TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk di antaranya: kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegrable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida (Anonim, 2007 ).
Umumnya, semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas. Tetapi hanya bahan organik homogen, baik padat maupun cair yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Bila sampah-sampah organik tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Tapi, hanya CH4 yang
dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Umumnya kandungan CH4 dalam reaktor sampah organik berbeda-beda.
Zhang et al.(1997) dalam penelitiannya, menghasilkan CH4 sebesar 50-80% dan CO2
20-50%. Sedangkan Hansen (2001), dalam reaktor biogasnya mengandung sekitar 60-70% CH4, 30-40% CO2, dan gas-gas lain, meliputi amonia (NH3), hidrogen
sulfida (H2S), merkaptan (tio alkohol) dan gas lainnya. Tetapi secara umum rentang
komposisi biogas adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Komposisi Biogas
Komponen %
Metana (CH4) 55-75
Karbon dioksida (CO2) 25-45
Nitrogen (N2) 0-0,3
Hidrogen (H2) 1-5
Hidrogen sulfida (H2S) 0-3
Oksigen (O2) 0,1-0,5
(Hermawan, dkk, 2007)
CH4 dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi CO2 yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena
CH4 merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan CO2. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer
tidak akan menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.
Biogas dapat terbakar apabila mengandung kadar CH4 minimal 57% yang
menghasilkan api biru (Hammad et al., 1999). Sedangkan menurut Hessami (1996), biogas dapat terbakar dengan baik jika kandungan CH4 telah mencapai minimal 60%.
Pembakaran gas CH4 ini selanjutnya menghasilkan api biru dan tidak mengeluarkan
asap (Hermawan dkk, 2007).
2.2 Sejarah Biogas
Gas CH4 terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik oleh bakteri metana atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik sehingga terbentuk gas metana (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas. Sebetulnya di
tempat-tempat tertentu proses ini terjadi secara alamiah sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Gas metana sama dengan gas LPG (Liquidified Petroleum Gas), perbedaannya adalah gas metana mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak. (Anonim, 2005).
Kebudayaan Mesir, China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas. Namun, orang pertama yang mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran adalah Alessandro Volta (1776), sedangkan Willam Henry pada tahun 1806 mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai CH4. Becham (1868), murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882), memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan CH4.
Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM (Bahan Bakar Minyak) semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu
ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900.
Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Niugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit biogas dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran gas bio yang terbentuk.
Dengan teknologi tertentu, gas metana dapat dipergunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas metana dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas sebagaimana halnya LPG. (FAO, 1981).
2.3 Langkah-Langkah Pembentukan Biogas
Secara umum, langkah-langkah pembentukan biogas ada 3 yaitu : 1. Hidrolisis
Pada langkah pertama, bahan organik secara enzimatis diuraikan oleh enzim ekstraselular (selulosa, amilase, proteinase, dan lipase) mikroorganisme. Bakteri mendekomposisi rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak menjadi bagian yang lebih pendek. Sebagai contoh, polisakarida diubah menjadi monosakarida. Protein dibagi menjadi peptida dan asam amino.
2. Asidifikasi
Bakteri penghasil asam, terlibat dalam langkah kedua, menkonversi hasil fermentasi menjadi asam asetat (CH3COOH), hidrogen (H2) dan karbon dioksida
(CO2). Bakteri ini bersifat anaerobik dan dapat tumbuh di bawah kondisi asam.
Untuk menghasilkan asam asetat, mereka membutuhkan oksigen dan karbon. Untuk ini, mereka menggunakan oksigen larut dalam larutan atau oksigen terikat. Selain itu, bakteri penghasil asam menciptakan suatu kondisi anaerobik yang penting bagi mikroorganisme penghasil metana. Setelah itu, terjadi penguraian senyawa dengan berat molekul yang rendah menjadi alkohol, asam organik, asam amino, karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan metana.
3. Pembentukan Metana
Bakteri penghasil metana, terlibat dalam langkah ketiga, mendekomposisi senyawa dengan berat molekul rendah. Sebagai contoh, digunakan hidrogen, karbon dioksida, dan asam asetat untuk membentuk CH4 dan CO2. Di bawah
kondisi alami, mikroorganisme penghasil metana bersifat anaerobik dan sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan.
