayah kerja tertentu dan mempunyai bidang-bidang kegiatan dalam rangka penelitian, pengembangan dan pencegahan penyakit yang bersumber dari binatang. Wilayah kerja Balai Litbang P2B2 Banjarnegara adalah seluruh Indonesia. Bidang kegiatan tersebut antara lain pembiakan binatang-binatang yang menjadi vektor penyakit (baik binatang-binatang pengerat, parasit, serangga maupun molusca), usaha penagkapan dan pengamatan secara langsung terhadap lokasi yang mengalami kejadian dan dicurigai sebagai

(25)

sumber munculnya penyakit, pengendalian dan terhadap binatang vektor penyakit, penelitian dan pelaporan kasus (Gotama, Indra).

Gambar 3.1. gambar sejarah Balai litbang P2B2 Banjarnegara Sejarah Balai Litbang P2B2 Banjarnegara yaitu dari Proyek

Intensification of Communicable Disease Control – Asian Development

Bank (ICDC-ADB) yang dimulai pada tahun 1998, yaitu suatu proyek

itensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular (IPPM) yang meliputi penyakit Malaria, ISPA, TBC dan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Proyek ICDC-ADB ini dilaksanakan di enam propinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Proyek ini terdistribusi 21 Kabupaten di enam Provinsi tersebut.

Guna menunjang upaya menurunkan kejadian malaria di daerah ICDC-ADB maka dibangun institusi penunjang proyek bernama Stasiun Lapangan Pemberantasan Vektor (SLPV) di enam Provinsi, salah satunya di Provinsi Jawa Tengah, SLPV ini berkedudukan di Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah dengan Annual Parasite Incidence tertinggi diantara empat kabupaten pelaksana proyek ICDC-ADB lainnya di Jawa Tengah, yaitu: Banjarnegara, Jepara, Kebumen, dan Pekalongan. SLPV ini secara adminstratif bertanggung jawab kepada Kanwil Departemen Kesehatan

(26)

Provinsi Jawa Tengah, tetapi secara teknis kepada Kepala Direktur Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2).

SLPV Banjarnegara mulai beroperasi tanggal 15 Agustus 1999 yang menempati rumah kontrakan di Jalan Al Munawaroh No. 11 Banjarnegara sampai dengan bulan September 2000. Gedung baru kemudian dibangun di atas tanah Pemda Banjarnegara dengan luas tanah 1360 m2. Pembangunan gedung mulai tanggal 6 Januari 2000 dan selesai tanggal 3 Mei 2000. Kemudian baru ditempati sejak tanggal 14 September 2000.

Berlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah, SLPV tidak diintegrasikan ke dalam Dinas Kesehatan Provinsi, tetapi masih merupakan UPT Pusat dibawah Badan Litbangkes bernama UPF-PVRP. Hal ini dimaksudkan agar SLPV dapat bermanfaat lebih luas bagi kabupaten/provinsi lain di luar Jawa Tengah. Dengan berakhirnya Proyek ICDC-ADB aset UPF-PVRP yang ada di Provinsi harus diberdayakan. Untuk itu oleh Badan Litbangkes dan dibantu oleh Ditjen PPM-PL diusulkanlah kelembagaan UPF-PVRP kepada Menpan.

Dengan persetujuan Menpan, Menteri Kesehatan dengan SK Nomor: 1406/MENKES/SK/IX/2003, tanggal: 30 September 2003 menetapkan kelembagaan UPF-PVRP di enam Provinsi menjadi Loka Litbang P2B2. Merujuk Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 894/Menkes/Per/IX/2008, Loka Litbang P2B2 Banjarnegara mempunyai Unggulan Penelitian dan Pengembangan di bidang Penyakit Bersumber Rodensia. Melalui Permenkes 920/MENKES/V/2011 Loka Litbang P2B2 Banjarnegara ditingkatkan status kelembagaannya menjadi Balai Litbang P2B2

(27)

Banjarnegara, 3 (tiga) Balai Litbang P2B2 di lingkungan Kementerian Kesehatan yaitu yang berlokasi di Donggala Sulawesi Tengah, Banjarnegara Jawa Tengah dan Tanah Bumbu Kalimantan Selatan (Balai Litbang P2B2).

3. Visi, Misi, Tugas dan Fungsi a. Visi

Sebagai centre of excellence penelitian dan pengembangan penyakit bersumber binatang, khususnya penyakit bersumber rodensia. b. Misi

1) Menghimpun, mengkaji, mengembangkan, dan menyebarkan informasi IPTEK tentang vektor, reservoir, bionomik serta dinamika penularan P2B2.

2) Meningkatkan profesionalisme SDM dalam bidang pengamatan dan pengkajian vektor, reservoir dan dinamika penularan serta cara pengendaliannya.

3) Menggalang dan mengembangkan kemitraan lintas program dan sektor terkait dalam pengamatan dan pengkajian vektor dan reservoir serta dinamika penularan penyakit.

c. Tugas

Melaksanakan Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Ber sumber Binatang.

d. Fungsi

1) Penyusunan rencana dan program penelitian dan pengembangan pengendalian penyakit bersumber binatang.

(28)

2) Pelaksanaan kerjasama penelitian dan pengembangan pengendalian penyakit bersumber binatang.

3) Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan penelitian dan pengembangan pengendalian penyakit bersumber binatang.

4) Pelaksanaan penelitian dan pengembangan pengendalian penyakit sesuai keunggulannya.

5) Penentuan karakteristik epidemiologi penyakit bersumber binatang 6) Pengembangan metode dan teknik pengendalian penyakit bersumber

binatang.

7) Pengelolaan sarana penelitian dan pengembangan pengendalian penyakit bersumber binatang serta pelayanan masyarakat.

8) Pengembangan jejaring informasi dan ilmu pengetahuan teknologi kesehatan.

9) Pelaksanaan diseminasi dan promosi hasil-hasil penelitian dan pengembangan pengendalian penyakit bersumber binatang.

10) Pelaksanaan urusan ketatausahaan dan kerumah tanggaan.

