72
PENERAPAN MODEL KONSTRUKTIVIS-METAKOGNITIF
UNTUK MININGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP
NEGERI 1 POLEWALI
Nurhidayah1, Chuduriah Sahabuddin2, Hardianto3
Universitas Sulawesi Barat, Universitas Al Asyariah Mandar, Universitas Al Asyariah Mandar E-mail nurhidayah.inung19@gmail.com, Chuduriahsahabuddin67@gmail.com,
hardianto07041998@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Polewali. Kemampuan berpikir kritis matematika meliputi 6 indikator yaitu (1) menyebutkan pokok permasalahan, (2) menyebutkan fakta-fakta yang membatasi masalah, (3) menyebutkan pilihan cara dan jawaban yang masuk akal (4) menganalisis pilihan untuk memilih cara dan jawaban yang terbaik (5) menyebutkan alasan yang tepat atas cara dan jawaban terbaik, (6) mengecek kembali secara menyeluruh proses jawaban. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Polewali yang berjumlah 29 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian terdiri dari : (1) Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, (2) lembar observasi aktivitas siswa dan (3) Tes kemampuan berpikir kritis matematika. Lembar Observasi dianalisis secara kualitatif sedangkan tes kemampuan berpikir kritis dianalisis secara kuantitatif dengan mengunakan analisis statistik deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data kualitatif pada lembar observasi keterlaksanan pembelaran model konstruktivis metakognitif siklus I diperoleh 77,77% pada siklus II mengallami peningkatan menjadi 93,05%. Berdasarkan hasil analisis data kualitatif pada lembar observasi aktivitas siswa, diperoleh pada siklus I 87,71% dan pada siklus II di perleh 94,48. Sedangkan hasil analisis tes kemampuan berpikir krtis diperoleh ketuntasan klasikal pada siklus I hanya 20,62% meningkat menjadi 86,26% pada siklus II. Berdasarkan hasil analisis data kualitatif dan kuantitatif dapat disimpulkan bahwa penerapan model konstruktivis metakognitif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Polewali.
Kata kunci : Peningkatan, Konstruktivis,Metakognitif, Kemampuan, Berpikir Kritis.
PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan usaha membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik. Dengan filosofi ini, kurikulum 2013 bermaksud untuk mengembangkan kemampuan dalam
berpikir dan mengembangkan pengalaman belajar siswa. Menurut Kemendikbud (2013: 42), penilaian dalam kurikulum 2013 menekankan pada tingkat berpikir siswa mulai dari rendah sampai tinggi. Sesuai dengan konsep kurikulum 2013 yang menuntut siswa aktif berpikir, peneliti akan berfokus mengamati keterampilan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis menuntut siswa melakukan penalaran dan mengolah informasi yang
73
didapat. Siswa bukan hanya sekedar menerima pengetahuan dari guru melainkan melakukan proses pengalaman berpikir
Observasi Kedua dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2019 sebagai bentuk tindak lanjut dari observasi awaldi kelas VII E,melalui pemberian soal di peroleh (identify) 36%, m (Define) 36,67%, Menyebutkan pilihan-pilihan cara dan jawaban yang masuk akal (Enumerete) 30%,Menganalisis pilihan untuk memilih cara dan jawaban terbaik ( Analyze) 23,33, Menyebutkan alasan yang tepat (List) 20%, dan Mengecek kembali secara menyeluruh proses jawaban (Self-Correct) 36%.
Kemampuan berpikir kritis siswa yang rendah dikarenakan kegiatan pembelajaran kurang memfasilitasi siswa untuk belajar secara aktif. Belajar secara aktif salah satunya dengan berdiskusi. Diskusi kelompok yang dilakukan selama proses pembelajaran mampu meningkatkan kerjasama antar siswa. Kerjasama di dalam kelompok yang baik, mampu membantu seseorang memisahkan antara fakta dan opini, serta menarik kesimpulan dari suatu masalah dengan akurat. Masalah yang nyata terjadi karena adanya perubahan cara hidup orang yang perlu dipikirkan secara kritis sehingga di dalam pembelajaran perlu peningkatan kemampuan berpikir kritis (Khalid, 2011).
