• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN KINERJA EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DEWI SONDARI H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN KINERJA EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DEWI SONDARI H"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: DEWI SONDARI

H14103014

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

(2)

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena Provinsi Jawa Barat memiliki sumberdaya alam yang beragam seperti sumberdaya air, lahan dan sumberdaya manusia yang meliputi ketersediaan tenaga kerja yang melimpah dan berkualitas. Provinsi Jawa Barat juga memiliki posisi geografis yang strategis yang berdekatan dengan DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan Negara RI, industri, dan perdagangan sehingga memungkinkan pengembangan ekonomi yang relatif lebih cepat. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan ekonomi dan potensi wilayah dilakukan identifikasi terhadap potensi sektor ekonomi yang dimiliki dengan mengukur sektor ekonomi mana saja yang menjadi sektor basis sebagai sektor unggulan di Jawa Barat dan identifikasi kinerja ekonomi wilayah dengan menganalisis pertumbuhan ekonominya.

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan data tahun 2001 sampai tahun 2005. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sektor yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat, menganalisis dampak pengganda pendapatan dari kegiatan sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat, menganalisis kinerja ekonomi wilayah berdasarkan identifikasi sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat dan untuk menganalisis keterkaitan dan implikasi yang akan ditimbulkan dari perkembangan sektor ekonomi basis terhadap pembangunan wilayah.

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian Deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan indikator yang menggambarkan seluruh kegiatan ekonomi yang telah dilaksanakan melalui indikator PDRB (Produk Regional Bruto) yang diuraikan melalui pertumbuhan PDRB. Penelitian menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pemerintah daerah setempat dan instansi-instansi terkait lainnya, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis Location Quetiont, Pengganda Pendapatan dan analisis Shift Share.

Hasil analisis Location Quotient (LQ) selama kurun waktu 2001-2005 menunjukkan bahwa sektor yang menjadi sektor basis yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor bangunan/konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa tidak menjadi sektor basis selama kurun waktu 2001-2005. Selama kurun waktu 2001-2005 sektor yang memiliki pengganda terbesar adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, yang kemudian diikuti oleh sektor industri pengolahan yang memiliki dampak pengganda selama kurun waktu 2001-2005.

(3)

ditunjukkan dengan pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2001-2005 mengalami peningkatan sebesar Rp. 42.431 milyar (20,86 persen). Laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2001-2005, memiliki nilai yang positif (0,31 persen), artinya sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat secara keseluruhan memiliki laju pertumbuhan yang cukup cepat. Daya saing sektor-sektor perekonomian Provinsi Jawa Barat selama periode tahun 2001-2005 adalah sebesar -0,64 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa secara umum sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat belum memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya yang berada di Indonesia. Pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2001-2005 secara keseluruhan memiliki nilai yang negatif, yaitu sebesar -0,33 persen. Artinya, sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat secara keseluruhan tergolong ke dalam kelompok yang lambat.

Berdasarkan hasil analisis yang menunjukkan sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai sektor yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat. Diharapkan agar pihak pemerintah memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran seperti halnya peningkatan penguasaan teknologi, perbaikan infrastruktur termasuk sarana perhubungan dan komunikasi, perumusan kebijakan yang mendukung pertumbuhan listrik, gas dan air bersih, industri dan perdagangan, perbaikan akses pemasaran produk industri baik dalam wilayah maupun ke luar wilayah Provinsi Jawa Barat, kemudahan di bidang perpajakan, perkreditan, asuransi, dan pelatihan keterampilan. Selain itu diharapkan juga untuk memperhatikan dan memperbaiki sarana dan prasarana atau faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi perkembangan sektor nonbasisnya, sehingga dapat menambah dan menjadikan sektor nonbasis sebagai sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat.

(4)

Oleh DEWI SONDARI

H14103014

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

(5)

Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Dewi Sondari

Nomor Registrasi Pokok : H14103014 Departemen : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi :

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Ir. Tanti Novianti, MSi NIP. 132 206 249

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan:

(6)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Juni 2007

Dewi Sondari H14103014

(7)

sebuah Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Otong Yuhana dan Lin Puspita. Jenjang pendidikan penulis pertama kali di SDN Pasirlandak, Cihaurbeuti, Ciamis, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Panumbangan dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Cihaurbeuti dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai Mahasiswi Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.

(8)

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan hidayah-Nya sehingga karya tulis berupa skripsi yang berjudul Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat ini dapat diselesaikan. Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Tanti Novianti, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, serta kepada Dr. Sri Mulatsih selaku dosen penguji utama dan Fifi Diana Thamrin, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan, yang telah memberikan saran-saran dan tambahan pengetahuan dalam perbaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yaitu Apa Otong Yuhana dan Mamah Lin Puspita atas segala kasih sayang, doa, dukungan dan pengorbanan yang tak akan dapat terbalaskan. Adik-adik terbaikku, Azis, Firdaus dan Iqbal Semoga kesuksesan menyertai kalian, serta saudara-saudaraku (mamah H.Apong, bi’Titin, Ayah, m’Asep, bi’Mimin, m’Giri, bi’ Nani, M’yogas, bi’Lilah, m’Usep, Bi’Epa) terimakasih atas doa dan perhatiannya. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Aa’Dicky dan keluarga (Bapak H. Komarudin Effendy, Ibu H. Unay, T’Ovy, A’Uis, Dede, dan Cita) atas doa, cinta dan perhatian serta motivasi yang diberikan, semua rekan-rekan di Departemen Ilmu Ekonomi Sri, Mega, Asih, Opi, Rheni, Rendina, Dian V, Ani, Wilma, Heni, Ria, dan seluruh teman-teman angkatan 40 lainnya atas segala kebersamaan mengejar studi, yang tidak bisa disebutkan seluruhnya. Semoga kita dapat meraih segala cita, sekian kali dalam kebersamaan.

(9)

bagi yang membacanya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Juni 2007

Dewi Sondari H14103014

(10)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 6 1.4. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pembangunan Ekonomi ... 8

2.2. Indikator Kinerja Ekonomi ... ... 8

2.3. Pertumbuhan Ekonomi ... 8

2.4. Pengertian Sektor Unggulan ... 10

2.5. Konsep Ekonomi Basis ... 11

2.6. Konsep Analisis Shift Share... 14

2.7. Penelitian Terdahulu ... 15

2.8. Kerangka Pemikiran... 18

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian ... 21

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 21

3.3. Metode Analisis ... 21

3.3.1. Analisis Kuantitatif ... 21

3.3.1.1. Kuosien Lokasi (Location Quotion=LQ) ... 22

3.3.1.2. Pengganda Pendapatan ... 23

3.3.1.3. Analisis Shift-Share... 23

(11)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1. Letak, Luas dan Batas ... 31

4.2. Karakteristik Sosial Ekonomi ... 32

4.2.1. Kependudukan ... 32

4.3. Struktur Perekonomian ... 34

4.3.1. Mata Pencaharian Penduduk Jawa Barat ... 34

4.3.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto ... 35

4.3.3.. Investasi ... 37

4.3.3.1. Pertumbuhan Investasi Jawa Barat ... 37

4.3.3.2. Investasi per Sektoral ... 38

4.3.3.3. Peranan Investasi terhadap PDRB Jawa Barat... 39

4.4. Karakteristik Penggunaan Lahan ... 40

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sektor Basis Dan Sektor Non Basis Provinsi Jawa Barat ... 42

5.2. Efek Pengganda... 45

5.3. Analisis Shift Share Sebagai Indikator Pengukuran Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat ... 47

5.3.1. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Barat dan PDB Nasional ... 48

5.3.2. Rasio PDRB Provinsi Jawa Barat dan PDB Indonesia ... 51

5.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah di Provinsi Jawa Barat... 54

5.3.4. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian di Provinsi Jawa Barat .... 58

5.4. Arahan Pembangunan Wilayah ... 61

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 68

6.2. Saran... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1.1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat

Tahun 2001-2005 ... 5

4.1. Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten Tahun 2005 ... 33

4.2. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2005 ... 34

4.3. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Tahun 2001-2005. ... 35

4.4. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2001-2005 ... 36

4.5. Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) Tahun 2003-2004 (Milyar Rp). ... 37

