• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI CARRIER BAKTERI PELARUT FOSFAT SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI PHOSPHATE SOLUBLIZING BACTERIA CARRIER TEST AS AGENT OF BIOFERTILIZER - Repository UNRAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "UJI CARRIER BAKTERI PELARUT FOSFAT SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI PHOSPHATE SOLUBLIZING BACTERIA CARRIER TEST AS AGENT OF BIOFERTILIZER - Repository UNRAM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Crop Agro Vol… No… - … 2015 Page 1 UJI CARRIER BAKTERI PELARUT FOSFAT SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

PHOSPHATE SOLUBLIZING BACTERIA CARRIER TEST AS AGENT OF BIOFERTILIZER

Arifin Ahmad1, Lolita Endang Susilowati2, Zaenal Arifin2 1

Alumni Fakultas Pertanian Universitas Mataram 2

Dosen Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram Korespondensi : Email : Arifinahmad.brow1@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan carrier Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) yang sesuai untuk menunjang viabilitas dan ketahanan bakteri sebagai agen pupuk hayati. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Pada penelitian ini digunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu faktor pertama adalah carrier yang terdiri atas 2 aras perlakuan yaitu dedak padi dan tepung tapioka, dan faktor kedua adalah bakteri yang terdiri atas 5 aras perlakuan yaitu bakteri A, B, C, E, dan perlakuan kontrol sehingga terdapat 10 kombinasi perlakuan kemudian masing-masing kombinasi diulang sebanyak 3 kali sehingga mendapatkan 30 unit percobaan. Penelitian ini diawali dengan penyiapan carrier inokulum (meliputi penyaringan carrier dengan saringan 50 mesh dan pensterilan

carrier), kemudian dilanjutkan dengan analisis karakteristik carrier. Carrier dedak padi dengan kandungan

41,34% organik, 1,56% N-total, 1,198% P-total, pH- 5,98 dan tepung tapioka dengan kandungan 36,07% C-organik, 0,035% N-total, 0.025% P-total, dan pH- 5,43), peremajaan isolat, kemudian dilanjutkan dengan preparasi inokulum BPF (meliputi penumbuhan dan pembiakan), dan BPF diinokulasikan pada carrier selama masa inkubasi 2 bulan. Penelitian ini mengkaji viabilitas BPF dengan cara menghitung kerapatan populasi dari BPF secara periodik yaitu setelah masa inkubasi 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan dengan metode Total Plate. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dedak padi mampu menjadi carrier yang lebih baik bagi pertumbuhan bakteri pelarut fosfat dibanding carrier tepung tapioka. Bakteri C memiliki kemampuan tumbuh yang lebih baik dibanding bakteri A, B, dan E pada kedua carrier selama 2 bulan masa inkubasi, dan bakteri E tidak mampu tumbuh dalam carrier dedak padi dan tepung tapioka setelah masa inkubasi 2 bulan.

Kata Kunci : BPF, Carrier,Viabilitas

ABSTRACT

The aim of this study was to obtain carrier Phosphate Solublizing Bacteria (PSB) which are appropriate to the viability and resilience of bacteria as agents of biofertilizer. This research was conducted at the Laboratory of Microbiology, Faculty of Agriculture, University of Mataram. This research was arranged in completely randomized design (CRD)-factorial with 2 factors, namely the first factor is a carrier consisting of two kinds namely rice bran and starch. The second factor is the bacteria that consists of five kinds, namely bacteria A, B, C, E, and 1 control treatment. Than there were 10 combinations of treatment and then each the combination was repeated 3 times to get 30 experimental units. This study was begined with the preparation of the inoculum carrier (include filtering carrier with a sieve of 50 mesh and carrier sterilization), then proceed with the analysis of the characteristics of the carrier. The rice bran carrier were as follows : content of organic C 41.34%, 1.56% N-total, 1.198% P-total, pH- 5.98 and the starch were as follows : content of 36.07% with organic C, total-N 0.035%, 0.025% P-total, and pH- 5.43), rejuvenation isolates , than continued with inoculum preparation PSB (consist of proliferation), and PSB inoculated on the carrier during 2 months incubation period. This study examined the viability of the PSB by calculating the population density of PSB are periodically ie after an incubation period of 2 weeks, 1 month, and 2 months with Total Plate method. The results showed that rice bran was be able to become a better carrier for phosphate solublizing bacteria growth than the starch. Bacteria C had the ability to grow better than bacteria A, B, and E on the second carrier during the 2 month incubation period, and the bacteria E are not

able to grow in the carrier rice bran and starch after 2 months incubation period.

Keywords : PSB, Carrier, viability

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) merupakan mikrobia yang hidup di dalam tanah yang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik, kimia, dan biologis lingkungannya, seperti suhu, kelembaban, dan pH

(2)

Crop Agro Vol… No… - … 2015 Page 2 penyediaan unsur hara P bagi tanaman dan tidak

menyebabkan pencemaran lingkungan. Bakteri yang termasuk dalam kelompok BPF diantaranya adalah

Pseudomanas sp, Bacillus sp, Mycobacterium,

Flavobacterium, Thiobacillus sp. Pseudomonas sp

dan Bacillus sp memiliki kemampuan yang paling

besar dalam melarutkan fosfat.

