PERSEPSI MASYARAKAT DUSUN SEMAGU
TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL DALAM
KELUARGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
OLEH:
LILIK SUPRIYONO
NIM: 111-12-156
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
vi
MOTTO
“Langit tak perlu menjelaskan bahwa dirinya itu tinggi. Begitupun dengan sampah
yang tak perlu menjelaskan bahwa dirinya itu busuk”
“Hargai seseorang itu dari prosesnya, bukan dari hasilnya”
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin dengan Rahmat dan Hidayah Allah SWT skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Orang tua saya yang senantiasa memberikan nasehat dan telah mendidikku dari
kecil sampai menikmati kuliah S1 di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah
mendoakan tanpa henti untuk menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sesama.
2. Keluargaku yang selalu memberikan semangat untuk terus menjadi pribadi
yang tangguh.
3. Seluruh teman-teman IAIN Salatiga yang bersama-sama telah berjuang untuk
mencapai gelar S1.
4. Intan Ikasari yang selalu mendampingi, memotivasi, dan memacu untuk
x
ABSTRAK
Supriyono, Lilik. 2016. “Persepsi Masyarakat Dusun Semagu terhadap Pendidikan Seksual dalam Keluarga”. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.Pembimbing: Dr. M. Ghufron, M. Ag.
Kata kunci: Persepsi, Masyarakat, Pendidikan Seksual, Keluarga
Dewasa ini kasus penyimpangan seksual dan kekerasan seksual pada anak begitu marak. Pendidikan seksual menjadi salah satu alternatif dalam mengahadapi hal tersebut. Meski demikian masih banyak keluarga yang menganggap bahwa pendidikan seksual adalah suatu hal yang tabu untuk diajarkan kepada anak.
Dari latar belakang di atas, penulis mulai tertarik untuk mengetahui persepsi masyarakat dusun Semagu terhadap pendidikan seksual dalam keluarga. Penelitian ini mempunyai dua tujuan utama yaitu: (1) Untuk mengetahui pendidikan seksual dalam keluarga di dusun Semagu, (2) Untuk mengetahui bagaimana persepsi orang tua tentang pendidikan seksual dalam keluarga.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan lapangan (field research). Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subyek penelitian adalah masyarakat dusun Semagu, terutama orang tua (ibu).
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 9
E. Pembatasan Masalah ... 10
F. Definisi Operasional ... 11
G. Metode Penelitian ... 14
xii
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...
A. Persepsi... 20
B. Masyarakat ... 20
C. Pendidikan Seksual ... 21
D. Keluarga ... 38
BAB III HASIL PENELITIAN ... A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 40
B. Keadaan Geografis di Dusun Semagu ... 40
C. Struktur Organisasi di Desa Koripan ... 41
D. Keadaan Demografi di Dusun Semagu ... 41
E. Teknik Pengumpulan Data ... 45
F. Identitas Narasumber ... 47
G. Hasil Wawancara ... 53
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... A. Pendidikan Seksual dalam Keluarga di Dusun Semagu ... 74
B. Persepsi Orang Tua tentang Pendidikan Seksual dalam Keluarga .... 78
BAB V PENUTUP ... A. Kesimpulan ... 91
B. Saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA ...
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin……….42
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Struktur Organisasi Desa Koripan……….41
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Nota Pembimbing Skripsi
3. Lembar Konsultasi
4. Lembar Persetujuan Wawancara
5. Daftar Pertanyaan Wawancara
6. Kode Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kata seksual atau seks sering kali dianggap suatu hal yang negatif
dalam masyarakat kita. Hal ini dikarenakan kata seksual sering kali
diidentikkan dengan suatu pornografi, hal yang jorok, atau sesuatu yang
tidak pantas untuk dibicarakan terlebih kepada anak-anak. Anggapan
inilah yang mengakibatkan orang tua merasa bahwa membicarakan
masalah seksual kepada anak-anak merupakan suatu hal yang tabu.
