• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI MASYARAKAT DUSUN SEMAGU TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL DALAM KELUARGA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERSEPSI MASYARAKAT DUSUN SEMAGU TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL DALAM KELUARGA SKRIPSI"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT DUSUN SEMAGU

TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL DALAM

KELUARGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH:

LILIK SUPRIYONO

NIM: 111-12-156

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO

“Langit tak perlu menjelaskan bahwa dirinya itu tinggi. Begitupun dengan sampah

yang tak perlu menjelaskan bahwa dirinya itu busuk”

“Hargai seseorang itu dari prosesnya, bukan dari hasilnya”

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin dengan Rahmat dan Hidayah Allah SWT skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Orang tua saya yang senantiasa memberikan nasehat dan telah mendidikku dari

kecil sampai menikmati kuliah S1 di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah

mendoakan tanpa henti untuk menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sesama.

2. Keluargaku yang selalu memberikan semangat untuk terus menjadi pribadi

yang tangguh.

3. Seluruh teman-teman IAIN Salatiga yang bersama-sama telah berjuang untuk

mencapai gelar S1.

4. Intan Ikasari yang selalu mendampingi, memotivasi, dan memacu untuk

(8)
(9)
(10)

x

ABSTRAK

Supriyono, Lilik. 2016. “Persepsi Masyarakat Dusun Semagu terhadap Pendidikan Seksual dalam Keluarga”. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.Pembimbing: Dr. M. Ghufron, M. Ag.

Kata kunci: Persepsi, Masyarakat, Pendidikan Seksual, Keluarga

Dewasa ini kasus penyimpangan seksual dan kekerasan seksual pada anak begitu marak. Pendidikan seksual menjadi salah satu alternatif dalam mengahadapi hal tersebut. Meski demikian masih banyak keluarga yang menganggap bahwa pendidikan seksual adalah suatu hal yang tabu untuk diajarkan kepada anak.

Dari latar belakang di atas, penulis mulai tertarik untuk mengetahui persepsi masyarakat dusun Semagu terhadap pendidikan seksual dalam keluarga. Penelitian ini mempunyai dua tujuan utama yaitu: (1) Untuk mengetahui pendidikan seksual dalam keluarga di dusun Semagu, (2) Untuk mengetahui bagaimana persepsi orang tua tentang pendidikan seksual dalam keluarga.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan lapangan (field research). Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subyek penelitian adalah masyarakat dusun Semagu, terutama orang tua (ibu).

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Pembatasan Masalah ... 10

F. Definisi Operasional ... 11

G. Metode Penelitian ... 14

(12)

xii

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...

A. Persepsi... 20

B. Masyarakat ... 20

C. Pendidikan Seksual ... 21

D. Keluarga ... 38

BAB III HASIL PENELITIAN ... A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 40

B. Keadaan Geografis di Dusun Semagu ... 40

C. Struktur Organisasi di Desa Koripan ... 41

D. Keadaan Demografi di Dusun Semagu ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 45

F. Identitas Narasumber ... 47

G. Hasil Wawancara ... 53

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... A. Pendidikan Seksual dalam Keluarga di Dusun Semagu ... 74

B. Persepsi Orang Tua tentang Pendidikan Seksual dalam Keluarga .... 78

BAB V PENUTUP ... A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ...

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin……….42

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1 Struktur Organisasi Desa Koripan……….41

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar SKK

2. Nota Pembimbing Skripsi

3. Lembar Konsultasi

4. Lembar Persetujuan Wawancara

5. Daftar Pertanyaan Wawancara

6. Kode Penelitian

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata seksual atau seks sering kali dianggap suatu hal yang negatif

dalam masyarakat kita. Hal ini dikarenakan kata seksual sering kali

diidentikkan dengan suatu pornografi, hal yang jorok, atau sesuatu yang

tidak pantas untuk dibicarakan terlebih kepada anak-anak. Anggapan

inilah yang mengakibatkan orang tua merasa bahwa membicarakan

masalah seksual kepada anak-anak merupakan suatu hal yang tabu.

Padahal, usia anak-anak adalah masa di mana mereka mempunyai rasa

ingin tahu yang besar terhadap suatu hal. Dengan tidak tersedianya cukup

informasi dan pengetahuan mereka tentang seksual melalui keluarga,

mereka berusaha mencari sendiri dengan berbagai media yang ada seperti

internet, televisi, film porno, atau bacaan-bacaan dan gambar-gambar dari

koran atau majalah untuk memenuhi rasa keingintahuannya. Kecanggihan

teknologi membuat mereka dapat mengakses apapun dalam internet. Tentu

saja ini sangat membahayakan bagi anak, karena kurangnya filter di

internet dan kurangnya pengawasan dari orang tua dapat membuat anak

memperoleh informasi yang salah atau mengakses hal yang tidak

semestinya mereka ketahui.

Kurangnya pengetahuan anak akan masalah seksual juga

mengakibatkan anak sering mendapatkan kekerasan seksual. Akhir-akhir

(17)

2

diiming-imingi uang atau mainan sebelum mereka mendapatkan kekerasan

seksual. Mereka juga sering mendapat ancaman agar tidak mengadukan

apa yang mereka alami kepada orang tua mereka. Tanpa mereka sadari

masa kanak-kanak mereka telah dihancurkan.

Sebenarnya seksualitas adalah suatu naluri alamiah dalam diri

manusia yang telah dibawa sejak lahir hingga tua nanti. Naluri ini datang

berbarengan dengan naluri anak untuk makan. Ketika bayi anak sudah

melakukan oral mulut untuk memenuhi kebutuhan biologisnya seperti

makan dan minum sehingga bayi melakukan oral mulut dengan

kehendaknya sendiri tanpa harus diperintah oleh orang tuanya. Menjelang

memasuki kanak-kanak biasanya anak-anak mulai bermain dengan air

kencingnya sendiri, dan lain sebagainya hingga mereka dewasa.

Menurut Sigmund Freud dalam bukunya Kartini Kartono (1986:

120), awal perkembangan seksual pada anak muncul ketika masa

pragenital (0-2 tahun). Kata pragenital berasal dari dua kata yaitu pra

(sebelum mendahului) dan genital (alat kelamin). Jadi arti masa pragenital

yaitu masa sebelum anak mengetahui arti dan perbedaan alat kelamin

mereka. Masa pragenital dibagi menjadi masa oral (dengan erotisme oral)

dan masa anal (dengan erotisme anal). Erotisme oral yaitu masa ketika

anak memainkan organ mulutnya, sedangkan erotisme anal adalah masa di

mana anak memainkan alat kelamin. Masa ini dialami oleh seluruh anak,

(18)

3

Sigmund Freud dalam bukunya Kartini Kartono (1986: 120)

menegaskan jika anak mulai mengenal organ kelaminnya pada saat usia ±

3,5 tahun. Pada masa ini sering disebut masa phallis yang berarti

penghormatan terhadap daya pembiakan yang kodrati. Pada masa ini anak

laki-laki dan perempuan mulai membandingkan organ kelamin mereka dan

mereka cemas jika nantinya organ kelaminya berubah ataupun hilang.

Puncak perkembangan seksual anak terjadi ketika mereka telah

memasuki usia tamyiz atau baligh. Pada usia ini telah terjadi perubahan

pada diri anak baik dari postur tubuh maupun hormonal. Perubahan-

perubahan pada fisik mereka tentu saja mengundang banyak pertanyaan.