Model Konstruktivis Metakognitif merupakan salah satu alternatif baru dalam pembelajaran Matematika. Model pembelajaran
tersebut menuntut siswa mampu merumuskan hipotesis, menguji hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan masalah, berdialog, meneliti, mencari jawaban, mengekspresikan gagasan, mengungkap pertanyaan dan mengadakan refleksi Prayitno(2014). Model pembelajaran konstruktivis metakognitif berpotensi mampu memberdayakan kapasitas berpikir siswa.
Model Konstruktivis Metakognitif merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran yang memberdayakan kemampuan berpikir dan kemandirian belajar siswa. Menurut Prayitno (2014), model pembelajaran Konstruktivis Metakognitif mampu melatih kemampuan berpikir kritis siswa karena model pembelajaran ini menuntut siswa untuk belajar mengkonstruksi sebuah konsep melalui suatu proses asimilasi dan akomodasi melalui kegiatan diskusi dan eksperimen. Model pembelajaran ini dikembangkan secara integratif antara model pembelajaran yang berbasis Konstruktivis dan berbasis Metakognitif. Pembelajaran berbasis Konstruktivis berpotensi mampu memberdayakan kemampuan berpikir siswa sedangkan pembelajaran Metakognitif berpotensi melatihkan kemandirian belajar siswa.
Kelebihan model pembelajaran Kontruktivis-Metakognitif yaitu model ini dirancang untuk memberdayakan keterampilan berpikir siswa, salah satunya yaitu keterampilan
74
Metakognisi. Konstruktivis menuntut siswa menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan. Kegiatan menemukan dan mengkonstruksi pengetahuan akan menghantarkan siswa mengetahui posisi kognisinya dalam mengkonstruksi pengetahuan, akibatnya keterampilan Metakognisi siswa dapat terberdayakan melalui kegiatan refleksi diri, merencanakan kembali, memantau ulang, dan mengevaluasi kembali kegiatan belajarnya. Pembentukan kelompok kolaboratif didalam kelas menyebabkan siswa memiliki tanggung jawab yang lebih untuk nilai kelompok,siswa dalam kelompok dalam kelompok akan bekerja sama untuk mencapai pemahaman yang sama dalam fase pengkonstuksian konsep.
Model pembelajaran konstruktivis Metakognitif dikembangkan oleh (Prayitno, 2014) Model konstruktivis Metakognitif mengusung teori konstruktivis persodal dan sosial seperti,
konstruktivis metakognitif meliputi 1) Fase I: Pembentukan kelompok, 2) Fase II: Aktivasi Skemata Awal, 3) Fase III: Menciptakan Konflik Kognitif, 4) Fase IV: Perencanaan Pengkonstruksian Konsep, 5) Fase V: Pengkontruksian Konsep, 6) Fase VI: Presentasi Kelas, 7) Fase VII: Tes Individu, dan 8) Fase VIII: Rekognisi Kelompok.
Model konstruktivis Metakognitif memiliki karakter siswa mengkonstruksi konsep melalui asimilasi dan akomodasi dengan menggunakan skemata mereka.
Karakter konstruktivis menuntut siswa saling berdialog, mempelajari satu sama lain. Karakter konstruktivis membantu siswa saling belajar satu sama lain melalui kegiatan diskusi. Melalui diskusi akan memunculkan kognitif.(Barrouilet,2015)karakter strategi metakognitif berpotensi melatih kemandirian belajar. Melalui strategi metokognitif, siswa terbiasa merencanakan, memantau dan mengevaluasi kognisinya.