4. Kedudukan Dan Struktur Organisasi a. Kedudukan

Berdasarkan Permenkes No.920/Menkes/Per/V/2011 : Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang yang selanjutnya disebut Balai Litbang P2B2 adalah Unit Pelaksanan Teknis di Lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan

(29)

Kesehatan Kementerian Kesehatan. Balai Litbang P2B2 berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, secara administratif dibina oleh Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan secara Teknis Fungsional dibina oleh pusat yang bersesuaian (Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat).

b. Struktur Organisasi

Gambar 3.2 Struktur organisasi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara 5. Kemampuan

Dalam melaksanakan fungsinya Balai Litbang P2B2 banjarnegara didukung oleh:

(30)

a. SDM (Sumber Daya Manusia)

Gambar 3.3 SDM Balai Litbang P2B2 Banjarnegara b. Sarana Dan Prasarana Yang Dimiliki

1) Gedung Kantor L2 dan tiga rumah dinas 2) Kendaraan :

- Tiga unit kendaraan roda 4 : Hiline, Panther, Avanza

- Dua unit kendaraan roda 2 : Honda Supra X 125, Suzuki TS 125 3) Gedung Laboratorium:

- Lab. Entomologi - Lab. Parasitologi - Lab. Rodentologi - Lab. Bakteriologi

- Lab. Epidemiologi & Biostatistik (GPS, PDA)

4) Sarana Teknologi informasi : LAN, Internet (Modem ADSL, Modem USB, Modem 56 Kbps, GIS)

5) Peralatan ATK : mesin ketik, mesin foto copy, printer, mesin hitung elektronik

(31)

7) Sarana presentasi (Camera digital, Camera manual SLR, Handycam, Mini DV, OHP, LCD viewer, Slide Proyektor, Banner, Sound System, DVD Recorder , DVD Player)

8) Gedung Multimedia (Layar lebar, Sound System, DVD Recorder , DVD Player, TV 29”,)

9) Kapasitas Meeting 100 orang 10) Ruang kelas kapasitas 80 orang

11) Ruang Rearing (tempat pengembangbiakan nyamuk) 12) Tempat pengembangbiakan mencit (Mus musculus albino)

13) Ruang Perpustakaan (+ 300 judul buku, jurnal, buletin, majalah, VCD tutorial)

14) Green House (Tanaman pengusir nyamuk) 15) Musholla

16) Kandang Ternak untuk umpan nyamuk peliharaan c. Kemampuan Dan Rencana Laboratorium

1) Laboratorium Entomologi

- Mampu mengidentifikasi nyamuk dewasa

- Mampu mengidentifikasi telur dan jentik nyamuk - Mampu mengidentifikasi pinjal pada tikus

- Mampu mengidentifikasi ixodidae pada tikus - Mampu mengidentifikasi anoplura pada tikus

- Mampu mengidentifikasi trombiculidae secara mikroskopis - Mampu mengidentifikasi sibling spesies nyamuk malaria - Mampu menghitung siklus gonotropik

(32)

- Mampu mendeteksi kejadian transovari pada jentik aedes - Menghitung umur relatif nyamuk

- Identifikasi nyamuk penular malaria (menemukan sporozoit) dan filariasis (larva cacing ditubuh nyamuk)

- Menentukan bionomik/perilaku nyamuk vektor malaria di suatu daerah endemis malaria

- Pemeriksaan / identifikasi ektoparasit pada tikus - Mampu melakukan uji presipitin

- Mampu melakukan susceptibility atau resistensi nyamuk dewasa terhadap insektisida

- Mampu melakukan bioassay pada nyamuk dewasa (IRS,foging) dan jentik

- Pembuatan awetan nyamuk (pinning) dan jentik ( mounting) - Pembuatan replika nyamuk

2) Laboratorium Parasitologi

- Pembuatan preparat malaria sediaan darah tipis dan tebal

- Pembuatan preparat malaria dengan pewarnaan acridine orange dan giemsa

- Pemeriksaan parasit malaria secara mikroskopis - Pemeriksaan parasit malaria dengan rapid test - Melakukan kultur parasit malaria secara in vivo - Melakukan kultur parasit malaria secara in vitro

- Menghitung densitas (human malaria) pada sediaan darah tipis dan tebal

(33)

- Menghitung parasitemia pada hewan coba

- Pembuatan preparat filaria dengan pewarnaan giemsa dan acridine orange

- Pemeriksaan parasit filaria secara mikroskopis

- Pemeriksaan diagnostik filariasis secara serologis ( deteksi antibodi, deteksi antigen dengan antibodi monoklonal)

- Melakukan kultur parasit filaria secara in vivo - Melakukan kultur parasit filaria secara in vitro

- Melakukan test resistensi plasmodium malaria terhadap obat anti malaria

- Melakukan uji parasit (malaria, filaria, helmint) dengan menggunakan Enzim Link Immuno Sorbent Assay (ELISA) - Melakukan uji parasit (malaria, filaria, helmint) dengan

menggunakan Polimerase Chain Reaction PCR

- Melakukan identifikasi endoparasit pada rodent (helmint dan Protozoa)

3) Laboratorium Epidemiolgi, Gis & Statistik

- Telaah Epidemiologi penyakit bersumber binatang

- Menyiapkan pedoman tool kit penelitian indikasi KLB/KLB P2B2

- Memberi masukan dalam menentukan desain penelitian - Memberi masukan dalam rencana pengolahan dan analisa data - Membantu dalam pengolahan data

(34)

4) Laboratorium Rodentologi

- Taksonomi (inventarisasi spesies dan identifikasi)

- Berbagai ragam teknik trapping (pengumpulan tikus baik hidup maupun mati

- Metode pengawetan spesimen baik basah maupun kering - Uji reproduksi

- Koloni rodent - Uji rodentisida

5) Kemampuan kegiatan yang telah dilakukan

- Pengumpulan Data Dasar Malaria, DBD, Filaria, Leptospirosis, Pes

- Survei Entomologi, Rodentologi, Parasitologi - Spot Survei Daerah Fokus Tinggi

- Survei PSP (Pengetahuan, Sikap, Praktek) - Survei Pemetaan (GIS)

- Melakukan Kegiatan Laboratorium (Rearing Nyamuk, Kolonisasi Mus musculus albino, Pemeriksaan Hb, dll)

- Bio assay : Pasca Penyemprotan IRS, Kelambu berinsektisida - Konfirmasi Laboratorium Di Puskesmas Endemis

- Desiminasi / Informasi Hasil Kegiatan (Ekspo, Buletin, Forum Ilmiah)

- Penyuluhan P2B2 (Leaflet, Booklet, Banner, VCD, Replika nyamuk)

(35)

- Peningkatan Sumber Daya Manusia Bidang Entomologi, Parasitologi, Rodentologi Metodologi Penelitian dan Adm. - Melakukan Survei Epidemiologi di Daerah KLB

- Kemitraan dengan Lintas Sektor

B. Analisis Situasi Khusus

Laboratorium Parasitologi merupakan salah satu Instalasi yang ada di Balai LitBang P2B2 Banjarnegara, alat dan sarana penunjang di instalasi ini antara lain : compound microskop, compound microskop dengan kamera, parasitologi kit, teaching microskop (tandem 5 orang), lemari penyimpanan alat, alat dan bahan pembuatan sediaan darah untuk malaria dan filariasis.

