i
PEMBELAJARAN TENTANG PERPINDAHAN KALOR PADA SISWA
KELAS XA SMA NEGERI 1 BAYAT KLATEN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun oleh:
Tri Budiyanti
071424004
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
vii ABSTRAK
Tri Budiyanti, “Pembelajaran Tentang Perpindahan Kalor pada Siswa Kelas XA SMA Negeri 1 Bayat Klaten dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing”. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2012.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui (1) Peningkatan pemahaman siswa tentang perpindahan kalor sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, (2) Bagaimana proses pembentukan pengetahuan tentang perpindahan kalor dalam pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing, (3) Sikap dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 31 Januari - 06 Maret 2012 di SMA Negeri 1 Bayat Klaten. Subyek penelitian siswa-siswi kelas XA yang berjumlah 27 siswa. Penelitiaan ini menggunakan metode penemuan terbimbing,
dengan treatment menggunakan Lembar Kerja Siswa yang digunakan sebagai pedoman siswa dalam berdiskusi untuk menemukan konsep tentang perpindahan kalor. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis yang terdiri dari pretest dan posttest dalam bentuk soal uraian terdiri dari 10 soal, kuesioner sikap, dan wawancara.
viii ABSTRACT
Tri Budiyanti, “A teaching of Heat Transfer to Students of Class XA of SMA Negeri 1 Bayat Klaten Using Guided Discovery Method”. Physics Education Study Program, the Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training ang Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta 2012.
The research was conducted to find out (1) the increase of students’ understanding of heat transfer before and after learning the method of guided discovery, (2) How does the process of establishing knowledge of heat transfer in a guided discovery learning methods, (3) The attitude and response of students towards learning with using the method of guided discovery.
The research was conducted on January 31 to March 6, 2012 in SMA Negeri 1 Bayat Klaten. Subjects were students of class XA amounted to 27 students. The research uses guided discovery method, with treatment using Student Worksheet is used to guide students in a discussion to find the concept of heat transfer. Instruments used in this study is a written test consisting of a pretest and posttest in the form of a description consists of 10 questions about, attitude questionnaires, and interviews.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Bapa di surga atas segala berkat, rahmat, dan kasih-Nya yang telah dicurahkan dalam diri penulis sehingga skripsi yang berjudul “Pembelajaran Tentang Perpindahan Kalor pada Siswa Kelas XA SMA Negeri 1 Bayat Klaten dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing” sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemukan kesulitan dan hambatan. Tetapi berkat bantuan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat mengatasi segala kesulitan dan hambatan yang dialami sehingga penulisan skipsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan selama proses penulisan skripsi dengan penuh perhatian dan kesabaran
2. Bapak Drs. Domi Severinus, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu memperlancar proses penyelesaian skripsi.
3. Seluruh Dosen Pendidikan Fisika ( Romo Paul, Pak Rohandi, Bu Maslichah, Pak Pras, Pak Edy, Bu Sri. Bu Wiwik) dan Karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan selama menimba ilmu di kampus tercinta ini.
4. Bapak Suyatno, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Bayat yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
5. Bapak Wisnu Jadmiko, S.Pd. selaku wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum yang telah membantu penulis selama proses penelitian.
x
7. Siswa-siswi kelas XA SMA Negeri 1 Bayat yang bersedia membantu dan mendukung selama proses penelitian berlangsung sehingga dapat berjalan dengan lancar.
8. Kedua orang tuaku tercinta bapak Y. Supardi dan Ibu F. Menik Yatinem yang telah mengorbankan banyak hal demi kami anak-anaknya sampai dengan detik ini. Terimakasih buat doa, cinta dan kasih sayangnya, perhatian, dukungan, pengertiannya, dan nasehatnya selama ini.
9. Mas Agus, mas Eko, adikku Catur, mbak Endah, dan ponakanku Dinda yang telah memberikan dukungan, semangat, masukan, dan canda tawanya selama proses penulisan skripsi ini.
10. Teman-temanku seperjuangan Pendidikan Fisika angkatan 2007: Curut (epin), bu Wah, Jeng Lulik, Si kecil (Christin), Suster Deti, Angel, Jeng Erni, Eko, Mono, Usy, Jane, dan Vero. Terimakasih teman buat pertemanan dan kebersamaan kita selama ini, aku tidak akan pernah lupa sama kalian semua. 11. Teman-temanku kost Tika, Flora, Petra, Galih, Ubek, Niken, Theo, Mbak
Dwi, yang telah memberikan dukungan, masukan, canda tawanya, selama dikost kita tercinta.
12. Rintoel, Agnes, mb itut, Rinda, dan semua teman-teman di Cawas yang telah memberikan semangat, dengan kata-katanya “kapan selesai mbul”..hehe 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan,
doa, dukungan, saran, dan kritiknya sampai dapat terselesaikan penulisan skripsi ini.
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ...viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ...xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Pembatasan Masalah ... 5
BAB II LANDASAN TEORI A. Belajar dan Pembelajaran ... 6
1. Pengertian Belajar ... 6
2. Pembelajaran ... 8
a. Pengertian Pembelajaran ... 8
xii
B. Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ... 9
1. Filsafat Konstruktivisme ... 9
2. Pembelajaran Konstruktivisme ... 10
3. Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ... 11
a. Pengertian Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ... 12
b. Proses Discovery ... 13
c. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Discovery ... 14
d. Macam-macam Metode Discovery ... 16
e. Keuntungan Belajar dengan Menggunakan Metode Discovery . 17 C. Perpindahan Kalor ... 19
1. Konduksi ... 19
2. Konveksi ... 24
3. Radiasi ... 26
D. Pembelajaran Perpindahan Kalor dengan Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 32
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
C. Subjek Penelitian ... 32
1. Populasi ... 32
2. Sampel ... 33
D. Desain Penelitian ... 33
1. Penyusunan Instrumen oleh Peneliti ... 33
2. Desain Pembelajaran ... 34
E. Instrumen Penelitian ... 35
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 35
2. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 35
3. Soal Pretest da Posttest ... 35
4. Kuesioner Sikap ... 37
5. Wawancara ... 39
xiii
1. Hasil Pretest dan Posttest ... 39
2. Hasil Kuesioner Sikap ... 39
3. Hasil Wawancara dengan Siswa ... 39
G. Metode Analisis Data ... 40
1. Analisis Tes Tertulis (Pretest dan Posttest) ... 40
2. Analisis Tingkat Kesukaran Masing-masing Soal ... 43
3. Analisis Hasil Belajar yang dicapai Siswa Menggunakan Test-t dan SPSS ... 46
4. Analisis Kuesioner Sikap ... 47
5. Analisis Wawancara dengan Siswa ... 49
BAB IV DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 50
B. Data, Analisis Data, dan Pembahasan ... 52
1. Tes Tertulis Sebelum Pembelajaran (Pretest) ... 52
2. Proses Pembentukan Pengetahuan Tentang Perpindahan Kalor . 57 3. Tes Tertulis Setelah Pembelajaran (Posttest) ... 87
4. Peningkatan Pemahaman Siswa Sebelum dan Sesudah Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing (guided discovery) ... 92
5. Hasil Belajar yang dicapai Siswa Menggunakan Test – t dan SPSS ...100
