• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - BAB II NOVITA FITRIYANI PBSI'14

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - BAB II NOVITA FITRIYANI PBSI'14"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Relevan

Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Dwi Kurniasih (2012) tentang pelanggaran prinsip kesopanan dengan judul Analisis Pelanggaran Prinsip Kesopanan dalam Acara “Pesbukers”. Jenis penelitiannya adalah deskriptif kualitatif, dengan memakai

pendekatan pragmatik. Pragmatik digunakan dalam menganalisis sebuah makna dalam hubungannnya dengan situasi ujar atau speech situations.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah mengkaji bahasa yang ditilik dari kesantunan berbahasa. Jenis penelitiannya sama, yakni deskriptif kualitatif berdasarkan teknik pengumpulan data dengan teknik rekam, yaitu upaya mendapatkan data dilakukan dengan merekam penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan (Mahsun, 2005: 60). Perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada lokasi, bidang kajian, data, sumber data, dan tujuannya. Lokasi dalam penelitian ini adalah pada acara Pesbukers di ANTV, sedangkan lokasi penelitian yang dilakukan peneliti adalah di MTs Muhammadiyah Baruamba Bumiayu.

(2)

11

tersebut berupa tuturan dialog acara Pesbukers di ANTV, sedangkan sumber datanya adalah pengisi acara Pesbukers di ANTV. Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan yakni meneliti penerapan prinsip kesantunan berbahasa dalam komunikasi pembelajaran bahasa Indonesia yang bertujuan untuk mengetahui penerapan prinsip kesantunannya (dipatuhi atau dilanggar). Data dari penelitian peneliti berupa tuturan dalam komunikasi pembelajaran bahasa Indonesia yang mengandung penerapan prinsip kesantunan berbahasa di MTs Muhammadiyah Baruamba Bumiayu, sedangkan sumber data dari penelitian peneliti adalah siswa MTs Muhammadiyah Baruamba Bumiayu beserta guru bahasa Indonesia di MTs Muhammadiyah Baruamba Bumiayu.

Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Entin Atikasari (2012) tentang kesantunan berbahasa dengan judul Kesantunan Berbahasa dalam Acara “Indonesia Lawyers Club” di Stasiun TVone. Jenis penelitiannya adalah

deskriptif kualitatif, dengan memakai pendekatan pragmatik. Pragmatik digunakan dalam menganalisis sebuah makna dalam hubungannnya dengan situasi ujar atau speech situations.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah mengkaji tentang bahasa yang ditilik dari kesantunan berbahasa. Jenis penelitiannya sama, yakni penelitian deskriptif kualitatif berdasarkan teknik pengumpulan data dengan teknik rekam, yaitu upaya mendapatkan data dilakukan dengan merekam penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan. Tujuannya pun sama yaitu mendeskripsikan penerapan prinsip kesantunan berbahasa.

(3)

12

penelitian ini adalah pada acara diskusi “Indonesia Lawyers Club”, sedangkan

penelitian yang akan dilakukan peneliti berlokasi di MTs Muhammadiyah Baruamba Bumiayu. Perbedaan yang lain adalah dilihat dari data dan sumber data penelitian. Data dari penelitian Entin Atikasari berupa tuturan dialog acara diskusi “Indonesia Lawyers Club”, sedangkan sumber datanya adalah pengisi acara diskusi “Indonesia Lawyers Club” di Tvone. Berbeda dengan penelitian tersebut, data dari penelitian

peneliti adalah berupa tuturan yang mengandung penerapan prinsip kesantunan berbahasa dalam komunikasi pembelajaran bahasa Indonesia di MTs Muhammadiyah Baruamba Bumiayu, sedangkan sumber data dari penelitian peneliti adalah siswa MTs Muhammadiyah Baruamba Bumiayu beserta guru bahasa Indonesia di MTs Muhammadiyah Baruamba Bumiayu.

B. Kesantunan Berbahasa

1. Pengertian Kesantunan Berbahasa

(4)

13

kewajiban peserta pertuturan. Artinya, apakah sebuah tuturan terdengar santun atau tidak diukur berdasarkan: (a) apakah si penutur tidak melampaui haknya terhadap lawan tuturnya; (b) apakah si penutur memenuhi kewajibannya kepada lawan tuturnya itu.

