• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - BAB I VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - BAB I VI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem hidrologi dalam suatu wilayah daratan dimana secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai. Kondisi DAS sangat tergantung dari kondisi air, tanah, dan lingkungan serta interaksi manusia terhadap DAS tersebut. Karakteristik DAS yang baik dapat dilihat dari kemampuannya menahan butiran hujan yang jatuh ke permukaan lahan, agar tidak langsung menjadi limpasan permukaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan resapan DAS adalah kerapatan tutupan vegetasi yang biasanya terkait dengan kondisi kesehatan lingkungan DAS. Perubahan lahan hutan menjadi perkebunan dan perumahan merupakan suatu fenomena yang sering terjadi dalam kerusakan lingkungan.

Perubahan penggunaan lahan tersebut tentunya menimbulkan pula percepatan degradasi tanah melalui erosi tanah. Erosi adalah hasil pengikisan permukaan bumi oleh tenaga yang melibatkan pengangkatan benda-benda, seperti air mengalir, es, angin, dan gelombang atau arus. Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan penggunaan lahan.

(2)

lainnya yang memanfaatkan sumberdaya alam secara tidak bertanggung jawab (Arsyad, 2010).

Secara geografis, DAS Krueng Seunagan terletak antara 04001’16.987” –

04026’0.940”LU dan 96011’45.417” – 96051’4.000” BT, secara administratif

DAS Krueng Seunagan terletak di Kabupaten Nagan Raya, dengan luas DAS 995,86 Km2 Untuk lebih jelasnya peta lokasi penelitian dapat dilihat pada

Lampiran A Gambar A.1.1 Halaman 36.

Perkiraan laju erosi dapat dilakukan dengan pendekatan Universal Soil Loss Equation (USLE), metode pendekatan USLE ini juga banyak dikombinasiakan dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Kartasasmita (2001), menjelaskan SIG merupakan suatu sistem yang mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan (mengedit, memanipulasi, menyetarakan format, dan lain sebagainya). Widjoyo dalam Bagja (2002), juga menjelaskan SIG sebagai suatu sistem yang mampu mendeskripsikan obyek-obyek di permukaan bumi dalam tiga hal yaitu: data spasial yang berkaitan dengan koordinat geografi (lintang, bujur, ketinggian), data atribut yang tidak berkaitan dengan koordinat geografi (iklim, jenis tanah), serta hubungan data spasial, data atribut dan waktu.

(3)

tingkat bahaya erosi di dapat 4 kejadian erosi pada DAS ini, yaitu rendah 53,509%, sedang 2,193%, tinggi 6,579%, dan sangat tinggi 37,719%.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah sebagai berikut:

1. Berapa besar sebaran erosi lahan yang terjadi pada DAS Krueng Seunagan Kabupaten Nagan Raya?

2. Berapa besar tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi pada DAS Krueng Seunagan Kabupaten Nagan Raya?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui berapa besar sebaran erosi lahan yang terjadi pada DAS Krueng Seunagan Kabupaten Nagan Raya?

2. Untuk mengetahui berapa besar tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi pada DAS Krueng Seunagan Kabupaten Nagan Raya?

1.4 Batasan Masalah

Untuk menghindari penelitian terlalu luas dan terbatasnya waktu, maka ruang lingkup dalam penelitian akan menitik beratkan pada beberapa hal yaitu:

1. Penelitian ini difokuskan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Seunagan Kabupaten Nagan Raya.

(4)

1.5 Hasil Penelitian dan Manfaat penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju erosi yang terjadi di DAS Krueng Seunagan dengan laju erosi yang terbesar terjadi di bagian polygon 180, 181, 182, dan 183 yaitu sebesar 2858,469 ton/ha/tahun, dan laju erosi terkecil terjadi di bagian polygon 176, 184, 185, 186 yaitu sebesar 0. Berdasarkan analisis TBE yang dilakukan dengan membandingkan erosi yang terjadi dengan erosi yang ditoleransi (TSL) yang dilihat beberapa kriteria TBE dimana ada 4 kriteria yang dihasilkan dari analisis TBE tersebut, yaitu TBE sangat tinggi terjadi pada polygon 19,33, 34, 40, 50, 51, 72, 87, 88 ,89, dst. Untuk TBE kriteria tinggi ada pada polygon 98, 99, 100, 101, 102, 103, dst. Untuk TBE kriteria sedang terjadi pada polygon 75, 97, 121, dst. Dan untuk TBE kriteria rendah terjadi pada polygon 1, 2, 3, 4, 5, 6, dst. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.4.4 Halaman 53.

(5)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Daerah Aliran Sungai

Dunne dan Leopold (1978), menyatakan Daerah aliran sungai (DAS) sebagai hamparan wilayah yangdibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet).

Menurut Asdak (2002), ekosistem DAS biasanya dibagi menjadi daerah hulu,tengah,dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, dengan kemiringan lereng lebih besar dari 15%, bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS merupakan daerah pemanfaatan dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominsi hutan gambut/ bakau.

DAS bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut di atas. Perubahan tataguna lahan dibagian

(6)

utamanyaseperti jenis tanah, topografi, geologi, geomorfologi, vegetasi dan tataguna lahan.