4.6. Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2005 (Milyar Rp) ... 38

4.7. Pembentukan Modal Tetap Bruto Jawa Barat 2001-2005. ... 39

4.8. Karakteristik Penggunaan Lahan di Provinsi Jawa Barat ... 40

5.1. Location Quotien (LQ) Provinsi Jawa Barat Tahun 2001-2005. ... 44

5.2. Koefisien Pengganda Pendapatan Basis di Provinsi Jawa Barat Tahun 2001-2005... 45

5.3. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Barat dan PDB Nasional Menurut Sektor Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2001-2005 ... 49

5.4. Rasio PDRB Provinsi Jawa Barat dan PDB Indonesia ... 52

5.5. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah di Provinsi Jawa Barat... 55

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

2.1. Skema Kerangka Pemikiran... 20 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi ... 28 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi di Jawa Barat ... 60

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. PDRB Provinsi Jawa Barat. ... 75

2. PDB Indonesia ... ... 76

3. Perhitungan Nilai Location Quotien (LQ) Provinsi Jawa Barat. ... 77

4. Perhitungan pengganda pendapatan ... 78

5. Perhitungan Analisis Shift-Share Provinsi Jawa Barat ... 79

6. Perhitungan perubahan dan rasio PDRB provinsi Jawa Barat dan PDB Indonesia ... 80

7. Perhitungan Komponen Pertumbuhan Wilayah... 82

8. Peta Daerah Penelitian ... 87

(15)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, strategi pembangunan haruslah ditekankan baik di bidang pembangunan produksi maupun infrastruktur untuk memacu pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Berdasarkan tujuan dan strategi pembangunan tersebut, maka pelaksanaan pembangunan harus diarahkan pada bidang-bidang yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (BPS Jawa Barat, 2003).

Tolok ukur keberhasilan pembangunan suatu wilayah adalah dengan mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Proses perkembangan tersebut terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana dapat terjadi penurunan atau kenaikan perekonomian, namun secara umum menunjukkan kecenderungan untuk meningkatkan perekonomian wilayah.

Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari kondisi dan pontensi sumberdaya yang dimiliki masing-masing daerah. Pembangunan daerah sebagai tolak ukur pertumbuhan ekonomi wilayah, yang salah satunya dengan memprioritaskan membangun dan memperkuat sektor-sektor di bidang ekonomi dengan mengembangkan, meningkatkan, dan mendayagunakan sumberdaya secara optimal dengan tetap memperhatikan

(16)

ketentuan antara industri dan pertanian yang tangguh serta sektor pembangunan lainnya (BPS Jawa Barat, 2006).

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena Provinsi Jawa Barat memiliki sumberdaya alam yang beragam seperti sumberdaya air, lahan dan sumberdaya pendukung yang meliputi infrastruktur wilayah yang memadai, dan sumberdaya manusia yang meliputi ketersediaan tenaga kerja yang melimpah dan berkualitas. Provinsi Jawa Barat juga memiliki posisi geografis yang strategis yang berdekatan dengan DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan Negara RI, industri, dan perdagangan sehingga memungkinkan pengembangan ekonomi relatif lebih cepat. Akibat dari semua potensi yang dimiliki Provinsi Jawa Barat serta posisi Provinsi Jawa Barat yang strategis mengakibatkan pertumbuhan perekonomian Jawa Barat relatif lebih cepat.

Terlihat dari besarnya kontribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) total nasional yang selama kurun waktu 2001-2005 PDRB Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan yaitu Rp. 203.368 milyar pada tahun 2001 menjadi Rp. 245.799 milyar pada tahun 2005 (BPS, 2006). Hal ini juga yang dijadikan acuan untuk mengukur kinerja perekonomian Provinsi Jawa Barat terhadap perekonomian Indonesia.

Secara sektoral dapat diuraikan sektor yang memberikan kontribusi paling tinggi terhadap PDRB Jawa Barat yaitu terdapat pada sektor industri pengolahan

(17)

yang sekaligus mengalami peningkatan kontribusi yaitu sebesar Rp. 82.993 milyar pada tahun 2001 menjadi Rp. 104.887 milyar tahun 2005, yang disusul dengan sektor perdagangan hotel dan restoran yang juga mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp. 36.403 milyar pada tahun 2001 menjadi Rp. 47.260 milyar pada tahun 2005, sedangkan sektor yang memberikan kontribusi paling rendah tetapi tetap mengalami peningkatan kontribusi terdapat pada sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sebesar Rp. 4.169 milyar pada tahun 2001 menjadi Rp. 5.650 milyar pada tahun 2005.

Indikator makro ekonomi yang sering dijadikan acuan untuk mengevaluasi kinerja pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000, laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya yaitu 3,89 persen pada tahun 2001; 3,94 persen pada tahun 2002; 4,84 persen pada tahun 2003; 5,16 persen pada tahun 2004 dan 5,47 persen pada tahun 2005.

Dalam rangka pengembangan potensi wilayah yaitu dengan melakukan identifikasi terhadap potensi sektor kegiatan ekonomi yang dimiliki dan identifikasi kinerja ekonomi wilayahnya dengan menganalisis pertumbuhan ekonomi wilayah dan mengukur sektor ekonomi mana saja yang menjadi sektor basis di daerah tersebut. Oleh karena itu, guna mewujudkan visi pembangunan di Provinsi Jawa Barat yaitu “Jawa Barat sebagai Provinsi Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010” maka diperlukan suatu strategi yang adaptif dan implementatif dalam menjalankan mekanisme pembangunan di Provinsi Jawa Barat. Untuk itu, perlu dilakukan suatu usaha inventarisasi terhadap

(18)

potensi sektor ekonomi daerah dan pemantapan terhadap kinerja ekonomi wilayah. Adanya pemantapan kinerja ekonomi dan pengembangan sektor ekonomi tertentu di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat mendorong perkembangan wilayah selain diharapkan juga dapat meningkatkan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. Berdasarkan hal-hal tersebut diharapkan akan dapat mewujudkan pertumbuhan, pemerataan dan kesatuan proses pembangunan di Provinsi Jawa Barat.

1.2. Perumusan Masalah

Potensi fisik, sosial dan ekonomi yang terdapat di suatu wilayah merupakan modal dasar suatu wilayah dalam melaksanakan pembangunan di wilayahnya. Pembangunan suatu wilayah selalu didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan sumberdaya wilayah yang ada. Seberapa besar potensi yang tersedia di suatu wilayah dapat menjadi modal dasar dalam memberikan alternatif prioritas pengembangan dan optimasi pengelolaan sumberdaya wilayah.

Provinsi Jawa Barat memiliki potensi wilayah yang cukup baik untuk mendukung pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat. Lokasi Provinsi Jawa Barat yang memiliki posisi geografis yang strategis yang memungkinkan pengembangan ekonomi skala global, menyebabkan Jawa Barat mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini terlihat dengan makin majunya Provinsi Jawa Barat sebagai akibat dari pesatnya pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur, transportasi, perdagangan dan industri. Peningkatan

(19)

PDRB Provinsi Jawa Barat yang terus meningkat, dapat menjadi indikator pesatnya pertumbuhan Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun (Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Tahun 2001-2005 Atas Dasar Harga Konstan 2000.

Tahun PDRB (milyar) Pertumbuhan (%)

2001 203.368 3,89

2002 211.391 3,94

2003 221.626 4,84

2004 233.056 5,16

2005 245.799 5,47

Sumber : Tinjauan Ekonomi Provinsi Jawa Barat, Tahun 2005.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat dari tahun 2001-2005. Hal tersebut memberikan dorongan bagi sektor-sektor perekonomian yang ada di Provinsi Jawa Barat untuk lebih cepat lagi dalam memajukan sektor-sektor yang ada. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian yang dapat memberikan informasi mengenai perkembangan sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat dan bagaimana dinamika (perubahan) perkembangan ekonomi selama kurun waktu tertentu. Isu kesenjangan dan kemajuan antar wilayah di Provinsi Jawa Barat. Karena perbedaan kemampuan perkembangan atas dasar potensi sektor-sektor ekonomi yang dimiliki mengakibatkan tidak semua wilayah berkembang secara bersama-sama, sehingga identifikasi terhadap sektor ekonomi unggulan yang dihasilkan oleh setiap wilayah dan dinamika kinerja ekonomi wilayah diharapkan mampu menjadi modal awal identifikasi potensi wilayah untuk pencapaian kesejahteraan dan pemerataan pembangunan khususnya di Provinsi Jawa Barat.