Namun mereka tidak berani bertanya kepada orang tua mereka karena

orang tua selalu menganggap pertanyaan mereka adalah hal yang tidak

sopan. Hal ini yang membuat anak berusaha mencari sendiri jawaban atas

ketidaktahuan mereka dari sumber yang tidak bertanggung jawab misalnya

internet, film porno, atau teman sebaya yang sama-sama tidak mempunyai

pengetahuan yang cukup. Di sinilah awal mula munculnya

penyimpangan-penyimpangan seksual. (Yusuf Madan, 2004: 3)

Penyimpangan-penyimpangan seksual yang terjadi pada anak usia

tamyiz antara lain yaitu merebahnya pergaulan bebas (free sex) sehingga

menimbulkan hamil sebelum menikah. Akhirnya, menimbulkan efek

pengguguran karena takut ketahuan orang tua ataupun malu. Hal ini tentu

saja membuat orang tua terkejut dan heran. Padahal saat masa baligh anak

(19)

4

hal tersebut tentu saja mereka terheran-heran dengan perilaku anaknya

yang seperti itu. (Yusuf Madan, 2004: v)

Penyimpangan perilaku seksual yang terjadi pada anak usia baligh

atau remaja bukan hal yang asing lagi. Fenomena tersebut sudah menjadi

rahasia umum. Hampir semua orang sudah mengetahui. Hal ini dibuktikan

dengan maraknya pelecehan seks, hamil sebelum menikah, dan

pencabulan yang dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat. Tentu

saja hal ini sangat memprihatinkan dan memilukan.

Di sinilah urgensi keluarga dalam memberikan pendidikan seksual

kepada anak sangat diharapkan. Keluarga adalah tempat pertama bagi anak

untuk mengenal dunia. Hal ini sesuai dengan hadist riwayat Al-Bukhari

dari Abu Hurairah ra. dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. bersabda:

ِنَمْحَّرلا ِدْبَع ِنْب َةَمَلَس يِبَأ ْنَع ِ ي ِرْهُّزلا ْنَع ٍبْئِذ يِبَأ ُنْبا اَنَثَّدَح ُمَدآ اَنَثَّدَح

ُّلُك َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّللَّا ىَّلَص ُّيِبَّنلا َلاَق َلاَق ُهْنَع ُ َّللَّا َي ِضَر َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع

ِلَثَمَك ِهِناَس ِ جَمُي ْوَأ ِهِناَر ِ صَنُي ْوَأ ِهِناَدِ وَهُي ُهاَوَبَأَف ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلوُي ٍدوُل ْوَم

َه َةَميِهَبْلا ُجَتْنُت ِةَميِهَبْلا

َءاَعْدَج اَهيِف ىَرَت ْل

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin

'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi

Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan

fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu

menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang

(20)

5

padanya?” (Hadits Shahih Bukhari, no. 1296)

Hadist tersebut mempertegas jika orang tua sebagai tempat

pendidikan pertama bagi anak-anaknya. Melalui orang tualah anak

diarahkan dan diberi pendidikan yang utama dan pertama.

Salah satu bentuk pengabdian kepada Allah adalah menjahui segala

larangan-Nya. Salah satu larangan Allah adalah berbuat zina. Melalui

pendidikan seksual anak memperoleh pengetahuan tentang bahaya-bahaya

dalam melakukan zina serta akibat-akibat yang timbul dari perbuatan

tersebut. Pengetahuan ini yang dapat menuntun anak menjahui perbuatan

zina, sehingga orang tua telah membantu anaknya untuk mengabdi pada

Allah.

Selain itu, Allah juga menyuruh kita untuk menjauhkan keluarga

kita dari api neraka. Allah berfirman dalam Al Quran surah At-Tahrim

ayat 6 (Tafsir Ibnu Katsir, 2000: 751), yaitu:

ُساَّنلا اَهُدوُق َو اًراَن ْمُكيِلْهَأَو ْمُكَسُفْنَأ اوُق اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

ْمُهَرَمَأ اَم َ َّللَّا َنوُصْعَي َلَ ٌداَدِش ٌظ َلَِغ ٌةَكِئ َلََم اَهْيَلَع ُةَراَج ِحْلاَو

ْؤُي اَم َنوُلَعْفَيَو

َنوُرَم

(21)

6

Dengan pembekalan pengetahuan seksual yang diberikan keluarga,

maka keluarga telah berusaha menjauhkan anak-anaknya dari api neraka

sebagaimana perintah Allah di atas.

Pendidikan seksual pada anak memang masih menuai pro dan

kontra dalam masyarakat dusun Semagu. Dusun Semagu merupakan

wilayah dari desa Koripan. Dusun Semagu terdiri dari 5 RT dengan jumlah

penduduknya kurang lebih 906 orang. Masyarakat dusun Semagu tentu

saja seperti warga dusun yang lainnya, di mana mereka memiliki latar

belakang pendidikan yang beragam, jenis pekerjaan, jenjang sosial atau

status sosial, segi ekonomi, dan masih banyak yang lainnya. Hal inilah

yang menimbulkan pro dan kontra terhadap adanya pendapat tentang

pendidikan seksual. Adapun pihak yang kontra dengan pendidikan seksual

pada anak menganggap bahwa dengan diberikannya pendidikan seksual

pada anak justru akan membangkitkan niat anak untuk melakukan

hubungan seksual pranikah. Sedangkan pihak pro memandang sebaliknya,

bahwa pendidikan seksual pada anak dapat mencegah anak melakukan

hubungan seksual pranikah. Pihak ini menambahkan bahwa pendidikan

seksual yang diberikan kepada anak tidak melulu tentang hubungan

seksual, namun lebih mengarahkan anak kepada pengetahuan tentang alat

reproduksi, pentingnya, serta cara menjaga dan menghindarinya dari

masalah. Pendidikan seksual juga mengajarkan kepada anak bagaimana

cara mengenali serta mengelola gejala-gejala seksual yang secara alamiah

(22)

7

sebagai suatu pendidikan yang berkaitan dengan seksualitas sehingga anak

mengetahui jati diri mereka sebagai laki-laki dan perempuan. Hal ini

dianggap perlu melihat fenomena kekerasan seksual pada anak dan

hubungan seksual pranikah yang semakin merajalela.

Akhirnya, peran agama dalam memberikan pendidikan seksual

kepada anak sangat diharapkan. Pemberian pendidikan seksual pada anak

hendaknya dibarengi dengan ilmu agama dan etika yang baik. Islam adalah

suatu agama yang mengajarkan tentang norma-norma yang mengatur kita

mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, juga apa yang harus

dan tidak seharusnya dilakukan. Mengajarkan norma agama berarti suatu

upaya mendekatkan anak pada kebesaran sang Pencipta. Sehingga anak

akan mengalami segala sesuatunya dari berbagai sudut pandang yang

sesuai dengan ajaraan agama Islam. (Hilman Al-Madani, 2005 : 67)

Islam juga sangat menganjurkan pemeluknya untuk mendapatkan

dan memberikan pendidikan seksual. Hal ini dapat kita lihat dalam Al-

Quran Surat An-Nur ayat 30 (Tafsir Muyassan, 2007: 17), yaitu:

ىَك ْزَأ َكِلَذ ْمُهَجوُرُف اوُظَفْحَيَو ْمِه ِراَصْبَأ ْنِم اوُّضُغَي َنيِنِمْؤُمْلِل ْلُق

َنوُعَنْصَي اَمِب ٌريِبَخ َ َّللَّا َّنِإ ْمُهَل

Artinya : "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”(An Nur : 30).

(23)

8

Dari ayat di atas kita dapat mengetahui bahwa Allah memerintah

makhluk-Nya untuk menjaga pandangan dan memelihara kemaluannya.

Hal ini sangat penting untuk menjaga kesucian. Selaras dengan ayat

tersebut, pendidikan seksual juga mengajarkan pada anak bagaimana cara

mengelola dorongan seksual yang memang ada dalam diri setiap insan.

Melihat berbagai fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk

mengetahui lebih dalam tentang “PERSEPSI MASYARAKAT DUSUN

SEMAGU TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL DALAM

KELUARGA”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pendidikan seksual dalam keluarga di dusun Semagu?

2. Bagaimanakah persepsi orang tua di dusun Semagu tentang pendidikan

seksual dalam keluarga?

C. Tujuan

a. Untuk mengetahui pendidikan seksual dalam keluarga di dusun

Semagu.

b. Untuk mengetahui persepsi orang tua di dusun Semagu tentang

(24)

9

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak baik

secara teoristis maupun secara praktis.

1. Secara Teoritis

Secara teoristis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas

bagi orang tua dan memberikan wawasan serta pengetahuan tentang

perilaku remaja yang menyimpang dan pentingnya pendidikan seksual

dalam keluarga.

Penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya yang

tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang pendidikan seksual

terutama dalam lingkungan keluarga.

2. Secara Praktis

a. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan serta

wawasan yang lebih tinggi kepada penulis tentang hakikat persepsi

masyarakat dusun Semagu terhadap pendidikan seksual dalam

keluarga.

b. Bagi Orang Tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk

mengetahui perilaku seksual remaja, sehingga orang tua dapat

melakukan langkah-langkah yang lebih lanjut dan bermanfaat dalam

(25)

10

sebagai acuan cara membina perilaku anak terutama dari keluarga

dalam menjalin hubungan dengan anak-anaknya atau hubungan

sosial masyarakat.

c. Bagi Pendidik

Sebagai informasi bagi calon guru dan para pendidik dalam

rangka mensukseskan tujuan pendidikan nasional, khususnya

pendidikan agama.

d. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, mencetak generasi

muda yang terdidik dan maju.

e. Bagi Remaja

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman anak

remaja bahwa pendidikan atau pengetahuan tentang seksualitas

merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah

penyalahgunaan seksual, khususnya untuk mencegah

dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan.

Penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangan ilmiah bagi

wahana perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi remaja

terutama yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja.

E. Pembatasan Masalah

Untuk membantu penulis dalam melakukan penelitian, maka

(26)

11

masalah sangat penting untuk mempertajam dan mengfokuskan masalah

yang akan diteliti oleh penulis. Penulis memberikan batasan pembahasan

pendidikan seksual di sini hanya pada pendidikan seksual yang dilakukan

dalam kalangan keluarga. Subjek penelitian yang diambil oleh penulis

adalah 8 orang tua atau keluarga yang ada di dusun Semagu, desa Koripan,

kecamatan Susukan. Dusun Semagu adalah suatu dusun kecil dengan 5

RT. Penulis mengambil 2 keluarga dari masing-masing RT untuk

dijadikan sampel 8 keluarga yang diambil mempunyai anak yang usianya

berkisar antara 6-17 tahun. Latar belakang mereka baik secara sosial,

ekonomi, dan pendidikan dari masing-masing keluarga yang diteliti

berbeda-beda.

F. Definisi Opersional

Untuk lebih mempertegas dan memperjelas tentang judul skripsi

ini, serta untuk menghindari salah pengertian, maka perlu diuraikan

beberapa penegasan istilah yang bersangkut paut dengan uraian ini, yaitu:

1. Persepsi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga urgensi

diartikan sebagai suatu keharusan yang mendesak, hal yang sangat

(27)

12

2. Pendidikan Seksual

a. Pendidikan

KBBI edisi ketiga mengartikan pendidikan sebagai proses

pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan: proses, cara, perbuatan mendidik. (KBBI, 2007: 437)

b. Seksual

Menurut Marzuki Umar Sa’abah (2001:245) mendefinisikan

seksual menjadi dua definisi, yaitu:

a. Dalam arti sempit merupakan jenis kelamin itu sendiri, ciri-ciri

badaniah yang membedakan antara laki-laki dan perempuan,

hormon-hormon dalam tubuh dan proses pembuahan.

b. Dalam arti luas yaitu mempunyai makna sebagai akibat adanya

perbedaan jenis kelamin, antara lain: tingkah laku, peredaan

atribut, perbedaan peranan, dan hubungan antara laki-laki dan

perempuan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan kedua makna

tersebut. Jadi peneliti menggabungkan antara pengertian seksual

dalam arti sempit dan juga dalam arti luas. Sehingga seksual yang

dimaksud penulis dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang

berkenaan dengan jenis kelamin baik secara badaniah ataupun

(28)

13

Dari kedua istilah di atas dapat diartikan bahwa pendidikan

seksual adalah proses mendidik, membimbing serta mengasuh

seseorang agar mengerti tentang arti, fungsi dan tujuan seksual,

sehingga ia dapat menyalurkannya ke jalan yang legal.

Pendidikan seksual yang dimaksud dalam skripsi ini adalah

proses bimbingan dan pengarahan orang tua agar anak-anak mengerti

tentang arti, fungsi, dan tujuan seksualitas, sehingga dapat

menyalurkannya ke jalan yang benar.

Dengan demikian, pendidikan seksual selain berkaitan

dengan fungsi alat reproduksi, juga disertai dengan pananaman moral,

etika, serta komitmen agama agar tidak terjadi penyalahgunaan organ

reproduksi tersebut.

4. Keluarga

Keluarga dalam KBBI, (2007: 237) diartikan sebagai ibu dan

bapak serta anak-anaknya seisi rumah. Sedangkan menurut KUBI,

(1982: 245) keluarga diartikan sebagai sanak saudara, kaum kerabat.

Dalam kaitannya dengan pendidikan seksual keluarga yang dimaksud di

sini lebih diarahkan kepada orang tua khususnya ibu.

Dalam buku yang berjudul Islam dan Pendidikan Seks anak yang

ditulis oleh Ayip Syafruddin (1991: 19-20) dipaparkan bahwa sudah

menjadi kewajiban bagi para oang tua untuk mengarahkan

(29)

14

kewaspadaan dari para orang tua dalam mendidik anak sangat dituntut

peranannya.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Skripsi ini mempunyai tujuan untuk mengetahui bagaimanakah

persepsi masyarakat dusun Semagu terhadap pendidikan seksual dalam

keluarga. Penulis memandang hal itu sangat penting karena berbagai

kasus kekerasan seksual dan penyimpangan seksual yang dilakukan

oleh anak. Sedang penulis memandang bahwa keluarga merupakan

tempat pertama anak memperoleh pendidikan. Sehingga penulis

memandang bahwa pendidikan seksual dalam keluarga sangat penting.

Anggapan penulis tersebut tentu saja perlu dibuktikan dan diuji lebih

lanjut agar memperoleh penjelasan yang mendalam sesuai dengan

realita yang ada dalam masyarakat. Dengan alasan tersebut, penulis

menggunakan metode penelitian kualitatif dalam skripsi ini.

Moleong (2011: 6) mendefinisikan metode penelitian kualitatif

adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya: perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

(30)

15

Bogdan dan Taylor (Upe dan Damsid, 2010: 74) mengartikan

metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis / lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Hal ini juga diperkuat oleh

Denzin dan Lincoln (1994: 37) yang menyatakan bahwa kata kualitatif

menyiratkan pada makna dan proses, bukan pada pengukuran dan

pengujian secara kaku (rigid).

Berdasarkan definisi di atas, penulis memandang bahwa penelitian

kualitatif adalah penelitian yang paling tepat untuk menggali lebih

dalam tentang persepsi masyarakat dusun Semagu terhadap pendidikan

seksual dalam keluarga. Analisis dalam penelitian ini berbentuk

deskriptif yang sesuai dengan fenomena, fakta, dan kejadian yang

dialami oleh individu yang diteliti. (Zuriah, 2007: 47). Hal tersebutlah

yang menjadi dasar penggunaan metode penelitian kualitatif dalam

skripsi ini.

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian yang berdasarkan kualitatif ini, penulis

menggunakan berbagai teknik pengumpulan data, yaitu wawancara dan

dokumentasi. Kedua teknik ini digunakan dalam rangka memperoleh

informasi yang saling melengkapi. Kedua teknik penelitian tersebut

(31)

16

a. Wawancara (Interview)

Lincoln dan Guba (Syamsudin dan Damaianti, 2015: 75)

mendefinisikan wawancara sebagai suatu percakapan dengan tujuan

untuk memperoleh konstruksi yang terjadi sekarang tentang orang,

kejadian, aktifitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan,

kerisauan, dan sebagainya yang berdasarkan pengalaman masa lalu

dan diharapkan terjadi pada masa yang akan datang, dan verifikasi,

pengecekan, dan pengembangan informasi yang telah didapat

sebelumnya.

Pada penelitian ini wawancara merupakan strategi utama dalam

pengumpulan data. Jenis wawancara yang digunakan adalah

wawancara terbuka. Sehingga pewawancara memberikan kebebasan

diri dan mendorong orang yang diwawancara untuk berbicara secara

luas dan mendalam.