Karakteristik DAS dalam merespon curah hujan yang jatuh di tempat tersebut dapat memberi pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran permukaan, kandungan air tanah, dan aliran sungai (Seyhan, 1977).Dalam hal ini air hujan yang jatuh di dalam DAS akan mengalami proses yang dikontrol oleh sistem DAS menjadi aliran permukaan (surface runoff), aliran bawah permukaan (interflow) dan aliran air bawah tanah (groundwater flow). Ketiga jenisaliran tersebut akan mengalir menuju sungai, yang tentunya membawa sedimen dalam air sungai tersebut. Selanjutnya, karena daerah aliran sungai dianggap sebagai sistem, maka perubahan yang terjadi disuatu bagian akan mempengaruhi bagian yang lain dalam DAS (Grigg, 1996).

Bagian hilir dari DAS pada umumnya berupa kawasan budidaya pertanian, tempat pemukiman (perkotaan), dan industri, serta waduk untuk pembangkit tenagalistrik, perikanan dan lain-lain. Daerah bagian hulu DAS biasanya diperuntukan bagi kawasan resapan air. Dengan demikian keberhasilan pengelolaan DAS bagian hilir adalah tergantung dari keberhasilan pengelolaan kawasan DAS pada bagian hulunya. Kerusakan DAS dapat ditandai oleh perubahan perilaku hidrologi, seperti tingginya frekuensi kejadian banjir (puncak aliran) dan meningkatnya proses erosi dan sedimentasi. Kondisi ini disebabkan belum tepatnya sistem penanganan dan pemanfaatan DAS (Brooks et al, 1989).

2.2 Erosi

(7)

Arsyad (1989), mengemukakan bahwa faktor tanah yang diduga mempengaruhi erosi adalah : (a) luas jenis tanah yang peka erosi, (b) luas tanah kritis atau daerah erosi, dan (c) luas tanah dengan kedalaman tertentu. Cook (1936) dalam Renard, et al (1996), menyimpulkan tiga faktor utama yang mempengaruhi erosi yaitu : 1) kepekaan tanah untuk tererosi, 2) potensi erosivitas hujan dan aliran permukaan serta 3) perlindungan tanah oleh tutupan tajuk vegetasi.

2.3 Proses Terjadinya Erosi

Dua penyebab utama terjadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengidahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah, antara lain, pembuatan jalan di daerah dengan kemiringan lereng besar.

Erosi tanah terjadi melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah dan tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan.

2.4 Bentuk-Bentuk Erosi

2.4.1 Erosi percikan (Flash erosion)

(8)

(1958), menyatakan bahwa proses erosi percikan terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) terjadinya penggemburan yang cepat pada permukaan tanah sehingga kohesinya menurun, akibatnya laju erosi percikan akan meningkat; (2) terjadinya pemadatan permukaan akibat pukulan butir air hujan sehingga terbentuk lapisan kerak (crust) tipis yang akan menurunkan jumlah partikel tanah yang terlempar ke udara dan meningkatkan akumulasi air permukaan; (3) terjadinya turbulensi aliran permukaan yang mampu mengangkut sebagian lapisan kerak pada permukaan tanah.

2.4.2 Erosi aliran permukaan (Overland flow erosion)

Erosi aliran permukaan akan terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan air tanah. Mengingat bahwa aliran permukaan terjadi tidak merata dan arah alirannya tidak beraturan, maka kemampuan untuk mengikis tanah juga tidak sama atau tidak merata untuk semua tempat.

Faktor yang berpengaruh terhadap laju erosi permukaan adalah kecepatan dan turbulensi aliran. Pada kecepatan rendah dan aliran tenang, aliran permukaan cenderung tidak menyebabkan terjadinya erosi. Sebaliknya pada batas kecepatan tertentu aliran permukaan akan mampu mengikis permukaan tanah, hal mana bila terjadi bila energi aliran permukaan melebihi daya tahan tanah. Kecepatan aliran permukaan pada saat mulai mampu mengikis permukaan tanah disebut kecepatan ambang, dimana besarnya sangat tergantung pada ukuran partikel tanah (Hjulstrom, 1935).

2.4.3 Erosi alur (rill erosion)

(9)

Hanya kadang-kadang induk alur berkembang menjadi saluran permanen dan menyambung ke sungai.

Alur-alur biasanya terjadi pada lahan-lahan yang ditanami dengan pola berbaris menurut arah kemiringan lereng, atau akibat pengolahan tanah menurut lereng atau bekas tempat menarik balok-balok kayu (Arsyad, 1989).

2.4.4 Erosi parit/selokan (gully erosion)

Proses terjadinya erosi parit, atau yang dikenal juga sebagai ravine, sama dengan erosi alur, sehingga pada mulanya erosi parit ini dianggap sebagai perkembangan lanjut dari erosi alur. Dibandingkan dengan sungai-sungai yang stabil, yang profilnya relatif halus, parit ditandai adanya potongan depan, tangga atau tintik-titik penyempitan sepanjang alurnya. Parit juga mempunyai kedalaman yang relatif besar dengan lebar yang sempit, menyangkut beban sedimen yang tinggi dan sangat tidak teratur, sehingga korelasi antara debit sedimen dan aliran biasanya jelek (Heede, 1975). Parit hampir selalu berkaitan erat dengan percepatan erosi disertai dengan ketidakstabilan penampakan muka tanah.