2. Prinsip Kesantunan

Ada sejumlah pakar yang menulis mengenai teori kesantunan berbahasa. Diantaranya adalah Lakoff (1973), Fraster (1978), Brown dan Levenson (1978), Leech (1983), dan Pranowo (2009). Prinsip-prinsip kesantunan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh tersebut, yang sampai saat ini dianggap paling lengkap, paling mapan, dan relatif paling komprehensif telah dirumuskan oleh Leech. Leech (dalam Rahardi, 2005: 59), membagi prinsip kesantunan ke dalam enam maksim, yaitu maksim kebijaksanaan (tect maxim), maksim kedermawanan (generosity maxim), maksim penghargaan (approbation maxim), maksim kesederhanaan (modesty maxim), maksim permufakatan (aggrement maxim), dan maksim kesimpatisan (sympathy maxim). Keenam maksim yang dirumuskan oleh Leech (2011: 206) tersebut semata-mata untuk dapat menciptakan komunikasi yang santun

a. Maksim Kebijaksanaan (Tect Maxim)

(5)

14

lain yang kurang santun terhadap si mitra tutur. Demikian pula perasaan sakit hati akibat dari perlakuan yang tidak menguntungkan pihak lain akan dapat diminimalkan apabila maksim kebijaksanaan ini dipegang teguh dan dilaksanakan dalam kegiatan bertutur.

(1) Tuan rumah : “Silakan makan saja dulu, nak!” Tamu : “Wah, saya jadi tidak enak, Bu.” rumah sungguh memaksimalkan keuntungan bagi si Tamu.

b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

Gagasan dasar maksim kedermawanan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Tuturan (2) pada contoh berikut dapat memperjelas pernyataan ini.

(2) Bapak A : “Wah, oli mesin mobilku agak sedikit kurang.” Bapak B : “Pakai oliku juga boleh. Sebentar, saya ambilkan

dulu!” Konteks Tuturan:

Dituturkan oleh seseorang kepada tetangga dekatnya di sebuah perumahan ketika mereka sedang sama-sama merawat mobil masing-masing di garasi.

(6)

15

c. Maksim Penghargaan(Approbation Maxim)

Gagasan dasar maksim penghargaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip kurangi cacian pada orang lain dan tambahi pujian pada orang lain. Di dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, saling merendahkan pihak lain.

(3) Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas Business English.”

Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar bahasa Inggrismu jelas sekali dari sini.”

Konteks Tuturan:

Dituturkan oleh seorang dosen kepada temannya yang juga seorang dosen dalam ruang kerja dosen pada sebuah perguruan tinggi.

Pemberitahuan yang disampaikan dosen A terhadap dosen B pada contoh di atas, ditanggapi dengan sangat baik bahkan disertai dengan pujian atau penghargaan oleh dosen A. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di dalam tuturan itu dosen B bersikap santun terhadap dosen A.

d. Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim)

(7)

16

(4) Sekertaris A : “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan doa dulu, ya! Anda yang memimpin!”

Sekertaris B : “Ya, Mbak. Tapi, saya jelek, lho.” Konteks Tuturan:

Dituturkan oleh seorang sekertaris kepada sekertaris lain yang masih junior pada saat mereka bersama-sama bekerja di ruang kerja mereka. Tuturan (4) yang disampaikan oleh sekertaris B di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia berusaha meminimalkan penghargaan atau pujian bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan cacian kepada diri sendiri, serta berusaha bersikap rendah hati.

e. Maksim Permufakatan (Aggrement Maxim)

Gagasan dasar maksim pemufakatan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Membina kecocokan dapat dilakukan dengan mengurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan meningkatkan kesesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.

Guru A : “Ruangannya gelap ya, Bu!” Guru B : “He..eh! Saklarnya mana, ya? Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang guru kepada rekannya yang juga seorang guru pada saat mereka berada di ruang guru.

Tuturan (5) yang disampaikan oleh sekertaris B di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia berusaha membina kecocokan atau kemufakatan dalam bertutur dengan mitra tutur.

f. Maksim Kesimpatisan (Sympath Maxim)

(8)

17

dengan orang lain dan memaksimalkan sikap simpati antara diri sendiri dengan pihak lainnya. Sikap antipati terhadap seseorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun.

(6) Ani : “Tut, nenekku meninggal.”

Tuti : “Innalillahiwainnailaihi rojiun. Ikut berduka cita.” Konteks Tuturan:

Dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lain yang sudah berhubungan erat pada saat mereka berada di ruang kerja mereka. Tuturan tersebut santun meminimalkan antipati antara diri sendiri dengan mitra tutur dan memaksimalkan simpati diri sendiri dengan mitra tutur.

