FAKTOR-FAKTOR BRAND PLACEMENT YANG
MEMPENGARUHI SIKAP PENONTON TERHADAP
BRAND DALAM FILM
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Manajemen
Oleh :
Redemtus Redi Wijaya NIM : 04 2214 041
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv MOTTO
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab ia yang memelihara
kamu”. (1 petrus 5: 7)
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan
ucapan syukur”. (filipi 4:6)
“Segala perkara dapat ku tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku “ (filipus 4 :13)
Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat..
v
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
My Saviour, My Lord, Tuhan Yesus Kristus,
Papa (Ongka Wijaya) & Mama (Anance Wijaya) tercinta
viii ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR BRAND PLACEMENT YANG
MEMPENGARUHI SIKAP PENONTON TERHADAP
BRAND DALAM FILM
Redemtus Redi WijayaProgram Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata DharmaYogyakarta
2011
Brand placement bukan merupakan hal baru dalam dunia pemasaran, termasuk di Indonesia setidaknya dalam beberapa tahun terakhir. Dalam dunia perfilman di Amerika Serikat praktek inipun sudah bisa ditemukan pada tahun 1920-an oleh perusahaan rokok. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor dalam brand placement yang mempengaruhi sikap penonton terhadap
brand dalam film. Berdasarkan penelitian sebelumnya faktor-faktor dalam brand placement yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah acceptance, ethics & regulation, attention, reference dan interest. Film yang menjadi obyek penelitian
adalah film Indonesia yang berjudul “Love” yang rilis pada tahun 2008, dan brand
yang muncul dalam film tersebut adalah KFC, Aqua, Nokia, Toyota, dan Big Bird.
Penelitian ini dilakukan terhadap 100 responden yang sudah pernah
menonton film ”Love” di Yogyakarta. Analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi berganda.
Pada penelitian ini diketahui bahwa acceptance, ethics & regulation,
attention, reference, dan interest hanya berpengaruh sebesar 32,9% pada sikap penonton terhadap brand sedangkan 67,1% dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor
ethics & regulation,attention dan interest tidak berpengaruh signifikan pada sikap penonton terhadap brand.
ix ABSTRACT
BRAND PLACEMENT FACTORS AFFECTING THE AUDIENCE ATTITUDES TOWARD BRAND DEPICTED IN A MOVIE
Redemtus Redi Wijaya
Management Study Program of Economic Faculty Sanata Dharma University Yogyakarta
2011
Brand placement is not a new thing in the world of marketing, including in Indonesia, at least in recent years. In the world of cinema in the United States even this practice have been found in the 1920's by tobacco companies. The present research was conducted to determine the factors on brand placement that influence the audience attitude on brand in the movie in the Indonesian context. Based on previous research the factors of brand placement used in the present study are the acceptance, ethics & regulation, attention, reference and interest. The film which becomes object of research is the Indonesian movie entitled "Love" that released in 2008, and the brands that appear in the movie is KFC, Aqua, Nokia, Toyota and Big bird.
The research was conducted on 100 respondents in Yogyakarta who had seen the movie "Love". The analysis used in this research were descriptive analysis and multiple regression analysis.
Results show that acceptance, ethics & regulation, attention, reference, and interest affect of 32.9% of the audience attitudes toward the brand, while the rest was influenced by other factors. Each of the dimensions of attention, ethics & regulation and interest have no significant effect on attitude.
x
KATA PENGANTAR
Segala hormat, puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih serta anugerah-Nya yang senantiasa penulis rasakan dari awal sampai akhir penulisan skripsi yang berjudul “ FAKTOR-FAKTOR BRAND PLACEMENT YANG MEMPENGARUHI SIKAP PENONTON TERHADAP BRAND DALAM FILM”. Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan, doa, serta dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu. Terutama kepada:
1. My Saviour, My Lord, Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Mu, atas kekuatan, dan cinta-Mu
2. Romo Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, S.J.
3. Bapak Drs. Y.P. Supardiyono, M.Si., Akt., selaku Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
xi
5. Ibu Ike Janita Dewi, SE, MBA, PhD., selaku Dosen Pembimbing I yang telah berkenan mencurahkan perhatian, waktu, tenaga, pikiran dan semangat kepada penulis untuk menyusun skripsi ini dari awal hingga selesai.
6. Ibu Dra. Diah Utari Bertha Rivieda, M.Si., selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, koreksi, dan saran dalam penulisan skripsi ini.
7. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berguna bagi penulis selama proses perkuliahan.
8. Seluruh staf perpustakaan dan administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dalam penyediaan literatur dan pelayanan administrasi. Khusus untuk Kopma USD (Mbak Lusi dan Mbak Marni) terima kasih doa, restu, dan tempatnya hingga penulis dapat memperoleh data guna menyelesaikan skripsi ini.
9. Papa dan Mama tercinta terimakasih atas dukungan, doa, semangat, dorongan, kasih sayang yang telah diberikan selama ini. Tanpa dukungan materi dan spiritual penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan skripsi ini.
10.Om Toro dan Tante Erna terima kasih untuk semua bantuan, dukungan, dan tempat tinggal yang nyaman sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 11.Yudhit (bee) terima kasih untuk cintamu yang begitu besar, perhatianmu, dan
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 7
F. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Brand ... 10
xiv
C. Komunikasi Brand melalui Media Iklan ... 12
Proses Komunikasi ... 14
Langkah - Langkah dalam Mengembangkan ... 16
Komunikasi Pemasaran Terpadu ... 19
D. Analisa Strategi Brand Placement... 23
1. Konsep Brand Placement ... 23
2. Implementasi Strategi Brand Placement ... 26
E. Sikap Konsumen ... 33
1. Pengertian Sikap ... 33
2. Sikap Terhadap Iklan ... 35
3. Sikap Penonton Terhadap Brand Placement dalam Film .. 35
4. Sinopsis Film Love ... 38
5. Hipotesis Penelitian ... 38
BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel 1. Populasi ... 41
2. Sampel ... 41
B. Metode Pengumpulan Data ... 42
C. Metode Pengukuran Data ... 42
D. Variabel Penelitian dan Operasionalisasi 1. Variabel penelitian ... 44
2. Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 47
xv
Pengujian Validitas ... 51
Pengujian Reliabilitas ... 52
F. Metode Analisis Data 1. Analisis Deskriptif ... 53
2. Analisis Regresi Berganda ... 53
3. Uji Pengaruh Parsial (Uji t) ... 54
4. Uji Pengaruh Simultan (Uji F) ... 57
5. Uji Asumsi Klasik ... 59
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Instrumen ... 62
Hasil Uji Validitas ... 63
Hasil Uji Reliabilitas ... 65
B. Karakteristik Responden ... 67
1. Jenis Kelamin Responden ... 67
2. Usia ... 68
3. Kepastian Menonton Film ... 68
C. Pengujian Asumsi Klasik ... 69
1. Hasil Uji Asumsi Klasik Normalitas ... 70
2. Hasil Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas ... 72
3. Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinieritas ... 73
xvi
2. Uji Parsial (Uji t) dan Uji Keseluruhan (Uji F) brand
KFC ... 75
3. Uji Parsial (Uji t) dan Uji Keseluruhan (Uji F) brand Aqua ... 80
4. Uji Parsial (Uji t) dan Uji Keseluruhan (Uji F) brand Nokia ... 85
5. Uji Parsial (Uji t) dan Uji Keseluruhan (Uji F) brand Toyota ... 90
6. Uji Parsial (Uji t) dan Uji Keseluruhan (Uji F) brand Big Bird ... 95
7. Uji Parsial (Uji t) dan Uji Keseluruhan (Uji F) brand (KFC, Aqua, Nokia, Toyota, Big Bird) ... 100
E. Ringkasan dan Diskusi Hasil Penelitian Pembahasan Pengujian Signifikansi Pengaruh Parsial dengan Uji t ... 106
Pembahasan Pengujian Regresi Linear Berganda ... 111
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI MANAJERIAL DAN PENELITIAN LANJUTAN A. Kesimpulan ... 113
B. Implikasi Manajerial ... 115
1. Bagi Pengiklan / Produsen dan Production House ... 115
2. Penelitian Lanjutan ... 116
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Brand Placement Pada Film Box Office Hollywood ... 37
Tabel III.1 Tabel Pernyataan Karakteristik Responden ... 48
Tabel III.2 Tabel Pernyataan Sikap Terhadap Brand Placement ... 48
Tabel III.3 Tabel Pernyataan Sikap Terhadap Brand ... 50
Tabel IV.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 64
Tabel IV.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 66
Tabel IV.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67
Tabel IV.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 68
Tabel IV.5 Kepastian Responden Dalam Menonton Film ... 69
Tabel IV.6 Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinieritas ... 73
Tabel IV.7 Rangkuman Hasil Uji t ... 106
xix
DAFTAR GAMBAR
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persaingan bisnis yang semakin ketat di kalangan produsen menuntut perusahaan untuk melakukan strategi pemasaran semaksimal mungkin. Berbagai strategi komunikasi pemasaran ditempuh oleh perusahaan agar dapat menyampaikan berbagai macam produk ciptaan mereka kepada konsumen.
Komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan di dalam mengkomunikasikan berbagai macam produknya, pada umumnya menggunakan media iklan tradisional seperti iklan televisi, iklan koran serta majalah, iklan radio, dsb. Kondisi tersebut sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia dimana wilayah Indonesia yang luas dan tersebarnya target audiens di berbagai pulau, diikuti dengan taraf ekonomi yang masih rendah, membuat televisi dan radio sebagai media yang masih memberikan ketertarikan.
Beberapa contoh dampak langsung dari pertumbuhan media iklan tradisional tersebut adalah meningkatnya anggaran iklan dari produk perusahaan dengan pertimbangan bahwa beriklan di satu stasiun televisi saja tidak cukup untuk menjangkau semua target audiens perusahaan, serta adanya pertimbangan bahwa konsumen selalu mengganti saluran televisi pada saat munculnya commercial break atau jeda iklan.
Kondisi tersebut menyebabkan pemasar harus selektif di dalam memilih media iklan yang efektif serta efisien di dalam meningkatkan promosi dan omzet penjualan sebagai hasil dari komunikasi pemasaran yang efektif.
Salah satu cara jitu yang dewasa ini mulai sering digunakan oleh pemasar adalah dengan menggunakan strategi penempatan merek atau brand placement. Strategi brand placement adalah kegiatan – kegiatan penempatan nama merek, produk, kemasan produk, lambang atau logo tertentu dalam sebuah film, acara televisi ataupun media bergerak lain untuk meningkatkan ingatan audiens akan merek tersebut dan untuk merangsang terciptanya pembelian (Adiwiijaya, 2007).
Dalam pengertiannya brand placement diartikan dibawah ini sebagai berikut: Brand placement merupakan suatu strategi yang dilakukan oleh banyak perusahaan periklanan maupun perusahaan pengiklan untuk menampilkan produknya dengan kesan bahwa keberadan produk tersebut seolah-olah menjadi bagian dari suatu tayangan. Pada prakteknya, keberaaan
jenis variasi media yang dijadikan medium penempatannya (Rumambi, 2008, 50).
Strategi ini sering dikaitkan dengan sponsorship karena memiliki suatu kemiripan yaitu sama-sama ditampilkan dalam suatu acara dan sering disorot oleh suatu kamera. Namun apabila dicermati terdapat perbedaan yang nyata yang membedakan sponshorship dan brand placement yang menyatakan bahwa kedua strategi mempromosikan ini adalah beda.
Brand placement adalah bahwa keberadaannya tidak menyebutkan
kata „sponsor‟ dalam tampilan film atau acara televisi yang diikutinya karena
tampil sebagai bagian dari acara/tayangan (Rumambi, 2008 : 50). Sedangkan sebaliknya suatu sponsorship pasti keberadaannya disebutkan „sponsor‟ oleh
suatu acara dalam tampilan film atau acara televisi yang diikutinya dan tampil dalam bagian dari acara/tayangan karena merupakan sebagai sponsor dalam suatu acara.
Pernyataan tentang brand placement ini diperkuat oleh pendapat Balasubramanian, yang menyatakan brand placement sebagai contoh jelas/menonjol dari hybrid message atau upaya mempengaruhi penonton yang dilakukan dengan biaya tertentu, namun tidak teridentifikasi sebagai sponsor (Rumambi, 2008 : 50).
Suatu brand placement banyak muncul tidak hanya di televisi saja,
teater dll). Karena begitu luasnya brand placement ini muncul maka penulis memfokuskan pada acara televisi khusus film saja.
Film selalu diminati oleh berbagai kalangan. Melalui film penonton diajak untuk larut dalam segala situasi dari adegan yang ditampilkan. Tak hayal lagi apabila produsen suatu barang maupun jasa mempergunakan situasi tersebut untuk dapat mengenalkan produk kepada para peminat film. Film yang menjadi objek penelitian ini adalah film “Love”. Alasan penulis memilih film tersebut adalah pertama pernah ditampilkan di stasiun televisi di jam yang paling sering ditonton sehingga kemungkinan penonton tidak merasa asing lagi dengan film tersebut. Kedua film tersebut mencangkup semua penonton dari yang berusia remaja sampai usia dewasa.
Selain kedua alasan tersebut film ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa film tersebut banyak menampilkan brand placement. Brand placement
ini muncul pada setiap adegan yang ada dalam film. Kira – kira terdapat 5
brand yang ditampilkan dalam film ini.
Dalam aplikasinya terdapat tantangan bagi sponsor maupun perusahaan terkait (baik itu production house, perusahaan televisi/broadcaster, percetakan, grup musik, dll) untuk bisa mengetahui faktor – faktor utama yang mempengaruhi sikap penonton terhadap brand placement serta seberapa besar kontribusi masing-masing faktor yang ada. Menurut Argan terdapat 5 faktor yang mempengaruhi sikap penonton terhadap
brand placement yaitu acceptance, ethics & regulation, attention, reference
Pada umumnya brand placement ini muncul di suatu adegan dan seolah – olah menjadi bagian di dalam suatu adegan tersebut. Strategi brand placement dipilih diantara sekian banyak cara (iklan, sponsor) karena dianggap memberikan kontribusi yang besar bagi suatu produk untuk dipromosikan. Untuk itu diperlukan penelitian yang sistematis untuk mengkaji efektivitas brand placement di suatu film. Oleh karena itu penelitian ini mengambil judul “FAKTOR-FAKTOR BRAND PLACEMENT YANG
MEMPENGARUHI SIKAP PENONTON TERHADAP BRAND
DALAM FILM”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka pokok masalah penelitian ini adalah:
1. Apakah faktor kesesuaian (acceptance) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand?
2. Apakah faktor etika dan regulasi (ethics & regulation) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand?
3. Apakah faktor perhatian (attention) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand?
4. Apakah faktor referensi (reference) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand?
6. Apakah faktor kesesuaian (acceptance), etika dan regulasi (ethics & regulation), perhatian (attention), referensi (reference), dan ketertarikan (interest) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand?