Dari uraian di atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

(20)

1. Sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat?

2. Bagaimana dampak pengganda basis terhadap pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat?

3. Bagaimana kinerja ekonomi wilayah berdasarkan identifikasi sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat?

4. Bagaimana keterkaitan dan implikasi-implikasi yang akan ditimbulkan dari perkembangan sektor ekonomi basis terhadap pembangunan wilayah?

1.3. Tujuan Penelitian

Identifikasi dan inventarisasi sumberdaya yang menjadi potensi bagi pembangunan wilayah serta dinamika perkembangannya, terutama dalam hal pengembangan sektor ekonomi unggulan di Provinsi Jawa Barat perlu dikaji lebih lanjut guna dijadikan sebagai landasan bagi penentuan kebijakan pembangunan daerah, khususnya di daerah penelitian, yaitu Provinsi Jawa Barat.

Dengan alasan tersebut, maka dalam penelitian ini bertujuan:

1. Mengidentifikasi sektor yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat. 2. Menganalisis dampak pengganda sektor ekonomi basis terhadap pertumbuhan

PDRB Provinsi Jawa Barat.

3. Menganalisis kinerja ekonomi di Provinsi Jawa Barat.

4. Menganalisis keterkaitan dan implikasi-implikasi yang akan ditimbulkan dari perkembangan sektor ekonomi basis terhadap pembangunan wilayah.

(21)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Masukan bagi pemerintah, khususnya pemerintah Provinsi Jawa Barat.

2. Sebagai sumbangan informasi dan bahan bacaan bagi penelitian-penelitian yang akan mengkaji lebih dalam mengenai Provinsi Jawa Barat.

3. Sebagai informasi untuk mengkaji lebih lanjut pemanfaatan berbagai sumberdaya dalam masyarakat untuk pengembangan pembangunan wilayah Jawa Barat.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pembangunan Ekonomi

Pembangunan diartikan sebagai suatu usaha yang berusaha menciptakan suatu keadaan yang lebih baik dari sebelumnya (Baiquni, 2003). Pembangunan diartikan pula sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengembangkan atau mengadakan perubahan-perubahan ke arah keadaan yang lebih baik (Lemhanas, 1997). Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 1985).

2.2. Indikator Kinerja Ekonomi

Indikator kinerja ekonomi terdiri dari suku bunga yang meliputi permintaan dan penawaran uang, nilai tukar, indeks gini rasio, neraca perdagangan dan jasa yang meliputi ekspor dan impor, neraca pembayaran, indeks harga konsumen, inflasi, pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi (Gonarsyah, 2001).

2.3. Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Smith bahwa perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan mempertinggi tingkat spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Sebagai akibat dari spesialisasi yang terjadi, maka tingkat kegiatan

(23)

ekonomi akan bertambah tinggi. Perkembangan spesialisasi dan pembagian pekerjaan diantara tenaga kerja akan mempercepat proses pembangunan ekonomi karena spesialisasi akan mempertinggi tingkat produktifitas tenaga kerja dan mendorong perkembangan teknologi (Sukirno, 1985). Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara berkesinambungan dalam kurun Orde Baru telah mengubah struktur ekonomi Indonesia (Sjahrir, 1991).

Menurut konsep pola kutub pertumbuhan (growth pole), fakta dasar dari perkembangan spasial adalah (Glasson, 1974):

1. Pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara serentak,

2. Pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub perkembangan, dengan intensitas yang berubah-ubah,

3. Perkembangan itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beranekaragam dan dengan efek yang beranekaragam terhadap keseluruhan perekonomian. Dalam pola ini, daerah dianggap terdiri dari suatu pusat pertumbuhan dengan daerah sekitarnya. Dalam hirarki wilayah Jawa Barat sebagai wilayah inti berfungsi sebagai pusat pertumbuhan bagi daerah-daerah pedesaan di sekitarnya. Intensitas pertumbuhan wilayah kutub yang semakin meningkat akan menimbulkan kekuatan-kekuatan terhadap semua bidang perekonomian sehingga menimbulkan efek yang beraneka ragam terhadap semua bidang itu pula. Melalui berbagai proses sosial-ekonomi, investasi di berbagai sektor akan meningkat dan akan mendorong pertumbuhan wilayah. Dengan demikian adanya pertumbuhan di wilayah inti sebagai kutub yang berkekuatan memencar dan menarik, pada

(24)

gilirannya akan mendorong pertumbuhan wilayah sekitar, dalam hal ini daerah-daerah pedesaan. Pengaruh ini merupakan "spread effect" yang merupakan proses berkebalikan. Namun masih terdapat keraguan yang cukup besar mengenai kekuatan relatif dari "spread effect" dibandingkan dengan "backwash Effect".

Sebagai gambaran, jika suatu usaha di pusat pertumbuhan dapat berkembang dengan baik, akan memberikan manfaat kepada daerah sekitarnya karena mekanisme pasar telah menjadi penghubung. Keadaan ini harus ditunjang oleh pengadaan infrastruktur. Pada gilirannya, kesempatan kerja akan meningkat dan akan mendorong terciptanya peluang-peluang lainnya, selain menarik kelebihan tenaga kerja dari desa sekitarnya.

2.4. Pengertian Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya: pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuh yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antara sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebgai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo dalam Usya 2006). Analisis hubungan antar sektor dalam perekonomian masuk dalam bidang ilmu ekonomi

(25)

pembangunan, yang mulai berkembang pada tahun 1950-an. Bidang ilmu ini mulai memperhatikan bagaimana hubungan antara sektor-sektor dalam pembangunan dan pertumbuhan (Nazara, 1997).

2.5. Konsep Ekonomi Basis

Dalam bahasa akademi, perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor: Kegiatan-kegiatan basis (basic activities) dan kegiatan bukan basis (non-basic activities). Kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan bukan basis basis (non-basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang jadi; luas-lingkup produksi mereka dan daerah pasar mereka yang terutama adalah bersifat lokal (Glasson, 1974).

Kegiatan lain yang bukan kegiatan basis disebut sebagai sektor nonbasis. Sektor nonbasis ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lokal, sehingga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat, dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Anggapan tersebut mengindikasikan bahwa satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan adalah sektor basis (Tarigan, 2005).

(26)

Menurut Budiharsono (2001) ada beberapa metode untuk memilah antara kegiatan basis dan nonbasis, yaitu:

1. Metode pengukuran langsung

Metode ini dapat dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku usaha kemana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut. 2. Metode pengukuran tidak langsung

Metode dengan pengukuran tidak langsung terdiri dari :

a. Metode melalui pendekatan asumsi, biasanya berdasarkan kondisi di wilayah tersebut (data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan kegiatan basis dan nonbasis

b. Metode Location Quotien dimana membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah tertentu dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama di wilayah atasnya. Asumsi yang digunakan adalah produktivitas rata/konsumsi rata-rata antar wilayah yang sama. Metode ini memiliki beberapa kebaikan diantaranya adalah metode ini memperhitungkan penjualan barang-barang antara, tidak mahal biayanya dan mudah diterapkan.

c. Metode campuran merupakan penggabungan antara metode asumsi dengan metode location quotien.

d. Metode kebutuhan minimum dimana melibatkan sejumlah wilayah yang ”sama” dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi minimum dari tenaga regional dan bukannya distribusi rata-rata.

(27)

Analisis basis dan nonbasis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja nonbasis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor nonbasis (Tarigan, 2005).