Pada penelitian ini, penulis akan mewawancarai orang tua

khusunya ibu dari 8 keluarga yang mempunyai anak usianya berkisar

6-17 tahun tentang anggapan mereka mengenai pendidikan seksual

dalam keluarga. Melalui wawancara tersebut penulis berharap dapat

memperoleh penjelasan tentang anggapan dan opini mereka.

Sehingga penulis dapat mengembangkan masalah dalam skripsi ini

secara lebih mendalam.

(32)

17

Syamsudin dan Damaianti (2015:108) menyebutkan bahwa

teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dari

sumber non manusia yang terdiri atas dokumen dan rekaman.

Lincolin dan Guba (1985: 45) menambahkan bahwa yang dimaksud

rekaman adalah setiap tulisan atau pertanyaan yang dipersiapkan

oleh atau untuk individu atau organisasi dengan tujuan membuktikan

adanya suatu peristiwa. Dalam memperoleh data dokumentasi

penulis mengambil gambar secara langsung pada saat dilakukannya

wawancara.

3. Analisis Data

Bogdan dan Biklen (Syamsudin dan Damaianti, 2015) mengatakan

bahwa analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara

sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan

lainnya yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap

bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan semuanya kepada

orang lain. Terdapat berbagai model dalam analisis data, dan penulis

menggunakan analisis data model Miles dan Huberman dalam

mengolah dan menganalilis datanya.

Miles dan Huberman (Upe dan Damsid, 2010: 126)

mengungkapkan bahwa analisis data meliputi data reduction, data

(33)

18

a. Data Reduction

Data reduction adalah pemilihan informasi yang diperoleh dari

data collection. Data collection biasanya berupa narasi yang panjang,

untuk mempermudah penulis mengolah data maka data tersebut perlu

dibentuk uraian atau laporan terperinci. Reduksi data (data reduction)

juga dapat diartikan sebagai pengolahan data yaitu proses pemilihan,

pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan

transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan,

serta mengfokuskan pada hal-hal penting dari sejumlah data

lapangan yang telah diperoleh, sekaligus mencari polanya. (Upe dan

Damsid, 2010: 126)

b. Data Display

Data display adalah penyajian data dalam berbagai bentuk.

Bentuk yang tersaji dapat berupa tabel, presentase, grafik, dan

sejenisnya. Dalam penelitian kualitatif data paling sering disajikan

dalam bentuk teks yang bersifat naratif yang bersumber dari petikan

wawancara, hasil observasi, maupun dokumentasi.

c. Conclusion: Drawing and Verifying

Conclusion dapat diartikan sebagai proses penarikan

kesimpulan. Dalam menarik kesimpulan diperlukan pendalaman data

secara interaktif hingga ditemukan kesimpulan yang benar-benar

kredible, tingkat keteralihan yang tinggi, konsisten, dan ketika

(34)

19

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam skripsi ini terdapat 5 bab, yaitu: Pendahuluan, kajian

pustaka, hasil penelitian, analisa dan pembahasan, serta penutup.

Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini mengandung latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, pembatasan masalah, penegasan istilah, metode penelitian,

dan sistematika penulisan skripsi.

Bab kedua yakni kajian pustaka. Dalam bab ini penulis akan

memberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang pengertian,

peranan, dan tujuan pendidikan seksual pada anak. Penulis juga

membahas tentang perkembangan seksual pada anak serta peran

keluarga bagi anak dalam pendidikan seksual sesuai perspektif Islam.

Bab ketiga adalah hasil penelitian. Pada bab ini penulis

mengungkapkan berbagai data dan temuan yang penulis dapati ketika

melakukan penelitian.

Bab keempat yakni analisis dan pembahasan. Di sini penulis

membahas dan menganalisis lebih dalam segala data dan temuan yang

diperoleh dari penelitian.

Bab kelima yakni penutup. Dalam bab ini penulis memberikan

kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan memberikan

(35)

20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah tanggapan langsung atas sesuatu (Fajri dan Senja,

2004: 470). Persepsi juga diartikan sebagai proses menerima,

menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan

memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau data. (Sobur,

2009: 446)

Menurut Walgito (1990: 53), persepsi adalah suatu proses yang

didahului oleh penginderaan dari penginderaan itu individu akan

memperoleh stimulus atau rangsangan yang kemudian diorganisasikan

dan diinterprestasikan sehingga individu dapat mengenali dirinya

sendiri dan keadaan sekitar.

B. Masyarakat

1. Pengertian Masyarakat

Menurut Selo Sumarjan dalam bukunya Soekanto, masyarakat

adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan

kebudayaan. (Soekanto, 1988: 20)

Masyarakat juga diartikan sebagai kumpulan individu atau

kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama.

(36)

21

2. Unsur-unsur Masyarakat

Adapun unsur-unsur masyarakat, antara lain:

a. Manusia yang hidup bersama, di dalam ilmu sosial tidak ada

ukuran mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan

beberapa jumlah manusia yang harus ada akan tetapi secara teoritis

harus terdiri dari minimal 2 orang yang hidup bersama.

b. Barcampur dalam waktu yang lama

c. Menyadari bahwa mereka satu kesatuan

d. Menimbulkan kebudayaan karena adanya keterkaitan antara satu

anggota dengan anggota yang lainnya. (Soekanto, 1988: 21)

C. Pendidikan Seksual

Pendidikan seksual berasal dari dua kata yaitu pendidikan dan seksual.

Kedua kata tersebut akan dibahas lebih lanjut di bawah ini:

1. Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Kata pendidikan bila ditinjau dari segi bahasa Arab yaitu

“tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Secara istilah pendidikan

berarti pembinaan, pimpinan, dan pemeliharaan terhadap perilaku

atau kepribadian seseorang. (Zakiah Daradjat, 2011: 25-27)

Adapun pendapat lain tentang pengertian pendidikan.

Pendidikan secara filosofis adalah pemikiran manusia terhadap

masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun

(37)

22

spekulatif, rasional empirik, rasional filosofik maupun histori

filosofik. Pendidikan dalam arti praktek yaitu suatu proses

pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi-potensi

yang dimiliki subjek didik untuk mencapai pengembangan optimal,

serta membudayakan manusia melalui proses transformasi yang

utama. (HM.Chabib Thoha, 1996: 99)

Dalam UUSPN pendidikan diartikan sebagai usaha sadar

untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan

datang. (HM.Chabib Thoha, 1996: 99)

Lain halnya dengan Moh. Roqib (2009: 18) menyebutkan

pendidikan adalah usaha atau proses perubahan dan perkembangan

manusia menuju ke arah yang lebih baik dan sempurna.

b. Landasan Pendidikan

Pada dasarnya landasan pendidikan yang sesuai dengan

ajaran Islam yaitu harus berdasarkan Al Quran dan Sunah Nabi

Mahumammad SAW.

Al Quran merupakan firman Allah berupa wahyu yang

disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.

Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang berupa aqidah atau

keimanan dan syari’ah atau berhubungan dengan amal. (Zakiah

(38)

23

Di dalam Al Quran terdapat banyak ajaran yang berisi

prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan

itu. Sebagai contoh dapat dibaca kisah Lukman mengajari anaknya

dalam surat Lukman ayat 12 sampai dengan 19. Secara garis besar

pada surat tersebut menjelaskan tentang iman, akhlak ibadat, sosial

dan ilmu pengetahuan. Ini hanya contoh kecil saja, masih banyak

ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan tentang pendidikan. Oleh

karena itu pendidikan Islam harus berlandaskan sumber utama

yaitu Al Quran. (Zakiah Daradjat, 2011: 20)

Selain Al Quran, landasan yang kedua yaitu As Sunnah. As

Sunnah ialah segala perkataan, perbuatan, atau pengakuan rasul

Allah SWT. Yang dimaksud pengakuan itu adalah kejadian atau

perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau

membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Seperti Al

Quran, As Sunnah juga berisi aqidah dan syariah. Sunnah berisi

petunjuk untuk kemashlatan hidup manusia seutuhnya atau muslim

yang bertakwa. (Zakiah Daradjat, 2011: 20-21)

Jadi dalam mengajarkan pendidikan harus senantiasa

berlandaskan Al Quran dan As Sunnah.

c. Lembaga Pendidikan

1) Pengertian Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan merupakan institusi, media, forum, atau

(39)

24

terselenggaranya proses pembelajaran, baik terstruktur maupun

secara tradisi yang telah diciptakan sebelumnya (Moh. Roqib,

2008: 121). Hal ini berarti lembaga pendidikan dijadikan

sebagai tempat atau sarana untuk memberikan pendidikan.