C. Batasan Masalah
1. Objek penelitian yang dipakai adalah brand placement pada film “Love”. 2. Brand yang muncul dalam film adalah KFC, Aqua, Nokia, Toyota, dan
Big Bird.
3. Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Yogyakarta.
4. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang pernah menyaksikan film “Love” di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 5. Brand placement adalah suatu strategi yang dilakukan oleh banyak
perusahaan periklanan maupun perusahaan pengiklan untuk menampilkan produknya dengan kesan bahwa keberadan produk tersebut seolah-olah menjadi bagian dari suatu tayangan. Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi sikap penonton terhadap brand placement yaitu
acceptance, ethics & regulation, attention,reference dan interest.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah faktor kesesuaian (acceptance) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand.
2. Untuk mengetahui apakah faktor etika dan regulasi (ethics & regulation)
3. Untuk mengetahui apakah faktor perhatian (attention) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand.
4. Untuk mengetahui apakah faktor referensi (reference) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand.
5. Untuk mengetahui apakah faktor ketertarikan (interest) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand.
6. Untuk mengetahui apakah faktor kesesuaian (acceptance), etika dan regulasi (ethics & regulation), perhatian (attention), referensi (reference),
dan ketertarikan (interest) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand?
E. Manfaat Penelitian 1. Perusahaan
a. Penelitian akan dapat memberikan informasi tentang faktor – faktor yang mempengaruhi sikap penonton terhadap brand placement pada
film “Love” sehingga dapat dijadikan bahan masukan bagi pengelola film ini.
b. Penelitian akan dapat memberikan informasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi sikap penonton terhadap brand placement serta seberapa besar kontribusi masing-masing faktor yang ada yang memberikan manfaat bagi perusahaan terkait.
tersebut yang nantinya bisa bermanfaat bagi perusahaan terkait untuk menciptakan strategi komunikasi brand yang baru.
2. Penulis
a. Penelitian merupakan sarana pengaplikasian teori manajemen pemasaran yang telah diambil baik yang bersumber dari litelatur buku maupun jurnal ilmiah.
b. Penelitian ini merupakan kesempatan yang baik bagi peneliti sebagai sarana dan media untuk menerapkan pengetahuan secara praktis tentang hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan studi ilmiah yang dipelajari.
3. Masyarakat dan Khalayak Umum
Bagi masyarakat dapat menambah wawasan dan referensi bacaan bagi mereka yang membutuhkan dan sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya dalam bidang ekuitas dan niat beli konsumen.
F. Sistematika Penulisan I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, batasan masalah, kerangka pemikiran, tujuan penelitian, mamfaat penelitian, hipotesis penelitian dan sistematika penulisan.
II LANDASAN TEORI
III METEDOLOGI PENELITIAN
Berisikan metode-metode yang dipakai dan diterapkan pada pengolahan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner.
IV ANALISIS DATA
Berisikan pengolahan dan analisis data dan penafsiran hasil yang diperoleh dari penelitian.
V PENUTUP
10 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Manajemen Brand
Beberapa definisi tentang brand adalah sebagai berikut:
“Brand adalah sebuah nama, tanda, simbol, atau rancangan atu kombinasi dari unsur-unsur tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual dan membedakannya dari barang dan jasa pesaing” (Kotler dan Keller, 2009 : 258).
“Brand is not merely the physical product, but is also composed of brand
attributes, symbols, brand-consumer relationships, benefits of self-expression, customer profiles, associations with the culture of the country of origin, and corporate identity. In essence, the brand provides a simple means for the
customer to distinguish it from its peers.” (Aaker, 2004 : 243)
Berdasarkan beberapa definisi brand di atas dapat disimpulkan bahwa
brand merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature,
manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Brand terbaik akan memberikan jaminan kualitas. Namun pemberian nama atau brand pada suatu produk hendaknya tidak hanya merupakan suatu simbol, karena brand memiliki enam tingkat pengertian yaitu (Tjiptono, 2005):
1. Atribut
2. Manfaat
Selain atribut, brand juga memiliki serangkaiaan manfaat. Konsumen tidak perlu membeli atribut, brand membeli manfaat. Produsen harus dapat menterjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional dan emosional.
3. Nilai
Brand yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai
brand yang berkelas sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna brand
tersebut. 4. Budaya
Brand dapat juga sebagai suatu perwakilan suatu budaya. 5. Kepribadian
Brand memiliki kepribadian yang berhubungan dengan penggunanya. 6. Pemakai
Brand dapat menunjukkan jenis konsumen yang memakai brand.
B. Peranan Brand
Menurut Kotler & Keller (2009 : 259), brand memiliki fungsi bagi perusahaan sebagai berikut:
1. Menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk. 2. Membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi.
properti hukum yang sangat berharga, dapat mempengaruhi konsumen, dapat dibeli dan dijual, serta memberikan keamanan pendapatan masa depan yang langgeng.
C. Komunikasi Brand melalui Media Iklan
Menurut Fary M. Farghob, Managing Director Draf Indonesia (dalam Adiwiijaya & S. Pantja Djati, 2007) penggunaan komunikasi produk yang gencar melalui media televisi tidak memberikan jaminan bahwa produk tersebut akan diserap dengan cepat oleh pasar. Fary menambahkan bahwa pada era terdahulu memang iklan televisi pernah menjadi raja di dunia pemasaran, namun kini bentuk iklan 30 detik sedang mengalami penurunan. Di Amerika Serikat, tambah Fary, kiblat dunia pertelevisian, rating acara
prime time mulai ditinggalkan seiring menurunnya waktu para pemirsa menonton televisi.
untuk menciptakan materi POS yang kuat yang akan mempengaruhi keputusan para konsumen saat berbelanja (Sinar Harapan, 2003).
Dalam dunia periklanan, terdapat pembagian dua jenis aktivitas utama iklan yang dikenal dengan istilah Above The Line (ATL) dan Below The Line
(BTL). ATL adalah kegiatan iklan dengan menggunakan media massa seperti televisi, radio, koran, majalah, dan billboard untuk menjangkau target audiens secara luas. Sedangkan BTL adalah kegiatan iklan dengan menggunakan media yang lebih spesifik di dalam menjangkau kelompok konsumen tertentu seperti melalui pembagian brosur, sampling produk, penyelenggaraan event – event tertentu, dsb.
Perubahan karakteristik dari tingkah laku konsumen (consumer behavior) dimana saat ini konsumen tidak suka untuk ”dipaksa” dalam melihat
iklan serta tidak efektifnya penggunaan media iklan tradisional atau ATL menciptakan konsep Integrated Marketing Communication (IMC) atau yang dikenal dengan istilah dalam bahasa Indonesia adalah Komunikasi Pemasaran Terpadu.
Konsep IMC muncul sejak tahun 1980 dimana Theodore Levitt (1982) dalam bukunya ”Innovation in Marketing” memperkenalkan kata koordinasi
dan integrasi di dalam beragam kegiatan promosi. Perusahaan melihat bahwa pentingnya koordinasi dan integrasi dari berbagai elemen promosi dan aktivitas marketing lainnya untuk berkomunikasi dengan para pelanggannya.
semua aktivitas marketing, tidak hanya sekedar promosi tetapi juga melakukan komunikasi dengan para pelanggannya. Pemasar sadar bahwa persepsi konsumen terhadap suatu perusahaan ataupun brand produk merupakan sintesis dari seperangkat kontak yang konsumen alami dan pesan yang diterima oleh konsumen. Sehingga semua elemen pemasaran mulai dari bauran pemasaran yang meliputi produk, harga, distribusi, dan promosi, event-event marketing, publisitas, website, dan elemen lain dikoordinasikan dan diintegrasikan menjadi satu kesatuan strategi komunikasi yang terpadu.