Padahal, usia anak-anak adalah masa di mana mereka mempunyai rasa
ingin tahu yang besar terhadap suatu hal. Dengan tidak tersedianya cukup
informasi dan pengetahuan mereka tentang seksual melalui keluarga,
mereka berusaha mencari sendiri dengan berbagai media yang ada seperti
internet, televisi, film porno, atau bacaan-bacaan dan gambar-gambar dari
koran atau majalah untuk memenuhi rasa keingintahuannya. Kecanggihan
teknologi membuat mereka dapat mengakses apapun dalam internet. Tentu
saja ini sangat membahayakan bagi anak, karena kurangnya filter di
internet dan kurangnya pengawasan dari orang tua dapat membuat anak
memperoleh informasi yang salah atau mengakses hal yang tidak
semestinya mereka ketahui.
Kurangnya pengetahuan anak akan masalah seksual juga
mengakibatkan anak sering mendapatkan kekerasan seksual. Akhir-akhir
2
diiming-imingi uang atau mainan sebelum mereka mendapatkan kekerasan
seksual. Mereka juga sering mendapat ancaman agar tidak mengadukan
apa yang mereka alami kepada orang tua mereka. Tanpa mereka sadari
masa kanak-kanak mereka telah dihancurkan.
Sebenarnya seksualitas adalah suatu naluri alamiah dalam diri
manusia yang telah dibawa sejak lahir hingga tua nanti. Naluri ini datang
berbarengan dengan naluri anak untuk makan. Ketika bayi anak sudah
melakukan oral mulut untuk memenuhi kebutuhan biologisnya seperti
makan dan minum sehingga bayi melakukan oral mulut dengan
kehendaknya sendiri tanpa harus diperintah oleh orang tuanya. Menjelang
memasuki kanak-kanak biasanya anak-anak mulai bermain dengan air
kencingnya sendiri, dan lain sebagainya hingga mereka dewasa.
Menurut Sigmund Freud dalam bukunya Kartini Kartono (1986:
120), awal perkembangan seksual pada anak muncul ketika masa
pragenital (0-2 tahun). Kata pragenital berasal dari dua kata yaitu pra
(sebelum mendahului) dan genital (alat kelamin). Jadi arti masa pragenital
yaitu masa sebelum anak mengetahui arti dan perbedaan alat kelamin
mereka. Masa pragenital dibagi menjadi masa oral (dengan erotisme oral)
dan masa anal (dengan erotisme anal). Erotisme oral yaitu masa ketika
anak memainkan organ mulutnya, sedangkan erotisme anal adalah masa di
mana anak memainkan alat kelamin. Masa ini dialami oleh seluruh anak,
3
Sigmund Freud dalam bukunya Kartini Kartono (1986: 120)
menegaskan jika anak mulai mengenal organ kelaminnya pada saat usia ±
3,5 tahun. Pada masa ini sering disebut masa phallis yang berarti
penghormatan terhadap daya pembiakan yang kodrati. Pada masa ini anak
laki-laki dan perempuan mulai membandingkan organ kelamin mereka dan
mereka cemas jika nantinya organ kelaminya berubah ataupun hilang.
Puncak perkembangan seksual anak terjadi ketika mereka telah
memasuki usia tamyiz atau baligh. Pada usia ini telah terjadi perubahan
pada diri anak baik dari postur tubuh maupun hormonal. Perubahan-
perubahan pada fisik mereka tentu saja mengundang banyak pertanyaan.
Namun mereka tidak berani bertanya kepada orang tua mereka karena
orang tua selalu menganggap pertanyaan mereka adalah hal yang tidak
sopan. Hal ini yang membuat anak berusaha mencari sendiri jawaban atas
ketidaktahuan mereka dari sumber yang tidak bertanggung jawab misalnya
internet, film porno, atau teman sebaya yang sama-sama tidak mempunyai
pengetahuan yang cukup. Di sinilah awal mula munculnya
penyimpangan-penyimpangan seksual. (Yusuf Madan, 2004: 3)
Penyimpangan-penyimpangan seksual yang terjadi pada anak usia
tamyiz antara lain yaitu merebahnya pergaulan bebas (free sex) sehingga
menimbulkan hamil sebelum menikah. Akhirnya, menimbulkan efek
pengguguran karena takut ketahuan orang tua ataupun malu. Hal ini tentu
saja membuat orang tua terkejut dan heran. Padahal saat masa baligh anak
4
hal tersebut tentu saja mereka terheran-heran dengan perilaku anaknya
yang seperti itu. (Yusuf Madan, 2004: v)
Penyimpangan perilaku seksual yang terjadi pada anak usia baligh
atau remaja bukan hal yang asing lagi. Fenomena tersebut sudah menjadi
rahasia umum. Hampir semua orang sudah mengetahui. Hal ini dibuktikan
dengan maraknya pelecehan seks, hamil sebelum menikah, dan
pencabulan yang dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat. Tentu
saja hal ini sangat memprihatinkan dan memilukan.