C. Bahasa

1. Pengertian Bahasa

Bahasa dan masyarakat merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Tidak mungkin ada masyarakat tanpa bahasa dan tidak pula mungkin ada bahasa tanpa masyarakat. Masyarakat ialah kumpulan individu yang saling berhubungan sehingga terbentuk kerja sama antara individu-individu itu. Hubungan itu mungkin terjadi bila ada alat penghubungnya. Dalam hal ini adalah bahasa. Bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat, yakni individu-individu sebagai manusia yang mempunyai akal untuk berpikir, punya hati untuk merasa dan punya nafsu untuk berkeinginan (melakukan sesuatu). Hal ini sejalan dengan Chaer (2007: 32) yang mendefinisikan bahasa sebagai alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.

(9)

18

tersebut menyiratkan bahwa peranan bahasa sangat penting dalam kehidupan. Individu dengan individu lain berinteraksi memerlukan bahasa. Senada dengan pengertian di atas, Chaer dan Leonie Agustina (2004: 12-13) menjelaskan bahwa bahasa bersifat arbitrer dan konvensional. Arbitrer berarti hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepsi makna tertentu. Sifat konvensional berarti setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antar lambang dengan yang dilambangkannya.

2. Fungsi Bahasa

Konsep bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran. Bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Wardhaugh (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 15) mengenai fungsi bahasa yakni sebagai alat komunikasi manusia, baik tertulis maupun lisan. Namun, fungsi tersebut sudah mencakup lima fungsi dasar yang menurut Kinneavy (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 15) disebut expression, information, exploration, persuasion, dan entertainment. Chaer dan Leonie Agustina (2004: 15-16) menjelaskan fungsi-fungsi bahasa dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topik, kode dan amanat pembicaraan sebagai berikut.

a. Fungsi Personal atau Pribadi

(10)

19

menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini, pihak pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedang sedih, marah atau gembira. Dari fungsi bahasa ini, dapat terlihat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi dapat digunakan untuk memperlihatkan emosi. Misalnya, dalam pembelajaran ada seorang siswa melihat siswa lain menjawab pertanyaan dari seorang guru dengan cepat dan tepat. Melihat hal tersebut, siswa tersebut menuturkan Pinter dengan nada keras, yang menandakan kekaguman.

b. Fungsi Direktif

Dilihat dari sudut pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dikehendaki pembicara. Misalnya, ada seorang guru meminta siswanya untuk mengambilkan kapur dengan tuturan Tolong ambilkan kapur. Dalam hal ini, terlihat bahwa bahasa digunakan oleh guru untuk mengatur siswanya.

c. Fungsi Fatik

(11)

20

verbal. Misalnya, sebelum memulai pembelajaran guru menyapa siswa dengan menanyakan keadaan. Hal tersebut biasanya dilakukan oleh guru dengan menuturkan Bagaimana kabar kalian hari ini?. Tuturan tersebut digunakan oleh guru untuk menjalin hubungan dengan siswa-siswanya. Tuturan tersebut biasanya diikuti dengan senyuman dari penutur (guru).

d. Fungsi Referensial

Dilihat dari topik ujaran bahasa berfungsi referensial, yaitu berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada disekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial ini yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana si penutur tentang dunia di sekelilingnya. Fungsi ini sangat mendukung pendapat Chaer (2010: 15) mengenai bahasa, bahwa bahasa adalah alat yang digunakan penuturnya untuk berkomunikasi atau berinteraksi dalam suatu tuturan. Tuturan ini merupakan realisasi dari bahasa yang bersifat abstrak. Misalnya, seorang guru mengomentari pekerjaan siswanya dengan menuturkan Ya, ini benar yah, contoh pantunnya bagus. Dari tuturan tersebut terlihat bahwa bahasa digunakan oleh seseorang (guru) untuk membicarakan objek lain, yakni contoh pantun.

e. Fungsi Metalingual atau Metalinguistik

(12)

21

untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa, yang mana kaidah-kaidah bahasa dijelaskan dengan bahasa. Fungsi ini akan lebih jelas jika disajikan contoh seperti berikut ini, misalnya, di perguruan tinggi jurusan bahasa dan sastra Indonesia. Mata kuliah yang ditempuh salah satunya adalah Linguistik. Mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Indonesia wajib menempuh mata kuliah Linguistik. Linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa sebagai objek kajiannya. Dalam arti tersebut, berarti bahasa berfungsi metalingual artinya, bahasa digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Misalnya, dalam pembelajaran bahasa Indonesia, seorang guru membahas materi jenis kata dalam bahasa Indonesia. Anak-anak, kalian pasti pernah mempelajari jenis kata dalam bahasa Indonesia. Jenis kata dalam tatabahasa tradisional dibedakan menjadi sepuluh. Sepuluh jenis kata yang dimaksud yaitu: (1) kata benda, (2) kata kerja, (3) kata sifat, (4) kata ganti, (5) kata keterangan, (6) kata bilangan, (7) kata penghubung, (8) kata depan, (9) kata sandang, (10) kata seru. Dari tuturan tersebut, terlihat bahwa bahasa digunakan guru dalam mempelajari atau mengkaji bahasa itu sendiri.