2.4 Parameter Fermentasi
Pada dasarnya efisiensi produksi biogas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi : suhu, derajat keasaman (pH), konsentrasi asam-asam lemak volatil, nutrisi (terutama nisbah karbon dan nitrogen), zat racun, waktu retensi hidrolik, kecepatan bahan organik, dan konsentrasi amonia. Dari berbagai penelitian yang penulis peroleh, dapat dirangkum beberapa kondisi optimum proses produksi biogas yaitu:
Tabel 2.2 Kondisi Optimum Produksi Biogas
Parameter Kondisi Optimum
Suhu 550C
Deajat Keasaman 6,8-7,8
Nutrien Utama Karbon dan Nitrogen
Sulfida <200 mg/L
Logam-logam berat terlarut < 1 mg/L
Sodium <5000 mg/L
Kalsium < 2000 mg/L
Magnesium < 1200 mg/L
Amonia < 1700 mg/L
(Hermawan, dkk, 2007)
Parameter-parameter di atas harus diperhatikan dan dijaga karena jika kondisi tidak terpenuhi maka produk utama yang dihasilkan bukan CH4, melainkan CO2. 2.4.1 Alkalinitas
Alkalinitas limbah cair dapat dihasilkan dari hidrokarbon, karbonat(CO32-) dan
bikarbonat (HCO3-) yang berikatan dengan kalsium, magnesium, kalium dan amonia.
Alkalinitas limbah cair membantu mempertahankan pH agar tidak mudah berubah yang disebabkan oleh penambahan asam. Selain itu, alkalinitas juga mempengaruhi pengolahan zat-zat kimia dan biologi serta dibutuhkan sebagai nutrisi bagi mikroba.
Kadar alkalinitas diperoleh dengan menitrasi sampel dengan larutan standar asam dan diperoleh hasil dalam satuan mg/L CaCO3.
2.4.2 pH
Konsentrasi ion-hidrogen merupakan kualitas parameter yang penting di dalam limbah cair. pH dapat diartikan sebagai eksistensi dari kehidupan mikroba di dalam limbah cair (biasanya bernilai 6 - 9). Limbah cair memiliki pH yang sulit diatur karena adanya proses pengasaman pada limbah cair.
2.4.3 Nutrisi
Nutrisi bagi pertumbuhan mikroba dalam limbah cair umumnya adalah nitrogen dan fosfor (NP). Untuk mendapatkan sludge yang kecil pada proses anaerobik, maka diperlukan kadar NP yang cukup. Oleh karena itu, penambahan N dan/atau P yang dibutuhkan tergantung dari substrat dan nilai dari SRT (Solid
Retention Time). Biasanya jumlah nutrisi yang dibutuhkan seperti NP dan sulfur (S)
pada rentang 10-13, 2-2,6 dan 1-2 mg/100 mg limbah. Namun, agar metanogenesis yang terjadi maksimum, konsentrasi NPK biasanya 50, 10, dan 5 mg/L. Kandungan N dapat diperoleh dari berbagai macam senyawa, salah satunya NH4HCO3 (amonium
hidrogen karbonat).
2.4.4 Logam Berat Terlarut
Logam berat terlarut sangat penting di dalam proses fermentasi limbah cair, terutama pada proses metanogenesis, karena berfungsi sebagai nutrisi penting bagi pertumbuhan mikroba. Kandungan logam berat terlarut yang direkomendasikan pada pengolahan limbah cair seperti besi, kobalt, nikel dan seng adalah 0,02; 0,004; 0,003 dan 0,002 mg/g produksi asam asetat. Sedangkan kadar logam berat terlarut yang direkomendasikan per liter reaktor adalah 1 mg FeCl2; 0,1 mg CaCl2; 0,1 mg NiCl2;
dan 0,1 mg ZnCl2.Penambahan logam-logam ini meningkatkan aktifitas mikroba dan
sangat menguntungkan pada proses anaerobik untuk limbah cair.
