• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN TENTANG PERPINDAHAN KALOR PADA SISWA KELAS XA SMA NEGERI 1 BAYAT KLATEN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMBELAJARAN TENTANG PERPINDAHAN KALOR PADA SISWA KELAS XA SMA NEGERI 1 BAYAT KLATEN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika"

Copied!
244
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMBELAJARAN TENTANG PERPINDAHAN KALOR PADA SISWA

KELAS XA SMA NEGERI 1 BAYAT KLATEN DENGAN

MENGGUNAKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun oleh:

Tri Budiyanti

071424004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii ABSTRAK

Tri Budiyanti, “Pembelajaran Tentang Perpindahan Kalor pada Siswa Kelas XA SMA Negeri 1 Bayat Klaten dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing”. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2012.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui (1) Peningkatan pemahaman siswa tentang perpindahan kalor sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, (2) Bagaimana proses pembentukan pengetahuan tentang perpindahan kalor dalam pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing, (3) Sikap dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 31 Januari - 06 Maret 2012 di SMA Negeri 1 Bayat Klaten. Subyek penelitian siswa-siswi kelas XA yang berjumlah 27 siswa. Penelitiaan ini menggunakan metode penemuan terbimbing,

dengan treatment menggunakan Lembar Kerja Siswa yang digunakan sebagai pedoman siswa dalam berdiskusi untuk menemukan konsep tentang perpindahan kalor. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis yang terdiri dari pretest dan posttest dalam bentuk soal uraian terdiri dari 10 soal, kuesioner sikap, dan wawancara.

(8)

viii ABSTRACT

Tri Budiyanti, “A teaching of Heat Transfer to Students of Class XA of SMA Negeri 1 Bayat Klaten Using Guided Discovery Method”. Physics Education Study Program, the Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training ang Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta 2012.

The research was conducted to find out (1) the increase of students’ understanding of heat transfer before and after learning the method of guided discovery, (2) How does the process of establishing knowledge of heat transfer in a guided discovery learning methods, (3) The attitude and response of students towards learning with using the method of guided discovery.

The research was conducted on January 31 to March 6, 2012 in SMA Negeri 1 Bayat Klaten. Subjects were students of class XA amounted to 27 students. The research uses guided discovery method, with treatment using Student Worksheet is used to guide students in a discussion to find the concept of heat transfer. Instruments used in this study is a written test consisting of a pretest and posttest in the form of a description consists of 10 questions about, attitude questionnaires, and interviews.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Bapa di surga atas segala berkat, rahmat, dan kasih-Nya yang telah dicurahkan dalam diri penulis sehingga skripsi yang berjudul “Pembelajaran Tentang Perpindahan Kalor pada Siswa Kelas XA SMA Negeri 1 Bayat Klaten dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing” sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika dapat terselesaikan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemukan kesulitan dan hambatan. Tetapi berkat bantuan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat mengatasi segala kesulitan dan hambatan yang dialami sehingga penulisan skipsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan selama proses penulisan skripsi dengan penuh perhatian dan kesabaran

2. Bapak Drs. Domi Severinus, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu memperlancar proses penyelesaian skripsi.

3. Seluruh Dosen Pendidikan Fisika ( Romo Paul, Pak Rohandi, Bu Maslichah, Pak Pras, Pak Edy, Bu Sri. Bu Wiwik) dan Karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan selama menimba ilmu di kampus tercinta ini.

4. Bapak Suyatno, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Bayat yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

5. Bapak Wisnu Jadmiko, S.Pd. selaku wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum yang telah membantu penulis selama proses penelitian.

(10)

x

7. Siswa-siswi kelas XA SMA Negeri 1 Bayat yang bersedia membantu dan mendukung selama proses penelitian berlangsung sehingga dapat berjalan dengan lancar.

8. Kedua orang tuaku tercinta bapak Y. Supardi dan Ibu F. Menik Yatinem yang telah mengorbankan banyak hal demi kami anak-anaknya sampai dengan detik ini. Terimakasih buat doa, cinta dan kasih sayangnya, perhatian, dukungan, pengertiannya, dan nasehatnya selama ini.

9. Mas Agus, mas Eko, adikku Catur, mbak Endah, dan ponakanku Dinda yang telah memberikan dukungan, semangat, masukan, dan canda tawanya selama proses penulisan skripsi ini.

10. Teman-temanku seperjuangan Pendidikan Fisika angkatan 2007: Curut (epin), bu Wah, Jeng Lulik, Si kecil (Christin), Suster Deti, Angel, Jeng Erni, Eko, Mono, Usy, Jane, dan Vero. Terimakasih teman buat pertemanan dan kebersamaan kita selama ini, aku tidak akan pernah lupa sama kalian semua. 11. Teman-temanku kost Tika, Flora, Petra, Galih, Ubek, Niken, Theo, Mbak

Dwi, yang telah memberikan dukungan, masukan, canda tawanya, selama dikost kita tercinta.

12. Rintoel, Agnes, mb itut, Rinda, dan semua teman-teman di Cawas yang telah memberikan semangat, dengan kata-katanya “kapan selesai mbul”..hehe 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan,

doa, dukungan, saran, dan kritiknya sampai dapat terselesaikan penulisan skripsi ini.

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ...viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Pembatasan Masalah ... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Belajar dan Pembelajaran ... 6

1. Pengertian Belajar ... 6

2. Pembelajaran ... 8

a. Pengertian Pembelajaran ... 8

(12)

xii

B. Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ... 9

1. Filsafat Konstruktivisme ... 9

2. Pembelajaran Konstruktivisme ... 10

3. Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ... 11

a. Pengertian Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ... 12

b. Proses Discovery ... 13

c. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Discovery ... 14

d. Macam-macam Metode Discovery ... 16

e. Keuntungan Belajar dengan Menggunakan Metode Discovery . 17 C. Perpindahan Kalor ... 19

1. Konduksi ... 19

2. Konveksi ... 24

3. Radiasi ... 26

D. Pembelajaran Perpindahan Kalor dengan Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 32

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

C. Subjek Penelitian ... 32

1. Populasi ... 32

2. Sampel ... 33

D. Desain Penelitian ... 33

1. Penyusunan Instrumen oleh Peneliti ... 33

2. Desain Pembelajaran ... 34

E. Instrumen Penelitian ... 35

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 35

2. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 35

3. Soal Pretest da Posttest ... 35

4. Kuesioner Sikap ... 37

5. Wawancara ... 39

(13)

xiii

1. Hasil Pretest dan Posttest ... 39

2. Hasil Kuesioner Sikap ... 39

3. Hasil Wawancara dengan Siswa ... 39

G. Metode Analisis Data ... 40

1. Analisis Tes Tertulis (Pretest dan Posttest) ... 40

2. Analisis Tingkat Kesukaran Masing-masing Soal ... 43

3. Analisis Hasil Belajar yang dicapai Siswa Menggunakan Test-t dan SPSS ... 46

4. Analisis Kuesioner Sikap ... 47

5. Analisis Wawancara dengan Siswa ... 49

BAB IV DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 50

B. Data, Analisis Data, dan Pembahasan ... 52

1. Tes Tertulis Sebelum Pembelajaran (Pretest) ... 52

2. Proses Pembentukan Pengetahuan Tentang Perpindahan Kalor . 57 3. Tes Tertulis Setelah Pembelajaran (Posttest) ... 87

4. Peningkatan Pemahaman Siswa Sebelum dan Sesudah Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing (guided discovery) ... 92

5. Hasil Belajar yang dicapai Siswa Menggunakan Test – t dan SPSS ...100

6. Data Sikap Siswa Terhadap Proses Pembelajaran Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ...104

C. Rangkuman ...107

D. Kesimpulan Umum ...109

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...111

B. Saran ...111

DAFTAR PUSTAKA ...113

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Distribusi Soal Pretest dan Posttest ... 36

