METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian
Penelitian dirancang sebagai explanatory research, dengan tujuan untuk menjelaskan hubungan dan pengaruh antar peubah penelitian melalui pengujian hipotesis. Penelitian ini mengambil kasus di kawasan lahan kritis Pegunungan Kendeng Kabupaten Pati. Peubah yang diteliti terdiri atas: (1) Peubah bebas atau independen meliputi: Karakteristik individu petani (X1) yang dicirikan oleh: umur, pendidikan formal, pendidikan non-formal, pengalaman bertani, pengalaman melaksanakan agroforestri dan keterdedahan terhadap informasi; dan dukungan penyuluhan (X2) yang direfleksikan oleh: kompetensi penyuluh, pendekatan penyuluhan, metode penyuluhan, materi penyuluhan, fasilitas penyuluhan, intensitas penyuluhan, kelembagaan penyuluhan dan kerjasama penyuluhan; dan (2) Peubah terikat atau dependen terdiri atas: (a) Motivasi petani (Y1) yang direfleksikan oleh: tingkat pemenuhan kebutuhan pokok, intensitas hubungan sosial, tingkat pengakuan atas keberhasilan pengelolaan lahan kritis dan tingkat kompetisi sehat; (b) Kesempatan petani (Y2) yang direfleksikan oleh: luas lahan garapan, kepastian pasar, ketepatan kebijakan insenstif, peran institusi lokal, pengaruh kepemimpinan lokal dan peranan kelompok; (c) Kemampuan petani (Y3) yang direfleksikan oleh: penyiapan lahan, pemilihan jenis bibit atau benih, penanaman, penganekaragaman jenis tanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan, pengembangan pemasaran, pengembangan kelompok dan tingkat kerjasama; (d) Tingkat kinerja petani (Y4) yang dicirikan oleh: tingkat pendapatan petani, persentase luas lahan ditanami sistem agroforestri, persentase tegakan tumbuh sehat, keragaman jenis bahan pangan, dan terjalinnya akses jaringan bisnis sistem agroforestri; dan (e) Keberlanjutan (Y5) yang direfleksikan oleh: ekonomi, sosial dan lingkungan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data dan informasi kualitatif untuk memberikan penjelasan atau mendiskripsikan yang diantaranya tidak dapat dijelaskan oleh analisis kuantitatif, sehingga penelitian ini lebih bermakna.
Populasi dan Teknik Sampling Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah kepala rumah tangga petani atau orang yang ditunjuk sebagai kepala rumah tangga petani yang mengelola lahan kritis dengan sistem agroforestri di Pegunungan Kendeng yang tersebar di lima Kecamatan, yaitu: Kecamatan Tambakromo, Kayen, Sukolilo, Winong dan Pucak Wangi. Jumlah penduduk di lima kecamatan tersebut sebanyak 325.231 jiwa atau sebanyak 91.690 rumah tangga (BPS Pati 2009)
Berdasarkan jumlah rumah tangga (populasi), kemudian ditetapkan besar sampel dengan menggunakan formulasi Slovin (Umar 2004: 108):
Keterangan:
n = jumlah sampel N = jumlah populasi
e 2 = dk = derajat kesalahan: 1%, 5% dan 10%
Penentuan jumlah sampel menggunakan perhitungan dengan derajat kesalahan 5 persen, dengan demikian jumlah sampel sebanyak 398,26 atau setara dengan 400 orang. Perhitungan formulasi Slovin ini sejalan dengan tabel yang dikeluarkan oleh Isaac dan Michael (Sugiono 2001: 81); dan Lynch et al. (Irawan 2007: 234) yang menyatakan bahwa data populasi di atas 10.000, untuk pengambilan sampel dengan derajat kesalahan 5 persen besar sampel bergerak mulai dari 341 dan seterusnya, dengan kenaikan jumlah sampel masing-masing satu buah. Jumlah sampel akan stabil pada angka 349 dengan jumlah populasi mulai dari 1.000.000 buah/orang.
Teknik Sampling
Penentuan sampel dilakukan secara acak proporsional (proportionalle random sampling). Acak proporsional dilakukan untuk menentukan besarnya sampel yang terdapat pada masing-masing kecamatan, dengan pertimbangan bahwa jumlah rumah tangga populasi yang ada di lima kecamatan tersebut tidak
n =
N
sama. Setelah itu, kemudian dilakukan penentuan anggota sampel dengan cara acak atau random. Hal ini dilakukan karena setiap sampel memiliki kesamaan budaya, keanggotaan kelompok, pekerjaan dan pendidikan.
Berdasarkan ketentuan Slovin tersebut, jumlah sampel yang diambil sebanyak 400 responden, dengan sebaran populasi dan ukuran jumlah sampel dari masing-masing kecamatan tersaji dalam Tabel 13.
