KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN
SANTA THERESIA PAROKI HATI KUDUS YESUS PALASARI JEMBRANA BALI MELALUI KATEKESE
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Christianus Aditya Kurniawan NIM: 071124037
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orangtua, kakak, adik, sahabat, yang telah
memberi dukungan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
v
“Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil”
vi
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat
karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan
daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Juli 2012
Penulis,
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Christianus Aditya Kurniawan
NIM : 071124037
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul UPAYA
UNTUK MENINGKATKAN KEHARMONISAN KELUARGA-KELUARGA
KRISTIANI DI LINGKUNGAN SANTA THERESIA PAROKI HATI KUDUS YESUS PALASARI JEMBRANA BALI MELALUI KATEKESE
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian penulis memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan
secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada penulis, selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 19 Juli 2012
Yang menyatakan,
viii
Judul skripsi UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEHARMONISAN KELUARGA-KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN SANTA THERESIA PAROKI HATI KUDUS YESUS PALASARI JEMBRANA BALI MELALUI KATEKESEdipilih berdasarkan kenyataan bahwa keharmonisan keluarga perlu ditingkatkan secara terus menerus. Penulis melihat adanya permasalahan-permasalahan seperti pembagian waris keluarga, pertengkaran antar anggota keluarga yang disebabkan permasalahan kecil maupun besar, sikap egois, kesulitan dalam perekonomian dan lain-lain yang menjadi penghambat terwujudnya keharmonisan keluarga.
Persoalan pokok skripsi ini adalah bagaimana keluarga-keluarga Kristiani dapat meningkatkan keharmonisan hidup berkeluarga. Keharmonisan keluarga Kristiani merupakan suatu kesatuan antar anggota keluarga yang didasari oleh cinta kasih dan memiliki martabat yang sama satu sama lain dalam perwujudan sikap konkrit nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hidup berkeluarga. Oleh sebab itu keluarga Kristiani diharapkan memahami serta menghayati keharmonisan keluarga menurut ajaran Gereja. Untuk itu dokumen Gereja seperti Gaudium et Spes dan Familiaris Consortio diyakini dapat menjadi inspirasi bagi keluarga Kristiani dalam mewujudkan keharmonisan keluarga Kristiani. Maka dari itu keadaan faktual yang dialami keluarga Kristiani di Lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali perlu dipahami melalui penelitian untuk dapat mengetahui sejauh mana terwujudnya keharmonisan keluarga Kristiani, faktor-faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat terwujudnya keharmonisan keluarga Kristiani serta menemukan model katekese yang dapat membantu keluarga Kristiani dalam mewujudkan keharmonisan keluarga.
ix
The thesis entitles “THE EFFORT TO INCREASING CHRISTIAN FAMILIY’S HARMONY IN SANTA THERESIA DISTRICT IN JESUS SACRED HEART PARISH TROUGH CATECHESIS”is chosen based on the fact that the harmony of family needs to be developed continuously. The writer discovers some problems such as problem in the division of family inheritance, violence in the family, egoism attitude, economic problem, etc. which hinder the harmony of the family.
Main problem of this thesis is how Christian families can increase the harmony of their family’s life. Harmony of Christian families itself is the unity between the members of the family which based on the same loving affection and value in realizing concrete attitude of the values of the Kingdom of God in family life. Because of that problem, Christian families are expected to understand and experience the harmony of family according to the Church’s teaching. Moreover, church documents such as
Gaudium et Spes and Familiaris Consortio are believed can be used as the inspiration for Christian families to create harmony in their family. Factual situation experienced by Christian families in the area of the Santa Theresia District In Jesus Sacred Heart Parish Palasari Jembrana Bali however needs to be understood through study to find out how far they have realized the harmony of Christian families, what factors can support or hinder the realization of the harmony of Christian families and find out type of catechesis which can help them to realize the harmony of Christian families.
x
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab karena kasih-Nyalah
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul UPAYA UNTUK
MENINGKATKAN KEHARMONISAN KELUARGA - KELUARGA
KRISTIANI DI LINGKUNGAN SANTA THERESIA PAROKI HATI KUDUS YESUS PALASARI JEMBRANA BALI MELALUI KATEKESE.
Skripsi ini lahir dari pengalaman yang penulis saksikan dan amati sebagai umat
di Lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali.
Pelbagai macam faktor terjadi dalam keluarga dan mempengaruhi terwujud atau
tidaknya suatu keharmonisan dalam keluarga. Anggota keluarga Kristiani di lingkungan
Santa Theresia paroki Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali juga mengalami
faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga sepertipermasalahan dalam pembagian waris keluarga, pertengkaran antar anggota keluarga yang disebabkan permasalahan kecil maupun besar, sikap egois, masalah dalam perekonomian dan lain-lain. Keharmonisan keluarga Kristiani sungguh merupakan tanggung jawab anggota keluarga. Skripsi ini
merupakan sumbangan pemikiran kepada anggota keluarga Kristiani agar dapat
semakin menghayati pentingnya meningkatkan keharmonisan secara terus menerus
dalam hidup berkeluarga.
Selama proses penulisan dan penyusunan karya tulis ini, penulis merasakan
xi
yang memberikan dukungan dalam seluruh proses penyelesaian skripsi ini.
2. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku dosen pembimbing utama yang
selalu mendampingi, membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. FX. Dapiyanta., SFK, MPd selaku dosen penguji sekaligus Dosen Pembimbing
Akademik yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J. selaku dosen penguji yang telah berkenan
mendampingi dan memberikan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
5. Segenap staf dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata
Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan dorongan kepada penulis.
6. Keluarga tercinta: bapak, ibu, kakak, adik yang selalu mendoakan dan memberikan
dorongan bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.
7. Staf perpustakaan Kolose St. Ignatius Kotabaru dan perpustakaan Prodi IPPAK
yang telah begitu bermurah hati mengizinkan penulis menggunakan berbagai buku
yang sangat penulis perlukan dalam penulisan skripsi ini sampai selesai.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang dengan tulus hati
xii
penulis terbuka akan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi
ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terkhusus anggota
keluarga Kristiani lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari
Jembrana Bali dalam upaya untuk meningkatkan keharmonisan keluarga Kristiani.
Yogyakarta, 19 Juli 2012
Penulis,
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……… vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN……… xix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan Masalah ... 10
C. Rumusan Masalah... 10
D. Tujuan Penulisan... 10
E. Manfaat Penulisan... 11
F. Metode Penulisan... 11
G. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II. KEHARMONISAN KELUARGA KRISTIANI MENURUT DOKUMEN-DOKUMEN GEREJA………... 14
A. Keharmonisan Keluarga Kristiani... 15
1. Pengertian Keharmonisan ... 15
2. Pengertian Keluarga ... 16
3. Tipe Keluarga... 16
xiv
a. Pendidikan... 17
b. Meningkatkan Kepedulian pada Sesama ... 17
c. Memberikan Rasa Aman pada Anggota Keluarga... 18
d. Menciptakan Suasana Gembira... 18
e. Memiliki Keyakinan pada Allah ... 19
f. Mengorganisaasi Ekonomi Keluarga ... 20
g. Menjaga Suasana Harmonis... 20
h. Meneruskan Keturunan ... 21
i. Mengutamakan Kasih Sayang... 21
5. Keluarga Kristiani ... 22
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga Kristiani... 24
a. Faktor-Faktor yang Mendukung Keharmonisan Keluarga Kristiani... 25
1) Komunikasi ... 25
2) Ekonomi ... 26
3) Keturunan... 27
b. Faktor-Faktor yang Menghambat Keharmonisan Keluarga Kristiani ... 29
1) Perkawinan Tidak Sah ... 29
2) Kesulitan Ekonomi... 29
3) Kesulitan dalam Hal Relasi sebagai Suami Istri ... 30
4) Masalah Kondisi Anak... 31
5) Kesulitan Relasi dengan Umat atau Masyarakat... 32
6) Kesulitan dalam Membangun Relasi dengan Tuhan.. 32
B. Pandangan Gereja Mengenai Keharmonisan Keluarga Kristiani . 33 1. Keharmonisan Keluarga Kristiani menurutGaudium et Spes. 34 2. Keharmonisan Keluarga Kristiani menurut Familiaris Consortio... 38
xv