2.5 Fermentasi Anaerobik
Fermentasi anaerob berarti selama proses fermentasi tidak ada udara yang masuk di dalam reaktor. Fermentasi anaerob memiliki bebearapa keuntungan dan kerugian, yaitu:
Tabel 2.3 Keuntungan dan Kerugian Fermentasi Anaerobik
No. Keuntungan Kerugian
1. Energi yang dibutuhkan sedikit Membutuhkan waktu pembiakan yang lama
2. Produk samping yang dihasilkan sedikit
Membutuhkan penambahan senyawa alkalinity
3. Nutrisi yang dibutuhkan sedikit Tidak mendegradasi senyawa nitrogen dan fosfor
4. Dapat menghasilkan senyawa methana yang merupakan sumber energi yang potensial
Sangat sensitif terhadap efek dari perubahan temperatur
5. Hanya membutuhkan rekator dengan volume yang kecil
Menghasilkan senyawa yang beracun seperti H2S.
(Metcalf & Eddy, 2003)
2.6 Nilai Potensial Biogas
Biogas yang bebas pengotor (H2O, H2S, CO2, dan partikulat lainnya) dan telah
mencapai kualitas pipeline adalah setara dengan gas alam. Dalam bentuk ini, gas dapat digunakan sama seperti penggunaan gas alam. Pemanfaatannya pun telah layak sebagai bahan baku pembangkit listrik, pemanas ruangan, dan pemanas air. Jika dikompresi, biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi yang digunakan pada kendaraan. Di Indonesia nilai potensial pemanfaatan biogas ini akan terus meningkat karena adanya jumlah bahan baku biogas yang melimpah dan rasio antara energi biogas dan energi minyak bumi yang menjanjikan. Berdasarkan sumber Departemen Pertanian, nilai kesetaraan biogas dengan sumber energi lain adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4 Kesetaraan Biogas dengan sumber lain
Bahan Bakar Jumlah
Biogas 1 m3
Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak solar 0,52 liter
Bensin 0,8 liter
Gas kota 1,5 m3
Kayu bakar 3,5 kg
(Hermawan, dkk, 2007)
2.7 Limbah Cair Kelapa Sawit
Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) berasal dari air kondensat pada proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik. Jumlah air buangan tergantung
pada sistem pengolahan, kapasitas olah pabrik, dan keadaan peralatan klarifikasi. Limbah cair PMKS mengandung bahan organik yang relatif tinggi dan tidak bersifat toksik karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksi minyak. Komposisi kimia limbah cair PMKS dan komposisi asam amino limbah cair segar disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2.5 Komposisi Kimia Limbah Cair PMKS
Komponen % Berat Kering
Ekstrak dengan ether 31.60
Protein (N x 6,25) 8.20 Serat 11.90 Ekstrak tanpa N 34.20 Abu 14.10 P 0.24 K 0.99 Ca 0.97 Mg 0.30 Na 0.08 Energi (kkal / 100 gr) 454.00 (Siregar, 2009)
Tabel 2.6 Komposisi Asam Amino Limbah Cair Segar PMKS
Asam Amino % Lisine 0.98 Histidine 2.02 Arginine 0.74 Aspartot asam 8.37 Threoine 3.37 Serine 8.19 Glutamit asam 13.19 Piroline 3.80 Glycine 1.96 Alanine 5.67 Valine 4.05 Methionine 0.14 Isoleusine 3.10 Leusine 8.79 Tyrosine 2.06 Phanylalarine 3.48 (Siregar, 2009)
Limbah cair PMKS umumnya bersuhu tinggi, berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Bila larutan
tersebut langsung dibuang ke perairan sangat berpotensi mencemari lingkungan, sehingga harus dioleh terlebih dahulu sebelum dibuang.
Parameter yang menggambarkan karakteristik limbah terdiri dari sifat fisik, kimia, dan biologi. Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisik meliputi suhu, kekeruhan, bau, dan rasa, berdasarkan sifak kimia meliputi kandungan bahan organik, protein, BOD, chemical oxygen demand (COD), sedangkan berdasakan sifat biologi meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup ada 6 (enam) parameter utama yang dijadikan acuan baku mutu limbah meliputi :
a. Tingkat keasaman (pH), ditetapkannya parameter pH bertujuan agar mikroorganisme dan biota yang terdapat pada penerima tidak terganggu, bahkan diharapkan dengan pH yang alkalis dapat menaikkan pH badan penerima.
b. BOD, kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik. Semakin tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima akan semakin tinggi.