2.4.5 Erosi tebing sungai (Stream bank erosion)

Erosi tebing sungai adalah erosi yang terjadi akibat pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus air sungai yang kuat terutama pada tikungan-tikungan. Erosi tebing juga akan lebih hebat jika tumbuhan penutup tebing telah rusak atau pengolahan lahan terlalu dekat dengan tebing.

2.4.6 Erosi internal (Internal or subsurface erosion)

(10)

bahwa erosi aliran bawah permukaan hanya menghasilkan lebih kurang 1 % dari material yang tererosi dari lereng bukit.

2.4.7 Tanah longsor (land slide)

Tanah longsor merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan masa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. Berbeda dengan jenis erosi yang lain pada tanah longsor pengangkutan tanah terjadi sekaligus dalam jumlah yang besar. Arsyad (1989), menyatakan bahwa longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah diatas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Erosi

2.5.1 Iklim

Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengaruh langsung adalah melalui tenaga kinetik air hujan, terutama intensitas dan diameter butiran air hujan. Hujan yang intensif dan berlangsung dalam waktu pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar dari pada hujan dengan intensitas lebih kecil dengan waktu berlangsungnya hujan lebih lama. Pengaruh iklim tidak langsung ditentukan melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi, dengan kondisi iklim yang sesuai, vegetasi dapat tumbuh secara optimal. Sebaliknya, pada daerah dengan perubahan iklim besar, misalnya di daerah kering, pertumbuhan vegetasi terhambat oleh tidak memadainya intensitas hujan, tetapi sekali hujan turun, intensitas hujan tersebut umumnya sangat tinggi (Asdak, 2002).

(11)

lagi mengangkut bahan-bahan ini akan diendapkan. Dengan demikian ada tiga proses yang bekerja secara berurutan dalam proses erosi, yaitu diawali dengan penghancuran agregat-agregat, pengangkutan, dan diakhiri dengan pengendapan (Utomo, 1989).

2.5.2 Tanah

Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah. Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah atau mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur, terhadap dispersi, dan penghancuran agregat tanah oleh tumpukan butir-butir hujan dan aliran permukaan (Arsyad S, 2010). Menurut Asdak (2002), Empat sifat tanah yang penting dalam menentukan erodibilitas tanah (mudah tidaknya tanah tererosi) adalah tekstur tanah, unsur organik, struktur tanah, permeabilitas tanah.

2.5.3 Topografi

(12)

topografi bergelombang dan curah hujan tinggi sangat potensial untuk terjadinya erosi dan tanah longsor (Asdak, 2002).

2.5.4 Vegetasi

Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Bagian vegetasi yang ada diatas permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah. Sedangkan bagian vegetasi yang ada didalam tanah, yang terdiri atas sistem perakaran akan meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Styczen and Morgan, 1995 dalam Arsyad S, 2010).

2.6 Perkiraan Laju Erosi Dengan Metode USLE

Dalam penelitian ini, untuk memprediksi laju potensi erosi suatu luasan permukaan lahan dilakukan dengan metode pendekatan parametrik “The Universal Soil Loss Equation” (USLE), yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978). Parameter-parameter utama yang mempengaruhi laju erosi dalam metode pendekatan USLE sesuai dengan persamaan berikut:

A = R x K x LS x C x P (2.1)

Dimana :

A = Banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/thn) R = Faktor curah hujan (erosivitas hujan)

K = Faktor erodibilitas tanah

LS = Faktor panjang-kemiringan lereng

C = Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman

(13)

2.6.1 Faktor erosivitas hujan (R)

Faktor erosivitas hujan (R) didefinisikan sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun. Nilai R yang merupakan daya rusak hujan dapat ditentukan dengan persamaan yang dilaporkan oleh Wischmeier, 1959 dalam (Renard, et.al.,1996) sebagai berikut:

R =

EI30 (2.2)

Dimana:

R = Erosivitas hujan (KJ/ha/tahun) EI30 = Erosivitas hujan rata-rata tahunan

Untuk mendapatkan EI30, Bols (1978), dalam penelitiannya di pulau jawa

dan Madura mendapatkan persamaan sebagai berikut:

EI30 = 6,119 Pb1,211 x N-0,474 x Pmax0,526 (2.3)

Dimana:

EI30 = Erosivitas hujan rata-rata tahunan

Pb = Curah hujan rata-rata tahunan (cm)

N = Jumlah hari hujan rata-rata per tahun (hari)

Pmax = Curah hujan maksimum rata-rata dalam 24 jam perbulan untuk

kurun waktu satu tahun (cm)

2.6.2 Faktor erodibilitas tanah (K)

(14)

Tabel 2.1 nilai K untuk beberapa jenis tanah di Indonesia

Sumber : Dari berbagai sumber penelitian.