Pentingnya penerapan IMC sangat dipahami oleh para produsen dan pemasar di Indonesia. Prosentase pembagian anggaran komunikasi perusahaan yang pada umumnya didominasi oleh biaya komunikasi ATL, kini mulai bergeser porsinya dengan alokasi biaya komunikasi untuk BTL. Pemasar mulai menyadari bahwa kombinasi komunikasi ATL dan BTL yang seimbang mampu menciptakan IMC yang dapat memberikan efek lebih besar dan kuat. 1. Proses Komunikasi
Gambar II.1
Elemen Dalam Proses Komunikasi
Sumber: Duncan (2005 : 107) Keterangan bagan:
a. Sender adalah pihak yang berperan di dalam menyampaikan pesan kepada pihak lain.
b. Encoding adalah proses penyampaian pesan dalam bentuk – bentuk simbolis.
c. Message adalah pesan yang hendak disampaikan atau dikirim.
d. Media adalah saluran komunikasi yang digunakan dalam penyampaian pesan.
e. Decoding adalah proses dimana penerima pesan menerima dan mengintrepretasikan pesan yang diterima.
f. Receiver adalah pihak yang berperan sebagai penerima pesan.
g. Response adalah reaksi yang timbul dari pihak penerima pesan setelah menerima sebuah pesan.
Sender Encoding Message
Noise
Feedback Response
h. Feedback adalah bagian dari response pihak receiver yang disampaikan kepada sender.
i. Noise adalah gangguan yang timbul dalam proses komunikasi. 2. Langkah - Langkah dalam Mengembangkan Komunikasi Efektif
Berikut ini adalah langkah – langkah yang dapat dilakukan oleh produsen atau pemasar di dalam menciptakan dan mengembangkan komunikasi efektif terhadap konsumen, yaitu (Kotler & Amstrong, 2005): a. Mengidentifikasi target audiens perusahaan.
Langkah awal yang perlu untuk dilakukan adalah mengidentifikasi siapa yang menjadi target audiens perusahaan. Target audiens perusahaan bisa merupakan calon konsumen potensial atau pelanggan perusahaan serta orang – orang yang berperan dalam memberikan pengaruh dan mempunyai otoritas dalam pengambilan keputusan pembelian.
b. Menetapkan sasaran – sasaran komunikasi yang ingin dicapai.
Untuk dapat menetapkan sasaran komunikasi yang tepat maka pemasar harus memahami tahapan – tahapan normal yang dilalui oleh seorang konsumen sebelum memutuskan untuk melakukan pembelian. Tahapan tersebut, terdiri dari enam tahap dikenal dengan istilah buyer readiness stage. Berikut tahapan dari buyer readiness stage, yaitu: 1) Awareness adalah kesadaran konsumen atas sebuah produk atau
2) Knowledge adalah pengetahuan konsumen atas sebuah produk atau
brand tertentu.
3) Liking adalah perasaan suka konsumen atas sebuah produk atau
brand tertentu.
4) Preference adalah preferensi konsumen atas sebuah produk atau
brand tertentu
5) Conviction adalah keyakinan konsumen atas sebuah produk atau
brand tertentu.
6) Purchase adalah pembelian konsumen atas sebuah produk atau
brand tertentu.
Pemasar perlu untuk mengetahui posisi konsumen pada tahapan dalam buyer readiness stage sehingga dapat menetapkan sasaran komunikasi yang efektif.
c. Mendesain pesan yang hendak dikomunikasikan.
Hal yang harus diperhatikan di dalam mendesain sebuah pesan yang akan dikomunikasikan adalah:
1) Message Content
Isi dari sebuah pesan dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
target audiens. Sedangkan moral appeals berarti isi pesan yang disampaikan berkaitan dengan nilai – nilai dari target audiens. 2) Message Structure
Sebuah pesan yang akan disampaikan kepada target audiens memiliki tiga pilihan struktur pesan, yaitu:
- Memberikan kesimpulan pada akhir pesan yang disampaikan atau memberikan kesempatan kepada target audiens untuk membuat kesimpulan sendiri.
- Menempatkan pendapat yang kuat di awal pesan atau di akhir
pesan.
- Menampilkan hanya kelebihan sebuah produk atau selain menampilkan kelebihan produk dan juga menampilkan keterbatasan suatu produk.
3) Message Format
Format sebuah pesan berhubungan dengan pembuatan dan pemakaian dari headline, coppy, ilustrasi, dan warna. Pemasar harus dapat mengkombinasikan dengan baik elemen – elemen yang dapat digunakan dalam menyusun sebuah format pesan yang baik untuk dapat menarik perhatian target audiens dan meningkatkan efektivitas sebuah pesan.
d. Memilih media dalam komunikasi pesan.
personal melibatkan percakapan antara dua orang atau lebih bisa melalui tatap muka, telepon, surat, dan internet. Sedangkan komunikasi non personal bisa dilakukan melalui media cetak (koran, majalah, brosur), media siaran (televisi, radio), media display (billboard, rambu, poster), dan media online (internet).
e. Memilih sumber pesan
Sumber pesan adalah pihak yang dijadikan sumber di dalam penyampaian pesan. Kesalahan dalam pemilihan sumber pesan akan memberikan dampak atas hasil dari komunikasi pemasaran yang dilakukan. Pemasar dapat menggunakan opinion leader dan bahkan karakter film kartun untuk menjadi sumber pesan.
f. Mengumpulkan respon balik dari target audiens.
Tahap akhir yang harus dilakukan pemasar adalah mengumpulkan respon balik dari target audiens atas kegiatan komunikasi yang telah dilakukan. Respon balik ini sangat penting sebab jika respon balik konsumen terhadap suatu komunikasi pemasaran negatif maka pemasar dapat dengan segera mengubah strategi program komunikasi produknya.
3. Komunikasi Pemasaran Terpadu
untuk mengirim pesan yang jelas, konsisten, dan meyakinkan berkenaan dengan perusahaan dan produknya (Kotler dan Amstrong, 2005).
Sedangkan definisi IMC menurut American Association of Advertising Agencies adalah sebuah konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang memberikan nilai tambah terhadap suatu perencanaan yang mendalam dengan cara melakukan evaluasi terhadap peran strategis dari berbagai macam ilmu komunikasi dan mengkombinasikannya untuk menghasilkan keakuratan, konsistensi, dan efek komunikasi secara maksimal melalui integrasi dari pesan – pesan yang terpisah.
Paul Smith (1996), dalam artikelnya yang berjudul Admap
menyatakan bahwa IMC adalah konsep sederhana yang menyatukan semua bentuk dari komunikasi menjadi satu kesatuan solusi. Pada intinya IMC mengintegrasikan semua alat – alat promosi sehingga alat – alat tersebut dapat bekerja bersama – sama secara harmonis.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep dari IMC (Blythe, 2003) yaitu:
a. Perubahan pada pasar konsumen
1) Adanya luapan informasi yang timbul akibat meningkatnya jumlah pesan – pesan komersial.
2) Iklan di media masa mulai mengalami penurunan dalam menarik perhatian dari konsumen.
4) Meningkatnya jumlah produk imitasi yang tidak memiliki keunikan khusus dibandingkan dengan produk pesaingnya.
5) Meningkatnya penggunaan media untuk menarik perhatian dari masyarakat terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.
b. Perubahan pada pasar bisnis
1) Terjadinya proses merger, akusisi, dan perubahan struktur organisasi dan manajemen pada perusahaan – perusahaan.