6. Data Sikap Siswa Terhadap Proses Pembelajaran Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ...104
C. Rangkuman ...107
D. Kesimpulan Umum ...109
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...111
B. Saran ...111
DAFTAR PUSTAKA ...113
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Distribusi Soal Pretest dan Posttest ... 36
Tabel 2: Distribusi Kuesioner Sikap ... 38
Tabel 3: Kualifikasi data Interval Skor ... 42
Tabel 4: Peningkatan Pemahaman Siswa Secara Keseluruhan ... 42
Tabel 5: Peningkatan Pemahaman Siswa Masing-masing Soal ... 43
Tabel 6: Indeks Kesukaran Masing-masing Soal ... 44
Tabel 7: Kualifikasi Taraf Kesukaran Masing-masing Soal ... 45
Tabel 8: Data Skor Kuesioner ... 48
Tabel 9: Data Hasil Kuesioner Sikap Siswa ... 48
Tabel 10: Interval Skor dan Kualifikasi Sikap ... 49
Tabel 11: Persentase skor dan Kualifikasi Sikap ... 49
Tabel 12: Skor Pretest ... 52
Tabel 13: Kualifikasi Tingkat Pemahaman Awal Siswa ... 53
Tabel 14: Kualifikasi Tingkat Pemahaman Awal Siswa dan Jumlah Siswa ... 54
Tabel 15: Tingkat Kesukaran Masing-masing soal (pretest) ... 55
Tabel 16: KualifikasiTingkat Kesukaran Masing-masing soal (pretest)... 56
Tabel 17: Tabel Alur Proses Konstruktivisme ... 69
Tabel 18: Skor Posttest ... 87
Tabel 19: Kualifikasi Tingkat Pemahaman Akhir Siswa ... 88
Tabel 20: Kualifikasi Tingkat Pemahaman Akhir Siswa dan Jumlah Siswa ... 89
Tabel 21: Tingkat Kesukaran Masing-masing soal (posttest) ... 90
Tabel 22: Kualifikasi Tingkat Kesukaran Masing-masing soal (posttest) ... 91
Tabel 23: Data Skor dan Persentase Skor Pretest dan Posttest ... 92
Tabel 24: Data Skor Siswa dan Kualifikasi Skor Pretest dan Posttest ... 93
Tabel 25: Frekuensi dan Kualifikasi Data Hasil Pretest dan Posttest ... 94
Tabel 26: Persentase Peningkatan Rata-rata Skor Pretest dan Posttest ... 95
xv
Tabel 28: Peningkatan Tingkat Kesukaran Masing-masing Soal Pretest dan
Posttest ... 98
Tabel 29: Hasil Analisis Pretest da Posttest ...103
Tabel 30: Data Hasil Kuesioner Sikap ...104
Tabel 31: Persentase Skor dan Kualifikasi Sikap Siswa ...105
Tabel 32: Jumlah Siswa dan Kualifikasi Sikap Siswa ...106
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1a Data Hasil Pretest ...115
Lampiran 1b Data Hasil Posttest ...117
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...119
Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ...137
Lampiran 4 Soal Pretest dan Posttest ...146
Lampiran 5 Pedoman Jawaban Pretest dan Posttest ...148
Lampiran 6 Kriteria Penskoran Soal Pretest dan Posttest ...152
Lampiran 7 Kuesioner Sikap ...156
Lampiran 8 Pedoman Jawaban Lembar Kerja Siswa ...158
Lampiran 9 Daftar Pertanyaan Wawancara ...165
Lampiran 10 Hasil Wawancara dengan Siswa ...166
Lampiran 11 Hasil Pretest Siswa ...174
Lampiran 12 Hasil Lembar Kerja Siswa ...180
Lampiran 13 Hasil Posttest ...216
Lampiran 14 Hasil Kuesioner Sikap ...220
Lampiran 15 Surat Permohonan Ijin dari Kampus ...224
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran yang efektif merupakan kesatuan dari keterampilan,
perasaan, penguasaan materi, dan pemahaman arti belajar yang bermuara
pada suatu perilaku yaitu kemampuan membangun dan mengembangkan
proses belajar siswa secara optimal, hal tersebut dikemukakan oleh Kauchak
(1989 : 3, dalam Kartika Budi 2001 : 48). Pembelajaran juga merupakan
kesatuan dari dua konsep yaitu antara belajar dan mengajar. Konsep belajar
lebih diarahkan pada siswa atau peserta didik, sedang konsep mengajar lebih
terarah pada pendidik atau guru. Dalam kegiatan pembelajaran,
individu-individu dituntut untuk terlibat aktif. Dengan demikian individu-individu-individu-individu
yang terlibat aktif tersebut akan memiliki dorongan untuk mencapai tujuan
pembelajaran, yaitu tercapainya perubahan perilaku ke arah yang lebih baik,
sikap yang positif, dan pengetahuan baru.
Pembelajaran yang konstruktivistik adalah pembelajaran yang
dilandasi filsafat konstruktivisme, yaitu salah satu filsafat ilmu pengetahuan
yang menekankan bahwa pengetahuan seseorang merupakan hasil konstruksi
atau bentukannya sendiri. Dengan proses pembelajaran yang konstruktivisme,
diharapkan pembelajaran akan lebih menarik dan menyenangkan terutama
konstruktivisme dan menyenangkan adalah metode penemuan terbimbing
(guided discovery). Dalam pembelajaran sains dibutuhkan metode
pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan, sehingga siswa dapat
terlibat langsung selama proses pembelajaran. Penemuan (discovery)
merupakan model pembelajaran dimana guru memberikan kebebasan kepada
siswa untuk menemukan sesuatu sendiri (pengetahuan sendiri), karena
dengan menemukan sendiri siswa dapat mengerti secara lebih dalam. Begitu
pula dengan metode penemuan terbimbing (guided discovery) juga
merupakan metode pembelajaran yang menuntut siswa menemukan sendiri
pengetahuan, tetapi dalam proses menemukan pengetahuan tersebut guru
tidak membiarkan siswa sendiri tetapi memberikan bimbingan dan
langkah-langkah sampai siswa bisa menemukan pengetahuan/konsep yang
diharapkan. Dengan demikian, dalam pembelajaran fisika siswa tidak akan
merasa takut dan bosan, tetapi mereka akan merasa senang, tertantang dan
mau terus mencoba sampai menemukan sendiri apa yang mereka cari.
Dengan mampu menemukan sendiri pengetahuan, maka pemahaman siswa
tentang konsep-konsep fisika juga akan meningkat.
Sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang
konsep-konsep fisika beserta kaitannya antara satu konsep-konsep dengan konsep-konsep yang lain,
maka sangatlah penting untuk semaksimal mungkin melibatkan siswa secara
aktif dan berkesinambungan dalam proses pembelajaran, sehingga apa yang
menjadi tujuan dalam kegiatan pembelajaran juga dapat tercapai dengan
penelitian ini penulis mengambil topik “Pembelajaran Tentang
Perpindahan Kalor pada Siswa Kelas XA SMA Negeri 1 Bayat Klaten
Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat pemahaman siswa tentang perpindahan kalor sebelum
dan sesudah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing?
2. Bagaimana proses pembentukan pengetahuan tentang perpindahan kalor
dalam pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing?
3. Bagaimana sikap dan tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran
dengan metode penemuan terbimbing?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan diatas, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan pemahaman siswa tentang perpindahan kalor
sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing.
2. Mengetahui proses pembentukan pengetahuan tentang perpindahan kalor
dalam pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing.
3. Mengetahui sikap dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh setelah melakukan penelitian ini, antara lain:
1. Bagi Siswa
Melalui penelitian ini siswa dapat mengetahui dan mengalami
langsung serangkaian kegiatan pembelajaran menggunakan metode
penemuan terbimbing. Selain itu, dapat membantu siswa untuk berani
mengungkapkan gagasan atau ide-ide mereka, membuat siswa terlibat aktif
dalam proses pembelajaran, membantu siswa agar lebih mudah memahami
konsep-konsep yang ada dalam pelajaran Fisika, khususnya tentang materi
perpindahan kalor, dan mampu membuat siswa lebih tertarik dan senang
belajar fisika.
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat peneliti gunakan sebagai bekal memasuki
dunia kerja yaitu sebagai seorang guru, metode pembelajaran ini dapat
menjadi salah satu alternatif yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran sains.
3. Bagi Calon Guru maupun Guru
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan bahan
pertimbangan bagi calon guru maupun guru, dalam memilih metode
pembelajaran yang akan diterapkan pada saat mengajar sehingga
benar-benar mampu membuat siswa terlibat aktif selama proses pembelajaran.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk
kepentingan pengembangan kegiatan pembelajaran dan
penelitian-penelitian berikutnya.
E. Pembatasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diutarakan di atas, maka
peneliti akan membatasi masalah yang akan diteliti:
1. Tingkat pemahaman siswa terhadap materi perpindahan kalor dapat
diketahui melalui hasil pretest (tes awal) dan posttest (tes akhir).
2. Proses pembentukan pengetahuan tentang perpindahan kalor diperoleh dari
serangkaian proses kegiatan pembelajaran dimulai dari siswa melakukan
demonstrasi, mendalami permasalahan dengan bantuan
pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam Lembar Kerja Siswa (LKS), diskusi
bersama, dan yang terakhir siswa dapat menemukan konsep tentang
perpindahan kalor.
3. Sikap siswa terhadap proses pembelajaran dapat dilihat berdasarkan hasil
pengisian kuesioner sikap yang telah disiapkan oleh peneliti untuk siswa.
Sedangkan tanggapan siswa diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan dengan beberapa siswa setelah proses pembelajaran
berlangsung. Daftar pertanyaan mencakup pendapat siswa tentang metode
pembelajaran yang digunakan dan kesan-kesan siswa terhadap proses
6 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Belajar dan Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Piaget membedakan pengertian tentang belajar menjadi dua, yaitu
yang pertama pengertian belajar dalam arti sempit dan yang kedua
pengertian belajar dalam arti luas (dalam Suparno, 2001: 140-141).
Belajar dalam arti sempit adalah belajar yang hanya menekankan
perolehan informasi baru dan pertambahan. Belajar seperti ini sering
disebut belajar figurative yang merupakan suatu bentuk belajar yang pasif.
Contohnya seorang anak belajar menghafalkan nama-nama angka,
nana-nama ibu kota suatu Negara, dsb. Sedang belajar dalam arti luas, yang
juga disebut dengan perkembangan, adalah belajar untuk memperoleh dan
menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan
pada bermacam-macam situasi. Contohnya dalam menghafal nama-nama
ibu kota suatu Negara anak tersebut juga mengerti hubungan anta
kota-kota itu dengan Negara. Bagi Piaget belajar selalu mengandung unsur
pembentukan dan pemahaman. Berbeda dengan Wadswort (1989, dalam
Suparno 2001:141), ia menyatakan bahwa mengingat dan menghafal tidak
dianggap sebagai belajar yang sesungguhnya karena kegiatan tersebut
menyebut nama angka-angka, belum tentu bahwa ia mengerti konsep
tentang angka-angka tersebut.
Selain itu ada pendapat lain, yang pertama dari Witherington
(dalam Sukmadinata, 2009:155) mengungkapkan bahwa, “belajar
merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai
pola-pola respon yang baru yang berbentuk ketrampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan, dan kecakapan”. Pendapat yang hampir sama dikemukakan
oleh Crow and Crow (dalam Sukmadinata, 2009:155), “belajar adalah
diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap baru”. Sedang
menurut Hilgard (dalam Sukmadinata, 2009:155), “ belajar adalah suatu
proses dimana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon
terhadap sesuatu situasi”. Suyono, dkk (2011: 9) juga berpendapat bahwa
“belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap,
dan mengokohkan kepribadian.”
Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental
atau psikis yang berlangsung dalam suatu interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan suatu pengetahuan baru, meningkatkan
keterampilan, memperbaiki tingkah laku dan sikap, serta mematangkan
aspek kepribadian. Belajar merupakan proses yang pada awalnya tidak
2. Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Selain mengenal istilah pembelajaran, kita pasti juga tidak
merasa asing dengan istilah pengajaran. Pengajaran dilaksanakan
dalam suatu aktivitas yang kita kenal dengan istilah mengajar. Dalam
pengertian konvensional, pengajaran dipandang bersifat mekanistik
dan merupakan otonomi guru untuk mengajar, sehingga guru menjadi
pusat kegiatan (Suyono dkk, 2011:16). Berbeda dengan pengajaran,
pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan atau keaktifan siswa,
bukan kegiatan guru. Ukuran dari kualitas pembelajaran tidak terletak
pada baiknya guru menerangkan, tetapi pada kualitas dan kuantitas
belajar siswa yang artinya seberapa banyak dan seberapa sering siswa
terlibat secara aktif. Peran guru yang pokok adalah menciptakan
situasi, menyediakan kemudahan, merancang kegiatan, dan
membimbing siswa agar mereka terlibat dalam proses belajar secara
berkesinambungan (dalam Kartika Budi, 2001:46).
b. Fungsi Pembelajaran
Pembelajaran mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi umum dan
fungsi khusus. Fungsi umum yaitu fungsi yang berkaitan dengan
berlangsungnya proses pembelajaran, sedang fungsi khusus adalah
fungsi yang menunjang terjadinya proses belajar secara optimal.
Menurut Gal’perin (dalam Kartika Budi, 2001:46), pembelajaran
tindak lanjut. Selain itu juga disebutkan 3 fungsi umum, yaitu: 1)
membangkitkan motivasi, 2) mengetahui pengetahuan awal, dan 3)
informasi tentang sasaran belajar, kriteria keberhasilan yang dituntut,
dan contoh-contoh soal ujian.
B. Motode Pembelajaran Penemuan Terbimbing(Guided Discovery)
1. Filsafat Konstruktivisme
Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakekat
pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi (Suparno, 2007:8).
Menurut Driver dan Bell, ilmu pengetahuan bukanlah hanya kumpulan
hukum atau daftar fakta, ilmu pengetahuan terutama sains merupakan
ciptaan pikiran manusia dengan semua gagasan dan konsepnya yang
ditemukan secara bebas (dalam Suparno, 1997:17). Menurut Einstein da
Ninfeld (dalam Suparno, 1997:17), konsep atau teori tidak menuruti
pengamatan induktif yang sederhana. Hal ini terbukti dengan adanya
banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk mengabstraksikan
kenyataan-kenyataan yang mereka peroleh dari percobaan-percobaan
mereka. Abstraksi dan teorisasi itu melalui proses penemuan yang
imaginative (Suparno, 1997:18), tidak cukup hanya dengan mengamati
objek yang ada.
Kaum konstruktivisme juga mengungkapkan bahwa pengetahuan
bukanlah sesuatu yang sudah jadi yang ada di luar kita, tetapi sesuatu yang
merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui berpikir seseorang
(dalam Suparno, 2007:8). Pengetahuan bukanlah suatu yang lepas dari
subyek, tetapi merupakan suatu ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari
pengalaman. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap
kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman baru
(dalam Suparno, 2007:8).
2. Pembelajaran Konstruktivistik
Pembelajaran yang konstruktivistik adalah pembelajaran yang
dilandasi filsafat konstruktivisme, yaitu salah satu filsafat ilmu
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan seseorang merupakan
hasil konstruksi atau bentukannya sendiri (dalam Kartika Budi, 2001:46).
Ini berarti belajar harus merupakan proses berkesinambungan dan
berkelanjutan dalam mengkonstruksi pengetahuan. Dalam pembelajaran
yang konstruktivistik, yang terpenting bukan banyaknya pengetahuan yang
mereka peroleh, tetapi seberapa tinggi kualitas dan seberapa besar
kuantitas keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (dalam Kartika
Budi, 2001:46). Dengan proses pembelajaran seperti itu diharapkan
pembelajaran terutama sains tidak seperti yang diungkapkan Twining:
”Science and Mahtematics are subjects many dents to avoid”, tetapi
merupakan mata pelajaran yang menarik dan disenangi (Kartika Budi,
2001:47). Jadi, pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran
yang mampu membuat siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan
mereka peroleh tetapi kualitas dan kuantitas mereka dalam proses
mengkronstruksi pengetahuan tersebut.
Dalam pembelajaran yang konstruktivistik, diperlukan guru yang
konstruktivis (dalam Kartika Budi, 2001 : 47), yaitu guru yang: 1)selalu
mendorong kemandirian siswa, 2)menjadikan siswa sebagai problem
solver bahkan harus ditingkatkan menjadi problem finder, 3)menggunakan
gejala alam untuk diabstraksikan menjadi konsep, hukum, dan/atau teori,
4)lebih banyak menggunakan pertanyaan terbuka, 5)sabar untuk tidak
segera menyalahkan dan memberitahukan yang benar, 6)menjadikan
kondisi awal siswa sebagai entry point, 7)membiasakan siswa untuk
berdialog dalam kelompok, dan 8)menciptakan kondisi yang dapat
membangkitkan rasa ingin tahu siswa.
3. Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)
Banyak sekali metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran
sains khususnya fisika, contohnya eksperimen, diskusi, inquiry, discovery,
problem solving, dan masih banyak lagi. Guru harus pandai-pandai
memilih metode mana yang cocok/sesuai dengan materi yang akan
diajarkan sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat terlibat secara
langsung agar siswa tidak merasa bosan. Pemilihan berbagai variasi
pendekatan pembelajaran, strategi dan metode yang sesuai dengan situasi
pembelajaran baik dari aspek guru maupun siswanya, merupakan sebuah
upaya untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal dan tercapainya
pembelajaran sains khususnya fisika akan lebih menarik dan
menyenangkan, apabila tidak hanya menggunakan metode ceramah saja.
Dalam penelitian ini, akan coba digunakan salah satu metode pembelajaran
yang menarik yaitu metode penemuan terbimbing (guided discovery).
Selain merupakan contoh metode pembelajaran yang menarik, penemuan
terbimbing (guided discovery) juga merupakan salah satu contoh
penerapan pembelajaran yang konstruktivisme.
a. Pengertian Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)
Penemuan terbimbing (guided discovery) merupakan salah
satu macam bentuk/tipe dari metode penemuan (discovery). Discovery
adalah model pembelajaran dimana guru memberikan kebebasan
kepada siswa untuk “menemukan sesuatu sendiri”, karena dengan
menemukan sendiri siswa dapat mengerti secara lebih dalam
(Suparno, 2007:72). Penemuan (discovery) merupakan metode belajar
berbasis pencarian dan penyelidikan. Menurut Bruner (dalam Suparno,
2007:72), pembelajaran discovery adalah pendekatan kognitif dalam
pembelajaran di mana guru menciptakan situasi sehingga siswa dapat
belajar sendiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep
dan prinsip-prinsip. Siswa didorong untuk mempunyai pengalaman
dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip atau pengetahuan bagi dirinya. Jadi, dalam discovery
persoalan-persoalannya, menemukan prinsip-prinsip atau jawaban lewat
percobaan.
Penemuan terbimbing (guided discovery) merupakan model
pembelajaran dimana guru membimbing siswa dalam tujuan untuk
menemukan konsep-konsep baru. Dalam model penemuan terbimbing
(guided discovery), guru tidak membiarkan siswa sendiri dalam
menemukan konsep tetapi guru memberikan bimbingan dan
langkah-langkah untuk memecahkan masalah yang ada sampai siswa
menemukan konsep yang dicari.
b. Proses Discovery
Dalam bukunya yang berjudul “Metodologi Pembelajaran
Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan”, Suparno (2007:73)
menjelaskan tentang proses yang ada dalam metode discovery
meliputi:
1) Mengamati
Pada tahap ini siswa diminta mengamati gejala atau persoalan yang
sedang dihadapi.
2) Menggolongkan
Setelah melakukan kegiatan pengamatan langkah berikutnya siswa
mengklasifikasikan hal-hal apa saja yang ditemukan dalam
pengamatan sehingga menjadi lebih jelas.
Pada proses ini siswa diajak untuk memperkirakan mengapa gejala
itu bisa terjadi atau mengapa persoalan itu terjadi.
4) Mengukur
Siswa melakukan pengukuran terhadap persoalan yang diamati
untuk memperoleh data yang lebih akurat yang dapat digunakan
untuk mengambil kesimpulan.
5) Menguraikan atau menjelaskan
Siswa dibantu untuk menjelaskan atau menguraikan dari data
pengukuran yang dilakukan.
6) Menyimpulkan
Pada proses akhir siswa diminta mengambil kesimpulan dari data
yang didapatkan.
c. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Discovery
Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode
discovery yaitu sebagai berikut (Suparno, 2007:74) :
1) Persoalan/permasalahan diajukan oleh guru.
Pada langkah ini, guru mengajukan persoalan/permasalahan yang
berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.
2) Siswa memecahkan persoalan/permasalahan tersebut.
Setelah persoalan diajukan guru, siswa diminta untuk memecahkan
persoalan/permasalahan tersebut bisa secara sendiri-sendiri ataupun
dalam kelompok. Untuk memecahkan persoalan yang ada
memprediksi, mengukur, menguraikan atau menjelaskan, dan
menyimpulkan.
3) Konsep baru dijelaskan.
Pada langkah berikutnya, guru meminta siswa menyampaikan hasil
pemecahan persoalan yang mereka kerjakan. Apabila ada konsep
baru yang perlu ditambahkan, guru harus menambahkannya
sehingga pengertian siswa akan semakin lengkap.
Hal yang hampir sama dikemukakan oleh Syaiful Bahri dan
Aswan Zain (2002:22) mengenai garis besar prosedur pelaksanaan
pembelajaran discovery, yaitu sebagai berikut :
1) Stimulation : guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan
atau menyuruh anak didik membaca ataupun mendengarkan uraian
yang membuat persoalan.
2) Problem statement : guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengidentifikasi berbagai persoalan.
3) Data collection : siswa melakukan proses pengumpulan berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati obyek,
wawancara dengan nara sumber atau melakukan uji coba sendiri,
dll.
4) Data prossesing: pengolahan, pengacakan, pengklasifikasian,
pentabulasian bahkan penghitungan data pada tingkat kepercayaan
5) Verification atau pembuktian : pembuktian dari hipotesis atau
pernyataan yang telah dirumuskan berdasarkan hasil pengolahan
informasi yang telah ada.
6) Generalization : berdasarkan hasil verifikasi, siswa menarik
kesimpulan atau genaralisasi tertentu
d. Macam-macam Metode Discovery
Weimer mengidentifikasi adanya 6 tipe discovery (dalam
Suparno, 2007:74), yaitu sebagai berikut:
1) Discovery
Discovery merupakan model pembelajaran yang menuntut
seseorang menemukan sesuatu (pengetahuan) sendiri. Dalam
menemukan prosesnya bebas tidak ada langkah-langkah khusus,
yang terpenting adalah orang menemukan sesuatu hukum, prinsip,
atau pengertian sendiri.
2) Discovery teaching
Discovery teaching merupakan model mengajar dengan cara
menemukan sesuatu. Model ini lebih digunakan guru untuk
mengajar siswa dengan cara penemuan.
3) Inductive discovery
Inductive discovery merupakan model penemuan sesuatu dengan
pendekatan induktif, yaitu mulai dari pengamatan banyak data
kemudian disimpulkan. Proses penemuannya lengkap seperti
4) Semi-inductive discovery
Semi-inductive discovery juga merupakan model penemuan dengan
pendekatan induktif, tetapi prosesnya tidak lengkap seperti pada
inductive discovery. Ketidaklengkapan bisa terdapat pada data yang
diambil hanya sedikit, dapat pula prosesnya yang disederhanakan,
dll.
5) Unguided or pure discovery atau discovery murni
Unguided or pure discovery atau discovery murni merupakan
model penemuan dengan langkah siswa diberi persoalan, kemudian
siswa harus memecahkan sendiri persoalan tersebut dengan sedikit
sekali petunjuk guru.
6) Guided discovery
Guided discovery merupakan model penemuan dengan
langkah-langkah guru memberikan persoalan pada siswa untuk dipecahkan,
dan guru memberikan petunjuk serta arahan bagaimana
memecahkan persoalan itu. Artinya dalam memecahkan persoalan
tersebut siswa mendapat bimbingan dari guru.
e. Keuntungan Belajar dengan Menggunakan Metode Discovery
Menurut Bruner ada beberapa keuntungan dari penggunaan
metode discovery dalam belajar fisika antara lain sebagai berikut
(Bruner, dalam Trowbridge & Bybee, 1996: 177, dalam Suparno
2007: 75):
Siswa hanya akan dapat mengembangkan pikirannya dengan
berpikir menggunakan pikirannya sendiri. Dengan model discovery
pikiran siswa digunakan dan dilatih untuk memecahkan persoalan.
2) Mengembangkan motivasi instrinsik
Dengan menemukan sendiri dalam discovery siswa merasa puas
secara intelektual. Kepuasan ini merupakan penghargaan dari
dalam diri sendiri yang akan lebih menguatkan untuk terus mau
menekuni sesuatu.
3) Belajar menemukan masalah
Untuk terampil dalam menemukan sesuatu, diperlukan sebuah
praktik karena hanya lewat praktik itu siswa mampu menemukan
sesuatu. Discovery ini adalah praktik menemukan sesuatu yang
dapat memperkaya siswa dalam penemuan hal-hal yang lain di
kemudian hari.
4) Ingatan lebih tahan lama
Dengan menemukan sendiri, siswa lebih ingat akan yang dipelajari;
dan sesuatu yang ditemukan sendiri biasanya tahan lama tidak
mudah dilupakan.
5) Melatih keterampilan memecahkan persoalan sendiri dan melatih
siswa untuk dapat mengumpulkan dan menganalisis data sendiri.
6) Discovery juga menimbulkan keingintahuan siswa dan memotivasi
C. Perpindahan Kalor
Kalor dapat berpindah dari benda yang memiliki suhu tinggi ke benda
yang memiliki suhu lebih rendah. Perpindahan kalor dapat terjadi secara
langsung maupun dengan perantara. Ada tiga cara perpindahan kalor, yaitu
konduksi (hantaran), konveksi (aliran), dan radiasi (pancaran).
1. Konduksi
Ketika sebuah sendok yang terbuat dari logam ujungnya kita
panaskan diatas lilin yang menyala dalam selang waktu tertentu, apa
yang anda rasakan?. Pasti lama kelamaan ujung sendok yang kita pegang
akan terasa panas, walaupun ujung sendok yang anda pegang tidak
bersentuhan langsung dengan sumber kalor (lilin menyala). Pada proses
ini, menunjukkan adanya aliran atau perpindahan kalor dari bagian
sendok yang panas ke ujung sendok yang dingin dan tidak terjadi
perpindahan partikel-partikel dalam sendok. Proses perpindahan kalor
melalui zat perantara yang selama proses perpindahan kalor tidak disertai
dengan perpindahan partikel disebut perpindahan kalor secara konduksi
(hantaran).
Perpindahan kalor secara konduksi dapat terjadi dalam dua
proses berikut:
a. Pemanasan pada satu ujung zat menyebabkan partikel-partikel pada
ujung itu bergetar lebih cepat dan suhunya naik atau energi
kinetiknya bertambah. Partikel-partikel yang energi kinetiknya lebih
partikel-partikel tetangganya melalui tumbukan sehingga partikel-partikel-partikel-partikel
tersebut memiliki energi kinetik lebih besar. Proses ini berlangsung
terus sampai kalor mencapai ujung yang dingin (tidak dipanasi).
Proses perpindahan kalor seperti ini berlangsung secara lambat
karena untuk memindahkan banyak kalor diperlukan beda suhu yang
tinggi di antara kedua ujung.
b. Dalam logam, kalor dipindahkan melalui elekton-elektron bebas
yang terdapat di dalam struktur atom logam. Pada bagian yang
dipanaskan, energi elektron-elektron bertambah besar. Oleh karena
elektron-elektron bebas mudah berpindah atau bergerak bebas, maka
pertambahan energi ini dengan cepat dapat diberikan pada
elektron-elektron yang lainnya melalui tumbukan.
Gambar 1. Partikel-partikel pada ujung yang dipanasi bergetar lebih
cepat daripada ujung yang tidak dipanasi.
Gambar 2. Kalor mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda
Besar laju konduksi kalor dijelaskan melalui sebuah batang
logam (gambar 3) bergantung pada empat besaran:
a. Beda suhu di antara kedua permukaan ∆T = T1-T2; semakin besar beda suhu, semakin cepat perpindahan kalor.
b. Panjang batang(l); semakin panjang batang logam, semakin lambat
perpindahan kalor.
c. Luas permukaan (A); semakin besar luas permukaan, semakin
cepat perpindahan kalor.
d. Konduktivitas termal zat (k) merupakan ukuran kemampuan zat
menghantarkan kalor; semakin besar nilai k, semakin cepat zat/bahan
tersebut menghantarkan kalor.
Gambar 3. Laju konduksi kalor Q/t yang melalui batang logam
Benda yang terletak di sebelah kiri memiliki suhu yang lebih
tinggi (T1), sedangkan benda yang terletak di sebelah kanan memiliki
suhu yang lebih rendah (T2). Karena adanya perbedaan suhu T1 - T2= ∆T,
maka kalor mengalir dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang
memiliki luas penampang/permukaan (A) dan panjang (l). Berdasarkan
hasil percobaan, jumlah kalor yang mengalir selama selang waktu
tertentu (Q/t) berbanding lurus dengan perbedaan suhu (∆T), luas penampang/permukaan (A), sifat suatu benda (k = konduktivitas termal)
dan berbanding terbalik dengan panjang benda (l). Secara matematis bisa
ditulis sebagai berikut :
∆
Keterangan:
H = laju kalor konduksi (K/s atau J/s)
Q/t = kalor yag merambat tiap detik (K/s atau J/s)
A = luas penampang/permukaan benda ( m2 )
l = panjang benda ( m )
k = konduktivitas termal benda (J/s.m.K atau W/m.K)
∆T = perbedaan suhu ( 0C atau K )
Perpindahan kalor secara konduksi hanya terjadi pada zat/benda
padat. Tetapi tidak semua zat padat dapat menghantarkan kalor dengan
baik. Berdasarkan kemampuan suatu zat padat menghantarkan kalor
secara konduksi, zat padat digolongkan menjadi dua golongan yaitu
konduktor dan isolator. Zat yang mudah menghantarkan kalor dengan
baik disebut konduktor, sedangkan zat yang sukar menghantarkan kalor
Tabel1. Konduktivitas termal berbagai jenis bahan
Sumber : Collage Physics, Serway R.A., Faughn, J.S. (dalam Marthen Kanginan. Physics for Senior High School 2nd Semester Grade X. Bilingual).
Dari tabel konduktivitas termal berbagai jenis bahan/zat, tampak
bahwa benda yang memiliki nilai konduktivitas termal (k) besar
penghatar kalor yang baik. Logam memiliki nilai konduktivitas termal
yang besar maka logam tergolong konduktor yang sangat baik.
Sebaliknya, benda yang memiliki nilai konduktivitas termal yang kecil
2. Konveksi
Konveksi adalah proses perpindahan kalor melalui zat perantara
yang diikuti oleh perpindahan partikel-partikel zat tersebut. Perpindahan
kalor ini mengakibatkan adanya aliran zat, oleh karena itu perpindahan
kalor ini hanya terjadi dalam alir (fluida). Zat dapat mengalir karena
adanya perbedaan massa jenis zat. Perpindahan kalor secara konveksi
terjadi pada zat cair dan gas. Ada dua jenis konveksi, yaitu konveksi
alamiah dan konveksi paksa.
a. Konveksi alamiah
Pada konveksi alamiah pergerakan fluida terjadi akibat perbedaan
massa jenis. Bagian fluida yang menerima kalor (dipanasi) akan
memuai dan massa jenisnya menjadi lebih kecil sehingga bergerak
ke atas. Tempatnya digantikan oleh bagian fluida dingin yang jatuh
ke bawah karena massa jenisnya lebih besar.
Gambar 4. Konveksi alami dalam zat cair.
Pada gambar 4 ditunjukkan suatu demonstrasi untuk
dipanasi, massa jenis air pada bagian itu akan menjadi lebih kecil,
sehingga air akan bergerak naik ke atas. Tempatnya akan digantikan
oleh air yang lebih dingin yang memiliki massa jenis lebih besar. Di
dalam air terbentuk lintasan tertutup yang ditunjukkan oleh arah
anak panah, disebut arus konveksi. Contoh konveksi alamiah yang
kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah proses terjadinya
angin darat dan angin laut, ketika kita membakar sesuatu yang
menghasilkan asap.
Gambar 5. Proses secara konveksi a) Angin laut b) Angin darat
b. Konveksi paksa
Dalam konveksi paksa, fluida yang telah dipanasi langsung
diarahkan ke tujuannya oleh peniup atau pompa. Contoh konveksi
paksa adalah pada sistem pendingin mobil.
Laju perpindahan kalor secara konveksi bergantung pada luas
permukaan benda (A) yang bersentuhan dan perbedaan suhu (∆T) antara
benda dengan fluida. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
Keterangan:
H = laju kalor konveksi (J/s = W)
Q/t = kalor yang merambat tiap detik (J/s=W)
A = luas permukaan (m2)
h = koefisien konveksi (W/m2.K atau J/s m2 K)
∆ T = perbedaan suhu (OC atau K)
3. Radiasi
Bagaimanakah energi panas/kalor dari matahari dapat melalui
atmosfer bumi dan menghangatkan bumi?. Kalor dari matahari tidak
dapat melalui atmosfer secara konduksi karena udara di atmosfer
tergolong konduktor paling buruk. Kalor dari matahari juga tidak dapat
sampai ke bumi melalui konveksi karena konveksi selalu diawali dengan
pemanasan bumi terlebih dahulu. Selain itu, perpindahan kalor secara
konduksi atau konveksi tidak mungkin melalui ruang hampa yang
terdapat diantara atmosfer bumi dan matahari. Bagaimanakah proses
perpindahan kalor dalam peristiwa ini?. Kalor dari matahari dapat
sampai ke bumi melalui ruang hampa tanpa zat perantara (medium).
Perpindahan kalor seperti ini disebut radiasi. Perpindahan kalor
dapat melalui ruang hampa karena energi kalor dibawa dalam bentuk
gelombang elektromagnetik. Jadi, radiasi (pancaran) adalah perpindahan
elektromagnetik. Perpindahan panas seperti ini tidak memerlukan zat
perantara.
Beberapa permukaan zat menyerap kalor radiasi lebih baik
daripada permukaan zat lainnya. Bandingkan jika kamu memakai baju
putih mengkilap dan baju hitam kusam di siang hari dan malam hari. Di
siang hari baju hitam kusam terasa lebih panas daripada baju putih
mengkilap. Ini karena di siang hari baju hitam kusam menyerap kalor
radiasi lebih baik daripada baju putih mengkilap. Sedang bila di malam
hari baju hitam kusam terasa lebih dingin daripada baju putih mengkilap.
Ini terjadi karena di malam hari, baju hitam kusam memancarkan kalor
radiasi lebih baik daripada baju putih mengkilap. Pemancar energi yang
baik adalah penyerap energi yang baik pula. Berdasarkan uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa:
1. Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap kalor radiasi
yang baik sekaligus pemancar kalor radiasi yang baik pula.
2. Permukaan yang putih dan mengkilap adalah penyerap kalor radiasi
yang buruk sekaligus pemancar kalor radiasi yang buruk pula.
3. Jika diinginkan agar kalor yang merambat secara radiasi berkurang,
permukaan/dinding harus dilapisi suatu bahan agar mengkilap (misal
dilapisi dengan perak).
Hukum Stefan-Boltzman menyatakan: “energi yang
tiap satuan waktu (Q/t) sebanding dengan luas permukaan (A) dan
sebanding dengan pangkat empat suhu mutlaknya (T4)”.
Secara matematis, energi yang dipancarkan tiap satuan waktu
dapat dituliskan sebagai berikut:
W = Q/t = σ A T4
Keterangan:
W = energi radiasi yang dipancarkan (W)
Q/t = kalor yang dipancarkan tiap satuan waktu (W)
σ = konstanta Stefan-Bolzman = 5,67 x 10 -8 watt/m2.K4 T = suhu mutlak benda (K)
Tidak semua benda dapat dianggap sebagai benda hitam
sempurna. Oleh karena itu agar persamaan diatas dapat digunakan pada
setiap benda, persamaan Stefan-Boltzman untuk setiap benda dapat
ditulis:
W = Q/t = e σ A T4
Dengan e adalah koefisien yang disebut emitivitas benda.
Emitivitas benda adalah ukuran seberapa besar pemancaran radiasi kalor
suatu benda dibandingkan dengan benda hitam sempurna. Emitivitas
tidak memiliki satuan, nilainya terletak antara 0 sampai dengan 1 (0 ≤e≤
1) dan bergantung pada jenis zat dan keadaan permukaan. Permukaan
mengkilap memiliki nilai e yang lebih kecil daripada permukaan yang
penyerap sempurna sekaligus pemancar sempurna, yaitu benda hitam
sempurna memiliki e = 1.
D. Pembelajaran Perpindahan Kalor dengan Metode Penemuan
Terbimbing (Guided Discovery)
Dalam rangka membantu siswa membentuk atau mengkonstruksi
pengetahuan, sebagai seorang guru harus mampu mencari metode
pembelajaran yang dapat membuat siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran. Karena ukuran dari kualitas pembelajaran tidak terletak pada
baiknya guru menerangkan, tetapi pada kualitas dan kuantitas belajar siswa
yang artinya seberapa banyak dan seberapa besar siswa terlibat aktif selama
proses pembelajaran. Belajar merupakan suatu aktivitas mental atau psikis
yang berlangsung dalam suatu interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan suatu pengetahuan baru, meningkatkan ketrampilan,
memperbaiki tingkah laku dan sikap, serta mematangkan aspek kepribadian.
Sedang pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan yang dapat
mengaktifkan siswa, bukan pada kegiatan guru.
Berdasarkan kajian teori diatas, dalam penelitian ini peneliti mencoba
menampilkan model pembelajaran menggunakan metode penemuan
terbimbing (guided discovery) pada pokok bahasan perpindahan kalor. Pada
pembelajaran ini, siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri
konsep-konsep yang ada pada materi perpindahan kalor. Dalam rangka menemukan
membimbing dan memberikan langkah-langkah untuk memecahkan masalah
yang ada sampai pada penemuan konsep tersebut. Berikut ini gambaran
umum langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan:
1. Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan siswa diminta untuk
mengerjakan soal pretest yang berkaitan dengan materi perpindahan
kalor. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman
awal siswa tentang materi perpindahan kalor.
2. Demonstrasi
Siswa dibimbing oleh guru melakukan demonstrasi. Kegiatan
demonstrasi ini bertujuan memberikan permasalahan yang berkaitan
konduksi, konveksi, dan radiasi kepada siswa. Dari kegiatan demonstrasi
itu, diharapkan mampu membangkitkan minat dan rasa keingintahuan
siswa untuk menggali lebih dalam informasi dan mencari penyelesaian
masalah tersebut.
3. Pendalaman Permasalahan
Siswa dibimbing oleh guru mendalami permasalahan. Dalam
kegiatan ini, guru menuntun siswa dengan memberikan beberapa
pertanyaan-pertanyaan yang sudah dirangkum dalam lembar kerja siswa.
Pertanyaan-pertanyaan itu berfungsi sebagai petunjuk dan arahan bagi
siswa agar lebih mudah mendalami permasalahan dan mudah
menemukan/membentuk sendiri pengetahuan tentang perpindahan kalor.
Dalam kegiatan pendalaman permasalahan siswa dibagi ke dalam empat
penyelesaian masalah siswa saling berdiskusi bersama teman satu
kelompok dan bisa saling membantu antar siswa.
4. Kesimpulan
Setelah mendalami permasalahan dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang ada, siswa membuat kesimpulan tentang konsep-konsep
konduksi, konveksi, dan radiasi. Salah satu perwakilan dari kelompok
melaporkan hasil dari kesimpulan yang telah mereka diskusikan.
5. Penegasan
Guru memberikan penegasan tentang kesimpulan yang
dikemukakan oleh siswa dan menambahkan konsep baru apabila ada
konsep baru yang perlu ditambahkan .
6. Evaluasi
Setelah proses pembelajaran selesai, guru melakukan evaluasi
dengan cara memberikan soal posttest kepada siswa yang bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pemahaman siswa setelah melaksanakan proses
32 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini termasuk jenis penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif merupakan jenis penelitian yang teknik pengambilan
sampelnya pada umumnya dilakukan secara random, dan pengumpulan
datanya menggunakan instrumen penelitian yang hasilnya berupa
angka-angka dan selanjutnya data tersebut akan dianalisis menggunakan metode
statistik. Penelitian kuantitatif ini dilaksanakan untuk melihat peningkatan
pemahaman siswa tentang perpindahan kalor sebelum dan sesudah
pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing (guided
discovery). Hasil penelitian ini hanya berlaku terbatas pada siswa yang diteliti
saja. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini tidak dapat
digeneralisasikan pada keadaan-keadaan di luar kasus yang diteliti.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian : SMA Negeri 1 Bayat, Klaten
Waktu penelitian : 31 Januari - 06 Maret 2012.
C. Subjek Penelitian
Populasi adalah seluruh himpunan atau seluruh individu yang
dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa-siswi kelas X SMA Negeri 1 Bayat, Klaten tahun ajaran 2011/2012
yang terdiri dari 4 kelas.
2. Sampel
Sampel adalah himpunan sejumlah subyek yang merupakan bagian
dari populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA
Negeri 1 Bayat kelas XA yang berjumlah 27 anak.
D. Desain Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu membuat
desain penelitian yang terbagi dalam beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Penyusunan Instrumen oleh Peneliti
Instrumen disusun berdasarkan dari tujuan penelitian, yaitu untuk
mengetahui peningkatan pemahaman siswa tentang pepindahan kalor,
sikap siswa, proses pembentukan pengetahuan tentang perpindahan kalor,
serta sikap dan tanggapan siswa terhadap metode yang digunakan dalam
pembelajaran. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Instrumen Pembelajaran
Instrumen pembelajaran meliputi pembuatan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Siswa (LKS).
Instrumen Pengumpulan data meliputi soal pretest, soal posttest,
kuesioner sikap, dan daftar pertanyaan wawancara.
2. Desain Pembelajaran
Desain pembelajaran dibagi dalam beberapa tahap, antara lain
sebagai berikut ini:
a. Pra Pembelajaran
1) Pada tahap ini siswa akan diberikan penjelasan tentang kegiatan
apa saja yang akan dilakukan selama proses pembelajaran.
2) Siswa diminta untuk mengerjakan soal pretest yang sudah
disediakan oleh peneliti.
b. Proses Pembelajaran
1) Peneliti memberikan pengantar tentang materi yang akan diajarkan
dan menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan siswa
selama proses pembelajaran.
2) Siswa melakukan pembelajaran berdasarkan langkah-langkah yang
sudah ada seperti yang terdapat dalam lembar kerja siswa.
c. Setelah Pembelajaran
1) Siswa diminta untuk mengerjakan soal posttest yang sudah
disediakan oleh peneliti.
2) Siswa diminta untuk mengisi kuesioner sikap.
3) Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa siswa yang sudah
dipilih. Ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa
E. Instrument Penelitian
Dalam penelitian ini instrument yang digunakan terdiri dari Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), soal pretest,
soal posttest, kuesioner sikap, dan daftar pertanyaan wawancara.
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan salah satu
komponen yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Pembuatan
RPP bertujuan untuk mempersiapkan proses pembelajaran sehingga tujuan
dari pembelajaran dapat tercapai. Hal yang paling penting dalam
penyusunan RPP adalah pada kegiatan intinya.
2) Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan media sebagai panduan
bagi siswa melakukan kegiatan dalam mengikuti proses pembelajaran, jadi
berisi tentang serangkaian kegiatan yang harus dilakukan siswa selama
proses pembelajaran. LKS juga merupakan jabaran yang lebih rinci dari
rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam RPP, dan dibagikan
kepada siswa saat pembelajaran berlangsung.
3) Soal Pretest dan Soal Posttest
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman
siswa tentang materi perpindahan kalor sebelum dan setelah mengikuti
proses pembelajaran. Soal pretest diberikan kepada siswa pada awal
sebelum melaksanakan proses pembelajaran, bertujuan untuk mengetahui
pretest berupa soal esai/uraian yang berkaitan dengan materi yang akan
diajarkan. Sedangkan soal posttest diberikan kepada siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran. Soal posttest dibuat sama dengan soal
pretest, hal ini bertujuan untuk mempermudah mengetahui peningkatan
pemahaman siswa sebelum dan sesudah mengikuti proses pembelajaran.
Pada tabel 1 dapat dilihat distribusi soal pretest dan posttest berdasarkan
indikator pencapaian hasil belajar serta aspek yang akan diukur dan jumlah
butir soal.
Tabel 1. Distribusi soal pretest dan posttest berdasarkan indikator
pencapaian hasil belajar serta aspek yang mau diukur.
Indikator Pencapaian
Hasil Belajar
Aspek yang diukur Butir
Soal Ingatan Pemahaman Penerapan Analisis
• Menyebutkan 3 cara
perpindahan kalor 1 1
• Mendeskripsikan perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi.
3,6,8 4a, 4b 4
• Menunjukkan/membe rikan contoh peristiwa perpindahan kalor dalam kehidupan sehari-hari.
2a,2b 5a,5b
7
9a,9b,9c 4
• Menghitung laju
4) Kuesioner Sikap
Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada
seseorang. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap sesuatu
stimulus yang datang kepada dirinya (Nana Sudjana: 1989,107). Ada tiga
komponen sikap yaitu kognisi/kognitif, afeksi/afektif, dan konasi/konatif.