BAB III. KEHARMONISAN KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN SANTA THERESIA PAROKI HATI
KUDUS YESUS PALASARI JEMBRANA BALI... 46
A. Paroki Hati Kudus Yesus Palasari ... 47
1. Sejarah Paroki Palasari dan Perkembangannya ... 47
a. Asal Mula... 47
1) Tahun 1938 – 1940: Merintis Jalan Menuju Tanah Terjanji... 48
2) Tahun 1940 – 1942: Membangun Pemukiman... 49
3) Tahun 1942 – 1946: Masa Suram ... 51
4) Tahun 1946 – 1951: Exodus, Membangun Palasari yang Baru ... 52
2. Situasi Umat Paroki Hati Kudus Yesus Palasari... 53
3. Gambaran Umum Lingkungan Santa Theresia... 57
a. Letak dan Batas-Batas Geografis Lingkungan Santa Theresia ... 58
b. Kegiatan Umat Lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari... 58
c. Situasi Sosial Kemasyarakatan Umat Lingkungan Santa Theresia ... 60
d. Situasi Ekonomi Umat Lingkungan Santa Theresia ... 61
e. Situasi Kehidupan Keluarga Kristiani Lingkungan Santa Theresia ... 61
B. Penelitian Tentang Keharmonisan Keluarga Kristiani di Lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari . 64 1. Latar Belakang Penelitian... 64
2. Tujuan Penelitian... 66
3. Jenis Penelitian ... 67
4. Responden Penelitian ... 67
5. Tempat dan Waktu Pelaksanaan... 68
6. Variabel Penelitian ... 69
7. Instrumen Pengumpulan Data ... 70
xvi
a. Laporan Penelitian Kuesioner Tertutup... 71
1) Identitas Responden... 72
2) Keharmonisan Keluarga Kristiani di Lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali ... 73
3) Faktor Pendukung dan Penghambat Terwujudnya Keharmonisan Keluarga Kristiani di Lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari ... 75
a) Orang Tua ... 75
b) Anak ... 77
c) Orang Tua dan Anak ... 79
4) Model Pembinaan Katekese yang Diharapkan... 83
b. Pembahasan Hasil Penelitian Kuesioner Tertutup... 84
1) Identitas Responden... 84
2) Keharmonisan Keluarga Kristiani di Lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali ... 85
3) Faktor Pendukung dan Penghambat Terwujudnya Keharmonisan Keluarga Kristiani di Lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali ... 87
a) Orang Tua ... 87
b) Anak ... 91
c) Oran Tua dan Anak... 94
4) Model Pembinaan Katekese yang Diharapkan... 98
c. Laporan dan Pembahasan Kusioner Terbuka ... 99
1) Keharmonisan Keluarga Kristiani di Lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali ... 99
2) Faktor Pendukung dan Penghambat Terwujudnya Keharmonisan Keluarga Kristiani ... 102
3) Model Pembinaan Katekese yang diharapkan... 104
xvii
BAB IV. SHARED CHRISTIAN PRAXIS(SCP) SEBAGAI MODEL KATEKESE UNTUK MENINGKATKAN
KEHARMONISAN KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN SANTA THERESIA PAROKI
HATI KUDUS YESUS PALASARI JEMBRANA BALI... 109
A. Katekese ModelShared Christian PraxisSebagai Salah Satu Bentuk Pendampingan Iman dalam Meningkatkan Keharmonisan Keluarga Kristiani ... 110
1. Komponen SCP... 111
a. Shared... 111
b. Christian... 112
c. Praxis... 112
2. Tujuan Katekese Model SCP... 113
3. Langkah-Langkah Katekese Model SCP ... 114
a. Langkah 0: Pemusatan Aktivitas... 114
b. Langkah I (pertama) : Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual... 114
c. Langkah II (kedua) : Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual ... 114
d. Langkah III (ketiga) : Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau... 115
e. Langkah IV (keempat): Interpretasi/Tafsir Dialektis Antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Visi dan Tradisi Peserta.. 115
f. Langkah V (kelima): Keterlibatan Baru demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia Ini ... 116
B. Usulan Program Katekese Model SCP bagi Anggota Keluarga Kristiani di Lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari... 116
1. Latar Belakang... 117
2. Alasan Diadakannya Program Kegiatan Katekese Model SCP ... 119
3. Tema dan Tujuan Program Kegiatan Pendampingan ... 120
xviii
D. Penjabaran Program... 123
E. Contoh Persiapan Katekese Model SCP Bagi Anggota Keluarga Kristiani dalam Upaya Mewujudkan Keharmonisan Keluarga Kristiani di Lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari ... 125
1. Identitas Pertemuan... 125
2. Pemikiran Dasar... 126
3. Pengembangan Langkah-Langkah... 128
BAB V. PENUTUP... 141
A. Kesimpulan... 141
B. Saran ... 142
DAFTAR PUSTAKA ... 143
LAMPIRAN... 145
Lampiran 1: Surat Penelitian kepada Ketua Lingkungan Santa Theresia... (1)
Lampiran 2: Surat Penelitian kepada Pastor Paroki Hati Kudus Yesus Palasari ... (2)
Lampiran 3: Surat Pernyataan Penelitian kepada Dosen Pembimbing Skripsi ... (3)
Lampiran 4: Kuesioner untuk Anggota Keluarga Kristiani... (4)
xix
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru:dengan Pengantar dan Catatan Singkat (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV).
Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 7-8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
GS :Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja dalam Dunia Modern, 7 Desember 1965.
CT : Catechesi Tradendae (Penyelenggaraan Katekese), Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, klerus, dan segenap
umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Keluarga Kristiani, 22 November 1981.
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.
C. Singkatan Lain
OMK : Orang Muda Katolik.
xx Art : Artikel.
Hal : Halaman.
Ha : Hekto Are.
HKY : Hati Kudus Yesus.
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia.
KK : Kepala Keluarga.
LCD :Liquid Crystal Display.
OSF : Ordo Santo Fransiskus Asisi.
PKK : Pendampingan Keluarga Kecil.
PNS : Pegawai Negeri Sipil.
Pr. : Praja.
SVD :Societas Verby Divini(Serikat Sabda Allah). SCP :Shared Christian Praxis.
St. : Santa.
TV : Televisi.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya, seluruh anggota keluarga mengharapkan agar keluarga
mereka menjadi baik, dewasa, kokoh dan harmonis. Pelbagai macam
permasalahan dapat menimpa setiap keluarga dan selanjutnya bagaimana anggota
keluarga dapat menanggapi serta mengatasi permasalahan tersebut. Kedewasaan
dan sikap setiap anggota keluarga sangat mempengaruhi terwujudnya
keharmonisan. Seiring dengan perkembangan zaman, berkembang pula cara
berpikir manusia dalam menanggapi suatu permasalahan. Perkembangan
kehidupan iman setiap anggota keluarga dapat dibangun melalui refleksi mereka
atas pengalaman-pengalaman hidup mereka di zaman modern ini.
Gereja juga telah menyadari bahwa perkembangan iman dalam hidup
anggota keluarga Kristiani pada zaman modern ini semakin mendapat banyak
tantangan seperti halnya jemaat yang mengeluh: “tidak mudah menemukan makna
iman di dalam pergulatan hidup, tidak mudah menemukan Allah di dalam hidup
sehari-hari”. Mereka juga menyatakan tidak mudah mendialogkan pengalaman
hidup sehari-hari dengan makna Kitab Suci atau pesan Tradisi Gereja. Apalagi
pada saat sekarang, di tengah-tengah zaman yang ditandai oleh sekularisasi dan
globalisasi, berkembangnya paham indiferentisme dan materialisme,
bertambahnya jumlah orang miskin dan menganggur, dan masih diperparah oleh
Orang bertanya-tanya bagaimana menemukan yang Ilahi di tengah-tengah
kesulitan, di tengah-tengah kenyataaan hidup yang pahit dan di tengah dunia yang
sedang “sakit“ atau kenyataan dunia yang bersifat anti terhadap nilai-nilai Injil.
Dirasakan bahwa “bahasa” iman tidak memberikan jawaban yang mudah. Bahasa
iman tidak bersifat spontan dan dirasa tidak familiar dengan kenyataan hidup
jemaat. Istilah mereka, bahasa iman terlalu teologis (Heryatno Wono Wulung,
2010: 61).
Berawal dari keprihatinan beberapa keluarga di lingkungan Santa Theresia
Paroki Hati Kudus Yesus Palasari, Jembrana, Bali yang sedang dilanda suatu
masalah dalam keluarga, penulis terdorong mengadakan penelitian secara
sederhana untuk memahami masalah apa saja yang dihadapi oleh kebanyakan
keluarga saat ini, baik dalam keluarga kecil maupun keluarga besar. Ternyata,
pelbagai permasalahan tersebut sangat mempengaruhi terwujud atau tidaknya
suatu keharmonisan dalam suatu keluarga. Kondisi semacam ini memberikan
dampak pada tingkat kedewasaan anggota keluarga dalam mengambil suatu
keputusan. Hal semacam itu dapat terjadi dikarenakan salah satu pihak dalam
anggota keluarga lebih mengutamakan kepentingan pribadinya daripada
kepentingan bersama.
Beberapa permasalahan yang dapat penulis lihat, misalnya; ketika dalam
pembagian waris keluarga. Di dalam masalah pembagian waris keluarga anggota
keluarga menantikan seberapa besar bagian yang akan didapat, walaupun perasaan
tersebut tidak diungkapkan, tetapi perasaan seperti itu tentunya akan mucul dalam
pembagian harta waris, permasalahan tersebut mengakibatkan rusaknya suasana
harmonis antara pihak yang berselisih paham. Lebih parahnya lagi dapat
mengakibatkan pihak yang saling berselisih paham dan saling berebut harta waris
memilih untuk memutus hubungan persaudaraan yang sebelumnya terjalin dengan
baik. Permasalahan seperti ini biasanya dapat kita temui dalam keluarga besar,
yang terdiri dari beberapa keluarga inti.