2) Macam-macam Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan secara garis besar dapat dibagi menjadi 2

bagian, yaitu:

a) Lembaga pendidikan formal

Lembaga pendidikan formal sering kali dikaitkan dengan

sekolah dan perguruan tinggi, di mana di dalamnya

memiliki tujuan, sistem, kurikulum, gedung, jenjang dan

jangka waktu yang tersusun rapi dan lengkap.

b) Lembaga pendidikan nonformal

Lembaga pendidikan nonformal merupakan lembaga yang

keberadaannya di luar lingkungan sekolah dan perguruan

tinggi. Adapun yang termasuk dalam lembaga ini yaitu

keluarga dan masyarakat. (Moh. Roqib, 2009: 122)

Lembaga ini tentu saja sangat berperan penting dalam

pendidikan.

d. Tujuan Pendidikan

Menurut Zakiah Daradjat (2011: 29) tujuan pendidikan yaitu

bukan hanya suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi

(40)

25

berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. Zakariah Daradjat

dalam bukunya menjelaskan bahwa tujuan pendidikan terbagi atas

4 tujuan, yaitu:

1. Tujuan umum, tujuan yang hendak dicapai dalam segala hal

kegiatan pendidikan.

2. Tujuan sementara, tujuan yang hendak dicapai setelah anak

didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan

dalam suatu pendidikan formal.

3. Tujuan operasional, tujuan praktis yang akan dicapai dengan

sejumlah kegiatan pendidikan dengan segala alat dan bahan

yang sudah dipersiapkan untuk mencapai tujuan tertentu.

4. Tujuan akhir, pendidikan akan berlangsung selama hidup dan

digunakan sebagai bekal di akhir hidup nanti.

Adapun tujuan pendidikan menurut Imam Ghazaly (1986:

24) dibagi menjadi 2, antara lain:

1. Insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah

SWT.

2. Insan purna yang bertujuan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Tujuan pendidikan merupakan inti dalam pendidikan dan

saripati dari seluruh renungan pedagogik (Moh. Roqib, 2009: 25).

Jadi semua aktifitas pendidikan tercantum dalam pembelajaran

(41)

26

e. Fungsi Pendidikan

Adapun fungsi pendidikan yaitu untuk menumbuhkan

kreativitas peserta didik dan menanamkan nilai baik (HM.Chabib

Thoha, 1996: 59). Dengan adanya pendidikan diharapkan

nilai-nilai yang baik bisa tertanam dalam diri seseorang.

2. Seksual

Seksual dalam KBBI, (2007: 627) adalah sesuatu yang berkenaan

dengan seks atau jenis kelamin. Jadi dalam penelitian ini seksual yang

dimaksud oleh penulis adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan

jenis kelamin dari sisi pengenalan, pemeliharaan dan pencegahan dari

gangguan-gangguan luar.

3. Pendidikan Seksual

a. Pengertian Pendidikan Seksual

Definisi pendidikan seksual menurut para ahli, antara lain:

Menurut Moh. Roqib (2009: 214), pendidikan seksual secara

terminologi adalah merupakan upaya transfer pengetahuan dan

nilai (knowledge and values) tentang fisik-genetik manusia dan fungsinya, khususnya yang terkait dengan jenis (sex) laki-laki dan perempuan sebagai kelanjutan dari kecenderungan primitif

makhluk hewan dan manusia yang tertarik dan mencintai lawan

jenisnya. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran,

dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan

(42)

27

kebiasaan yang tidak Islami serta menutup segala kemungkinan

yang mengarah kehubungan seksual terlarang. Pengarahan dan

pemahaman yang sehat tentang seks dari aspek kesehatan fisik,

psikis, dan spiritual.

Ali Akbar mengemukakan, sebagaimana dikutip oleh Hunaina

(2002: 22) bahwa pendidikan seksual ialah suatu usaha untuk

mendidik nafsu syahwat sesuai dengan ajaran Islam, supaya

menjadi nafsu yang di-Rahmati oleh Allah guna menciptakan

suasana ketenangan dan kebahagiaan rumah tangga, tempat

mendidik keturunan yang taat kepada Allah dan supaya manusia

menjauhi zina.

Abdul Aziz Qussy dalam Hunaina (2002:23) mengatakan

pendidikan seksual adalah pemberitahuan pengalaman yang benar

kepada anak agar dapat membantunya dalam menyesuaikan diri

dalam kehidupannya di masa depan sebagai hasil dari pemberian

pengalaman sehingga dia akan memperoleh sikap mental yang baik

terhadap masalah seks dan masalah keturunan.

Dari beberapa pengertian seks tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa pendidikan seksual dalam Islam adalah upaya

pengajaran, penyadaran, dan penjelasan secara islami tentang

masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak, serta

(43)

28

terlarang. Lebih simpel lagi pendidikan seks adalah upaya transfer

pengetahuan dan nilai tentang masalah-masalah seksual.

b. Tujuan Pendidikan Seksual

Tujuan pendidikan seksual untuk anak secara garis besar

dijelaskan oleh Moh. Roqib (2009: 215-216) yaitu:

1. Membantu anak mengetahui topik-topik biologis, seperti

pertumbuhan, masa puber, kehamilan, dan menyusui.

mmmm

2. Mencegah anak-anak dari tindakan kekerasan seksual.

3. Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat

tindakan seksual.

4. Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan.

5. Mendorong hubungan sosial yang baik antarlawan jenis.

6. Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan

seksual (sexual intercourse).

7. Mengurangi kasus infeksi kelamin melalui seks.

8. Membantu pemahaman tentang peran laki-laki dan perempuan

dalam relasi suami-istri dan dalam pergaulan di masyarakat.

c. Materi Pendidikan Seksual

Moh. Roqib (2009: 220) menyatakan bahwa di antara

materi pendidikan seks yang dapat diberikan kepada anak meliputi

(44)

29

1. Perbedaan anatomi dan fisiologi laki-laki dan perempuan serta

akibat hukum dan sosialnya.

2. Khitan bagi laki-laki dan perempuan.

3. Sikap maskulinitas dan femininitas.

4. Status orang dalam keluarga.

5. Aurat, merawat tubuh, berhias, dan berpakaian.

6. Pergaulan sesama jenis dan antarjenis kelamin.

7. Tidur dan bercengkerama dalam keluarga.

8. Jima’ (bersenggama) dan kesehatan reproduksi (seks dan media

massa, obat pembangkit seks, teknik seks, kehamilan,

kelahiran, dan menyusui).

9. Problematika seksual (kekerasan seksual, masturbasi,

homoseksual, disfungsi seksual, dan eksploitasi seksual).

10.Keluarga berencana (KB) dan alat kontrasepsi (kesuburan,

kehamilan remaja dan manula, abortus, dan puasa seks).

d. Fase Pendidikan Seksual

Pendidikan seksual sangat penting untuk diajarkan ke anak,

namun dengan memperhatikan fase-fase perkembangan anak

sebagai berikut:

1. Fase pertama

Fase ini terjadi pada saat anak usia 7-10 tahun, sehingga anak

masih perbutas/tamyiz. Pada masa ini hendaknya anak

(45)

30

2. Fase kedua

Fase ini terjadi ketika anak usia 10-14 tahun. Pada masa ini

disebut masa peralihan pubertas, hendaknya anak dijauhkan

dari rangsangan seksual.

3. Fase ketiga

Fase ini terjadi pada saat anak usia 14-16 tahun. Saat usia ini,

anak sudah baligh sehingga ketika anak sudah ingin menikah

hendaknya diberikan pengarahan dan penjelasan adab

menikah.