Kemampuan berpikir kritis dapat diketahi dari beberapa aspek. Dari beberap aspek tersebut di bagi kedalam beberap indikator kemampuan berpikir kritis sebagai berikut :
1. Identify, Menyebutkan pokok permasalahan
2. Define, Menyebutkan fakta-fakta yang membatasi masalah meliputi:
Menyebutkan informasi-informasi yang dibutuhkan meliputi apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal.
Menyebutkan informasi-informasi yang tidak digunakan
3. Enumerate, Menyebutkan pilihan-pilihan cara dan jawaban yang masuk akal 4. Analyze, Menganalisis pilihan untuk
memilih cara dan jawaban terbaik 5. List, Menyebutkan alasan yang tepat atas
cara dan jawaban terbaik
6. Self-correct, Mengecek kembali secara menyeluruh proses jawaban
75
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas.Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang memaparkan apa saja yang terjadi ketika perlakuan diberikan,dan memaparkan seluruh proses sejak awal pemberian perilaku sampai dengan tampak dari perilakuan tersebut. Penelitian tindakan kelas merupakan rangkaian yaitu, Penelitian, Tindakan, Kelas. Hal yang dimaksud kelas
dalam Penelitian Tindakan Kelas adalah sekelompok peserta didik yang dalam waktu yang sama,belajar hal yang sama dari pendidikan yang sama pula, Arikunto (2017:1-2)
Penelitian ini dilakukan di SMP NEGERI 1 POLEWALI, yang beralamatkan di jalan H. Andi Depu, Lantora, kecamatan polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Propinsi Sulawesi Barat. Adapun waktu penelitian pada bulan Januari - Februari tahun ajaran 2020
Adapun prosedur Penelitian tindakan kelas (PTK) yang digunakan sebagai berikut::
a. Perencanaan (Planning), yaitu 1)
Menelaah materi pelajaran matematika kelas VII E SMP Negeri 1 Polewali, 2) Menyusun alokasi waktu penelitian dengan memperhitungkan alokasi waktu yang tersedia bagi peneliti. 3) Menentukan kompetensi dasar dan menentukan indicator 4) Membuat rencana pembelajaran untuk tiap pertemuan. 5) Membuat lembar observasi untuk
mengamati kondisi pembelajaran saat pelaksanaan tindakan dan membuat soal tes akhir sklus I.
b. Tindakan (Action), yaitu : 1) Mengawali pembelajaran dengan memberikan salam, dilanjutkan dengan kegiatan berdoa. .2) Selanjutnya peneliti mengkondisikan kelas dalam suasana kondusif untuk berlangsungnya pembelajaran.3) Mengecek kehadiran siswa dan meminta siswa untuk menyiapkan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan.4) Peneliti memberikan motivasi tentang pentingnya memahami Perbandingan dalam kehidupan sehari-hari dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai setelah pembelaran selesai.5) Peneliti mengajak siswa untuk memahami materi PerbandinganPembentukan Kelompok Kolaboratif. 6) Peneliti membimbing siswa membentuk kelompok heterogen (dari sisi kemampuan, gender, budaya, maupun agama) masing-masing 4-5 siswa perkelompok.. 7) Peneliti menyepakati dengan siswa tentang aturan rekognisi tim Aktifkan Skemata Awal.8) Peneliti membagikan Lembar Kegiatan Siswa materi Perbandingan Peneliti mengoptimalkan pengetahuan lama yang berkaitan erat dengan pelajaran yang akan di pelajari.9) Peneliti menciptakan konflik kognitig dengan cara memberikan LKS yang berisi masalah untuk meningkatkan kemampuan pada siswa. 10) Peneliti berkeliling mencermati siswa bekerja,
76
mencermati dan menemukan berbagai kesulitan yang dialami siswa, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal-hal yang belum dipahami serta memberi bantuan berkaitan kesulitan yang dialami siswa secara individu, kelompok, atau klasikal. 11) Peneliti meminta siswa menentukan perwakilan kelompok secara musyawarah untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas dan meminta siswa untuk memperhatikan presentasi dari perwakilan kelompok untuk mengevaluasi hasil diskusi dari masing-masing kelompok. 12) Peneliti memberikan penghargaan kepada siswa yang berani maju kedepan mepersentasikan hasil diskusi kelompoknya. Apresiasi untuk kelompok tersebut karna telah berhasil menyelesaikan permasalahan yang di diskusikan. 13) Siswa diminta menyimpulkan materi pembelajaran Perbandingan dan mengakhiri kegiatan belajar dengan memberikan pesan untuk tetap belajar. 14) Peneliti memberikan tes (evaluasi) untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap maeri yang telah dipelajari.15) Peneliti memberikan penghagaan kepada tim