Pada bagian ini kita dapat melihat permasalahan yang dapat mengganggu
keharmonisan keluarga kecil yang telah penulis temukan sebelumnya di dalam
pengalaman hidup, seperti contoh suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan
anak yang tinggal dalam satu atap mengalami perselisihan atau pertengkaran, baik
itu dikarenakan permasalahan kecil maupun besar. Ketika si anak dalam masa
puber (beranjak dewasa), kebanyakan si anak menginginkan tingkat kebebasan
yang lebih besar, yang diharapkan didapatkan dari orang tuanya. Si anak akan
semakin tertarik untuk mencoba apa yang ingin ia lakukan dalam hidupnya.
Ketika keinginan anak bertentangan dengan keinginan orang tuanya, orang tua si
anak akan berusaha melarang dan menegur anak tersebut agar tidak melakukan
hal itu lagi. Tak jarang kedua orang tua bersikap berlebihan dalam mengatasi
permasalahan tersebut, sebut saja dengan melakukan tindakan fisik kepada anak
seperi memukul, menampar, mencubit, dan lain-lain, dengan maksud memberi
pelajaran kepada si anak. Tetapi apa yang terjadi setelah itu, si anak akan merasa
kecewa dan tidak terima dengan perlakuan orang tua sehingga muncul sikap
Manuskrip yang berjudul “Katekese demi Pembangunan Komunitas Umat
Beriman” menjelaskan persoalan-persoalan hidup yang dialami oleh umat
Kristiani. Diuraikan persoalan-persoalan yang dihadapi umat Kristiani antara lain:
sekularisasi, ateisme praktis dan sikap acuh tak acuh, penghayatan iman yang
terlalu bercorak individualistis dan piestetis, jarak yang begitu jauh antara bahasa
pergulatan hidup sehari-hari dengan bahasa iman. Di samping itu, masih ada
berbagai macam tindakan kekerasan dan kriminalitas, direndahkannya martabat
hidup manusia lebih-lebih para kaum perempuan, praktek-praktek ketidakadilan,
penindasan dan pemiskinan, pengangguran, pengrusakan lingkungan hidup, dll.
Maka dari itu, katekese yang menekankan dialog keselamatan, yang meneguhkan
identitas kekatolikan, yang membantu jemaat makin mengenali, mengasihi dan
mengikuti Yesus Kristus, dan yang membantu umat menghubungkan kutub
persoalan aktual dengan kutub harta kekayaan iman Kristiani, serta yang
mendorong umat memberi kesaksian hidup dan mengambil bagian secara aktif di
dalam pembangunan hidup bermasyarakat, sungguh pantas diusahakan untuk
dilaksanakan. Katekese diharapkan secara jelas menyatukan dua kutub, yaitu
kenyataan hidup sehari-hari dan harta kekayaan iman Kristiani (Heryatno Wono
Wulung, 2010: 2-3).
Di samping permasalahan tersebut, tentunya ada pula segi-segi positif dan
hal-hal yang patut untuk dibanggakan dari keluarga-keluarga Kristiani di
lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari, contoh; setiap Rabu
malam, kelompok basis di masing-masing lingkungan yang ada di Paroki Hati
lingkungan St. Elisabeth mengadakan kegiatan rutin bersama yaitu doa Rosario,
dan juga pada saat bulan APP diadakan doa pendalaman iman umat. Kegiatan
bersama ini telah menjadi suatu kebiasaan dan kewajiban bagi keluarga untuk
mengikutinya. Seandainya salah satu anggota keluarga berhalangan hadir, maka
dipastikan anggota keluarga yang lain berusaha meluangkan waktu mereka untuk
mengikuti kegiatan doa bersama tersebut. Melalui kegiatan tersebut umat
diharapkan dapat semakin menghayati iman akan Yesus Kristus di dalam hidup
mereka bersama. Mengenai hal ini telah diungkapkan oleh Yohanes Paulus II
dalamFamiliaris Consortiosebagai berikut:
Keluarga Katolik dipanggil untuk secara aktif dan bertanggung jawab ikut serta menjalankan perutusan Gereja dengan cara yang asli dan istimewa, dengan membawakan diri – dalam kenyataan maupun kegiatannya – sebagai “persekutuan mesra kehidupan dan cintakasih”, dalam pengabdian kepada Gereja dan masyarakat (FC. art. 50).
Kebersamaan dan kesatuan antar keluarga satu dengan yang lainnya juga
terlihat ketika lingkungan St. Theresia mendapatkan tugas untuk membersihkan
dan menghias Gereja setiap minggu ke II. Melalui berbagai macam bentuk
kegiatan umat di lingkungan St. Theresia dapat terlihat dengan jelas suasana
kebersamaan antar keluarga telah terjalin dengan sangat baik. Umat di lingkungan
St. Theresia ini bukan merupakan suatu komunitas yang terbentuk oleh karena
ketentuan suatu organisasi, melainkan komunitas yang terbentuk oleh karena
suatu kesadaran dari masing-masing pribadi untuk dapat hidup saling
membutuhkan dan menjalin kebersamaan satu sama lain. Kegiatan-kegiatan
bersama yang dilakukan oleh umat di lingkungan St. Theresia sangat berperan
Perkembangan iman diawali ketika kita lahir dan dididik dalam suatu keluarga
yang memiliki rasa religius yang kuat atau tidak, seperti yang dipaparkan melalui
Familiaris Consortio, yaitu:
Keluarga-keluarga Katolik dapat melaksanakan itu melalui kegiatan mereka mendidik,-maksudnya: dengan menyajikan kepada anak-anak mereka suatu pola hidup berdasarkan nilai-nilai kebenaran, kebebasan, keadilan dan cintakasih,- baik dengan melibatkan diri secara aktif dan bertanggung jawab dalam pengembangan otentik manusiawi masyarakat luas beserta lembaga-lembaganya, maupun dengan mendukung melalui pelbagai cara perserikatan-perserikatan, yang secara khas menanggapi masalah-masalah internasional (FC. art 48).
Maka dapat disimpulkan, di samping adanya suatu keprihatinan atau
masalah-masalah tentunya ada pula hal-hal positif yang juga patut untuk ditinjau
dan diperkembangkan yang membuat mereka tetap setia dan tekun menghayati
imannya. Mereka berusaha mencari dan menemukan makna hidup serta
menanggapi panggilan mereka sebagai orang Katolik yaitu menjadi
murid-murid-Nya. Menjadi murid Yesus berarti setia mengikuti Yesus bagaimana pun
keadaannya. Di tengah-tengah kesibukan dan pergulatan hidupnya umat saling
bertemu dan berdialog. Melalui dialog mereka dapat saling meneguhkan,
mendidik dan memperkembangkan. Mereka menyadari dan menghayati persatuan
serta keterhubungan mereka. Mereka saling belajar (beriman) dari kenyataan
hidup dan dari partisipasi mereka di dalam kehidupan menggereja dan
masyarakat. Umat sadar bahwa sikap iman menjadi kata kunci untuk menemukan
makna dari pergulatan hidup mereka. Di dalam keadaan berat sekalipun iman
tetap memberi mereka makna, ilham dan pengharapan bahwa nilai-nilai injili
jemaat merupakan tempat pokok bagi mereka untuk saling memperkembangkan
iman, moral dan integritas pribadi (Heryatno Wono Wulung, 2010: 61-62).
Di dalam tulisan berikut ini akan dipaparkan mengenai usaha-usaha yang
dilakukan umat Kristiani dalam hidup keluarga untuk semakin menemukan serta
mengembangkan iman keluarga-keluarga Kristiani secara nyata di tengah-tengah
kehidupan masyarakat zaman sekarang.
Keluarga sebagai persekutuan pendidikan yang fundamental merupakan
tempat pertama dan paling istimewa untuk mewariskan nilai-nilai agama dan
budaya yang membantu manusia memperoleh identitasnya sendiri. Keluarga
didirikan atas dasar cinta kasih dan terbuka bagi anugerah kehidupan. Keluarga
juga merupakan masa depan bagi masyarakat; dan tugasnya yang paling khusus
ialah secara efektif memberikan sumbangan kepada masyarakat untuk masa depan
yang penuh dengan kedamaian (Amanat Sri Paus Yohanes Paulus II prihal
Kedamaian, Perdamaian dan Keluarga th 1994: 9).
