• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Deiksis Sosial pada Tuturan Perawat Medis dan Perawat Non-Medis dengan Pasien di PKU Muhammadiyah Merden Kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara Periode September 2015 Karya Ibnu Ngafan tahun 2016 (

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Deiksis Sosial pada Tuturan Perawat Medis dan Perawat Non-Medis dengan Pasien di PKU Muhammadiyah Merden Kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara Periode September 2015 Karya Ibnu Ngafan tahun 2016 ("

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

1. Deiksis Sosial pada Tuturan Perawat Medis dan Perawat Non-Medis dengan Pasien di PKU Muhammadiyah Merden Kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara Periode September 2015 Karya Ibnu Ngafan tahun 2016 (1101040072)

Penelitian Ibnu Ngafan bertujuan untuk mengetahui penggunaan deiksis sosial dan faktor-faktor penentu peristiwa tutur terhadap deiksis sosial pada perawat medis dan perawat non-medis dengan pasien di PKU Muhammadiyah Merden Banjarnegara. Data penelitian Ibnu Ngafan yang diambil berupa tuturan perawat medis dan perawat non-medis dengan pasien, sedangkan data sumber yang digunakan yaitu satu perawat medis, enam perawat non-medis, dan tigapuluh sembilan pasien. Pada tahap penyediaan data dan penelitian Ibnu Ngafan menggunakan teknik simak dan teknik rekam. Selanjutnya pada tahap analisis data penelitian Ibnu Ngafan menggunakan metode agih. Pada tahap hasil analisis menggunakan penyajian informal.

(2)

menggunakan metode simak dengan teknik rekam. Pada tahap analisis data penelitian ini menggunakan metode agih. Pada tahap hasil analisis menggunakan penyajian informal.

2. Bentuk Deiksis Sosial dalam Wacana Rubrik Khazanah pada Surat Kabar Republika Edisi Desember 2015 Karya Nurul April Liani tahun 2016 (1201040023)

Penelitian Nurul April Liani bertujuan untuk mengetahui bentuk deiksis sosial dalam wacana rubrik Khazanah. Data yang diambil dalam penelitian ini berupa wacana yang mengandung bentuk-bentuk deiksis sosial. Sumber data yang digunakan yaitu rubrik Khazanah pada Surat Kabar Repbuplika edisi Desember 2015. Pada tahap penyediaan data menggunakan metode simak dengan teknik dasar sadap. Pada tahap analisis data penelitian menggunakan metode padan referensial, metode agih perluas, dan teknik ganti. Penyajian hasil analisis penelitian Nurul April Liani menggunakan metode penyajian informal.

(3)

penelitian ini menggunakan metode agih. Pada tahap hasil analisis menggunakan penyajian informal.

B. Deiksis Sosial

1. Pengertian Deiksis Sosial

Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu deiktikos yang berarti “hal penunjukan secara langsung”. Istilah tersebut digunakan oleh tata bahasawan Yunani dalam pengertian “kata ganti penunjuk”, yang dalam bahasa Indonesia ialah kata “ini” dan “itu” (Putrayasa, 2015: 37). Sedangkan Yule (2006: 13) menjelaskan bahwa deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjuk’ melalui bahasa. Ketika Anda menunjuk objek asing dan bertanya “Apa itu?”, maka Anda menggunakan ungkapan deiksis (“itu”) untuk menunjuk suatu konteks secara tiba-tiba. Ungkapan-ungkapan itu berada di antara bentuk-bentuk awal yang dituturkan oleh anak-anak masih kecil dan dapat digunakan untuk menunjuk orang dengan deiksis persona (‘ku’, ‘mu’), atau untuk menunjuk tempat dengan deiksis spasial (‘di sini’, ‘di sana’), atau untuk menunjuk waktu dengan deiksis temporal (‘sekarang’, ‘kemudian’).

(4)

(tempat), identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang diacu dalam hubungan dimensi ruang dan waktu pada saat dituturkan. Deiksis didefinisikan sebagai ungkapan yang terikat dengan konteksnya. Contohnya dalam kalimat “Saya menyayangi dia”, informasi dari kata ganti “saya” dan “dia” hanya dapat ditelusuri dari konteks ujaran. Ungkapan-ungkapan yang hanya diketahui dari konteks ujaran itulah yang disebut deiksis.

(5)

lainnya yang menghubungkan tindak ujar, situasi pembicaraan. Misalnya pada contoh kalimat berikut:

Radit : Hari ini saya akan pergi ke Bandung. Kalau kamu? Icha : Saya santai di rumah.