Tabel 13. Sebaran Populasi dan Jumlah Sampel
No Kecamatan Jumlah Rumah Tangga Jumlah Sampel (RT)
1. Sukolilo 18.965 83 2. Kayen 23.677 103 `3. Tambakromo 15.817 69 4. Winong 18.577 81 5. Pucak Wangi 14.654 64 Jumlah 91.690 400
Sumber: BPS Kabupaten Pati Tahun 2009 Unit Analisis
Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian (Arikunto 2002: 121). Unit analisis dalam penelitian adalah rumah tangga petani yang mengelola lahan kritis yang berada di Kecamatan Kayen, Sukolilo, Tambakromo, Winong dan Pucak Wangi.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kawasan Pegunungan Kendeng Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Dipilihnya lokasi ini, karena kawasan ini merupakan kawasan lahan sangat kritis yang berada di hulu sub DAS Juana dan menjadi penyebab banjir setiap tahun bagi Kabupaten Pati dan Kudus. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2011.
Pengumpulan Data dan Instrumentasi Penelitian Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dibedakan menjadi dua macam, yaitu data primer dan sekunder. Data primer terdiri atas: karakteristik individu petani, motivasi petani, kesempatan petani, kemampuan petani, dukungan penyuluh, kinerja petani, dan keberlanjutan sistem agroforestri. Data sekunder, sebagai berikut: (1) Data tentang profil penyuluh dan rencana kerja penyuluhan berasal
dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati; dan (2) Data potensi lahan, sumber daya hutan dan kependudukan bersumber dari BPS Kabupaten Pati. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada responden penelitian dengan dibantu oleh enumerator. Jumlah enumerator sebanyak sembilan orang yang diambil dari guru-guru SMP dan SD yang terdapat di kelima kecamatan lokasi penelitian.
Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam kepada sumber informasi terpilih. Wawancara juga dilakukan kepada penyuluh kehutanan, tokoh petani, tokoh agama, tokoh pemuda, perusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat, peneliti dari Badan Penelitian Kaputen Pati, peneliti dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi (Sosek) Kementerian Kehutanan, DPRD Kabupaten Pati, pejabat Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati dan Perhutani.
Instrumentasi Penelitian
Instrumen penelitian (kuesioner) disusun oleh peneliti sendiri dan berkonsultasi dengan komisi pembimbing. Penyusunan kuesioner berdasarkan kajian literatur (tinjaun pustaka) yang mendasari teori penelitian ini. Kuesioner untuk menjaring data kuantitatif dengan menggunakan skala Likert. Sugiono (2001: 85) mengemukakan bahwa pengukuran dengan menggunakan skala Likert banyak digunakan untuk mengukur fenomena atau gejala-gejala sosial.
Sevilla et al. (1993) menyatakan bahwa skor yang diperoleh dengan menggunakan skala Likert biasanya dipertimbangkan sebagai data interval walaupun sebenarnya adalah data ordinal. Menurut Azwar (2003) jumlah skor dalam Summarated Rating Scale yang diperoleh dari setiap responden merupakan data interval karena dapat diletak sepanjang garis kontinuum.
Pada setiap peubah, masing-masing dikembangkan dalam beberapa pertanyaan dengan menggunakan empat alternatif pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh responden sesuai dengan persepsi, perasaan dan kegiatan yang pernah dilakukkannya. Contoh dari empat alternatif jawaban tersebut antara lain:
(a) Sangat baik = 4, cukup = 3, kurang baik = 2, dan tidak baik = 1. (b) Sangat sesuai = 4, cukup =3, kurang sesuai = 2, dan tidak sesuai = 1. (c) Selalu = 4, kadang-kadang = 3, jarang sekali = 2, dan tidak pernah = 1.
Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, instrumen yang telah disusun diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya. Uji ini dilakukan agar dalam proses pengumpulan data diperoleh data yang valid atau absah dan memiliki tingkat konsistensi yang tinggi (reliabel), dengan kata lain data yang terkumpul memiliki akurasi tinggi, tepat dan sesuai keadaan sebenarnya. Menurut Suhardjo (2010), data dikatakan valid apabila data tersebut mampu mencerminkan kondisi yang sebenarnya dari obyek atau fenomena yang diamati. Validitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat instrumen yang digunakan dapat dengan tepat mengukur apa yang diukur (Arikunto 2002).
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstruk dan validitas isi. Kedua validitas tersebut diperoleh melalui proses penyusunan kuesioner dengan memasukkan semua aspek yang dianggap sebagai kerangka konsep yang akan diukur. Untuk mendapatkan kuesioner yang memiliki tingkat validitas konstruk dan validitas isi tinggi, maka daftar pertanyaan disusun sebagai berikut: (a) mempertimbangkan teori-teori yang sesuai, (b) menyesuaikan isi pertanyaan dengan kondisi responden, (c) melibatkan komisi pembimbing dan pakar ilmu kehutanan khususnya (sistem agroforestri), dan (d) kuesioner diujicoba sebelum digunakan.