Lingkungan keluarga Kristiani merupakan tempat pewartaan sekaligus
tempat penghayatan hidup yang bergantung kepada Allah, seperti yang telah
dijelaskan pada Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio, sebagai berikut:
Permasalahan yang terjadi dalam keluarga kerapkali menganggu hubungan
keharmonisan antar anggota keluarga. Keharmonisan keluarga Kristiani maupun
non Kristiani sangat diharapkan oleh setiap keluarga. Jika keharmonisan telah
terwujud, keluarga dapat mengusahakan upaya mereka selanjutnya dalam
mewujudkan rencana-rencana lainnya yang ingin mereka wujudkan dalam
keluarga. Hal tersebut memerlukan sikap saling memahami antar anggota
keluarga serta kedewasaan dalam sikap maupun kedewasaan dalam iman.
Kedewasaan dalam iman juga dibutuhkan dalam perjalanan hidup sebagai
manusia yang selalu dihadapkan pada kenyataan duniawi. Orang beriman diajak
untuk memiliki keterarahan hidup. Tanpa adanya komitmen atau tujuan seperti itu
seseorang akan mudah terombang-ambingkan oleh berbagai macam tawaran dan
pilihan hidup yang hadir di hadapannya. Pada zaman sekarang, manusia harus
menentukan arah hidup untuk kelangsungan hidup mereka. Maka diperlukan
adanya suatu pendampingan iman yang dapat membantu mereka dalam
menanggapi tantangan hidup yang telah maupun yang akan dihadapinya. Hidup
beriman berarti berpandangan ke depan dengan bertolak pada refleksi pengalaman
hidup yang sudah dijalani.
Hidup memang dipenuhi dengan janji masa depan. Hidup manusia akan
dipenuhi oleh janji Allah, dan manusia secara penuh berserah diri kepada Allah
(Kej 12:1-3). Dapat dikatakan bahwa keluarga-keluarga Kristiani saat ini memang
sangat membutuhkan pendampingan dalam memperkembangkan iman. Apalagi
setelah penulis melihat pengalaman hidup keluarga-keluarga Kristiani di
dihadapkan pada pelbagai tantangan hidup serta permasalahan yang dapat
menghambat keharmonisan keluarga Kristiani. Melihat situasi perkembangan
zaman yang ada, penulis merasa prihatin dengan situasi keluarga saat ini,
khususnya bagi keluarga Kristiani yang ada di Lingkungan Santa Theresia Paroki
Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali yang belum dapat mendewasakan
imannya dalam meningkatkan keharmonisan keluarga Kristiani.
Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk meningkatkan
keharmonisan antar anggota keluarga Kristiani ialah katekese, sebab katekese
bertolak dari persoalan-persoalan serta pengalaman yang direfleksikan dalam
terang sabda Allah. Ditegaskan bahwa segenap umat membutuhkan katekese
dengan tujuan agar imannya terus berkembang sehingga mencapai kepenuhannya
(Heryatno Wono Wulung, 2010, 2).
Menurut penulis, program kegiatan katekese sangat efektif untuk
memotivasi anggota keluarga dalam memperkembangkan kedewasaan imannya,
agar semakin menghayati pentingnya keharmonisan keluarga. Katekese tersebut
dapat dilaksanakan di lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus
Palasari dan dapat dijadikan suatu wadah atau sarana di mana umat dapat
mensharingkan pengalaman serta permasalahan mereka dalam hidup berkeluarga.
Anggota keluarga Kristiani dapat menemukan cara untuk dapat mengatasi
permasalahan sehingga dapat meningkatkan keharmonisan keluarga. Dengan
melihat kenyataan di atas, maka penulis bermaksud untuk membantu umat dalam
meningkatkan keharmonisan keluarga Kristiani di lingkungan Santa Theresia
UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEHARMONISAN KELUARGA - KELUARGA KRISTIANI DI LINGKUNGAN SANTA THERESIA PAROKI HATI KUDUS YESUS PALASARI JEMBRANA BALI MELALUI KATEKESE.
B. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan judul penulisan skripsi ini, maka pembatasan masalah
dalam penelitian ini adalah sejauh mana terwujudnya keharmonisan keluarga
Kristiani, mengetahui pendukung dan penghambat terwujudnya keharmonisan
keluarga Kristiani serta mengetahui model katekese yang cocok dalam membantu
meningkatkan keharmonisan keluarga Kristiani.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran keharmonisan keluarga Kristiani menurut dokumen
Gereja?
2. Sejauh mana keharmonisan keluarga Kristiani telah terwujud, serta
faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat terwujudnya
keharmonisan dalam keluarga Kristiani di lingkungan Santa Theresia, Paroki
Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali?
3. Katekese model apakah yang dapat membantu para anggota keluarga Kristiani
di lingkungan Santa Theresia, Paroki Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana
D. Tujuan Penulisan
1. Agar keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan Santa Theresia Paroki Hati
Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali dapat mengetahui dan memahami
keharmonisan keluarga Kristiani menurut pandangan Gereja.
2. Mengetahui sejauh mana keharmonisan keluarga terwujud, serta mengetahui
apa yang menjadi pendukung dan penghambat terwujudnya keharmonisan
keluarga Kristiani di lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus
Palasari Jembrana Bali.
3. Menemukan dan memberikan model katekese yang relevan untuk anggota
keluarga Kristiani di lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus
Palasari Jembrana Bali dalam upaya meningkatkan keharmonisan keluarga.
E. Manfaat Penulisan
1. Memberi masukan kepada umat, khususnya bagi keluarga-keluarga Kristiani
di lingkungan Santa Theresia, Paroki Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana
Bali untuk semakin menghayati pentingnya keharmonisan dalam hidup
berkeluarga.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dalam membantu
meningkatkan keharmonisan keluarga Kristiani.
F. Metode Penulisan
Dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode deskrisptif analitis.
keluarga sudah terwujud atau belum di dalam keluarga-keluarga Kristiani di
lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari. Penulis mencoba
untuk memahami apa yang menjadi pendukung serta penghambat terwujudnya
keharmonisan keluarga Kristiani. Setelah itu penulis menawarkan program
katekese yang dapat meningkatkan keharmonisan keluarga Kristiani di lingkungan
Santa Theresia Paroki hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali.
G. Sistematika Penulisan
Judul Skripsi yang dipilih penulis adalah “Upaya Untuk Meningkatkan
Keharmonisan dalam Keluarga Kristiani di Lingkungan Santa Theresia Paroki
Hati Kudus Yesus Palasari Jembrana Bali Melalui Katekese”. Judul ini penulis
bahas dalam lima bab, yang akan diuraikan sebagai berikut:
Bab I menguraikan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang,
rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan,
sistematika penulisan.
Bab II membahas pandangan Gereja mengenai keharmonisan keluarga
Kristiani. Penulis memilihGaudium et SpesdanFamiliaris Consortio.Komponen bab ini diuraikan sebagai berikut; pengertian keharmonisan keluarga Kristiani,
faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga Kristiani, keharmonisan
Bab III pada bagian pertama membahas mengenai paroki Palasari dan
perkembangannya, situasi umat paroki Hati Kudus Yesus Palasari, gambaran
umum lingkungan Santa Theresia. Bagian kedua membahas mengenai metodologi
penelitian tentang keharmonisan keluarga Kristiani di lingkungan Santa Theresia
Paroki Hati Kudus Yesus Palasari yang mencakup latar belakang penelitian,
tujuan penelitian, instrumen pengumpulan data, responden penelitian, tempat dan
waktu pelaksanaan, variabel penelitian, laporan pembahasan hasil penelitian,
kesimpulan penelitian.
Bab IV dibagi menjadi tiga bagian pokok pembahasan. Bagian pertama
menjelaskan katekese model Shared Christian Praxis yang meliputi: pengertian SCP, tujuan katekese model SCP, langkah-langkah katekese model SCP. Bagian
kedua berisi usulan program katekese model SCP bagi keluarga Kristiani di
lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari yang meliputi latar
belakang, alasan diadakannya program kegiatan katekese model SCP, tema dan
tujuan Program Kegiatan Pendampingan. Bagian ketiga berisi gambaran
pelaksanaan program, penjabaran program, contoh persiapan katekese model SCP
bagi anggota keluarga Kristiani dalam upaya meningkatkan keharmonisan
keluarga Kristiani di lingkungan Santa Theresia Paroki Hati Kudus Yesus Palasari
Jembrana Bali.
Bab V berisi kesimpulan dan saran. Di dalam kesimpulan, penulis akan
mengungkapkan kembali inti pokok dari seluruh rangkaian pembahasan karya
tulis ini. Saran diberikan guna mengadakan pendampingan iman bagi anggota
14
BAB II
KEHARMONISAN KELUARGA KRISTIANI MENURUT DOKUMEN-DOKUMEN GEREJA
Dokumen-dokumen Gereja seperti Gaudium et Spes dan Familiaris Consortio membahas mengenai kehidupan keluarga Kristiani, terutama tentang pentingnya mewujudkan suatu kesatuan dan keharmonisan dalam kehidupan
keluarga Kristiani. Hidup berkeluarga pasti mengalami suatu pergulatan. Melalui
pergulatan hidup masing-masing pribadi dituntut untuk dapat mengambil sikap
demi terwujudnya kesatuan atau keharmonisan dalam keluarga Kristiani, seperti
yang telah disinggung pada bab sebelumnya. Dokumen-dokumen Gereja yang
membahas mengenai keharmonisan keluarga tersebut diharapkan dapat menjadi
sumber ilham yang penting untuk direfleksikan dan diwujudkan. Bab dua ini
secara khusus akan membahas mengenai keharmonisan keluarga Kristiani
menurut dokumen-dokumen Gereja yaitu Gaudium et Spes dan Familiaris Consortio.