Menurut Glasson (1974), semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya, dan menimbulkan kenaikan volume sektor non basis

Besarnya nilai lapangan kerja atau pendapatan suatu wilayah dapat menentukan nilai dari rasio basis (base ratio) dan kemudian dapat digunakan untuk menghitung nilai pengganda basis (base multiplier). Rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja nonbasis yang tersedia untuk setiap satu lapangan kerja basis. Hal ini dapat diilustrasikan pada kasus sebagai berikut, jika suatu wilayah memiliki 3000 lapangan kerja yang terdiri dari 1000 lapangan kerja basis dan 2000 lapangan kerja non basis, maka rasio basisnya adalah 1: 2 artinya setiap satu lapangan kerja basis tersedia dua lapangan kerja

non basis (Tarigan, 2005).

Pengganda basis bisa dihitung dengan membandingkan antara total lapangan kerja atau PDRB dengan lapangan kerja atau PDRB pada sektor basis. Ilistrasi di atas menggambarkan bahwa pengganda basisnya adalah 3000 : 1000. Artinya setiap penambahan lapangan kerja basis sebanyak satu unit, akan

(28)

mengakibatkan pertambahan lapangan kerja total sebesar tiga unit, yaitu satu unit dari sektor basis dan dua unit dari sektor non basis (Tarigan, 2005).

2.6. Konsep Analisis Shift Share

Analisis Shift Share memperlihatkan hubungan antara struktur perekonomian dengan pertumbuhan ekonomi wilayah, hasil analisis ini juga dapat menunjukkan perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah berkembang dengan cepat atau lambat dan mampu bersaing atau tidak mampu bersaing. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana perkembangan suatu wilayah bila dibandingkan dengan wilayah lainnya (Sahara, 2004).

Analisis Shift Share digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian wilayah, yang mendasarkan pada pergeseran struktur, posisi relatif sektor ekonomi dan identifikasi sektor-sektor unggul suatu wilayah dalam kaitannya dengan perekonomian acuan. Metode ini pada hakekatnya merupakan teknik yang relatif sederhana untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi lokal terhadap ekonomi acuan.

Komponen-komponen analisis shift share (Budiharsono, 2001): a. Komponen pertumbuhan nasional

Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional secra umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah.

(29)

b. Komponen pertumbuhan proporsional

Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri, perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

c. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah

Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya, cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian Dwiastuti (2004) dengan judul ”Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Klaten”, Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis perubahan struktur perekonomian Kabupaten Klaten periode 1993-2002 (2) Mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi unggulan Kabupaten Klaten periode 1993-2002. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian analisa data sekunder dengan analisis yang digunakan yaitu metode analisis Shift Share dan metode Location Quotien (LQ). Hasil dari penelitian ini adalah terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Klaten, yang ditunjukan dengan peranan sektor primer yang semakin menurun meskipun masih besar kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Sedangkan untuk

(30)

hasil analisis LQ menunjukkan bahwa terdapatnya empat sektor yang merupakan sektor basis yaitu; sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor bangunan/kontruksi.

Penelitian Usya (2006) dengan judul ” Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang ”, penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis terjadinya perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang pada kurun waktu 1993-2003 (2) Mengidentifikasi sektor unggulan di Kabupaten Subang pada kurun waktu 1993-2003. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian analisa data sekunder dengan analisis yang digunakan terdiri dari analisis Shift Share dan Location Quotien (LQ). Hasil dari penelitian ini adalah tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang dan terdapat empat sektor basis yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Subang yaitu : sektor pertanian, sektor bangunan/kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan jasa-jasa.

Penelitian Bahri (2006) dengan judul “Identifikasi Sektor-Sektor Sumber Pertumbuhan Perekonomian Kota Bekasi” penelitian bertujuan untuk (1) mengidentifikasi sektor basis dalam perekonomian Kota Bekasi, (2) mengkaji peranan sektor basis dalam meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto Bekasi, (3) menganalisis kebijakan pembangunan dalam memprioritaskan sektor yang dinilai strategis. Hasil dari penelitian ini bahwa sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan menjadi sektor basis secara kontinyu pada periode 2000-2002,

(31)

sedangkan sektor yang memiliki dampak pengganda terbesar adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Penelitian yang dilakukan ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu cakupan wilayah penelitian yang lebih luas dalam lingkup Provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat, juga teknik analisis yang digunakan lebih mendalam yaitu keterkaitan antara teknik analisis dengan implikasi-implikasi yang akan ditimbulkan dari hasil perhitungan terhadap pembangunan wilayah. Kurun waktu yang digunakan pada penelitian ini antara 2001-2005. Selain itu juga metode analisis Shift Share yang digunakan pada penelitian Dwiastuti menggunakan metode analisis Shift Share yang di bagi ke dalam 3 analisis yaitu analisis Shift Share klasik yang membagi pertumbuhan sebagai bauran suatu variabel wilayah seperti kesempatan kerja, nilai tambah, pendapatan selama jangka waktu tertentu yang mempengaruhi pertumbuhan provinsi, bauran industri dan keunggulan komparatif; analisis Shift Share Esteban-Marquillas yang memasukan variabel homothetic PDRB (artinya : besarnya PDRB yang diperoleh Kabupaten bila strukturnya sama dengan di provinsi); dan metode Shift Share

Arcelus dengan memasukan dampak pertumbuhan intern daerah atas perubahan PDRB yang terjadi di daerah tersebut.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah Metode analisis Location Quotien (LQ) yang digunakan untuk menganalisis sektor unggulan dari masing-masing sektor ekonomi. Penelitian Bahri analisis yang digunakan yaitu analisis Pengganda Pendapatan dan penelitian Usya metode analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis perubahan

(32)

struktur ekonomi wilayah, berbeda sedikit dengan metode analisis Shift Share

pada penelitian ini yang digunakan untuk menilai kinerja ekonomi wilayah berdasarkan identifikasi sektor-sektor unggulan.

2.8. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan potensi dan karakteristik perekonomian Provinsi Jawa Barat, sehingga dapat mengidentifikasi kinerja ekonomi wilayah Jawa Barat dengan melihat perkembangan perekonomian Provinsi Jawa Barat Selain itu juga dapat mengidentifikasi potensi sektor perekonomian Provinsi Jawa Barat dengan melakukan identifikasi terhadap semua jenis kegiatan sektor ekonomi yang ada di Provinsi Jawa Barat. Kemudian dari semua jenis kegiatan ekonomi tersebut, dipisahkan berdasarkan identifikasi kegiatan ekonomi yang merupakan sektor unggulan daerah dan sektor yang bukan merupakan sektor unggulan daerahnya. Kategori sektor ekonomi yang menjadi unggulan di daerah penelitian diperoleh dengan menggunakan analisis sektor basis berdasarkan pendekatan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 dari tahun 2001 sampai dengan 2005, dengan menggunakan metode analisis Location Quotien (LQ) yang selanjutnya digunakan untuk mengetahui sektor ekonomi mana saja yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat.

Hasil dari pengukuran terhadap sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat akan mengakibatkan perubahan terhadap pendapatan masing-masing sektor yang akhirnya akan menyebabkan perubahan terhadap pertumbuhan PDRB di Provinsi Jawa Barat. Sektor ekonomi tersebut

(33)

terdiri dari pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan jasa perusahaan dan jasa-jasa (BPS Jawa Barat, 2006).