Kata ‘saya’ pada kalimat di atas sebagai kata ganti dari dua orang. Kata pertama adalah kata ganti dari Radit, sedangkan kedua adalah kata ganti Icha. Dari contoh di atas, tampak kata ‘saya’ memiliki referen yang berpindah-pindah sesuai dengan konteks pembicaraan serta situasi berbahasa. Dengan demikian deiksis merupakan kata, frasa atau ungkapan yang rujukannya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi pembicara, waktu, dan tempat dituturkannya satuan bahasa tersebut. Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan bahasa dan konteks di dalam struktur bahasa itu sendiri. Deiksis juga terbagi menjadi beberapa jenis/macam diantaranya yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, deiksis sosial.

(6)

kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama, misalnya kamu, kalian, saudara. Ketiga ialah orang ketiga (persona ketiga), yaitu kategori

rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak, misalnya dia dan mereka.

Jenis deiksis yang kedua adalah deiksis tempat. Menurut Putrayasa (2015: 48) deiksis tempat dalam bahasa Indonesia disebut dengan sebutan pronominal penunjuk tempat yaitu sini, situ, atau sana. Titik pangkal perbedaan diantara ketiganya ada pada si pembaca. Jika sesuatu yang ditunjuk berada dekat dengan pembicara, maka digunakan kata sini. Jika sesuatu yang ditunjuk berada agak jauh dengan pembicara, maka digunakan kata situ. Jika sesuatu yang ditunjuk berada jauh dengan pembicara, maka digunakan kata sana. Karena menunjuk lokasi, pronominal penunjuk tempat sering digunakan dengan preposisi pengacu arah, di/ke/dari, sehingga membentuk beberapa pronominal penunjuk tempat yaitu: di sini, ke sini, dari sini, di situ, ke situ, dari situ.

(7)

saat ini. Untuk waktu-waktu berikutnya digunakan kata-kata: besok, lusa, nanti;

untuk waktu ‘sebelum’ waktu terjadinya ujaran tadi, kemarin, minggu.

Jenis deiksis keempat adalah deiksis wacana. Putrayasa (2015: 51) menyatakan deiksis wacana adalah acuan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diperikan (sebelumnya) atau yang sedang dikembangkan (yang akan terjadi). Deiksis wacana berhubungan dengan unngkapan di dalam suatu ujaran untuk mengacu kepada suatu again wacana yang mengandung ujaran itu (termasuk ujaran itu sendiri). Misalnya, karena wacana itu mengungkapkan waktu, maka wajar saja jika kata-kata deiksis waktu dapat dipakai untuk mengacu kepada bagian-bagian wacana tersebut. Jika mempunyai deiksis waktu seperti akhir minggu, bulan berikut, maka untuk deiksis wacana dapat juga memakai

bentuk akhir paragraf, awal paragraf.

(8)

53) menjelaskan bahwa deiksis sosial dikatakan sebagai deiksis yang di samping mengacu kepada referen tertentu, juga mengandung konotasi tertentu. Dalam bahasa Indonesia hal itu tampak, misalnya dalam penggunaan kata sapaan kamu, kau, Anda, saudara, tuan, Bapak, Ibu dan sebagainya. Menurut Cummings (2007: 32-33) dengan ciri-ciri status sosial dan atribut orang, penjelasan tentang deiksis sosial harus mencakup penyebutan deiksis orang tertentu. Fungsi deiksis ungkapan-ungkapan vokatif amat sangat jelas yakni bahasa yang digunakan untuk menyapa, memanggil atau merujuk sesesorang menunjukkan referent tertentu dalam suatu konteks ruang waktu sebuah ujaran.

Filmore dalam Levinson (1983: 89) mengatakan bahwa “that aspect of sentences which reflect or established o are determited by certain realities of the

social situation in wich the speech act accours”. Hal tersebut menjelaskan bahwa

(9)

baik, sopan, dan sesuai dengan norma yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Kaitannya dalam kehidupan sehari-hari, yang perlu diperhatikan ialah cara menggunakan semua deiksis sosial dengan tepat. Hal ini karena dalam suatu peristiwa berbahasa, pemakai bahasa dituntut dapat menggunakan deiksis sesuai dengan kadar sosial dan santun berbahasa yang tepat.