Di sinilah urgensi keluarga dalam memberikan pendidikan seksual
kepada anak sangat diharapkan. Keluarga adalah tempat pertama bagi anak
untuk mengenal dunia. Hal ini sesuai dengan hadist riwayat Al-Bukhari
dari Abu Hurairah ra. dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
ِنَمْحَّرلا ِدْبَع ِنْب َةَمَلَس يِبَأ ْنَع ِ ي ِرْهُّزلا ْنَع ٍبْئِذ يِبَأ ُنْبا اَنَثَّدَح ُمَدآ اَنَثَّدَح
ُّلُك َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّللَّا ىَّلَص ُّيِبَّنلا َلاَق َلاَق ُهْنَع ُ َّللَّا َي ِضَر َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع
ِلَثَمَك ِهِناَس ِ جَمُي ْوَأ ِهِناَر ِ صَنُي ْوَأ ِهِناَدِ وَهُي ُهاَوَبَأَف ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلوُي ٍدوُل ْوَم
َه َةَميِهَبْلا ُجَتْنُت ِةَميِهَبْلا
َءاَعْدَج اَهيِف ىَرَت ْل
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin
'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu
menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang
5
padanya?” (Hadits Shahih Bukhari, no. 1296)
Hadist tersebut mempertegas jika orang tua sebagai tempat
pendidikan pertama bagi anak-anaknya. Melalui orang tualah anak
diarahkan dan diberi pendidikan yang utama dan pertama.
Salah satu bentuk pengabdian kepada Allah adalah menjahui segala
larangan-Nya. Salah satu larangan Allah adalah berbuat zina. Melalui
pendidikan seksual anak memperoleh pengetahuan tentang bahaya-bahaya
dalam melakukan zina serta akibat-akibat yang timbul dari perbuatan
tersebut. Pengetahuan ini yang dapat menuntun anak menjahui perbuatan
zina, sehingga orang tua telah membantu anaknya untuk mengabdi pada
Allah.
Selain itu, Allah juga menyuruh kita untuk menjauhkan keluarga
kita dari api neraka. Allah berfirman dalam Al Quran surah At-Tahrim
ayat 6 (Tafsir Ibnu Katsir, 2000: 751), yaitu:
ُساَّنلا اَهُدوُق َو اًراَن ْمُكيِلْهَأَو ْمُكَسُفْنَأ اوُق اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي
ْمُهَرَمَأ اَم َ َّللَّا َنوُصْعَي َلَ ٌداَدِش ٌظ َلَِغ ٌةَكِئ َلََم اَهْيَلَع ُةَراَج ِحْلاَو
ْؤُي اَم َنوُلَعْفَيَو
َنوُرَم
6
Dengan pembekalan pengetahuan seksual yang diberikan keluarga,
maka keluarga telah berusaha menjauhkan anak-anaknya dari api neraka
sebagaimana perintah Allah di atas.