Berdasarkan kecenderungan perubahan atau dinamika pola sektor ekonomi unggulan yang menjadi unggulan wilayah dilakukan pengkajian terhadap potensi dan permasalahan di Provinsi Jawa Barat, yang selanjutnya digunakan untuk memberikan arahan pengembangan sektor ekonomi yang menjadi unggulan berdasarkan potensi dan permasalahan wilayah tersebut sesuai dengan karakteristik wilayah serta dilihat kecenderungan perubahan atau dinamika sebaran sektor ekonomi unggulan yang ada dengan memperhatikan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Nilai PDRB digunakan untuk melihat perkembangan dari suatu wilayah, dengan asumsi bahwa pembangunan wilayah dikatakan sangat baik jika perkembangannya dapat melampaui atau setidaknya hampir menyamai pembangunan nasional. Indikator yang menjadi acuan adalah perubahan PDRB Propinsi Jawa Barat dan perubahan PDRB nasional. Dengan melihat indikator dari kegiatan ekonomi yang ada di Provinsi Jawa Barat maka kita dapat melihat potensi dan masalah di Provinsi Jawa Barat, dan untuk langkah selanjutnya menentukan arahan pengembangan yang seharusnya sesuai dengan potensi dan masalah di Provinsi Jawa Barat. Secara diagramatis, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(34)

Gambar 2.1 Diagram Kerangka Pemikiran Perkembangan perekonomian

Provinsi Jawa Barat

Potensi Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat

Identifikasi sektor basis dan non basis sebagai sektor unggulan Jawa Barat

Multiplier Pendapatan Sektor Basis Kinerja Ekonomi

Wilayah Jawa Barat

Pertumbuhan PDRB Sektor Basis Analisis LQ Analisis Pengganda Basis

Arahan Pengembangan Wilayah Analisis Shift

Share

Potensi dan Karakteristik Perekonomian Provinsi Jawa Barat

(35)

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memilih daerah penelitian yang meliputi Provinsi Jawa Barat sebagai studi kasus. Alasan memilih Jawa Barat sebagai lokasi penelitian karena memiliki struktur keruangan yang relatif kompleks baik struktur fisik wilayah maupun sebagai akibat dari Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang berkembang terutama perkembangan pada setiap sektor ekonomi Jawa Barat sehingga penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran yang lengkap tentang kondisi ekonomi wilayah di Provinsi Jawa Barat.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data PDRB di berbagai sektor ekonomi pada wilayah Provinsi Jawa Barat dan Indonesia dari tahun 2001-2005. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional, Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, dan sumber lain yang terkait.

3.3. Metode Analisis 3.3.1. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif sesuai dengan data kuantitatif atau data yang dikuantifikasikan, dalam melakukan analisis data pada penelitian untuk perhitungannya dijelaskan sebagai berikut:

(36)

3.3.1.1. Kuosien Lokasi (Location Quotion=LQ)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah sektor-sektor ekonomi tesebut termasuk kegiatan basis atau bukan basis sehingga dapat melihat sektor-sektor yang termasuk ke dalam kategori sektor-sektor unggulan. Perhitungan kuosien lokasi digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara peranan sektor tingkat regional dengan peran sektor wilayah tingkat yang lebih luas.

Tidak meratanya penyebaran kegiatan ekonomi di pulau Jawa yang pada umumnya hanya terkonsentrasi pada beberapa daerah saja memberikan indikasi bahwa produk ekonomi wilayah merupakan komoditi ekspor. Dengan demikian dampak komoditi ekspor terhadap wilayah produsen dapat ditelaah dengan konsep Basis Ekonomi. Berdasarkan konsep ini, pendapatan dari sektor basis akan memberikan dampak positif yang luas dalam pertumbuhan perekonomian wilayah.

Location Quotion dapat dihitung dengan rumus:

(Si/Ni) (S/N) Dimana :

Si = Jumlah variabel kegiatan i di daerah penelitian

Ni = Jumlah variabel kegiatan i di daerah yang lebih luas (acuan) S = Jumlah seluruh variabel kegiatan di daerah penelitian N = Jumlah seluruh variabel kegiatan di daerah yang lebih luas Kisaran nilai LQ :

LQ > 1, artinya sektor yang ada di daerah yang bersangkutan merupakan sektor basis yang mempu mengekspor hasil produksinya ke daerah lain.

(37)

LQ < 1, artinya sektor yang ada di daerah yang bersangkutan merupakan sektor non basis yang cenderung mengimpor hasil produksi dari daerah lain. LQ = 1, artinya produk domestik yang dimiliki daerah tersebut habis dikonsumsi

oleh daerahnya sendiri.

3.3.1.2. Pengganda Pendapatan

Kekuatan sektor basis untuk menggerakan perekonomian serta memperluas kesempatan kerja wilayah terletak pada besarnya koefisien pengganda pendapatan dan tenaga kerja yang dihasilkan. Pengganda pendapatan tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut (Tiebout, 1962 dalam Tarigan, 2004),

1 Yn Y

MS = Pengganda Pendapatan Yn = Pendapatan Sektor Nonbasis, Y = Pendapatan Total

Atau bisa juga dituliskan sebagai MS = Y/Yb

Dengan, Yb = Pendapatan Sektor Basis

3.3.1.3. Analisis Shift-Share

Digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian wilayah yang mendasarkan pada tingkat pertumbuhan ekonomi, posisi relatif ekonomi, yaitu :

MS = 1 -

(38)

% ΔYij = x100%

Ra =

Ri =

1. Perubahan PDRB

a. Rumus perubahan PDRB yaitu sebagai berikut: ΔYij = Y′ij - Yij

Dimana:

ΔYij : Perubahan PDRB sektor i di wilayah j

Yij : PDRB dari sektor i di wilayah j pada tahun dasar analisis Y′ij : PDRB dari sektor i di wilayah j pada tahun akhir analisis b.Rumus persentase perubahan PDRB yaitu sebagai berikut:

(Y′ij - Yij) Yij

2. Menghitung Rasio PDB dan PDRB yaitu sebagai berikut: a. Y′..- Y..

Y.. Dimana :

Ra : Rasio PDB Nasional

Y′.. : PDB Nasional pada tahun akhir analisis Y.. : PDB Nasional pada tahun dasar analisis b. Y’i.-Yi

Yi. Dimana :

Ri : Rasio PDB Nasional dari sektor i

Y’i. : PDB Nasional dari sektor i pada tahun akhir analisis Yi. : PDB Nasional dari sektor i pada tahun dasar analisis

(39)

PDRB dari sektor i pada wilayah provinsi pada tahun akhir analisis

PDRB dari sektor i pada wilayah provinsi pada tahun dasar analisis

Komponen Pertumbuhan Nasional sektor i untuk wilayah provinsi

PDRB dari sektor i pada wilayah provinsi pada tahun dasar analisis

Komponen Pertumbuhan Proporsional sektor i untuk wilayah provinsi

PDRB dari sektor i pada wilayah provinsi pada tahun dasar analisis

ri =

c. Y′ij-Yij Yij

Dimana :

ri : Rasio PDRB sektor i pada wilayah provinsi Y′ij :

Yij :

3. Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah a. PN

PNij = Yij (Ra) Dimana : PNij : Yij :

Rumus persentase PN yaitu sebagai berikut: %PN = (PN ij)/Y ijx100% b. PP PPij = Yij (Ri – Ra) Dimana: PPij : Yij :

(40)

Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah sektor i untuk wilayah provinsi

PDRB dari sektor i pada wilayah provinsi pada tahun dasar analisis

Apabila:

PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah provinsi pertumbuhannya lambat

PPij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah provinsi pertumbuhannya cepat

Rumus persentase PP yaitu sebagai berikut : % PP = (PP ij)/ Y ijx100% c. PPW PPWij = Yij (ri – Ri) Dimana : PPWij : Yij : Apabila:

PPWij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya untuk sektor i

PPWij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j tidak dapat bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya untuk sektor i

Rumus persentase PPW adalah sebagai berikut: % PPWij = (PPW ij)/ Yijx100%

4. Menghitung Pergeseran Bersih (PB)

Apabila komponen pertumbuhan proporsional dan pangsa wilyah dijumlahkan, maka akan diperoleh pergeseran bersih yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan suatu sektor perekonomian.

(41)

Komponenpertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah provinsi

Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah provinsi

Pergeseran sektor i pada suatu wilayah provinsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

PBij = PPij + PPWij Dimana :

PBij :Pergeseran bersih sektor i pada wilayah provinsi PPij :

PPWij : Apabila :

PBij > 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah provinsi termasuk ke dalam komponen progresif (maju)

PBij < 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah provinsi termasuk lamban

5. Mengevaluasi Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian

Profil pertumbuhan sektor perekonomian digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan sektor perekonomian di wilayah yang bersangkutan pada kurun waktu yang telah ditentukan, dengan menunjukkan persen perubahan komponen Pertumbuhan Proporsional (PPij) dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPWij). Pada sumbu horizontal terdapat PP sebagai absis, sedangkan pada sumbu vertikal terdapat PPW sebagai ordinat.