c. COD, kelarutan oksigen kimiawi adalah oksigen yang diperlukan untuk merombak bahan organik dan anorganik, oleh sebab itu nilai COD lebih besar dari BOD.
d. Total suspended solid (TSS), menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total solid. Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi.
e. Kandungan total nitrogen, semakin tinggi kandungan total nitrogen dalam cairan limbah, maka akan menyebabkan keracunan pada biota.
f. Kandungan oil and grease, dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada saat kondisi aerobik.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup secara khusus telah menerbitkan 2 buah Keputusan Menteri yang menyangkut pemanfaatan air limbah PMKS yaitu Kepmen LH Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian dan
Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit dan Kepmen LH Nomor 29 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit. Karakteristik limbah yang dihasilkan PMKS dan baku mutu limbah disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.7 Karaktersitik Limbah PMKS dan Baku Mutu Limbah
Parameter Limbah PMKS
*)
Baku Mutu Limbah **)
pH 4,10 6 – 9
BOD (g/L) 212,80 110
COD (g/L) 347,20 250
TSS (g/L) 211,70 100
Kandungan Nitrogen Total (g/L) 41 20
Oil and grease (g/L) 31 30
*) Siregar (2009)
**) Kepmen LH Nomor 51/MEN LH/10/1995
Berdasarkan data di atas, ternyata semua parameter limbah cair PMKS berada diatas ambang batas baku mutu limbah. Jika tida dilakukan pencegahan dan pengolahan limbah, maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti pencemaran air yang mengganggu bahkan meracuni bota perairan, menimbulkan bau, dan menghasilkan gas metan dan CO2 yang merupakan emisi gas penyebab
efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan.
2.8 Deskripsi Proses Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biogas dari Limbah Cair Kelapa Sawit
2.8.1 Pretreatment Limbah Cair Kelapa Sawit
Limbah cair kelapa sawit (LCKS) dikumpulkan di dalam bak penampungan (F-101), dimana pada bagian atasnya terdapat screening filter (H-102 A/B) yang bertujuan untuk menyaring partikel-partikel seperti cangkang sawit atau serat-serat lain yang dapat menggangu proses fermentasi. Selain itu, pasir yang terkandung di dalam LCKS juga diendapkan agar tidak mengganggu proses fermentasi dan alat yang digunakan tidak cepat rusak. Lumpur yang mengendap dipisahkan dari LCKS dan menuju penyaringan filter press untuk diolah menjadi pupuk.
2.8.2 Fermentasi Limbah Cair Kelapa Sawit menjadi Biogas
Limbah cair kelapa sawit (LCKS) yang telah terpisah dengan ampas ditampung dalam bak penampung (F-103). Sebagian LCKS dialirkan ke tangki pencampuran NaHCO3 (M-110) untuk melarutkan padatan NaHCO3. Penambahan senyawa
NaHCO3 dilakukan untuk menetralkan pH di dalam reaktor, karena proses fermentasi
berlangsung dengan baik dalam pH 6-8. Kemudian campuran NaHCO3 dialirkan ke
dalam bak netralisasi (F-106) bersama dengan LCKS yang dialirkan dari bak penampung (F-103). Kemudian inokulum dan sebagian LCKS di alirkan ke dalam tangki pencampuran nutrisi (M-102) untuk memudahkan proses penambahan nutrisi ke dalam reaktor karena nutrisi berupa padatan. Jika nutrisi di tambahkan langsung ke dalam reaktor, maka kondisi reaktor akan sulit dijaga agar tetap di dalam kondisi anaerobik.
Setelah itu, LCKS yang telah netral pH-nya, larutan nutrisi beserta inokulum dialirkan ke fermentor. Fermentor yang digunakan adalah jenis tangki berpengaduk (Continious Stirred Tank Reactor). suhu di dalam fermentor dijaga 35-390C, dimana bakteri yang digunakan adalah bakteri mesofillik. Proses yang terjadi meliputi proses hidrolisis, asidifikasi, dan proses pembentukan metana dengan hydraulic retention time 7 hari. Dari fermentor, sisa ampas dialirkan ke filter press untuk kemudian diolah menjadi pupuk padat dan pupuk cair.
