• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥2+), hipoalbuminemia <2,5 g/dl, edema, dan dapat disertai hiperlipidemia > 200 mg/dL terkait kelainan glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak diketahui (Trihono et al., 2008).

Insidens sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1 (Trihono et al., 2008). 1.2 Rumusan Masalah

 Apakah definisi sindrom nefrotik ?

 Bagaimana epideiologi sindrom nefrotik di dunia dan di Indonesia ?  Apa saja etiologi dari sindrom nefrotik ?

 Bagaimana patogenesis sindrom nefrotik ?  Apa saja gejala klinis sindrom nefrotik ?

 Bagaimana cara mendiagnosis sindrom nefrotik ?  Bagiamana penatalaksanaan sindrom nefrotik ?  Apakah komplikasi sindrom nefrotik ?

 Bagaimana prognosis sindrom nefrotik ?

 Bagaiaman alur rujukan pasien dengan sindrom nefrotik ? 

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥2+), hipoalbuminemia <2,5 g/dl, edema, dan dapat disertai hiperlipidemia > 200 mg/dL terkait kelainan glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak diketahui (Trihono et al., 2008).

2.2 Epidemiologi

Insidens sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun (Trihono et al., 2008). Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan (2:1) dan kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa.

Data Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta melaporkan bahwa sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-2000 (Wila, 2002).

2.3 Etiologi dan Klasifikasi

Etiologi pasti dari sindrom nefrotik belum diketahui. Akhir-akhir ini sindrom nefrotik dianggap sebagai suatu penyakit auto imunyang

(3)

merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Sindrom Nefrotik Primer atau Idiopatik

Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya (Kliegman et al., 2007).

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi (Bagga dan Mantan, 2005). Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC.

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak (Kliegman et al., 2007).

Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7%

(4)

tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi (Wila, 2002).

b. Sindrom Nefrotik Sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab lain yang nyata. Penyebab yang sering dijumpai antara lain : (Eddy dan Symons, 2003)

- Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema

- Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS

- Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular

- Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis

- Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal. 2.4 Patogenesis

Dinding kapiler glomerulus terdiri dari tiga struktur yang merupakan barier yang selektif, yaitu : sel endotel dengan fenestrae, membran dasar glomerulus yang terdiri atas jaringan matriks protein, dan sel-sel epitel khusus podosit yang terhubung satu sama lain melalui jaringan interdigitating pada celah diafragma. Berikut ini gambar skematis dinding kapiler glomerulus :

Pada kondisi normal, protein seperti albumin (69 kd) atau protein yang lebih besar tidak akan terfiltrasi, restrisksi ini tergantung pada integritas celah diafragma (Eddy dan Symons, 2003). Berikut ini gambar skematis proses filtrasi glomerulus :

Pada sindrom nefrotik, terjadi perubahan morfologi podosit, dimana kaki-kaki podosit saling berdekatan, menyatu, serta lebih pipih sehingga fungsi filtrasi glomerulus menjadi tidak optimal. Tiga hal

(5)

memberikan petunjuk penting untuk patofisiologi utama sindrom nefrotik idiopatik antara lain :

2.5 Gejala Klinis

Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka) (Hammersmith et al., 2006).

Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM (Atalas et al., 2002).

Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani (Wisata et al., 2010).

(6)

Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.

Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu (Atalas et al., 2010).

Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur (Darnindro dan Muthalib, 2008). 2.7 Penatalaksanaan

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua (Trihono et al., 2008).

Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut: (Trihono et al., 2008)

a. Pengukuran berat badan dan tinggi badan b. Pengukuran tekanan darah

c. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein d. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun cacingan.

Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.

e. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT)

(7)

2.8 Komplikasi

Komplikasi medis dari sindrom nefrotik dapat berpotensi serius. Komplikasi ini dapat dibagi menjadi dua sub kelompok utama : komplikasi akut yang berkaitan dengan keadaan nefrotik, terutama infeksi dan penyakit tromboemboli, dan gejala sisa jangka panjang sindrom nefrotik dan pengobatan, terutama efek pada tulang, pertumbuhan, dan sistem kardiovaskular. Sebuah aspek penting yang ketiga adalah dampak psikologis dan tuntutan sosial pada anak yang mengalami sindrom nefrotik, dan keluarga mereka .

a. Komplikasi Infeksi

Infeksi berat, khususnya selulitis dan peritonitis bakteri spontan dapat menjadi komplikasi sindrom nefrotik. Ketahanan terhadap infeksi bakteri bergantung pada berbagai faktor predisposisi. Kerusakan pada proses opsonisasi bergantung pada komplemen dapat memperlambat proses klirens mikroorganisme yang berkapsul, khususnya Streptococcus pneumonia. Vaksinasi pneumokokus disarankan bagi pasien dengan sindromnefrotik.