2. Bentuk Deiksis Sosial

Menurut Levinson (1983: 90), deiksis sosial memiliki dua bentuk dasar yaitu bentuk relational (relasional) dan bentuk absolute (mutlak). Bentuk deiksis sosial relasional yaitu deiksis sosial yang berhubungan dengan peringkat relative atau rasa hormat yang ditujukan oleh penutur kepada rujukannya, lawan tuturnya, atau sesuatu yang dibicarakannya. Bentuk absolute (mutlak) adalah bentuk-bentuk bahasa yang telah ditetapkan bagi penutur atau petutur saja. Bentuk deiksis sosial mutlak terkadang dikaitkan dengan status sosial yang berbeda (lebih tinggi dan lebih rendah). Berikut penjabaran kedua bentuk deiksis sosial tersebut:

a. Bentuk Deiksis Sosial Relational (Relasional)

(10)

bahasa yang digunakan oleh penutur untuk menandakan bentuk penghormatan yang tidak hanya ditujukan kepada orang, tetapi juga untuk menyatakan suatu hal yang sedang dibicarakan, pendengar/penonton tidak terlibat tuturan. Penutur dan latar merupakan bentuk bahasa yang berkaitan kesantunan dengan pemilihan kata sebagai bentuk keformalitasan dan kesopanan berbahasa untuk menyampaikan suatu hal atau peristiwa.

1) Penutur dan Rujukan (Honorifiks Rujukan/Acuan)

Bentuk deiksis sosial relasional yang pertama adalah hubungan antara penutur dengan rujukannya atau acuannya. Huang (2014: 209) mengungkapkan bahwa “referent honorifics are froms that are employed by the speaker to show respect towards the referent”. Hal tersebut menjelaskan bahwa honorifiks rujukan

adalah bentuk bahasa yang digunakan oleh pembicara/penutur untuk menunjukkan rasa hormat terhadap orang yang dirujuk atau diacu. Bentuk relasi deiksis sosial penutur dan rujukannya hanya dapat disampaikan dengan mengacu pada dan menargetkan rasa hormat kepada siapa rasa hormat tersebut ditunjukkan. Honorifiks rujukan lebih mengekspresikan status seseorang yang sedang dibicarakan yang dikodekan dengan gelar atau sapaan. Misalnya dikodekan dalam bentuk gelar yaitu Profesor atau Doctor dan lainnya yang biasanya ditempatkan sebelum nama seseorang.

Huang (2014: 263) mengatakan bahwa “a variety of relational social deixis that holds between speaker and referent. Referent honorifics are froms used

by a speaker to show respect towars a referent. In this type of honorifics, respect

(11)

tersebut menjelaskan bahwa bentuk relasional deiksis sosial juga berpegang pada penutur dan rujukan (acuan). Honorifiks rujukan adalah bentuk-bentuk bahasa yang digunakan oleh penutur untuk menunjukkan rasa hormat terhadap rujukannya. Dalam honorifiks rujukan ini rasa hormat atau ungkapan hormat hanya dapat disampaikan dengan mengacu pada target yang dihormati. Berikut ini contoh dari penutur dan Rujukan (honorifiks rujukan/acuan):

“Waktu berangkat saya naik kapal barang, Ibu saya memberi uang saku seadanya saja tapi sampai ditempat tujuan yaitu Manado, saya mendapat banyak kemurahan. Saya diberikan jalan dan bertemu dengan Profesor Doktor Samratulangi dengan moto yang sangat luar biasa sehingga saya bisa menjadi seperti sekarang.”

Kutipan tersebut merupakan kutipan percakapan yang dituturkan oleh dokter Maekel kepada Dedi Courbuzier, dari kutipan tersebut menunjukkan adanya bentuk deiksis sosial relasional berkategori honorifiks rujukan. Honorifiks rujukan ditandai dengan adanya penghormatan yang dikodekan dengan bentuk gelar berupa Profesor Doktor Samratulangi. Dalam hal ini yang berperan sebagai penutur adalah dokter Maekel, sedangkan orang yang menjadi target untuk dirujuk atau diacu adalah Profesor Doktor Samratulangi. Bentuk penghormatan berupa gelar Profesor yang diberikan oleh penutur kepada Samratulangi sebagai orang yang dirujuk bertujuan untuk menunjukkan bawha Samratulangi memiliki pendidikan yang tinggi dan juga menjadi seorang peneliti. Sebutan Profesor merujuk kepada penghormatan professional, artinya orang yang ahli dalam bidang ilmu tertentu.