Gambar 3.4 Struktur organisasi Instalasi parsitologi

Kemampuan instalasi parasitologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara antara lain:

1. Pembuatan preparat malaria sediaan darah tipis dan tebal 2. Pembuatan preparat malaria dengan giemsa

3. Pemeriksaan parasit malaria secara mikroskopis

Kepala Instalasi Rr.Anggun PD,SKM,MPH Staff: 1. Novia triastuti 2. Dwi priyanto,S.Si 3. Wahyuning nuraeni 4. Dian indra dewi

(36)

4. Pemeriksaan parasit malaria dengan rapid test

5. Menghitung densitas (human malaria) pada sediaan darah tipis dan tebal 6. Pembuatan preparat filaria dengan pewarnaan giemsa

7. Pemeriksaan parasit filaria secara mikroskopis

8. Melakukan identifikasi endoparasit pada rodent (helmint dan Protozoa) Salah satu kegiatan yang telah dilakukan di Instalasi parsitologi adalah pemeriksaan Endoparasit pada tikus, Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh induk semangnya. Endoparasit yang ada pada tikus dapat berupa cacing dan protozoa. Pemeriksaan endoparasit mempunyai beberapa tahapan mulai dari penangkapan tikus, pembedahan untuk pengambilan organ dalam tikus, pencarian endoparasit pada organ dalam, pewarnaan cacing (endoparasit), pengawetan dan identifikasi endoparasit.

(37)

BAB IV

IDENTIFIKASI, PERUMUSAN MASALAH DAN PRIORITAS MASALAH A. Identifikasi Masalah

Instalasi Parasitologi merupakan salah satu instalasi laboratorium yang dimiliki oleh Balai LitBang P2B2 Banjarnegara yang peran utamanya untuk pemeriksaan berbagai jenis parasit, seperti malaria, filaria dan endoparasit pada tikus. Kemampuan dari instalasi parasitologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara antara lain:

- Pembuatan preparat malaria sediaan darah tipis dan tebal

- Pembuatan preparat malaria dengan pewarnaan acridine orange dan giemsa

- Pemeriksaan parasit malaria secara mikroskopis - Pemeriksaan parasit malaria dengan rapid test - Melakukan kultur parasit malaria secara in vivo - Melakukan kultur parasit malaria secara in vitro

- Menghitung densitas (human malaria) pada sediaan darah tipis dan tebal - Menghitung parasitemia pada hewan coba

- Pembuatan preparat filaria dengan pewarnaan giemsa dan acridine orange - Pemeriksaan parasit filaria secara mikroskopis

- Pemeriksaan diagnostik filariasis secara serologis ( deteksi antibodi, deteksi antigen dengan antibodi monoklonal)

- Melakukan kultur parasit filaria secara in vivo - Melakukan kultur parasit filaria secara in vitro

(38)

- Melakukan uji parasit (malaria, filaria, helmint) dengan menggunakan Enzim Link Immuno Sorbent Assay (ELISA)

- Melakukan uji parasit (malaria, filaria, helmint) dengan menggunakan Polimerase Chain Reaction PCR

- Melakukan identifikasi endoparasit pada rodent (helmint dan Protozoa) Penyakit bersumber rodensia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, ektoparasit dan cacing. Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh induk semangnya, Endoparasit dapat berupa cacing dan protozoa. Cacing yang terdapat pada rodensia termasuk dalam golongan nematoda, cestoda dan trematoda. Kegiatan untuk memahami jenis-jenis endoparasit pada tikus yakni berupa cacing atau helmint, maka perlu dilakukan pemeriksaan endoparasit pada tikus.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka rumusan masalah yang dapat dikaji adalah Bagaimana Pemeriksaan Endoparasit pada tikus di Balai LitBang P2B2 Banjarnegara.

C. Prioritas Masalah

Salah satu penyakit bersumber rodensia atau tikus adalah cacing. Cacing pada tikus hidup sebagai endoparasit pada organ-organ dalam tubuh tikus. Cacing yang terdapat pada rodensia termasuk dalam golongan nematoda, cestoda dan trematoda. Kegiatan untuk memahami jenis-jenis endoparasit pada tikus yakni berupa cacing atau helmint, maka perlu dilakukan pemeriksaan endoparasit pada tikus. Dalam kegiatan pemeriksaan endoparasit pada tikus harus melalui beberapa tahap antara lain penangkapan muridae atau

(39)

tikus (survei dan identifikasi), Pengambilan dan pemeriksaan keberadaan nematoda pada muridae, dan Pewarnan serta identifikasi cestoda.

(40)

BAB V PEMBAHASAN

Dalam kegiatan pemeriksaan endoparasit pada tikus harus melalui beberapa tahap antara lain penangkapan muridae atau tikus (survei dan identifikasi), Pengambilan dan pemeriksaan keberadaan nematoda pada muridae, dan Pewarnan serta identifikasi cestoda. Langkah-langkah hingga dapat mengidentifikasi endoparasit adalah sebagai berikut:

A. Penangkapan muridae 1. alat

- Perangkap muridae protabel (single life trap) tipe tomahawk - Kantong kain putih

- Kawat halus - Timbangan - Penggaris - Bisturi - Pinet - pinset 2. Bahan - Tali raffia - Umpan - Ketamin - Alkohol 70 % - Formalin 4 % - Syringe 1ml - Gunting - Masker - Sarung tangan - Haircap - Atropin

(41)

