BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Konseptual
1. Bahan Ajar
Menurut Panen dikutip Setiawan (2007:15) bahwa bahan ajar adalah bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya bahan ajar adalah segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan memungkinkan siswa untuk belajar (Depdiknas, 2010:27).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah semua perangkat pembelajaran atau materi pembelajaran yang yang disusun secara sistematis untuk keperluan suatu proses pembelajaran.
a. Jenis-Jenis Bahan Ajar
pandang dengar (audio visual) seperti video compact disc (VCD), digital compact disc (DVD), dan film, (4) bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti Computer Assisted Instruction (CAI), Compact Disc (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis jaringan.
Jenis bahan ajar yang akan dihasilkan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah bahan ajar cetak berbentuk buku.
b. Kriteria Bahan Ajar
Ada empat aspek yang perlu diperhatikan dalam menulis buku menurut Pusat Perbukuan Depdiknas (2004). Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut: a) aspek isi atau materi, b) aspek penyajian materi, c) aspek bahasa dan keterbacaan, dan d) aspek grafika.
1. Aspek Isi atau Materi
2. Aspek Penyajian Materi.
Aspek penyajian materi merupakan aspek tersendiri yang harus diperhatikan dalam penyusunan buku, baik berkenaan dengan penyajian tujuan pembelajaran, keteraturan urutan dalam penguraian, kemenarikan minat dan perhatian siswa, kemudahan dipahami, keaktifan siswa, hubungan bahan, maupun latihan dan soal.
3. Aspek Bahasa dan Keterbacaan
Aspek bahasa merupakan sarana penyampaian dan penyajian bahan seperti kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana. Aspek keterbacaan berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa (kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana) bagi kelompok atau tingkatan siswa.
4. Aspek Grafika
Aspek grafika berkaitan dengan fisik buku, seperti ukuran buku, kertas, cetakan, ukuran huruf, warna, ilustrasi, dan lain-lain. Pada umumnya penulis buku tidak terlibat secara langsung dalam mewujudkan grafika buku, namun bekerja sama dengan penerbit.
2. Pengembangan Bahan Ajar
penentuan jenis materi, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakukan terhadap materi pembelajaran. Masalah lain yang berkenaan dengan bahan ajar adalah memilih sumber dimana bahan ajar itu didapatkan. Ada kecenderungan sumber bahan ajar dititik beratkan pada satu buku. Padahal berbagai buku dapat dipilih sebagai sumber bahan ajar dan sesuai kebutuhan.
Selain pemilihan buku yang tidak bervariatif masalah yang dihadapi guru adalah guru kesulitan memberikan cakupan materi pembelajaran. Seringkali guru memberikan materi pembelajaran terlalu luas atau bahkan terlalu sedikit, terlalu mendalam atau malah terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak tepat, dan jenis materi bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai oleh siswa.
Sehubungan dengan hal itu, maka perlu disusun rambu-rambu pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar untuk membantu guru agar mampu memilih materi pembelajaran atau bahan ajar dan memanfaatkannya dengan tepat. Dengan pemilihan bahan ajar yang berkualitas maka, akan membantu meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Menulis
penulisan seperti pembaca. Sementara itu, sebagian besar orang berpendapat bahwa menulis bukan hal yang mudah sebab diperlukan banyak bekal bagi seseorang untuk keterampilan menulis.
Nurgiantoro (2001: 273) mengungkapkan bahwa menulis adalah aktivitas mengungkapkan gagasan melalui media bahasa. Batasan yang dibuat Nurgiantoro sangat sederhana, menurutnya menulis hanya sekedar mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat dalam bahasa tulis, lepas dari mudah tidaknya tulisan tersebut dipahami oleh pembaca. Pendapat senada disampaikan oleh Semi (1993: 47) menyatakan menulis sebagai tindakan pemindahan pikiran atau perasaan dalam bahasa tulis dengan menggunakan lambang-lambang atau grafem.
Berbeda dari kedua pakar di atas, Gie (2002: 3) berpendapat bahwa menulis diistilahkan mengarang yaitu segenap rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami. Dengan mencermati pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis tidak hanya mengungkapkan gagasan melalui media bahasa tulis saja tetapi juga meramu tulisan tersebut agar dapat dipahami oleh pembaca.
lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambar grafik yang sama, lambang-lambang grafik yang dimaksud oleh Tarigan adalah tulisan atau tulisan yang disertai gambar-gambar dan simbol-simbol.