Reliabilitas merupakan serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran dilakukan pada waktu yang berbeda. Untuk menguji reliabilitas kuesioner menggunakan metode Cronbach’s Alpha, dengan bantuan program SPSS versi 16.
Untuk memperoleh data yang benar-benar valid dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya kuesioner perlu diujicobakan. Uji coba dilakukan pada 20 responden yang berada di sekitar hutan Kabupaten Rembang. Hasil uji coba kuesioner dianalisis dengan korelasi Pearson. Menurut Ancok (Singarimbun 1999) nilai korelasi yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian dibandingkan dengan Tabel korelasi nilai r. Bila nilai korelasi dan reliabilitas hasil pengujian atau r hitung lebih besar dari rtabel, maka instrumen tersebut dianggap valid dan reliabel. Untuk n=20 (responden uji coba) dan α = 0,05 diperoleh rtabel = 0,444 (sebagai titik batas/kritis).
Berdasarkan hasil ujicoba kuesioner dapat disimpulkan bahwa kuesioner valid dan reliabel, karena r hitung (valid) berkisar antara (0,568 – 0,895) > 0,444 (titik kritis), demikian juga dengan hasil pengujian Reliabilitas menunjukkan bahwa kuesioner ternyata reliabel dengan nilai koefisien reliabilitas berkisar antara (0,845 – 0,857). Hasil perhitungan validitas dan reliabilitas selengkapnya, disajikan pada Lampiran 1.
Definisi Operasional dan Pengukuran
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang digunakan untuk mengukur peubah indikator dari laten eksogen maupun endogen (Singarimbun dan Effendi 1995). Menurut Black dan Champions (1992), menyatakan bahwa definisi operasional merupakan kuantifikasi dari definisi nominal. Definisi operasional dapat membantu menentukan prosedur pengukuran yang dilakukan, sehingga memudahkan dalam mengumpulkan data yang mendukung penelitian. Mengacu pada definisi operasional tersebut kemudian dibuat pengukuran parameter. Pengukuran parameter dilakukan untuk memperoleh sejumlah informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Adapun indikator, definisi operasional dan parameter pengukuran dalam penelitian ini, sebagai berikut:
(1) Karakteristik individu petani (X1) adalah kondisi yang melekat pada individu atau seseorang petani, sehingga individu tersebut terdorong untuk mengelola lahan kritis dengan sistem agroforestri. Indikator, definisi operasional dan pengukuran karakteristik individu petani sekitar hutan, tersaji pada Tabel 14.
Tabel 14. Indikator, Definisi Operasional dan Parameter Pengukuran Karakteristik Individu Petani Sekitar Hutan
Indikator Definisi Opersional Parameter Pengukuran
X1.1 Umur Masa hidup yang telah dilalui
respoden
Dihitung jumlah usia responden sejak lahir sampai dengan menjadi responden (Tahun)
X1.2 Pendidikan formal Pendidikan sekolah formal yang
pernah diikuti oleh responden
Dihitung jumlah tahun sekolah formal yang pernah diikuti responden (tahun) X1.3 Pendidikan non
formal
Pelatihan yang terkait dengan sistem agroforestri
Dihitung jumlah pelatihan yang pernah diikuti responden (banyak latihan) X1.4 Pengalaman bertani Lamanya responden menggeluti
bidang pertanian
Dihitung jumlah tahun sejak responden menjadi petani (tahun)
Tabel 14. Lanjutan
Indikator Definisi Opersional Parameter Pengukuran
X1.5 Pengalaman
melaksanakan agroforestri
Lamanya responden menekuni bidan agroforestri/tumpang sari
Dihitung jumlah tahun responden mengelola lahan dengan cara agroforestri atau tumpang sari X1.6 Tingkat
keterdedahan terhadap informasi
Kemudahan untuk mengakses sumber informasi tentang sistem agroforestri
Informasi tentang agroforestri yang diterima responden, berasal dari: - Penyuluh
- Kelompok tani - Radio
- Petani lainnya /tetangga - Anak sekolah
Kemudahan mendapatkan informasi agroforestri yang dibutuhkan Kesesuaian anatar informasi yang diterima dengan kebutuhan responden (2) Dukungan penyuluh (X2) adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan
oleh penyuluh untuk membantu petani dalam mengelola lahan kritis dengan sistem agroforestri. Indikator, definisi operasional dan pengukuran dukungan penyuluhan terhadap petani sekitar hutan, tersaji pada Tabel 15.