3. Cara kerja

a. Survei muridae

Penangkapan muridae dilakukan dengan memasang perangkap pada sore hari mulai pukul 16.00 WIB kemudian perangkapnya diambil esok harinya antara pukul 06.00-09.00 WIB. Untuk penangkapan di dalam rumah diperlukan minimal dua perangkap, sedangkan dilur rumah tiap area luasnya 10 m2 cukup dipasang dua perangkap dengan pintu perangkap saling bertolak belakang. Peletakan perangkap yang tepat sangat penting untuk memperoleh hasil yang maksimal. Pemasangan perangkap diletakkan di tempat yang diperkirakan sering dilewati tikus, misalnya dengan melihat bekas telapak kaki dan kotoran. Di lingkungan rumah, perangkap diletakkan di dapur rumah. Untuk memikat masuknya muridae ke dalam perangkap, dipasang umpan kelapa bakar yang harus diganti setiap hari. Perangkap dibiarkan ditempat selama 2-3 hari dan setiap hari perangkap harus diperiksa. Selanjutnya perangkap yang telah berisi muridae di beri label yang mencantumkan tanggal, bulan, tahun, tempat (atap, dapur, kebun, jenis pohon dan sebagainya) serta kode lokasi daerah penangkapan. Tikus yang tertangkap kemudian dimasukkan ke dalam kantong kain dan dikirim ke laboratorium untuk diproses (identifikasi dan pembedahan).

b. Identifikasi muridae

Muridae yang tertangkap masih berada di dalam kantong, dipingsankan dengan dibius atropin 0,2-0,5 mg/Kg berat badan

(42)

muridae dilanjutkan Ketamin HCL dosis 50-100 mg/Kg berat badan muridae dengan cara menyuntikkan pada otot tebal bagian paha muridae. Setelah tikus terbius kemudian dilakukan eusthanasia dengan menggunakan dislokasi tulang leher. Selanjutnya dilakukan identifikasi dan pemberianlabel dengan keterangan sebagai berikut: nama jenis, lokasi/habitat, tanggal (hari, bulan, tahun), jenis kelamin, panjang badan (mm), panjang ekor (mm), panjang telapak kaki (mm), panjang telinga (mm), rumus susu atau testis, warna bulu punggung dan perut, warna ekor bagian atas dan bawah, bulu badan (kasar atau halus) terutama bagian pangkal ekor, berat badan (gram), kolektor. Tahap identifikasi muridae yang tertangkap:

- Pengukuran panjang total, dari ujung hidung sampai ujung ekor (Total Length/TL), satuan dalam mm.

- Pengukuran panjang ekornya, dari pangkal sampai ujung (Tail/T), satuan dalam mm.

- Pengukuran panjang telapak kaki belakang, dari tumit sampai ujung kuku (Hind Foot/HF), satuan dalam mm.

- Pengukuran panjang telinga, dari pangkal daun telinga sampai ujung daun telinga (Ear/E), satuan dalam mm.

- Penimbangan berat badanya, satuan berat badan dalam gram. - Muridae betina dihitung jumlah punting susu (mamae) pada bagian

dada dan perut. Misal hasilnya: 2+3=10, artinya 2 pasang dibagian dada dan 3 pasang di bagian perut sama dengan 10 buah.

(43)

- Muridae diamati warna dan jenis rambut bagian atas dan bagian bawahnya, warna dan panjang ekor serta bentuk dan ukuran tengkorak.

- Dengan menggunakan kunci identifikasi muridae, tentukan jenis muridae yang diidentifikasi tersebut.

B. Pembedahan tikus 1. Bahan - Atropin - Ketamin - alkohol 2. alat

- 1 set peralatan bedah - Botol

- Cawan petri 3. Cara kerja

- Tikus yang sudah dimatikan dengan atropin dan ketamin, kemudian di identifikasi

- Lakukan pembedahan dengan cara memotong sepanjang bagian perut dengan menggunakan gunting bedah

- Ambil setiap organ dalam tikus dengan cara meotongnya dan pisahkan ke cawan petri

(44)

- Masukan organ dalam tikus ke dalam botol yang berisi alkohol, untuk dikirim ke laboratorium yang selanjutnya organ dalam tersebut di bedah untuk mencari endoparasitnya

Gambar 5.1. organ dalam tikus

C. Pengambilan dan pemeriksaan keberadaan nematoda pada muridae 1. Bahan - Formalin - Alkohol - Lactophenol - Gliserin 2. alat - Vial nematoda - Pinset - Petridisk - Obyek glass - Deck glass

(45)

- Microscope dissecting - Microscope compound 3. Cara kerja

- Muridae yang telah teridentifikasi dibedah dengan iris vertikal dari bagian bawah thorax sampai ke abdomen

- Muridae diamsukkan dalam wadah plastik

- Masukkan larutan formalin 4% kedalam wadah yang telah berisi muridae untuk dikirim ke laboratorium

- Muridae lapangan dibawa ke laboratorium

- Di laboratorium muridae diambil dari wadah yang berisi formalin 4% kemudian disiram dengan air mengalir secara perlahan-lahan - Kemudian muridae disimpan dalam alkohol 70%

- Untuk mencari nematoda dengan membuka bagian thorax dan abdomen muridae, organ jantung, hati, paru-paru dan saluran pencernaan dikeluarkan dan dipisahkan perbagian untuk diperiksa ada tidaknya nematoda. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan disecting microscope

- Nematoda yang ditemukan diambil, dimasukan dalam vial yang berisi alkohol 70% kemudian disimpan

- Proses identifikasi dengan mengambil nematoda dalam vial penyimpanan tersebut kemudian diberi larutan gliserin-alkohol dan dibiarkan beberapa jam sampai kutikula terlihat transparan, gliserin-alkohol digunakan untuk menjernihkan kutikula nematoda sebelum diidentifikasi menggunakan mikroskop

(46)

- Setelah direndam dengan gliserin-alkohol tetesi nematoda dengan dengan mengguakan gliserin

- Untuk nematoda yang berukuran besar dalam menjernihkan kutikula menggunakan lactophenol

- Kemudian diidentifikasi dibawah microscope compound

- Sampah/sisa dari sampel muridae yang telah diperiksa dan sampah sisa hasil pemeriksaan yang tidak dimanfaatkan lagi dikumpulkan untuk dimusnahkan dengan cara di bakar.