(12)

Menurut Huang (2014: 209) mengungkapkan honorifiks petutur (mitra tutur) yaitu “A type of relational social deixis that holds between speaker and addressee. Addressee honorifics are linguistic from used by a speaker to signify

respect towards and addressee. In this type honorifics, respect or honour can be

conveyed without a direct reference to the target of the respect being necessary.

E.g. the use of ma’am”. Hal tersebut menjelaskan bahwa bentuk relasi deiksis

sosial juga berkaitan dengan penutur dan petutur (mitra tutur). Honorifiks petutur merupakan bentuk bahasa yang digunakan oleh penutur/pembicara/penulis untuk menandakan rasa hormat terhadap mitra tuturnya. Bentuk relasi deiksis sosial juga berkaitan dengan penutur dan petutur (mitra tutur). Dalam honorifiks petutur, rasa hormat dapat langsung disampaikan tanpa harus ada target yang diacu atau dirujuk. Misalnya kata Bapak, Ibu, Saudara, dan Anda sudah menunjukkan rasa penghormatan kepada mitra tutur meskipun penghormatan tersebut tanpa menambahkan subyek atau nama orannya. Berikut ini contoh dari penutur dan petutur (honorifiks petutur):

Chika J. : “Kalau Bapak mau pake bodyguard ngga?.”

Deddy C. :“Saya sudah pernah usaha pake bodyguard, saya pake 10 bodyguard tapi badan lebih kecil semua dari saya.”

(13)

pertanyaan kepada Deddy Corbuzier dengan menggunakan panggilan Bapak. Panggilan Bapak digunakan oleh Chika untuk menghormati mitra tuturnya, karena Chika berperan sebagai sekretaris atau asisten yang merupakan bawahan dari Deddy Corbuzier dalam acara tersebut. Adanya kata Bapak bertujuan untuk menghormati mitra tuturnya maka dapat dikatakan tuturan tersebut menunjukan bentuk deiksis sosial relasional yaitu adanya hubungan antar penutur dengan mitra tutur yang dikodekan bentuk sapaan berupa Bapak.

3) Penutur dan Pendengar/Penonton (Honorifiks Pendengar/Penonton)

Bentuk deiksis sosial yang ketiga adalah hubungan antara penutur dengan pendengar/penonton/pembaca yang bukan petutur. Huang (2014: 209) mengungkapkan: ”Bystander honorifics are froms that are used by the speaker signify respect to a bystander, including participants in the role of audience and

non-participants overnheares. A classic example is ‘mother in law’ and brother in

law”. Hal tersebut menjelaskan bahwa honorifiks pendengar/pembaca merupakan

sebuah bentuk sebutan penghormatan yang digunakan oleh penutur/penulis untuk menandakan bentuk penghormatan yang tidak hanya ditujukan kepada orang, tetapi juga untuk menyatakan suatu hal yang sedang dibicarakan, pendengar/pembaca tidak terlibat tuturan.

Levinson (1983: 90) mengatakan bahwa “The third kind of relational information, that between speaker and bystander, is more rarely encoded in

bystander honorifics.the term bystander here does duty as a cover term for

(14)

menjelaskan bahwa bentuk ketiga mengenai relasional yaitu antara penutur dan pengamat. Istilah pengamat di sini melakukan tugasnya sebagai peran pendengar/pembaca yang mengamati apa yang dibicarakan oleh penutur/penulis, baik orang yang dibicarakan maupun suatu hal yang dibicarakan. Bentuk ketiga sebutan kehormatan penonton ini terjadi sebagai akibat dari penamaan, pemberian julukan, dan juga ekspresi yang diberikan kepada orang lain atau pengamat yang berdasarkan kepada konteks sosial yang terjadi di sekitarnya. Berikut ini contoh dari penutur dan pendengar/penonton (honorifiks penonton):

”Saya kagum sekali dengan apa yang mereka lakukan, saya sangat amat kagum pada pasukan orange. Tapi saya tidak setuju dengan apa yang mereka lakukan, mari kita berpikir bahwa apa yang dilakukan amat terpuji tapi resiko amat banya Bagaimana virus dan penyakit yang menyerang?.”

Pada kutipan diatas terdapat julukan kata pasukan orange. Julukan pasukan orange termasuk bentuk deiksis sosial relasional yang berkategori honorifik

penonton. Penonton tidak terlibat percakapan dengan penutur, tetapi penonton mengamati kalimat atau kode yang digunakan oleh penutur. Julukan pasukan orange tersebut ditujukan kepada PPSU yaitu Satuan Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum yang siaga di Jakarta membersihkan got-got yang tersumbat dan mereka dijuluki pasukan orange oleh penutur. Penutur menjelaskan informasi yang diperoleh dengan membaca artikel dan penutur menyebut PPSU dengan sebutan pasukan orange.