c. Pengamatan (observation),yaitu: 1), Melakukan observasi terhadap kesesuaian
keterlaksanaan mengajar peneliti dengan RPP kemampuan berpikirir kritis pada materi Perbandingan. 2) Mengamati secara langsung aktivitas siswa untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam menerapkan kemampuan berpikirir kritis pada materi Perbandingan. 3) Mengamati aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan minat belajar siswa jika diterapkannya model konstruktivis metakognitif untuk meningkatkan kemampuan berpikirir kritis pada materi Perbandingan
d. refleksi, yaitu : Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah mencatat hasil observasi, menganalisis hasil pembelajaran, mencatat kelemahan-kelemahan untuk dijadikan bahan penyusunan rancangan siklus berikutnya ampai tujuan PTK tercapai. refleksi dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dari faktor-faktor yang diteliti. Selanjutnya keberhasilan yang dicapai pada siklus ini ditingkatkan sementar kekurangannya yang terjadi dan akan dipebaiki pada pelaksanaan siklus selanjutnya.
77
Untuk mengumpulkan data, digunakan beberapa instrumen sebagai berikut :
1. berpikir Kritis
Tes hasil belajar berupa tes uraian yang diberikan untuk mengetahui tingkat kemampuan Berpikir Kritis Matematis siswa. Tes hasil belajar yang digunakan adalah tes berupa tes uraian/Essay yang mampu mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Adapun indikator kemampuan berpikir kritis matematika siswa.
2. Lembar Keterlaksanaan
Pembelajaran
lembar observasi untuk mengamati kesesuaian keterlaksanaan pembelajaran peneliti dengan RPP yang telah dibuat
3. Lembar observasi Aktivitas siswa Data aktivtas siswa ini diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa yang di isi oleh observer saat proses belajar mengajar berlangsung.
Adapun Indikator keberhasilan pada penelititan ini adalah sebagai berikut
1. Tes kemampuan berpikir ktiris Kemampuan berpikir ktitis matematika diperoleh dengan memberikan tes pada akhir siklus. Indikator keberhasilannya adalah
tercapainya nilai KKM
siswa.berikut ketuntasan jika memenuhi:
Tabel 1 Kemampuan berpikir kritis
No. Interval Kriteria 1. 81,5< Nilai ≤100 Sangat tinggi 2. 71,5< Nilai ≤81,5 Tinggi
3 62,5< Nilai ≤71,5 Sedang 4 43,75< Nilai ≤62,5 Rendah 5 0< Nilai ≤43,75 Sangat
rendah
2. Lembar observasi keterlaksanaan peneliti dikatakan berhasil jika memenuhi minimal 80% dari aspek yang diamati
3. Lembar observasi aktivitas siswa dikatakan berhasil jika memenuhi 80% dari aspek yang diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selanjutnya Deskripsi secara kualitatif kemampuan berpikir kritits matematika peserta didik setelah pemberian tindakan pada siklus I ditunjukan pada Tabel berikut
Tabel 2 Kemampuan berpikir kritits matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Polewali Siklus I No Nilai Kriteria Fre kue nsi % 1. 81,5< Nilai ≤100 Sangat tinggi 2 6.89 2. 71,5< Nilai ≤81,5 Tinggi 3 10,3 4 3 62,5< Nilai Sedang 2 6,89
78 ≤71,5 4 43,75< Nilai ≤62,5 Rendah 5 17,2 4 5 0< Nilai ≤43,75 Rendah sekali 17 58,6 2 Jumlah 29 100
Pada siklus I siswa yang memperoleh kategori kemampuan berpikir kritis matematika sangat tinggi hanya 2 orang atau persentasrnya hanya 6,89%, siswa yang memperoleh kategori kemampuan berpikir ktris tinggi 3 orang atau dengan persentasenya 10,34% yang berada pada kategori sedang ada 2 orang atau persentase 6,89%, pada kategori rendah ada 5 orang atau persentase 17,24%, pada kategori sangat rendah ada 17 orang dengan persentasenya 58,62%.