Dari pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa setidaknya ada tiga hal yang ada dalam aktivitas menulis yaitu adanya ide atau gagasan yang melandasi seseorang untuk menulis, adanya media berupa bahasa tulis, dan adanya tujuan menjadikan pembaca memahami pesan atau informasi yang disampaikan oleh penulis. Susiamiharja (1997: 10) secara lebih terang menyatakan bahwa tujuan dari menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa yang dipergunakan.
a. Hakikat Pembelajaran Menulis
Dalam pembelajaran menulis guru harus dapat membuat siswa mampu mengungkapkan gagasan yang terdapat dalam benaknya dalam bentuk tulisan dengan menggunakan tanda baca, struktur ejaan yang benar, serta kalimat yang runtut yang akan menghasilkan paragraf yang baik. Nababan (1993: 183-189) menyatakan bahwa pembelajaran menulis dapat dirancang dengan aktivitas sebagai berikut:
2. Mengarang dengan bantuan gambar.
3. Menulis tabel pengganti unsur dalam arti yakni analogi dari kalimat dan unsur rangsangan dari guru.
4. Guru memberi respon atau jawaban pada ucapan pembicaraan yang belum ada (kosong) siswa menjawab dengan memilih ucapan mana dan situasi apa yang cocok dengan respon tersebut. 5. Mengisi atau menyelesaikan dialog yang diberikan guru.
6. Mengalihkan informasi dari satu bentuk ke bentuk lain. 7. Guru memberikan tugas sederhana kepada siswa.
4. Teks Prosedur
Teks prosedur adalah teks yang menjelaskan langkah-langkah secara lengkap dan sistematis tentang cara melakukan sesuatu. Istilah populernya adalah trik atau kiat melakukan sesuatu (Kosasih, 2016: 8).
a. Ciri-ciri Teks Prosedur
Menurut Suherli (2017: 12) ciri-ciri teks prosedur antara lain; 1. Menggunakan pola kalimat perintah
2. Menggunakan kata kerja aktif
3. Menggunakan kata penghubung (konjungsi) untuk mengurutkan kegiatan
4. Menggunkan kata keterangan untuk menyatakan rinci waktu, tempat dan cara yang akurat.
b. Macam-macam Teks Prosedur
atau intruksi secara manual.
2. Teks prosedur yang menginformasikan aktivitas tertentu dengan peraturannya
3. Teks prosedur yang berhubungan dengan sifat atau kebiasaan manusia.
c. Struktur Teks Prosedur
Menurut Kosasih (2016: 11) dalam teks prosedur biasanya terdapat sejumlah informasi tentang tahap-tahap kegiatan. Diantaranya;
1. Pernyataan umum berisi pengantar, pengenalan, atau gambaran umum tentang isi petunjuk.
2. Tahap-tahap kegiatan, diisi dengan langkah-langkah melakukan sesuatu yang disusun secara sistematis. Pada umumnya, penyusun mengikuti urutan waktu sehingga bersifat kronologis. 3. Penegasan ulang, diisi dengan kalimat-kalimat yang seperlunya.
Gambar 2.1 Struktur Teks Prosedur
Cara melakoni kebiasaan hidup Struktur Teks Prosedur
Pernyataan umum
Tahapan
Penegasan ulang
Cara melakukan suatu aktivitas Cara menggunakan
Bagian-bagian tersebut disusun secara sistematis (bertahap dan berurutan). Hal ini berbeda dengan jenis teks lain yang ditulis secara meloncat-loncat atau berubah-ubah dengan berbagai pola pengembangan.
Teks prosedur harus berpola kronologis dan mengikuti urutan waktu. Kekacauan pola urutan di dalam teks prosedur dapat menyebabkan kesalahan di dalam aplikasi isi teks oleh pembaca.
5. Kearifan Lokal
Menurut UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur atau potensi dari suatu daerah yang tidak dimiliki oleh daerah lain, dan merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan. Dapat diartikan bahwa kearifan lokal merupakan ciri khas yang dimiliki suatu daerah tertentu, contohnya Batik Galuh dengan motif Lawa sebagai batik khas Kabupaten Purbalingga, Mendoan sebagai makanan khas Kabupaten Purbalingga, dan Upacara Cowongan dengan menghias gayung sebagai simbol menanti datangnya hujan.