Dalam melakukan aplikasi BPF, dibutuhkan bahan pembawa (Carrier) yang akan membawa bakteri tersebut sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal. Bahan pembawa inokulum yang biasa disebut sebagai carrier pada dasarnya merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai tempat hidup inokulum pupuk hayati sebelum diaplikasikan, sehingga harus dapat mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu tumbuh dan berkembang pada saat digunakan. Carrier yang baik adalah tidak bersifat toksik bagi mikrobia, kemampuan absorpsi tinggi, mudah disterilkan, dan dihaluskan, mudah menempel pada bahan tanaman dan tersedia secara melimpah (Burton, 1979).

Di alam ini terdapat banyak jenis bahan yang dapat digunakan sebagai carrier BPF sebagai tempat hidup dan berkembangnya inokulum agen pupuk hayati (Biofertilizer), diantaranya adalah limbah pertanian seperti kulit pisang, kompos, gambut, dan blotong. Karakter dari bahan dapat mempengaruhi efektivitas pelarutan P oleh BPF. Pseudomonas fluorescent mampu melarutkan P pada gambut yaitu 79%, pada blotong 82%, dan pada campuran gambut dan blotong (1:1) 88%. Bahan lain yang mungkin dapat dijadikan sebagai carrier alternatif BPF adalah tepung singkong dan dedak padi.

Tapioka merupakan salah satu hasil olahan dari singkong (Manihot utilisima) dan merupakan bahan yang ekonomis dan mudah diperoleh serta memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu 36,8% (Linders et al., 1997). Sedangkan dedak padi merupakan hasil sampingan dari olahan padi yang ketersediaannya melimpah, dan ekonomis dan memiliki kandungan karohidrat sekitar 34,1-53,2% (Nadiyah et al. 2005). Karbohidrat merupakan salah satu nutrisi utama yang dapat dimanfaatkan untuk proses pertumbuhan dan mendukung viabilitas bakteri (Nisa dkk., 2008). Berdasarkan uraian masalah tersebut di atas, maka dilakukan penelitian tentang “Uji Carrier Bakteri Pelarut Posfat Sebagai Agen Pupuk Hayati” dengan tujuan untuk mendapatkan Carrier Bakteri Pelarut Fosfat yang sesuai untuk menunjang viabilitas dan ketahanan bakteri sebagai agen pupuk hayati.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yang dilakukan di laboratorium.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu faktor pertama adalah carrier yang terdiri atas 2 aras perlakuan yaitu dedak dan tepung tapioka, dan faktor kedua adalah bakteri yang terdiri atas 5 aras perlakuan yaitu kontrol, bakteri A, B, C dan E, sehingga terdapat 10 kombinasi perlakuan kemudian diulang sebanyak 3 kali sehingga mendapatkan 30 unit percobaan.

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram dari bulan September sampai November 2014.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dedak, tepung tapioka, bakteri dengan notasi asal rhizosfer Tithonia (A, B, C, dan E), media Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), dan Pikovskaya.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah plastik, erlenmeyer, shaker, laminar air flow, microwave oven, kapas, tabung reaksi, rak tabung, gigal sky, gelas ukur, pipet mikro, kompor listrik, cawan petri, botol sprey, sendok, dan timbangan analitik.

Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan selama penelitian berlangsung adalah sebagai berikut :

Penyiapan Carrier Inokulum

Dedak padi dan tepung singkong dikering anginkan kemudian masing-masing disaring dengan saringan 50 mesh. Masing-masing carrier diukur pH dan kadar airnya. Kadar air carrier (dedak padi dan tepung tapioka) diatur yaitu dengan menambahkan 5 ml NB sehingga memiliki kandungan air 17-20%.

Analisis Karakteristik Carrier

(3)

Crop Agro Vol… No… - … 2015 Page 3

Peremajaan Isolat

Masing- masing isolat murni bakteri pelarut fosfat ditumbuhkan pada medium NA dengan metode

streaking plate (goresan agar). Kemudian isolate

yang tumbuh, sebagian dilakukan penyimpanan ulang pada agar miring (slant agar) sebagai kultur stok kedua dan sebagian yang lain sebagai kultur kerja. Kultur stok pertama dan kedua disimpan kembali pada lemari pendingin dengan suhu 4°C.

Penyiapan Inokulum

Masing-masing isolate murni (kultur kerja) ditumbuhkan pada media Nutrient Broth (NB), kemudian suspense isolat dibiakkan pada mesin shaker dengan kecepatan 120 rpm selama 2 x 24 jam pada suhu ruangan. Setelah tumbuh, biakan siap untuk diinokulasikan ke carrier yang telah disiapkan sesuai dengan formulasi yang diujikan. Sebelum diinokulasikan ke dalam carrier, masing-masing BPF dihitung kerapatannya dengan metode Total Plate.