2.6.3 Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S)

Faktor indeks topografi L dan S yang masing-masing merupakan panjang dan kemiringan lahan terhadap besarnya erosi. Asdak (2001), menyebutkan panjang lereng mengacu pada aliran permukaan, yaitu lokasi yang akan terjadi erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Pada umumnya kemiringan lereng dianggap sebagai faktor yang seragam.

Dalam perkiraan laju erosi yang menggunakan persamaan USLE faktor panjang (L) dan kemiringan lahan (S) diintegrasikan sebagai faktor LS.

Faktor kemiringan lereng S didefinisikan secara matematis sebagai berikut (Schwab et al., 1981):

S = (0,43 +0,30 s + 0,04 s2)/6,61 (2.4)

Dimana:

No Jenis Tanah Nilai K

1 Regosol 0,40

2 Alluvial 0,47

3 Grumusol 0,20

4 Komplek mediteran dan litosol 0,46

5 Komplek podsolik merah kuning, latosol dan litosol 0,36

6 Komplek podsolik coklat dan litosol 0,43

7 Kuning kemerahan latosol dan litosol 0,36

8 Mediteran 0,31

9 Renzina 0,21

10 Litosol 0,22

11 Andosol 0,12

12 Latosol 0,17

13 Podsolik merah kuning 0,49

14 Organosol dan glehumus 0,47

15 Komplek rensing dan litosol 0,22

(15)

s = kemiringan lereng aktual (%)

Seringkali dalam perkiraan erosi menggunakan persamaan USLE komponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S) dihitung dengan rumus:

LS = L1/2 (0,00138 S2 + 0,00965 S + 0,0138) (2.5)

Dimana:

L = Panjang lahan (m) S = Kemiringan lahan (%)

Untuk menghitung panjang lahan (L) dan kemiringan lahan (S) akan digunakan alat bantu (tool) yang terdapat pada Sistem Informasi Geografis (SIG).

2.6.4 Faktor pengelolaan tanah (C)

Asdak (2001), menyebutkan faktor penutup lahan merupakan faktor yang menunjukkan secara keseluruhan dari pengaruh vegetasi, kondisi permukaan tanah dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (tererosi). Nilai faktor C dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Nilai C untuk berbagai jenis tanaman

(16)

Tanah terbuka, tanpa tanaman 1,0

Savannah dan prairie dalam kondisi baik 0,01

Savannah dan prairie yang rusak untuk gembalaan 0,1

Sawah 0,01

Kopi dengan penutup tanah buruk 0,2

Tebu 0,2

Pisang 0,6

Sumber : Dari berbagai penelitian.

2.6.5 Faktor pengelolaan dan konservasi tanah (P)

Asdak (2002), menyebutkan Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat tindakan khusus konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan catatan faktor-faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah. Nilai faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di jawa.

Teknik konservasi tanah Nilai P

Tanpa tindakan pengendalian erosi 1

Teras gulud : ketela pohon 0,06

Teras gulud : jagung-kacang+mulsa sisa tanaman 0,01

Teras gulud : kacang kedelai 0,11

Tanaman dalam kontur: a. kemiringan 0-8% b. kemiringan 9-20%

(17)

c. > 20% 0,90 Tanaman dalam jalur-jalur: jagung-kacang tanah +mulsa limbah jerami

a. 6 ton/ha/thn dapat diperkirakan dengan nisbah antara laju erosi lahan potensial (A) dengan laju erosi yang masih dapat ditoleransi (TSL), dan untuk perhitungannya dapat dihitung dengan persamaan berikut (Hammer, 1981):

TBE = A

TSL

(2.6) Dimana:

A = Besar erosi tanah potensial (ton/ha/tahun) TSL = Erosi yang masih dapat ditoleransi (ton/ha/tahun)

Surbakti (2009), menyatakan nilai laju erosi yang bisa ditoleransi untuk wilayah Sumatra adalah berkisar antara 27 – 29 ton/ha/tahun. Untuk kriteria tingkat bahaya erosi (TBE) dapat dilihat pada tabel 2.5.

(18)

Nilai Kriteria

< 1,0 Rendah

1,10 – 4,00 Sedang

4,01 – 10,0 Tinggi

>10,01 Sangat Tinggi

Sumber: Hammer (1981) dalam Surbakti (2009)

2.8 Penelitian Terdahulu

Hasibuan (2009), menganalisa pendugaan erosi lahan di DAS Deli dengan metode USLE berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan peta erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli. Adapun metode yang digunakan untuk menetapkan besarnya erosi yang terjadi adalah

Universal Soil Loss Equation (USLE) dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG). Beberapa variable yang digunakan dalam metode ini adalah erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, dan penggunaan lahan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa DAS Deli mengalami 5 kejadian bahaya erosi, yaitu sangat ringan 26.239,627 ha (54,24 %), sedang 5.651,4 ha (11,68%), berat 1.552,2 ha (3,21%), dan sangat berat 532,610 ha (1,1%)

Ikhsan (2014), mangalisis tentang sebaran erosi lahan dan upaya konservasi DAS dengan sistem vetiver pada DAS Krueng Teungku. Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) dan dikombinasikan dengan GIS (Geographycal information System). Hasil dari penelitian ini didapat beberapa variasi laju erosi yang tersebar di 7 sub DAS. Laju erosi tertinggi yaitu sebesar 640,995 ton/ha/tahun dengan nilai tingkat bahaya erosi (TBE) sebesar 23,739 terjadi pada sub DAS 4 dimana dari hasil tersebut dikategorikan TBE tinggi dan sedang juga terjadi dibeberapa sub DAS. Sub DAS dengan kategori TBE rendah terjadi pada beberapa sub DAS, yaitu dengan laju erosi 0 yang terjadi pada tata guna lahan tambak dan pemukiman.