Sebagian besar anak-anak dengan sindrom nefrotik idiopatikterserang virus varicella non-immune, sehingga diperlukan perlakuan khusus agar terhindar dari paparan virus varicella.Terapi profilaksis denganimun globulin varicella zoster disarankan untuk pasien non-imun yang mendapatkan perawatan imunosupresif. Apabila terjadi serangan remisi, imunisasi dengan vaksin varisela dapat diberikan karena aman dan efektif, meskipun dosis tambahan diperlukan untuk mencapai imunitas penuh. Penggunaan asiklovir oral dapat mencegah infeksi varisela berat pada pasien yang mengkonsumsi obat kortikosteroid.

b. Komplikasi Tromboembolik

Pasien nefrotik memiliki resiko yang signifikan terjadinya trombosis. Meskipun angka resiko lebih kecil dari pada dewasa, kejadian

(8)

thrombosis dapat menjadi komplikasi yang hebat.Terdapat berbagai faktor yang memicu disregulasi dari koagulasi pada pasien sindrom nefrotik, antara lain peningkatan sintesis faktor pembekuan (fibrinogen, II, V, VII, VIII, IX, X, XII), antikoagulan (antithrombin III) yang keluar melalui urine, abnormalitas platelet ( thrombositosis, peningkatan agregabilitas), hiperviskositas, dan hiperlipemia. Meskipun demikian tidak ada satu tes laboratorium pun yang dapat memprediksi resiko pasti trombosis. Faktor yang dapat meningkatkan resiko thrombosis antara lain penggunaan diuretik, terapi kortikosteroid, imobilisasi, dan adanyain-dwelling kateter. Apabila diketahui terdapat klot pada anak dengan nefrotik sindrom, pemeriksaan abnormalitas koagulasi dapat dilakukan.

Obat-obatan anti koagulan profilaksis tidak disarankan karena memiliki resiko yang tinggi. Meski demikian, setelah diketahui adanya clot dan telah mendapatkan terapi, penggunaan warfarin profilaksis disarankan selama 6 bulan dan selama terjadi relaps. Pemasangan kateter intravena harus dihindari, namun amat penting, sehingga pemberian antikoagulan profilaksis dapat dipertimbangkan.LMWH merupakan agen alternatif, namun membutuhkan antithrombin III agar dapat efektif. Aspirin dapat berguna sebagai antikoagulan, khususnya pada trombositosis berat.

c. Penyakit Kardiovaskular

Berbagai faktor dapat meningkatkan perhatian sekuel kardiovaskular pada anak dengan nefrotik sindrom dalam jangka waktu yang lama, antara lain paparan terhadap kortikosteroid, hiperlipidemia, stresoksidatif, hipertensi, hiperkoagulabilitas, dan anemia. Resiko kardiovaskular pada anak dengan sindrom nefrotik berkaca pada penelitian kasus sindrom nefrotik pada dewasa. Pada dewasa pasien dengan sindrom nefrotik memiliki resiko terserang penyakit jantung koroner. Akan tetapi penelitian tentang adanya penyakit jantung yang disebabkan oleh sindrom nefrotik masih terdapatkontroversi, khususnya karena penyakit ginjal pada sebagian besar anak dapat diatasi.

(9)

d. Komplikasi Medis yang Lain

Meskipun secara teoritis terdapat resiko penurunan kepadata ntulang padapenggunaan kortikosteroid, prevalensi penyakit tulang pada anak dengan sindrom nefrotik masih belum jelas.Selain Steroid, terdapat faktor lain yang berpotensi menyebabkan penyakit tulang pada sindrom nefrotik. Protein pengikat vitamin D yang keluar dalam urin dapat menyebabkan defisiensi vitamin D, dan hiperparatiroid sekunder pada sebagian kecil kasus.Komplikasi medis lain yang mungkin terjadi antara lain efek toksik obat, hipotiroidisme, dan gagal ginjal akut.