(42)

Gambar 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi

Sumber : Budiharsono, 2001.

Keterangan:

• Kuadran I menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang cepat, demikian juga daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor/wilayah yang bersangkutan merupakan wilayah progresif (maju).

• Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang cepat, tetapi daya

Kuadran II Kuadran I Kuadran IV Kuadran III PP PPW 450

(43)

saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya tidak baik.

• Kuadran III menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lamban dengan daya saing yang tidak baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor/wilayah yang bersangkutan merupakan wilayah lamban.

• Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang ada pada wilayah bersangkutan pertumbuhannya lamban, tetapi daya saingnya baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Pengukuran kinerja perekonomian wilayah dapat digunakan analisis shift-share, yang mendasarkan pada pergeseran struktur, posisi relatif sektor ekonomi

dan identifikasi sektor-sektor unggulan suatu wilayah dalam kaitannya dengan perekonomian acuan. Metode ini pada hakekatnya merupakan teknik yang relatif sederhana untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi lokal terhadap ekonomi acuan.

3.3.2. Analisis Kualitatif

Analisis Kualitatif digunakan untuk menjelaskan pemasalahan yang terjadi. Analisis kualitatif yang dimaksudkan adalah deskripsi daerah penelitian, deskripsi tentang implikasi terhadap perubahan struktur masyarakat yang terjadi, juga deskripsi terhadap kebijaksanaan pembangunan daerah secara umum ataupun

(44)

sektoral misalnya terlihat adanya perluasan kegiatan ekonomi wilayah dan kepadatan penduduk karena perkembangan wilayah. Analisis Kualitatif diharapkan dapat mendukung analisis sebelumnya dan tinjauan tentang fungsi pusat perkembangan kegiatan ekonomi wilayah di Provinsi Jawa Barat.

(45)

Pembahasan mengenai kondisi geografis daerah penelitian akan mempermudah dalam analisis permasalahan. Pemahaman tentang kondisi fisik dan ekonomi daerah penelitian digunakan sebagai dasar untuk mengetahui potensi wilayah. Oleh karena itu, gambaran tentang potensi wilayah diharapkan dapat memberi informasi bagaimana kedudukan wilayah tersebut terhadap wilayah yang lain. Dalam gambaran umum daerah penelitian diuraikan tentang letak, luas dan batas wilayah, serta karakteristik lingkungan fisik dan ekonomi Provinsi Jawa Barat.

4.1. Letak, Luas dan Batas

Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak diantara 5o50'-7o 50' LS dan 104°48'-104° 48' BT dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa bagian barat dengan DKI Jakarta, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda. Kondisi geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan yang merupakan daerah berdataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan sedikit pantai dan kawasan tengah merupakan dataran tinggi yang bergunung-gunung. Luas wilayah Jawa Barat saat ini adalah 36.554,49 km2.

(46)

4.2. Karakteristik Sosial Ekonomi

Karakteristik sosial dan ekonomi di suatu wilayah merupakan aspek penting dalam melakukan tinjauan tentang sumberdaya wilayah. Informasi mengenai sumberdaya sosial ekonomi dapat memberikan gambaran potensi daerah penelitian yang ada pada saat ini. Selain itu pemahaman terhadap karakteristik sosial ekonomi akan bermanfaat bagi penentuan kebijaksanaan pembangunan, khususnya perencanaan pengembangan wilayah.

Beberapa aspek yang akan diuraikan dalam deskripsi karakteristik sosial ekonomi meliputi aspek kependudukan, struktur perekonomian dan tata guna lahan. Uraian mengenai aspek kependudukan diharapkan dapat menjelaskan kondisi dan keberadaan penduduk serta dinamika penduduk di daerah penelitian kualitas dan kuantitas penduduk merupakan modal utama yang menguntungkan bagi usaha-usaha pembangunan. Demikian juga dengan struktur perekonomian dan tataguna lahan dapat memperoleh gambaran yang rinci tentang perkembangan karakteristik sosial ekonomi di daerah penelitian.

4.2.1. Kependudukan

Penduduk Provinsi Jawa Barat mencapai 39.140.512 jiwa dengan kepadatan penduduknya mencapai rata-rata 1.071 jiwa/km2 berdasarkan data kependudukan tahun 2005. Dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi ini merupakan salah satu masalah yang harus diantisipasi, adalah menyempitnya luas lahan yang ada sehingga berpeluang menjadi tidak seimbang

(47)

dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ada serta kurangnya lapangan pekerjaan karena semakin bertambahnya jumlah penduduk.

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten Tahun 2005.

No Kabupaten/Kota Luas Wilayah

(Km2) Jumlah Penduduk Kepadatan (Jiwa/Km2) 1 Kab. Bogor 3.440,71 3.945.111 1.147 2 Kab. Sukabumi 3.934,47 2.210.091 562 3 Kab. Cianjur 3.432,96 2.079.306 606 4 Kab. Cirebon 988,28 2.084.572 2.109 5 Kab. Indramayu 2.000,99 1.749.170 874 6 Kab. Kuningan 1.178,58 1.073.172 911 7 Kab. Majalengka 1.204,24 1.184.760 984 8 Kab. Bekasi 1.484,37 1.917.248 1.292 9 Kab. Karawang 1.737,53 1.939.674 1.116 10 Kab. Purwakarta 969,82 760.220 784 11 Kab. Subang 2.051,76 1.406.976 686 12 Kab. Bandung 2.000,91 4.134.504 2.066 13 Kab. Sumedang 1.522,21 1.043.340 685 14 Kab. Garut 3.065,19 2.260.478 737 15 Kab. Tasikmalaya 2.680,48 1.635.661 610 16 Kab. Ciamis 2.556,75 1.522.928 596 17 Kota Depok 200,29 1.353.249 6.756 18 Kota Bogor 21,56 833.523 38.661 19 Kota Sukabumi 12,15 278.418 22.915 20 Kota Cirebon 37,54 276.912 7.376 21 Kota Bekasi 210,49 1.931.976 9.178 22 Kota Bandung 167,27 2.290.464 13.693 23 Kota Cimahi 48,42 482.763 9.970 24 Kota Tasikmalaya 471,62 579.128 1.228 25 Kota Banjar 1.135,90 166.868 147 Jumlah 36.554,49 39.140.512 1.071

Sumber : Survei sosial Ekonomi Daerah, Tahun 2005

Selain masalah-masalah tersebut, masalah kependudukan yang seharusnya dapat ditanggulangi yang berkaitan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan antara jumlah penduduk yang berada disetiap kabupaten/kota (Tabel 4.1).

(48)

4.3. Struktur Perekonomian

4.3.1. Mata Pencaharian Penduduk Jawa Barat

Perkembangan ekonomi suatu wilayah sangat berpengaruh terhadap pola kesempatan kerja. Provinsi Jawa barat sebagai wilayah yang mengalami perkembangan yang semakin tinggi disetiap sektor mata pencaharian setiap tahunnya ( Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2001-2005 (Jiwa).

Jenis Mata Pencaharian No. Tahun

Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya

Total 1 2001 5.127.660 2.485.944 3.347.170 1.575.280 2.113.593 14.649.647 2 2002 4.599.956 2.371.265 3.326.923 1.798.358 2.248.616 14.345.118 3 2003 5.158.605 2.361.807 3.339.491 1.769.571 2.165.823 14.795.297 4 2004 4.239.467 2.553.002 3.268.519 1.808.446 2.464.245 14.333.670 5 2005 5.284.796 2.632.947 3.586.786 1.945.390 2.002.815 15.452.734

Sumber : Survei Ekonomi Nasional, Tahun 2001-2005

Berdasarkan Tabel 4.2, komposisi mata pencaharian di Provinsi Jawa Barat berdasarkan penduduk usia 10 tahun ke atas, penduduk yang bekerja di sektor pertanian relatif banyak yaitu mencapai 5.284.796 jiwa pada tahun 2005. Hal ini disebabkan karena luas lahan pertanian di Jawa Barat masih sangat mendominasi dibandingkan dengan pemanfaatan lahan untuk sektor yang lainnya didukung dengan kondisi iklim di daerah tersebut yang sangat kondusif apabila lahannya diusahakan untuk lahan pertanian. Untuk mata pencaharian perdagangan menempati urutan ke dua yang berkisar antara 3.347.170-3.586.786 jiwa, sedangkan untuk mata pencaharian industri di Jawa Barat menempati urutan ketiga terbesar dari jumlah keseluruhan tenaga kerja per tahunnya yaitu mencapai 2.632.947 jiwa pada Tahun 2005. Hal ini disebabkan karena untuk lokasi industri dipengaruhi oleh sumberdaya alam yang dihasilkan dan sarana/prasarana

(49)

pendukung seperti halnya infrastruktur termasuk didalamnya fasilitas jalan dan telekomunikasi, ditambah dengan keberadaan lokasi provinsi Jawa Barat yang berdekatan dengan kota metropolitan Jakarta, menyebabkan perkembangan industri di daerah tersebut semakin pesat.