Tabel 2: Distribusi Kuesioner Sikap ... 38

Tabel 3: Kualifikasi data Interval Skor ... 42

Tabel 4: Peningkatan Pemahaman Siswa Secara Keseluruhan ... 42

Tabel 5: Peningkatan Pemahaman Siswa Masing-masing Soal ... 43

Tabel 6: Indeks Kesukaran Masing-masing Soal ... 44

Tabel 7: Kualifikasi Taraf Kesukaran Masing-masing Soal ... 45

Tabel 8: Data Skor Kuesioner ... 48

Tabel 9: Data Hasil Kuesioner Sikap Siswa ... 48

Tabel 10: Interval Skor dan Kualifikasi Sikap ... 49

Tabel 11: Persentase skor dan Kualifikasi Sikap ... 49

Tabel 12: Skor Pretest ... 52

Tabel 13: Kualifikasi Tingkat Pemahaman Awal Siswa ... 53

Tabel 14: Kualifikasi Tingkat Pemahaman Awal Siswa dan Jumlah Siswa ... 54

Tabel 15: Tingkat Kesukaran Masing-masing soal (pretest) ... 55

Tabel 16: KualifikasiTingkat Kesukaran Masing-masing soal (pretest)... 56

Tabel 17: Tabel Alur Proses Konstruktivisme ... 69

Tabel 18: Skor Posttest ... 87

Tabel 19: Kualifikasi Tingkat Pemahaman Akhir Siswa ... 88

Tabel 20: Kualifikasi Tingkat Pemahaman Akhir Siswa dan Jumlah Siswa ... 89

Tabel 21: Tingkat Kesukaran Masing-masing soal (posttest) ... 90

Tabel 22: Kualifikasi Tingkat Kesukaran Masing-masing soal (posttest) ... 91

Tabel 23: Data Skor dan Persentase Skor Pretest dan Posttest ... 92

Tabel 24: Data Skor Siswa dan Kualifikasi Skor Pretest dan Posttest ... 93

Tabel 25: Frekuensi dan Kualifikasi Data Hasil Pretest dan Posttest ... 94

Tabel 26: Persentase Peningkatan Rata-rata Skor Pretest dan Posttest ... 95

(15)

xv

Tabel 28: Peningkatan Tingkat Kesukaran Masing-masing Soal Pretest dan

Posttest ... 98

Tabel 29: Hasil Analisis Pretest da Posttest ...103

Tabel 30: Data Hasil Kuesioner Sikap ...104

Tabel 31: Persentase Skor dan Kualifikasi Sikap Siswa ...105

Tabel 32: Jumlah Siswa dan Kualifikasi Sikap Siswa ...106

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1a Data Hasil Pretest ...115

Lampiran 1b Data Hasil Posttest ...117

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...119

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ...137

Lampiran 4 Soal Pretest dan Posttest ...146

Lampiran 5 Pedoman Jawaban Pretest dan Posttest ...148

Lampiran 6 Kriteria Penskoran Soal Pretest dan Posttest ...152

Lampiran 7 Kuesioner Sikap ...156

Lampiran 8 Pedoman Jawaban Lembar Kerja Siswa ...158

Lampiran 9 Daftar Pertanyaan Wawancara ...165

Lampiran 10 Hasil Wawancara dengan Siswa ...166

Lampiran 11 Hasil Pretest Siswa ...174

Lampiran 12 Hasil Lembar Kerja Siswa ...180

Lampiran 13 Hasil Posttest ...216

Lampiran 14 Hasil Kuesioner Sikap ...220

Lampiran 15 Surat Permohonan Ijin dari Kampus ...224

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran yang efektif merupakan kesatuan dari keterampilan,

perasaan, penguasaan materi, dan pemahaman arti belajar yang bermuara

pada suatu perilaku yaitu kemampuan membangun dan mengembangkan

proses belajar siswa secara optimal, hal tersebut dikemukakan oleh Kauchak

(1989 : 3, dalam Kartika Budi 2001 : 48). Pembelajaran juga merupakan

kesatuan dari dua konsep yaitu antara belajar dan mengajar. Konsep belajar

lebih diarahkan pada siswa atau peserta didik, sedang konsep mengajar lebih

terarah pada pendidik atau guru. Dalam kegiatan pembelajaran,

individu-individu dituntut untuk terlibat aktif. Dengan demikian individu-individu-individu-individu

yang terlibat aktif tersebut akan memiliki dorongan untuk mencapai tujuan

pembelajaran, yaitu tercapainya perubahan perilaku ke arah yang lebih baik,

sikap yang positif, dan pengetahuan baru.

Pembelajaran yang konstruktivistik adalah pembelajaran yang

dilandasi filsafat konstruktivisme, yaitu salah satu filsafat ilmu pengetahuan

yang menekankan bahwa pengetahuan seseorang merupakan hasil konstruksi

atau bentukannya sendiri. Dengan proses pembelajaran yang konstruktivisme,

diharapkan pembelajaran akan lebih menarik dan menyenangkan terutama

(18)

konstruktivisme dan menyenangkan adalah metode penemuan terbimbing

(guided discovery). Dalam pembelajaran sains dibutuhkan metode

pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan, sehingga siswa dapat

terlibat langsung selama proses pembelajaran. Penemuan (discovery)

merupakan model pembelajaran dimana guru memberikan kebebasan kepada

siswa untuk menemukan sesuatu sendiri (pengetahuan sendiri), karena

dengan menemukan sendiri siswa dapat mengerti secara lebih dalam. Begitu

pula dengan metode penemuan terbimbing (guided discovery) juga

merupakan metode pembelajaran yang menuntut siswa menemukan sendiri

pengetahuan, tetapi dalam proses menemukan pengetahuan tersebut guru

tidak membiarkan siswa sendiri tetapi memberikan bimbingan dan

langkah-langkah sampai siswa bisa menemukan pengetahuan/konsep yang

diharapkan. Dengan demikian, dalam pembelajaran fisika siswa tidak akan

merasa takut dan bosan, tetapi mereka akan merasa senang, tertantang dan

mau terus mencoba sampai menemukan sendiri apa yang mereka cari.

Dengan mampu menemukan sendiri pengetahuan, maka pemahaman siswa

tentang konsep-konsep fisika juga akan meningkat.

Sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang

konsep-konsep fisika beserta kaitannya antara satu konsep-konsep dengan konsep-konsep yang lain,

maka sangatlah penting untuk semaksimal mungkin melibatkan siswa secara

aktif dan berkesinambungan dalam proses pembelajaran, sehingga apa yang

menjadi tujuan dalam kegiatan pembelajaran juga dapat tercapai dengan

(19)

penelitian ini penulis mengambil topik “Pembelajaran Tentang

Perpindahan Kalor pada Siswa Kelas XA SMA Negeri 1 Bayat Klaten

Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat pemahaman siswa tentang perpindahan kalor sebelum

dan sesudah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing?

2. Bagaimana proses pembentukan pengetahuan tentang perpindahan kalor

dalam pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing?

3. Bagaimana sikap dan tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran

dengan metode penemuan terbimbing?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan diatas, maka

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui peningkatan pemahaman siswa tentang perpindahan kalor

sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing.

2. Mengetahui proses pembentukan pengetahuan tentang perpindahan kalor

dalam pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing.

3. Mengetahui sikap dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan

(20)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh setelah melakukan penelitian ini, antara lain:

1. Bagi Siswa

Melalui penelitian ini siswa dapat mengetahui dan mengalami

langsung serangkaian kegiatan pembelajaran menggunakan metode

penemuan terbimbing. Selain itu, dapat membantu siswa untuk berani

mengungkapkan gagasan atau ide-ide mereka, membuat siswa terlibat aktif

dalam proses pembelajaran, membantu siswa agar lebih mudah memahami

konsep-konsep yang ada dalam pelajaran Fisika, khususnya tentang materi

perpindahan kalor, dan mampu membuat siswa lebih tertarik dan senang

belajar fisika.

2. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat peneliti gunakan sebagai bekal memasuki

dunia kerja yaitu sebagai seorang guru, metode pembelajaran ini dapat

menjadi salah satu alternatif yang akan digunakan dalam proses

pembelajaran sains.

3. Bagi Calon Guru maupun Guru

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan bahan

pertimbangan bagi calon guru maupun guru, dalam memilih metode

pembelajaran yang akan diterapkan pada saat mengajar sehingga

benar-benar mampu membuat siswa terlibat aktif selama proses pembelajaran.

(21)

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk

kepentingan pengembangan kegiatan pembelajaran dan

penelitian-penelitian berikutnya.

E. Pembatasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diutarakan di atas, maka

peneliti akan membatasi masalah yang akan diteliti:

1. Tingkat pemahaman siswa terhadap materi perpindahan kalor dapat

diketahui melalui hasil pretest (tes awal) dan posttest (tes akhir).

2. Proses pembentukan pengetahuan tentang perpindahan kalor diperoleh dari

serangkaian proses kegiatan pembelajaran dimulai dari siswa melakukan

demonstrasi, mendalami permasalahan dengan bantuan

pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam Lembar Kerja Siswa (LKS), diskusi

bersama, dan yang terakhir siswa dapat menemukan konsep tentang

perpindahan kalor.

3. Sikap siswa terhadap proses pembelajaran dapat dilihat berdasarkan hasil

pengisian kuesioner sikap yang telah disiapkan oleh peneliti untuk siswa.

Sedangkan tanggapan siswa diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang

dilakukan dengan beberapa siswa setelah proses pembelajaran

berlangsung. Daftar pertanyaan mencakup pendapat siswa tentang metode

pembelajaran yang digunakan dan kesan-kesan siswa terhadap proses

(22)

6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Belajar dan Pembelajaran

1. Pengertian Belajar

Piaget membedakan pengertian tentang belajar menjadi dua, yaitu

yang pertama pengertian belajar dalam arti sempit dan yang kedua

pengertian belajar dalam arti luas (dalam Suparno, 2001: 140-141).

Belajar dalam arti sempit adalah belajar yang hanya menekankan

perolehan informasi baru dan pertambahan. Belajar seperti ini sering

disebut belajar figurative yang merupakan suatu bentuk belajar yang pasif.

Contohnya seorang anak belajar menghafalkan nama-nama angka,

nana-nama ibu kota suatu Negara, dsb. Sedang belajar dalam arti luas, yang

juga disebut dengan perkembangan, adalah belajar untuk memperoleh dan

menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan

pada bermacam-macam situasi. Contohnya dalam menghafal nama-nama

ibu kota suatu Negara anak tersebut juga mengerti hubungan anta

kota-kota itu dengan Negara. Bagi Piaget belajar selalu mengandung unsur

pembentukan dan pemahaman. Berbeda dengan Wadswort (1989, dalam

Suparno 2001:141), ia menyatakan bahwa mengingat dan menghafal tidak

dianggap sebagai belajar yang sesungguhnya karena kegiatan tersebut

(23)

menyebut nama angka-angka, belum tentu bahwa ia mengerti konsep

tentang angka-angka tersebut.

Selain itu ada pendapat lain, yang pertama dari Witherington

(dalam Sukmadinata, 2009:155) mengungkapkan bahwa, “belajar

merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai

pola-pola respon yang baru yang berbentuk ketrampilan, sikap, kebiasaan,

pengetahuan, dan kecakapan”. Pendapat yang hampir sama dikemukakan

oleh Crow and Crow (dalam Sukmadinata, 2009:155), “belajar adalah

diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap baru”. Sedang

menurut Hilgard (dalam Sukmadinata, 2009:155), “ belajar adalah suatu

proses dimana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon

terhadap sesuatu situasi”. Suyono, dkk (2011: 9) juga berpendapat bahwa

“belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh

pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap,

dan mengokohkan kepribadian.”

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diatas,

maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental

atau psikis yang berlangsung dalam suatu interaksi aktif dengan

lingkungan yang menghasilkan suatu pengetahuan baru, meningkatkan

keterampilan, memperbaiki tingkah laku dan sikap, serta mematangkan

aspek kepribadian. Belajar merupakan proses yang pada awalnya tidak

(24)

2. Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Selain mengenal istilah pembelajaran, kita pasti juga tidak

merasa asing dengan istilah pengajaran. Pengajaran dilaksanakan

dalam suatu aktivitas yang kita kenal dengan istilah mengajar. Dalam

pengertian konvensional, pengajaran dipandang bersifat mekanistik

dan merupakan otonomi guru untuk mengajar, sehingga guru menjadi

pusat kegiatan (Suyono dkk, 2011:16). Berbeda dengan pengajaran,

pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan atau keaktifan siswa,

bukan kegiatan guru. Ukuran dari kualitas pembelajaran tidak terletak

pada baiknya guru menerangkan, tetapi pada kualitas dan kuantitas

belajar siswa yang artinya seberapa banyak dan seberapa sering siswa

terlibat secara aktif. Peran guru yang pokok adalah menciptakan

situasi, menyediakan kemudahan, merancang kegiatan, dan

membimbing siswa agar mereka terlibat dalam proses belajar secara

berkesinambungan (dalam Kartika Budi, 2001:46).

b. Fungsi Pembelajaran

Pembelajaran mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi umum dan

fungsi khusus. Fungsi umum yaitu fungsi yang berkaitan dengan

berlangsungnya proses pembelajaran, sedang fungsi khusus adalah

fungsi yang menunjang terjadinya proses belajar secara optimal.

Menurut Gal’perin (dalam Kartika Budi, 2001:46), pembelajaran

(25)

tindak lanjut. Selain itu juga disebutkan 3 fungsi umum, yaitu: 1)

membangkitkan motivasi, 2) mengetahui pengetahuan awal, dan 3)

informasi tentang sasaran belajar, kriteria keberhasilan yang dituntut,

dan contoh-contoh soal ujian.

B. Motode Pembelajaran Penemuan Terbimbing(Guided Discovery)

1. Filsafat Konstruktivisme

Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakekat

pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi (Suparno, 2007:8).

Menurut Driver dan Bell, ilmu pengetahuan bukanlah hanya kumpulan

hukum atau daftar fakta, ilmu pengetahuan terutama sains merupakan

ciptaan pikiran manusia dengan semua gagasan dan konsepnya yang

ditemukan secara bebas (dalam Suparno, 1997:17). Menurut Einstein da

Ninfeld (dalam Suparno, 1997:17), konsep atau teori tidak menuruti

pengamatan induktif yang sederhana. Hal ini terbukti dengan adanya

banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk mengabstraksikan

kenyataan-kenyataan yang mereka peroleh dari percobaan-percobaan

mereka. Abstraksi dan teorisasi itu melalui proses penemuan yang

imaginative (Suparno, 1997:18), tidak cukup hanya dengan mengamati

objek yang ada.

Kaum konstruktivisme juga mengungkapkan bahwa pengetahuan

bukanlah sesuatu yang sudah jadi yang ada di luar kita, tetapi sesuatu yang

(26)

merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui berpikir seseorang

(dalam Suparno, 2007:8). Pengetahuan bukanlah suatu yang lepas dari

subyek, tetapi merupakan suatu ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari

pengalaman. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap

kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman baru

(dalam Suparno, 2007:8).

2. Pembelajaran Konstruktivistik

Pembelajaran yang konstruktivistik adalah pembelajaran yang

dilandasi filsafat konstruktivisme, yaitu salah satu filsafat ilmu

pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan seseorang merupakan

hasil konstruksi atau bentukannya sendiri (dalam Kartika Budi, 2001:46).

Ini berarti belajar harus merupakan proses berkesinambungan dan

berkelanjutan dalam mengkonstruksi pengetahuan. Dalam pembelajaran

yang konstruktivistik, yang terpenting bukan banyaknya pengetahuan yang

mereka peroleh, tetapi seberapa tinggi kualitas dan seberapa besar

kuantitas keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (dalam Kartika

Budi, 2001:46). Dengan proses pembelajaran seperti itu diharapkan

pembelajaran terutama sains tidak seperti yang diungkapkan Twining:

Science and Mahtematics are subjects many dents to avoid”, tetapi

merupakan mata pelajaran yang menarik dan disenangi (Kartika Budi,

2001:47). Jadi, pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran

yang mampu membuat siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan

(27)

mereka peroleh tetapi kualitas dan kuantitas mereka dalam proses

mengkronstruksi pengetahuan tersebut.