Penumbuhan Inokulum ke Dalam Carrier Penumbuhan inokulum ke dalam carrier dedak dan tepung dengan lama penyimpanan 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan dilakukan dengan cara disemprotkan secara merata sebanyak 5 ml cairan media NB dengan intensitas 1011 cfu/ml bakteri. Pada saat penyemprotan, dilakukan di dalam laminar air flow agar tidak terjadi kontaminasi oleh mikroorganisme lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Carrier

Jumlah koloni Bakteri Pelarut Fosfat selama penyimpanan ditentukan oleh bahan pembawa

(carrier) bakteri tersebut. Karakteristik suatu bahan

dapat digunakan sebagai carrier adalah dapat mempertahankan jumlah inokulum atau koloni mikrobia dalam jangka waktu yang lama (Subba-rao, 1982). Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan jumlah koloni bakteri untuk mengetahui baik atau tidaknya carrier yang digunakan. Pertumbuhan BPF pada suatu carrier, dalam penelitian ini digunakan dua jenis carrier yang memiliki karakteristik bahan yang berbeda yaitu dedak padi dan tepung tapioka. Karakteristik kedua jenis carrier tersebut ditunjukkan pada tabel 4.1 sebagai berikut.

Tabel 4.1 menunjukkan karakteristik carrier bakteri pelarut fosfat yaitu dedak padi dan tepung tapioka. Kedua jenis carrier tersebut memiliki pH yang relatif sama, tetapi mengandung C-organik, N total, dan P total yang berbeda. Dedak padi mengandung C-organik, N total, dan P total yang lebih tinggi dibanding tepung tapioka. Perbedaan karakteristik ini diduga berpengaruh terhadap kemampuan carrier dalam mempertahankan kelangsungan hidup bakteri pelarut fosfat.

Dari kandungan nutrisi antara dedak padi dan tepung tapioka diharapkan dapat menjadi carrier yang baik bagi pertumbuhan, perkembangan, serta kelangsungan hidup bakteri pelarut fosfat. Dengan kandungan nutrisi dedak padi yang lebih tinggi dibanding tepung tapioka, diperkirakan bahwa bakteri pelarut fosfat akan mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada carrier dedak padi dibanding pada carrier tepung tapioka. Kandungan C-organik, N total, dan P total sangat mempengaruhi pertumbuhan BPF karena C organik dan P total digunakan mikrobia sebagai sumber energi dan nutrisi untuk pertumbuhan dan aktivitasnya (Black, 1999).

Viabilitas BPF di Dalam Carrier

Dedak Padi Data viabilitas bakteri pelarut fosfat pada carrier dedak padi ditunjukkan pada gambar 4.2 sebagai berikut.

Gambar 4.2. Grafik viabilitas bakteri pelarut fosfat di dalam carrier dedak padi menggunakan perhitungan log pada periode pengamatan 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan.

(4)

Crop Agro Vol… No… - … 2015 Page 4 atau setara (9,14 cfu/ml), bakteri C (3,38 x 10

cfu/ml) atau setara (10,53 cfu/ml), dan bakteri E (9,05 x 10 cfu/ml) atau setara (8,96 cfu/ml).

Pada masa inkubasi 1 bulan (pengamatan II), viabilitas bakteri A (2,91 x 10 cfu/ml) atau setara hasil konversi log yaitu (8,46 cfu/ml), bakteri B (1,6 x 10 cfu/ml) atau setara (9,2 cfu/ml), bakteri C (1,16 x 10 cfu/ml) atau setara (10,06 cfu/ml), dan bakteri E (0,89 x 10 cfu/ml) atau setara (5,95 cfu/ml). Pada masa inkubasi 1 bulan ini, bakteri A dan E menunjukkan penurunan kemampuan tumbuh yang tinggi, sebaliknya bakteri B menunjukkan peningkatan jumlah populasi. Bakteri A mengalami penurunan sebesar (2,44 cfu/ml) yaitu dari (10,9 cfu/ml) menjadi (8,46 cfu/ml) atau menurun sekitar 22,38%, dan bakteri E menurun sebesar (3,01 cfu/ml) yaitu dari (8,96 cfu/ml) menjadi (5,95 cfu/ml) atau menurun sekitar 33.59%. sedangkan pertumbuhan bakteri B relatif konstan.

Pada masa inkubasi 2 bulan (pengamatan III), viabilitas bakteri A (6,71 x 10 Cfu/ml) atau setara hasil konversi log (7,83 cfu/ml), bakteri B (1,48 x 10 cfu/ml) atau setara (8,17 cfu/ml), bakteri C (2,81 x 10 cfu/ml) atau setara (8,45 cfu/ml), sedangkan bakteri E mengalami penurunan yang signifikan yang ditunjukkan dengan tidak terdapatnya bakteri yang tumbuh pada inkubasi 2 bulan. Jika dilihat dari hasil pengamatan II pada masa inkubasi 1 bulan, pertumbuhan bakteri A masih relatif konstan, sedangkan bakteri B menurun (1,03 cfu/ml) yaitu dari (9,2 cfu/ml) menjadi (8,17 cfu/ml) atau menurun sekitar 11,2%, bakteri C menurun (1,61 cfu/ml) yaitu dari (10,06 cfu/ml) menjadi (8,45 cfu/ml) atau menurun sekitar 16%, dan bakteri E mengalami kematian.