Pendidikan seksual pada anak memang masih menuai pro dan
kontra dalam masyarakat dusun Semagu. Dusun Semagu merupakan
wilayah dari desa Koripan. Dusun Semagu terdiri dari 5 RT dengan jumlah
penduduknya kurang lebih 906 orang. Masyarakat dusun Semagu tentu
saja seperti warga dusun yang lainnya, di mana mereka memiliki latar
belakang pendidikan yang beragam, jenis pekerjaan, jenjang sosial atau
status sosial, segi ekonomi, dan masih banyak yang lainnya. Hal inilah
yang menimbulkan pro dan kontra terhadap adanya pendapat tentang
pendidikan seksual. Adapun pihak yang kontra dengan pendidikan seksual
pada anak menganggap bahwa dengan diberikannya pendidikan seksual
pada anak justru akan membangkitkan niat anak untuk melakukan
hubungan seksual pranikah. Sedangkan pihak pro memandang sebaliknya,
bahwa pendidikan seksual pada anak dapat mencegah anak melakukan
hubungan seksual pranikah. Pihak ini menambahkan bahwa pendidikan
seksual yang diberikan kepada anak tidak melulu tentang hubungan
seksual, namun lebih mengarahkan anak kepada pengetahuan tentang alat
reproduksi, pentingnya, serta cara menjaga dan menghindarinya dari
masalah. Pendidikan seksual juga mengajarkan kepada anak bagaimana
cara mengenali serta mengelola gejala-gejala seksual yang secara alamiah
7
sebagai suatu pendidikan yang berkaitan dengan seksualitas sehingga anak
mengetahui jati diri mereka sebagai laki-laki dan perempuan. Hal ini
dianggap perlu melihat fenomena kekerasan seksual pada anak dan
hubungan seksual pranikah yang semakin merajalela.
Akhirnya, peran agama dalam memberikan pendidikan seksual
kepada anak sangat diharapkan. Pemberian pendidikan seksual pada anak
hendaknya dibarengi dengan ilmu agama dan etika yang baik. Islam adalah
suatu agama yang mengajarkan tentang norma-norma yang mengatur kita
mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, juga apa yang harus
dan tidak seharusnya dilakukan. Mengajarkan norma agama berarti suatu
upaya mendekatkan anak pada kebesaran sang Pencipta. Sehingga anak
akan mengalami segala sesuatunya dari berbagai sudut pandang yang
sesuai dengan ajaraan agama Islam. (Hilman Al-Madani, 2005 : 67)
Islam juga sangat menganjurkan pemeluknya untuk mendapatkan
dan memberikan pendidikan seksual. Hal ini dapat kita lihat dalam Al-
Quran Surat An-Nur ayat 30 (Tafsir Muyassan, 2007: 17), yaitu:
ىَك ْزَأ َكِلَذ ْمُهَجوُرُف اوُظَفْحَيَو ْمِه ِراَصْبَأ ْنِم اوُّضُغَي َنيِنِمْؤُمْلِل ْلُق
َنوُعَنْصَي اَمِب ٌريِبَخ َ َّللَّا َّنِإ ْمُهَل
Artinya : "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”(An Nur : 30).
8
Dari ayat di atas kita dapat mengetahui bahwa Allah memerintah
makhluk-Nya untuk menjaga pandangan dan memelihara kemaluannya.
Hal ini sangat penting untuk menjaga kesucian. Selaras dengan ayat
tersebut, pendidikan seksual juga mengajarkan pada anak bagaimana cara
mengelola dorongan seksual yang memang ada dalam diri setiap insan.
Melihat berbagai fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk
mengetahui lebih dalam tentang “PERSEPSI MASYARAKAT DUSUN
SEMAGU TERHADAP PENDIDIKAN SEKSUAL DALAM
KELUARGA”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pendidikan seksual dalam keluarga di dusun Semagu?
2. Bagaimanakah persepsi orang tua di dusun Semagu tentang pendidikan
seksual dalam keluarga?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pendidikan seksual dalam keluarga di dusun
Semagu.
b. Untuk mengetahui persepsi orang tua di dusun Semagu tentang
9
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak baik
secara teoristis maupun secara praktis.
1. Secara Teoritis
Secara teoristis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas
bagi orang tua dan memberikan wawasan serta pengetahuan tentang
perilaku remaja yang menyimpang dan pentingnya pendidikan seksual
dalam keluarga.
Penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya yang
tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang pendidikan seksual
terutama dalam lingkungan keluarga.