Dalam pembelajaran yang konstruktivistik, diperlukan guru yang

konstruktivis (dalam Kartika Budi, 2001 : 47), yaitu guru yang: 1)selalu

mendorong kemandirian siswa, 2)menjadikan siswa sebagai problem

solver bahkan harus ditingkatkan menjadi problem finder, 3)menggunakan

gejala alam untuk diabstraksikan menjadi konsep, hukum, dan/atau teori,

4)lebih banyak menggunakan pertanyaan terbuka, 5)sabar untuk tidak

segera menyalahkan dan memberitahukan yang benar, 6)menjadikan

kondisi awal siswa sebagai entry point, 7)membiasakan siswa untuk

berdialog dalam kelompok, dan 8)menciptakan kondisi yang dapat

membangkitkan rasa ingin tahu siswa.

3. Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)

Banyak sekali metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran

sains khususnya fisika, contohnya eksperimen, diskusi, inquiry, discovery,

problem solving, dan masih banyak lagi. Guru harus pandai-pandai

memilih metode mana yang cocok/sesuai dengan materi yang akan

diajarkan sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat terlibat secara

langsung agar siswa tidak merasa bosan. Pemilihan berbagai variasi

pendekatan pembelajaran, strategi dan metode yang sesuai dengan situasi

pembelajaran baik dari aspek guru maupun siswanya, merupakan sebuah

upaya untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal dan tercapainya

(28)

pembelajaran sains khususnya fisika akan lebih menarik dan

menyenangkan, apabila tidak hanya menggunakan metode ceramah saja.

Dalam penelitian ini, akan coba digunakan salah satu metode pembelajaran

yang menarik yaitu metode penemuan terbimbing (guided discovery).

Selain merupakan contoh metode pembelajaran yang menarik, penemuan

terbimbing (guided discovery) juga merupakan salah satu contoh

penerapan pembelajaran yang konstruktivisme.

a. Pengertian Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)

Penemuan terbimbing (guided discovery) merupakan salah

satu macam bentuk/tipe dari metode penemuan (discovery). Discovery

adalah model pembelajaran dimana guru memberikan kebebasan

kepada siswa untuk “menemukan sesuatu sendiri”, karena dengan

menemukan sendiri siswa dapat mengerti secara lebih dalam

(Suparno, 2007:72). Penemuan (discovery) merupakan metode belajar

berbasis pencarian dan penyelidikan. Menurut Bruner (dalam Suparno,

2007:72), pembelajaran discovery adalah pendekatan kognitif dalam

pembelajaran di mana guru menciptakan situasi sehingga siswa dapat

belajar sendiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep

dan prinsip-prinsip. Siswa didorong untuk mempunyai pengalaman

dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan

prinsip-prinsip atau pengetahuan bagi dirinya. Jadi, dalam discovery

(29)

persoalan-persoalannya, menemukan prinsip-prinsip atau jawaban lewat

percobaan.

Penemuan terbimbing (guided discovery) merupakan model

pembelajaran dimana guru membimbing siswa dalam tujuan untuk

menemukan konsep-konsep baru. Dalam model penemuan terbimbing

(guided discovery), guru tidak membiarkan siswa sendiri dalam

menemukan konsep tetapi guru memberikan bimbingan dan

langkah-langkah untuk memecahkan masalah yang ada sampai siswa

menemukan konsep yang dicari.

b. Proses Discovery

Dalam bukunya yang berjudul “Metodologi Pembelajaran

Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan”, Suparno (2007:73)

menjelaskan tentang proses yang ada dalam metode discovery

meliputi:

1) Mengamati

Pada tahap ini siswa diminta mengamati gejala atau persoalan yang

sedang dihadapi.

2) Menggolongkan

Setelah melakukan kegiatan pengamatan langkah berikutnya siswa

mengklasifikasikan hal-hal apa saja yang ditemukan dalam

pengamatan sehingga menjadi lebih jelas.

(30)

Pada proses ini siswa diajak untuk memperkirakan mengapa gejala

itu bisa terjadi atau mengapa persoalan itu terjadi.

4) Mengukur

Siswa melakukan pengukuran terhadap persoalan yang diamati

untuk memperoleh data yang lebih akurat yang dapat digunakan

untuk mengambil kesimpulan.

5) Menguraikan atau menjelaskan

Siswa dibantu untuk menjelaskan atau menguraikan dari data

pengukuran yang dilakukan.

6) Menyimpulkan

Pada proses akhir siswa diminta mengambil kesimpulan dari data

yang didapatkan.

c. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Discovery

Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode

discovery yaitu sebagai berikut (Suparno, 2007:74) :

1) Persoalan/permasalahan diajukan oleh guru.

Pada langkah ini, guru mengajukan persoalan/permasalahan yang

berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.

2) Siswa memecahkan persoalan/permasalahan tersebut.

Setelah persoalan diajukan guru, siswa diminta untuk memecahkan

persoalan/permasalahan tersebut bisa secara sendiri-sendiri ataupun

dalam kelompok. Untuk memecahkan persoalan yang ada

(31)

memprediksi, mengukur, menguraikan atau menjelaskan, dan

menyimpulkan.

3) Konsep baru dijelaskan.

Pada langkah berikutnya, guru meminta siswa menyampaikan hasil

pemecahan persoalan yang mereka kerjakan. Apabila ada konsep

baru yang perlu ditambahkan, guru harus menambahkannya

sehingga pengertian siswa akan semakin lengkap.

Hal yang hampir sama dikemukakan oleh Syaiful Bahri dan

Aswan Zain (2002:22) mengenai garis besar prosedur pelaksanaan

pembelajaran discovery, yaitu sebagai berikut :

1) Stimulation : guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan

atau menyuruh anak didik membaca ataupun mendengarkan uraian

yang membuat persoalan.

2) Problem statement : guru memberikan kesempatan kepada siswa

untuk mengidentifikasi berbagai persoalan.

3) Data collection : siswa melakukan proses pengumpulan berbagai

informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati obyek,

wawancara dengan nara sumber atau melakukan uji coba sendiri,

dll.

4) Data prossesing: pengolahan, pengacakan, pengklasifikasian,

pentabulasian bahkan penghitungan data pada tingkat kepercayaan

(32)

5) Verification atau pembuktian : pembuktian dari hipotesis atau

pernyataan yang telah dirumuskan berdasarkan hasil pengolahan

informasi yang telah ada.

6) Generalization : berdasarkan hasil verifikasi, siswa menarik

kesimpulan atau genaralisasi tertentu

d. Macam-macam Metode Discovery

Weimer mengidentifikasi adanya 6 tipe discovery (dalam

Suparno, 2007:74), yaitu sebagai berikut:

1) Discovery

Discovery merupakan model pembelajaran yang menuntut

seseorang menemukan sesuatu (pengetahuan) sendiri. Dalam

menemukan prosesnya bebas tidak ada langkah-langkah khusus,

yang terpenting adalah orang menemukan sesuatu hukum, prinsip,

atau pengertian sendiri.

2) Discovery teaching

Discovery teaching merupakan model mengajar dengan cara

menemukan sesuatu. Model ini lebih digunakan guru untuk

mengajar siswa dengan cara penemuan.

3) Inductive discovery

Inductive discovery merupakan model penemuan sesuatu dengan

pendekatan induktif, yaitu mulai dari pengamatan banyak data

kemudian disimpulkan. Proses penemuannya lengkap seperti

(33)

4) Semi-inductive discovery

Semi-inductive discovery juga merupakan model penemuan dengan

pendekatan induktif, tetapi prosesnya tidak lengkap seperti pada

inductive discovery. Ketidaklengkapan bisa terdapat pada data yang

diambil hanya sedikit, dapat pula prosesnya yang disederhanakan,

dll.

5) Unguided or pure discovery atau discovery murni

Unguided or pure discovery atau discovery murni merupakan

model penemuan dengan langkah siswa diberi persoalan, kemudian

siswa harus memecahkan sendiri persoalan tersebut dengan sedikit

sekali petunjuk guru.