4. Fase keempat

Fase ini terjadi ketika anak berusia 16 tahun ke atas. Pada masa

ini apabila anak belum siap untuk menikah maka diberikan

penjelasan cara bersuci dan menjaga diri. (Nasih Ulwan, 1998:

572)

e. Faktor Penyimpangan Seksual

Berikut adalah faktor-faktor penyebab munculnya penyimpangan

seksual, antara lain:

1. Kefakiran yang menaungi sebagian rumah

Kemiskinan merupakan faktor yang sangat utama

menimbulkan penyimpangan seksual. Mana kala seseorang

dilahirkan di keluarga yang miskin, maka hal ini akan

(46)

31

layak. Pada saat pencarian inilah, kebanyakan dari mereka

terjerumus ke hal-hal yang negatif. (Nasih Ulwa: 1996: 97)

2. Ketidaktahuan orang tua terhadap pendidikan seksual

Orang tua yang tidak mengetahui tentang pendidikan seksual

akan menimbulkan dampak penyimpangan pada anak, karena

anak tidak mungkin dapat mengetahui hukum-hukum aurat,

istinja’, mandi, haid, masalah menutup aurat, melihat lawan

jenis, dan ijin ketika hendak memasuki kamar orang lain

sebelum mereka mencapai usia baligh. Maka dari itu,

pendidikan sangat berperan penting agar orang tua mengetahui

pendidikan seksual. (Yusuf Madan, 2004: 66)

3. Perselisihan dan konflik antara orang tua

Orang tua yang sering bertengkar ketika anak sering

mengetahui pertengkaran tersebut akan berdampak pada diri

mereka yaitu psikis mereka. (Nasih Ulwa: 1996: 98)

4. Rangsangan seksual sehari-hari dalam keluarga

Rangsangan seksual ini berhubungan dengan aktifitas yang

dilakukan oleh keluarga. Mana kala anak mulai menginjak

masa pubertas, anak terkadang melihat aktifitas seksual orang

tuanya atau keluarganya. Namun orang tua tidak mengetahui

dikarenakan ketidaktahuan mereka atau kelalaian mereka.

(47)

32

5. Perceraian

Perceraian merupakan hal yang mempengaruhi jiwa dan

perkembangan anak, karena pada dasarnya anak sangat

membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. (Nasih

Ulwa: 1996: 99)

6. Anak tidak terbiasa meminta ijin

Tidak adanya latihan dari orang tua ke anak untuk meminta ijin

dalam hal apapun ketika hendak memasuki kamar orang tua

menjadi awal munculnya penyimpangan seksual, karena ketika

anak hendak memasuki ruangan tanpa ijin sehingga tidak

jarang orang tua yang sedang melakukan aktifitas seksual

terlihat oleh anaknya sekalipun orang tua sudah berusaha untuk

menutupinya. Namun, hal tersebut tetap membekas dalam

pikiran anak. Oleh sebab itu, anak berkeinginan untuk melihat

kembali aktifitas tersebut. (Yusuf Madan, 2004: 69)

7. Memanfaatkan waktu luang anak dan remaja

Pemanfaatan waktu yang luang bagi remaja dan anak-anak

yang sering keliru akan mengakibatkan hal yang negatif,

seperti bermain dengan teman yang buruk akhlaknya,

membaca buku porno, melihat film-film, dll. (Nasih Ulwa,

(48)

33

8. Pergaulan negatif dan kawan-kawan yang jahat

Pergaulan sangat menentukan perilaku seseorang. Jadi jika

pergaulan dan temannya tidak baik, maka akan menimbulkan

hal yang buruk pula pada perilaku seseorang. (Nasih Ulwa,

1996: 114)

9. Berdekatan tempat tidur

Himpitan ekonomi dan sempitnya tempat tinggal memaksa

orang tua untuk mengumpulkan anak-anaknya dalam satu

kamar. Sehingga ketika anak sudah baligh akan mendatangkan

rangsangan-rangsangan seksual. (Yusuf Madan, 2004: 71)

10.Buruknya perilaku orang tua terhadap anak

Jika perilaku orang tua terhadap anak sangat buruk, maka anak

akan merasa tidak nyaman dan terhina sehingga anak akan

mencari perlindungan untuk mendapatkan kasih sayang demi

kenyamanannya. (Nasih Ulwa, 1996: 117)

11.Melarang anak kecil bertanya seputar seks

Larangan orang tua terhadap anak untuk menanyakan seputar

seks akan berakibat pada rasa keingintahuan anak terhadap hal

tersebut sangat besar. Sehingga mereka senantiasa berusaha

berpikir dan mencari sendiri terkait seputar seks. (Yusuf

(49)

34

12.Menonton film kriminal dan seks

Melihat film kriminal dan seks/porno akan menimbulkan

kematangan seks pada seseorang lebih cepat sehingga

keinginan seseorang untuk melakukan seksual lebih besar.

(Nasih Ulwa, 1996: 121)

Hal ini terjadi karena pengabaian orang tua terhadap media

informasi, seperti: kecanggihan tekonologi di jaman sekarang

ini. (Yusuf Madan, 2004: 81)

13.Ciuman dan persentuhan organ seks

Ciuman dan persentuhan akan mendatangkan rangsangan pada

seseorang. Sehingga ciuman dan persentuhan ini hendaknya

diajarkan pada anak ketika usia 6 tahun agar tidak

melakukannya pada siapapun. (Yusuf Madan, 2004: 80)

14.Berjangkitnya pengangguran di masyarakat

Pengangguran akan mengakibatkan pada seseorang melamun

dan berpikir hal-hal yang buruk karena mereka tidak

mempunyai kegiatan. (Nasih Ulwa, 1996: 123)

15.Kelalaian orang tua terhadap pendidikan anak

Orang tua yang lalai terhadap pendidikan anak-anaknya, tidak

peduli, tidak ada perhatian sama sekali atas perkembangannya

tentu saja akan menimbulkan hal atau dampak yang

(50)

35

16.Musibah keyatiman

Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan faktor perceraian.

Hanya saja jika yatim bercerai karena meninggal. Oleh sebab

itu akan meyebabkan kelemahan ekonomi pada keluarga

tersebut. (Nasih Ulwa, 1996: 131)

f. Dampak Penyimpangan Seksual

Adapun dampak dari penyimpangan seksual, antara lain:

1. Bagi kesehatan

Bagi kesehatan penyimpangan seks akan mengakibatkan

dampak negatif, sebagai berikut:

a) Penyakit kencing nanah

b) Penyakit sipilis

c) Penyakit kanker kelamin

d) Penyakit kematangan seks terlalu dini

2. Bagi psikis dan moral

Untuk psikis dan moral, penyimpangan seks berdampak

sebagai berikut:

a) Penyakit homo seksual dan lesbian

b) Penyakit gila seks

3. Bagi sosial

a) Terancamnya keluarga dari kepunahan (akibat tidak

menikah)

(51)

36

c) Berada dalam kesengsaraan

d) Terputusnya hubungan kekeluargaan dan kekerabatan

4. Bagi ekonomis

a) Lemahnya diri

b) Sedikitnya pendapatan, karena dihambur-hamburkan

c) Pencarian rejeki yang tidak halal

5. Bagi agama dan ukrawi

Orang-orang yang melakukan penyimpangan seksual

(berzina) akan mendapatkan azab yang pedih dari Allah SWT,

dimasukkan dalam neraka, dan akan diberikan siksa yang

berlipat ganda. (Nasih Ulwan: 1998: 643)

g. Strategi Pendidikan Seksual

Adapun strategi atau teknik dalam memberikan pendidikan

seksual menurut Kriswanto dalam bukunya Moh. Roqib (2009:

217), sebagai berikut:

1. Membantu anak agar ia nyaman dengan tubuhnya.

2. Memberikan sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka

merasakan kasih sayang dari orang tuanya secara tulus.

3. Membantu anak memahami perbedaan perilaku yang boleh

dan tidak boleh dilakukan di depan umum, seperti: anak saat

selesai mandi harus kembali mengenakan baju di dalam kamar

mandi atau di dalam kamar. Anak diberi tahu tentang

(52)

37

4. Mengajar anak untuk mengetahui perbedaan anotomi tubuh

laki-laki dan perempuan.