Tabel 15. Indikator, Definisi Operasional dan Parameter Pengukuran Dukungan Penyuluhan terhadap Petani Sekitar Hutan
Indikator Definisi Opersional Parameter Pengukuran
X2.1 Tingkat kompetensi
penyuluh
Sejauhmana penyuluh menguasai dasar-dasar yang dibutuhkan untuk menyuluh
Diukur melalui tingkat pemahaman penyuluh tentang filosofi penyuluhan partisipatif yang dirasakan responden Diukur melalui tingkat pemahaman penyuluh tentang komunikasi dialogis yang digunakan dalam penyuluhan yang dirasakan responden
Diukur melalui tingkat pemahaman penyuluh tentang pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang dirasakan responden
Diukur melalui tingkat pemahaman penyuluh tentang membangun jaringan kerja yang dirasakan responden X2.2 Kesesuaian pendekatan
penyuluhan
Sejauhmana penyuluh menguasai cara penyuluhan dalam penerapan sistem agroforestri
Tingkat pemahaman penyuluh tentang pendekatan penyuluhan:
- Top down - Partisipatif
Tingkat kemampuan dalam menerapkan pendekatan penyuluhan secara top down, yang dirasakan responden
Tingkat kemampuan dalam menerapkan pendekatan penyuluhan secara partisipatif dirasakan responden
Tabel 15. Lanjutan
Indikator Definisi Opersional Parameter Pengukuran
X2.3 Ketepatan
metode penyuluhan
Seberapa tepat penyuluh menguasai cara menyampaikan materi penyuluhan
Tingkat pengetahuan penyuluh tentang metode penyuluhan: - Ceramah - Diskusi/Tanya jawab - Kunjungan lapangan - Kunjungan rumah - Sekolah lapang
Tingkat pemahaman tentang metode-metode pendekatan yang dirasakan responden Tingkat kemampuan dalam menerapkan metode-metode penyuluhan yang dilihat responden X2.4 Kesesuaian materi penyuluhan Sejauhman penyuluh menguasai bahan/informasi mengenai sistem agroforestri yang disuluhkan kepada petani
Tingkat pemahaman penyuluh tentang bentuk-bentuk agroforestri:
- Agrisilvopastur - Silvopastoral
- MPTS (multipurpose trees species) - Tumpang sari
- Kebun campuran
Tingkat kemampuan dalam menerapkan bentuk-bentuk agroforestri yang dirasakan responden
X2.5 Ketersediaan
fasilitas penyuluhan
Peralatan yang dibutuhkan untuk memperlancar penyuluhan
Tingkat pengetahuan penyuluh tentang fasilitas penyuluhan:
- Pondok/gubuk kerja - Demplot/persemaian - Kebun percobaan
- Leaflet, brosur, media sumber belajar - Alat tulis dan papan tulis
- Alat peraga
Tingkat pemahaman penyuluh tentang fasilitas penyuluhan yang dirasakan responden Tingkat kemampuan penyuluh dalam mendesain fasilitas penyuluhan yang dilihat responden
X2.6 Intensitas
penyuluhan
Banyaknya penyuluhan yang dilakukan penyuluh dalam setahun terakhir
Jumlah penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh PNS dalam satu tahun terakhir yang dilihat responden
Jumlah penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh swadaya dalam satu tahun terakhir yang dirasakan responden
Jumlah penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh swasta dalam satu tahun terakhir yang dirasakan responden
X2.7 Kelembagaan
penyuluhan
Bentuk dan fungsi dari organisasi penyuluhan
Tingkat pemahaman penyuluh PNS tentang bentuk-bentuk organisasi penyuluhan yang dirasakan responden
Persepsi responden terhadap keberadaan lembaga penyuluh di desa
Tingkat kemanfaatan adanya lembaga penyuluhan di desa yang dirasakan responden
Tabel 15. Lanjutan
Indikator Definisi Opersional Parameter Pengukuran
X2.8 Tingkat
kerjasama penyuluhan
Kegiatan penyuluhan yang dilakukan bersama antara penyuluh (PNS) dengan lembaga terkait
Kerjasama yang dilakukan oleh penyuluh PNS, yang dilihat responden melalui: - Petani maju
- Dunia usaha/perusahaan - Tokoh masyarakat
- Lembaga swadaya masyarakat - Pelaku pasar
Tingkat pengetahuan penyuluhan PNS tentang kerjasama penyuluhan yang dirasakan responden
Tingkat kemanfaatan hasil kerjasama penyuluhan yang dilakukan penyuluh PNS yang dirasakan responden
(3) Motivasi petani (Y1) adalah kekuatan yang mendorong individu petani untuk melakukan pengelolaan lahan kritis dengan menerapkan sistem agroforestri. Indikator, definisi operasional dan pengukuran motivasi petani sekitar hutan, disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Indikator, Definisi Operasional dan Parameter Pengukuran Motivasi Petani Sekitar Hutan dalam Sistem Agroforestri
Indikator Definisi Opersional Parameter Pengukuran
Y1.1 Tingkat
pemenuhan kebutuhan dasar
Sejuahmana kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan dapat dipenuhi dari hasil sistem agroforestri
Kebutuhan dasar yang menurut responden telah dipenuhi dari hasil sistem agroforestri
- Sandang
- Pangan
- Papan - Kesehatan - Pendidikan
Pemahaman responden tentang pentingnya untuk menyediakan kebutuhan dasar Tingkat
Y1.2 Intensitas
hubungan sosial
Terjadinya pertemuan-pertemuan atau diskusi antar petani
Kemudahan dalam menjalin komunikasi dengan anggota petani lainnya
Kemudahan untuk mendapatkan informasi dari petani yang lain
Merasakan pentingnya melakukan belajar bersama Y1.3 Pengakuan atas keberhasilan pengelolaan lahan kritis Sejauhmana diakuinya keberhasilan petani dalam menghijaukan lahan kritis di sekitarnya
Pengakuan masyarakat yang dapat dirasakan responden atas keberhasilan mengelola lahan kritis dengan dengan berbagai jenis tanaman Pengakuan pemerintah yang dapat dirasakan oleh responden atas keberhasilan
Tabel 16. Lanjutan
Indikator Definisi Opersional Parameter Pengukuran
Y1.4 Tingkat
kompetisi
Sejauhmana terjadi daya saing sehat antar petani dalam penerapan sistem agroforestri
Pemahaman responden tentang adanya daya saing sehat dalam penerapan sistem agroforestri
Pentingnya mencoba hal baru untuk meningkatkan hasil usaha sistem agroforestri Upaya untuk mencari informasi harga pasar supaya dapat menjual hasil sistem agroforestri dengan harga yang lebih tinggi.