Dari data yang ditunjukkan pada gambar 4.2, pada masa inkubasi 2 minggu (pengamatan I), semua bakteri menunjukkan viabilitas yang baik. Viabilitas bakteri A dan C dari hasil konversi log berada pada kisaraan (10-10,9 cfu/ml), sedangkan bakteri B dan E berada pada kisaran (8-9,14 cfu/ml). Perbedaan viabilitas dari bakteri tersebut sangat ditentukan oleh sifat intrinsik masing-masing bakteri dan kemampuan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan

carrier. Hasil penelitian sebelumnya menunjukan

bahwa pada carrier yang mengandung kulit pisang

ini Pseudomonas putida pada jangka waktu 6 minggu

penyimpanan, jumlah koloninya mengalami peningkatan hingga minggu ke-4 (dengan rata-ratanya sebesar 11,6 x 107 cfu/g bahan pembawa)

dan mengalami penurunan pada minggu ke-6 (5,8 x 107 cfu/g bahan pembawa). Sedangkan untuk

Bacillus meghaterium pada jangka waktu 6 minggu

penyimpanan, jumlah koloninya mengalami peningkatan hingga minggu ke-4 (dengan rata-ratanya sebesar 8,4 x 107 cfu/g bahan pembawa) dan mengalami penurunan pada minggu ke-6 (4,1 x 107 cfu/g bahan pembawa) (Tyas, 2008).

Jika dilihat pada masa inkubasi 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan, viabilitas bakteri B dan C relatif konstan, sedangkan bakteri A dan E menunjukkan penurunan viabilitas yang tinggi. Pada masa inkubasi 2 bulan, viabilitas bakteri E menurun drastis. Diduga hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertama, nutrisi carrier sudah mulai berkurang, karena selama masa inkubasi, BPF memanfaatkan nutrisi yang ada pada carrier sebagai sumber energinya sehingga seiring lamanya inkubasi maka jumlah nutrisi akan berkurang. Menurut Waluyo (2004), mikroba sama dengan mahluk hidup lainnya, membutuhkan nutrient (nutrisi) sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Kekurangan sumber-sumber nutrisi akan mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Kedua menurunnya derajat keasaman (pH). Hasil penelitian Nurosid (2008), menyatakan bahawa semakin lama waktu inkubasi, maka pH semakin menurun. Pada waktu inkubasi 0 jam nilai pH medium sebesar 6,8 dan pada 48 jam pH 4,4. Penurunan pH terjadi karena bakteri pelarut fosfat dalam aktivitasnya mengeluarkan asam-asam organik untuk melepaskan ikatan P. Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH (Alexander, 1977). Sedangkan untuk pertumbuhan optimum bakteri pelarut fosfat berkisar pada pH netral dan meningkat seiiring dengan meningkatnya pH (Simanungkalit et al., 2006).

Viabilitas BPF di Dalam Carrier Tepung Tapioka

Data viabilitas bakteri pelarut fosfat pada

carrier tepung tapioka ditunjukkan pada gambar 4.3

(5)

Crop Agro Vol… No… - … 2015 Page 5 Gambar 4.3. Grafik viabilitas bakteri pelarut fosfat

menggunakan perhitungan log di dalam carrier tepung tapioka pada periode pengamatan 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan.

Dari gambar 4.3 menunjukkan perlakuan kontrol pada masa inkubasi 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan tidak didapatkan BPF yang tumbuh, hal ini menunjukkan bahwa carrier yang digunakan tersebut benar-benar steril. Pada masa inkubasi 2 minggu, viabilitas bakteri A (0,78 x 10 cfu/ml) atau setara dengan hasil konversi log yaitu (9,89 cfu/ml), bakteri B (1 x 10 cfu/ml) atau setara (8 cfu/ml), bakteri C 34,48%, bakteri E mengalami penurunan sebesar (1,47 cfu/ml) yaitu dari (7,35 cfu/ml) menjadi (5,88 cfu/ml) atau menurun sekitar 20%. Kemudian viabilitas bakteri B (1,21 x 10 cfu/ml) atau setara hasil konversi log yaitu (7,08 cfu/ml), bakteri C (8,22 x 10 cfu/ml) atau setara (8,91 cfu/ml). Bakteri B viabilitasnya relatif konstan yaitu dari (8 cfu/ml) menjadi (7.08 cfu/ml), begitu juga dengan bakteri C yaitu dari (8,51 cfu/ml) menjadi (8,91 cfu/ml).