(19)

penggunaan lahan di kawasan hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) padang. Peneliti ini bertujuan untuk menghitung laju erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) besarnya laju erosi tanah (A) dan tingkat bahaya erosi pada beberapa penggunaan lahan dikawasan hilir DAS Padang. Penelitian menggunakan metode survey dengan cara pengambilan sampel secara acak dengan metode eluster di 4 penggunaan lahan. Yaitu lahan kelapa sawit (20 tahun), lahan karet, lahan coklat, dan lahan ubi kayu. Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan metode USLE. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa erosi aktual tertinggi pada lahan karet adalah 374,298 ton/ha/thn, terendah pada lahan coklat adalah 17,960 ton/ha/thn, erosi yang ditoleransikan tertinggi pada lahan ubi kayu yaitu 28,250 ton/ha/thn, terendah pada lahan karet yaitu 23,750 ton/ha/thn, tingkat bahaya erosi tertinggi pada lahan karet yaitu 15,760 ton/ha/thn, terendah pada lahan coklat yaitu 0,718 ton/ha/thn.

Tabel 2.5 Rekapitulasi penelitian terdahulu.

No Peneliti Judul Metode Tools Hasil 1 Hasibuan 5.651,4 ha, berat 1.55,4 ha, dan sangat berat 532,610 ha.

2 Ikhsan

(20)

DAS Dengan sub DAS 4 dimana dari hasil dikategorikan bahwa TBE pada sub DAS tersebut

(2013) Kajian TingkatBahaya Erosi di Beberapa menunjukkan bahwa erosi aktual tertinggi pada lahan ton/ha/tahun, terendah pada lahan karet yaitu 23,750 penyajiannya serta analisa data. Tahapan penelitian dapat dilihat pada bagan alir penelitian pada Lampiran A Gambar A.3.1 Halaman 37.

(21)

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan, peta topografi, peta jenis tanah, peta tataguna lahan, serta data kemiringan lahan. Data yang diperoleh tersebut merupakan data sekunder.

3.1.1 Data hujan

Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data curah hujan selama 10 tahun (2000-2009) yang didapatkan dari Stasiun Cut Nyak Dhien. Rekapitulasi data hujan dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.3.1 Halaman 41.

3.1.2 Peta jenis tanah

Peta jenis tanah diperoleh dari BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai), merupakan peta yang menggambarkan jenis tanah yang ada pada wilayah DAS Krueng Seunagan. Peta jenis tanah dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.3.2 Halaman 38.

3.1.3 Peta tutupan lahan/tata guna lahan

Peta tutupan lahan diperoleh dari BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai), merupakan peta yang menggambarkan tata guna lahan yang ada pada wilayah DAS Krueng Seunagan. Peta ini dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.3.3 Halaman 39.

3.1.4 Peta kemiringan lahan

Peta kemiringan lereng didapat dari BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai), merupakan peta yang memberikan informasi kemiringan lereng pada wilayah DAS Krueng Seunagan. Peta ini dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.3.4 Halaman 40.

3.2 Metode Analisis Data

(22)

Analisis data hidrologi merupakan analisis dari data hujan dengan melakukan tabulasi curah hujan harian rata-rata tahunan. Berdasarkan data tersebut maka dilakukan analisis untuk mendapatkan hujan harian maksimum rata-rata tahunan untuk mendapatkan nilai erosivitas hujan.

3.2.2 Analisis laju erosi

Perkiraan laju erosi akan dihitung dengan pendekatan Universal Soil Loss Equation (USLE), sebagaimana yang telah dikemukakan pada sub bab 2.6 pada persamaan 2.1 Halaman 12, yaitu dengan memperhitungkan erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lahan serta faktor tutupan lahan dengan mengkombinasikan GIS sebagai alat bantu menganalisa data. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan pada bab II dengan mengacu pada bagan alir A.3.1 halaman 37, untuk menganalisis laju erosi parameter yang harus dianalisis adalah:

a. Perhitungan erosivitas hujan (R).

Perhitungan erosivitas hujan merupakan salah satu faktor penting dalam perkiraan laju erosi. Adapun data awal untuk menghitung erosivitas hujan yaitu data curah hujan yang diperoleh selama 10 tahun (2000-2009) dari stasiun Cut Nyak Dhin. Erosivitas dihitung dengan persamaan 2.2 sampai 2.3 yang dapat dilihat pada Halaman 13.

b. Perhitungan faktor panjang dan kemiringan (LS).