D. Pewarnaan dan identifikasi cestoda 1. Bahan - Aquadest - Formalin - Etanol - Alkohol (30%, 50%, 70%, 80% dan 90%) - Tali karet - Asam asetat - Semichon’s carmine - HCL - Xylol - Entellan 2. alat - Gelas ukur - Becker glass - Botol oksigen

(47)

- Deck glass - Cover glass - Gelas arloji - Cawan petri - Jarum

3. Pembuatan Larutan A.F.A.

- Siapkan alat dan bahan yang diperlukan

- Masukan formalin sebanyak 10 ml ke dalam gelas oksigen - Tambahkan etanol sebanyak 50 ml

- Tambahkan asam asetat (Acetic acid glacial) sebanyak 2 ml - Atmbahkan aquadest sebanyak 40 ml

- Homogenkan dengan cara dikocok secara perlahan 4. Persiapan pengecatan

- Cacing cestoda (cacing pita) : dipilih skoleks (bagian kepala) dan proglotid (dipotong panjangnya 1 cm)

- Cacing dipres diantara dua obyek glas kemudian ditali karet agar tipis

- Kemudian dimasukkan dalam larutan A.F.A. didalam cawan petri tertutup selama 24 jam

5. Cara kerja pewarnaan

- Siapkan tempa pewarnaan yang berisi banyak cekungan (gelas arloji)

(48)

- Kemudian masukan cacing berturut-turut dalam larutan berikut masing-masing selama 15 menit

- Aquadest - Alkohol 30% - Alkohol 50% - Alkohol 70%

- Masukan 15 tetes alkohol 70% + 15 tetes Semichon’s carmine dan aduk menggunakan ujung jarum

- Rendam cacing dalam larutan tersebut selama 1 jam

- Pindahkan cacing berturut-turut dlalam larutan berikut, masing-masing 15 menit: Alkohol 70%, 80%, 95%

- Kemudian masukan ke dalam Alkohol 95% + 2 tetes HCL (waktu relatif tergantung ketebalan spesimen)

- Alkohol 100% selama 15 menit - Xylol selama 15 menit

- Pewarnaan selesai, cacing diawetkan dengan ENTELLAN - Diidentifikasi sesuai dengan buku

(49)

Gambar 5.3.Endoparasit pada tikus

Jenis muridae atau tikus yang tertangkap adalah tikus rumah atau Rattus

tanezumi. Rattus tanezumi adalah tikus yang hidup disekitar pemukiman manusia

dan merupakan komensal rodent, ciri dari tikus ini adalah: - Warna badan bagian bawah coklat atau keabu-abuan - Warna ekor bagian atas, bawah dan ujung sama - Warna ekor hitam coklat polos

- Panjang kaki belakang 23-38mm

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap beberapa tikus yang tertangkap, di dalam organ dalamnya terdapat dua jenis cacing yaitu jenis Nematoda dan cestoda.

(50)

Berikut ini hasil pemeriksaan endoparasit pada beberapa Rattus tanezumi di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara:

No Spesies tikus Kode Bagian organ Jenis Endoparasit 1 Rattus tanezumi Banjarmangu D Usus & hati Cestoda

2 Rattus tanezumi JL1 Lambung Nematoda

3 Rattus tanezumi JL12 Hati & Usus Cestoda

4 Rattus tanezumi Wanadadi Hati Cestoda

5 Rattus tanezumi JL20 Hati Cestoda

6 Rattus tanezumi - Negatif -

7 Rattus tanezumi Banjarmangu Negatif -

8 Rattus tanezumi JL3 Hati, Usus &

Lambung

Cestoda & Nematoda 9 Rattus tanezumi JL7 Hati &Lambung Cestoda & Nematoda

Tabel 5.1. hasil pemeriksaan Endoparasit pada tikus

Gambar 5.4 awetan endoparasit tikus

Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan

(51)

tubuhnya bilateral simetrik, panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 m. Menurut penelitian EB kia, MM Homayouni, A Farahnak, M Mohebali, S Shojai di Ahvaz, Iran, jenis nematoda dalam penelitian ini pernah dilaporkan bersifat zoonosis yaitu spesies S. muris dan G. neoplasticum. Syphacia muris pernah ditemukan pada seorang wanita yang bermukim di rumah dengan kondisi lingkungan sanitasi yang tidak baik dan G. neoplasticum ditemukan juga pada mulut seorang wanita, namun belum ada penelitian dan laporan mengenai infestasi spesies nematoda ini pada manusia di Indonesia.

Berdasarkan penelitian dari adil ustiawan yang berjudul Nematoda pada Family Muridae (Tikus dan Mencit) di pemukiman di Kabupaten Banjarnegara, menunjukan hasil penemuan nematoda yang khas adalah sebagai berikut:

Organ ditemukan nematoda Spesies nematoda Caecum S. muris

Lambung A. Neoplasticum M. muris T. javaense

Duodenum N. brasiliensis

Tabel 5.2.spesies nematoda yang sering ditemukan pada tikus

Jenis Nematoda yang sering ditemukan sebagai ednoparasit pada tikus antara lain:

1. Syphacia muris

Adalah spesies yang umum didapatkan dari tikus, biasanya menginfestasi Maxomys whiteheadi, R.tanezumi dan R.exulans. Syphacia

(52)

muris adalah spesies yang kosmopolitan, spesies ini pertama kali

dilaporkan didapat dari R. Argentiventer di jawa.

Diagnosis: cacing berukuran kecil dengan kutikula transversal. Pada ujung bagian anterior kutikula melebar sampai pada bagian cincin syaraf. Esophagus terdiri dari pharynx, corpus dan bulbus posterior. Deidrid tidak terlihat, cephalic plate berbentuk kotak, mulut dikelilingi oleh 3 mulut, 1 terletak dorsal dan 2 terletak sub ventral. Empat papila besar; dua terletak pada bibir dorsal dan masing-masing satu terletak di bibir sub ventral. Lubang amphid terletak diantara papilla kepala dan dibelakangnya terletak lubang pori-pori kecil.

Jantan panjang badan 1.432mm, lebar badan 111mikrom. Panjang dan lebar corpus 170mikrom dan 19 mikrom. Panjang dan lebar bulbus oesophagus 57mikrom dan 47 mikrom. Lebar itsmus 11mikrom. Cincin saraf, lubang ekskretori 85mikrom dan 333mikrom jaraknya dari ujing kepala. Jarak mamelon pertama, kedua dan ketiga dari ujung kepala masing-masing 676mikrom, 773 mikrom dan 920 mikrom. Spikula satu, tipis berbentuk jarum dengan panjang 84 mikrom, gubernakulum 44 mikrom. Panjang ekor 267 mikrom. Paila ekor 3 pasang, 2 pasang terletak adanal saling berdekatan dan 1 pasang posterior.