5. Memberikan penjelasan tentang proses perkembangan

manusia.

6. Memberikan pemahaman tentang fungsi anggota tubuh secara

wajar yang mampu menghindarkan diri dari rasa malu dan

bersalah atas bentuk serta fungsi tubuhnya sendiri.

7. Mengajarkan anak untuk mengetahui nama-nama yang benar

pada setiap bagian tubuh dan fungsinya.

8. Membantu anak memahami konsep pribadi dan mengajarkan

kepada mereka kalau pembicaraan seks adalah bersifat pribadi.

9. Memberi dukungan dan suasana kondusif agar anak mau

berkonsultasi kepada orang tua menyangkut hal-hgal yang

berkaitan dengan seks.

10.Teknik pendidikan seks juga bisa ditambahkan dengan

memberikan pemahaman kepada anak tentang susunan

keluarga/nasab sehingga memahami struktur social dan ajaran

agama yang terkait dengan pergaulan laki-laki dan perempuan.

Saat anak sudah bisa menalar struktur keluarga tersebut maka

orang tua bisa mengaitkannya dengan pelajaran fiqih.

11.Membiasakan menggunakan pakaian yang sesuai dengan jenis

(53)

38

melaksanakan shalat sehingga akan mempermudah anak

memhami dan menghormati anggota tubuhnya.

Teknik pendidikan seks ini harus dilakukan dengan

menyesuaikan kemampuan dan pemahaman anak sehingga teknik

penyampaian dan bahasa amat perlu dipertimbangkan. (Moh.

Roqib, 2009: 220)

4. Keluarga

Keluarga sebagai lembaga nonformal untuk melakukan pendidikan

yang pertama dan utama. Di sinilah anak mulai diajarkan dan diberi arahan

oleh keluarga. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam hadist

riwayat Al-Bukhari dari Abu Hurairah ra. dijelaskan bahwa Rasulullah

saw. bersabda:

ِنَمْحَّرلا ِدْبَع ِنْب َةَمَلَس يِبَأ ْنَع ِ ي ِرْهُّزلا ْنَع ٍبْئِذ يِبَأ ُنْبا اَنَثَّدَح ُمَدآ اَنَثَّدَح

ُّلُك َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّللَّا ىَّلَص ُّيِبَّنلا َلاَق َلاَق ُهْنَع ُ َّللَّا َي ِضَر َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع

وُل ْوَم

ِلَثَمَك ِهِناَس ِ جَمُي ْوَأ ِهِناَر ِ صَنُي ْوَأ ِهِناَدِ وَهُي ُهاَوَبَأَف ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلوُي ٍد

َءاَعْدَج اَهيِف ىَرَت ْلَه َةَميِهَبْلا ُجَتْنُت ِةَميِهَبْلا

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin

'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi

Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan

fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu

menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang

(54)

39

padanya?” (Hadits Shahih Bukhari, no. 1296)

Hadist tersebut menegaskan jika setiap anak itu dilahirkan dalam

kedaan fitrah atau suci. Mereka tidak mengetahui apapun, sehingga orang

tuanyalah yang akan memberikan petunjuk dan arahan terhadap anaknya

sesuai dengan kehendak mereka. Jadi peran orang tua sangatlah besar dan

paling utama.

Berbicara pendidikan dalam keluarga, tentu saja kita tidak bisa

lepas dari sosok perempuan yaitu ibu. Perempuan (ibu) adalah pendidik

bangsa. Peran ibu sebagai pendidik tetap akan relevan, efektif, efisien, dan

merata pada setiap individu bangsa. Sebab, setiap anak tidak terlepas dari

peran ibunya (Moh. Roqib, 2009: 124). Oleh karena itu ibu mempunyai

(55)

40

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dusun Semagu, desa Koripan,

kecamatan Susukan. Lokasi ini dipilih karena sebelum mengajukan judul

skripsi ini saya selaku pengamat sudah melakukan pengamatan aktifitas

warga dusun Semagu. Pengamatan ini saya lakukan sejak bulan Februari

2015.

B. Keadaan Geografis di Dusun Semagu

Dusun Semagu merupakan salah satu dusun yang terdapat di desa

Koripan. Desa Koripan sendiri memiliki luas 506.957 Ha dengan batas

wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Dersansari

2. Sebelah Selatan : Sidoharjo - Susukan

3. Sebelah Barat : Kenteng

4. Sebelah Timur : Gentan - Muncar

Dusun Semagu terdiri dari 5 RT. Ketinggian tanah dari permukaan laut

berkisar 651 m. rata-rata curah hujan setiap tahunnya yaitu 360 Mm/Thn

dengan suhu udara rata-rata 28 derajat Celcius. Jarak pemerintahan desa

(56)

41

C. Struktur Organisasi Desa Koripan

Gambar 3. 1 Struktur Organisasi Desa Koripan

D. Keadaan Demografi di Dusun Semagu

Jumlah penduduk keseluruhan di desa Koripan yaitu 5694 orang

dengan jumlah sebesar 1462 Kepala Keluarga. Untuk warga dusun

Semagu sendiri terdiri dari kurang lebih 907 orang. Sebagian besar

penduduknya adalah bersuku Jawa sehingga bahasa sehari-hari bahasa

Jawa. Meskipun demikian mereka tetap menggunakan bahasa Indonesia

dalam komunikasi sesuai situasi dan kondisinya. Warga dusun Semagu

memiliki latar belakang yang beragam. Hal ini bisa ditinjau dari

(57)

42

1. Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin

Jumlah penduduk di dusun Semagu, bila dilihat menurut jenis kelamin

dimaksudkan untuk mengetahui besarnya jumlah penduduk yang

berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Serta untuk mengetahui

jumlah Kepala Keluarga (KK) dalam suatu rumah tangga. Untuk lebih

jelasnya dalam mengetahui jumlah penduduk di Dusun Semagu dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. 1 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentasi

Laki-laki 440 48,5%

Perempuan 467 51,5%

Total 907 100%

2. Keagamaan

Untuk agama yang dianut oleh warga dusun Semagu, semuanya

muslim. Sampai saat ini belum ada agama lain memasuki wilayah

(58)

43

3. Keadaan Sarana dan Prasarana Transportasi

Untuk menunjang proses kegiatan sosial maupun kegiatan

ekonomi, maka sarana dan prasarana sangat penting keberadaanya. Hal

tersebut selain menunjang untuk kegiatan-kegiatan sosial ekonomi

tertentu, dapat pula mempengaruhi proses sarana pendistribusian

hasil-hasil usaha mereka yang dapat menghasil-hasilkan keuntungan-keuntungan

ekonomi jasa.

Makin lengkap sarana suatu desa maka dapat memudahkan dalam

memenuhi kebutuhan individu di dalam suatu masyarakat. Adapun di

Dusun Semagu biasanya memerlukan sarana dan prasarana untuk

menuju ke jalur utama, yaitu Klero dan Suruh. Beberapa sarana yang

menunjang proses kegiatan sosial ekonomi di Dusun Semagu antara

lain adalah angkot dan ojek. Angkot yang sering beroperasi dari pagi

hingga sore hanya yang ke arah Klero, sedangkan untuk ke arah Suruh

biasanya hanya pada saat pagi saja. Sedangkan untuk ojek kapanpun

bersedia dimulai dari pagi hingga sore.

4. Sarana Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk dalam suatu wilayah juga besar

dipengaruhi oleh sarana dan prasarana penunjang untuk penduduknya

dalam wilayah tersebut. Untuk itu keberadaan sekolah dengan tenaga

(59)

44

akhirnya membawa peningkatan kualitas yang lebih baik. Jenis

pendidikan umum yang ada antara lain dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. 2 Jumlah Sarana Pendidikan

Sarana Pendidikan Frekuensi Persentase

TK 1 33,33%

SD 1 33,33%

SLTP 1 33,33%

SMA - -

Perguruan Tinggi - -

Total 3 100%

5. Prasarana Kesehatan

Keberhasilan pembangunan suatu masyarakat dapat dilihat dari

sudut kesehatan semakin maju sarana penunjang kesehatan semakin

maju pula tingkat kesehatan masyarakatnya. Di dusun Semagu

memiliki 1 puskesmas. Puskesmas tersebut siap melayani warga dusun

(60)

45

6. Sarana Ibadah

Adapun sarana ibadah merupakan sarana utama untuk sebagai

pusat pengajaran keagamaan. Di dusun Semagu memiliki 1 masjid dan

5 mushola. Masjid terletak paling ujung yaitu di RT 1. Sedangkan

untuk musholanya, masing-masing RT terdapat 1 mushola.