6) Guided discovery

Guided discovery merupakan model penemuan dengan

langkah-langkah guru memberikan persoalan pada siswa untuk dipecahkan,

dan guru memberikan petunjuk serta arahan bagaimana

memecahkan persoalan itu. Artinya dalam memecahkan persoalan

tersebut siswa mendapat bimbingan dari guru.

e. Keuntungan Belajar dengan Menggunakan Metode Discovery

Menurut Bruner ada beberapa keuntungan dari penggunaan

metode discovery dalam belajar fisika antara lain sebagai berikut

(Bruner, dalam Trowbridge & Bybee, 1996: 177, dalam Suparno

2007: 75):

(34)

Siswa hanya akan dapat mengembangkan pikirannya dengan

berpikir menggunakan pikirannya sendiri. Dengan model discovery

pikiran siswa digunakan dan dilatih untuk memecahkan persoalan.

2) Mengembangkan motivasi instrinsik

Dengan menemukan sendiri dalam discovery siswa merasa puas

secara intelektual. Kepuasan ini merupakan penghargaan dari

dalam diri sendiri yang akan lebih menguatkan untuk terus mau

menekuni sesuatu.

3) Belajar menemukan masalah

Untuk terampil dalam menemukan sesuatu, diperlukan sebuah

praktik karena hanya lewat praktik itu siswa mampu menemukan

sesuatu. Discovery ini adalah praktik menemukan sesuatu yang

dapat memperkaya siswa dalam penemuan hal-hal yang lain di

kemudian hari.

4) Ingatan lebih tahan lama

Dengan menemukan sendiri, siswa lebih ingat akan yang dipelajari;

dan sesuatu yang ditemukan sendiri biasanya tahan lama tidak

mudah dilupakan.

5) Melatih keterampilan memecahkan persoalan sendiri dan melatih

siswa untuk dapat mengumpulkan dan menganalisis data sendiri.

6) Discovery juga menimbulkan keingintahuan siswa dan memotivasi

(35)

C. Perpindahan Kalor

Kalor dapat berpindah dari benda yang memiliki suhu tinggi ke benda

yang memiliki suhu lebih rendah. Perpindahan kalor dapat terjadi secara

langsung maupun dengan perantara. Ada tiga cara perpindahan kalor, yaitu

konduksi (hantaran), konveksi (aliran), dan radiasi (pancaran).

1. Konduksi

Ketika sebuah sendok yang terbuat dari logam ujungnya kita

panaskan diatas lilin yang menyala dalam selang waktu tertentu, apa

yang anda rasakan?. Pasti lama kelamaan ujung sendok yang kita pegang

akan terasa panas, walaupun ujung sendok yang anda pegang tidak

bersentuhan langsung dengan sumber kalor (lilin menyala). Pada proses

ini, menunjukkan adanya aliran atau perpindahan kalor dari bagian

sendok yang panas ke ujung sendok yang dingin dan tidak terjadi

perpindahan partikel-partikel dalam sendok. Proses perpindahan kalor

melalui zat perantara yang selama proses perpindahan kalor tidak disertai

dengan perpindahan partikel disebut perpindahan kalor secara konduksi

(hantaran).

Perpindahan kalor secara konduksi dapat terjadi dalam dua

proses berikut:

a. Pemanasan pada satu ujung zat menyebabkan partikel-partikel pada

ujung itu bergetar lebih cepat dan suhunya naik atau energi

kinetiknya bertambah. Partikel-partikel yang energi kinetiknya lebih

(36)

partikel-partikel tetangganya melalui tumbukan sehingga partikel-partikel-partikel-partikel

tersebut memiliki energi kinetik lebih besar. Proses ini berlangsung

terus sampai kalor mencapai ujung yang dingin (tidak dipanasi).

Proses perpindahan kalor seperti ini berlangsung secara lambat

karena untuk memindahkan banyak kalor diperlukan beda suhu yang

tinggi di antara kedua ujung.

b. Dalam logam, kalor dipindahkan melalui elekton-elektron bebas

yang terdapat di dalam struktur atom logam. Pada bagian yang

dipanaskan, energi elektron-elektron bertambah besar. Oleh karena

elektron-elektron bebas mudah berpindah atau bergerak bebas, maka

pertambahan energi ini dengan cepat dapat diberikan pada

elektron-elektron yang lainnya melalui tumbukan.

Gambar 1. Partikel-partikel pada ujung yang dipanasi bergetar lebih

cepat daripada ujung yang tidak dipanasi.

Gambar 2. Kalor mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda

(37)

Besar laju konduksi kalor dijelaskan melalui sebuah batang

logam (gambar 3) bergantung pada empat besaran:

a. Beda suhu di antara kedua permukaan ∆T = T1-T2; semakin besar beda suhu, semakin cepat perpindahan kalor.

b. Panjang batang(l); semakin panjang batang logam, semakin lambat

perpindahan kalor.

c. Luas permukaan (A); semakin besar luas permukaan, semakin

cepat perpindahan kalor.

d. Konduktivitas termal zat (k) merupakan ukuran kemampuan zat

menghantarkan kalor; semakin besar nilai k, semakin cepat zat/bahan

tersebut menghantarkan kalor.

Gambar 3. Laju konduksi kalor Q/t yang melalui batang logam

Benda yang terletak di sebelah kiri memiliki suhu yang lebih

tinggi (T1), sedangkan benda yang terletak di sebelah kanan memiliki

suhu yang lebih rendah (T2). Karena adanya perbedaan suhu T1 - T2= ∆T,

maka kalor mengalir dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang

(38)

memiliki luas penampang/permukaan (A) dan panjang (l). Berdasarkan

hasil percobaan, jumlah kalor yang mengalir selama selang waktu

tertentu (Q/t) berbanding lurus dengan perbedaan suhu (∆T), luas penampang/permukaan (A), sifat suatu benda (k = konduktivitas termal)

dan berbanding terbalik dengan panjang benda (l). Secara matematis bisa

ditulis sebagai berikut :

Keterangan:

H = laju kalor konduksi (K/s atau J/s)

Q/t = kalor yag merambat tiap detik (K/s atau J/s)

A = luas penampang/permukaan benda ( m2 )

l = panjang benda ( m )

k = konduktivitas termal benda (J/s.m.K atau W/m.K)

T = perbedaan suhu ( 0C atau K )

Perpindahan kalor secara konduksi hanya terjadi pada zat/benda

padat. Tetapi tidak semua zat padat dapat menghantarkan kalor dengan

baik. Berdasarkan kemampuan suatu zat padat menghantarkan kalor

secara konduksi, zat padat digolongkan menjadi dua golongan yaitu

konduktor dan isolator. Zat yang mudah menghantarkan kalor dengan

baik disebut konduktor, sedangkan zat yang sukar menghantarkan kalor

(39)

Tabel1. Konduktivitas termal berbagai jenis bahan

Sumber : Collage Physics, Serway R.A., Faughn, J.S. (dalam Marthen Kanginan. Physics for Senior High School 2nd Semester Grade X. Bilingual).

Dari tabel konduktivitas termal berbagai jenis bahan/zat, tampak

bahwa benda yang memiliki nilai konduktivitas termal (k) besar

penghatar kalor yang baik. Logam memiliki nilai konduktivitas termal

yang besar maka logam tergolong konduktor yang sangat baik.

Sebaliknya, benda yang memiliki nilai konduktivitas termal yang kecil

(40)

2. Konveksi

Konveksi adalah proses perpindahan kalor melalui zat perantara

yang diikuti oleh perpindahan partikel-partikel zat tersebut. Perpindahan

kalor ini mengakibatkan adanya aliran zat, oleh karena itu perpindahan

kalor ini hanya terjadi dalam alir (fluida). Zat dapat mengalir karena

adanya perbedaan massa jenis zat. Perpindahan kalor secara konveksi

terjadi pada zat cair dan gas. Ada dua jenis konveksi, yaitu konveksi

alamiah dan konveksi paksa.

a. Konveksi alamiah

Pada konveksi alamiah pergerakan fluida terjadi akibat perbedaan

massa jenis. Bagian fluida yang menerima kalor (dipanasi) akan

memuai dan massa jenisnya menjadi lebih kecil sehingga bergerak

ke atas. Tempatnya digantikan oleh bagian fluida dingin yang jatuh

ke bawah karena massa jenisnya lebih besar.

Gambar 4. Konveksi alami dalam zat cair.