2) Ketertarikan pihak manajemen perusahaan terhadap hasil jangka pendek.
3) Meningkatnya pemahaman akan pentingnya strategi komunikasi. 4) Meningkatnya pemahaman akan pentingnya komunikasi internal
perusahaan yang baik.
Berikut ini beberapa manfaat dari penerapan IMC bagi perusahaan menurut Yeshin (2004):
a. Konsistensi pesan yang dikirim
Melalui IMC, perusahaan dapat memastikan kesamaan pesan yang dikirimkan kepada target audiens untuk setiap komponen dalam program komunikasi perusahaan.
terpisah. Konsistensi pesan yang dikomunikasikan akan secara otomatis mempengaruhi efektifitas komunikasi pemasaran perusahaan. b. Kesatuan organisasi perusahaan.
Penerapan IMC memberikan dampak baik secara internal perusahaan maupun eksternal perusahaan. Dampak internal yang timbul adalah adanya pengertian dari seluruh karyawan mengenai tujuan - tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan sehingga branda dapat bekerja secara bersama – sama di dalam mencapai tujuan – tujuan tersebut. Dampak penerapan IMC pada internal perusahaan akan berdampak pada eksternal perusahaan. Dimana perusahaan dapat menampilkan citra produk ataupun citra perusahaan, yang mendukung tercapainya tujuan – tujuan dari perusahaan.
c. Hubungan dengan mitra kerja
D. Analisa Strategi Brand Placement 1. Konsep Brand Placement
Brand placement sebagai salah satu implementasi dari IMC merupakan cara yang dianggap jitu oleh para pemasar untuk menyapaikan pesan dari berbagai produk mereka. Dalam hal ini strategi brand placement diartikan sebagai strategi kegiatan penempatan nama brand, produk, kemasan produk, lambang atau logo tertentu dalam sebuah film, acara televisi ataupun media bergerak lain untuk meningkatkan ingatan audience akan brand tersebut dan untuk merangsang terciptanya pembelian (Adiwijaya, 2007).
Menurut Rumambi pengertian brand placement adalah suatu strategi yang dilakukan oleh banyak perusahaan periklanan maupun perusahaan pengiklan untuk menampilkan produknya dengan kesan bahwa keberadan produk tersebut seolah-olah menjadi bagian dari suatu tayangan. Pada prakteknya, keberaadan product/brand placement
dimana sebuah brand/product ditampilkan, terdapat beberapa jenis variasi media yang dijadikan medium penempatannya (Rumambi, 2008 : 50)
brand akan terangkat. Tingginya kegiatan brand placement dalam komunikasi brand produk industri mengindikasikan bahwa pengiklan menggunakan teknik di dalalm mempengaruhi sikap konsumen terhadap sebuah brand (Avery and Ferraro, 2000).
Astous and Seguin (1998) membagi bentuk brand placement
dalam tiga jenis yaitu: 1) Implicit Brand Placement
Jenis dari brand placment dimana sebuah brand / produk / perusahaan tampil dalam sebuah film atau program tanpa disebutkan secara formal. Sifat brand placement ini adalah pasif sehingga nama brand, logo ataupun nama perusahaan muncul tanpa adanya penjelasan apapun mengenai manfaat ataupun kelebihan.
2) Integrated ExplicitBrand Placement
Jenis dari brand placement dimana sebuah brand / produk / perusahaan disebutkan secara formal dalam sebuah program. Sifat
brand placement ini adalah aktif, dan pada tipe ini manfaat ataupun keunggulan produk dikomunikasikan.
3) Non Integrated Explicit Brand Placement
dimunculkan pada awal atau pertengahan dan mungkin diakhir acara ataupun merupakan bagian dari nama program atau film.
Russel (1998) mengklasifikasikan brand placement dalam tiga dimensi yaitu visual, auditory dan plot connection.
1) Visual Dimention
Dimensi ini merujuk pada tampilan sebuah brand dalam sebuah layar atau dikenal dengan istilah screen placement. Bentuk dimensi ini memiliki tingkatan yang berbeda, tergantung pada jumlah tampilan dalam layar, gaya pengambilan kamera atas suatu produk dan sebagainya.
2) Auditory Dimention
Dimensi ini merujuk pada penyebutan suatu brand dalam sebuah dialog atau dikenal dengan istilah script placement. Bentuk dimensi ini memiliki variasi tingkatan, tergantung pada konteks penyebutan brand, frekuensi penyebutan brand dan penekanan atas suatu brand melalui gaya bahasa, intonasi dan penempatan pada dialog serta aktor yang menyebutkan brand tersebut.
3) Plot Connection Dimention (PCD)
Dimensi ini merujuk pada integrasi penempatan brand
2. Implementasi Strategi Brand Placement Melalui Media Film Media yang paling sering digunakan oleh pemasar dalam mengimplementasikan strategi brand placement adalah penempatan
brand dalam sebuah film atau yang dikenal dengan istilah brand cameo.
Berikut beberapa keunggulan yang menjadi pertimbangan pemasar dalam menggunakan brand placement dibandingkan memasang iklan produk melalui media televisi:
1) Beberapa konsumen merasa bahwa penggunaan nama brand dalam sebuah film merupakan hal yang biasa dan ditujukan untuk membuat film semakin tampak nyata (Adiwiijaya & S. Pantja Djati, 2007 : 18).
2) Permirsa dapat melakukan banyak hal di rumah selagi menonton televisi sehingga mengurangi atensi pemirsa dan mengurangi efektivitas pesan yang hendak disampaikan.
3) Jika pada film, maka pemirsa memilih sendiri dengan kemauannya untuk menontonnya tanpa paksaan sehingga brand lebih terbuka terhadap komunikasi brand yang tersedia dalam film yang sedang ditontonnya.
5) Banyaknya media iklan yang muncul, kesamaan jenis program acara lintas stasiun televisi juga turut berkontribusi dalam penggunaan brand placement.
6) Keunikan dari brand placement adalah proses penyampaian brand
dan keselarasannya dalam sebuah cerita, tidak ada persaingan komunikasi dalam media yang sama pada saat bersamaan.
7) Hal tersebut diatas dapat meningkatkan brand knowledge, yaitu konsep yang terdiri dari sebuah pemahaman brand dalam pikiran konsumen dari segala macam variasi asosiasi yg mungkin timbul. 8) Penelitian membuktikan bahwa pemirsa menyukai brand
placement karena brand tersebut terlihat nyata dan mendukung karakter pemeran utama, menciptakan nuansa historis dan memberi kesan kehidupan yang nyata dan sehari – hari.
9) Bagi pemasar, tersedianya captive audience dengan daya jangkau dibandingkan iklan tradisional, merupakan salah satu daya tarik untuk penempatan brand secara natural dan nyata. (Turcotte, 1995) 10)Brand placement berbeda dengan penggunaan selebriti sebagi
endorser dalam sebuah iklan. Penggunaan selebriti dalam mengendorse produk dan brand dilakukan untuk tujuan komersil dimana dilakukan pada pertengahan sebuah acara televisi ataupun diawal pemutaran film layar lebar. Hal tersebut membuat konsumen ”anti” terhadap iklan televisi sedangkan brand
dalam mengekspose sebuah brand dan produk selama proses natural dari narasi atau adegan dan juga program acara televisi. 11)Media tradisional telah gagal dalam memancing atensi dari
konsumen dan penggunaan brand placement merupakan alat potensial dalam mengubah pola pembelanjaan konsumen.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemasar sebelum melakukan brand placement dalam hal ini penggunaan brand cameo yaitu:
1) Jenis penggunaan strategi brand placement dalam konteks sebuah film dapat dilakukan melalui tiga cara (Adiwiijaya & S. Pantja, 2007):
i. Menyajikan tampilan yang jelas atas produk dan nama brand. Aktivitas ini merupakan implementasi dari visual dimention
dalam strategi brand placement. Istilah dalam praktek lapangan untuk aktivitas tersebut adalah screen placement.
ii. Penggunaan produk atau brand dalam adegan film.