Sedangkan pada masa inkubasi 2 bulan, bakteri A, B, C, maupun E kembali mengalami penurunan viabilitas. Viabilitas bakteri A (1,49 x 10 cfu/ml) atau setara hasil konversi log yaitu (5,17 cfu/ml), bakteri B (6,11 x 10 cfu/ml) atau setara (5,79 cfu/ml), bakteri C (1,56 x 10 cfu/ml) atau setara (7,19 cfu/ml), dan bakteri E dengan nilai nol (0 cfu/ml). Jika dilihat pada masa inkubasi 1 bulan, bakteri A mengalami penurunan sebesar (1,31 cfu/ml) yaitu dari (6,48 cfu/ml) menjadi (5,17 cfu/ml) atau menurun sekitar 20,22%, bakteri B (1,29

cfu/ml) yaitu dari (7,08 cfu/ml) menjadi (5,79 cfu/ml) atau menurun sekitar 18,22%, bakteri C (1,72 cfu/ml) yaitu dari (8,91 cfu/ml) menjadi (7,19 cfu/ml) atau menurun sekitar 19,3%), dan bakteri E mengalami penurunan yang sangat drastis yaitu menurun 100%. Dari data pada masa inkubasi 2 minggu, dapat dilihat bahwa viabilitas bakteri A, C dan E dari hasil konversi log berada pada kisaran (6-9,89 cfu/ml), sedangkan bakteri B belum menunjukkan adanya pertumbuhan. Sedangkan dari data masa inkubasi 1 bulan dan 2 bulan pada gambar 4.3 juga menunjukkan penurunan kemampuan tumbuh dari bakteri.

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pola pertumbuhan bakteri pelarut fosfat pada carrier tepung sama dengan pola pertumbuhan pada carrier dedak. Diduga penyebab terjadinya penurunan kemampuan tumbuh BPF pada carrier tepung sama dengan yang terjadi pada carrier dedak yaitu pertama nutrisi carrier sudah mulai berkurang. Menurut Waluyo (2004), mikroba sama dengan mahluk hidup lainnya, membutuhkan nutrient (nutrisi) sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Kekurangan sumber-sumber nutrisi akan mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Kedua menurunnya derajat keasaman (pH). Penurunan pH terjadi karena bakteri pelarut fosfat dalam aktivitasnya mengeluarkan asam-asam organik untuk melepaskan ikatan P. Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH (Alexander, 1977).

Perbandingan Pertumbuhan BPF Pada Kedua Jenis Carrrier

(6)

Crop Agro Vol… No… - … 2015 Page 6 Tabel 4.4. Populasi BPF pada setiap masa inkubasi bakteri di dalam carrier

DEDAK Populasi BPF Selama Masa Inkubasi

No. Bakteri 2 Minggu 1 Bulan 2 Bulan

cfu/ml Log cfu/ml Log cfu/ml Log

1 Kontrol 0 0 0 0 0 0

2 A 7,89 x 10 10,9 2,91 x 10 8,46 6,71 x 10 7,83

3 B 1,39 x 10 9,14 1,6 x 10 9,2 1,48 x 10 8,17

4 C 3,38 x 10 10,53 1,16 x 10 10,06 2,81 x 10 8,45

5 E 9,05 x 10 8,96 0,89 x 10 5,95 0 0

TEPUNG

1 Kontrol 0 0 0 0 0 0

2 A 0,78 x 10 9,89 3 x 10 6,48 1,49 x 10 5,17

3 B 1 x 10 8 1,21 x 10 7,08 6,11 x 10 5,79

4 C 3,21 x 10 8,51 8,22 x 10 8,91 1,56 x 10 7,19

5 E 2,22 x 10 7,35 7,55 x 10 5,88 0 0

Hasil penelitian tentang uji carrier bakteri pelarut fosfat sebagai agen pupuk hayati fosfat ini menunjukkan bahwa carrier dedak padi memiliki kemampuan sebagai carrier yang lebih baik dibanding tepung tapioka. Dalam hal ini, dedak padi mampu mempertahankan kelangsungan hidup bakteri pelarut fosfat selama 2 bulan masa inkubasi dan populasinya lebih tinggi dibandingkan pada carrier tepung tapioka (tabel 4.4). Hal ini diduga disebabkan karena perbedaan karakteristik bahan carrier. Hasil analisis karakteristik carrier menunjukkan bahwa nutrisi yang terkandung di dalam carrier dedak padi lebih tinggi di banding tepung tapioka yaitu dedak padi dengan 41,34% C-organik, 1,56% N-total, 1,198 P-total, dan pH- 5,98. Sedangkan tepung mengandung 36,07% C-organik, 0,035% N-total, 0.025% P-total, dan pH- 5,43. Kemampuan dalam memelihara jumlah bateri hidup dalam populasi yang tinggi selama kurun waktu yang lama merupakan suatu karakteristik yang penting yang harus dimiliki

carrier (Yardin et al, 2000).

Sumber nutrisi yang cukup dari suatu bahan

carrier akan dimanfaatkan oleh bakteri untuk

pembentukan sel. Susunan kimia sel mikroba relatif tetap, baik unsur kimia maupun senyawa yang terkandung di dalam sel. Dari hasil analisis kimia diketahui bahwa penyusun utama sel adalah unsur kimia C, H, O, N, dan P, yang jumlahnya ± 95 % dari berat kering sel (Madigan, 2009). Sumber C yang dapat di manfaatkan oleh bakteri yaitu karbohidrat, sedangkan sumber N dari asam-asam amino. Selain itu, bakteri pelarut fosfat memerlukan fosfat dalam jumlah yang tidak sedikit, dalam hal ini bakteri pelarut fosfat dapat memanfaatkan P organik dan atau P anorganik sebagai sumber P dalam hidupnya (Mansur et al.,2003).