4) Penutur dan Latar (Tingkat Formalitas)

(15)

languages have distinct registers used on formal occasions, where eat becomes

dine, home becomes residence, ect”. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa bentuk

relasi deiksis sosial yang keempat yaitu bentuk hormat yang disampaikan berkaitan dengan tempat dan peristiwa. Banyak bahasa Eropa yang memiliki istilah khusus yang berbeda beda yang digunakan untuk suatu formal, misalnya dalam bahasa inggris “eat” menjadi “dine”, “home” menjadi “residence”. Bentuk relasi deiksis sosial dapat dilihat dari tingkat keformalitasan suatu bahasa yang dapat digunakan dengan memperhatikan tempat dan dapat pula digunakan untuk menyatakan suatu konteks sosial atau peristiwa.

Putrayasa (2015: 54) kesantunan dalam bahasa Indonesia dapat dilihat melalui cara penyampaian dan juga cara pemilihan kata. Pemilihan kata tersebut sebagai bentuk keformalitasan dan kesopanan berbahasa untuk menyampaikan suatu hal atau peristiwa sehingga menimbulkan kesan yang halus dan lembut. Misalnya kata “diamankan” lebih sering digunakan dengan menggantikan kata “ditangkap”, kemudian frasa “wafat” dan “meninggal dunia” digunakan untuk menggantikan kata “mati”. Penggantian kata-kata tersebut menimbulkan kesan yang halus dan lembut jika di dengar atau dibaca. Hal tersebut bertujuan menjaga kesopanan agar kata-kata yang di ucapkan dapat diterima oleh lawan tutur.

b. Bentuk Deiksis Sosial Absolute (Mutlak)

(16)

tinggi dan status sosial yang lebih rendah. Bentuk deiksis sosial mutlak terbagi menjadi dua yaitu Authorized speaker dan Authorized recipient. Authorized speaker yaitu bentuk-bentuk bahasa yang dienkodekan secara mutlak sebagai

penutur. Sedangkan Authorized recipient adalah bentuk kehormatan yang dibatasi penerimanya.

1) Authorized Speaker (Penutur yang Berwenang)

Sumarsono (dalam Putrayasa, 2015: 56) menjelaskan bahwa dalam hal informasi deiksis sosial dapat dikatakan ada bentuk-bentuk bahasa yang dienkodekan secara mutlak sebagai penutur saja. Bentuk tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk absolute (mutlak) Authorized speaker. Misalnya, dalam bahasa Thailand morfem krab adalah partikel santun yang hanya dapat digunakan oleh penutur pria, ada kha bagi penutur wanita. Dalam bahasa Jepang ada bentuk khusus bagi persona pertama bagi kaisar Jepang. Jika di dalam suatu kerajaan misalnya Patik, Hamba yang hanya dapat digunakan oleh penutur (bawahan raja). Authorized speaker adalah bentuk penghormatan yang hanya dapat digunakan oleh penutur saja. Authorized speaker adalah bentuk penghormatan yang hanya dapat digunakan oleh penutur saja.

(17)

Pada kutipan kalimat di atas merupakan sebuat percakapan antara Dedi Courbuzier dengan salah satu bintang tamunya yaitu Jaz in artis pendatang baru yang berasal dari Bruney. Dalam hal ini Jaz in berperan sebagai penutur, sedangkan pada tuturan yang dituturkan oleh Jaz in terdapat kata ‘aku’ yang termasuk bentuk deiksis sosial mutlak berkatagori authorized speaker (penutur yang berwenang). Kata ‘aku’ hanya digunakan oleh penutur untuk menunjukkan dirinya sendiri. Penggunaan kata aku digunakan untuk menunjukkan keakraban dan hanya dipakai terbatas pada sesama kawan sebaya dan bukan digunakan terhadap lawan bicara yang jauh lebih tua, seperti terhadap guru, dosen maupun orang asing.