4.3.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto

Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan hasil penjumlahan nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Sedangkan yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut.

Tahun 2005 merupakan tahun pancaroba terutama sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan BBM (Bahan Bakar Minyak), karena pada tahun ini bahan bakar minyak mengalami dua kali kenaikan yaitu bulan Maret dan Oktober sebesar 24 persen. Perkembangan PDRB Jawa Barat periode 2001-2005 ( Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Tahun 2001-2005.

PDRB (Milyar) Pertumbuhan (%)

Tahun

Berlaku Konstan Berlaku Konstan

2001 219.187 203.368 11,97 3,89

2002 241.407 211.391 10,14 3,94

2003 273.177 221.626 13,05 4,84

2004 301.012 233.056 10,19 5,16

2005 387.353 245.799 28,22 5,47

Sumber : Tinjauan Ekonomi Provinsi Jawa Barat, Tahun 2005

Selama periode 2001-2005 nilai PDRB Jawa Barat atas dasar harga berlaku cenderung mengalami peningkatan dengan nilai PDRB di tahun 2005

(50)

sebesar Rp. 387.353 milyar dengan laju pertumbuhan positif 5,47 persen. Meskipun di tahun 2005 ini perekonomian mengalami guncangan naiknya harga BBM namun dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi tidak begitu signifikan, hal tersebut disebabkan karena pencabutan subsidi pemerintah terhadap BBM dialihkan terhadap kebutuhan yang besifat primer seperti disalurkan untuk dana pendidikan, kesehatan, program raskin, sehingga hal tersebut dapat menggantikan kebutuhan masyarakat yang bersifat pokok. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2005 sebesar 5,47 persen, percepatannya sedikit meningkat jika dibandingkan tahun 2004 yang sebesar 5,16 persen. Kondisi menggambarkan bahwa terpaan atas kenaikan BBM tidak begitu banyak mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.

Tabel 4.4. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga

Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2001-2005 (Persen). Tahun No . Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 1 Pertanian 2,68 1,24 2,46 6,11 1,92

2 Pertambangan dan Penggalian 4,49 0,94 2,91 6,40 6,63

3 Industri dan Pengolahan 3,81 3,66 5,72 3,85 7,13

4 Lisrik, Gas dan Air Bersih 7,38 5,50 1,22 8,53 5,84

5 Bangunan/Kontruksi 2,10 8,49 7,25 10,31 17,85 6 Perdagangan Hotel dan Restoran 2,35 6,16 1,39 5,15 5,95 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8,36 6,97 9,97 10,20 0,20 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

9.98 10,29 7,34 4,01 4,47

9 Jasa-Jasa 20,11 7,76 11,27 11,01 5,81

Sumber : PBRD Kabupaten/Kota Di Jawa Barat, Tahun 2002-2004 dan 2003-2005 Sektor pertanian pada tahun 2004 mengalami penurunan pertumbuhan dari 6,11 persen menjadi 1,92 persen di tahun 2005. Hal tersebut juga terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mengalami penurunan pertumbuhan

(51)

dari 10,20 persen di tahun 2004 menjadi 0,20 persen di tahun 2005, sedangkan yang mengalami kenaikan yang tinggi adalah sektor bangunan/Kontruksi yaitu dari 10,31 persen di tahun 2004 menjadi 17,86 persen di tahun 2005.

4.3.3. Investasi

4.3.3.1. Pertumbuhan Investasi Jawa Barat

Mengamati perkembangan investasi di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2003-2005 diperoleh gambaran bahwa jumlah proyek yang disetujui di tahun ini mengalami lonjakan yang sangat tinggi yaitu dari 366 proyek yang disetujui menjadi 524 proyek atau hampir 100 persen tingkat kenaikannya. Untuk nilai investasinya juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu dari Rp. 10.815,5milyar menjadi Rp. 20.713,1 milyar (Tabel 4.5).

Tabel 4.5. Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) Tahun 2003-2004 (Milyar Rp).

2003 2004 2005 Jenis Jml Proyek Nilai Investasi Jml Proyek Nilai Investasi Jml Proyek Nilai Investasi PMDN 55 2.817,7 29 1.983,1 65 5.194,3 PMA 311 7.997,6 203 10.544,6 459 15.518,8 Jumlah 366 10.815,5 232 12.527,7 524 20.713,1

Sumber: BPS, Indikator Ekonomi, Tahun 2005

Jika diamati secara terpisah antara jenis asal modal yaitu dalam negeri dan asing maka untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di tahun 2005 ini, jumlah proyek yang disetujui meningkat yaitu dari 55 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp. 2.817,7 milyar pada tahun 2003 menjadi 65 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp. 5.194,3 milyar pada tahun 2005. Untuk Penanaman

(52)

Modal Asing (PMA) jumlah proyek yang disetujui meningkat 126,11 persen dengan niali investasi sebesar Rp. 15.518,8 milyar sampai tahun 2005.

4.3.3.2. Investasi per sektoral

Pembiayaan pertumbuhan ekonomi dalam memperkuat peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi dapat tercemin dari besarnya nilai pembiayaan investasi per sektoral. Aliran modal baik dalam negeri melalui PMDN dari luar negeri PMA dapat diamati dari besarnya nilai (realisasi) investasi. Peningkatan aliran modal baik dari dalam maupun luar negeri selama tahun 2005, sebagian terserap di sektor industri yang mencapai 85,93 persen. Kemudian diikuti oleh sektor bangunan/konstruksi yaitu sebesar 10,05 persen. Keadaan ini selain dipengaruhi oleh tingginya nilai investasi dan banyaknya jumlah proyek yang bergerak di sektor industri dan sektor bangunan/konstruksi.

Tabel 4.6. Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2005 (Milyar Rp).

No. Sektor PMA PMDN Total Pangsa

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pertanian Pertambangan & Galian Industri Pengolahan Listrik, gas dan air bersih

Bangunan

Perdagangan, Hotel & Restoran

Angkutan & Komunikasi

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa 12,80 - 12.746,34 50,00 1.968,21 362,57 34,00 344,91 - 11,91 - 5.052,43 - 113,00 5,40 - 11,54 - 24,71 - 17.798,78 50,00 2.081,21 367,97 34,00 356,45 - 0,12 - 85,93 0,24 10,05 1,78 0,16 1,72 - Total 15.484,83 5.77,34 20.662,17 100,00

(53)

4.3.3.3. Peranan Investasi terhadap PDRB Jawa Barat.

Perhitungan investasi dalam PDRB tertuang dalam PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) yang merupakan proses pengadaan, pembuatan serta pembelian barang modal untuk keperluan produksi. Barang modal disini bisa berasal dari produk domestik maupun impor.

Tabel 4.7 menunjukkan data mengenai Pembentukan Modal Tetap Bruto Jawa Barat dari tahun 2001 sampai 2005, baik atas dasar harga berlaku beserta kontribusinya terhadap PDRB maupun atas dasar harga konstan 2000 beserta laju pertumbuhannya. Terdapat pola yang sama jika melihat pertumbuhan setiap tahun antara PMTB dan PDRB.