Pemahaman keharmonisan keluarga Kristiani menurut dokumen-dokumen
Gereja dapat membantu setiap anggota keluarga dalam mewujudkan
keharmonisan, sekaligus dapat merefleksikan segala sikap yang telah dilakukan.
Oleh karena itu, penting kiranya untuk memaknai, merefleksikan, serta
mewujudkan keharmonisan keluarga Kristiani sesuai dengan yang dijelaskan
Beberapa hal penting menjadi pembahasan di dalam bab dua ini. Pada
bagian pertama penulis akan memberikan penjelasan mengenai keharmonisan
keluarga Kristiani pada umumnya. Pada bagian kedua penulis akan membahas
secara khusus pandangan Gereja mengenai keharmonisan keluarga Kristiani
menurut Gaudium et Spesdan Familiaris Consortioyang juga disertai tanggapan Purwa Hadiwardoyo mengenai keharmonisan keluarga Kristiani.
Bagi penulis, keharmonisan keluarga Kristiani penting dijelaskan pada
bagian pertama, karena dapat membantu setiap anggota keluarga
memperkembangkan iman dalam mewujudkan keharmonisan keluarga. Keluarga
Kristiani merupakan bentuk terkecil dari Gereja yang disebut “Gereja Mini”.
Maka dari itu penulis membahas secara khusus pandangan Gereja mengenai
keharmonisan keluarga Kristiani menurut Gaudium et Spes dan Familiaris Consortio.
A. Keharmonisan Keluarga Kristiani
Pada bagian ini penulis akan memberikan penjelasan mengenai
keharmonisan keluarga Kristiani dengan melihat beberapa aspek, yaitu:
1. Pengertian Keharmonisan
Harmonis adalah seiya-sekata. Pada konteks keluarga, pengertian
keharmonisan berarti kondisi seiya-sekata di antara anggota keluarga.
Keharmonisan dalam keluarga akan terwujud jika di dalamnya terdapat suatu
anggota keluarga yaitu ayah, ibu, anak, serta kakek, nenek, paman, bibi, dll
(Adimiwarta, 1988: 299).
2. Pengertian Keluarga
Keluarga diartikan sebagai “sanak saudara, kaum kerabat, orang seisi
rumah”. Jadi, keluarga adalah siapa saja yang tinggal di dalam lingkungan rumah
tangga (Adimiwarta, 1988: 413).
Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta "kulawarga". Kata kula berarti
"ras" dan warga yang berarti "anggota". Keluarga adalah lingkungan di mana
terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai
kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu,
terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut
(http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga).
3. Tipe Keluarga
Keluarga dibagi menjadi dua bagian, antara lain: keluarga Inti dan
keluarga Besar. Keluarga inti merupakan kelompok orang-orang yang mempunyai
hubungan sangat erat dan jumlahnya sedikit yang meliputi ayah, ibu, dan
anak-anak. Sedangkan keluarga besar merupakan kelompok orang-orang yang
mempunyai hubungan yang akrab satu sama lain karena adanya hubungan darah
atau ikatan perkawinan yang meliputi semua sanak saudara, yaitu: kakek, nenek,
yang termasuk keluarga besar meliputi semua orang yang bergantung pada
kelompok sanak saudara di dalam satu keturunan (Purwa Hadiwardoyo, 2006: 3).
4. Peranan Keluarga
a. Pendidikan
Pendidikan sangatlah penting dan berguna bagi setiap anak, khususnya
bagi anak-anak yang usianya masih dalam tahap pertumbuhan. Pada tahap ini
mereka membutuhkan suatu pengetahuan baru dan pembinaan sikap dalam hidup
bermasyarakat. Selain itu, pendidikan juga mempunyai peran dalam pembentukan
kedewasaan sikap demi mewujudkan cita-cita mereka di masa yang akan datang
(http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga).
b. Meningkatkan Kepedulian pada Sesama
Pada dasarnya, sikap setiap anak dalam kehidupan masyarakat diharapkan
dapat menunjukkan sikap baik dan terpuji, karena sikap itu dapat berpengaruh
pada nama baik keluarga yang telah memberikan pendampingan kepada anak
tersebut.
Pengaruh lingkungan juga sangat mempengaruhi proses pembentukan
sikap seorang manusia. Apalagi seorang anak yang masih dalam usia
pertumbuhan, sangat peka dengan adanya sesuatu hal yang baru di sekitarnya.
Maka dari itu, orang tua diharapkan dapat mengawasi setiap pergaulan anak,
sehingga orang tua dapat memberikan bimbingan yang baik dalam proses
akan nampak suatu keharmonisan dalam keluarga yang baik. Di samping itu anak
dapat menyadari dan menghayati pentingnya mewujudkan kepedulian terhadap
sesama dalam kehidupan bermasyarakat (http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga).
c. Memberikan Rasa Aman pada Anggota Keluarga
Keluarga sangat diharapkan dapat memberikan perlindungan yang layak
kepada setiap anggota keluarga dari bahaya dan juga ancaman dari luar, baik
ancaman fisik dan juga psikis. Sebagai contohnya; tempat tinggal merupakan hal
yang sangat penting dan mendasar ketika sebuah keluarga telah terbentuk. Tempat
tinggal merupakan kebutuhan primer yang paling utama untuk diperjuangkan.
Selain itu tempat tinggal adalah tempat dimana keluarga tersebut berkumpul, dan
juga dapat memberikan perlindungan bagi setiap anggota keluarga terhadap
ancaman dari luar.
Ketika salah satu anggota keluarga mengalami suatu masalah, baik kiranya
anggota keluarga lainnya memberikan suatu bentuk perhatian dan berusaha
bersama dalam mengatasi permasalahan tersebut. Melalui kebersamaan ini,
keluarga dapat mempererat hubungan cinta kasih mereka dan sekaligus dapat
mewujudkan keharmonisan yang baik dalam keluarga
(http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga).
d. Menciptakan Suasana Gembira
Perasaan ini dapat dilihat dari bagaimana anggota keluarga secara intensif
anggota keluarga ketika berkomunikasi atau berinteraksi dalam kehidupan
mereka. Perasaan yang timbul dari masing-masing pribadi pastilah berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, setiap anggota keluarga dapat berusaha
untuk menjaga perasaan satu sama lain dan selalu berusaha membina hubungan
yang baik dalam keluarga. Hal tersebut merupakan suatu usaha yang sangat baik
dalam mewujudkan keharmonisan keluarga. Ketika keharmonisan dalam keluarga
telah terwujud, dengan sendirinya sikap-sikap baik yang telah dibentuk dalam
keluarga akan diwujudkan pula dalam kehidupan sosial dari masing-masing
anggota keluarga (http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga).
e. Memiliki Keyakinan pada Allah
Pada masa sekarang ini hak memilih agama merupakan sesuatu hal yang
sensitif untuk diperdebatkan karena memilih atau menganut suatu agama
merupakan suatu hal yang tidak dapat dipaksakan oleh orang lain. Hal tersebut
merupakan suatu hak pribadi seseorang dalam memilih keyakinannya
masing-masing. Tetapi yang dimaksud di sini adalah bagaimana keluarga tersebut dapat
memperkenalkan serta mengajak setiap anggota keluarga untuk dapat memilih
keyakinan yang baik, sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Baik kiranya
dalam satu keluarga, terbentuk keyakinan yang sama akan Allah, sehingga dapat
mempermudah terwujudnya kesatuan dan keharmonisan di antara keluarga
f. Mengorganisasi Ekonomi Keluarga
Kebutuhan ekonomi keluarga pada zaman sekarang ini memang sangat
banyak dan cukup berat untuk dipenuhi. Maka dari itu, diperlukan usaha yang
keras untuk dapat memenuhi kebutuhan ekonomi tersebut. Kebutuhan keluarga
dapat terpenuhi jika keluarga dapat mengatur keuangan dengan sebaik mungkin.
Keluarga diharapkan dapat mengatur pemasukan dan juga pengeluaran, agar
ekonomi keluarga dapat stabil dan juga membiasakan kebiasaan menabung ketika
mempunyai uang lebih. Dalam konteks ini, kepala keluarga diharapkan dapat
mencari penghasilan dan mengatur penghasilan bersama anggota keluarga
sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga
(http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga).
g. Menjaga Suasana Harmonis
Suasana dan relasi baik yang terjadi diharapkan dapat selalu dijaga, agar
tidak terjadi suatu kejenuhan ataupun kesalahpahaman yang tidak diharapkan.