1. Ciri-ciri Kearifan Lokal
Adapun ciri-ciri Kearifan Lokal yaitu (1) memiliki kemampuan mengendalikan, (2) merupakan benteng untuk bertahan dari pengaruh budaya luar, (3) memiliki kemampuan mengakomodasi budaya luar, (4) memiliki kemampuan memberi arah perkembangan budaya, (5) memiliki kemampuan mengintegrasi atau menyatukan budaya luar dan budaya asli.
2. Ruang Lingkup Kearifan Lokal
alam dan interaksinya dengan masyarakat dan budaya lainnya.
B. PENELITIAN RELEVAN
Tryanasari (2009) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengembangan Bahan Ajar Keterampilan Menulis Resensi dengan
Teknik Cutting and Glueing bagi Siswa SMP”. Penelitian Tryanasari dan penelitian peneliti memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Tryanasari dengan peneliti terletak pada jenis penelitian. Penelitian Tryanasari dan penelitian peneliti sama-sama merupakan penelitian pengembangan bahan ajar. Perbedaannya terletak pada subjek penelitian dan sumber data penelitian. Tryanasari meneliti keterampilan menulis resensi, sedangkan peneliti meneliti keterampilan menulis teks prosedur. Sumber data penelitian Tryanasari adalah siswa SMP, sedangkan yang menjadi sumber data penelitian peneliti adalah siswa SMA kelas XI.
Penelitian Wijayanti (2011) dengan judul “Pengembangan Buku
Panduan Menulis Surat Dinas Berbasis Kegiatan Siswa SMP dengan
Pendekatan Kontekstual” membuktikan bahwa siswa mengikuti
surat dinas, (2) dimensi penyajian buku panduan, (3) dimensi bahasa/keterbacaan buku panduan, (4) dimensi grafika buku panduan. Bahan ajar ini mendapatkan penilaian dari guru dan ahli dengan nilai rata-rata 81,24 dengan kategori baik. Penelitian yang dilakukan Wijayanti dengan peneliti memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada jenis penelitian dan sumber data penelitian. Penelitian Wijayanti dan penelitian peneliti sama-sama melakukan penelitian pengembangan bahan ajar. Sumber data penelitian Wijayanti adalah siswa SMP. Sedangkan peneliti adalah siswa SMA. Subjek penelitian dan pendekatan penelitian pun berbeda.
Widyowati (2012) dengan judul “Pengembangan Buku Pengayaan Menulis Resensi Buku dengan Berbasis kearifan lokal bagi Siswa SMA”. Hasil penelitian pengembangannya adalah bahan ajar yang berbentuk buku pengayaan dalam membantu proses pembelajaran menulis resensi buku. Penelitian yang dilakukan oleh Widyowati memiliki persamaan dengan yang akan peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama-sama mengembangkan bahan ajar dalam aspek menulis. Widyowati mengembangkan bahan ajar menulis resensi buku sedangkan peneliti akan mengembangkan bahan ajar menulis teks prosedur. Bahan ajar yang dikembangkan oleh Widyowati dan peneliti ditujukan untuk siswa SMA.
yaitu produk perencanaan, produk materi, dan produk evaluasi dalam upaya membantu pemecahan masalah ketiadaan model pembelajaran yang representatif agar masalah kemampuan menulis siswa kelas IV sekolah dasar (SD) dapat teratasi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian pengembangan, yakni tahap penetapan fokus pendefinisian, pengembangan, dan penyebarluasan.
Beberapa penelitian di atas memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan bahan ajar menulis. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian yang sama dengan peneliti, yaitu pengembangan bahan ajar menulis teks prosedur berbasis kearifan lokal bagi siswa kelas SMA.
C. KERANGKA PIKIR
pembelajaran yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk membantu belajar siswa. Adanya permasalahan tersebut mengakibatkan murid menganggap menulis sebagai pembelajaran yang membosankan dan tidak menyenangkan sehingga berdampak pada pencapaian hasil belajar siswa yang rendah.
Melihat kondisi nyata di SMA di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, yakni (1) kurangnya bahan ajar menulis khususnya menulis teks prosedur, (2) kurang beragamnya model pembelajaran yang diterapkan, (3) masih kurangnya pemanfaatan media untuk pengembangan bahan ajar. Dalam kondisi seperti itu, guru sangat menantikan adanya bahan ajar yang efektif, menyenangkan, sehingga standar kompetensi dapat tercapai. Untuk mewujudkan hakikat pembelajaran menulis teks prosedur di SMA di Purbalingga, Jawa Tengah dan keberhasilan menemukan upaya mengatasi permasalahan tersebut di atas, diperlukan pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan guru.