Aktivitas ini merupakan implementasi dari plot connection dimention dalam strategi brand placement.
iii. Digunakan dan dibicarakan dalam dialog film oleh pemeran utama.
Aktivitas ini merupakan implementasi dari Audio Dimention
2) Merujuk pada konsep teori dari brand placement, maka berikut adalah hal–hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan ketiga jenis dari strategi brand placement:
a) Brand placement yang terlalu dominan tampil dalam sebuah film, termasuk dalam PCD yang rendah. Meskipun tampil singkat dengan penempatan yang tepat serta didukung oleh pemeran utama bias merupakan PCD yang kuat.
b) Penelitian membuktikan bahwa kedua dimensi diatas memiliki fungsi yang berbeda di dalam proses penempatan brand. Perbedaan tersebut muncul pada proses encoding pesan yang disampaikan dan asosiasi yang muncul dalam benak konsumen pada saat menerima pesan tersebut. (Unnava, Agarwal and Haugtved, 1996).
c) Visual Dimention menciptakan suatu konteks dalam sebuah cerita sedangkan plot menciptakan sebuah cerita menjadi lebih realistis sedangkan dimensi auditori akan menguatkan keyakinan konsumen akan suatu brand dibandingkan hanya sekedar ditampilkan tanpa adanya penjelasan (Solomon and Englis, 1994).
3) Pemirsa akan melihat kualitas sebuah brand berdasarkan kualitas karakter pengguna dalam film. Untuk itu pemasar harus selektif dan berhati – hati di dalam menempatkan brand atau produknya di dalam sebuah film. Kesalahan dalam pemilihan film turut berkontribusi terhadap citra dan persepsi konsumen terhadap brand
dari produk perusahaan. Selain itu untuk mendapatkan efek yang maksimal maka brand harus dapat merefleksikan karakter dan kelas dari aktor penggunanya.
4) Strategi penempatan brand harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan kejelasan tampilan dalam film dan mengintegrasikannya dengan alur cerita dari sebuah film sehingga dapat memperkaya tema dan karakter dari film yang bersangkutan (Hirschman, 1998).
Strategi brand placement dengan menggunakan strategi brand cameo dalam sebuah film sudah lazim digunakan di negara Amerika dan negara – negara Eropa. Hal tersebut dibuktikan melalui hasil survey dari Forrester Research bekerjasama dengan ANA (Association of National Advertisers) menyatakan bahwa:
“78% pengiklan merasakan kalau iklan televisi sudah semakin tidak
Bahkan sebuah website www.brandchannel.com yang merupakan salah satu website yang khusus membahas branding world
seperti menyediakan artikel dengan topik – topik seputar brand, diskusi tentang brand, dan studi kasus brand mulai memberikan penghargaan terhadap brand – brand yang dinilai berhasil dalam menerapkan strategi brand placement melalui strategi brand cameo.
Salah satu contoh yang menarik mengenai penerapan strategi
brand placement adalah untuk kasus brand Ford. Berikut poin – poin utama dari studi kasus dari produsen mobil dari Amerika dengan brand Ford, yang secara aktif dan teratur menerapkan strategi brand placement:
1) Brand placement dilakukan mulai tahun 1968 dengan menampilkan Ford Mustang GT dan banyak sekali disebutkan
brand Ford dalam dialog – dialog yang dilakukan oleh pemeran utama pada film ”Bullitt”
2) 1973 Ford meluncurkan Ford Falcon pada film “Grease Is The Word.”
3) Pada tahun 1990, film “RoboCop” menggunakan Ford Taurus sebagai mobil polisi untuk aktor pemeran utamanya.
4) Selama tahun 2005, Ford melakukan brand (product) placement
5) Tahun 2005 Ford melakukan product placement di beberapa film horor seperti “Boogeyman”, “The Fog”,” Saw II”, dan “The Ring Two”.
Dari poin – poin utama pada studi kasus brand mobil Ford, dapat diketahui bahwa produsen mobil Amerika tersebut secara aktif mulai dari tahun 1973 sampai dengan tahun 2005 (selama 32 tahun) tetap konsisten dalam menerapkan strategi brand placement. Dari fakta tersebut dapat dinilai bahwa strategi brand placement terbukti efektif di dalam meningkatkan awareness dan juga tingkat penjualan dari sebuah produk. Jika strategi tersebut gagal maka tentu Ford sudah menghentikan strategi tersebut sejak tahun 1973. Keseriusan Ford dalam mengimplementasikan strategi brand placement membawa
brand tersebut menjadi pemenang dalam kompetisi Brand / (Product) Placement Award untuk kategori Overall Product Placement.
Berikut hasil survey dari website brand channel mengenai tren penggunaan strategi brand placement pada beberapa film box office hollywood Amerika, yaitu:
Tabel II.1
Data Brand Placement Pada Film Box Office Hollywood
Tahun Film Brand
2002 35 591
2003 42 762
2004 37 483
Pada tabel II.2, terlihat tren peningkatan brand placement pada film – film produksi setiap tahunnya. Pada tahun 2004 sempat terjadi penurunan brand placement disebabkan pada tahun tersebut banyak film Hollywood yang mengangkat cerita fantasi dan historis seperti
The Passion of The Christ, Troy, Van Helsing, Alien VS Predator
sehingga sulit bagi penempatan brand produk pada film jenis tersebut. Data tersebut memberikan petunjuk bahwa strategi brand placement
adalah strategi yang sudah umum dan bukanlah hal yang baru di Amerika.
E. Sikap Konsumen
1. Pengertian Sikap
Sikap disebut juga sebagai konsep yang paling khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologis sosial kontemporer. Sikap juga merupakan salah satu konsep yang paling penting yang digunakan pemasar untuk memahami konsumen.
Engel dalam Yulistiano dan suryandari (2003 : 214) membagi sikap menjadi tiga komponen sebagai berikut:
1) Kognitif
Komponen pertama dari model sikap tiga komponen terdiri dari berbagai kognisi seseorang, yaitu pengetahuan dari persepsi yang diperoleh berdasarkan kombinasi pengalaman langsung dengan obyek sikap dan informasi yang berkaitan dari berbagai sumber. Pengetahuan ini dan persepsi yang ditimbulkan biasanya mengambil bentuk kepercayaan, yaitu bahwa obyek sikap mempunyai berbagai sifat dan perilaku tertentu akan menimbulkan hasil-hasil tertentu.
2) Afektif
Afektif memberikan tanggapan tentang perasaan terhadap obyek dan atributnya. Indra yang bekerja akan memberikan interpretasi terhadap sebuah obyek atau dalam sebuah iklan adalah produk / merek dan bagian-bagian dari penayangan iklan itu sendiri.
3) Konasi
2. Sikap terhadap Iklan
Sikap terhadap iklan adalah cara konsumen mengenai sebuah iklan: sikap terhadap iklan (affective) merupakan cara konsumen merasakan hal tersebut. Assael (2001 : 368) mendefinisikan sikap terhadap iklan sebagai berikut ”Attitude toward the ad is the
consumer`s predisposition to respond favorably or anfavorably to a
particular ad”. yaitu sikap terhadap iklan adalah kecenderungan
konsumen menjawab dengan baik atau tidak baik pada iklan tertentu. Respon kognitif yang positif (support arguments dan source bolstering) umumnya akan menghasilkan sikap positif konsumen terhadap iklan: respon kognitif yang negatif (counterarguments dan source derogation) umumnya menghasilkan sikap negatif.