Setiap anggota keluarga dapat meluangkan waktu dapat berkumpul bersama dan
menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga, seperti acara nonton
TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya. Kegiatan
tersebut akan menciptakan suasana baru yang tidak menimbulkan kejenuhan
dalam hubungan berkeluarga. Melakukan kegiatan rekreasi ke tempat wisata dapat
melepaskan segala kepenatan yang diperoleh dari kesibukan masing-masing.
Setiap anggota keluarga dapat mensharingkan pengalaman-pengalaman pribadi
kegiatan yang dapat mewujudkan keharmonisan keluarga
(http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga).
h. Meneruskan Keturunan
Setiap pasangan suami-istri pasti mendambakan keturunan atau anak dari
hasil hubungan cinta kasih mereka. Tetapi pada kenyataannya, tidak semua
suami-istri dianugerahi keturunan dan tentunya mereka merasa kecewa. Penting untuk
dipahami oleh suami istri, bahwa keturunan tersebut adalah anugerah yang
diberikan sesuai dengan kehendak Allah. Manusia hanya dapat berdoa, percaya
dan juga berusaha. Pada intinya, keinginan keluarga untuk dapat meneruskan
keturunan merupakan suatu kepentingan yang sangat manusiawi dan pasti
didambakan oleh setiap pasangan suami-istri. Maka bukan merupakan suatu hal
yang aneh, jika pasangan suami istri rela untuk melakukan berbagai cara dalam
hal medis ataupun tradisional untuk berusaha mewujudkan keinginan tersebut
(http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga).
i. Mengutamakan Kasih Sayang
Sikap ini sangatlah penting untuk diperjuangkan dalam setiap kehidupan
keluarga, sehingga dapat mengurangi terjadinya kesalahpahaman ataupun
pertengkaran. Kasih sayang adalah hal yang terpenting untuk mewujudkan
keharmonisan dalam keluarga. Jika dalam keluarga tersebut timbul suatu sikap
menjadi tidak baik, renggang, mudah terjadi percekcokan, dan lain sebagainya
(http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga).
5. Keluarga Kristiani
Setelah melihat dan memahami konteks keluarga secara umum, penulis
selanjutnya akan memberikan penjelasan mengenai keluarga Kristiani.
Keluarga Kristiani adalah semacam sekolah kemanusiaan. Kehadiran ayah
sangat menguntungkan pembinaan anak-anak, akan tetapi perawatan oleh ibu pun
sangat dibutuhkan. Anak-anak harus dididik sehingga dapat mengikuti panggilan
Tuhan (Purwa Hadiwardoyo, 1988: 114).
Pembentukan sikap serta kepribadian anak-anak dipengaruhi oleh banyak
pihak, antara lain meliputi kelompok-kelompok sosial, umat Kristiani, serta
lingkungan masyarakat. Seluruh komponen itu diharapkan dapat mengembangkan
nilai-nilai perkawinan dan keluarga. Imam perlu membina suami-istri sehingga
suami-istri dapat mewujudkan keharmonisan dan bersatu mengikuti Yesus Kristus
dengan cinta kasih yang setia (Purwa Hadiwardoyo, 1988: 114).
Sangat jelas dikatakan bahwa semua orang diharapkan dapat
mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan berkeluarga karena
nilai kemanusiaan itu dapat membina kedewasaan kita dalam berfikir maupun
dalam bersikap, agar tercipta suatu relasi yang baik di dalam kehidupan
masyarakat.
Hidup berkeluarga yang ditandai dengan penerimaan Sakramen
keturunan (Kopong, 2006: 23). Dikatakan bahwa laki-laki dan perempuan yang
telah lama saling mengenal dan mengambil keputusan untuk menikah pada saat
itu mengambil sebuah sikap dengan meninggalkan keluarga mereka untuk
membentuk kehidupan baru bersama di antara keduanya (Mat 19:5).
Perkawinan merupakan kesatuan suami istri dalam sakramen, sekaligus
menyatukan antara hubungan cinta kasih suami istri yang tidak dapat
“dipisahkan” atau “dibatalkan” (FC. art: 20). Cinta kasih merupakan asas terdalam dari tugas keluarga yang mempunyai ciri kekuatannya yang tetap, serta
cinta kasih tersebut merupakan tujuan akhir dari keluarga. Tanpa cinta kasih
keluarga bukanlah rukun hidup antar pribadi, dan begitu pula tanpa cinta kasih
keluarga tidak dapat hidup, berkembang atau menyempurnakan diri sebagai
persekutuan pribadi-pribadi (FC. art: 18). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa cinta kasih sangatlah penting untuk dibina serta diwujudkan dalam keluarga, agar
keharmonisan keluarga dapat tetap terjaga.
Keluarga Kristiani adalah Gereja Rumah Tangga. Berkat Sakramen Baptis,
suami istri dan anak menerima dan memiliki tiga martabat Kristus, yakni martabat
kenabian, imamat dan rajawi. Dengan martabat kenabian, mereka mempunyai
tugas mewartakan injil dengan martabat imamat mereka mempunyai tugas
menguduskan hidup, terutama dengan menghayati sakramen-sakramen, hidup
doa, dan dengan martabat rajawi mereka mempunyai tugas untuk melayani
sesama (KWI, 2011: 15).
Hidup berkeluarga ini menampakkan hidup Gereja sebagai suatu
vitae) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berlandaskan perjanjian dan diteguhkan melalui kesepakatan perkawinan (KWI, 2011: 15).
Di samping itu pula dijelaskan bahwa keluarga juga merupakan
masyarakat kecil atau disebut sebagai sel terkecil dalam masyarakat karena di
sana seluruh jaringan hubungan sosial dibangun (KWI, 2011: 18). Melalui
kehadiran dan peran anggota-anggotanya, keluarga menjadi dasar kesatuan dan
membutuhkan upaya yang efektif untuk dapat membangun masyarakat yang
manusiawi dan rukun (FC.art: 43). Maka dari itu, keluarga Kristiani diharapkan dapat menyumbangkan keutamaan-keutamaan dan nilai-nilai Kristiani melalui
sikap konkrit sehari-hari.
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga Kristiani
Sebagai komunitas, pribadi-pribadi dalam keluarga terjalin relasi yang
bersifat personal dan fungsional. Relasi personal adalah relasi antar-pribadi, yang
tidak didasarkan pada kedudukan atau fungsi seseorang. Relasi ini menunjukkan
setiap pribadi yang bersifat setara dalam keluarga. Relasi fungsional adalah relasi
yang muncul dari kedudukan atau fungsi seseorang dalam keluarga, misalnya
relasi antara orang tua dan anak (KWI, 2011: 22).
Kedua relasi ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena hubungan
fungsional dalam keluarga harus selalu personal juga, artinya harus selalu dalam
semangat menerima yang lain sebagai pribadi yang bermartabat sama karena
Jika dilihat dari dua bentuk relasi ini, akan nampak faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi keharmonisan keluarga yaitu faktor-faktor yang mendukung
dan juga faktor-faktor yang menghambat terwujudnya keharmonisan keluarga
Kristiani, antara lain:
a. Faktor-Faktor yang Mendukung Keharmonisan Keluarga Kristiani
Ada beberapa faktor yang mendukung terwujudnya keharmonisan
keluarga antara lain:
1) Komunikasi
Komunikasi merupakan kunci utama suksesnya sebuah hubungan.
Demikian pula jika dikaitkan dengan pengertian keharmonisan dalam keluarga.
Komunikasi juga merupakan kunci utama keharmonisan dalam sebuah keluarga
(Liwijaya, 1999: 2)
Untuk mewujudkan kesatuan pasti menemukan adanya
perbedaan-perbedaan. Perbedaan tersebut dapat diselaraskan melalui komunikasi.
Komunikasi yang baik akan menciptakan sikap saling pengertian satu sama lain di
antara anggota keluarga. Karena itu, masalah dalam komunikasi seperti masalah
seks, uang, hingga masalah keturunan dapat diatasi dengan memperbaiki
komunikasi serta saling memahami satu sama lain.
Komunikasi yang baik akan sangat membantu memahami isi hati
pasangan. Hal ini akan menimbulkan rasa empati yang akan membuat kita enggan
jernih. Intinya adalah kesampingkan emosi, kedepankan komunikasi
(http://id.wikipedia.org/wiki/keharmonisankeluarga).
2) Ekonomi
Mungkin banyak orang di dunia ini berpendapat bahwa uang bukanlah
segalanya. Namun, pentingnya konteks ekonomi ini tidak dapat dipungkiri oleh
setiap keluarga. Banyaknya keluarga yang kacau dan berpisah dikarenakan
masalah ekonomi yang tidak dapat terselesaikan. Bisa saja dikarenakan
kekurangan uang, bisa pula justru karena kelebihan uang. Bila kekurangan uang,
maka kebutuhan keluarga tidak dapat terpenuhi dengan sempurna. Ketidakpuasan
akan menimbulkan emosi yang memicu konflik. Bila kelebihan uang, konflik pun
dapat timbul, yang dipicu oleh masalah bagaimana membelanjakan uang. Sifat
dasar manusia tak pernah puas, semakin banyak penghasilan, semakin banyak
keinginan. Maka dari itu, kesadaran dan usaha bersama dalam mengatur ekonomi
sangatlah penting. Jika pemasukan dan pengeluaran diketahui dan diatur bersama,
tentu tidak akan menimbulkan kesalahpahaman dan percekcokan, melainkan dapat
menumbuhkan sikap saling memahami satu sama lain akan kebutuhan pribadi
(http://id.wikipedia.org/wiki/keharmonisankeluarga).