f. Fungsi Imajinatif

(13)

22

mempertimbangakan aspek keindahan melalui bahasa yang dituliskannya untuk menggambarkan apa yang ada dalam pikirannya. Selain berupa karya seni yang bersifat khayalan, fungsi imajinasi juga dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran yang nyata. Misalnya, seorang siswa membuatkan contoh pantun dengan menuturkan Satu titik tiga koma, Yoga mletik ditendang tuma. Dari tuturan tersebut terihat bahwa bahasa digunakan oleh siswa untuk menyampaikan pikiran dan gagasan.

D. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sepanjang hari, termasuk dalam pembelajaran. Sanjaya (2012: 79) menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan dari sumber ke penerima sumber pesan dengan maksud mempengaruhi penerima pesan. Menilik pengertian tersebut, komunikasi paling tidak melibatkan dua orang atau lebih, yakni ada pengirim pesan dan ada penerima pesan. Proses perpindahan pesan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa dilakukan oleh seseorang, yakni melalui lisan maupun tulisan.

(14)

23

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses transfer pesan dari komunikator (penutur/ pengirim pesan) ke komunikan (mitra tutur/ penerima pesan). Tujuan dari komunikasi adalah tersampaikannya pesan sesuai dengan maksud sumber pesan. Dalam proses pembelajaran, pengembangan suasana kesetaraan melalui komunikasi dialogis yang toleran dan tidak arogan seharusnya terwujud di dalam aktivitas pembelajaran. Suasana yang memberi kesempatan luas bagi siswa untuk berdialog dan mempertanyakan berbagai hal yang berkaitan dengan pengembangan diri dan potensinya.

2. Jenis Komunikasi a. Komuikasi Verbal

(15)

24

b. Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal mengacu pada komunikasi tanpa kata seperti sikap, gerakan tubuh, gerak isyarat, dan ekspresi wajah. Komunikasi nonverbal dapat dilakukan melalui sinyal-sinyal seperti (1) ekspresi wajah, (2) sikap tubuh, (3) nada suara, (4) senyuman, (5) sikap berdiri, (6) cara atau sikap mendengarkan, (7) gerak isyarat, (8) pandangan mata, dan (9) penampilan diri. Sinyal-sinyal tersebut sering menyertai pesan yang disampaikan secara verbal. Misalnya, dalam suatu percakapan disela kata-kata yang terucap sering disertai anggukan atau gelengan kepala, gerak tangan, gerak tubuh, senyuman, tawa, dan sebagainya. Anggukan kepala mengisyaratkan “iya”, gelengan kepala melukiskan penolakan atau menggantikan kata “tidak”.

E. Kegiatan Belajar Mengajar 1. Pengertian Belajar

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Alwi (2007: 17) mendefinisikan belajar sebagai usaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Dapat juga diartikan berlatih, sehingga ada perubahan tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Sejalan dengan pendapat di atas, Rahyubi (2011: 3) mendefinisikan belajar sebagai proses transformasi ilmu guna memperoleh kompetensi, keterampilan, dan sikap untuk membawa perubahan yang lebih baik. Perubahan yang lebih baik dimaksudkan bukan hanya dari segi pengetahuan saja, melainkan dari segi-segi yang lain, yakni segi afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan).

(16)

25

Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami (pengalaman). Pengalaman di sini dimaksudkan sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan, bersifat pendidikan, yang merupakan satu kesatuan di sekitar tujuan siswa. Dalam hal ini, hasil belajar bukan merupakan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakukan. Dari beberapa pendapat mengenai pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja dengan lingkungannya sehingga akan terjadi perubahan tingkah laku.