2. Secara Praktis
a. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan serta
wawasan yang lebih tinggi kepada penulis tentang hakikat persepsi
masyarakat dusun Semagu terhadap pendidikan seksual dalam
keluarga.
b. Bagi Orang Tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
mengetahui perilaku seksual remaja, sehingga orang tua dapat
melakukan langkah-langkah yang lebih lanjut dan bermanfaat dalam
10
sebagai acuan cara membina perilaku anak terutama dari keluarga
dalam menjalin hubungan dengan anak-anaknya atau hubungan
sosial masyarakat.
c. Bagi Pendidik
Sebagai informasi bagi calon guru dan para pendidik dalam
rangka mensukseskan tujuan pendidikan nasional, khususnya
pendidikan agama.
d. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, mencetak generasi
muda yang terdidik dan maju.
e. Bagi Remaja
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman anak
remaja bahwa pendidikan atau pengetahuan tentang seksualitas
merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah
penyalahgunaan seksual, khususnya untuk mencegah
dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan.
Penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangan ilmiah bagi
wahana perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi remaja
terutama yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja.
E. Pembatasan Masalah
Untuk membantu penulis dalam melakukan penelitian, maka
11
masalah sangat penting untuk mempertajam dan mengfokuskan masalah
yang akan diteliti oleh penulis. Penulis memberikan batasan pembahasan
pendidikan seksual di sini hanya pada pendidikan seksual yang dilakukan
dalam kalangan keluarga. Subjek penelitian yang diambil oleh penulis
adalah 8 orang tua atau keluarga yang ada di dusun Semagu, desa Koripan,
kecamatan Susukan. Dusun Semagu adalah suatu dusun kecil dengan 5
RT. Penulis mengambil 2 keluarga dari masing-masing RT untuk
dijadikan sampel 8 keluarga yang diambil mempunyai anak yang usianya
berkisar antara 6-17 tahun. Latar belakang mereka baik secara sosial,
ekonomi, dan pendidikan dari masing-masing keluarga yang diteliti
berbeda-beda.
F. Definisi Opersional
Untuk lebih mempertegas dan memperjelas tentang judul skripsi
ini, serta untuk menghindari salah pengertian, maka perlu diuraikan
beberapa penegasan istilah yang bersangkut paut dengan uraian ini, yaitu:
1. Persepsi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga urgensi
diartikan sebagai suatu keharusan yang mendesak, hal yang sangat
12
2. Pendidikan Seksual
a. Pendidikan
KBBI edisi ketiga mengartikan pendidikan sebagai proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan: proses, cara, perbuatan mendidik. (KBBI, 2007: 437)
b. Seksual
Menurut Marzuki Umar Sa’abah (2001:245) mendefinisikan
seksual menjadi dua definisi, yaitu:
a. Dalam arti sempit merupakan jenis kelamin itu sendiri, ciri-ciri
badaniah yang membedakan antara laki-laki dan perempuan,
hormon-hormon dalam tubuh dan proses pembuahan.
b. Dalam arti luas yaitu mempunyai makna sebagai akibat adanya
perbedaan jenis kelamin, antara lain: tingkah laku, peredaan
atribut, perbedaan peranan, dan hubungan antara laki-laki dan
perempuan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan kedua makna
tersebut. Jadi peneliti menggabungkan antara pengertian seksual
dalam arti sempit dan juga dalam arti luas. Sehingga seksual yang
dimaksud penulis dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang
berkenaan dengan jenis kelamin baik secara badaniah ataupun
13
Dari kedua istilah di atas dapat diartikan bahwa pendidikan
seksual adalah proses mendidik, membimbing serta mengasuh
seseorang agar mengerti tentang arti, fungsi dan tujuan seksual,
sehingga ia dapat menyalurkannya ke jalan yang legal.
Pendidikan seksual yang dimaksud dalam skripsi ini adalah
proses bimbingan dan pengarahan orang tua agar anak-anak mengerti
tentang arti, fungsi, dan tujuan seksualitas, sehingga dapat
menyalurkannya ke jalan yang benar.
Dengan demikian, pendidikan seksual selain berkaitan
dengan fungsi alat reproduksi, juga disertai dengan pananaman moral,
etika, serta komitmen agama agar tidak terjadi penyalahgunaan organ
reproduksi tersebut.