Selain itu, diduga kemampuan hidup bakteri juga dipengaruhi oleh sifat bakteri yang dapat dilihat dari karakter morfologinya seperti bentuk, permukaan koloni, tepi koloni, warna permukaan, dan kepekatan dari masing-masing koloni BPF. Dari perbedaan karakter morfologi ini, diduga kemampuan tumbuh dan adaptasi bakteri tersebut juga berbeda. Dari hasil penelitian sebelumnya Tyas (2008), Pseudomonas putida menunjukkan viabilitas yang lebih baik bila dibanding Bacillus megatherium pada semua macam carrier yang mengandung kulit pisang. Selain itu, Pseudomonas putida menunjukkan viabilitas tertinggi pada carrier limbah kulit pisang 120 g dibanding carrier lain. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya jumlah koloni hingga minggu ke-4 (dari 1,5 x 10 cfu/g bahan pembawa menjadi 18,1 x 10 cfu/g bahan pembawa). Pada penelitian ini, pola pertumbuhan bakteri pelarut fosfat menurun pada masa inkubasi 2 bulan. Hal tersebut juga terjadi pada carrier kulit pisang 120 g, bakteri Pseudomonas putida mengalami penurunan pada minggu ke-6 (7,6 x 10 cfu/g bahan pembawa) tetapi masih menunjukkan jumlah populasi yang lebih tinggi dibanding carrier lain.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa :

(7)

Crop Agro Vol… No… - … 2015 Page 7 mengandung 36,07% C-organik, 0,035%

N-total, 0.025% P-N-total, dan pH- 5,43.

2. Bakteri C memiliki kemampuan tumbuh yang lebih baik dibanding bakteri A, B, dan E pada kedua carrier selama 2 bulan masa inkubasi.

3. Bakteri E tidak mampu tumbuh dalam

carrier dedak padi dan tepung tapioka

setelah masa inkubasi 2 bulan.

Saran

Dari hasil penelitian ini, disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan guna mengetahui berapa lama bakteri A, B, dan C mampu bertahan hidup di dalam carrier dedak padi dan tepung tapioka.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, M. 1977. Introduction to Soil

Microbiology. Second Edition. John Willey

and Sons. Inc. Canada. 467 p.

Arshad, M and W.T Frankenberger. 1993. Microbial

Production of Plant Gowth Regulators. In

F.B. Mettind (ed.) Soil Microbial Ecology. Marcel Dekker, Inc. New York. Basel. Hongkong p.307 -347

Bachri, I.S. 2004. Potensi Bacillus sp. dalam

Pengendalian Cendawan Phytophthora

palmivora. Penyebab Penyakit Busuk Buah

Kakao (Theobroma cacao L.) [Skripsi]. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Banik, S. 1982. Available Phosphate Content of An Alluvial Soils as Influenced by Inoculation of Some Isolated Phosphate-Solubilizing

Microorganism. Plant Soil. 60: 353-364.

Beauchamp, E.G. and D.J. Hume. 1997. Agicultural Soil Manipulation: The Use Of Bacteris,

Manuring, and Plowing. P. 643-664. In

J.D. van Elsas, J.T. Trevors, and E.M.H. Wellington (Eds.). Modern Soil Microbiology. Marcel Dekker, New York.

Black, J. 1999. Microbiology Principles and

Exploratory Fourth Edition. Prentice Hall

Inc. New Jersey.

Burton, J.C. 1979. New Development In Inoculating

Legume. Advance In Biological Nitrogen

Nutrition. Oxford And IBH Publishing Co. Exploitation of Genes Involved 2,4-diacethylphloroglucinol Biosynthesis to Confer a New Biocontol Capability to a

Pseudomonas Strain. Appl. Environ.

Microbiol. 58: 3873-3878.

Gaur, A.C., R.S. Mathur, and K.V. Sadasivam. 1980. Effect of organic materials and phosphate-dissolving culture on the yield of wheat and

geengam. Indian. J. Agon. 25: 501-503.

Glick, BR. 1995. The Enhancement Of Plant Gowth

By Free Living Bacteria. Canadian Journal

Microbiology 41: 109-117.

Goenadi, D.H., R. Saraswati, dan Y. Lestari. 1993.

Kemampuan Melarutkan Fosfat Dari

Beberapa Isolat Bakteri Asal Tanah dan

Pupuk Kandang Sapi. Menara Perkebunan

61(2): 44-49.

Handayani. 2009. Inokulan Bradyrhizobium japonicum Toleran Asam-Al: Uji Viabilitas

dan Efektivitas Simbiotik Terhadap

Tanaman Kedelai [tesis]. Sekolah

Pascasarjana. Institut pertanian Bogor.