Hamalik (2001: 27) mendefinisikan pengertian mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar, bahwa kegiatan mengajar hanya akan bermakna apabila terjadi kegiatan belajar siswa. Lain halnya dengan Suryabrata (dalam Rahyubi, 2011: 4) yang mendefinisikan mengajar pada hakikatnya adalah melakukan kegiatan belajar, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Proses belajar mengajar yaitu meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi, dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran. Dari kedua pendapat mengenai mengajar di atas, dapat dimaknai ada persamaan bahwa mengajar tidak dapat dilepaskan dari kegiatan belajar. Mengajar dapat disimpulkan suatu aktivitas yang mampu mendorong siswa untuk belajar.

2. Pembelajaran

(17)

26

interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Rahyubi, 2011: 3). Senada dengan Rahyubi, Hamalik (2001: 162) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu proses terjadinya intraksi antara pelajar, pengajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran, yang berlangsung dalam suatu lokasi tertentu dalam jangka satuan waktu tertentu pula.

Dari pengertian di atas dapat diambil poin yang sama, bahwa pembelajaran berupaya mengubah siswa yang belum bisa, menjadi bisa, yang belum tahu, menjadi tahu. Siswa yang belum terdidik, menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki pengetahuan tentang sesuatu. Demikian pula, siswa yang belum mencerminkan pribadi yang baik atau positif, menjadi siswa yang memiliki sikap, kebiasaan, dan tingkah laku yang baik.

Tujuan tersebut dapat tercapai manakala interaksi antara guru dan siswa maupun siswa dengan sesamanya terjalin apik, sehingga apa yang akan dipelajari bersama dapat dipahami secara maksimal dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, komunikasi antara mereka perlu dijaga. Guru sebagai komunikator yang baik dituntut dapat menempatkan kata yang membentuk suatu arti, mampu menghidupkan suasana, bagaimana mengubah situasi menjadi lebih menarik dan menggairahkan, dan yang paling penting yakni dapat mengajak siswa untuk ikut aktif belajar.

3. Komunikasi Pembelajaran

(18)

27

dan siswa sebagai penerima pesan yang kemudian dilanjutkan dengan komunikasi multiarah. Pesan yang dikirimkan oleh guru berupa isi/materi pelajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal (kata-kata dan tulisan) maupun noverbal, proses ini dinamakan encoding. Penafsiran simbol-simbol tersebut dinamakan decoding.

Pengiriman pesan dalam sistem pembelajaran bisa dilakukan oleh guru, dosen atau instruktur secara langsung kepada penerima pesan yakni siswa, mahasiswa, maupun peserta pelajar. Dalam konteks ini, pembelajaran berlangsung secara tatap muka antara guru dan siswa. Media yang digunakan dalam proses pembelajaran biasanya menggunakan bahasa verbal. Melalui bahasa verbal guru (instruktur) menyampaikan pesan yang ingin diinformasikannya. Menurut Sanjaya (2012: 91-92) sistem komunikasi dalam pembelajaran yang demikian memiliki kelemahan, diantaranya:

(19)

28

b. Pembelajaran yang hanya mengandalkan bahasa verbal tidak akan mampu megaktifkan semua alat indera yang dimiliki penerima pesan. Bahasa verbal hanya mengaktifkan indra pendengaran saja. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan rendahnya kualitas pembelajaran.

c. Pembelajaran yang hanya mengandalkan bahasa verbal cenderung membosankan penerima pesan, sebab komunikasi biasanya terjadi searah. Kalaupun guru atau instruktur sebagai penyampai pesan bertanya biasanya sebatas pada materi pelajaran yang diberikan secara verbal. Itu pun sering dilewatkan oleh siswa sebagai penerima pesan, karena komunikasi searah akan sulit membangun pengertian pada siswa.

Beberapa kelemahan inilah yang dimaksud dengan kesalahan dalam komunikasi. Ada dua faktor secara umum yang dapat menyebabkan kesalahan komunikasi. Pertama, faktor lemahnya kemampuan pengirim pesan dalam mengomunikasikan informasi, sehingga pesan yang disampaikan tidak jelas diterima, atau mungkin salah menyampaikannya. Kedua, faktor lemahnya kemampuan penerima pesan dalam menerima pesan yang disampaikan, sehingga ada kesalahan dalam menginterpretasi pesan yang disampaikan.

F. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

(20)

29

masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran pada dasarnya adalah sebuah program pembelajaran yang dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa (dan sastra) Indonesia di kalangan siswa. Selain sebagai sebuah mata pelajaran yang dipelajari, bahasa Indonesia juga mempunyai peranan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Iskandarwassid, dan Dadang Sunendar (2009: 264) merumuskan bahwa bahasa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berfungsi sebagai bahasa resmi Negara, bahasa pengantar resmi lembaga pendidikan, bahasa resmi perhubungan pada tingkat nasional, dan bahasa media massa.