2.9 Prognosis

Prognosis tergantung pada kausa sindrom nefrotik. Pada kasus anak, prognosis adalah sangat baik kerana minimal change disease (MCD) memberikan respon yang sangat baik pada terapi steroid dan tidak menyebabkan terjadi gagal ginjal (chronic renal failure). Tetapi untuk penyebab lain seperti focal segmental glomerulosclerosis (FSG) sering menyebabkan terjadi end stage renal disease (ESRD). Faktor – faktor lain yang memperberat lagi sindroma nefrotik adalah level protenuria, control tekanan darah dan fungsi ginjal.

Prognosis umumnya baik kecuali pada keadaan-keadaan teretnrtu sebagai berikut :

- Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun

- Jenis kelamin laki-laki - Disertai oleh hipertensi - Disertai hematuria

- Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder

- Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal

- Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnyaa gambaran klinis

Pada umumnya sebagian besar (+80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid,

(10)

tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

2.10 Alur Rujukan

Keadaan-keadaan ini merupakan indikasi untuk merujuk pasien kepada ahli nefrologi anak:

1. Awitan sindrom nefrotik pada usia di bawah 1 tahun, riwayat penyakit sindrom nefrotik di dalam keluarga

2. Sindrom nefrotik dengan hipertensi, hematuria nyata persisten, penurunan fungsi ginjal, atau disertai gejala ekstrarenal, seperti artritis, serositis, atau lesi di kulit

3. Sindrom nefrotik dengan komplikasi edema refrakter, trombosis, infeksi berat, toksik steroid

4. Sindrom nefrotik resisten steroid

(11)

Harapan untuk STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo ialah agar kampus ini bisa menjadi kampus yang terbaik di palopo, Sulawesi bahkan Indonesia. Berharap juga agar kampus STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo mampu memberikan program belajar yang kompeten untuk mencapai mahasiswa yang berkulitas di masa yang akan datang. Selain itu saya juga berharap agar kampus ini menjadikan saya seorang tenaga kesehatan yang berkompeten ketika lulus sebagai alumni STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo. Semoga kampus ini bisa terus merekrut calon tenaga kesehatan di masa yang akan datang serta memberikan konstribusi di masyarakat dan dunia khususnya di Indonesia dan sekitarnya, serta membawa nama kesehatan menjadi terdepan dalam ilmu kesehatan. STIKES Kurnia Jaya Persada akan menjadi kampus internasional pertama untuk soal kesehatan itulah harapan saya yang paling tinggi soal STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo, selalu mengedepankan kejujuran dalam berprofesi sebagai tenaga Kesehatan Alasan saya memilih kampus STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo karena kampus ini diminati oleh beberapa alumni dari daerah saya sehingga saya memilih kampus ini selain itu saya tertarik dengan beberapa slogan dan fasilitas yang saya baca di brosur. dan mengetahui kualitas dari alumni-alumni dari Kampus STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo ini. Saya ingin belajar dengan baik di kampus ini, semoga dosen serta tenaga pengajarnya memberikan dukungan pelajaran yang berkualitas. Jaya terus STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo.

Referensi

Dokumen terkait

  Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) • 5uru menampilkan sli$e -ang #erisi sejarah penemuan sel • 5uru menjelaskan sejarah penemuan sel terse#ut kepa$a sis&amp;a •

Rasa bangga yang dimiliki karyawan dalam perusahaan dan keinginan untuk tetap menetap pada suatu perusahaan juga dapat mencerminkan bahwa karyawan memiliki

tentang Perlindungan dan Pelayanan Penyandang Disabilitas menjadi tahap yang sangat penting dalam kebijakan publik. Di dalam masalah kebijakan dan agenda setting ini

Gelombang ultrasonik ini melalui udara dengan kecepatan kurang lebih 344 meter per detik, Tranduser ultrasonik mengeluarkan pulsa atau memancarkan gelombang ultrasonik

Dengan demikian, sumberdaya rajungan dapat lestari dan berkelanjutan, baik secara ekonomis maupun ekologis, sebagai jaminan agar kegiatan minapolitan rajungan juga

Atas dasar penelitian dan pemeriksaan secara seksama terhadap berkas yang diterima Mahkamah Pelayaran dalam Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan (BAPP),

Penelitian tentang board game selanjutnya berupa monopoli yang pernah dilakukan oleh Soegeng dan Sri (2013 [Online]: 7) yang berjudul “Keefektifan Metode Permainan

Konsekuensi yang diharapkan klien dapat memeriksa kembali tujuan yang diharapkan dengan melihat cara-cara penyelesaian masalah yang baru dan memulai cara baru untuk bergerak maju