Dalam menentukan panjang (L) dilakukan dengan alat bantu measure pada

software SIG dan kemiringan lereng (S) di dapat dari peta kemiringan lahan. Selanjutnya perhitungan nilai slope dan nilai faktor panjang dan kemiringan lahan (LS) dihitung menggunakan persamaan 2.4 sampai 2.5 yang dapat dilihat pada Halaman 15,

c. Pengelolahan faktor jenis tanah (K).

Faktor pengelolaan jenis tanah didapat dari peta jenis tanah. Data jenis tanah yang berupa peta jenis tanah yang dilakukan analisis dengan SIG sehingga menghasilkan suatu tampilan gambar DAS Krueng Seunagan lengkap dengan jenis tanah yang digunakan untuk proses penentuan laju erosi.

(23)

Jenis tutupan lahan pada DAS ini di dapat dari peta tutupan lahan dalam format shp. Setelah di dapat nilai C untuk setiap polygon maka nilai tersebut dijadikan sebagai salah satu nilai yang akan dianalisis untuk mendapatkan nilai erosi lahan pada DAS Krueng Seunagan.

e. Pengolahan faktor pengelolaan lahan (P).

Ada atau tidaknya aktivitas konservasi pada pengolaan lahan (P) sangat berpengaruh terhadap perkiraan laju erosi pada suatu lahan.

f. Perkiraan laju erosi

Perkiraan laju erosi dihitung dengan persamaan USLE seperti ada pada persamaan 2.1 yang dapat dilihat pada Halaman 12 yang nantinya akan menghasilkan nilai erosi yang ada pada DAS Krueng Seunagan.

3.3 Analisis Tingkat Bahaya Erosi

Tingkat bahaya erosi (TBE) diperkirakan dengan cara membandingkan erosi lahan yang terjadi (A) sesuai dengan perhitungan pada 2.1 dengan erosi yang ditoleransi. Perhitungan tingkat bahaya erosi (TBE) dapat dihitung dengan persamaan 2.6 yang dapat dilihat pada halaman 17. Dari hasil penelitian terdahulu dimana Surbakti (2009) memperoleh nilai erosi yang ditoleransi yaitu berkisar antara 27-29 ton/ha/tahun. Dari hasil perhitungan dan perbandingan tersebut didapat nilai TBE dengan pengelompokan sesuai kriteria yang telah disajikan pada bab II.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

(24)

4.1 Analisis Hidrologi

Analisis data hidrologi merupakan analisis dari data hujan dengan melakukan tabulasi curah hujan harian rata-rata tahunan. Analisis hidrologi dilakukan untuk mendapatkan nilai erosivitas hujan (R).

4.2 Pengolahan Data Untuk Parameter USLE

Parameter USLE yang akan diolah secara spasial adalah peta jenis tanah, peta tataguna lahan, dan peta faktor kemiringan lahan. Parameter-parameter ini nantinya akan ditumpang susun untuk mendapatkan nilai erosi lahan.

4.2.1 Erosivitas hujan (R)

Curah hujan rata-rata tahunan diperoleh dengan menggunakan nilai jumlah curah hujan harian rata-rata perbulan, dengan hasil perhitungan 30,839 cm. Untuk lebih jelas nya dapat di lihat pada bagian tabel 4.1. Jumlah hari hujan diperoleh dari jumlah hari hujan perbulan, degan hasil perhitungan 15,342. Untuk lebih jelas nya dapat di lihat pada bagian tabel 4.2. Dan curah hujan maksimum diperoleh dari curah hujan maksimum perbulan, dengan hasil perhitungannya 16,5 cm. Untuk lebih jelas nya dapat di lihat pada bagian tabel 4.3.

Perhitungan nilai erosivitas hujan dihitung dengan rumus seperti yang tertera pada bab II dengan hasil perhitungan erosivitas hujan rata-rata tahunan dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Curah Hujan Bulanan Rata-Rata

Tahun Bulan Pb (cm)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

(25)

2008 402 244 324 485 411 123 257 645 434 442 432 337 378,000 2009 125 210 291 287 203 146 256 226 359 211 171 151 219,667

308,392 mm 30,839 cm

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Jumlah Hari Hujan Perbulan Rata-Rata

Tahun Bulan N (hari)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

2000 13 15 13 17 16 12 15 10 14 27 19 17 15,667

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Hujan Maksimum Harian Rata-Rata

Tahun Bulan Pmax (cm)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

(26)

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Indeks Erosi Hujan Bulanan.

Tahun P max CH bulan N EI

2000 13,200 31,275 15,667 417,222 2001 9,700 32,458 17,750 349,799 2002 9,800 23,025 16,417 240,793 2003 13,100 34,783 18,333 438,722 2004 15,500 35,858 16,667 520,292 2005 10,600 28,533 15,000 339,591 2006 10,700 38,025 14,500 491,034 2007 13,500 24,667 11,583 365,447 2008 16,500 37,800 14,417 613,928 2009 10,700 21,967 13,083 265,270

EI = 4042,099

Dari tabel perhitungan di atas maka dapat dihitung besarnya nilai erosivitas hujan (R) adalah sebagai berikut:

R =

EI30

= 4042,099 KJ/ha/tahun

Nilai erosivitas yang didapat dari hasil perhitungan di atas akan digunakan menjadi salah satu parameter yang penting dalam hal penentu besarnya laju erosi pada DAS Krueng Seunagan. Faktor erosivitas hujan merupakan rata-rata dari indeks erosi hujan tahunan selama 10 tahun.