(4) Kesempatan petani (Y2) adalah kondisi atau situasi yang dapat dimanfaatkan oleh
petani sekitar hutan untuk meningkatkan kinerjanya sehingga mendapatkan hasil yang optimal. Indikator, definisi operasional dan pengukuran kesempatan petani sekitar hutan, tersaji pada Tabel 17.
Tabel 17. Indikator, Definisi Operasional dan Parameter Pengukuran Kesempatan Petani Sekitar Hutan dalam Sistem Agroforestri
Indikator Definisi Opersional Parameter pengukuran
Y2.1 Luas lahan
garapan
Jumlah luas lahan yang dikelola oleh petani dalam penerapan sistem agroforestri
Luas lahan garapan petani: - Lahan milik
- Lahan sewa atau gadu - Lahan sakap
- Lahan Perhutani/pesanggem
Y2.2 Kepastian pasar Sejauhmana kondisi pasar
sehingga petani dapat memasarkan hasil sistem agroforestri
Pihak-pihak yang terlibat dalam sistem pemasaran: - Tengkulak - Petani pengumpul - Pedagang kecil - Pedagamg besar - Perusahaan
Kemampuan responden dalam membaca peluang pasar hasil sistem agroforestri Kemampuan daya tawar responden dalam memasarkan hasil sistem agroforestri Y2.3 Ketepatan
kebijakan insentif
Sejauhmana insentif tepat pada sasarannya
Bentuk-bentuk kebijakan insentif : a. Insentif tidak langsung:
- Penyuluhan - Pelatihan - Kebijakan-kebijakan dari pemerintah - Sekolah lapang b. Insentif langsung - Bantuan kredit - Pembangunan fasilitas - Subsidi benih/bibit atau pupuk - Penyediaan sumber informasi
- Pemberian KUP, KBR, PUAP,
Tabel 17. Lanjutan
Indikator Definisi Opersional Parameter Pengukuran
Kesesuaian insentif/bantuan dengan kebutuhan responden
Persepsi petani tentang insentif/bantuan Manfaat pemberian insentif/bantuan bagi petani
Y2.4 Peran institusi
lokal
Sejauhmana adat atau norma dipatuhi pelaksanaannya dalam penerapan sistem agroforestri
Pengetahuan responden tentang bentuk-bentuk institusi lokal yang ada: - Nilai-nilai
- Adat-istiadat
- Norma
- Budaya
Pemahaman responden tentang keberadaan institusi lokal
Pelaksanaan institusi lokal dalam penerapan agroforestri
Pengaruh keberadaan institusi lokal dalam mengelola lahan
Pemberlakuan sangsi bagi yang melanggar
institusi lokal
Keberlangsungan institusi lokal dalam sistem agroforestri
Y2.5 Pengaruh
kepemimpinan lokal
Sejauhmana kemampuan pemimpin lokal dapat mempengaruhi petani dalam penerapan sistem agroforestri
Pihak-pihak yang digolongkan sebagai pemimpin lokal: - Pamong desa - Mantan guru/pegawai/pamong desa/TNI/Polri - Guru - Penyuluh - Polisi/TNI - Usthat
Ketaatan terhadap kepemimpinan lokal Keteladan yang diberikan oleh pemimpin lokal
Kepatuhan untuk mengikuti saran yang diberikan oleh pemimpin lokal Y2.6 Peranan
kelompok
Sejauhmana kemampuan kelompok dapat memerankan poisisnya dalam penerapan sistem agroforestri
Kesesuaian antara tujuan kelompok dengan tujuan responden sebagai anggota
Kegiatan kelompok yang dapat membantu responden sebagai anggota
Manfaat yang dirasakan oleh responden dengan menjadi anggota kelompok
(5) Kemampuan petani (Y3) adalah daya upaya yang dimiliki oleh petani sekitar hutan untuk meningkatkan kinerjanya dalam penerapan sistem agroforestri di lahan kritis. Indikator, definisi operasional dan pengukuran kemampuan petani sekitar hutan dalam penerapan sistem agroforestri, tersaji pada Tabel 18.