Pada gambar 4 ditunjukkan suatu demonstrasi untuk

(41)

dipanasi, massa jenis air pada bagian itu akan menjadi lebih kecil,

sehingga air akan bergerak naik ke atas. Tempatnya akan digantikan

oleh air yang lebih dingin yang memiliki massa jenis lebih besar. Di

dalam air terbentuk lintasan tertutup yang ditunjukkan oleh arah

anak panah, disebut arus konveksi. Contoh konveksi alamiah yang

kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah proses terjadinya

angin darat dan angin laut, ketika kita membakar sesuatu yang

menghasilkan asap.

Gambar 5. Proses secara konveksi a) Angin laut b) Angin darat

b. Konveksi paksa

Dalam konveksi paksa, fluida yang telah dipanasi langsung

diarahkan ke tujuannya oleh peniup atau pompa. Contoh konveksi

paksa adalah pada sistem pendingin mobil.

Laju perpindahan kalor secara konveksi bergantung pada luas

permukaan benda (A) yang bersentuhan dan perbedaan suhu (∆T) antara

benda dengan fluida. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

(42)

Keterangan:

H = laju kalor konveksi (J/s = W)

Q/t = kalor yang merambat tiap detik (J/s=W)

A = luas permukaan (m2)

h = koefisien konveksi (W/m2.K atau J/s m2 K)

T = perbedaan suhu (OC atau K)

3. Radiasi

Bagaimanakah energi panas/kalor dari matahari dapat melalui

atmosfer bumi dan menghangatkan bumi?. Kalor dari matahari tidak

dapat melalui atmosfer secara konduksi karena udara di atmosfer

tergolong konduktor paling buruk. Kalor dari matahari juga tidak dapat

sampai ke bumi melalui konveksi karena konveksi selalu diawali dengan

pemanasan bumi terlebih dahulu. Selain itu, perpindahan kalor secara

konduksi atau konveksi tidak mungkin melalui ruang hampa yang

terdapat diantara atmosfer bumi dan matahari. Bagaimanakah proses

perpindahan kalor dalam peristiwa ini?. Kalor dari matahari dapat

sampai ke bumi melalui ruang hampa tanpa zat perantara (medium).

Perpindahan kalor seperti ini disebut radiasi. Perpindahan kalor

dapat melalui ruang hampa karena energi kalor dibawa dalam bentuk

gelombang elektromagnetik. Jadi, radiasi (pancaran) adalah perpindahan

(43)

elektromagnetik. Perpindahan panas seperti ini tidak memerlukan zat

perantara.

Beberapa permukaan zat menyerap kalor radiasi lebih baik

daripada permukaan zat lainnya. Bandingkan jika kamu memakai baju

putih mengkilap dan baju hitam kusam di siang hari dan malam hari. Di

siang hari baju hitam kusam terasa lebih panas daripada baju putih

mengkilap. Ini karena di siang hari baju hitam kusam menyerap kalor

radiasi lebih baik daripada baju putih mengkilap. Sedang bila di malam

hari baju hitam kusam terasa lebih dingin daripada baju putih mengkilap.

Ini terjadi karena di malam hari, baju hitam kusam memancarkan kalor

radiasi lebih baik daripada baju putih mengkilap. Pemancar energi yang

baik adalah penyerap energi yang baik pula. Berdasarkan uraian di atas

dapat disimpulkan bahwa:

1. Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap kalor radiasi

yang baik sekaligus pemancar kalor radiasi yang baik pula.

2. Permukaan yang putih dan mengkilap adalah penyerap kalor radiasi

yang buruk sekaligus pemancar kalor radiasi yang buruk pula.

3. Jika diinginkan agar kalor yang merambat secara radiasi berkurang,

permukaan/dinding harus dilapisi suatu bahan agar mengkilap (misal

dilapisi dengan perak).

Hukum Stefan-Boltzman menyatakan: “energi yang

(44)

tiap satuan waktu (Q/t) sebanding dengan luas permukaan (A) dan

sebanding dengan pangkat empat suhu mutlaknya (T4)”.

Secara matematis, energi yang dipancarkan tiap satuan waktu

dapat dituliskan sebagai berikut:

W = Q/t = σ A T4

Keterangan:

W = energi radiasi yang dipancarkan (W)

Q/t = kalor yang dipancarkan tiap satuan waktu (W)

σ = konstanta Stefan-Bolzman = 5,67 x 10 -8 watt/m2.K4 T = suhu mutlak benda (K)

Tidak semua benda dapat dianggap sebagai benda hitam

sempurna. Oleh karena itu agar persamaan diatas dapat digunakan pada

setiap benda, persamaan Stefan-Boltzman untuk setiap benda dapat

ditulis:

W = Q/t = e σ A T4

Dengan e adalah koefisien yang disebut emitivitas benda.

Emitivitas benda adalah ukuran seberapa besar pemancaran radiasi kalor

suatu benda dibandingkan dengan benda hitam sempurna. Emitivitas

tidak memiliki satuan, nilainya terletak antara 0 sampai dengan 1 (0 ≤e

1) dan bergantung pada jenis zat dan keadaan permukaan. Permukaan

mengkilap memiliki nilai e yang lebih kecil daripada permukaan yang

(45)

penyerap sempurna sekaligus pemancar sempurna, yaitu benda hitam

sempurna memiliki e = 1.

D. Pembelajaran Perpindahan Kalor dengan Metode Penemuan

Terbimbing (Guided Discovery)

Dalam rangka membantu siswa membentuk atau mengkonstruksi

pengetahuan, sebagai seorang guru harus mampu mencari metode

pembelajaran yang dapat membuat siswa terlibat aktif dalam proses

pembelajaran. Karena ukuran dari kualitas pembelajaran tidak terletak pada

baiknya guru menerangkan, tetapi pada kualitas dan kuantitas belajar siswa

yang artinya seberapa banyak dan seberapa besar siswa terlibat aktif selama

proses pembelajaran. Belajar merupakan suatu aktivitas mental atau psikis

yang berlangsung dalam suatu interaksi aktif dengan lingkungan yang

menghasilkan suatu pengetahuan baru, meningkatkan ketrampilan,

memperbaiki tingkah laku dan sikap, serta mematangkan aspek kepribadian.

Sedang pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan yang dapat

mengaktifkan siswa, bukan pada kegiatan guru.

Berdasarkan kajian teori diatas, dalam penelitian ini peneliti mencoba

menampilkan model pembelajaran menggunakan metode penemuan

terbimbing (guided discovery) pada pokok bahasan perpindahan kalor. Pada

pembelajaran ini, siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri

konsep-konsep yang ada pada materi perpindahan kalor. Dalam rangka menemukan

(46)

membimbing dan memberikan langkah-langkah untuk memecahkan masalah

yang ada sampai pada penemuan konsep tersebut. Berikut ini gambaran

umum langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan:

1. Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan siswa diminta untuk

mengerjakan soal pretest yang berkaitan dengan materi perpindahan

kalor. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman

awal siswa tentang materi perpindahan kalor.

2. Demonstrasi

Siswa dibimbing oleh guru melakukan demonstrasi. Kegiatan

demonstrasi ini bertujuan memberikan permasalahan yang berkaitan

konduksi, konveksi, dan radiasi kepada siswa. Dari kegiatan demonstrasi

itu, diharapkan mampu membangkitkan minat dan rasa keingintahuan

siswa untuk menggali lebih dalam informasi dan mencari penyelesaian

masalah tersebut.

3. Pendalaman Permasalahan

Siswa dibimbing oleh guru mendalami permasalahan. Dalam

kegiatan ini, guru menuntun siswa dengan memberikan beberapa

pertanyaan-pertanyaan yang sudah dirangkum dalam lembar kerja siswa.

Pertanyaan-pertanyaan itu berfungsi sebagai petunjuk dan arahan bagi

siswa agar lebih mudah mendalami permasalahan dan mudah

menemukan/membentuk sendiri pengetahuan tentang perpindahan kalor.

Dalam kegiatan pendalaman permasalahan siswa dibagi ke dalam empat

(47)

penyelesaian masalah siswa saling berdiskusi bersama teman satu

kelompok dan bisa saling membantu antar siswa.