4.2.2 Pengolahan jenis tanah (K)

(27)

Gambar 4.1 : Peta Jenis Tanah

4.2.3 Pengolahan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS)

Penentu faktor LS pada DAS ini tidak dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terlihat bahwa nilai faktor LS yang tertinggi sebesar 1,443 dengan panjang 1.0813,300 m dimana panjang lereng tersebut merupakan yang terpanjang yang ada pada DAS ini, dan dengan kemiringan lereng sebesar 8% yang merupakan kemiringan terkecil yang ada pada DAS ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.4.1 Halaman 46.

(28)

Gambar 4.2 : Peta Kemiringan Lahan

4.2.4 Pengolahan tataguna lahan (C)

(29)

Gambar 4.3 : Peta Tutupan Lahan

4.2.4 Pengolahan faktor pengelolaan lahan (P)

Nilai tindakan konservasi pada DAS ini dimasukkan ke dalam tabel perhitungan perkiraan erosi, pada proses analisis perkiraan laju erosi untuk DAS ini di ambil nilai 1 dimana nilai tersebut mewakili lahan yang dilakukan pengolahan tanpa tindakan konservasi.

(30)

Nilai laju erosi yang didapat dari analisis dengan metode USLE dan dibantu dengan software GIS pada DAS Krueng Seunagan, dengan nilai laju erosi terbesar terjadi pada polygon 180,181,182, dan 183 dengan nilai laju erosi sebesar 2858,469 ton/ha/thn. Beberapa laju erosi terendah yang terjadi di polygon 176, 184, 185, dan 186 dengan laju erosi yaitu sebesar 0. Rekapitulasi nilai erosi lahan dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.4.4 Halaman 53.

Variasi nilai laju erosi yang didapat dari proses analisis tersebut sangat tergantung dari faktor yang merupakan penentu dari USLE, yaitu dari nilai erosivitas hujan yang tinggi, dan juga dari faktor jenis tanah yang terdapat di polygon dengan laju erosi terbesar adalah jenis tanah podsolik merah kuning. Selain itu faktor jenis tutupan lahan juga mempunyai pengaruh besar. Laju erosi yang tinggi terjadi pada lahan terbuka. Peta sebaran erosi lahan dapat di lihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 : Peta Sebaran Erosi Lahan DAS Krueng Seunagan

(31)

Berdasarkan hasil perhitungan TBE yang dilakukan dengan membandingkan erosi yang terjadi dengan erosi yang ditoleransi (TSL) yang dilihat beberapa kriteria TBE dimana ada 4 kriteria, yaitu TBE sangat tinggi terjadi pada polygon 19, 33, 34, 40, 50, 51, 72, 87, 88, 89, dst. Untuk TBE kriteria tinggi terjadi pada polygon 98, 99, 100, 101, 102, 103, dst. Dan untuk TBE kriteria sedang terjadi pada polygon 75, 97, 121, dst. Dan untuk TBE kriteria rendah terjadi pada polygon 1, 2, 3, 4, 5, 6, dst. Untuk lebih jelasnya nilai dan kriteria TBE dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.4.3. Halaman 50.

Nilai tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi pada setiap polygon sangat tergantung dari nilai erosi yang ada, dimana nilai erosi yang dibandingkan dengan TSL menghasilkan nilai TBE. Peta hasil analisis TBE dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 : Peta Zona Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

(32)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan dalam wilayah DAS Krueng Seunagan Kabupaten Nagan Raya, didapat beberapa kesimpulan yaitu:

1. Sebaran nilai laju erosi yang berada di 228 polygon, dengan nilai laju erosi terbesar terjadi pada bagian polygon 180, 181, 182, dan 183 yaitu dengan laju erosi sebesar 2858,469 ton/ha/tahun, ini terjadi pada LS 1,443 dengan jenis tanah podsolik merah kuning dan juga terjadi pada tutupan lahan tanah terbuka dimana kondisi lahan tanpa tutupan lahan yang baik dan tidak ada tindakan konservasi. Dan laju erosi terkecil terjadi pada polygon 176, 184, 185, dan 186 yaitu dengan laju erosi sebesar 0, ini terjadi pada LS 1,443 jenis tanah organosol dan gle humus dan podsolik merah kuning dengan tutupan lahannya pemukiman dan tubuh air.

2. Berdasarkan analisis TBE yang dilakukan dengan membandingkan erosi yang terjadi dengan erosi yang ditoleransi (TSL) dapat dilihat beberapa kriteria TBE dimana ada 4 kriteria yang dihasilkan dari analisis TBE tersebut, yaitu TBE sangat tinggi terjadi pada polygon 19,33, 34, 40, 50, 51, 72, 87, 88 ,89, dst. Untuk TBE kriteria tinggi ada pada polygon 98, 99, 100, 101, 102, 103, dst. Untuk TBE kriteria sedang terjadi pada polygon 75, 97, 121, dst. Dan untuk TBE kriteria rendah terjadi pada polygon 1, 2, 3, 4, 5, 6, dst.