4. Keluarga
Keluarga dalam KBBI, (2007: 237) diartikan sebagai ibu dan
bapak serta anak-anaknya seisi rumah. Sedangkan menurut KUBI,
(1982: 245) keluarga diartikan sebagai sanak saudara, kaum kerabat.
Dalam kaitannya dengan pendidikan seksual keluarga yang dimaksud di
sini lebih diarahkan kepada orang tua khususnya ibu.
Dalam buku yang berjudul Islam dan Pendidikan Seks anak yang
ditulis oleh Ayip Syafruddin (1991: 19-20) dipaparkan bahwa sudah
menjadi kewajiban bagi para oang tua untuk mengarahkan
14
kewaspadaan dari para orang tua dalam mendidik anak sangat dituntut
peranannya.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Skripsi ini mempunyai tujuan untuk mengetahui bagaimanakah
persepsi masyarakat dusun Semagu terhadap pendidikan seksual dalam
keluarga. Penulis memandang hal itu sangat penting karena berbagai
kasus kekerasan seksual dan penyimpangan seksual yang dilakukan
oleh anak. Sedang penulis memandang bahwa keluarga merupakan
tempat pertama anak memperoleh pendidikan. Sehingga penulis
memandang bahwa pendidikan seksual dalam keluarga sangat penting.
Anggapan penulis tersebut tentu saja perlu dibuktikan dan diuji lebih
lanjut agar memperoleh penjelasan yang mendalam sesuai dengan
realita yang ada dalam masyarakat. Dengan alasan tersebut, penulis
menggunakan metode penelitian kualitatif dalam skripsi ini.
Moleong (2011: 6) mendefinisikan metode penelitian kualitatif
adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya: perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
15
Bogdan dan Taylor (Upe dan Damsid, 2010: 74) mengartikan
metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis / lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Hal ini juga diperkuat oleh
Denzin dan Lincoln (1994: 37) yang menyatakan bahwa kata kualitatif
menyiratkan pada makna dan proses, bukan pada pengukuran dan
pengujian secara kaku (rigid).
Berdasarkan definisi di atas, penulis memandang bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang paling tepat untuk menggali lebih
dalam tentang persepsi masyarakat dusun Semagu terhadap pendidikan
seksual dalam keluarga. Analisis dalam penelitian ini berbentuk
deskriptif yang sesuai dengan fenomena, fakta, dan kejadian yang
dialami oleh individu yang diteliti. (Zuriah, 2007: 47). Hal tersebutlah
yang menjadi dasar penggunaan metode penelitian kualitatif dalam
skripsi ini.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian yang berdasarkan kualitatif ini, penulis
menggunakan berbagai teknik pengumpulan data, yaitu wawancara dan
dokumentasi. Kedua teknik ini digunakan dalam rangka memperoleh
informasi yang saling melengkapi. Kedua teknik penelitian tersebut
16
a. Wawancara (Interview)
Lincoln dan Guba (Syamsudin dan Damaianti, 2015: 75)
mendefinisikan wawancara sebagai suatu percakapan dengan tujuan
untuk memperoleh konstruksi yang terjadi sekarang tentang orang,
kejadian, aktifitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan,
kerisauan, dan sebagainya yang berdasarkan pengalaman masa lalu
dan diharapkan terjadi pada masa yang akan datang, dan verifikasi,
pengecekan, dan pengembangan informasi yang telah didapat
sebelumnya.
Pada penelitian ini wawancara merupakan strategi utama dalam
pengumpulan data. Jenis wawancara yang digunakan adalah
wawancara terbuka. Sehingga pewawancara memberikan kebebasan
diri dan mendorong orang yang diwawancara untuk berbicara secara
luas dan mendalam.
Pada penelitian ini, penulis akan mewawancarai orang tua
khusunya ibu dari 8 keluarga yang mempunyai anak usianya berkisar
6-17 tahun tentang anggapan mereka mengenai pendidikan seksual
dalam keluarga. Melalui wawancara tersebut penulis berharap dapat
memperoleh penjelasan tentang anggapan dan opini mereka.