Betina: panjang dan lebar tubuh 2, 891 mm dan 205 µm. Lateral alae tidak ada. Lebar dan panjang pharynk 21 µm dan 17 µm, panjang dan lebar corpus 478 µm dan 70 µm, lebar itsmus 42 µm, panjang dan lebar bulbus oesophagus 143 µm dan 145 µm. Panjang chephalic vehicle 584 µm. Jarak cincin saraf, lubang ekskretori dan vulva dari ujung kepala

(53)

masing-masing 105 µm, 549 µm dan 833 µm (28.8% TBL). Panjang ekor 609 µm, mengecil ke arah ujung. Telur asimetris, salah satu sisinya lurus, panjang dan lebarnya 66-76 µm dan 28-35 µm, mempunyai operkulasi, berembrio di uterus, infektif ketika ditelurkan.

2. Nippostrongylus brasiliensis

Super famili Trichostrongyloidea, famili Heligmonellidae, sub family

Nippostrongylinae, N. Brasiliensis (syn.N. muris) adalah parasit yang

kosmopolit sistem pencernaan pada tikus (Rattus assimilis, Rattus conatus,

R. Norvegicus dan R. Tanezumi) dan mencit (M. Musculus), parasit ini

juga dapat disebarkan oleh roden lainya. Cacing tersebut pada tahap dewasa hidup di duodenum, jejunum kadang di ileum bagian atas, namun duodenum adalah tempat paling favorit untuk cacing tersebut dibandingkan tempat lain didalam saluran pencernaan.

3. Gongylonema neoplasticum (Fibiger &Ditlevsen, 1914)

Superfamilly Spiruroidea, family Gongylonematidae, Genus

Gongylonema terdapat pada permukaan mukosa dan sub mukosa pada

bagian atas sistem pencernaan burung dan mamalia (termasuk tikus). Genus ini mudah dikenali karena kutikula dewasa diselimuti dengan verruciform yang mengeras dan besar.

Gongylonema neoplasticum pada tikus hidup sebagai parasit dilambung

dan dapat berkembang pada kecoa dan Tenebrio molitor. Pernah juga ditemukan larva infektif pada Periplaneta americana dan R. Norvegicus. Pernah dianggap sebagai penyebab kanker lambung pada tikus yang

(54)

terinfeksi tapi kemudian diketahui lesi yang disebabkan nematoda ini adalah non-malignan.

4. Tikusnema javaense (Hasegawa, Shiraishi and Rochman, 1992)

Tikusnema javaense sebelumnya dilaporkan didapatkan pertama kali pada R. Argentiventer di sukamandi dan Pusakanagara.

5. Mastophorus muris (Gmelin, 1790)

Superfamilly Spiruroidea, Family spirocercidae, sub family

mastophorinae, Genus ini merupakan parasit yang umum di muridae,

misal M. Musculus, R. Norvegicus dan rodentia lainnya. Spesies ini mempunyai ciri mulutnya dikelilingi oleh 2 buah lateral mulut berlobus 3 dengan batas gigi dan terdapat di lambung tikus.

Cestoda atau cacing pita merupakan cacing pita yang siklus hidupnya ada yang memerlukan air untuk menetaskan telurnya (contoh : Diphyllobothrium

latum) sedangkan yang lainnya cukup menggunakan tanah. Dalam penularannya

kepada manusia, ada yang memerlukan intermediate host, namun ada juga yang dapat menulari manusia tanpa perantara (contoh: Hymenolepis nana).

1. Morfologi Umum Cestoda

Ukuran cacing dewasa bervariasi dari yang panjangnya hanya 40 mm ( contoh: Hymenolepis nana) hingga yang panjangnya 10-12 m (contoh:

Taenia saginata dan Diphyllobothrium latum). Bentuk badan cacing

dewasa memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral (dari belakang ke depan). Cacing ini terdiri atas scolex (kepala) yang dilengkapi dengan alat isap dan kait-kait, berfungsi sebagai alat untuk melekatkan atau mengaitkan diri pada dinding usus manusia. Di belakang scolex

(55)

terdapat leher, yang merupakan bagian cacing yang tidak bersegmen. Di belakang leher terdapat proglotid yang semakin lama semakin banyak, sehingga menyebabkan cacing menjadi semakin panjang dan bersegmen-segmen. Setiap proglotid atau segmen dilengkapai dengan alat reproduksi jantan dan betina. Semakin jauh dari scolex, maka proglotid nya semakin tua, sehingga proglotid yang paling ujung seolah-olah hanya sebagai kantong telur saja. Proglotid yang paling ujung tersebut disebut dengan gravida. Seluruh bagian cacing, mulai dari scollex samapi proglotid gravid disebut dengan strobila.

2. Sistem Reproduksi Cestoda

Cestoda merupakan cacing yang bersifat hermafrodit. 3. Sistem Pencernaan Cestoda

Cestoda berbeda dengan nematode dan trematoda, tidak mempunyai usus. Cestoda tidak mempunyai saluran cerna. Makanan masuk ke dalam tubh cacing melalui penyerapan oleh permukaan sel cacing.

4. Spesies Kelas cestoda

Spesies kelas cestoda yang dapat menimbulkan infeksi pada manusia adalah sebagai berikut: Diphyllobothrium latum, Hymenolepis nana,

Taenia saginata, T. solium, Echinococcus granulosus dan E.

multilocularis.

5. Host

Manusia merupakan host cestoda ini dalam bentuk sebagai berikut: a. Cacing dewasa, untuk spesies D. latum, T. saginata, T. solium, H.

(56)

b. Larva, untuk spesies Diphyllobothrium sp., T. solium, H. nana, E. granulosus, dan multiceps.

Cacing dari phylum Cestoda yang sering ditemukan sebagai endoparasit pada tikus yang zoonosis yaitu Hymenolepis diminuta dan Hymenolepis nana. Cestoda adalah cacing yang hermaprodit, parasit dalam tubuh dengan badan yang memanjang, beruas-ruas, pipih dorsoventral, tanpa rongga badan maupun saluran pencernaan. Hymenolepis adalah salah satu genus dari cestoda yang umum dijumpai menginfeksi tikus. Jenis parasit ini terdistribusi luas di dunia. Pada keadaan infeksi berat cacing ini dapat mengisi seluruh lumen usus.