Maka dari itu, anggota keluarga hendaknya membuat anggaran belanja
bersama dengan tujuan agar anggota keluarga dapat memupuk keterbukaan dalam
bidang keuangan. Keterbukaan tersebut meliputi usaha untuk mengetahui jumlah
seluruh pendapatan, serta apa saja yang dibutuhkan untuk pengeluaran. Di
Kegiatan menabung merupakan hal yang baik dan sangat penting dalam
kelangsungan hidup berumah tangga. Manfaat dari menabung adalah dapat
membantu anggota keluarga dalam mengatasi kepentingan dana keluarga yang
mendadak, di samping itu dengan kegiatan menabung anggota keluarga memiliki
suatu bekal untuk kebutuhan keluarga di kemudian hari (Liwijaya, 1999:
194-195).
3) Keturunan
Keturunan merupakan salah satu hal terpenting dan juga merupakan
kebahagiaan dalam sebuah pernikahan. Keturunan dapat menumbuhkembangkan
keharmonisan antara suami istri. Perasaan cinta yang ada di dalam hati mereka
berdua dengan sendirinya akan semakin tumbuh dengan kehadiran buah hati hasil
dari hubungan mereka. Mereka akan semakin bersatu dalam usaha mendampingi
anaknya agar menjadi anak yang baik sesuai dengan yang dikehendaki
orangtuanya, karena hal itu merupakan tanggung jawab dari kedua orangtuanya.
Jika dalam sebuah perkawinan tidak ada keturunan, tidak dapat dipungkiri
pernikahan akan terasa hambar, dan jika masalah ini tidak ditangani secara bijak
oleh kedua belah pihak, akan muncul suatu konflik dan timbul sikap saling
menyalahkan (Kahtleen, 1999: 199).
Keturunan juga merupakan salah satu indikator kesuksesan seseorang. Jika
anda bertemu dengan teman lama yang telah sekian tahun tak berjumpa dan
mengetahui mengenai perkawinan anda, pertanyaan yang muncul adalah: apakah
momongan setelah melakukan perkawinan, karena hal tersebut merupakan suatu
keinginan yang utama bagi suami dan istri
(http://id.wikipedia.org/wiki/keharmonisankeluarga).
Setelah melihat penjelasan di atas, mengenai faktor-faktor yang
mendukung keharmonisan keluarga, penulis dapat memberikan penegasan bahwa
kebahagiaan, kepuasan, serta ketenangan batin yang paling mendalam, semuanya
berasal dari keluarga yang penuh kasih sayang dan saling memahami satu sama
lain. Tetapi saat ini masih banyak keluarga yang dalam menjalani hidup mereka
diwarnai dengan perselisihan, percekokan, suasana muram, kekecewaan, rasa
dendam di antara anggota keluarga dan yang lebih parah sampai pada peristiwa
perceraian. Sumber konflik di antara suami istri seringkali terjadi karena kurang
adanya komunikasi sehingga rasa cinta dan maksud baik di antara mereka tidak
mereka pahami dan mereka rasakan. Di samping perlu adanya komunikasi serta
saling memahami di antara pasangan dan anggota keluarga, sikap yang tak kalah
penting adalah mau mengampuni dan memaafkan kesalahan satu sama lain.
Selain itu perlu juga adanya sikap keberanian dari pasangan suami istri
untuk membangun persahabatan yang mendalam. Walaupun dalam kehidupan
keluarga sering terjadi masalah, seperti; masalah keadaan rumah, pekerjaan,
penghasilan, masa depan keluarga, keturunan dan lain-lain. Namun yang sering
dilupakan dalam kehidupan keluarga mereka sendiri ada tiga hal yaitu
pengungkapan diri, penyerahan diri, kesediaan menerima keluarga apa adanya.
Secara teologis bagi umat Katolik, dengan menerima Sakramen
dalam persaudaraan dengan Yesus, terjadi pula persaudaraan dengan umat
beriman lainnya. Khususnya persaudaraan antara anggota keluarga dalam
mewujudkan keharmonisan keluarga Kristiani. “Dalam memecahkan roti Ekaristi,
kita benar-benar mengambil bagian dalam Tubuh Tuhan, dan diangkat ke dalam
persatuan dengan Dia dan di antara kita” (LG, art:7).
b. Faktor-Faktor yang Menghambat Keharmonisan Keluarga Kristiani
Ada beberapa faktor yang menghambat terwujudnya keharmonisan
keluarga antara lain:
1) Perkawinan Tidak Sah
Perkawinan tidak sah mungkin terjadi karena adanya halangan yang tidak
didispensasi atau tidak terpenuhinya tata pernikahan yang diharuskan oleh hukum
atau karena tidak adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk menikah.
Akibatnya suami istri dan anak-anak merasa tidak diakui sebagai sesuatu yang
sah, entah menurut hukum adat, hukum negara maupun hukum agama. Suami atau
istri tidak dipandang sebagai orang yang baik-baik dan suami atau istri dilarang
menerima sakramen-sakramen dan merasa kurang dihargai oleh umat yang
mengetahui kasus mereka (Purwa Hadiwardoyo, 1994: 43).
2) Kesulitan Ekonomi
Tidak sedikit keluarga yang mengalami masalah ekonomi. Masalah itu
kemalasan, pemborosan, ketidakadilan, penipuan, kebodohan, cacat, penyakit, dan
lain-lain. Akibat dari masalah ekonomi ini bisa menimbulkan aneka macam
masalah baru seperti: gangguan kesehatan badan dan jiwa, rasa minder atau malu,
kesulitan untuk maju, anak-anak kurang memperoleh pendidikan yang layak,
mudah iri terhadap sesama yang lebih beruntung, timbul godaan untuk mencuri,
korupsi atau melakukan tindak kejahatan yang lain (Purwa Hadiwardoyo, 1994:
44).
3) Kesulitan dalam Hal Relasi Sebagai Suami Istri
Hampir semua suami istri pernah mengalami masalah dalam relasi antar
mereka berdua, entah itu masalah yang berat maupun masalah yang ringan, yang
membedakan adalah cara mereka menghadapi masalah tersebut. Ada yang
menghadapinya dengan tenang namun ada juga yang menghadapi dengan panik,
namun ada pula yang menghindar. Permasalahan yang muncul dalam relasi antar
suami-istri adalah ketidakdewasaan pribadi dari salah satu pasangan atau dari
kedua-duanya. Lunturnya rasa cinta dan ketertarikan dari mereka berdua. Perasaan
seperti ini merupakan hal yang wajar dalam suatu hubungan, maka dari itu setiap
pribadinya harus dapat mengusahakan kreativitas diri dalam menjaga hubungan
relasi itu, seperti contoh, dengan sesekali membuat kejutan, memberikan perhatian
lebih, ataupun tindakan sederhana lainnya.
Adanya perbedaan pandangan yang sulit didamaikan juga merupakan
muncul haruslah disatukan dengan cara saling memahami satu sama lain dan
mencari jalan yang terbaik untuk mengatasi perbedaan tersebut.
Masalah dalam relasi juga dapat terjadi karena campur tangan dari pihak
ketiga, entah mertua, ipar, atau kekasih di luar rumah, cemburu buta, dan
sebagainya. Masalah ini bisa saja terjadi dalam setiap keluarga dan pasti ada
faktor penyebabnya, seperti; mertua mungkin tidak menyukai sikap menantunya
yang berlebihan dalam bersolek, atau kejenuhan yang timbul dalam suatu
hubungan mengakibatkan pasangan berselingkuh dengan orang lain.
Masalah-masalah seperti ini sangat perlu untuk dibicarakan bersama, agar menemukan
suatu solusi untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam mewujudkan
keharmonisan keluarga (Purwa Hadiwardoyo, 1994: 45).
4) Masalah Kondisi Anak
Dalam keluarga seringkali timbul suatu masalah dikarenakan faktor
anak-anak, misalnya anak bodoh, nakal, sakit, cacar, anak meninggal pada usia muda,
anak mau menikah dengan orang yang tidak disetujui orang tua, dan sebagainya.
Atau masalah lain seperti pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak,
semua anak sudah pergi bekerja di tempat yang jauh, dan sebagainya.