Tabel 3 Hasil Analisis Data Tes Ketuntasan Individu Sikulus I
No Nilai Kriteria Jumlah (%) 1 0 ≤ Nilai < 68 Tidak Tuntas 23 79,38 2 68 ≤ Nilai ≤ 100 Tuntas 6 20,62 JUMLAH 29 100
Hasil tes menujukan bahwa kemampuan berpikir ktris matematika siswa masi sangat rendah. Dengan melihat skor yang diperoleh siswa dari soal-soal- soal yang diberika pada sikulus l ini, diperoleh 6 siswa atau ketuntasan belajar klasikal mencapai 20,62 dari 29 siswa yang hanya mampu
memperoleh nilai 68 keatas dan terdapat 23 siswa atau ketuntasan belajar klasikal mencapai 79,31% yang memperoleh nilai 68 kebawah.
Dari data diatas bahwa dapat disimpulkan bahwa hasil tindakan yang dilkakukan pada siklus l belum memenuhi indikator kinerja yang diterapakan yaitu 68%
Tabel 4 Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Pada Siklus II
No Nilai Kriteria Frekuen-si % 1. 81,5 < Nilai ≤100 Sangat tinggi 5 17,23 2. 71,5 < Nilai ≤81, 5 Tinggi 13 44,82 3 62,5 < Nilai ≤71, 5 Sedang 7 24,13 4 43,7 5< Nilai ≤62, 5 Rendah 3 10,36 5 0< Nilai ≤43, 75 Rendah sekali 1 3,46 Jumlah 29 100
Pada siklus II siswa yang memperoleh kategori kemampuan berpikir kritis matematika sangat tinggi ada 5 orang atau persentasrnya hanya 17,23%, siswa yang memperoleh
79
kategori kemampuan berpikir ktris tinggi 13 orang atau dengan persentasenya 44,82% ,siswa yang memperoleh kategori kemampuan berpikir ktitis sedang 7 orang atau persentasenya 24,13%, yang berada pada kategori renda ada 3 orang atau persentase 10,36%,, pada kategori tendah sekali hanya 1 orang atau persentase 3,46%.
Tabel 5 Hasil Analisiss Data Tes Ketuntasan Individu Sikulus II
No Nilai Kriteria Jumlah (%) 1 0 ≤ Nilai < 68 Tidak Tuntas 4 13,74 2 68 ≤ Nilai ≤ 100 Tuntas 25 86,26 JUMLAH 29 100
Hasil tes menujukan
kemampuan berpikir ktris matematika siswa mengalami peningkatan. Hasil pelaksana. Tindakan siklus II dapat dilihat dari dua segi yaitu, dari segi proses pelaksanaan skenario pembelajaran oleh peneliti telah mencapai 93,05%, dan segi hasil secara klasikal telah mencapai 86,26% siswa yang memperoleh nilai 68 keatas. Hasil tes tindakan Siklus II ini menenjukan bahwa terjadi peningkatan kemampuan kemampuan berpikir kritis siswa.