1. Hymenolepis diminuta

Dinamakan juga Cacing pita tikus (Rat tpaeworm). Definitive host cacing ini adalah tikus dan hewan pengerat lain, sedangkan manusia merupakan accindental host. Habitat cacing dewasa adalah usus halus tikus. Manusia dan tikus (definitive host) terinfeksi cacing ini melalui makanan yang terkontaminasi dengan cysticercoidnya yang hidup di beberapa jenis serangga (intermediate host). Cyrticercoid yang termakan ini begitu sampai di usus akan segera menempel di dinding usus dan menjadi dewasa. Proglottid tua dari cacing dewasa yang mengandung telur akan segera mengalami disintegrasi sehingga keluarlah telurnya. Telur ini akan keluar bersama-sama tinja dan selanjutnya selanjutnya termakan oleh serangga (Bernardus Sandjaja).

Tubuh H. diminuta terdiri dari scolex, leher dan rangkaian segmen-segmen yang disebut proglotid. Scolex kecil, terdapat 4 batil isapberbentuk bulat dengan diameter 0,1 mm. Leher terdapat diantara

(57)

scolexdengan segmen pertama strobila, yang berupa daerah halus dan tidak bersegmen. Bentuk segmen melebar, jadi lebar segmen lebih panjang dari pada panjang segmen. Segmen muda lebar 0,560-0,867mm dan panjang 0,081-0,096 mm. Segmen dewasa ukuran lebarnya adalah 2,581-2,783mm dan panjangnya 0,19-0,23mm, sedangkan segmen mask lebarnya adalah 2,942-3,210mm dan panjangnya 0,268-0,301mm. Pada proglotid dewasa tampak alat reproduksi tunggal yang terdapat pada masing-masing segmen. Ovarium terletak ditengah segmen. Sedangkan pada proglotid gravid tampak uterus penuh berisi telur meluas sampai ke tepi saluran ekskretori. Porus genetalia kecil, satu buah terletak unilateral, pada salah satu sisi masing-masing segmen. Testes berjumlah 3 buah. Telur berdiameter 53,6-68,6 µm akan membentuk hexacant yang mempunyai enam kait kecil yang berfungsi dalam penetrasi pada dinding pencernaan inang perantara. Telur cacing Hymenolepis diminuta berukuran 60-79 X 72-86µ, dan berbentuk bulat lonjong dan tidak mempunyai filamen. Lapisan dalam telur memiliki dua buah kutub yang menonjol mengelilingi oncosphere dengan 3 pasang kait-kait yang tersusun seperti kipas.

Cestoda spesies ini diketahui mempunyai peranan dalam bidang kesehatan setelah ditemukan menginfestasi pada manusia di negara Iran dan Nepal.

(58)

Gambar 5.5.siklus hidup Hymenolepis diminuta

Gambar 5.6.scolex Hymenolepis diminuta Gambar 5.7.Telur Hymenolepis diminuta

2. Hymenolepis nana

Dikenal sebagai cacing pita kerdil pada manusia (Dwarf Tapeworm of man), walaupun cacing ini biasa hidup pada tubuh tikus. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini disebut hymenolepiasis nana. Cacing ini terdapat diseluruh dunia, tetapi prevalensi yang tertinggi di daerah tropis dan subtropis. Diperkirakan ada sekitar 20 juta penduduk terinfeksi cacing ini. Prevalensi pada tikus antara 1-10% bahkan mencapai 45% di beberapa tempat.

Telur yang tertelan oleh manusia segera menetas dan ocosphere-nya segera menanamkan diri di mukosa usus. Oncosphere ini akan tetap

(59)

tinggal di mukosa usus 4-5 hari kemudian berkembang menjadi cystecercoid larva. Cysticercoid yang sudah tua akan kembali ke lumen usus halus dan menjadi dewasa dalam waktu 8-10 hari. Cacing dewasa mampu hidup di usus manusia sampai satu tahun.

Merupakan golongan Cestoda yang memiliki ukuran terkecil dengan panjang ±25 mm-10 cm dan lebar 1 mm. Skoleksnya bulat memiliki rostellum yang refraktil dengan mahkota kait-kait 20-30 buah, Strobila terdiri dari kira-kira 200 proglotid dan telurnya bulat, mempunyai 2 membran yang meliputi embrio dengan 6 buah kait. Leher cacing ini panjang dan ramping yang diikuti storbila yang panjang. Immature segment pendek dan tidak lebar, sedangkan mature segment lebar. Mature segment memiliki 3 buah testes yang tersusun dalam satu garis dan genital pore-nya terbuka di sebelah lateral. Storbila terakhir membulat pada bagian posteriornya.

Telur Hymenolepis nana berukuran 30-47µ dan berbentuk bulat. Dibagian dalam telur terdapat 4 buah penebalan yang berlanjut sebagai 4 buah filament, nampak pula oncosphere yang memeiliki 3 pasang kait-kait. Telur cacing ini keluar dari segment terakhir yang mengalami disintegrasi, hal ini berbeda dengan Taenia spp yang proglotid terakhirnya lepas dari deretan storbilanya.

Infeksi ringan dengan cacing ini hanya menimbulkan gejala yang minimal atatu sama sekali tidak menimbulkan gejala. Infeksi cacing berat terutama pada anak-anak sering ditandai dengan sakit perut, diare, pusing

(60)

dan sakit kepala. Eosinofilia terjadi pada 10-15% kasus. Infeksi cacing ini dapat diobati dengan Praziquantel.

Gambar 5.8.Hymenolepis nana

Gambar 5.9. siklus hidup Hymenolepis nana

(61)
(62)

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dalam kegiatan pemeriksaan endoparasit pada tikus harus melalui beberapa tahap antara lain:

a. penangkapan muridae atau tikus yang meliputi survei tikus (penangkapan) dan identifikasi spesies tikus.

b. Pengambilan dan pemeriksaan keberadaan nematoda pada muridae c. Pewarnaan dan identifikasi cestoda, meliputi pembuatan larutan

A.F.A., persiapan pewarnaan, pewarnaan, pembuatan awetan dan identifikasi cestoda.