Karena aspek afektif yang dominan maka sikap terhadap iklan diukur dalam afektif penerima pesan yang menilai baik-tidak baik, suka-tidak suka, menarik-tidak menarik, kreatif-tidak kreatif, informati-tidak informatif.
3. Sikap Penonton Terhadap Brand Placement dalam Film
Nebenzahl dan Secunda (1993) adalah yang pertama kali melakukan penelitian terhadap terhadap sikap penonton terhadap
brand placement dalam film. Mereka menyimpulkan bahwa responden pada umumnya memiliki sikap yang positif terhadap brand placement
dan menganggapnya sebagai perkembangan dari cinema advertising.
cenderung menghindari pernyataan ”secara etik brand placement
adalah hal yang tidak benar” dan ”saya tidak menyukai brand
placement”. Penelitian lain yang dilakukan di Skotlandia
menyimpulkan bahwa 48% responden berpendapat bahwa brand placement adalah suatu subliminal advertising atau promosi bawah sadar, dimana 19% diantara seluruh responden yang menunjukan pendapat yang negatif terhadap brand placement, dan 23% menyatakan bahwa penonton harusnya diberi tahu terlebih dahulu bahwa akan ada brand yang ditampilkan dalam film (Karrh, Frith, & Callison, 2001). Menurut Gupta dan Gould (1997), mahasiswa di Amerika secara umum menunjukan sikap yang positif terhadap brand placement. Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Gould, Gupta, dan Grabner-Krauter (2000) terhadap responden di Amerika, Austria, dan Prancis. Penelitian ini juga menganalisis penelitian Gupta dan Gould (1997) dan menemukan bahwa segmen yang berpendapat ” brand placement tidak terlihat seperti iklan” dan segmen yang menyatakan ”brand placement terlihat seperti iklan” keduanya menyikapi positif brand placement dan
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Penonton Terhadap Brand Placement
Dari hasil penelitian, Argan et al (2007) terdapat 5 faktor pendukung yang mempengaruhi sikap penonton terhadap brand placement
yaitu:
1) Acceptance (kesesuaian)
Faktor acceptance adalah faktor mengenai bagaimana penerimaan penonton terhadap brand yang muncul dalam sebuah film. Penerimaan yang dimaksud adalah sesuai atau tidak sesuainya brand yang muncul dengan alur cerita film.
2) Ethics & regulation (etika & regulasi)
Mengenai tanggapan penonton tentang munculnya brand placement dalam sebuah film yang dilihat secara etika dan regulasi. Tentang menggangu atau tidaknya kemunculan brand dalam film. 3) Attention (perhatian)
Mengenai seberapa besar perhatian penonton terhadap kemunculan brand dalam sebuah film.
4) Reference (referensi)
reference adalah referensi penonton atas sebuah produk atau brand tertentu yang dimunculkan oleh aktor dan aktris dalam sebuah film,
Interest adalah ketertarikan penonton terhadap brand
tertentu yang muncul dalam sebuah film dan seberapa besar ketertarikan tersebut untuk membuatnya mencari informasi lebih tentang brand tersebut.
G. Sinopsis Film Love
Film “Love” sendiri merupakan sebuah film Indonesia yang dirilis
pada tahun 2008. Film yang disutradarai oleh Kabir Bhatia ini dibintangi antara lain oleh Widyawati, Sophan Sophiaan, Luna Maya, Irwansyah, Acha Septriasa, Laudya Cynthia Bella, Darius Sinathrya, Surya Saputra, Fauzi Baidillah dan Wulan Guritno. “Love” bercerita tentang lima cerita cinta. Kisah
pak guru dengan ibu penjaga warung, kisah cinta segitiga antara wanita bersuami, kisah pertemuan pada pandangan pertama, kisah “beda kelas” dari
novelis sukses dengan penjaga toko hingga kisah pahit seorang adik yang merelakan kekasihnya dinikahi kakaknya sendiri. Film ini dirilis pada 14 Februari 2008 yang bertepatan dengan peringatan hari kasih sayang sedunia. “Love” berhasil menyabet "Movie of the Year" pada Guardians e-Awards
2008.
H. Hipotesis penelitian
Argan et al., (2007), menyimpulkan, berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, bahwa sikap penonton terhadap brand placement
faktor tersebut memiliki sejumlah variabel indikator yang dapat menganalisis sikap penonton yang dihasilkan.
Gambar II. 2
Faktor – faktor yang mempengaruhi sikap terhadap brand
Factors:
H1a H1b
H1c H1d
H1e
Sumber : dibuat oleh penulis
Dari bagan diatas penelitian ini dilakukan, untuk menguji beberapa hipotesis :
1. Faktor kesesuaian (acceptance) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand.
2. Faktor etika dan regulasi (ethics & regulation) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand.
3. Faktor perhatian (attention) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand.
4. Faktor referensi (reference) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand.
reference
Sikap terhadap
brand acceptance
ethics & regulation
attention
5. Faktor ketertarikan (interest) mempengaruhi sikap penonton terhadap brand.
6. Faktor kesesuaian (acceptance), etika dan regulasi (ethics & regulation), perhatian (attention), referensi (reference), dan ketertarikan (interest) mempengaruhi sikap penonton terhadap
brand.
41 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian survey. Dalam penelitian survey
informasi dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Umumnya pengertian survey dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Ini berbeda dengan sensus yang informasinya dikumpulkan dari seluruh populasi.
Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun, Masri dan effendi, Sofyan, 1989:3). Pada umumnya yang merupakan unit analisa dalam penelitian survey adalah individu tetapi tidak tertutup kemungkinan bahwa unit analisanya adalah beberapa individu sekaligus.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian dilakukan di kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Penelitian dilakukan pada bulan September 2010. C. Subjek dan Objek
1. Subjek Penelitian
dengan objek penelitian. (Kusumawati, 2005). Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang pernah menyaksikan film “Love”.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ialah sesuatu yang akan diteliti. (Kusumawati, 2005). Objek penelitian dalam penelitian ini adalah brand yang muncul
dalam film “Love” dan faktor- faktor yang mempengaruhi sikap penonton terhadap brand dalam film
D. Populasi dan Sampel
1.
PopulasiPopulasi merupakan jumlah keseluruhan dari obyek (individu) yang akan diteliti pada wilayah tertentu (Singarimbun, 1985:34). Populasi juga dapat dirtikan sebagai sekelompok elemen yang melengkapi dan biasanya berupa orang, objek, transaksi atau kejadian dimana orang tertarik untuk mempelajarinya ( Kuncoro, 2003:107). Populasi yang dipilih dan diteliti pada penelitian ini adalah penonton yang pernah menyaksikan
film “Love”. Film “Love” sendiri merupakan sebuah film Indonesia yang dirilis pada tahun 2008.
2. Sampel
non-probabiliy sampling setiap faktor dalam populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, bahkan probabilitas anggota populasi tertentu untuk dipilih tidak diketahui. Pemilihan unit sampling didasarkan pada pertimbangan atau penilaian subyektif dan tidak pada penggunaan teori probabilitas (Santoso & Tjiptono, 2001: 89). Ciri dari penentuan sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa Sanata Dharma yang pernah menyaksikan film “Love”. Responden yang dipilih adalah orang yang memenuhi ciri dari sampel tersebut. Peneliti mengambil sebanyak 100 penonton.
E. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah Data primer. Data primer adalah informasi yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumbernya. Dalam hal ini peneliti sebagai pengumpul data. Data dicatat secara langsung dan diperoleh dari lokasi penelitian serta yang berhubungan dengan objek penelitian. Metode penentuan sampel yang dipakai merupakan metode pengumpulan data primer melalui komunikasi tertulis dengan responden sebagai sampel individual yang representatif. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah hasil dari wawancara dan kuesioner
yang disebarkan pada mahasiswa yang pernah menonton film ”Love” di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
responden akan diputarkan kembali bagian-bagian tertentu dalam film “Love” yang memunculkan brand placement.
F. Metode Pengkuran Data
Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden melalui kuesioner. Kuesioner yang dipergunakan bersifat tertutup (structure questionaire ) dimana responden hanya memilih jawaban-jawaban yang telah disediakan yang dianggap paling tepat. Kuesioner yang telah diisi diukur dengan Skala Likert. Skala Likert merupakan skala untuk menunjukkan responden yang menyatakan tingkat setuju atau tidak setuju mengenai pertanyaan mengenai perilaku objek atau kejadian (Kuncoro, 2003:157). Pengukuran data dari kuesioner menggunakan lima kategori Skala Likert dan memiliki empat bobot sebagai berikut :
SS ( Sangat Setuju ) : 5
S ( Setuju ) : 4
R (Ragu – ragu) : 3 TS ( Tidak Setuju ) : 2 STS ( Sangat Tidak Setuju) : 1
Adapun kuesioner yang digunakan dalam penelitian dibagi dalam dua bagian yaitu:
1. Bagian pertama merupakan pertanyaan mengenai karateristik responden yang terdiri atas:
1) Pria 2) Wanita b. Usia
1) 18 – 23 tahun 2) 24 – 29 tahun 3) 30 – 35 tahun
c. Responden yang pernah menonton film Indonesia yang berjudul
“Love”.
2. Bagian kedua dalam kuesioner terdiri dari pernyataan sikap responden terhadap brand placement.
3. Bagian ketiga dalam kuesioner terdiri dari pernyataan sikap responden terhadap brand.
G. Variabel Penelitian dan Operasionalisasi 1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen.
a. Variabel independen atau variabel yang mempengaruhi dalam penelitian ini adalah faktor-faktor dalam brand placement yaitu:
1) Acceptance
dalam film.
2) Ethics and Regulation
Mengenai bagaimana penonton melihat brand placement secara
etika.
3) Attention
Mengenai bagaimana penonton memperhatikan brand placement
dalam film.
4) Reference
Mengenai bagaimana referensi penonton yang terbentuk terhadap
brand placement dalam film.
5) Interest
Mengenai seberapa besar ketertarikan penonton terhadap brand
placement dalam film.
b. Variabel dependen atau variabel yang dipengaruhi dalam penelitian ini adalah sikap (attitude) penonton terhadap brand dalam film, brand
yang muncul antara lain:
1) KFC (Kentucky Fried Chiken)
KFC (dulu dikenal dengan nama Kentucky Fried Chicken) adalah suatu merek dagang waralaba dari Yum! Brands, Inc., yang bermarkas di Louisville, Kentucky, Amerika Serikat. Didirikan oleh Col. Harland Sanders, KFC dikenal terutama karena ayam gorengnya, yang biasa disajikan dalam bucket.
PT. Fastfood Indonesia, Tbk (IDX: FAST) yang didirikan oleh Kelompok Usaha Gelael pada tahun 1978, dan terdaftar sebagai perusahaan publik sejak tahun 1994. Restoran KFC pertama di Indonesia dibuka pada bulan Oktober 1979 di Jalan Melawai, Jakarta.
2) Aqua
Aqua adalah sebuah merek air minum dalam kemasan (AMDK) yang diproduksi oleh Aqua Golden Mississipi di Indonesia sejak tahun 1973. Selain di Indonesia, Aqua juga dijual di Singapura. Aqua adalah merek AMDK dengan penjualan terbesar di Indonesia dan merupakan salah satu merek AMDK yang paling terkenal di Indonesia, sehingga telah menjadi seperti merek generik untuk AMDK.
3) Nokia
Nokia Corporation adalah produsen peralatan telekomunikasi terbesar di dunia serta merupakan perusahaan terbesar di Finlandia. Kantor pusatnya berada di kota Espoo, Finlandia, dan perusahaan ini paling dikenal lewat produk-produk telepon genggamnya. Nokia memproduksi telepon genggam untuk seluruh pasar dan protokol utama, termasuk GSM, CDMA, dan W-CDMA (UMTS).
4) TOYOTA
mobil yang berasal dari Jepang, yang berpusat di Toyota, Aichi. Saat ini, Toyota merupakan pabrikan penghasil mobil terbesar di dunia.
Toyota Motor Corporation didirikan pada September 1933 sebagai divisi mobil Pabrik Tenun Otomatis Toyoda. Divisi mobil perusahaan tersebut kemudian dipisahkan pada 27 Agustus 1937 untuk menciptakan Toyota Motor Corporation seperti saat ini.
Berangkat dari industri tekstil, Perusahaan yang memproduksi 1 mobil tiap 6 detik ini ternyata menggunakan penamaan Toyota lebih karena penyebutannya lebih enak daripada memakai nama keluarga pendirinya, Toyoda.
5) Big Bird
Didirikan pada tahun 1979, Big Bird adalah perpanjangan alami dari taksi Blue Bird dan limosin Golden Bird.
Big Bird spesialisasi dalam menyediakan bus disewa untuk keperluan bisnis dan liburan, dengan pilihan ber-AC dan bus reguler 10-54 tempat duduk dengan kursi reclining yang nyaman dan ruang untuk kaki yang memadai.
2. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Saat melakukan penelitian, peneliti memasukan variabel operasional untuk mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang disajikan ke dalam bentuk kuesioner yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah dan mencerminkan variabel-variabel dalam model penelitian. Di bawah ini adalah operasional variabel-variabel penelitian yang disertai dengan karakteristik pada masing-masing variabel yang dipilih. Pernyataan tersebut akan ditulis dalam bentuk kuesioner berdasarkan Variabell dari tiap variabel yang disusun secara terstruktur.
Tabel III.1
Tabel Pernyataan Karakteristik Responden
Variabel Pertanyaan
Karakteristik responden
Apa jenis kelamin anda? Berapa usia anda saat ini?
Apakah anda pernah menonton film Indonesia
yang berjudul “Love”?
Tabel III.2
Tabel Pernyataan Sikap Responden Terhadap Brand Placement
Variabel Pernyataan
acceptance Brand yang muncul sudah sesuai dengan alur cerita
Saya mendukung adanya munculnya brand dalam sebuah film
Brand (sebagai sponsor) membantu perkembangan & kemajuan dunia film
Saya merasa ditampilkannya brand dalam film adalah hal yang wajar
Brand yang dipakai dalam alur cerita memiliki kontribusi dalam cerita film
ethics &
regulation
Penempatan brand dalam sebuah film seharusnya dilarang
Penempatan brand mengganggu sebuah film
Penggunaan produk dengan brand tertentu dalam
film menurut saya sudah sesuai etika
Brand yang muncul sesuai dengan alur cerita tidak menggangu saya saat menonton film
Attention Saya memperhatikan adanya brand yang muncul dalam film
Saya memperhatikan apakah brand yang muncul sejalan dengan alur cerita film
Saya memperhatikan brand, logo, gambar produk muncul di dalam sebuah film
Saya memperhatikan ketika aktor / aktris
menggunakan produk dengan brand tertentu
Reference Aktor dan aktris favorit dalam film mendukung keberadaan brand dalam film tersebut