4. Kesimpulan

Setelah mendalami permasalahan dengan menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang ada, siswa membuat kesimpulan tentang konsep-konsep

konduksi, konveksi, dan radiasi. Salah satu perwakilan dari kelompok

melaporkan hasil dari kesimpulan yang telah mereka diskusikan.

5. Penegasan

Guru memberikan penegasan tentang kesimpulan yang

dikemukakan oleh siswa dan menambahkan konsep baru apabila ada

konsep baru yang perlu ditambahkan .

6. Evaluasi

Setelah proses pembelajaran selesai, guru melakukan evaluasi

dengan cara memberikan soal posttest kepada siswa yang bertujuan untuk

mengetahui bagaimana pemahaman siswa setelah melaksanakan proses

(48)

32 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini termasuk jenis penelitian kuantitatif.

Penelitian kuantitatif merupakan jenis penelitian yang teknik pengambilan

sampelnya pada umumnya dilakukan secara random, dan pengumpulan

datanya menggunakan instrumen penelitian yang hasilnya berupa

angka-angka dan selanjutnya data tersebut akan dianalisis menggunakan metode

statistik. Penelitian kuantitatif ini dilaksanakan untuk melihat peningkatan

pemahaman siswa tentang perpindahan kalor sebelum dan sesudah

pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing (guided

discovery). Hasil penelitian ini hanya berlaku terbatas pada siswa yang diteliti

saja. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini tidak dapat

digeneralisasikan pada keadaan-keadaan di luar kasus yang diteliti.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian : SMA Negeri 1 Bayat, Klaten

Waktu penelitian : 31 Januari - 06 Maret 2012.

C. Subjek Penelitian

(49)

Populasi adalah seluruh himpunan atau seluruh individu yang

dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dalam penelitian ini adalah

siswa-siswi kelas X SMA Negeri 1 Bayat, Klaten tahun ajaran 2011/2012

yang terdiri dari 4 kelas.

2. Sampel

Sampel adalah himpunan sejumlah subyek yang merupakan bagian

dari populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA

Negeri 1 Bayat kelas XA yang berjumlah 27 anak.

D. Desain Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu membuat

desain penelitian yang terbagi dalam beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Penyusunan Instrumen oleh Peneliti

Instrumen disusun berdasarkan dari tujuan penelitian, yaitu untuk

mengetahui peningkatan pemahaman siswa tentang pepindahan kalor,

sikap siswa, proses pembentukan pengetahuan tentang perpindahan kalor,

serta sikap dan tanggapan siswa terhadap metode yang digunakan dalam

pembelajaran. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran meliputi pembuatan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

(50)

Instrumen Pengumpulan data meliputi soal pretest, soal posttest,

kuesioner sikap, dan daftar pertanyaan wawancara.

2. Desain Pembelajaran

Desain pembelajaran dibagi dalam beberapa tahap, antara lain

sebagai berikut ini:

a. Pra Pembelajaran

1) Pada tahap ini siswa akan diberikan penjelasan tentang kegiatan

apa saja yang akan dilakukan selama proses pembelajaran.

2) Siswa diminta untuk mengerjakan soal pretest yang sudah

disediakan oleh peneliti.

b. Proses Pembelajaran

1) Peneliti memberikan pengantar tentang materi yang akan diajarkan

dan menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan siswa

selama proses pembelajaran.

2) Siswa melakukan pembelajaran berdasarkan langkah-langkah yang

sudah ada seperti yang terdapat dalam lembar kerja siswa.

c. Setelah Pembelajaran

1) Siswa diminta untuk mengerjakan soal posttest yang sudah

disediakan oleh peneliti.

2) Siswa diminta untuk mengisi kuesioner sikap.

3) Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa siswa yang sudah

dipilih. Ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa

(51)

E. Instrument Penelitian

Dalam penelitian ini instrument yang digunakan terdiri dari Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), soal pretest,

soal posttest, kuesioner sikap, dan daftar pertanyaan wawancara.

1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan salah satu

komponen yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Pembuatan

RPP bertujuan untuk mempersiapkan proses pembelajaran sehingga tujuan

dari pembelajaran dapat tercapai. Hal yang paling penting dalam

penyusunan RPP adalah pada kegiatan intinya.

2) Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan media sebagai panduan

bagi siswa melakukan kegiatan dalam mengikuti proses pembelajaran, jadi

berisi tentang serangkaian kegiatan yang harus dilakukan siswa selama

proses pembelajaran. LKS juga merupakan jabaran yang lebih rinci dari

rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam RPP, dan dibagikan

kepada siswa saat pembelajaran berlangsung.

3) Soal Pretest dan Soal Posttest

Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman

siswa tentang materi perpindahan kalor sebelum dan setelah mengikuti

proses pembelajaran. Soal pretest diberikan kepada siswa pada awal

sebelum melaksanakan proses pembelajaran, bertujuan untuk mengetahui

(52)

pretest berupa soal esai/uraian yang berkaitan dengan materi yang akan

diajarkan. Sedangkan soal posttest diberikan kepada siswa setelah

mengikuti proses pembelajaran. Soal posttest dibuat sama dengan soal

pretest, hal ini bertujuan untuk mempermudah mengetahui peningkatan

pemahaman siswa sebelum dan sesudah mengikuti proses pembelajaran.

Pada tabel 1 dapat dilihat distribusi soal pretest dan posttest berdasarkan

indikator pencapaian hasil belajar serta aspek yang akan diukur dan jumlah

butir soal.

Tabel 1. Distribusi soal pretest dan posttest berdasarkan indikator

pencapaian hasil belajar serta aspek yang mau diukur.

Indikator Pencapaian

Hasil Belajar

Aspek yang diukur Butir

Soal Ingatan Pemahaman Penerapan Analisis

• Menyebutkan 3 cara

perpindahan kalor 1 1

• Mendeskripsikan perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

3,6,8 4a, 4b 4

• Menunjukkan/membe rikan contoh peristiwa perpindahan kalor dalam kehidupan sehari-hari.

2a,2b 5a,5b

7

9a,9b,9c 4

• Menghitung laju

(53)

4) Kuesioner Sikap

Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada

seseorang. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap sesuatu

stimulus yang datang kepada dirinya (Nana Sudjana: 1989,107). Ada tiga

komponen sikap yaitu kognisi/kognitif, afeksi/afektif, dan konasi/konatif.

Komponen kognisi/kognitif berkenaan dengan wawasan atau pemahaman

terhadap objek dan merupakan suatu manivestasi dari keyakinan seseorang

terhadap suatu objek. Komponen afeksi/afektif berkenaan dengan

perasaan dalam menanggapi objek tersebut dan merupaka bentuk

representasi dari perasaan yang ditentukan oleh aspek pada saat seseorang

berinteraksi terhadap objek tertentu. Sedangkan komponen konasi/konatif

berkenaan dengan kecenderungan berbuat yang berkenaan dengan objek

tersebut atau dimaknai sebagai generalisasi kecenderungan seseorang

terhadap suatu objek untuk berperilaku sesuai dengan kehendak yang

sedang berperan pada situsi saat itu. Oleh sebab itu sikap selalu bermakna

bila dihadapkan kepada objek tertentu,sikap ini bisa positif dan negatif.

Dalam penelitian ini, kuesioner sikap disusun dengan tujuan untuk

mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap proses pembelajaran yang

telah dilaksanakan. Kuesioner sikap diberikan kepada siswa dengan tujuan

untuk menghimpun data sikap siswa terhadap pelaksanaan metode

pembelajaran. Kuesioner sikap dibuat dalam bentuk

pernyataan-pernyataan, terdiri dari 10 pernyatan yang mencakup tiga komponen yaitu

(54)

ini dikembangkan berdasarkan laporan hasil penelitian dari International

Journal of Science Education yang berjudul “The development of a

questionnaire to measure student’ motivation towards science learning”.

Adapun distribusi indikator sikap sebagai berikut:

Tabel 2. Distribusi Kuesioner Sikap Menurut Indikator

Komponen

sikap Indikator No soal

Kognisi/kognitif

Dapat memahami konsep, baik yang sulit atau mudah

3

Dengan model pembelajaran yang dilakukan yakin dapat lebih mudah memahami materi

5

Konsep-konsep fisika yang dipelajari dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari

9

Afeksi/afektif

Senang terhadap metode pembelajaran yang digunakan.