Havlin, J.L., J.D. Beaton., S.L. Tisdale., and W.L Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. An Intoduction to Nutrient Management. Sixth ed. Prentice Hall, New Jersey.

Hazra, F. dan E. Widyati. 2007. Isolasi, Seleksi Bahan Pembawa dan Formulasi Inokulum

Thiobacillus sp. Jurnal Tanah dan

Lingkungan 9(2): 71-76

Hidayati, N. 2009. Efektivitas Pupuk Hayati pada

Berbagai Lama Simpan Terhadap

Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa)

dan Jagung (Zea mays) [skripsi]. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Illmer, P., A. Barbato and F. Schinner. 1995.

Solubilising of Hardly Soluble with

P-Solubilizing Microorganism. Soil Biol.

(8)

Crop Agro Vol… No… - … 2015 Page 8 Joner, E.J., I.M. Aarle, and M. Vosatka. 2000.

Phosphatase Activity Of Extraradical

Arbuscular Mycorrhiza Hyphae: a Review.

Plant Soil 226: 199- 210.

Karnataka. 2007. “Enhanced Survival and Performance of Phosphate Solubilizing Bacterium in Maize through Carrier

Enrichment”. J. Agic. Sci. 20(1) :170-172

Kucey, R.M.N. 1983. Phosphate-solubilizing bacteria and fungi in various cultivated and

virgin Alberta soils. Can. J. Soil Sci. 63:

671-678.

Kundu, B.S. and A.C. Gaur. 1980. Establisment of

Nitrogen Fixing and Phosphate

Solubilizing Bacteria in Rhizosphere and their effect on yield and nutrient uptake of

wheat crop. Plant Soil 57 : 223 -230.

Linder, M., and Teeri, T. 1997. The Role and

Fungtion of Cellulose Binding Domains.

Journal Biotechnology, 57: 15-28.

Lubis, S., R. Rahmat, Sudaryono, S. Nugaha. 2002.

Pengawetan Dedak Dengan Metode

Inkubasi. Balitpa Sukamandi, Karawang.

Lynch, J.M. 1983. Soil Biotechnology: Blackwell Sci. Pub. Co., London. 191 p.

Madigan, M.T. 2009. Biologi of Microorganism. Brock. Twelfth Edition.

Mansur .M, D. Soedarsono, dan E. Susilowati. 2003.

Biologi Tanah. CPIU Pasca

IAEUP. Jakarta.

Maryanti, D. 2006. Isolasi dan Uji Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat Dari Rhizosfir

Tanaman Pangan dan Semak. [Skripsi].

Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. 84 halaman.

Mumpton, F.A. 1984. The Role of Natural Zeolites in

Agiculture. J. Animal. Sci. 12: 3-24.

Nadiyah, Krisbiyanto dan A. Azizah. 2005. Kemampuan Bakteri Acetobacter Xylinum Mengubah Karbohidrat Pada Limbah Padi

(Bekatul) Menjadi Selulosa. Bioscience, 2:

37-47.

Nagarajah, S., A.M. Posneer, and J.P. Quirk. 1970. Description Of Phosphate From Kaolinite

By Citrate And Bicarbonate. Soil Sci. Am.

J. 32: 507-510.

Nisa, F.C., J. Kusnadi, dan R. Chrisnasari. 2008. Viabilitas dan Deteksi Subletal Bakteri Probiotik Pada Susu Kedelai Fermentasi Instan Metode Pengeringan Beku (Kajian Jenis Isolate dan Konsentrasi Sukrosa

Sebagai Krioprotektan). Jurnal Teknolog

Pertanian. 9 (1): 23-27.

Nurosid. 2008. Kemampuan Azospirillum Sp. Jg3 Dalam Menghasilkan Lipase Pada Medium Campuran Dedak Dan Onggok Dengan

Waktu Inkubasi Berbeda. Skripsi.

Universitas Jenderal Soedirman.

Patten, C.L. and B.R. Glick. 1996. Bacterial

Biosynthesis Of Indole-3-Acetic Acid. Can.

J. Microbiol. 42: 207-220.

Paul, E.A. and F.E. Clark. 1989. Phosphorus

Transformation In Soil. In Soil

Microbiology and Biochemistry. Academic Press, Inc. Harcourt Brace Jovanovich, Publ.n New York.

Premono, E. 1994. Jasad Renik Pelarut Fosfat “Pengaruhnya Terhadap P-Tanah Dan

Efisiensi Pemupukan P-Tanaman Tebu.

Disertasi. Progam Pasca Sarjana. IPB. Bogor. 193 halaman.

Puslitanak. 2004. Mikroorganisme Meningkatkan

Efisiensi Pemupukan Fosfat. (on-line).

http://www.pustakadeptan.

go.id/publ/warta/2546.html. diakses 18 Oktober 2006.

Raharjo, B. 2004. Penapisan Rhizobakteri Tahan Tembaga (Cu) dan Mampu Mensintesis

IAA dari Rizosfer Kedelai (Glicyne max L.).