Peneliti tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus.setiap siklus terdiri dari 3 kali pertemuan. Pada penelitian ini
selain memberikan tes Siklus I dan Siklus II juga dilakukan observasi terhadap keterlaksanaan pembelajaran dan aktivitas siswa pada setiap pertemuan.
Tabel 6 Peningkatan Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Pada Siklus I Dan Siklus II
Sik lus Pertemuan Tara-rata persenta se (%) Kriteri ah 1 2 3 I 70, 83 % 75 % 87 ,5 % 77,77 Tidak memen uhi II 87, 5% 91, 76 % 10 0 % 93,05 memen uhi
Berdasarkan pada tabel di atas terjadi peningkatan keterlaksanaan pembelajaran yaitu pada siklus I rata-rata persentasenya adalah 77,77% dan pada siklus II rata-rata persentasenya mencapai 93.05%
1. Aktivitas Siswa.
Tabel 7 Peningkatan Pesentase Aktivitas Siswa Pada Siklus I DanSiklus II
Sik lus Pertemuan Tara-rata persent ase (%) Kriteri ah 1 2 3 I 7 8, 9 4 % 84, 21 % 100 % 87,71 Memen uhi II 9 4, 7 % 94, 73 10 0% 94,48 Meme nuhi
Tabel 8 Hasil Tes Ketuntasan Individu Siklus I dan Siklus II
80 N o Nilai Krit eria h SikIus I Siklus II Juml ah pers enta se Ju ml ah perse ntase 1 0 ≤ nilai <68 Tid ak tunt as 23 79, 38 % 4 13,74 % 2 68 ≤ nilai ≤ 100 Tun tas 6 20, 62 % 25 86,26 % JUMLAH 29 100 29 100
Tabel 9 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Pada Siklus I dan II N O Interva l krit eria Siklus 1 Siklus 2 pre kue nsi Per sen tase % pre ku en si Pe rse nta se % 1 81,25< Nilai ≤100 San gat ting gi 2 6,8 9 5 17, 23 2 71,5< Nilai ≤81,5 ting gi 3 10, 34 13 44, 82 3 62,5< Nilai ≤71,5 sed ang 2 6,8 9 7 24, 13 4 43,75< Nilai ≤62,5 Re nda h 5 17, 24 3 10, 36 5 0< Nilai ≤43,73 Re nda h sek ali 17 58, 62 1 3,4 6 jumlah 29 100 29 10 0 Berdasarkan tabel 8 terlihat peningkatan distribusi frekuensi dari siklus I ke siklus II yaitu Mean dari 41,30 menjadi 73,50 median dari 29,78
menjadi 73,68 modus dari 21,27 menjadi 73,58 Nilai terbesar dari 93,61 ke 100, Nilai kecil dari 8,51 menjadi 40,35
Berdasarkan tabel 9 terlihat adanya penigkatan ketuntasan hasil belajar setelah diadakan tes siklus. Pada siklus I terdapat 23 siswa dalam kategori tidak tuntas, dan hanya 6 siswa yang berada dalam kategori tuntas. Sedangkan pada siklus II terdapat 4 siswa yang berada dalam kategori tidak tuntas, dan terdapat 25 siswa yang berada dalam kategori tuntas.