1

Tertarik terhadap metode pembelajaran yang digunakan.

2

Senang dan puas ketika dapat menyelesaikan persoalan.

7

Konasi/konatif

Ketika mengalami kesulitan dalam

memahami materi mencoba bertanya pada guru atau teman dan mencari sumber-sumber yang relevan.

4,6

Ketika ada teman yang mengalami kesulitan berusaha membantu

8

Ketika mengalami kesulitan tetap bersemangat dan berusaha mempelajari.

(55)

5) Wawancara

Wawancara dilakukan kepada beberapa siswa dengan mengajukan

beberapa pertanyaan. Ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa

terhadap proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan dengan metode

penemuan terbimbing (guided discovery).

F. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dalam beberapa

tahap yaitu sebagai berikut:

a. Hasil Pretest dan Posttest

Sebelum proses pembelajaran dilaksanakan, siswa diminta untuk

mengerjakan soal pretest yang sudah disediakan. Skor pretest ini

digunakan sebagai data awal untuk mengetahui pemahaman awal yang

dimiliki siswa tentang perpindahan kalor. Dan setelah proses pembelajaran

selesai dilaksanakan, siswa diminta untuk mengerjakan soal posttest. Skor

dari posttest ini digunakan sebagai data akhir mengenai pemahaman siswa

tentang perpindahan kalor setelah diberikan treatmen.

b. Hasil Kuesioner Sikap

Kuesioner sikap diberikan setelah siswa mengerjakan soal posttest.

Skor yang diperoleh masing-masing siswa ini yang akan menunjukkan

bagaimana sikap siswa terhadap proses pembelajaran fisika yang telah

dilakukan.

(56)

Hasil wawancara dengan siswa ini yang akan digunakan sebagai

data untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa yang berkaitan dengan

pendapat dan kesan-kesan siswa terhadap proses pembelajaran denegan

menggunakan metode penemuan terbimbing (guided discovery).

G. Metode Analisis Data

1. Analisis Tes Tertulis (Pretest dan Posttest)

Setelah dilakukan penskoran untuk masing-masing siswa,

selanjutnya skor tersebut akan diubah menjadi presentase skor.

Perhitungan presentase skor diperoleh dengan cara jumlah skor yang

diperoleh masing-masing siswa dibagi skor maksimal kemudian dikalikan

100%. Secara matematis ditulis sebagai berikut:

%

100%

No. Kode Siswa

Skor yang

diperoeh

Skor

Maksimal

Presentase

Skor

Setelah penghitungan presentase skor siswa dilaksanakan,

kemudian skor tersebut akan dikelompokkan dalam interval skor yaitu

(57)

dengan kualifikasi, sebagai berikut : sangat paham, paham, cukup paham,

kurang paham, dan tidak paham. Umtuk menentukan interval skor

diperlukan langkah-langkah sebagai berikut (Kartika Budi, 2007 : 91) :

1) Menentukan passing score

Passing score adalah skor terendah untuk nilai cukup. Tidak ada

ketentuan pasti untuk menentukan berapa passing score seharusnya,

karena passing score merupakan tuntutan yang harus dipertimbangkan

secara matang. Dalam penelitian ini ditetapkan passing scorenya 60%.

2) Menentukan aturan konversi skor

Untuk menentukan aturan konversi skor memperhatikan

langkah-langkah berikut: • Untuk kelompok atas

Untuk kelompok atas terdiri dari 3 nilai, yaitu yang nilainya

cukup paham, paham, dan sangat paham. Apabila ditetapkan lebar

interval skor sama untuk setiap nilai, maka setiap nilai menempati

interval skor yang lebarnya (100–59) dibagi 3 = 41 dibagi 3 = 13 sisa

2. Dan ditetapkan satu nilai (sangat paham) menempati interval skor

yang lebarnya 13 dan 2 nilai (paham dan cukup paham) menempati

interval skor yang lebarnya 14. Jadi interval skor 60-73% untuk nilai

cukup paham, 74-87% untuk nilai paham, dan interval score

(58)

Untuk kelompok bawah ditetapkan skor minimal untuk nilai

kurang paham adalah 50%, sehingga nilai kurang paham menempati

interval skor 50-59% dan nilai yang tidak paham menempati interval

skor 1-49%. Pada tabel 3 dapat dilihat gambaran kualifikasi dan

interval skor.

Tabel 3. Kualifikasi dan interval skor

Interval skor (%) Kualifikasi

88-100 Sangat paham

74-87 Paham

60-73 Cukup paham

50-59 Kurang paham

1-49 Tidak paham

(Sumber: Kartika Budi, 2007 : 91)

3) Setelah selesai mengkualifikasi skor siswa dalam interval skor,

kemudian membandingkan skor yang diperoleh siswa untuk hasil

pretest dan posttest. Dari sini dapat diketahui seberapa besar

peningkatan pemahaman siswa secara keseluruhan. Sedangkan untuk

mengetahui tingkat pemahaman siswa pada setiap soal, dilakukan

dengan cara membandingkan skor masing-masing soal yang diperoleh

siswa dengan skor maksimal yang sudah ditentukan..

Tabel 4. Peningkatan pemahaman siswa secara keseluruhan

Skor Pre test (%)

Skor Post test (%)

(59)

Tabel 5. Peningkatan pemahaman siswa masing-masing soal

No Soal

Skor Pre test (%)

Skor Post test (%)

Peningkatan (%)

2. Analisis Tingkat Kesukaran masing-masing Soal

Tingkat kesukaran suatu item/soal dapat diketahui dari banyaknya

siswa yang menjawab benar, dan dinyatakan dalam suatu bilangan indeks

yang disebut Indeks Kesukaran (IK). Besarnya Indeks Kesukaran (IK)

suatu item akan berkisar antara 0,00 s/d 1,00. Indeks Kesukaran suatu item

sebesar 0,00 berarti tidak ada seorangpun dari kelompok siswa dapat

menjawab secara benar. Dengan kata lain item tersebut sukar sekali.

Sedang Indeks Kesukaran suatu item sebesar 1,00 berarti seluruh

kelompok siswa dapat menjawab secara benar. Dengan kata lain item

tersebut mudah sekali. (Masidjo, 1985 : 18)

Untuk menghitung bilangan Indeks Kesukaran suatu item

dipergunakan rumus sebagai berikut:

!

"

Gambar

Tabel 33: Kesimpulan Umum Hasil Penelitian  ..................................................109
Gambar 1. Partikel-partikel pada ujung yang dipanasi bergetar lebih
Gambar 3. Laju konduksi kalor Q/t yang melalui batang logam
Gambar 5. Proses secara konveksi a) Angin laut b) Angin darat
+7

Referensi

Dokumen terkait

mereka tidak henti$henhtinya melakukan sosialisasi untuk menaaga mutu sesuai Standar &suhan Keperawatan (S&K+" amun, semua usaha dari Sub Mutu Komite Keperawatan

BAB III. TATA LAKSANA SURVEY.. 1) Survey untuk memperoleh masukan dari tokoh masyarakat dan lintas sektor terhadap kegiatan,progam dan layanan di puskesmas yang di lakukan satu tahun

analisis data meliputi 3 langkah, yaitu : Persiapan, tabulasi, penerapan data sesuai demgan pendekatan penelitian. Penafsiran data sangat penting kedudukannya dalam

Dalam hubungannya transparansi dengan meningkatkan kinerja dari perusahaan, prinsip ini mengatur berbagai hal diantaranya mengatur pengembangan teknologi informasi manajemen

Sumber sekunder dalam penelitian ini meliputi: buku, kitab, maupun sumberlainnya yang berisi pembahasan yang mengenai tinjuan hukum islam yang terkait erat dengan reksadana

Bagi persepsi pelajar-pelajar Jabatan Pendidikan Teknik dan Kejuruteraan terhadap penglibatan pensyarah dalam e-pembelajaran, dapatan kajian menunjukkan bahawa pelajar- pelajar

Sedangkan dalam Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pengertian perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan

suatu struktur teks iklan merupakan satu kesatuan sistem tanda yang terdiri dari tanda-tanda verbal dan non verbal berupa kata- kata, warna ataupun gambar serta