Dengan seperti ini diharapkan tidak ada kecemburuan dalam

mereka menjalankan peribadahan dan mengamalkan ilmunya untuk

anak-anak/adik-adik yang ingin belajar mengaji khususnya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dapat

digambarkan seperti berikut ini:

Gambar 3.2 Teknik Pengumpulan Data

Observasi

Data Display Dokumentasi

Data Reduction

(61)

46

Keterangan:

Pengamat melakukan observasi terlebih dahulu terhadap

narasumber yang akan diamati dengan melihat dari segi pendidikan dan

ekonomi. Adapun pembagiannya seperti berikut:

1. Segi Pendidikan

a) Pendidikan rendah, yaitu: SD dan sederajat

b) Pendidikan menengah, yaitu: SMP dan sederajat

c) Pendidikan atas, yaitu: SMA dan sederajat

d) Pendidikan tinggi, yaitu: Perguruan Tinggi dan sederajat

2. Segi Ekonomi

a) Ekonomi rendah dengan pendapatan kurang dari sejuta/bulan

b) Ekonomi sedang dengan pendapatan antara 1 juta – 2 juta/bulan

c) Ekonomi tinggi dengan pendapatan lebih dari 2 juta/bulan

Setelah mengobservasi dan sesuai dengan kriteria, maka menemui

narasumber kemudian meminta ketersediaannya untuk dilakukan

wawancara. Setelah itu kemudian mewawancarai narasumber dan

didokumentasikan dengan HP sebagai record, dan kamera untuk video.

(62)

47

F. Identitas Narasumber

Penelitian ini melibatkan narasumber-narasumber yang sesuai

dengan kriteria yang telah ditentukan. Kriteria tersebut dilihat dari jenjang

pendidikan, ekonomi dan jumlah anaknya. Faktor lainpun juga tidak bisa

ditinggalkan, seperti jenis pekerjaan. Sebelum melakukan penelitian,

informan menentukan narasumber yang ingin dijadikan sampel.

Pengamatan ini dilakukan jauh-jauh hari sebelum dilakukan wawancara.

Hal-hal yang diamati berupa aktifitas keseharian narasumber (terutama

orang tua). Hal ini dilakakukan agar mendapatkan hasil yang akurat.

Adapun identitas narasumber sebagai berikut:

1. Evi Novita (N1)

Evi Novita merupakan warga dusun Semagu, 004/004. Ia saat ini

berusia 29 tahun. Riwayat pendidikannya yang terakhir yaitu SMK. Ia

mempunyai seorang anak perempuan yang bernama Shelvira

Novyanata, saat ini SD kelas 2.

Evi termasuk seorang ibu yang tegas dan ulet. Dalam

kesehariannya, ia bekerja di pabrik. Setiap hari ia berangkat bekerja

pukul 06.30 dan pulangnya 18.15 WIB. Aktifitas ini rutin dilakukan.

Namun ada hal yang menarik di dalamnya, sebelum ia berangkat

bekerja, pukul 04.30 ia sudah bangun. Ia mulai aktifitas seperti

menyiapkan sarapan dan air hangat untuk mandi anak dan suaminya.

(63)

48

Sekitar pukul 05.30 saat sudah siap, ia membangunkan anaknya

dan suaminya untuk mandi. Kemudian jam 06.00 mereka sarapan

bersama. Nah, setelah selesai semuanya, suaminya mengantarkan anak

dan istrinya untuk sekolah dan bekerja.

Sedangkan suaminya sendiri, karena bekerjanya di pabrik juga dan

ada 2 shift yaitu pagi atau malam , maka ia tergantung jadwal

kerjanya.

Ketika anak ditinggal bekerja orang tuanya, ia diurus oleh

neneknya karena tempat tinggal mereka berdekatan. Sehingga aktifitas

anaknya dikontrol oleh neneknya.

Setelah orang tuanya pulang, baru anak kembali bersama orang tua.

Saat inilah yang digunakan orang tua untuk berbagi pengalaman dan

santai-santai sambil belajar.

2. Eva Farida (N2)

Eva Farida merupakan seorang warga dusun Semagu, 004/004. Ia

saat ini berusia 32 tahun. Riwayat pendidikan yang terakhir yaitu

SMK. Dalam kehidupannya ia bekerja di pabrik. Saat ini ia masih

tinggal bersama orang tuanya. Untuk suaminya sendiri menjadi

kondektur bus antar propinsi, sehingga jarang pulang. Ia mempunyai

seorang anak perempuan yang bernama Syifa Syahrani, saat ini SD

(64)

49

Eva setiap hari bekerja dari pagi sampai malam, kira-kira dari jam

06.30-18.30 WIB. Meskipun demikian, tidak lepas tagungjawab dari

pengasuhan anaknya. Saat ia bekerja, anaknya diasuh oleh orang

tuanya. Namun, ketika ia sudah pulang, ia mengurus segala kebutuhan

anaknya, baik yang mau dibuat bermain atau sekolah keesokan

harinya.

Disela-sela keletihannya setelah pulang bekerja, ia tetap

meluangkan waktu bersama anaknya, untuk bersenda gurau ataupun

membelajarinya. Setelah itu baru ia mencuci baju dan beristirahat.

3. Surani (N3)

Surani merupakan seorang warga dusun Semagu, 005/004. Ia saat

ini berusia 36 tahun. Adapun riwayat pendidikan yang terakhir yaitu

SMP. Suaminya bekerja di bidang kelautan. Sehingga jarang pulang.

Surani mempunyai 2 orang anak, yaitu laki-laki yang pertama,

bernama M. Ivan Kurniawan, SD kelas 6 dan yang kedua perempuan,

bernama Clara Novita Ariviani, SD kelas 3.

Surani merupakan seprang ibu rumah tangga. Setiap harinya ia

hanya mengurus anak dan rumahnya. Dalam kehidupannya, ia

mengajarkan anaknya untuk disiplin. Setiap hari bangun 04.30.

Setelah itu, ia menyiapkan sarapan dan air hangat untuk anaknya.

Gambar

Gambar 3. 1 Struktur Organisasi Desa Koripan
Tabel 3. 1 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin
Tabel 3. 2 Jumlah Sarana Pendidikan
Gambar 3.2 Teknik Pengumpulan Data

Referensi

Dokumen terkait

dalam laporan akhir ini yaitu “Analisis Perlakuan Akuntansi ter hadap Aset Tetap Berwujud pada PT Anugrah Artha Abadi Nusa”. 1.2

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari percobaan seperti yang terlihat pada Gambar 2, terlihat bahwa rata-rata konsentrasi Pb pada ikan kuniran setelah di konversi dari konsentrasi

Penelitian ini mengkaji struktur tegakan dan serapan karbon di Hutan Sekunder Tua (HST), Hutan Sekunder Muda (HSM), dan Hutan Belukar Tua (HBT) di Kawasan Lindung

[r]

Jika tingkat suku bunga pada tabungan berubah, kita dapat menentukan jumlah uang total dengan menghitung jumlahnya setiap waktu itulah suku bunga yang berubah

Akhlak berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, dari pengertian ini akhlak bukan saja norma yang mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga norma

Apabila tidak terdapat wakil penawar yang hadir pada saat pembukaan, panitia menunda pembukaan kotak/tempat pemasukan dokumen penawaran sampai dengan batas

Tingkat penyesuaian pada perubahan Bi rate suku bunga pinjaman Bank Pemerintah Daerah lebih bisa menyesuaikan dengan suku bunga acuan dan memiliki