Tabel 18. Indikator, Definisi Operasional dan Parameter Pengukuran Kemampuan Petani Sekitar Hutan dalam Sistem Agroforestri
Indikator Definisi Opersional Parameter Pengukuran
Y3.1 Penyiapan lahan Sejauhmana petani
menyiapkan lahan dalam mengeola lahan kritis dengan sistem agroforestri
Pembuatan lubang tanam dan jalur tanam Pembuatan embung sederhana untuk menjaga ketersediaan air
Persepsi petani tentang pemupukan awal dengan kompos
Pengkomposan dengan pemanfaatan dari sisa tanaman dan kotoran ternak
Manfaat yang dapat dirasakan setelah lahan dikelola dengan baik
Y3.2 Pemilihan jenis bibit
atau benih
Sejauhmana kemampuan petani untuk menentukan bibit/benih dalam penerapan sistem agroforestri
Mengetahui sumber bibit: - Cabutan (alami) - Persemaian sendiri - Kerelaan untuk membeli
- Sumbangan
Mengetahui sumber benih:
- Pohon induknya
- Lembaga penelitian resmi - Petani yang berhasil
Persepsi responden bibit/benih yang sehat Kemampuan membedakan jenis bibit/benih yang baik atau sehat
Kemampuan dalam memprediksi daya tumbuh benih/bibit
Y3.3 Penanaman Sejauhmana keterampilan
petani dalam melakukan penanaman dalam penerapan sistem agroforestri
Pemahaman petani tentang teknik penanaman yang benar
Keterampilan petani dalam membuat jalur tanam
Kemampuan petani dalam menerapkan jarak tanam
Kemampuan petani dalam melakukan pergiliran tanaman semusim
Y3.4 Penganekaragaman
jenis tanaman
Sejauhmana petani menaman berbagai jenis tanaman semusim ataupun tanaman keras dalam penerapan sistem agroforestri
Mengidentifkasi jenis tanaman semusim yang dapat dikembangkan pada lahan kritis Menambah tanaman semusim yang sesuai dengan kondisi lahan dan permintaan pasar Persepsi petani tentang penganekaragaman jenis tanaman
Memprediksi keberhasilan penganeka-ragaman jenis tanaman semusim Memprediksi keberhasilan penganeka-ragaman jenis tanaman keras Y3.5 Pemeliharaan
tanaman
Sejauhmana petani melakukan pemeliharaan tanaman semusim dan keras dalam pelaksanaan sistem agroforestri
Mengidentifikasi pemeliharaan dalam sistem agroforestri
Persepsi petani tentang pemeliharaan tanaman dalam penerapan sistem agroforestri
Tabel 18. Lanjutan
Indikator Definisi Opersional Parameter Pengukuran
Membandingkan efesiensi pemeliharaan tanaman monokultur (pertanian) dengan sistem agroforestri
Y3.6 Pemanenan Upaya yang dilakukan
petani untuk memanen hasil sistem agroforestri
Penentuan masa panen: - Masa daur
- Kebutuhan
Persepsi petani tentang masa panen Pentingnya perlakuan pasca panen Ketepatan dalam menentukan masa panen Pelibatan pihak-pihak pada waktu panen
Y3.7 Pengembangan
pemasaran
Upaya yang dilakukan petani untuk memasarkan hasil panennya agar mendapatkan hasil yang optimal
Kemampuan daya tawar petani untuk memasarkan hasil sistem agroforestri Kemitraan pemasaran hasil sistem agroforestri dengan pedagang besar atau perusahaan
Pemasaran dilakukan secara berkelompok Pengolahan hasil sistem agroforestri Promosi penjualan hasil pengolahan sistem agroforestri
Y3.8 Pengembangan
kelompok
Upaya yang dilakukan untuk menumbuh kembangkan kelompok
Mengidentifikasi unsur-unsur kelompok yang dapat dikembangkan
Penertiban administrasi keanggotaan kelompok
Peningkatan usaha kelompok Keikutsertaan dalam lomba kelompok
berbagai jenjang Y3.9 Tingkat kerjasama
petani
Sejauhmana upaya yang dilakukan petani dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak
Mengidentifikasi stakeholders yang berminat bekerja sama :
- Kelompok tani
- Petani berhasil - Perusahaan bibit
- Perum Perhutani
Persepsi petani tentang kerjasama dalam penerapan sistem agroforestri
Manfaat yang dapat dirasakan petani dalam melaksanakan kerjasama
Kendala-kendala dalam melaksanakan kerjasama dalam penerapan sistem agroforestri
(6) Tingkat kinerja petani (Y4) adalah hasil kerja petani sekitar hutan dalam penerapan sistem agroforestri di lahan kritis, yang dapat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Indikator, definisi operasional dan pengukuran kinerja petani sekitar hutan dalam penerapan sistem agroforestri selengkapnya, tersaji pada Tabel 19.