2) Authorized Recipient (Penerima yang Berwenang)

Bentuk deiksis sosial absolute (mutlak) yang kedua adalah Authorized recipient. Authorized recipient adalah bentuk kehormatan yang dibatasi

penerimanya. Menurut Levinson (1983: 91) “There are also in manylanguages forms reserved for authorized recipient, including restrictions on most titles of

address (Your, Mr President, ect)”. Hal tersebut menjelaskan bahwa ada banyak

(18)

kerajaan saja. Menurut Rolnicki (2006: 201) gelar juga bisa menunjukan pekerjaan, kedudukan, atau profesi. Penyebutan gelar yang berkaitan dengan profesi misalnya, pelatih, perawat, konselor, dan sebagainya. Penyebutan gelar seseorang dapat menunjukan kedudukan, golongan, dan status sosial seseorang yang tinggi. Berikut ini contoh dari authorized recipient (penerima yang berwenang):

“Ok Ustad Wijayanto, bagaimana melihat fenomena peramal? Kan banyak sekali peramal, kalau menurut Ustad sendiri bagaimana?.”

Pada kalimat diatas terdapat bentuk mutlak deiksis sosial berupa authorized recipient, yaitu pembatasan titel kehormatan yang hanya ditujukan benar-benar

kepada penerima yang berwenang dan berhak. Hal tersebut ditandai dengan adanya panggilan Ustad. Penerima kehormatan Ustad hanya ditujukan kepada seorang laki-laki yang menjadi guru agama Islam, sedangkan panggilan Ustad pun penerimanya hanya ditujukan khusus untuk keagamaan dalam Islam.

3. Fungsi Deiksis Sosial

(19)

Deiksis sosial dalam masyarakat di gunakan sebagai etika bahasa yang mempengaruhi kedudukan sosial antara pembicara, pendengar, atau yang dibicarakan. Fungsi pemakaian deiksis sosial, yaitu: (1) Sebagai salah satu bentuk efektivitas kalimat, misalnya: Kapolwil; (2) Sebagai pembeda tingkal sosial seseorang, membedakan tingkat sosial penulis, orang yang dibicarakan dan pembaca, misalnya: Drs, Prof; karena orang yang mendapatkan gelar Drs atau Prof adalah orang yang menempuh pendidikan yang tinggi, jadi panggilan

tersebut merupakan pembeda tingkat sosial seseoran;. (3) Untuk menjaga sopan santun berbahasa misalnya: PSK, Istri; (4) Untuk menjaga sikap sosial kemasyarakatan, penggunaan sistem sapaan guna memperhalus bahasa misalnya: sungkem. Fungsi deiksis sosial mencakup penyebutan deiksis orang tertentu.

Penutur memiliki otoritas tertentu terhadap mitra tutur yang menunjukkan bahwa penutur memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh mitra tutur. Misalnya penggunaan nama binatang oleh penutur dengan nada dan maksud merendahkan tersebut menunjukkan kurangnya jarak sosial antara penutur dan mitra tutur. Deiksis sosial berhubungan dengan dengan hubungan sosial antara partisipan, statusnya dan hubungannya dengan topik wacana. Piranti yang digunakan untuk deiksis ini meliputi berbagai bentuk, kata ganti untuk kesopanan, istilah keturunan dan kehormatan. Gejala kebahasaan yang didasarkan pada sikap sosial kemasyarakatan atau untuk tujuan bersopan santun demikian disebut eufemisme.

(20)

menyebabkan kesopanan atau etika berbahasa. Sedangkan kaitannya dalam kehidupan sehari-hari, yang perlu diperhatikan ialah bagaimana menggunakan semua deiksis ini dengan tepat. Dengan perkataan lain dalam suatu peristiwa berbahasa pemakai bahasa dituntut dapat menggunakan deiksis sesuai dengan kadar sosial dan santun berbahasa yang tepat.

C. Tuturan

1. Pengertian Tuturan

Tuturan adalah suatu ujaran dari seorang penutur terhadap mitra tutur ketika sedang berkomunikasi. Tuturan dalam pragmatik diartikan sebagai produk suatu tindak verbal (bukan tindak verbal itu sendiri) (Leech, 2011:20). Sementara itu Austin (dalam Leech, 2011: 280) menyatakan bahwa semua tuturan adalah “performantif” dalam arti bahwa semua tuturan merupakan sebuah bentuk tindakan dan tidak sekedar mengatakan sesuatu tentang dunia. Tindak ujar atau tutur adalah fungsi bahasa sebagai sarana penindak, semua kalimat atau ujaran yang diucapkan oleh penutur sebenarnya mengandung fungsi komunikatif tertentu. Kemudian Sperber dan Wilson ( dalam Wijana, 1996:10 ) menjelaskan bahwa sebuah tuturan tidak senantiasa merupakan representasi langsung elemen makna unsur-unsurnya. Dengan demikian, tuturan tidak harus mempunyai makna langsung (eksplisit), namun juga mempunyai makna tidak langsung (implisit).