Tabel 4.7. Pembentukan Modal Tetap Bruto Jawa Barat 2001-2005. Tahun PMTB berdasarkan harga Berlaku Milyar Rp. Peranan terhadap PDRB (%) PMTB Konstan (2000) Milyar Rp. Laju Pertumbuhan PMTB (%) Laju Pertumbuhan PDRB (%) 2001 33 585,70 15,32 31 801,63 3,99 3,89 2002 36 073,19 14,94 32 595,28 2,50 3,94 2003 40 873,46 15,10 34 272,57 5,15 4,84 2004 49 749,37 16,53 37 811,39 10,33 5,16 2005 63 622,17 16,42 40 963,07 8,34 5,47

Sumber: BPS Jawa Barat, PDRB Menurut Penggunaan Tahun 2006

Peranan PMTB di tahun 2005 hampir sama kondisinya dengan tahun 2004 yang mencapai 16,42 persen meskipun secara nilai mengalami peningkatan hampir Rp. 20 trilyun yaitu dari tahun 2004 menjadi Rp. 63,62 triliyun di tahun 2005. Laju pertumbuhan PMTB tahun ini melambat dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai 8,34 persen dimana sebelumnya 10,33 persen.

(54)

4.4. Karakteristik Penggunaan Lahan

Tabel 4.8. Karakteristik Penggunaan Lahan di Provinsi Jawa Barat (ha/ha)

No. Kabupaten/Kota Permukiman Jasa Tegal Industri

Kabupaten 1 Bogor 26026 524 27046 1590 2 Sukabumi 8864 - 35491 - 3 Cianjur 17729 - 28628 95 4 Bandung 30962 16779 26410 2692 5 Garut 12312 - 52348 - 6 Tasikmalaya 14588 115 26210 227 7 Ciamis 26534 431 5360 68 8 Kuningan 9805 - 17056 34 9 Cirebon 2203 85 3293 444 10 Majalengka 9090 12 16962 24 11 Sumedang 10030 228 11315 468 12 Indramayu 17765 - 1932 523 13 Subang 16456 245 7051 388 14 Purwakarta 7247 - 3932 - 15 Karawang 14191 - 1588 317 16 Bekasi 17293 - 2284 3720 Kota 17 Bogor 4650 478 4097 70 18 Sukabumi 1163 - 30 - 19 Bandung 9835 1251 319 648 20 Cirebon 1268 179 - 315 21 Bekasi 12289 - 5261 583 22 Depok 6811 1119 1748 669 23 Cimahi 1603 510 834 321 24 Tasikmalaya 3516 186 83 148 25 Banjar 2269 62 115 16 Jawa Barat 284499 22204 279393 13360

Sumber : BPS Dalam Angka, Tahun 2006

Berdasarkan Tabel 4.8, dapat dilihat bahwa penggunaan lahan paling besar digunakan oleh permukiman yaitu sebesar 284.499 ha, kemudian sebesar 279.393 ha digunakan oleh tegal, sebesar 22.204 ha digunakan oleh jasa dan yang paling sedikit digunakan oleh industri yaitu sebesar 13.360 ha. Oleh karena itu diperlukan suatu kebijaksanaan penataan ruang yang tepat agar wilayah-wilayah yang memiliki keunggulan sebagai penggunaan lahan tertentu, dapat diperhatikan dan dikembangkan secara optimal yang diharapkan dapat memberikan

(55)

kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi daerah yang lainnya di provinsi Jawa Barat.

(56)

Umumnya dengan melihat data PDRB yang ada seseorang dapat memperhitungkan kesejahteraan penduduk di suatu wilayah, dan dengan data PDRB itu pula seseorang dapat melihat kemajuan suatu wilayah, namun data PDRB ini hanya dapat memberikan sebagian kecil informasi. Untuk mengetahui sektor-sektor yang menjadi sektor unggulan suatu wilayah serta berapa besar dampak sektor unggulan tersebut terhadap sektor lainnya maka harus dilakukan suatu perhitungan lebih lanjut, beberapa diantaranya adalah dengan perhitungan

location quotient, shift-share dan pengganda basis.

5.1. Sektor Basis dan Sektor Non Basis Provinsi Jawa Barat

Pengertian sektor yang menjadi unggulan wilayah, pada dasarnya sektor tersebut dapat memberikan kontribusinya bukan saja untuk berswasembada namun juga untuk memenuhi kebutuhan daerah lain. Selain itu sektor unggulan ini dapat menghasilkan PDRB dalam jumlah yang sangat besar. Wilayah manapun umumnya memiliki salah satu sektor atau lebih yang menjadi sektor unggulan pada daerah tersebut.

Indikator suatu sektor dikatakan menjadi sektor unggulan adalah ketika sektor tersebut menjadi sektor basis, yakni memiliki nilai LQ yang lebih besar dari satu. Berdasarkan perhitungan nilai LQ kegiatan ekonomi (Tabel 5.1) menjelaskan bahwa pada dasarnya terdapat tiga sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Jawa Barat yang merupakan sektor unggulannya dan enam sektor

(57)

lainnya yang menjadi sektor non basis yang merupakan sektor penunjang dari keberadaan sektor basis. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa besarnya nilai koefisien LQ untuk masing-masing sektor adalah pertama sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Jawa Barat adalah sektor industri pengolahan, sektor sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Pada kurun waktu 2001-2005 ketiga sektor tersebut memiliki nilai LQ > 1, artinya ketiga sektor tersebut merupakan sektor basis yang cenderung dapat mengekspor ke daerah lain, sehingga dapat dinyatakan bahwa Provinsi Jawa Barat dalam memproduksi hasil industri telah mencukupi wilayahnya sendiri bahkan dapat memberikan hasil produksinya kepada wilayah lainnya. Sektor yang memiliki nilai LQ paling besar terdapat pada sektor listrik, gas dan air bersih dengan kisaran nilai LQ secara berturut-turut adalah 3,27; 3,28; 3,38; 3,48 dan 3,47. Hal ini disebabkan karena produksi sektor listrik, gas dan air bersih Provinsi Jawa Barat selain telah mampu memenuhi kebutuhannya sendiri juga telah mampu memenuhi kebutuhan daerah lainnya, misalnya dengan adanya waduk Jatiluhur yang memasok kebutuhan air minum, pengairan dan listrik bagi masyarakat DKI Jakarta. Selain itu penyediaan prasarana ketenagalistrikan di propinsi ini dilayani oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) Distribusi Jawa Barat secara sistem interkoneksi dengan propinsi se-Jawa-Bali.

Sektor industri pengolahan yang berada setelah sektor listrik, gas dan air bersih dengan kisaran nilai LQ adalah 1,48; 1,51; 1,52; 1,48 dan 1,52. Hal ini dipengaruhi oleh faktor jumlah tenaga kerja industri, pemasaran produk-produk industri yang baik, infrastruktur (sarana dan prasarana) yang mendukung seperti

Gambar

Gambar 3.1.  Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi  Sumber : Budiharsono, 2001.
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten Tahun       2005
Tabel 4.2. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk di Provinsi Jawa Barat, Tahun  2001-2005 (Jiwa)
Tabel 4.4. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Bone Bolango Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk Pdrb. Jurnal Ekonomi

ANALISIS SEKTOR BASIS EKONOMI DALAM PENENTUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN SOLOK DENGAN

STRATEGI PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN KOTA PAYAKUMBUH BERDASARKAN ANALISIS SEKTOR UNGGULAN.. DENGAN PENDEKATAN SEKTOR

Hasil analisis dengan menggunakan metode LQ menunjukkan bahwa di Provinsi Lampung terdapat 3 sektor basis yang merupakan sektor unggulan yaitu: sektor pertanian,

Laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat diukur dengan menggunakan laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Struktur ekonomi digunakan untuk menunjukkan

Ditinjau dari perkembangan kontribusi sektor industri terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Malang Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, menurut lapangan usaha

Dalam penelitian ini pertumbuhan dari kontribusi tiap sektor/subsektor terhadap PDRB Kabupaten Malinau selama tahun 2000-2010 dijadikan salah satu pertimbangan dalam menentukan

Sehingga dalam studi kasus tugas akhir ini akan membahas tentang penghitungan PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan yang digunakan untuk