Tabel 19. Indikator, Definisi Operasional dan Parameter Pengukuran Kinerja Petani Sekitar Hutan dalam Sistem Agroforestri
Indikator Definisi Opersional Parameter Pengukuran
Y4.1 Tingkat pendapatan Jumlah rupiah yang
diterima petani dari hasil penerapan sistem agroforestri
Penghasilan yang diterima dari hasil tanaman semusim
Penghasilan yang diterima dari hasil tanaman tahunan
Penghasilan yang diterima dari hasil ternak Hasil sharing sebagai pesanggem
Y4.2 Persentase luas
lahan tertanami
Perbandingan antara luas lahan yang ditanami dengan sistem agroforestri dengan tanaman monokulture
Jumlah prosentase luasan lahan milik yang ditanami sistem agroforestri bertambah Jumlah persentase luasan lahan sewa yang ditanami dengan sistem agroforestri bertambah
Jumlah persentase luasan lahan “paroan” yang ditanami dengan sistem agroforestri bertambah
Y4.3 Persentase tegakan
tumbuh sehat
Perbandingan antara tegakan petani yang tumbuh sehat dalam penerapan sistem agroforestri dengan tanaman monokulutur
Jumlah tegakan pohon pokok (jati dan mahoni) yang ditanam tumbuh subur dan sehat
Jumlah tegakan MPTS yang ditanaman tumbuh subuh dan sehat
Jumlah tegakan tanaman sela yang ditanaman tumbuh subuh dan sehat Y4.4 Keragaman bahan
pangan
Sejauhmana ketersediaan bahan pangan hasil sistem agroforestri yang dapat dikonsumsi petani
Sumber bahan pangan dari hasil sistem agroforestri
Persepsi petani tentang bahan pangan dari hasil agroforestri
Ketertarikan petani untuk mengkosumsi hasil sistem agroforestri sebagai bahan pangan
Y4.5 Terjalinnya jaringan
bisnis sistem agroforestri
Sejauhmana terbangun jaringan bisnis sistem agroforestri, agar petani mudah mendapatkan sumber input dan menjual hasil panen
Indentifikasi jenis sumber bahan input sistem agroforestri:
- Pupuk - Benih - Bibit
- Informasi yang dibutuhkan
Tingkat ketersediaan sumber bahan input yang dibutuhkan untuk sistem agroforestri Kesesuaian input dengan kebutuhan masyarakat
Persepsi petani tentang jaringan sistem agroforestri
Kepercayaan petani terhadap pihak lain dalam menjalin bisnis
(7) Keberlanjutan sistem agroforestri (Y5) adalah dilaksanakannya sistem agroforestri pada lahan kritis secara terus menerus. Indikator, definisi operasional dan pengukuran keberlanjutan dalam penerapan sistem agroforestri selengkapnya, tersaji pada Tabel 20.
Tabel 20. Indikator, Definisi Operasional dan Parameter Pengukuran Keberlanjutan Penerapan Sistem Agroforestri
Indikator Definisi Opersional Parameter Pengukuran
Y5.1 Ekonomi Sejauhmana dampak ekonomi
yang dapat dirasakan oleh petani dalam penerapan sistem agroforestri
Aspek ekonomi jangka pendek, terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar Aspek ekonomi jangka panjang, seperti imbas jasa lingkungan
Y5.2 Sosial Sejauhmana dampak sistem
agroforestri terhadap kehidupan sosial petani
Pengakuan adat budaya setempat Perhatian terhadap situs-situs dan tempat ritual masyarakat
Penghargaan pada pengetahuan lokal
Y5.3 Lingkungan Sejauhmana dampak lingkungan
yang dapat dirasakan oleh petani dalam penerapan sistem agroforestri
Pengembalian kesuburan tanah Menjaga ketersediaan air tanah dan sumber mata air
Mencegah terjadinya bencana banjir Berkontribusi alam terjadinya global warming
Teknik Analisis Data
Untuk keperluan analisis data, perlu dilakukan transformasi data yaitu dengan transformasi indeks indikator. Indeks indikator yang terkecil atau terendah yaitu 0, sedangkan yang terbesar atau tertinggi yaitu 100 untuk masing-masing indikator. Rumus umum transformasi indeks indikator yang digunakan (Sumardjo 1999), adalah:
Nilai indeks transformasi minimum dicapai apabila semua parameter pada setiap indikator setelah diukur memiliki nilai 1, sedangkan indeks maksimum dicapai apabila semua parameter setiap indikator setelah diukur memiliki nilai 4. Dengan menggunakan pengukuran ini, maka sebaran data yang merupakan nilai skala interval berkisar antara 0 sampai dengan 100.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis biplot, korelasi Person dan Structural Equation Modelling (SEM). Analisis biplot dilakukan dengan menggunakan program wolfram. Analisis biplot dipergunakan untuk mengetahui kelayakan data diuji dan dianalisis dengan SEM, dengan ketentuan bahwa jumlah data ( jumlah sub peubah x jumlah responden > 10.000) yang dapat tergambar dalam dua demensi minimal 70,0 persen (Kutha 2010).