2.8.3 Pemurnian Biogas
Komponen biogas terbesar yang dihasilkan yaitu metana (CH4) dan karbon
dioksida (CO2). Campuran gas ini diturunkan suhunya hingga 30oC pada cooler I
(E-301) agar proses absorpsi berlangsung lebih efektif. Lalu campuran gas dialirkan ke dalam suatu kolom membran kontaktor untuk memisahkan CO2 dimana air sebagai
absorber. Jenis membran yang digunakan adalah serat berongga (hollow fibre). Selektivitas air tehadap CO2 dan solubilitas CO2 dalam air menyebabkan CO2 dapat
melewati membran dalm melarut dalam air. Campuran Air-CO2 masuk ke dalam bak
(F-303) dan CH4 ditampung dalam tangki (F-304) .
2.8.4 Pencairan Biogas
Gas metan yang telah dimurnikan ditampung dalam tangki akumulasi (F-304) Tekanan gas metana dinaikkan dari 1 atm menjadi 3 atm menggunakan kompresor
sentrifugal (G-401), akibatnya temperatur gas meeningkat menjadi 112oC. Temperatur gas diturunkan hingga 30oC dengan mengalirkan ke cooler II (E-402). Selanjutnya temperatur gas diturunkan hingga -60oC melalui heat exchanger I (E-403) dengan propana sebagai refrigeran. Lalu pendinginan tahap berikutnya dilakukan hingga suhu -125,26oC dengan metana pada alur recycle sebagai refrigeran. Gas bersuhu rendah dan bertekanan tinggi ini dilewatkan pada ekspander (G-410) untuk menurunkan tekanan gas metan menjadi 1 atm sekaligus menurunkan suhunya menjadi -166,22oC. Kemudian, uap metana basah ini dialirkan menuju flash drum untuk memisahkan metana cair dengan metana gas yang tidak berhasil dicairkan. Metana yang masih berupa gas ini masih cukup dingin, sehingga ia dilewatkan kembali ke heat exchanger (E-404) sebagai pendingin lalu masuk kembali ke tangki akumulasi CH4 304). Metana cair ditampung dalam tangki
(F-406). Sedangkan off gas ditampung dalam tangki (F-407) dan dapat pula dijual. 2.9Sifat-sifat Bahan Pembantu dan Produk
2.9.1 Metana (CH4)
Fungsi : merupakan komponen unsur terbesar (70%) di dalam biogas. 1. Berat Molekul : 16,043 g/mol
2. Temperatur kritis : -82,7oC 3. Tekanan kritis : 45,96 bar 4. Fasa padat • Titik cair : -182,5oC • Panas laten : 58,68 kJ/kg 5. Fasa cair • Densitas cair : 500 kg/m3 • Titik didih : -161,6oC
• Panas laten uap : 510 kJ/kg 6. Fasa gas • Densitas gas : 0,717 kg/m3 • Faktor kompresi : 0,998 • Spesifik graviti : 0,55 • Spesifik volume : 1,48 m3/kg • CP : 0,035 kJ/mol.K
• CV : 0,027 kJ/mol.K
• Viskositas : 0,0001027 poise • Kelarutan : 0,054 vol/vol (Gas encyclopedia, 2007)
2.9.2 Karbon Dioksida (CO2)
Fungsi : merupakan salah satu komponen di dalam biogas yaitu sebesar 30%. 1. Berat Molekul : 44,01 g/mol
2. Temperatur kritis : 31o
C 3. Tekanan kritis : 73,825 bar 4. Densitas kritis : 464 kg/m3 5. Fasa padat • Densitas padat : 1562 kg/m3 • Panas laten : 196,104 kJ/kg 6. Fasa cair • Densitas cair : 1032 kg/m3 • Titik didih : -78,5oC
• Panas laten uap : 571,08 kJ/kg • Tekanan uap : 58,5 bar