Pada dasarnya, pembelajaran bahasa bertumpu pada bagaimana orang menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, baik secara reseptif (membaca dan menyimak) maupun secara produktif (berbicara dan menulis). Aspek keterampilan, termasuk keterampilan berbahasa Indonesia, biasanya akan dimiliki seseorang apabila ia rajin berlatih. Berdasarkan asumsi tersebut, konsekuensi pembelajaran bahasa Indonesia lebih berorientasi pada praktik berbahasa daripada teori pengetahuan bahasa. Hal itu dilakukan agar tujuan terampil berbahasa Indonesia di kalangan peserta didik dapat terwujud.

(21)

30

bahasa Indonesia. Hal ini berbeda kasusnya dengan pembelajaran pada mata pelajaran- mata pelajaran lain (kecuali bahasa Inggris). Kondisi tersebut akan membawa pada sebuah konsekuensi bagi guru bahasa Indonesia. Konsekuensi tersebut adalah bahwa guru bahasa Indonesia harus bisa menjadi teladan atau figur pemakai bahasa Indonesia yang baik, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.

G. Aspek Tutur

Komunikasi melibatkan beberapa penentu di dalamnya. Penentu pristiwa tutur dalam sosiolinguistik dikenal dengan akronim SPEAKING. Akronim tersebut sangat memudahkan para pembaca dalam mengingatnya. Hymes (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 48) merumuskan faktor-faktor penentu peristiwa tutur yang melalui akronim SPEAKING. Tiap fonem mewakili faktor penentu yang dimaksudkan. SPEAKING berarti:

S : Setting and scene, yaitu latar dan suasana. Latar (setting) lebih bersifat fisik, yang meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Sementara sence adalah latar psikis yang lebih mengacu pada suasana psikologi yang menyertai peristiwa tuturan. P : Partisipants, peserta tuturan, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan,

baik langsung maupun tidak langsung. Hal-hal yang berkaitan dengan partisipan, seperti usia, pendidikan, latar sosial, dan sebagainya.

E : Ends, hasil, yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur (end atau outcomes) dan tujuan akhir pembicaraan itu sendiri (ends inviews goals).

(22)

31

K : Key, meliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam melakukan percakapan. Semangat percakapan antara lain, misalnya serius, santai, dan akrab.

I : Instrumentalis atau sarana, yaitu sarana percakapan, maksudnya dengan media apa percakapan tersebut disampaikan, misalnya dengan cara lisan, tertulis, surat, radio, dan televisi.

N : Norms atau norma, menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan. Misalnya, apa yang boleh dibicarakan dan tidak, bagaimana cara membicarakannya, halus, kasar, terbuka, jorok, dan sebagainya.

G : Genres atau jenis yaitu jenis bentuk wacana. Hal ini langsung menunjuk pada jenis wacana yang disampaikan, misalnya wacana telepon, wacana koran, ceramah dan sebagainya.

H. Pengertian Pragmatik

(23)

32

Levinson (dalam Rahardi, 2005: 48) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya. Tidak jauh berbeda dengan pengertian yang disampaikan oleh Levinson, Parker (dalam Rahardi, 2005: 48) menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang dimaksud dengan itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi optimum fermentasi molase oleh S cerevisiae yang meliputi parameter pH dan konsentrasi molase pada suhu 31ºC.. Penelitian ini

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas anugerah dan kasih karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “Karakteristik Fisikokimia

Tingkat kedisiplinan para siswa kelas VIII SMP Joanness Bosco Yogyakarta dalam mengikuti kegiatan akademik di sekolah dalam tiap aspek, adalah sebagai berikut: (1) Aspek

Hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kematangan cinta antara pria dan wanita usia dewasa awal.. Uji statistik yang digunakan untuk

The Influence of the Seven Principles of Bushido on Totto-chan’s Personality, in Tetsuko Kuroyanagi’s Totto-chan: the Little Girl at the Window.. Yogyakarta: Program Studi

measurement and previous measurement time. Hence, we would have data set of the sky brightness level differences. 2) Choosing the data analysis menu in Microsoft Excel to obtain

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan, program formal pengembangan karir, dan program kesejahteraan terhadap motivasi kerja karyawan di

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitianlain yang menyatakan bahwa jahe bekerja efektif untuk mengatasi gejala mual dan muntahyang timbul selama masa kehamilan bahkan