Indeks Indikator =
Jumlah skor yang dicapai per indikator – jumlah skor minimal Mminimum
Jumlah skor ideal – jumlah skor minimal
Korelasi Pearson dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16. Korelasi ini untuk menjelaskan atau mendiskripsikan hubungan antara indikator yang mencirikan masing-masing peubah. Selanjutnya untuk menentukan model struktural yang dihasilkan dalam penelitian ini dengan analisis SEM, di mana pengolahannya dengan menggunakan bantuan program LISREL versi 8,7.
Peubah untuk analisis SEM adalah peubah laten eksogen dan endogen. Peubah laten eksogen dalam penelitian ini, yaitu: dukungan penyuluhan (X2). Peubah laten endogen, yaitu: motivasi petani (Y1), kesempatan yang tersedia bagi petani (Y2), kemampuan petani (Y3), tingkat kinerja petani (Y4) dan keberlanjutan (Y5). Penulisan umum untuk notasi SEM selengkapnya, disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21. Penulisan Umum Notasi SEM
No Nama/Jenis Peubah Notasi Keterangan
Peubah eksogen:
1. Peubah X2 Dukungan penyuluhan
Peubah endogen:
2. Peubah Y1 Motivasi petani sekitar hutan
3. Peubah Y2 Kesempatan petani sekitar hutan
4. Peubah Y3 Kemampuan petani sekitar hutan
5. Peubah Y4 Kinerja petani sekitar hutan
6. Peubah Y5 Keberlanjutan sistem agroforestri
7. Tingkat kesalahan Error dari peubah endogen
8. Tingkat kesalahan Error dari dari manifes eksogen
9. Tingkat kesalahan Error dari manifes endogen
10. Koefisien ke xi dari Bobot faktor atau factor loading X2 11. Koefisien ke yi dari Bobot faktor factor loading Y1
12. Koefisien ke dari Nilai koefisien peubah eksogen ke endogen 13. Koefisien ke dari Nilai koefisien antar peubah endogen Keterangan: i = 1 sampai dengan n
Selanjutnya penggambaran dalam bentuk SEM, sebagai berikut: peubah laten eksogen: X2 = ξ1 dan peubah laten endogen: Y1 = η1, Y2 = η2, Y3 = η3, Y4 = η4 dan Y5 = η5, serta kesalahan yang terletak pada masing-masing peubah laten (ζ). Diagram jalur persamaan struktural peningkatan kinerja petani sekitar hutan dalam penerapan sistem agoforestri selengkapnya, disajikan pada Gambar 4.
Keterangan: = Dukungan Penyuluhan η1 = Motivasi Petani = Kesempatan Petani η3 = Kemampuan Petani η4 = Kinerja Petani η5 = Keberlanjutan
Gambar 4. Diagram Jalur Persamaan Sruktural Peningkatan Kinerja Petani dalam Penerapan Sistem Agroforestri
y11 y12 y13 y14 y15 y16 y17 y18 y19 2 y5 y6 y7 y8 y9 y10 x21 x22 x23 x24 x25 x26 x27 x28 Y20 Y21 Y22 Y23 Y24 Y25 Y26 Y27 1 1 y1 y2 y3 y4
Untuk melakukan pendugaan parameter menggunakan estimasi kesamaan maksimum (Maximum likelihood estimation atau MLE) yang merupakan metode yang paling umum. MLE, membuat estimasi didasarkan pada tindakan memaksimalkan probabilitas (likelihood) bahwa kovarian-kovarian yang diobservasi ditarik dari suatu populasi yang diasumsikan sama seperti yang direfleksikan dalam estimasi-estimasi koefisien. Artinya, MLE mengambil estimasi-estimasi yang mempunyai kesempatan terbesar untuk mereproduksi data yang diobservasi.
Uji kesesuaian model (model fit), untuk mengukur ataupun menguji hipotesis model yang dibuat yaitu:
(1) P-value, dengan ketentuan nilai P-value > 0,050.
(2) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA), dengan ketentuan nilai RMSEA < 0,080.
(3) Comparative Fit Index (CFI)), dengan ketentuan nilai CFI > 0,90 (Kusnendi 2007: 15; dan Wijayanto 2008: 61-65).