2. Langkah-langkah pembedahan tikus adalah sebagai berikut:

a. Tikus yang sudah dimatikan dengan atropin dan ketamin, kemudian di identifikasi

b. Lakukan pembedahan dengan cara memotong sepanjang bagian perut dengan menggunakan gunting bedah

c. Ambil setiap organ dalam tikus dengan cara meotongnya dan pisahkan ke cawan petri

d. Masukan organ dalam tikus ke dalam botol yang berisi alkohol, untuk dikirim ke laboratorium yang selanjutnya organ dalam tersebut di bedah untuk mencari endoparasitnya

3. Pewarnaan dan identifikasi cestoda meliputi 3 tahap yaitu: a. Pembuatan Larutan A.F.A.

(63)

2) Masukan formalin sebanyak 10 ml ke dalam gelas oksigen 3) Tambahkan etanol sebanyak 50 ml

4) Tambahkan asam asetat (Acetic acid glacial) sebanyak 2 ml 5) Atmbahkan aquadest sebanyak 40 ml

6) Homogenkan dengan cara dikocok secara perlahan b. Persiapan pengecatan

1) Cacing cestoda (cacing pita) : dipilih skoleks (bagian kepala) dan proglotid (dipotong panjangnya 1 cm)

2) Cacing dipres diantara dua obyek glas kemudian ditali karet agar tipis

3) Kemudian dimasukkan dalam larutan A.F.A. didalam cawan petri tertutup selama 24 jam

c. Cara kerja pewarnaan

1) Siapkan tempa pewarnaan yang berisi banyak cekungan (gelas arloji)

2) Lepaskan cacing dari himpitan obyek glas

3) Kemudian masukan cacing berturut-turut dalam larutan berikut masing-masing selama 15 menit

4) Aquades 5) Alkohol 30% 6) Alkohol 50% 7) Alkohol 70%

8) Masukan 15 tetes alkohol 70% + 15 tetes Semichon’s carmine dan aduk menggunakan ujung jarum

(64)

9) Rendam cacing dalam larutan tersebut selama 1 jam

10) Pindahkan cacing berturut-turut dlalam larutan berikut, masing-masing 15 menit: Alkohol 70%, 80%, 95%

11) Kemudian masukan ke dalam Alkohol 95% + 2 tetes HCL (waktu relatif tergantung ketebalan spesimen)

12) Alkohol 100% selama 15 menit 13) Xylol selama 15 menit

14) Pewarnaan selesai, cacing diawetkan dengan ENTELLAN 15) Diidentifikasi sesuai dengan buku

4. Hasil identifikasi endoparasit yang ditemukan pada tikus yang diperiksa di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara adalah sebagai berikut:

No Spesies tikus Kode Bagian organ Jenis Endoparasit 1 Rattus tanezumi Banjarmangu D Usus & hati Cestoda

2 Rattus tanezumi JL1 Lambung Nematoda

3 Rattus tanezumi JL12 Hati & Usus Cestoda

4 Rattus tanezumi Wanadadi Hati Cestoda

5 Rattus tanezumi JL20 Hati Cestoda

6 Rattus tanezumi - Negatif -

7 Rattus tanezumi Banjarmangu Negatif -

8 Rattus tanezumi JL3 Hati, Usus & Lambung

Cestoda & Nematoda 9 Rattus tanezumi JL7 Hati &Lambung Cestoda & Nematoda

B. Saran

1. Dalam tahapan pemeriksaan endoparasit tikus biasanya memrlukan waktu yang cukup lama dan sering terjadi putus tahapan, sehingga dalam pemeriksaan endoparasit sebaiknya memperhatikan waktu dan konsistensi

(65)

agar tahapan pemeriksaan tidak terputus atau tertunda ke tahap selanjutnya.

2. Mekanisme dalam pembedahan tikus hendakny memperhatikan organ-organ yang harus diambil dan bila mungkin mengambil semua organ-organ dalam tikus yang memungkinkan terdapat endoparasit.

3. Proses pewarnan cestoda masih kurang beberapa bahan sehingga perlu adanya pengadaan bahan untuk melengkapinya.

4. Untuk penelitian atau pemeriksaan endoparasit selanjutnya hendaknya lebih memperbanyak spesies tikus agar kemungkinan didapatkan endoparasit lebih beragam.

Gambar

Tabel 2.1 pola persebaran endoparasit pada tubuh tikus
Gambar 3.1. gambar sejarah Balai litbang P2B2 Banjarnegara  Sejarah  Balai  Litbang  P2B2  Banjarnegara  yaitu  dari  Proyek  Intensification  of  Communicable  Disease  Control  –  Asian  Development  Bank  (ICDC-ADB)  yang  dimulai  pada  tahun  1998,  y
Gambar 3.2 Struktur organisasi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara  5.  Kemampuan
Gambar 3.3 SDM Balai Litbang P2B2 Banjarnegara  b.  Sarana Dan Prasarana Yang Dimiliki
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rizki Handayani, MBTM – Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (Events) Kemenparekraf Talkshow Webinar: ASEAN Focus on Music & Performing Arts -

Ellyawati, 2015 (Universitas Atma Jaya Jogjakarta) Penelitian ini berjudul “Pengaruh Desain Kemasan (packaging) pada impulsive buying”.Hasil penelitian ini memberikan bukti

Dalam penjadwalan proyek, khususnya menentkan urutan pe- laksanaan kegiatan yang tertuang dalam untaian gen dalam sebuah kromosom, operator genetika tidak dapat

pH pada lokasi penelitian diduga menjadi penyebab rendahnya konsentrasi logam Pb disemua stasiun seperti yang dikemukakan oleh Batelle memorial Institute (2003)

Secara umum kandungan logam berat baik Pb, maupunCu dalam air memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan yang ada di sedimen.Hal ini disebabkan karena

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 45 responden hanya (35 77,8%) responden yang memiliki pengawasan cukup dan 10 (22,2) responden diantaranya masih memiliki

Rumus ABC, begitu juga dengan pola 3P, merupakan pendekatan yang sangat sederhana dan praktis dalam menyusun kerangka karangan artikel sehingga siapa pun merasa mudah dan bisa

Berdasarkan Tabel 1 hasil perhitungan korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara social support dengan parenting stress ibu dengan anak tunagrahita