Tesis. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Simanungkalit, RDM. 2001. Aplikasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia Suatu Pendekatan

(9)

Crop Agro Vol… No… - … 2015 Page 9 Simanungkalit, R.D.M, Suriadikarta, D.A. Sarawati,

R. Setyorini dan Hartatik. 2006. Pupuk

Organik Dan Pupuk Hayati. Balai Besar

Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya lahan Pertanian. Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB. Bogor.

Sosrosoedirdjo, R.S. 1983. Bercocok Tanam Ubi Kayu. Yasagama, Jakarta.

Subba-Rao, N.S. 1982. Advanced Microbiology. Oxford and IBH Publishing Co New Delhi. India.

Sundara Rao, W.V.B .and M.K. Sinha. 1963. Phosphate Dissolving Microorganisms In

The Soil And Rhizosphere. Indian J. Agic.

Sci. 33: 272-278.

Supriyadi dan Sudadi. 1998. “ Efektifitas Bakteri Pelarut Fosfat pada Beberapa Macam

Bahan Pembawa Inokulum”. Jurnal Ilmu

Tanah. 6 (2): 30-36.

Taha, S.M., S.A.Z. Mahmoud, A. Halim, El Damaty and A.M. Abd. El. Hafez. 1969. Activity of Phosphate Dissolcing Bacteria in Egyption

Soils. Plant and Soil XXXI, No. 1.

Tyas, I. N. 2008. Pemanfaatan Kulit Pisang Sebagai Bahan Pembawa Inokulum Bakteri Pelarut

Fosfat. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.

Waksman, S.A. and R.L. Starkey. 1981. The Soil and

The Microbe. John Wiley and Sons, Inc.

New York.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Penerbit universitas Muhamadiyah Press, Malang.

Widawati, S., Suliasih, dan A. Kanti. 2001. Pengaruh Isolat BPF Efektif dan Dosis Pupuk Fosfat Terhadap Pertumbuhan Kacang Tanah

(Arachis Hypogaea L.). Prosiding Seminar

Nasional Biologi XVI. Volume 2. PBI cabang Bandung dan ITB. Bandung, 26-27 Juli 2001.

Widawati, S. dan Suliasih. 2005. The Application of Soil Microbe from Wamena Botanical Garden as Biofertilizer (Compost Plus) on

Purple Eggplant (Solanum melongena L.).

J. Ilmiah Pert. Gakuryoku XI(3):20-24.

Witono, Y. 2008. Peran Bioteknologi Pada Produk Pangan Yang Thoyib Dari Bahan Lokal

Untuk Ketahanan Pangan Nasional.

Prosiding Seminar Nasional, Peran Bioteknologi Bagi Kesejahteraan umat. Yayasan Memajukan Bioteknologi Indonesia (YMBI) dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetika, Yogyakarta.

Yardin, M. R, I. R Kennedy and J. E Thies. 2000. Development of High Quality of Carrier Materials For Field Delivery of Key Microorganisms Used as Biofertilizer and

Biopestisides. Radiation Physics and

(10)

Crop Agro Vol… No… - … 2015 Page 10

HALAMAN PENGESAHAN

Artikel tersebut telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing skripsi untuk diterbitkan

pada jurnal crop agro sebagai salah satu syarat pra yudisium dan yudisium pada Fakultas Pertanian

Universitas Mataram.

Mengetahui, Pembimbing Utama

Dr. Ir. Lolita Endang Susilowati, MP. NIP. 19600315 198503 2 003

Pembimbing Pendamping

Gambar

gambar 4.2 sebagai berikut.
Gambar 4.3. Grafik viabilitas bakteri pelarut fosfat menggunakan perhitungan log di dalam carrier tepung tapioka pada periode pengamatan 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan
Tabel 4.4. Populasi BPF pada setiap masa inkubasi bakteri di dalam carrier

Referensi

Dokumen terkait

Kelemahan pembelajaran kontekstual diantaranya: (1) guru lebih intensif dalam membimbing. Pada model pembelajaran kontekstual guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi.

6 Hal yang menarik juga di dalam penamaan ini adalah sebagian orang berpendapat bahwa ‘hubungan internasional’adalah ilmu yang kajiannya lebih sempit dan hampir mirip

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum yuridis±normatif terkait dengan tinjaun hukum mengenai prinsip diversity of ownership dan

Hal itu tampak pada manajemen dakwah yang diterapkan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Kudus berlandaskan pada fungsi-fungsi manajemen dari G.R

Berdasarkan uraian hasil tersebut, dapat diperoleh data bahwa desain pembelajaran berbasis Multiple Intelligences yang dikembangkan memiliki kelayakan dengan kategori

Berdasarkan pengertian di atas maka yang dimaksud dengan judul Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Microsoft Powerpoint terhadap hasil belajar siswa pada mata

bahan tanam daun dewa asal kultur in vitro menghasilkan pertumbuhan, produksi total flavonoid, antosianin dan kuersetin lebih tinggi pada kondisi naungan dan pemupukan

Pengukuran konsentrasi debu pada udara ambient di kampus A Universitas Trisakti ini dimaksudkan untuk mengkaji apakah kadar debu yang terdapat dalam ruangan tersebut