7. Fasa gas • Densitas gas : 2,814 kg/m3 • Faktor kompresi : 0,9942 • Spesifik graviti : 1,521 • Spesifik volume : 0,547 m3/kg • CP : 0,037 kJ/mol.K • CV : 0,028 kJ/mol.K • Viskositas : 0,0001372 poise • Kelarutan : 1,7163 vol/vol (Gas encyclopedia, 2007)
2.9.3 Ferro Klorida (FeCl2)
Fungsi: sebagai sumber nutrisi bagi mikroba 1. Berat molekul : 126,751 gr/mol
2. Titik lebur : 677 0C
3. Kelarutan dalam air : 64,4 gr/100 ml pada 10 0C 105,7 gr/100 ml pada 100 0C 4. Densitas : 3,16 gr/cm3
5. Agen flokulan dalam pengolahan air limbah buangan 6. Tidak larut dalam tetrahidrofuran
7. Merupakan padatan paramagnetik (Wikipedia, 2009)
2.9.4 Seng Klorida (ZnCl2)
Fungsi: sebagai sumber nutrisi bagi mikroba 1. Berat Molekul : 136,3 gr/mol 2. Titik didih : 732oC 3. Titik Lebur : 290oC 4. Tekanan Uap pada 428oC : 1 mmHg 5. Densitas : 2,91 gr/mL 6. Kelarutan pada 25oC : 423 gr/100 gr Air
7. pH : 4
8. berupa kristal putih dan tidak berbau (Wikipedia, 2009)
2.9.5 Natrium karbonat (NaHCO3)
Fungsi : sebagai agen penetral pH. 1. Berat molekul : 84,0079 gr/mol 2. Titik lebur : 500 C (323 K) 3. Densitas : 2,159 gr/cm3
4. Kelarutan dalam air : 7,89 g / 100 ml pada 180 C 5. Tingkat kebasaan (pKb) : -2,43
6. Berwarna padatan putih
7. Merupakan senyawa ampoterik 8. Bersifat endotermis
2.9.6 Urea (H2NCONH2)
Fungsi: sebagai sumber nutrisi bagi mikroba. 1. Berat molekul : 60,07 gr/mol
2. Titik lebur : 132,7- 135 0C 3. Densitas : 1,323 gr/cm3
4. Kelarutan dalam air : 108 gr/100 ml pada 20 0C 733 gr/100 ml pada 100 0C 5. Tingkat keasaman (pKa) : 0,18
6. Tingkat kebasaan (pKb) : 13,82 7. Berupa padatan berwarna putih 8. Kristal berbentuk prismatik (Wikipedia,2009)
2.9.7 Air (H2O)
Fungsi: sebagai absorben gas karbondioksida (CO2) di dalam membran
kontaktor
1. Berat molekul : 18,016 gr/gmol 2. Titik lebur : 0°C (1 atm)
3. Titik didih : 100°C (1 atm) 4. Densitas : 1 gr/ml (4°C) 5. Spesifik graviti : 1,00 (4°C) 6. Indeks bias : 1,333 (20°C) 7. Viskositas : 0,8949 cP 8. Kapasitas panas : 1 kal/gr 9. Panas pembentukan : 80 kal/gr 10. Panas penguapan : 540 kal/gr 11. Temperatur kritis : 374°C 12. Tekanan kritis : 217 atm
(Perry, 1997) 2.9.8 Propana (C3H8)
Fungsi: sebagai refrigerant pada proses pendinginan gas metana (CH4).
2. Densitas cair : 1,83 kg/m 3 3. Densitas gas : 0,5077 kg/ 4. Titik cair : -187,6 o C 5. Titik didih : -42,09oC
6. Kelarutan dalam air : 0,1 g/cm
3
(Wikipedia, 2009)
2.10 Perhitungan Mikroba yang dbutuhkan
Di dalam pabrik pembuatan biogas ini akan digunakan Hydraulic Retention
Time (HRT) 7 hari dan menggunakan bakteri mesofilik. Untuk proses start-up
diperlukan mikroba yang akan dimasukkan ke dalam reaktor terlebih dahulu. Jumlah mikroba yang akan dimasukkan adalah:
(
)
VX S -S Q U= o (Metcalf, 2003) Keterangan: U = g BOD/g TSSQ = laju alir umpan (m3/hari) So = g BOD masuk/m3 S = g BOD keluar/m3 V = volum reaktor (m3) X = konsentrasi reaktor (g/m3) Dari data yang diketahui:
Q = 605,79 m3/hari So = 212.800 g/m3 S = 110.000 g/m3 V = 5.000 m3 U = 1,005
Jadi, jumlah mikroba yang dibutuhkan adalah: