ANALISA SWING ARM
MENGGUNAKAN PROGRAM APLIKASI CAE TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Program Studi Teknik Mesin
Diajukan Oleh: TRI SANJAYANTO
NIM : 055214076
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
SWING ARM ANALYSIS
USING CAE APPLICATION PROGRAM Final Poject
Presented as a partial fulfillment
to obtain the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering
Mechanical Engineering Study Program
Compose by : TRI SANJAYANTO
055214076
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Tugas akhir ini adalah sebagian persyaratan untuk mencapai derajat sarjana S-1 program studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dalam judul
“ANALISA SWING ARM
MENGGUNAKAN PROGRAM APLIKASI CAE “
ini karena adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. PT. MAK yang telah bersedia melakukan kerjasama penelitian.
2. Yosef Agung Cahyanta, S.T.,M.T., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
3. Budi Sugiharto S.T.,M.T, selaku ketua Program Studi Teknik Mesin.
4. Segenap staf pengajar Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga sangat berguna dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
5. Segenap staf karyawan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
6. Orang tuaku tercinta yang telah berjuang keras memenuhi segala kebutuhanku selama kuliah dan terima kasih atas dorongan semangat serta doa yang tiada hentinya untuk aku.
7. Serta semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah ikut membantu dalam menyelesaikan Tuagas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dalam Tugas Akhir ini, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan
kritik, serta saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakannya. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun pembaca.
Terima kasih.
Yogyakarta, Maret 2010
Penulis
INTISARI
Swing arm sepeda motor adalah tempat pemasangan roda belakang dan shock
absorber. Gaya-gaya yang bekerja pada roda diteruskan oleh swing arm ke bodi
motor begitu juga sebaliknya. Arah gaya dibedakan menjadi tiga yaitu gaya
horisontal, gaya vertikal, dan gaya lateral.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik desain swing arm
yang belum diketahui.
Metode yang digunakan untuk mengetahui karakteristik swing arm adalah
dengan melakukan pengujian terhadap model CAD dengan menggunakan program
aplikasi CAE yaitu Cosmosworks 2007. Besar beban pengujian berdasarkan pada
kondisi sepeda motor ketika dimuati oleh dua orang dengan bobot masing-masing 78
kg. Material yang dipakai adalah mild steel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor keamanan pada jenis
pembebanan vertikal adalah 3,9 , pada pembebanan percepatan adalah 2,1 dan pada
jenis pembebanan perlambatan adalah 2,7. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk
ketiga jenis pembebanan ini swing arm aman dari kegagalan. Frekuensi pribadinya
adalah 702,75 Hz berarti konstruksi akan beresonansi pada frekuensi ini. Konstruksi
masih aman dari kegagalan lelah sampai pada siklus 2.216.480 dan masih memiliki
faktor keamanan 3,1 sehingga masih aman untuk jumlah siklus yang lebih tinggi.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
DAFTAR DEWAN PENGUJI ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... iv
KATA PENGANTAR... vi
INTISARI ... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan masalah ... 3
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Tujuan Pembuatan Tugas Akhir... 4
1.5 Metode Penelitian... 4
BAB II DASAR TEORI ... 6
2.1 Tegangan... 6
2.2 Transformasi Tegangan... 9
2.2.1 Lingkaran Mohr ... 12
2.2.2 Konstruksi Lingkaran Mohr... 14
2.3 Kriteria Kegagalan... 14
2.3.1 Kriteria Von Mises... 15
2.3.2 Kriteria Tresca... 18
2.3.3 Kriteria Coulomb’s... 21
2.3.4 Perbandingan Kriteria Kegagalan ... 23
2.4 Analisa Fatik... 23
2.5 Analisa Frekuensi... 25
2.6 Metode Elemen Hingga ... 26
2.7 Faktor Keamanan Yang Dibutuhkan ... 27
2.8 Material... 30
2.8.1 Properti Material ... 30
2.8.2 Baja lunak ... 32
2.9 Fungsi Swing Arm... 34
BAB III PENGUJIAN ... 36
3.1 Pengukuran Dimensi ... 36
3.2 Pembuatan Model ... 37
3.3 Beban Uji dan Kondisi Batas pada Uji Statik (Studi Statik) ... 38
3.3 Beban Uji dan Kondisi Batas pada Uji Frekuensi (Studi Frekuensi) ... 47
3.3 Beban Uji dan Kondisi Batas pada Uji Fatik (Studi Fatik) ... 47
3.4 Melakukan Pengujian ... 47
BAB IV HASIL PENGUJIAN... 46
4.1 Hasil Pengujian Statik ... 46
4.2 Hasil pengujian Frekuensi ... 52
4.3 Hasil Pengujian Fatik ... 53
BAB V
PENUTUP... 55
5.1 Kesimpulan ... 55
5.2 Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA... 56 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
2.1 Properti Mekanis Material Swing Arm... 30
2.2 Uji Kelelahan Baja Karbon Rendah Hasil Fabrikasi... 31
3.1 Data Anthropometrik... 36
3.2 Hasil Perhitungan Bobot Manusia dan Tinggi Badan pada 50 Persentil 36 3.3 Besar Beban Pengujian Statik... 44
4.1 Hasil Pengujian Statik... 51
4.2 Hasil Pengujian Frekuensi... 52
4.3 Hasil pengujian lelah... 53
DAFTAR GAMBAR
1.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian... 4
2.1 Bidang acuan yang berbeda untuk melihat besarnya τ dan σ... 6
2.2 Bidang L memotong benda dan menghasilkan luasan AL... 7
2.3 Bidang K memotong benda dan menghasilkan luasan AK... 7
2.4 Tegangan-tegangan yang bekerja pada sebuah elemen ... 8
2.5 Elemen dengan sumbu orientasi yang berbeda ... 8
2.6 Sebuah elemen yang dilihat pada sumbu koordinat yang diputar sebesar θ terhadap sumbu ... 9
2.7 Gaya-gaya yang bekerja pada sebuah elemen... 10
2.8 Konstruksi Lingkaran Mohr... 12
2.9 Lingkaran Mohr pada Uji Tarik ... 14
2.10 Kriteria Kegagalan Berdasar Distorsi Energi Maksimum ... 15
2.11 Lingkaran Mohr ... 17
2.12 Tegangan-Tegangan Utama Berbeda Tanda... 18
2.13 Kriteria Kegagalan Berdasarkan Tegangan Geser Maksimum... 18
2.14 Kriteria Kegagalan Berdasarkan Tegangan Normal Maksimum... 20
2.15 Perbandingan Kriteria Von Mises, Kriteria Tresca, dan Kriteria Coulomb’s... 20
2.16 Kurva S-N untuk Bahan Baja dan Aluminium ... 22
2.17. a Model Sebelum di-mesh... 24
2.17. b Model Dibagi Menjadi Element yang Sangat Banyak... 24
2.18 Elemen Tetrahedral ... 24
2.19 Penyusutan dan Pemuaian Lateral karena Efek Poisson... 29
2.20 Kurva S-N untuk Baja Karbon Rendah Hasil Fabrikasi ... 31
2.21 Swing Arm Bebas Bergerak Rotasi pada Sumbu Z ... 32
3.1 Ukuran Swing Arm... 33
3.2 Prototype Swing Arm... 34
3.3 Model CAD Swing Arm... 35
3.4 Skema Perhitungan untuk Mencari Reaksi RB... 37
3.5 Kondisi Batas Pengujian Vertikal... 38
3.6 Gaya Percepatan fmaks1 yang Bekerja pada Sepeda Motor... 39
3.7 Gaya Perlambatan fmaks2 yang Bekerja pada Sepeda Motor... 40
3.8 Kondisi Batas Pengujian Horisontal Kasus I... 41
3.9 Kondisi Batas Pengujian Horisontal Kasus II... 42
3.10 Manuver yang Sangat Menguji Ketangguhan Swing Arm... 42
3.11 Kondisi Batas Pengujian Horisontal Kasus II... 43
3.12 Mesh dengan Elemen Size 13 mm... 45
4.1 Mesh dengan Elemen Size 3,25 mm... 46
4.1.1 Penyebaran Tegangan Von Mises pada Pengujian Statik dengan Pembebanan Gaya Vertikal... 46
4.1.2 Penyebaran FOS pada Pengujian Statik dengan Pembebanan Gaya Vertikal... 47
4.1.3 Penyebaran Tegangan Von Mises pada Pengujian Statik dengan Pembebanan dari Gaya Percepatan... 47
4.1.4 Penyebaran FOS pada Pengujian Sstatik dengan Pembebanan dari Gaya Percepatan... 48
4.1.5 Penyebaran Tegangan Von Mises pada Pengujian Statik dengan Pembebanan dari Gaya Perlambatan; ... 48
4.1.6 Penyebaran FOS pada Pengujian Statik dengan Pembebanan dari Gaya Perlambatan... 49
4.1.6 Penyebaran Tegangan Von Mises pada Pengujian Statik dengan Pembebanan dari Gaya Lateral... 49
4.1.8 Penyebaran FOS pada Pengujian Statik dengan Pembebanan dari Gaya Lateral... 50
4.1.9 Grafik Perbandingan Tegangan Von Mises... 50
4.1.10 Grafik Perbandingan FOS... 51
4.2.1 Grafik Perbandingan Frekuensi Natural pada beberapa mode shape... 52
4.2.2 Deformasi pada Mode Shape 1... 53
4.3.1 Life plot Hasil Pengujian Fatik... 54
4.3.2 Penyebaran FOS pada Pengujian Fatik... 54
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak jaman kolonial, bangsa Indonesia berkembang sebagai negara agraris. Sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani. Sektor industri waktu itu hanya bergerak di bidang pengolahan hasil pertanian dan pertambangan. Tidak ada industri manufaktur dan engineering berbasis teknologi mekanik yang berkembang di Indonesia.
Sektor industri berbasis teknologi mekanik mulai berkembang di Indonesia beberapa tahun setelah masa kemerdekaan. Perusahaan-perusahaan asing banyak yang menanamkan modal di Indonesia, termasuk perusahaan-perusahaan otomotif. Sejak awal perkembangannya, dunia otomotif Indonesia didominasi oleh para agen tunggal pemegang merk (ATPM), baik dunia otomotif roda empat maupun roda dua.
Industri sepeda motor di luar ATPM baru mulai muncul pada tahun 1998 bertepatan dengan krisis ekonomi yang melanda Asia. Kebutuhan akan sepeda motor sangat tinggi, di tengah-tengah krisis ekonomi yang sedang melanda, sepeda motor di luar ATPM muncul sebagai jawaban untuk alternatif kendaraan yang lebih murah. Sejak saat itu, industri dan merk sepeda motor yang berafiliasi ke Cina (motor Cina) semakin menjamur di Indonesia.
Industri motor Cina tak mampu bertahan. Keberadaannya semakin sedikit beberapa tahun belakangan. Industri motor Cina di Indonesia terlalu bergantung
2
kepada industri motor yang berada di Cina, sehingga kegagalan yang dialami industri motor yang berada di Cina dan beberapa masalah yang melanda negara Cina sangat mempengaruhi keberadaan motor Cina di Indonesia. Pengembangan produk motor memang banyak kendalanya.
PT. MAK adalah industri lokal berbasis teknologi mekanik yang mendukung pengembangan produk motor nasional. Ketergantungan terhadap pihak lain terutama dari luar negeri untuk masalah fabrikasi, dikurangi dengan cara mendayagunakan kompetensi yang telah dimiliki di bidang engineering dan
manufakturing. PT. MAK melakukan fabrikasi komponen-komponen sepeda
motor secara mandiri. Produk motor MAK saat ini adalah 70% buatan dalam negeri, sisanya 30% merupakan komponen motor bagian mesin yang masih impor. Beberapa komponen standar seperti ban, shockbraker, aki, dan rantai dipasok dari industri-industri komponen dari dalam negeri. Pengembangan motor nasional melibatkan beberapa industri serta berbagai pihak lain yang juga sangat mendukung produk nasional termasuk dari pihak universitas.
3
1.1 Rumusan Masalah
Swing arm yang diproduksi di PT. MAK merupakan hasil menduplikat dari produk lain. Swing arm hasil duplikat belum diketahui karakteristiknya. Penulis akan melakukan pengujian dengan menggunakan program untuk mengetahui karakter swing arm pada tugas akhir ini.
1.2 Batasan Masalah
Penulis ingin menganalisa ulang swing arm pada sepeda motor yang sedang dikembangkan dengan melakukan pengujian-pengujian meliputi:
1. uji statik
Uji statik dilakukan untuk mengetahui tegangan maksimum, regangan, displacement, dan faktor keamanan. suatu komponen bila diberi beban.
2. uji frekuensi
Uji frekuensi dilakukan untuk mengetahui frekuensi pribadi sebuah elemen mesin sehingga dalam perancangan, frekuensi pribadi dapat dihindari supaya tidak terjadi resonansi yang berakibat pada ketidaknyamanan.
3. uji kelelahan
4
1.3 Tujuan Pembuatan Tugas Akhir
Melakukan penelitian yang kontekstual dengan kebutuhan dan kepercayaan masyarakat. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kelayakan dan keamanan rancangan swing arm yang telah dibuat sebelumnya.
1.4 Metode Penelitian
Tahap penelitian meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut 1. observasi dan pengukuran di industri
2. pembuatan model 3D dengan menggunakan Solidworks 2007 3. uji statik dengan menggunakan Cosmosworks 2007
4. uji frekuensi dengan menggunakan Cosmosworks 2007 5. uji fatik dengan menggunakan Cosmosworks 2007
Gambar 1.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian
analisa kesimpulan Pengukuran
dimensi
Verifikasi bahan Verifikasi
dimensi Pembuatan
model finis
melakukan pengujian dimensi
sesuai start
tidak
BAB II DASAR TEORI
2.1 Tegangan
Tegangan adalah besarnya gaya tiap satuan luas. Tegangan dilambangkan
dengan P. Besarnya P dirumuskan dengan:
A F P=
Keterangan:
P = tegangan
F = gaya
A = luasan
Tegangan dikelompokan menjadi dua jenis berdasarkan arah bekerja gaya
terhadap luasannya yaitu
a. tegangan normal (σ)
Tegangan yang gayanya bekerja tegak lurus terhadap luasan
b. tegangan geser (τ)
Tegangan yang gayanya bekerja sejajar terhadap luasan.
Sebuah luasan bisa menderita tegangan normal saja, tegangan geser saja atau keduanya. Besarnya σ dan τ pada kondisi pembebanan yang sama, bisa beragam tergantung bidang potong mana yang dijadikan acuan
6
Bidang L
Bidang M
Bidang K
F F
Gambar 2.1 Bidang acuan yang berbeda untuk melihat besarnya τ dan σ. K,L,dan
M adalah bidang potong dengan sudut pemotongan yang berbeda
Bidang L
A
LF
nLF
F
sLGambar 2.2 Bidang L memotong benda dan menghasilkan luasan AL
Bidang L memotong benda pada sudut potong 900 terhadap arah gaya F dan
menghasilkan luasan AL.
Besar tegangan normal pada luasan AL (σL) adalah
L nL L A F = σ L A F =
Besarnya tegangan geser pada luasan AL (τL) adalah
7
Karena FsL= 0, maka :
τL =0
Bidang K memotong benda pada sudut potong θ terhadap arah gaya F dan
menghasilkan luasan AK ditunjukan di gambar 2.3
Besar tegangan normal pada luasan AK (σK) adalah
K nK K A F = σ θ θ sin / A Fcos L =
Besarnya tegangan geser pada luasan AK (τK) adalah
K sK K A F = τ θ θ τ sin / A Fsin L K =
A
KGambar 2.3 Bidang K memotong benda dan menghasilkan luasan AK
Bidang K
F
nKF
θ
8
Nilai tegangan geser dan tegangan normal dilihat dari bidang K dan bidang
L akan berbeda. Tegangan geser τL pada luasan AL adalah nol karena pada
luasan AL hanya bekerja gaya normal FnL , sedangkan tegangan geser τKtidak
sama dengan nol karena pada luasan AK selain bekerja gaya normal FnK juga
bekerja gaya geser FsK. Perbedaan juga akan muncul jika bidang M dijadikan
sebagai acuan. Nilai tegangan-tegangan akan terus bervariasi karena bidang acuan
dapat dipilih dengan jumlah posisi θ yang sangat banyak, meskipun pada kondisi
pembebanan yang sama. Fenomena perubahan nilai tegangan geser dan tegangan
normal ini disebut transformasi tegangan.
2.1 Transformasi Tegangan
Ada 6 komponen tegangan yag bekerja pada sebuah elemen (gambar 2.4)
yaitu σy, σx, σz, τxy, τxz, dan τyz. Gambar 2.4 menunjukan bahwa sikap
tegangan-tegangan tersebut sesuai terhadap bidangnya masing-masing.
Gambar 2.4 Tegangan-tegangan yang bekerja pada sebuah elemen
9
Status tegangan baru yang berbeda akan muncul jika sumbu koordinatnya
diputar pada sudut tertentu (gambar 2.5). Tegangan-tegangan itu adalah σy' , σx' ,
σz' , τx'y' , τx'z' ,dan τy'z'.
Gambar 2.5 Elemen dengan sumbu orientasi yang berbeda (George H. Staab, 2002)
Gambar 2.6 Sebuah elemen yang dilihat pada sumbu koordinat yang diputar sebesar θ terhadap sumbu x (George H. Staab, 2002)
Masalahnya sekarang adalah bagaimana mengetahui nilai
tegangan-tegangan yang baru tersebut dan mengetahui kapan nilai-nilai itu akan menjadi
maksimum. Untuk memudahkan analisa maka dibuat σz = τxz = τzx = 0
(lihat gambar 2.6), kemudian elemen tersebut dipotong dengan bidang potong
10
Gambar 2.7 Gaya-gaya yang bekerja pada sebuah elemen (George H. Staab, 2002)
Komponen-komponen tegangan dirubah ke dalam bentuk gaya sehingga
gaya-gaya yang bekerja pada model dapat dijumlahkan maka akan didapatkan
persamaan untuk menghitung besarnya tegangan normal σx' dan tegangan geser
τx'y'. Besarnya tegangan normal σx' dan tegangan geser τx'y' adalah
θ τ θ σ σ σ σ
σ ( )cos2 sin2
2 1 ) ( 2 1
' x y x y xy
x = + + − + ...(2.2.1)
dan θ τ θ σ σ
τ ( )sin2 cos2
2 1 '
'y x y xy
x =− − + ...(2.2.2) (Ferdinand P. Beer,2002 )
Dengan cara yang sama,
θ τ θ σ σ σ σ
σ ( )cos2 sin2
2 1 ) ( 2 1
' x y x y xy
y = + − − − ...(2.2.3)
2.1.1. Lingkaran Mohr
11
geser τx'y' bisa dimanipulasi menjadi persamaan lingkaran, sehingga bisa dengan
mudah mentransformasi tegangan-tegangan secara grafis. Pertama harus dipahami
dahulu bahwa ) ' ' ( 2 1 ) ( 2 1 y x y x
avg σ σ σ σ
σ = + = +
Maka persamaan (2.2.1) menjadi:
) 4 . 2 . 2 ...( ... ... ... ... ... ... 2 sin ) ( 2 sin 2 cos ) )( ( 2 cos ) ( 4 1 ) ' ( 2 sin 2 cos ) ( 2 1 ) ' ( 2 sin 2 cos ) ( 2 1 ' 2 sin 2 cos ) ( 2 1 ' 2 2 2 2 2 2 2 θ τ θ θ τ σ σ θ σ σ σ σ θ τ θ σ σ σ σ θ τ θ σ σ σ σ θ τ θ σ σ σ σ xy xy y x y x avg x xy y x avg x xy y x avg x xy y x avg x + − + − = − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − + = − + − = − + − + =
dan persamaan (2.2.2) menjadi:
) 5 . 2 . 2 .( ... ... ... ... ... ... ... ... 2 cos ) ( 2 sin 2 cos ) )( ( 2 sin ) ( 4 1 ) ' ' ( 2 cos 2 sin ) ( 2 1 ) ' ' ( 2 2 2 2 2 2 2 θ τ θ θ τ σ σ θ σ σ τ θ τ θ σ σ τ xy xy y x y x y x xy y x y x + − − − = ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡− − + =
Persamaan (2.2.4) dan (2.2.5) digabungkan menjadi:
12
Persamaan 2.2.6 merupakan persamaan lingkaran pada bidang σ – τ, yang
berpusat di (σavg,0) dan berjari-jari R, di mana:
2 y x avg σ σ
σ = + ; dan 2
2 ) ( 2 xy y x
R σ σ ⎥ + τ
⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + =
Bentuk sederhana dari persamaan lingkaran adalah
2 2 2 ) ' ' ( ) ' ( R y x avg
x −σ + τ =
σ
2.1.2. Konstruksi Lingkaran Mohr
Gambar 2.8 Konstruksi Lingkaran Mohr (George H. Staab, 2002)
Gambar 2.8 adalah gambar konstruksi lingkaran mohr secara lengkap σ1
adalah tegangan normal maksimum. θp adalah orientasi di mana tegangan
13
2.2 Kriteria Kegagalan
Kriteria kegagalan meramalkan kegagalan material terhadap
tegangan-tegangan multi-aksial. Kriteria kegagalan menjadi dasar untuk menilai keamanan
suatu model.
Kriteria kegagalan dipilih berdasarkan kategori bahan. Suatu bahan dapat
dikategorikan sebagai bahan yang liat atau getas sesuai kondisi lingkungannya.
Jika pada temperature tertentu sebuah material dikatakan sebagai material yang
liat maka material disebut gagal ketika mulai luluh, sedangkan untuk material
getas disebut gagal ketika material mulai patah.
2.2.1. Kriteria Von Mises
Kriteria distorsi energi maksimum disebut Kriteria Von Mises setelah
diperkenalkan oleh seorang ahli matematika berbangsa Jerman Amerika bernama
Richard Von Mises (1883-19530).
Menurut Kriteria Von Mises sebuah struktur akan aman jika besarnya
energi distorsi maksimum pada struktur tersebut tidak melebihi energi distorsi
yang menyebabkan spesimen pada uji tarik mulai luluh.
d
U <(Ud)y...(2.3.1.1) (Ferdinand P. Beer dkk, 2002 )
Keterangan:
d
U = energi distorsi maksimum
y )
14
Besarnya energi distorsi (Ud) adalah
) ( 6G 1 U 2 2 2 1 2 1
d = σ −σ σ +σ ...(2.3.1.2)
keterangan:
=
1
σ tegangan utama pertama
=
2
σ tegangan utama kedua
G = modulus geser
Besarnya energi distorsi pada waktu spesimen uji tarik mulai luluh (Ud)y adalah
) (
6G 1 )
(Ud y = σ12 −σ1σ2 +σ22
0 2 1 = = σ σ σ y ) ( 6G 1 ) (U 2
d y = σy
Gambar 2.9 Lingkaran Mohr pada Uji Tarik
B (material mulai luluh ketika σ1 =σy)
σ2 σ1
dengan memasukan persamaan (2.3.1.1) dan(2.3.1.2) ke (2.3.1.1) maka Kriteria
Von Mises menjadi:
< + − ) ( 6G 1 2 2 2 1 2
1 σσ σ
σ ( )
6G
1 2
y σ
=> (σ12−σ1σ2+σ22)< (σ2y)
15
Pada persamaan 2.3.1.3, σ12−σ1σ2+σ22 disebut Tegangan Von Mises ( )
Kriteria Von Mises dapat dituliskan kembali dengan:
VonMises σ
VonMises
σ < σy...(2.3.1.4)
Sebuah material akan aman jika tegangan Von Mises yang terjadi lebih kecil dari
tegangan luluhnya.
Untuk menentukan Factor of safety (FOS) dihitung dengan:
FOS =
VonMises y σ
σ
...(2.3.1.5)
Gambar 2.10 Kriteria Kegagalan Berdasar Distorsi Energi Maksimum
(Joseph Edward Shigley, 1986)
2.2.2. Kriteria Tresca
Kriteria distorsi energi maksimum disebut Kriteria Tresca setelah
16
Kriteria Tresca sebuah struktur akan aman jika besarnya tegangan geser
maksimum yang terjadi lebih kecil dari tegangan geser yang menyebabkan
spesimen luluh pada uji tarik.
τmax < τy
...(2.3.2.1) (Ferdinand P. Beer dkk, 2002 )Keterangan
τmax =
tegangan geser maksimumτy
=
tegangan geser luluhSpecimen pada uji tarik akan mulai luluh ketika tegangan geser mencapai separuh
dari tegangan luluh σy. Besarnya tegangan geser luluh
τy
adalahτy =
2 1y
σ ...(2.3.2.2)
substitusikan persamaan (2.3.2.1) ke (2.3.2.2) maka, Kriteria Tresca adalah
τmax <
2 1y σ
Besarnya tegangan geser maksimum
τmax
yang terjadi berbeda-beda padabeberapa kasus
¾ Jika tegangan-tegangan utama σ1danσ2 adalah positif atau keduanya
negative, maka:
τmax <
2 1max
17
Kriteria Tresca dituliskan kembali dengan memasukan (2.3.2.3) ke (2.3.2.1)
2 1
max
σ
<
2 1
σ
y=>
σmax<
σ
y=>
σ1<
σ
ydan
σ2<
σ
y(a) (b)
Gambar 2.11 Lingkaran Mohr; a : Tegangan-Tegangan Utama Bertanda Positif ; b : Tegangan-Tegangan Utama Bertanda Negatif (George H. Staab, 2002)
¾ Jika tegangan maksimum positif dan tegangan minimum negative, maka:
τmax <
2 1min
max σ
σ − ...(2.3.2.4)
Kriteria Tresca dituliskan kembali dengan memasukan (2.3.2.4) ke (2.3.2.1)
2 1
min
max σ
σ −
<
2 1
σ
y
=>
σmax −σmin<
σ
y18
Gambar 2.12 Tegangan-Tegangan Utama Berbeda Tanda (George H. Staab, 2002)
Secara grafis Kriteria Tresca digambarkan dengan heksagonal yang
dibatasi oleh persamaan
1
σ
=
σ
y ; σ2=
σ
y ; σ1−σ2=
σ
y19
Diasumsikan bahwa kekuatan ultimate dari material untuk tarik dan tekan adalah
sama. Daerah di dalam heksagonal adalah daerah aman (gambar 2.13). Untuk
menentukan Factor of safety (FOS) dihitung dengan:
FOS =
max τ
σy
2.2.3. Kriteria Coulomb’s
Kriteria tegangan normal maksimum disebut sebagai Kriteria Coulomb’s
setelah diperkenalkan oleh fisikawan Perancis bernama Charles Augustin de
Coulomb (1736-1806). Menurut Kriteria Coulomb’s struktur akan aman selama
nilai tegangan-tegangan utama absolut berada di bawah tegangan ultimate
σ
umax
σ
<
σ
u ...(2.3.3.1)=>σ1
<
σ
udan
σ2 <σ
uSecara grafis Kriteria Coulomb’s digambarkan dengan persegi yang dibatasi oleh
persamaan:
1
σ
=
σ
u σ2=
σ
uDaerah di dalam persegi adalah daerah aman (gambar 2.14).Untuk menentukan
Factor of safety (FOS) dihitung dengan:
FOS =
max
20
Gambar 2.14 Kriteria Kegagalan Berdasarkan Tegangan Normal Maksimum (Joseph Edward Shigley, 1986)
2.2.4. Perbandingan Kriteria Von Mises, Kriteria Tresca, dan Kriteria Coulomb’s Perbandingan beberapa teori kegagalan di atas dapat dilihat dalam gambar
2.15. Heksagonal mewakili Kriteria Tresca, elips mewakili Kriteria Von Mises,
dan persegi mewakili Kriteria Coulomb.
Gambar 2.15 Perbandingan Kriteria Von Mises, Kriteria Tresca, dan Kriteria
21
Kriteria Coulomb lebih tepat dipakai untuk material yang getas. Kriteria Tresca
dan Von Mises digunakan untu material liat. Kriteria Tresca terlihat lebih
konservatif dibanding Kriteria von Mises. Berdasar pengujian empiris
menunjukan bahwa Kriteria Von Mises paling baik digunakan untuk material liat.
2.3 Analisa Fatik
Jenis pembebanan yang dialami oleh komponen mesin biasanya
pembebanan gabungan antar beban statis dan dinamis. Komponen mesin yang
mengalami tegangan dinamis akan lebih cepat rusak dibandingkan yang
mengalami tegangan statis. Besar tegangan patah akibat tegangan berfluktuasi
jauh lebih rendah dibanding dengan akibat beban statis. Kondisi di mana
komponen mesin mengalami kegagalan bukan karena tidak mampu menahan
beban tetapi karena lelah setelah mengalami sejumlah siklus pembebanan tertentu.
disebut patah lelah.
Penyajian data kelelahan adalah menggunakan kurva S-N, yaitu pemetaan
tegangan (S) terhadap jumlah siklus sampai terjadi kegagalan (N). Gambar 2.16
menunjukan kurva S-N yang diperoleh dari uji lentur putar logam Besi dan bukan
besi. Material baja lunak mempunyai batas lelah ditunjukan dengan kurva yang
mendatar. Baja lunak tidak akan mengalami patah lelah jika beban yang
berfluktuasi berada di bawah batas lelahnya. Paduan aluminium tidak mempunyai
batas lelah.
Perilaku fatik sangat peka terhadap kondisi operasi, fluktuasi tegangan
22
permukaan, tegangan sisa dan adanya lingkungan yang bersifat korosif dapat
mempengaruhi batas ketahanan lelah.
Gambar 2.16 Kurva S-N untuk Bahan Baja dan Aluminium
(Dieter, 1988)
Analisa fatik digunakan untuk memperkirakan usia sebuah design jika
terjadi pembebanan yang berfluktuasi. Analisa fatik memperkirakan usia
berdasarkan data kekuatan lelah (SN) kemudian dibandingkan dengan besar
tegangan yang berfluktuasi. Untuk usia seumur hidup maka tegangan maksimal
yang berfluktuasi berada di bawah batas lelahnya.
2.4 Analisa Frekuensi
Sebuah konstruksi akan cenderung bergetar pada frekuensi tertentu, yaitu
pada frekuensi naturalnya. Jika struktur menerima beban dinamik dengan
23
resonansi. Resonansi menyebabkan displacement dan tegangan yang besar pada
konstruksi.
Frekuensi natural sebuah konstruksi bergetar dengan berbagai bentuk
getaran. Bentuk getaran dibedakan berdasarkan arah deformasinya. Konstruksi
bisa bergetar dengan variasi arah deformasi yang tak terhingga, tapi dalam analisa
model hanya mempunyai frekuensi pribadi sebanyak derajat kebebasan.
Frekuensi natural dan arah deformasinya bergantung pada geometri,
properti material, pembebanan, dan kondisi batasnya. Beban kompresif
menurunkan frekuensi natural dan beban tarik meningkatkan frekuensi natural..
Analisa frekuensi dilakukan untuk mengetahui frekuensi natural struktur
yang sedang didesain. Jika frekuensi natural diketahui dan frekuensi beban
dinamik diketahui, maka resonansi dapat dihindari.
2.5 Metode Elemen Hingga
Sebuah model memiliki jumlah elemen yang tak terhingga, jadi akan sulit
untuk mengetahui posisi di mana sebenarnya terjadi tegangan maksimal. Metode
Elemen Hingga atau Finite Element Method (FEM) digunakan untuk
menyederhanakan permasalahan ini. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan
membagi model menjadi bagian-bagian kecil yang disebut elemen dengan jumlah
terhingga sehingga analisa dapat dilakukan. Pada setiap elemen terdapat titik-titik
nodal (lihat gambar 2.18). Tiap nodal mempunyai kebebasan untuk bergerak pada
24
titik nodal sesuai dengan perintah, misalnya penghitungan tegangan, regangan,
dan displacement.
(a) (b)
Gambar 2.17 a : Model Sebelum di-mesh; b : Model Dibagi Menjadi Element yang Sangat Banyak (Solidwork Tutorial 2007)
Gambar 2.18 Elemen Tetrahedral; Titik-titik merah adalah nodal. Rusuk-rusuk elemen bisa berbentuk kurva atau lurus (Solidwork Tutorial 2007)
2.6 Faktor Keamanan yang Dibutuhkan
Semua aspek dalam desain mempunyai derajat ketidakpastian, maka
faktor keamanan digunakan untuk mengoreksi desain dari ketidakpastian.
Ketidakpastian tersebut secara sederhana meliputi 5 hal yaitu property material,
25
mudah untuk menentukan FOS adalah dengan mengalikan nilai FOS dari setiap
jenis ketidakpastian
FOS = FOSMaterial x FOStegangan x FOSgeometri x FOSkegagalan x FOSreabilitas....(2.7.1)
(Ulman David d.k.k, 1997)
Factor keamanan (FOS) diperlukan untuk menjamin keandalan dari suatu
rancangan. Berikut ini adalah pedoman dalam menentukan faktor keamanan:
¾ Kontribusi dari material
o FOSMaterial = 1 jika property material diketahui dengan pasti atau
telah diketahui dengan melakukan eksperiman
o FOSMaterial = 1,1 jika properti material diketahui dari handbook atau
produsen material.
o FOSMaterial = 1,2-1,4 jika property material diketahui dengan tidak pasti.
¾ Kontribusi dari tegangan
o FOStegangan = 1 – 1,1 jika beban diketahui sebagai static atau berfluktuasi.
Jika tidak dimungkinkan overload atau shockload
Jika sudah digunakan metode analisa tegangan yang
akurat
o FOStegangan = 1,2 – 1,3 jika overload diperkirakan 20 – 50 %
o FOStegangan = 1,4 – 1,7 jika beban tidak diketahui dengan pasti atau metode
26
¾ Kontribusi dari geometri
o FOSgeometri = 1 jika toleransi manufacturing ketat
o FOSgeometri = 1 jika toleransi manufacturing rata-rata
o FOSgeometri = 1,1 – 1,2 jika toleransi manufacturing longgar
¾ Kontribusi dari analisa kegagalan
o FOSkegagalan = 1,0 – 1,1jika analisa kegagalan yang digunakan
memperhitungkan status tegangan seperti tegangan
statik uniaksial atau multiaksial.
o FOSkegagalan = 1,2 jika analisa kegagalan yang digunakan
dikembangkan dengan sederhana.
o FOSkegagalan = 1,3 – 1,5 jika analisa kegagalan tidak dikembangkan
dengan baik.
¾ Kontribusi dari reabilitas
o FOSreabilitas = 1,1 jika reabilitas dari sebuah komponen tidak
perlu tinggi, kurang dari 90%.
o FOSreabilitas = 1,1-1,3 jika reabilitas adalah rata-rata antara 92-98%
o FOSreabilitas = 1,4-1,6 jika reabilitas dari sebuah komponen harus tinggi,
katakan, lebih dari 99%.
Properti material dalam analisa ini diketahui dari handbook; diperkirakan
27
digunakan memperhitungkan status tegangan seperti tegangan statik uniaksial atau
multiaksial; reabilitas adalah rata-rata antara 92-98% maka:
FOSMaterial = 1,1
FOStegangan = 1,2
FOSgeometri = 1
FOSkegagalan = 1
FOSreabilitas = 1,1
Harga faktor keamanan yang dibutuhkan (FOSbutuh) dihitung dengan persamaan
(2.7.1)
FOSbutuh = 1,1 x 1,2 x 1 x 1 x 1,1
= 1,4
2.7 Material
2.7.1. Properti Material
Properti Material yang harus diketahui untuk pengujian adalah:
a. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas merupakan perbandingan antara tegangan dan
regangan, dituliskan.
ε τ =
E
Keterangan :
E = Modulus Elastisitas
τ = Tegangan
=
28
b. Modulus geser
Modulus geser merupakan perbandingan antara tegangan geser dan
regangan geser. Modulus geser G dirumuskan dengan:
G =
γ τ
Keterangan :
G = Modulus geser
τ = tegangan geser
γ = regangan geser
c. Densitas massa
Densitas massa suatu material adalah banyaknya massa dalam satuan
volume, dihitung dengan menggunakan rumus:
v m
= ρ
Keterangan :
ρ = Densitas
m = Massa
v = Volume
d. Perbandingan Poisson
Perbandingan poison v adalah perbandingan antara regangan lateral
29
aksial regangan
lateral regangan
=
v
Gambar 2.19 Penyusutan dan Pemuaian Lateral karena Efek Poisson (Popov, 1996)
e. Kekuatan tarik
Kekuatan tarik adalah tegangan tarik maksimum yang dapat ditahan
suatu bahan sampai bahan tersebut putus.
f. Kekuatan luluh
Kekuatan luluh adalah besarnya tegangan tarik ketika bahan mulai
mengalami deformasi plastis.
g. Kekuatan lelah
Kekuatan lelah adalah kemampuan bahan untuk menerima sejumlah
30
2.7.2. Baja lunak (MS)
Berdasarkan kandungan karbonnya, baja dapat dikelompokan menjadi 3 :
• baja karbon rendah (0,05%-0,3%)
• baja karbon menengah (0,3%-0,5%)
• baja karbon tinggi (0,5%-1,7%)
Baja lunak mengandung 0,16 % - 0,29 % karbon (Labertus Andrianto,
2007), termasuk dalam jenis baja karbon rendah. Baja lunak sering digunakan
untuk baja konstruksi karena sifat mampu mesin, mampu bentuk, dan mempu las
yang baik. Pembuatan swing arm melibatkan proses pengerjaan mesin,
pembentukan, dan pengelasan sehingga, baja MS dipilih sebagai bahan konstruksi
swing arm.
Baja lunak memiliki Modulus elastisitas 210 GPa, modulus geser 76 GPa,
densitas 7707 kg/m3 (Arcie Higdon d.k.k, 1976). Nilai tegangan luluh 440 MPa
dan tegangan tarik 506 MPa (Labertus Andrianto, 2007). Nilai perbandingan
poisson 0,303 (Lingaiah, 2003). Properti mekanis baja MS material swing arm
supaya lebih jelas disajikan dalam tabel 3.1. Kekuatan lelah baja lunak disajikan
dalam tabel 2.1 dan diperlihatkan dalam kurva SN gambar 2.20.
Tabel 2.1 Properti Mekanis Material Swing Arm
Nama properti nilai satuan
Modulus elastisitas 2.10E+11 N/m2
Perbandingan Poisson 0.303
Modulus geser 7.6E+10 N/m2
Densitas 7707 kg/m3
Kekuatan tarik 5.06E+08 N/m2
31
Tabel 2.2 Uji Kelelahan Baja Karbon Rendah Hasil Fabrikasi (William, 2007)
No D (mm) W (kg) σ (kg/mm2) N (jumlah siklus)
1 7,95 19 38,54 12.480
2 8,1 17 32,59 33.880
3 7,95 15 30,42 52.160
4 8 14 27,86 168.853
5 7,9 13 26,87 221.723
6 8 12 23,88 322.900
7 7,9 11 22,74 421.664
8 7,9 10,85 22,42 872.941
9 8 10,75 21,39 1.382.532
10 7,9 10,5 21,29 2.216.477
Gambar 2.20 Kurva S-N untuk Baja Karbon Rendah Hasil Fabrikasi
2.8 Fungsi Swing Arm
Mengetahui fungsi benda yang akan dianalisa akan mempermudah kita
untuk menentukan kondisi batas, jenis pembebanan, dan jenis analisa yang
32
Swing arm berfungsi untuk menjaga posisi sumbu roda belakang (Z)
tegak-lurus terhadap sumbu longitudinal bodi motor (X). Swing arm hanya
bergerak rotasi pada sumbu Z serta gerakan translasi relative terhadap bodi motor
hanya ke arah sumbu X dan Y, jika terjadi pembebanan. Swing arm menjadi
tempat pemasangan roda belakang dan shock absorber. Gaya-gaya yang bekerja
pada roda diteruskan ke bodi motor dan sebaliknya gaya-gaya yang bekerja pada
bodi motor diteruskan ke roda karena adanya swing arm..Beberapa asesori lain
seperti tutup rantai, karet rantai, dan stopper standar juga terpasang pada swing
arm .
Y
Gambar 2.21 Swing Arm Bebas Bergerak Rotasi pada Sumbu Z
Z
BAB IV
HASIL PENGUJIAN
Bab ini berisikan hasil pengujian yang disajikan dalam bentuk gambar dan tabel. Setiap gambar dan tabel akan disertai penjelasan.
Mesh dibuat dengan ukuran paling halus. Kualitas mesh yang digunakan dalam semua pengujian pada bab ini adalah kualitas terbaik sesuai kemampuan komputer, tujuannya untuk mengetahui karakteristik swing arm seakurat mungkin.
Gambar 4.1 Mesh dengan Elemen Size 3,25 mm
4.1 Hasil Pengujian Statik
4.1.1 Pengujian Statik dengan Pembebanan Gaya Vertikal
Gambar 4.1.1 Penyebaran Tegangan Von Mises pada Pengujian Statik dengan Pembebanan Gaya Vertikal; nilai maksimal terjadi pada Flens Shock
47
Gambar 4.1.2 Penyebaran FOS pada Pengujian Statik dengan Pembebanan Gaya Vertikal; FOS pada elemen berwarna merah bernilai kurang dari 5
4.1.2 Pengujian Statik dengan Pembebanan dari Gaya Percepatan
48
Pembebanan dari Gaya Percepatan; nilai maksimum terjadi pada lobang as roda
Gambar 4.1.4 Penyebaran FOS pada Pengujian Statik dengan Pembebanan dari Gaya Percepatan; nilai terrendahnya adalah 2,043 terjadi elemen yang ditunjukan dalam gambar
4.1.3 Pengujian Statik dengan Pembebanan dari Gaya Perlambatan
49
Gambar 4.1.6 Penyebaran FOS pada Pengujian Statik dengan Pembebanan dari Gaya Perlambatan
4.1.4 Pengujian Statik dengan Pembebanan dari Gaya Lateral
Gambar 4.1.7 Penyebaran Tegangan Von Mises pada Pengujian Statik dengan Pembebanan dari Gaya Lateral; nilai tertinggi (ditunjukan dengan
50
Gambar 4.1.8 Penyebaran FOS pada Pengujian Statik dengan Pembebanan dari Gaya Lateral; elemen berwarna merah bernilai di bawah 5
1.12E+08
2.10E+08
1.62E+08
1.60E+09
0.00E+00 2.00E+08 4.00E+08 6.00E+08 8.00E+08 1.00E+09 1.20E+09 1.40E+09 1.60E+09 1.80E+09
Vertical Percepatan Perlambatan Lateral
Jenis Pembebanan
T
eg
an
g
an
V
o
n
M
ises
(
N
/m
2)
Tegangan luluh
51
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Static
Jenis pembebanan Tegangan Von Mises
(N/m2) FOS
Vertical 1.12482e+008 3.9
Horizontal (percepatan) 2.09831e+008 2.1
Horizontal (perlambatan) 1.62419e+008 2.7
Lateral 1.60187e+009 0.27
Tegangan Maksimal Von Mises terjadi paling besar pada pembebanan lateral yaitu 1.60187e+009 N/m2 , sedangkan batas luluh material adalah 4,40e+08N/m2. Tegangan von Mises pada pembebanan lateral telah melampaui batas luluhnya.
3.9
2.1
2.7
0.27
0 1.4 2.8 4.2
Vertical Percepatan Perlambatan Lateral
Jenis Pembebanan
FO
S
Gambar 4.1.10 Grafik Perbandingan FOS
52
dibutuhkan yaitu 1,4. FOS pada pengujian beban lateral nilainya paling kecil. Konstruksi akan rawan terhadap jenis pembanan lateral. Beban lateral sampai seekstrim dalam pengujian sangat jarang terjadi, sehingga FOS = 0.74 pada pembebanan lateral dinilai tidak menjadi masalah untuk ukuran sepeda motor pada umumnya.
4.2 Hasil Pengujian Frekuensi
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Frekuensi
Mode shape Jenis pembebanan Frekuensi natural (Hz)
1 702.75
2 815.48
3 884.03
4 1063.5
5 beban vertical 1636.4 702.75 815.48 884.03 1063.5 1636.4 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800
1 2 3 4 5
53
Gambar 4.2.1 Grafik Perbandingan Frekuensi Natural pada beberapa mode shape
Konstruksi swing arm dikhawatirkan akan mengalami resonansi ketika menerima beban dinamis dari putaran mesin. Frekuensi natural terendah swing arm diperlihatkan di gambar 4.2.1 adalah 702,75 Hz. Arah deformasinya ditunjukan di gambar 4.2.2. Resonansi akan terjadi ketika putaran mesin mencapai 702,75 Hz setara dengan (729,46 x 60) RPM = 43767,6 RPM atau kelipatannya.
Gambar 4.2.2 Deformasi pada Mode Shape 1
4.3 Hasil Pengujian Fatik
Tabel 4.3: Hasil Pengujian Lelah
Jenis pembebanan Jumlah siklus aman FOS
54
Berdasarkan data kekuatan lelah yang diperoleh, desain swing arm masih aman dari kemungkinan patah lelah sampai 2,219 x 106 siklus pembebanan. FOS terendah konstruksi adalah 3,137 , siklus amannya berada jauh di atas 2,219x106.
Gambar 4.3.1 Life Plot Hasil Pengujian Fatik
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
1. Faktor keamanan pada pengujian statik untuk pembebanan vertikal dan horisontal sudah memenuhi nilai yang dibutuhkan yaitu di atas 1,4.
2. Faktor keamanan pada pembebanan lateral adalah 0,27. Nilai ini berada di bawah angka keamanan yang dibutuhkan.
3. Frekuensi pribadi terendah konstruksi swing arm adalah 702,75 Hz. Kemungkinan terjadi resonansi sangat kecil.
4. Swing arm aman terhadap pembebanan berulang sampai 2.216.480 siklus, masih mempunyai faktor keamanan 3,1
5.2 Saran
1. Konstruksi swing arm sangat rawan terhadap pembebanan lateral, maka sepeda motor harus digunakakan dengan cara berkendara yang benar.
2. Faktor keamanan pada pepmbebanan lateral dapat diperbesar dengan menambah ketebalan dan lebar swing arm pipe dan lebar
3. Data mengenai kekuatan lelah material harus diperoleh secara lengkap dari pengujian spesimen, sehingga usia konstruksi dapat diperkirakan.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, Labertus., 2007, Tugas Akhir : Sifat Fisis dan Mekanis Material Swing Arm Sepeda Motor, Teknik Mesin USD.
David .G, U., 1997, The Mechanical Design Proces, edisi kedua, The McGraw-Hill., New York
Ferdinand, P.B., 2002, The Mechanic’s of Materials, McGraw-Hill, New York Lingaiah, K., 2003, Machine Design Databook.,edisi kedua.,McGraw-Hill, New
York
Popov, E.P., 1996., Mekanika Teknik, Edisi Kedua, , Penerbit Erlangga, Jakarta Reimpell, J;Helmut S., 1996, The Automotive Chassis, Edisi Ketiga, Arnold.,
London
Shigley, J E; Mitchel, L. P., 1986, Perencanaan Teknik Mesin, jilid I, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta
Surdia, T., 1999, Pengetahuan Bahan Teknik, cetakan keempat, P.T. Pradnya Paramita, Jakarta
Wiliam., 2007, Tugas Akhir : Pengaruh Normalisasi dan Quenching Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Baja Karbon Rendah, Teknik Mesin USD.
Gambar 1. Deformasi pada Mode Shape 2
Gambar 3. Deformasi pada Mode Shape 4
Gambar 5. Mengukur reaksi pada roda depan
Gambar 7. Mengukur sudut pemasangan shockbraker
Gambar 9. Produk PT. MAK Sepeda Motor 125 cc