Berdasarkan tabel 4.15 terlihat adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis matematika pada siklus I siswa yang memperoleh kemampuan berpikir kritis sangat tinggi 2 orang atau persentasenya 6,89%,dan siklus II Siswa yang pemperoleh kemampuan berpikir kritis sangat tinggi 5 orang dengan persentasenya 17,23%, pada siklus I siswa yang memperoleh kriteria kemampuan berpikir kritis tinggi 3 orang atau dengan persentasenya 10,34%, pada siklus II siswa yang memperoleh kriteria kemampuan berpikir kritis tinggi 13 orang dengan persentase 44,82%, pada siklus I siswa yang memperoleh kemampuan berpikiri kritis sedang 2 orang denan persentase 6,89%,sedangkan pada siklus II siswa yang berada pada kriteria kemampuan
81
berpikir kritis sedang ada 7 orang atau persentasenya 24,13%, pada siklus I siswa yang memperoleh kemampuan berpikir kritis rendah ada 5 orang dengan persentasenya 17,24%, dan pada siklus II kemampuan berpikir kritis rendah ada 3 orang atau persentasenya 10,36, pada siklus I siswa yang berada pada kriteria kemapuan berpikir kritis rendah sekali ada sebanyak 17 orang sedangkan padasiklus II siswa yang berada dikriteria rendah sekali ada 1 orang dengan persentasenya 3,49
Secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran dengan keterlaksanaan peneliti dan aktivitas siswa, serta Tes Hasil Belajar kemampuan berpikir kritis mengalami peningkatan
KESIMPULAN
Hasil analisis statistika deskriptif diperoleh data tes kemampuan berpikir kritis matematika ( tes akhir siklus) terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II, ini terlihat siswa yang memenuhi KKM (68) pada siklus I ada 6 orang (20,62%) meningkat di siklus II menjadi 25 orang (86,26%) dengan nilai Rata-Rata yang dicapai pada siklus I yaitu 41,30 dan Siklus II yaitu 73,14.Peningkatan aktivitas siswa pada siklus I rata-rata persentasenya 87,71% dan pada siklus II rata-rata persentase
Aktivitas siswa 94,48%,penngkatan keterlaksanaan pembelajaran yaitu pada siklus I dengan persentase 77,77% dan pada siklus II Persentasenya 93,05. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model konstriktivis metakognitif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika pada siswa kelas VII E SMP Negeri 1 Polewali.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan berpikir kritis matematika siswa dapat meningkatkan dengan menerapkan model konstruktivis metakognitif materi perbandingan. Maka dari itu disarankan agar peningkatan pemahaman konsep siswa dapat menigkat dengan tercapainya ketuntasan secara klaiskal maka disarankan menggunakan model konstruktivis metakognitif
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Yunita Nur, Baskoro Adi Prayitno, and Joko Ariyanto.
"Penerapan Model Konstruktivis-Metakognitif pada Materi Sistem Koordinasi untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa Kelas XI MIA 1 SMA Negeri 6
82 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016." Bio-Pedagogi 5.2 (2016): 48-55.
Fahradina, N., & Ansari, B. I. (2014). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan Menggunakan Model Investigasi Kelompok. Jurnal Didaktik Matematika, 1(2). Fauzi, K. M. A. (2011). Peningkatan kemampuan koneksi matematis dan
kemandirian belajar siswa dengan pendekatan pembelajaran metakognitif di sekolah menengah pertama .
Karim, A. (2015). Pengaruh Gaya Belajar dan Sikap Siswa Pada Pelajaran
Matematika Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematika. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 4(3). Murni, A. (2014). Peningkatan
Kemampuan Representasi matematis
Siswa SMP Melalui
Pembelajaran
Metakognitif dan
Pembelajaran
Metakognitif Berbasis
Soft Skill. Jurnal
Pendidikan, 4(2), 96-107
Nindiasari, H. (2013). Meningkatkan kemampuan dan disposisi berpikir
reflektif matematis serta kemandirian belajar siswa SMA melalui
pembelajaran dengan pendekatan metakognitif (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia). Prayitno, B. A. (2014, December). Potensi Sintaks Model Pembelajaran
Konstuktuvis-Metakognitif dalam
Melatihkan Berpikir dan
Kemandirian Belajar
Siswa. In Prosiding
SNPS (Seminar Nasional Pendidikan Sains) (Vol. 1).
Riyanto, B., & Siroj, R. A. (2014). Meningkatkan kemampuan penalaran
dan prestasi matematika
dengan pendekatan
konstruktivisme pada
siswa sekolah
menengah atas. Jurnal