Komponen kognisi/kognitif berkenaan dengan wawasan atau pemahaman
terhadap objek dan merupakan suatu manivestasi dari keyakinan seseorang
terhadap suatu objek. Komponen afeksi/afektif berkenaan dengan
perasaan dalam menanggapi objek tersebut dan merupaka bentuk
representasi dari perasaan yang ditentukan oleh aspek pada saat seseorang
berinteraksi terhadap objek tertentu. Sedangkan komponen konasi/konatif
berkenaan dengan kecenderungan berbuat yang berkenaan dengan objek
tersebut atau dimaknai sebagai generalisasi kecenderungan seseorang
terhadap suatu objek untuk berperilaku sesuai dengan kehendak yang
sedang berperan pada situsi saat itu. Oleh sebab itu sikap selalu bermakna
bila dihadapkan kepada objek tertentu,sikap ini bisa positif dan negatif.
Dalam penelitian ini, kuesioner sikap disusun dengan tujuan untuk
mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap proses pembelajaran yang
telah dilaksanakan. Kuesioner sikap diberikan kepada siswa dengan tujuan
untuk menghimpun data sikap siswa terhadap pelaksanaan metode
pembelajaran. Kuesioner sikap dibuat dalam bentuk
pernyataan-pernyataan, terdiri dari 10 pernyatan yang mencakup tiga komponen yaitu
ini dikembangkan berdasarkan laporan hasil penelitian dari International
Journal of Science Education yang berjudul “The development of a
questionnaire to measure student’ motivation towards science learning”.
Adapun distribusi indikator sikap sebagai berikut:
Tabel 2. Distribusi Kuesioner Sikap Menurut Indikator
Komponen
sikap Indikator No soal
Kognisi/kognitif
Dapat memahami konsep, baik yang sulit atau mudah
3
Dengan model pembelajaran yang dilakukan yakin dapat lebih mudah memahami materi
5
Konsep-konsep fisika yang dipelajari dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari
9
Afeksi/afektif
Senang terhadap metode pembelajaran yang digunakan.
1
Tertarik terhadap metode pembelajaran yang digunakan.
2
Senang dan puas ketika dapat menyelesaikan persoalan.
7
Konasi/konatif
Ketika mengalami kesulitan dalam
memahami materi mencoba bertanya pada guru atau teman dan mencari sumber-sumber yang relevan.
4,6
Ketika ada teman yang mengalami kesulitan berusaha membantu
8
Ketika mengalami kesulitan tetap bersemangat dan berusaha mempelajari.
5) Wawancara
Wawancara dilakukan kepada beberapa siswa dengan mengajukan
beberapa pertanyaan. Ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa
terhadap proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan dengan metode
penemuan terbimbing (guided discovery).
F. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dalam beberapa
tahap yaitu sebagai berikut:
a. Hasil Pretest dan Posttest
Sebelum proses pembelajaran dilaksanakan, siswa diminta untuk
mengerjakan soal pretest yang sudah disediakan. Skor pretest ini
digunakan sebagai data awal untuk mengetahui pemahaman awal yang
dimiliki siswa tentang perpindahan kalor. Dan setelah proses pembelajaran
selesai dilaksanakan, siswa diminta untuk mengerjakan soal posttest. Skor
dari posttest ini digunakan sebagai data akhir mengenai pemahaman siswa
tentang perpindahan kalor setelah diberikan treatmen.
b. Hasil Kuesioner Sikap
Kuesioner sikap diberikan setelah siswa mengerjakan soal posttest.
Skor yang diperoleh masing-masing siswa ini yang akan menunjukkan
bagaimana sikap siswa terhadap proses pembelajaran fisika yang telah
dilakukan.
Hasil wawancara dengan siswa ini yang akan digunakan sebagai
data untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa yang berkaitan dengan
pendapat dan kesan-kesan siswa terhadap proses pembelajaran denegan
menggunakan metode penemuan terbimbing (guided discovery).
G. Metode Analisis Data
1. Analisis Tes Tertulis (Pretest dan Posttest)
Setelah dilakukan penskoran untuk masing-masing siswa,
selanjutnya skor tersebut akan diubah menjadi presentase skor.
Perhitungan presentase skor diperoleh dengan cara jumlah skor yang
diperoleh masing-masing siswa dibagi skor maksimal kemudian dikalikan
100%. Secara matematis ditulis sebagai berikut:
%
100%
No. Kode Siswa
Skor yang
diperoeh
Skor
Maksimal
Presentase
Skor
Setelah penghitungan presentase skor siswa dilaksanakan,
kemudian skor tersebut akan dikelompokkan dalam interval skor yaitu
dengan kualifikasi, sebagai berikut : sangat paham, paham, cukup paham,
kurang paham, dan tidak paham. Umtuk menentukan interval skor
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut (Kartika Budi, 2007 : 91) :
1) Menentukan passing score
Passing score adalah skor terendah untuk nilai cukup. Tidak ada
ketentuan pasti untuk menentukan berapa passing score seharusnya,
karena passing score merupakan tuntutan yang harus dipertimbangkan
secara matang. Dalam penelitian ini ditetapkan passing scorenya 60%.
2) Menentukan aturan konversi skor
Untuk menentukan aturan konversi skor memperhatikan
langkah-langkah berikut: • Untuk kelompok atas
Untuk kelompok atas terdiri dari 3 nilai, yaitu yang nilainya
cukup paham, paham, dan sangat paham. Apabila ditetapkan lebar
interval skor sama untuk setiap nilai, maka setiap nilai menempati
interval skor yang lebarnya (100–59) dibagi 3 = 41 dibagi 3 = 13 sisa
2. Dan ditetapkan satu nilai (sangat paham) menempati interval skor
yang lebarnya 13 dan 2 nilai (paham dan cukup paham) menempati
interval skor yang lebarnya 14. Jadi interval skor 60-73% untuk nilai
cukup paham, 74-87% untuk nilai paham, dan interval score
Untuk kelompok bawah ditetapkan skor minimal untuk nilai
kurang paham adalah 50%, sehingga nilai kurang paham menempati
interval skor 50-59% dan nilai yang tidak paham menempati interval
skor 1-49%. Pada tabel 3 dapat dilihat gambaran kualifikasi dan
interval skor.
Tabel 3. Kualifikasi dan interval skor
Interval skor (%) Kualifikasi
88-100 Sangat paham
74-87 Paham
60-73 Cukup paham
50-59 Kurang paham
1-49 Tidak paham
(Sumber: Kartika Budi, 2007 : 91)
3) Setelah selesai mengkualifikasi skor siswa dalam interval skor,
kemudian membandingkan skor yang diperoleh siswa untuk hasil
pretest dan posttest. Dari sini dapat diketahui seberapa besar
peningkatan pemahaman siswa secara keseluruhan. Sedangkan untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa pada setiap soal, dilakukan
dengan cara membandingkan skor masing-masing soal yang diperoleh
siswa dengan skor maksimal yang sudah ditentukan..
Tabel 4. Peningkatan pemahaman siswa secara keseluruhan
Skor Pre test (%)
Skor Post test (%)
Tabel 5. Peningkatan pemahaman siswa masing-masing soal
No Soal
Skor Pre test (%)
Skor Post test (%)
Peningkatan (%)
2. Analisis Tingkat Kesukaran masing-masing Soal
Tingkat kesukaran suatu item/soal dapat diketahui dari banyaknya
siswa yang menjawab benar, dan dinyatakan dalam suatu bilangan indeks
yang disebut Indeks Kesukaran (IK). Besarnya Indeks Kesukaran (IK)
suatu item akan berkisar antara 0,00 s/d 1,00. Indeks Kesukaran suatu item
sebesar 0,00 berarti tidak ada seorangpun dari kelompok siswa dapat
menjawab secara benar. Dengan kata lain item tersebut sukar sekali.
Sedang Indeks Kesukaran suatu item sebesar 1,00 berarti seluruh
kelompok siswa dapat menjawab secara benar. Dengan kata lain item
tersebut mudah sekali. (Masidjo, 1985 : 18)
Untuk menghitung bilangan Indeks Kesukaran suatu item
dipergunakan rumus sebagai berikut:
!
"