Akibat lain yang dapat timbul dari masalah suami istri misalnya; rasa
gagal menjadi orangtua, kecewa atau bahkan benci kepada anak-anak yang
menyebabkan masalah, rasa malu terhadap umat atau masyarakat luas. Perasaan
seperti ini bisa saja terjadi dikarenakan oleh sikap buruk anak yang melampaui
tua mendampingi anaknya dan mengawasi pergaulan anak mereka (Purwa
Hadiwardoyo, 1994: 46).
5) Kesulitan Relasi dengan Umat atau Masyarakat
Selain masalah yang menyangkut suami istri atau anak-anak, ada juga
masalah dalam relasi dengan umat atau masyarakat luas, contohnya terdapat
anggota keluarga yang cekcok dengan tetangga, ada yang dikucilkan oleh umat
lingkungan, ada pula yang membenci setiap kontak dengan umat atau masyarakat.
Masalah yang menyangkut relasi dengan umat atau masyarakat luas itu pada
umumnya lebih tampak dari luar, bila dibandingkan dengan masalah yang terjadi
di dalam rumah. Karena lebih tampak dari luar, masalah seperti itu biasanya juga
menimbulkan rasa malu yang lebih besar pada seluruh keluarga. Memang sangat
sulit untuk mengobati atau memperbaiki nama baik keluarga yang sudah tercoreng
di mata masyarakat. Tetapi perlu dipahami, usaha untuk menjadi lebih baik itu
tidak ada salahnya, maka perlahan-lahan kembali bersikap baik dalam hidup
bermasyarakat akan mengatasi masalah tersebut (Purwa Hadiwardoyo, 1994: 47).
6) Kesulitan dalam Membangun Relasi dengan Tuhan
Masalah membangun relasi dengan Tuhan dapat terjadi, misalnya karena
ada perbedaan agama dari anggota keluarga, malas berdoa, sikap memusuhi
agama dari salah satu anggota keluarga, dll. Akibat yang mungkin muncul dari
keadaan itu misalnya: kesulitan pendidikan agama di rumah, cekcok mengenai
Tuhan dan sebagainya. Masalah seperti ini muncul dikarenakan kurangnya waktu
untuk berkumpul bersama dan membangun sikap baik antar anggota keluarga.
Tidak sedikit dalam keluarga terdapat perbedaan agama, tetapi jika masalah
tersebut dapat dipahami oleh masing-masing pribadi, maka perbedaan tersebut
tentunya tidak sedemikian rupa mempengaruhi terjadinya percekcokan yang
mengganggu keharmonisan dalam keluarga (Purwa Hadiwardoyo, 1994: 48).
B. Pandangan Gereja mengenai Keharmonisan Keluarga Kristiani
Di sini penulis menjelaskan keharmonisan keluarga Kristiani menurut
pandangan Gereja. Penulis mengambil dua dokumen Gereja yang berhubungan
dengan kehidupan keluarga Kristiani yaitu Gaudium et Spes yang merupakan dokumen Gereja hasil dari Konsili Vatikan II dan Familiaris Consortio yang merupakan anjuran apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup,
Imam-imam, dan Umat beriman seluruh Gereja Katolik yang menyampaikan
peranan keluarga Kristiani dalam dunia modern. Dua dokumen Gereja tersebut
diharapkan dapat membantu umat dan anggota keluarga agar lebih memahami
bagaimana mewujudkan keharmonisan keluarga pada situasi zaman sekarang ini.
Di samping itu, penulis juga memaparkan pandangan dari Purwa Hadiwardoyo
mengenai keharmonisan keluarga yang mengacu pada Gaudium et Spes dan
Familiaris Consortioagar dapat lebih membantu para umat dan anggota keluarga dalam memahami dua dokumen Gereja yang membahas mengenai keharmonisan
1. Keharmonisan Keluarga Kristiani menurutGaudium et Spes
Pada hakikatnya setiap manusia memiliki kebutuhan untuk dikasihi dan
mengasihi. Maka keluarga mempunyai tugas yang sangat utama, yakni
menghayati dirinya sebagai persekutuan hidup yang dilandasi cinta kasih dan
berusaha terus menerus untuk mengembangkan hidup rukun dan harmonis di
antara setiap pribadi dalam keluarga. Seturut rencana Allah keluarga telah
ditetapkan sebagai “persekutuan mesra kehidupan dan cinta kasih” (GS. Art 48). Gereja mengajarkan bahwa perkawinan adalah persekutuan seluruh hidup dan
kasih mesra antara suami-istri, yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan
dengan hukum-hukumNya, dibangun oleh perjanjian perkawinan yang tak dapat
ditarik kembali (GS. art 48). Jadi perkawinan merupakan suatu ikatan suci yang dapat memberikan kesejahteraan kepada suami istri dan anak. Hal ini bukan saja
semata-mata merupakan kehendak manusiawi, melainkan juga merupakan
kehendak Allah.
Intinya sangat jelas terlihat bahwa kesetiaan suami istri dengan cara saling
menyerahkan dan saling mengasihi tidak boleh terhenti. Kasih sejati suami istri
ditampung dalam cinta Ilahi, dan dibimbing serta diperkaya berkat daya
penebusan Kristus serta kegiatan Gereja yang menyelamatkan supaya suami istri
secara nyata dihantar menuju Allah, lagi pula dibantu dan diteguhkan dalam tugas
mereka yang luhur sebagai ayah dan ibu (GS.art 48).
Cinta kasih itu secara istimewa diungkapkan dan disempurnakan dengan
tindakan yang khas bagi perkawinan. Maka dari itu, tindakan-tindakan, yang
terhormat. Bila dijalankan secara sungguh manusiawi, tindakan-tindakan itu dapat
memupuk sikap penyerahan diri serta memperkaya satu sama lain dengan hati
gembira dan rasa syukur (GS. art 49). Melalui kasih sayang yang ditunjukkan antara suami istri, sangat jelas nampak kesatuan perkawinan yang dikehendaki
dan dikukuhkan oleh Tuhan. Maka dari itu, untuk dapat menjaga hubungan cinta
kasih yang suci itu, suami istri hendaknya selalu berdoa dan mendekatkan diri
kepada Tuhan, agar kebesaran jiwa dan semangat berkorban dalam usaha
mewujudkan keharmonisan dalam keluarga dapat terus diwujudkan.
Pada hakikatnya, perkawinan dan cinta kasih suami istri tertujukan kepada
anak-anak serta pendidikannya. Anak-anak merupakan karunia perkawinan yang
paling luhur, dan besar sekali artinya bagi kesejahteraan orang tua sendiri (GS. art 50). Allah mengizinkan kepada manusia untuk secara khusus ikut serta dalam
karya penciptaanNya dan memberkati pria dan wanita dengan berfirman;
“Beranakcucu dan bertambah banyaklah” (Kej 1:28). Oleh karena itu, suami istri
harus menyadari bahwa dirinya merupakan mitra kerja Allah. Suami istri harus
menunaikan tugas mereka dengan penuh tanggung jawab dalam menyejahterakan
diri mereka sendiri maupun anak-anak mereka.
Anak-anak, selaku anggota keluarga yang hidup, dengan cara mereka
sendiri ikut serta menguduskan orang tua mereka. Sebab, mereka akan membalas
budi kepada orang tua dengan rasa syukur dan terima kasih. Begitu pula
anak-anak akan membantu orang tua dalam saat kesukaran dan dalam kesunyian usia
diperjuangkan oleh anak-anak kepada orang tua yang telah memberikan kasih
sayang yang tulus kepada mereka.
Keluarga Kristiani, hendaknya menyadari bahwa mereka tidak dapat
mengambil langkah-langkah semaunya saja, tetapi harus dituntun oleh suara hati
yang harus disesuaikan dengan hukum Allah sendiri (GS. art 50). Keluarga Kristiani meluhurkan Sang Pencipta dengan semangat berkorban atas tanggung
jawab dalam menunaikan tugas mereka sebagai keluarga Kristiani.
Akan tetapi, perkawinan bukan hanya demi adanya keturunan saja,
melainkan hakikat janji antarpribadi yang tak dapat dibatalkan, begitu pula
kesejahteraan anak, menuntut supaya cinta kasih timbal balik antara suami istri
diwujudkan secara tepat, makin berkembang dan menjadi matang. Maka dari itu,
bila keturunan yang sangat diinginkan tidak kunjung datang, perkawinan tetap
bertahan sebagai rukun hidup yang lestari serta persekutuan hidup, dan tetap
mempunyai nilai serta tidak dapat dibatalkan (GS. art 50).
Pengembangan keluarga merupakan tugas semua orang. Keluarga
merupakan suatu pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan. Supaya keluarga
mampu mencapai kepenuhan hidup dan misinya, diperlukan komunikasi hati
penuh kebaikan, kesepakatan suami istri, dan kerja sama orang tua yang tekun
dalam pendidikan anak-anak (GS. art 52). Kehadiran aktif seorang ayah sangat membantu pembinaan anak-anak, tetapi juga urusan rumah tangga merupakan
tugas ibu, terutama dibutuhkan oleh anak-anak yang masih kecil.
Pendidikan tersebut bertujuan agar anak-anak dapat membentuk sikap