(33)

Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil dan pembahasan adalah sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melakukan tindakan konservasi supaya wilayah-wilayah dengan tingkat bahaya erosi (TBE) sangat tinggi dan tinggi dapat di tanggulangi dengan baik.

2. Tindakan konservasi yang dilakukan baik berupa metode mekanis, metode kimiawi, maupun metode vegetatif.

(34)

Arsyad, S., 2010, Konservasi Tanah dan Air, IPB press, Bogor.

Ardiansyah,T., Lubis, K.S, dan Hanum, H., 2009. Kajian Tingkat Bahaya Erosi di Beberapa Penggunaan Lahan di kawasan hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Padang, Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara, Medan.

Anita, I. dan Parama, K.D, 2008. Analisa Laju Erosi DAS Beringin Dengan Metode USLE. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.

Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Arsyad, S., 1989, Konservasi Tanah dan Air, IPB press, Bogor.

Bagja, 2000. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penentuan Status Pemenuhan Kebutuhan Kayu Bakar di Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango: Kasus Desa Galudra dan Sukamulya, Kecamatan Cugeneng, Kabupaten Cianjur. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Brooks, K.N., H.M. Gregersen, A.L. Lundgren, R.M. Quinn, dan D.W. Rose, 1989. Watershed Management Project Planning, Monitoring, and Evaluation, A manual for the ASEAN region.University of Minnesota, St. Paul, Minnesota.

Dunne, T., dan Leopold, L. B., 1978. Water in Environtmental Planning. W.H. Freeman and Company, San Fransisco

Google 2015, Das Krueng Seunagan, viewed maret 2015, available from internet

http://www.leuserfoundation.org/index.php?

option=com_content&view=article&id=175&Itemid=112

Grigg, N.S., 1996. Water Resources Management. Mc Graw-Hill, New York, 175-198.

(35)

Informasi Geografis (SIG), Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan.

Heede, B.H.,1975.‘Watershed indicators of landfrom development’, in Proc. Hydrol. Water Resour. In Ariz. And the Southwest,Vol. 5, Ariz. Sect. Am. Water Resour. Assoc.And Hydrol.Sect. Ariz. Acad. Sci., 43-6.. 85. Pp. 261-266.

Hjulstrom, F.,1935. ‘Studies of the morphological activity of rivers as illustrated by the River Fyries’, Bull.Geol.Inst. Univ. Uppsala. 25, 221-527.

Ikhsan, M., 2014. Analisis Sebaran Erosi Lahan dan Upaya Konservasi DAS Dengan Sistem Vetiver (Studi Kasus DAS Krueng Teungku Kecamatan Seulimun Kabupaten Aceh Besar), Tesis, Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

Kartasasmita M. 2001. Prospek dan peluang industry pengindraan jauh di Indonesia. Jakarta, LIPSI.

McIntyre, D.S.,1958.Soil splash and the formation of surface crush by raindrop impact. J. Soil Sci. 85. Pp. 261-266

Renard, K.G.,Foster, G.R., Lane, L.J., and Laften, J.M., 1996. Soil loss estimation:in Soil Erosion, Conservation, and Rehabilitation.Menachen Agassi, (cd). Marcel Dekker, Inc. New York. Pp. 169-202.

Suripin., 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, ANDI, Yogyakarta.

Seyhan, E. 1977.Dasar-Dasar Hidrologi.Gajah Mada University. Yogyakarta.

Gambar

Tabel 2.1 nilai K untuk beberapa jenis tanah di Indonesia
Tabel 2.3 faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di jawa.
Tabel 2.4 Kriteria tingkat bahaya erosi (TBE)
Tabel 2.5 Rekapitulasi penelitian terdahulu.
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahaya erosi di DAS Lepan secara spasial dengan menggunakan metode USLE.. dan menghitung debit

bahaya erosi di DAS Lepan secara spasial dengan menggunakan metode USLE.. dan menghitung debit

Dengan ini kami menyatakan bahwa dalam laporan tugas akhir yang berjudul “Potensi Laju Erosi Sub DAS Garang dengan Menggunakan Metode USLE (Desi Keji Ungaran –

Semua perhitungan, baik dari perhitungan penentuan besar parameter USLE yang menggunakan persamaan, perhitungan pendugaan besar erosi lahan yang terjadi pada DAS

dasar untuk menentukan besarnya erosi tanah melalui persamaan erosi umum yang lebih dikenal dengan sebutan persamaan USLE ( Universal Soil Loss Equation) (Asdak,

“Potensi Laju Erosi Sub DAS Garang dengan Menggunakan Metode USLE (Desi Keji Ungaran – Jembatan Tinjomoyo)” ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan

Menganalisis laju erosi tanah dengan USLE, - Menganalisis kualitas lahan dengan Model SISR, dan - Menganalisis tekanan penduduk terhadap lahan -Menginte- grasikan ketiga faktor

Dapat menjabarkan pengaruh variasi diameter droplet dan mass flow heavy naphtha terhadap nilai laju erosi pada elbow pipa 1-P-77 dengan menggunakan simulasi software CFD 1.6 Kerangka