(21)

berpengaruh pada orang lain. Sehubungan dengan pengertian-pengertian di atas, tuturan dapat diartikan sebagai ujaran yang di dalamnya terkandung suatu makna, baik makna langsung dan tidak langsung yang digunakan dalam situasi-situasi tertentu sehingga dapat mempengaruhi tindakan orang lain.

2. Aspek-Aspek Situasi Tutur

a. Penutur dan Lawan Tutur

Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pentuturan. Di dalam peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti, yang semula berperan penutur pada tahap tutur berikutnya dapat menjadi mitra tutur, demikian sebaliknya. Aspek-aspek yang terkait dengan komponen penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat keakraban,dan sebagainya.

b. Konteks Tuturan

(22)

belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur.

c. Tujuan Tuturan

Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan karena semua tuturan memiliki suatu tujuan. Dalam hal ini bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Bentuk-bentuk tuturan Pagi, selamat pagi, dan met pagi dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama, yakni menyapa lawan tutur yang ditemui pada pagi hari. Selain itu, Selamat pagi dengan berbagai variasinya bila diucapkan dengan nada tertentu, dan situasi yang berbeda-beda dapat juga digunakan untuk mengejek teman atau kolega yang terlambat datang ke pertemuan, atau siswa yang terlambat masuk kelas, dan sebagainya.

d. Tindak Tutur sebagai Bentuk Tindakan

(23)

berperan berbeda. Pada tindakan mencubit tanganlah yang berperan, sedangkan pada tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan.

e. Tuturan sebagai Produk Tindak Verba

Manusia sebagai pengguna bahasa tidak lepas dari bertutur, karena tuturan merupakan bentuk manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Sedangkan sebuah tuturan merupakan hasil dari suatu tindakan. Tindakan manusia itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Berbicara atau bertutur termasuk dalam tindakan verbal. Hal tersebut karena berbicara tercipta melalui tindakan verbal, sehingga berbicara atau tuturan merupakan produk tindak verbal. Tindak verbal adalah tindak yang mengekpresikan kata-kata atau bahasa. Oleh karena itu berbicara atau tuturan dikatan sebagai produk tindak verba.

D. Host/Presenter

1. Pengertian Host/Presenter

Host atau presenter menurut arti kata yaitu seorang yang mengantar suatu sajian. Sajian tersebut macam-macam, seperti musik, aneka program, feature, magazine, dan kuis. Sebagai pengantar sajian seorang presenter boleh menambah

(24)

sebuah program acara di stasiun televisi. Seperti program acara berita, kuis, game show, talkshow, acara musik, innmenfotait, olah raga dan realityshow.

Presenter adalah orang yang bekerja dengan mengandalkan suara dan kemampuan bahasa dilengkapi dengan keterampilan dalam membawakan suatu acara, sehingga pembawa acara atau presenter menjadi citra bagi stasiun televisi. Banyak orang yang lebih suka memilih program informasi pada stasiun televisi tertentu karena alasan pembawa acaranya. Kredibilitas presenter dapat menjadi aset penting suatu stasiun televisi. Kemampuan seorang presenter membawakan acara, berpengaruh terhadap kesuksesan sebuah acara. Ketidakmampuan presenter dalam membawakan acara, berakibat fatal bagi diri presenter dan program acara yang dibawakan.

2. Jenis Host/Presenter

(25)

jawab dan jalannya acara. Acara yang dibawakan telah disiapkan dan diproduksi oleh masing-masing stasiun televisi atau rumah produksi, seperti presenter musik, infotainment dan kuis, show, talkshow dan sebagainya.

E. Bintang Tamu

1. Pengertian Bintang Tamu

Bintang Tamu adalah seseorang yang diundang untuk mendatangi salah satu siaran Televisi atau salah satu acara tertentu yang kemudian orang itu akan ikut serta dalam kegiatan tersebut. Biasanya orang yang menjadi bintang tamu bukanlah orang yang biasa-biasa saja, tetapi orang yang mempunyai sesuatu yang menarik sehingga dicari oleh banyak orang dan diundang dalam suatu acara tertentu. Sesuatu yang menarik dari seorang bintang tamu bisa bermacam-macam, mulai dari kelebihannya, keunikannya, bakatnya, prestasinya, dan lain sebagainya. Dari berbagai kelebihannya itulah orang biasanya di undang dalam sebuah acara untuk menjadi bintang tamu. Bintang tamu kemudian akan menampilkan sesuatu atau diwawancarai sesuai dengan apa yang dimilikinya dalam acara tersebut.

2. Ciri-ciri Bintang Tamu

(26)

acara. Bintang tamu memiliki ciri-ciri yang khas yang membuat berbeda dari yang lainnya. Misalnya memiliki sesuatu yang unik, memiliki bakat yang tidak bisa dimiliki oleh orang lain, mempunyai sesuatu profesi yang tidak biasa ataupu prestasi yang menakjubkan.

F. Talk Show Hitam Putih

1. Pengertian TalkShow “Hitam Putih

Talk Show adalah ungkapan bahasa Inggris yang berasal dari dua kata:

Talk dan Show. Show berarti tontonan, pertunjukan atau pameran, sedangkan talk

artinya omong-omong, ngobrol-ngobrol. Dengan begitu Talk Show berarti pertunjukkan orang-orang yang sedang mengobrol. Wibowo (2007: 67) Talk Show adalah program yang ditampilkan dalam bentuk sajian yang mengetengahkan pembicaraan seseorang atau lebih mengenai sesuatu yang menarik. Acara Talk Show berupa program televises atau radio bahwa seseorang atau grup berkumpul

bersamamendiskusikan berbagai hal topik dengan suasana santai tapi serius, yang dipadukan dengan seorang moderator. Dalam perbincangan Talk Show biasanya menampilkan tema-tema yang terkini agar pendengar atau penonton lebih tertarik untuk menontonnya.

Talk Show Hitam Putih merupakan salah satu acara Talk Show yang

(27)

setiap hari senin sampai hari jumat, pukul 19.00 WIB. Konsep Talk Show Hitam Putih berbeda dengan Talk Show lainnya. Pada Talk Show ini menghadirkan tokoh-tokoh dari berbagai kalangan yang memiliki keunikan, bakat dan prestasi yang perlu dikupas agar tereksplore dan menambah pengetahuan bagi masayrakat yang menyaksikan. Selain itu bahasa yang digunakan dalam Talk Show Hitam Putih sangat santai dan terkadang mengandung bahasa humor sehingga penonton akan terhibur dan tidak membosankan.

2. Ciri Khas Talk Show Hitam Putih

Talk Show Hitam Putih merupakan program nonfiksi dengan aksi-aksi

(28)

Analisis Penggunaan Deiksis..., Kartikasari Novia Melani, FKIP UMP, 2017

Deiksis Sosial Pengertian Deiksis

Sosial

Percakapan Acara Talk Show “Hitam Putih” di Tran7

Pengertian Tuturan 1. Penutur dan Lawan Tutur 2. Konteks Tuturan

3. Tindak Tutur sebagai Bentuk Tindakan

4. Tujuan Tuturan

5. Tuturan Sebagai Produk Verba

Bintang Tamu

Host/Presenter Pengertian Host

Jenis-jenis Host

Ciri-ciri Bintang Tamu Pengertian Bintang Tamu

Pengertian TalkShow Hitam Putih Ciri Khas TalkShow Hitam Putih

Referensi

Dokumen terkait

Korelasi parsial bukan hanya dapat menggunakan satu variabel kontrol saja tapi bisa lebih dari satu variabel, seperti dalam penelitian ini dengan menggunakan dua

Dengan demikian informasi rencana pembelian kembali saham ( buyback ) diterima oleh pasar dan dipandang sebagai good news ditandai dengan adanya perubahan harga saham yang

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat

Manjemen Ekstrakurikuler adalah seluruh proses yang di rencanakan dan diusahakan secara terorganisir mengenai kegiatan sekolah yang dilakukan di luar kelas dan di luar

Sampel C, yang adalah beras anggur dengan perlakuan uap dan menggunakan kultur starter, memiliki keasaman tertinggi sebesar 0,84 dan kadar alkohol terendah sebesar 14%..

Metode analisis penelitian ini menggunkan analisis linier berganda.Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa : (1) variabel sistem penggajian

Hasil uji lanjut terhadap diameter batang tanaman jagung manis pada umur 14 hari setelah tanam dapat dilihat bahwa perlakuan S2V2 Jajar Legowo 2:1+Bonanza berbeda nyata dengan