Sehingga penulis dapat mengembangkan masalah dalam skripsi ini
secara lebih mendalam.
17
Syamsudin dan Damaianti (2015:108) menyebutkan bahwa
teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dari
sumber non manusia yang terdiri atas dokumen dan rekaman.
Lincolin dan Guba (1985: 45) menambahkan bahwa yang dimaksud
rekaman adalah setiap tulisan atau pertanyaan yang dipersiapkan
oleh atau untuk individu atau organisasi dengan tujuan membuktikan
adanya suatu peristiwa. Dalam memperoleh data dokumentasi
penulis mengambil gambar secara langsung pada saat dilakukannya
wawancara.
3. Analisis Data
Bogdan dan Biklen (Syamsudin dan Damaianti, 2015) mengatakan
bahwa analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara
sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan
lainnya yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap
bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan semuanya kepada
orang lain. Terdapat berbagai model dalam analisis data, dan penulis
menggunakan analisis data model Miles dan Huberman dalam
mengolah dan menganalilis datanya.
Miles dan Huberman (Upe dan Damsid, 2010: 126)
mengungkapkan bahwa analisis data meliputi data reduction, data
18
a. Data Reduction
Data reduction adalah pemilihan informasi yang diperoleh dari
data collection. Data collection biasanya berupa narasi yang panjang,
untuk mempermudah penulis mengolah data maka data tersebut perlu
dibentuk uraian atau laporan terperinci. Reduksi data (data reduction)
juga dapat diartikan sebagai pengolahan data yaitu proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan,
serta mengfokuskan pada hal-hal penting dari sejumlah data
lapangan yang telah diperoleh, sekaligus mencari polanya. (Upe dan
Damsid, 2010: 126)
b. Data Display
Data display adalah penyajian data dalam berbagai bentuk.
Bentuk yang tersaji dapat berupa tabel, presentase, grafik, dan
sejenisnya. Dalam penelitian kualitatif data paling sering disajikan
dalam bentuk teks yang bersifat naratif yang bersumber dari petikan
wawancara, hasil observasi, maupun dokumentasi.
c. Conclusion: Drawing and Verifying
Conclusion dapat diartikan sebagai proses penarikan
kesimpulan. Dalam menarik kesimpulan diperlukan pendalaman data
secara interaktif hingga ditemukan kesimpulan yang benar-benar
kredible, tingkat keteralihan yang tinggi, konsisten, dan ketika
19
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam skripsi ini terdapat 5 bab, yaitu: Pendahuluan, kajian
pustaka, hasil penelitian, analisa dan pembahasan, serta penutup.
Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini mengandung latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, pembatasan masalah, penegasan istilah, metode penelitian,
dan sistematika penulisan skripsi.
Bab kedua yakni kajian pustaka. Dalam bab ini penulis akan
memberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang pengertian,
peranan, dan tujuan pendidikan seksual pada anak. Penulis juga
membahas tentang perkembangan seksual pada anak serta peran
keluarga bagi anak dalam pendidikan seksual sesuai perspektif Islam.
Bab ketiga adalah hasil penelitian. Pada bab ini penulis
mengungkapkan berbagai data dan temuan yang penulis dapati ketika
melakukan penelitian.
Bab keempat yakni analisis dan pembahasan. Di sini penulis
membahas dan menganalisis lebih dalam segala data dan temuan yang
diperoleh dari penelitian.
Bab kelima yakni penutup. Dalam bab ini penulis memberikan
kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan memberikan
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah tanggapan langsung atas sesuatu (Fajri dan Senja,
2004: 470). Persepsi juga diartikan sebagai proses menerima,
menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan
memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau data. (Sobur,
2009: 446)
Menurut Walgito (1990: 53), persepsi adalah suatu proses yang
didahului oleh penginderaan dari penginderaan itu individu akan
memperoleh stimulus atau rangsangan yang kemudian diorganisasikan
dan diinterprestasikan sehingga individu dapat mengenali dirinya
sendiri dan keadaan sekitar.
B. Masyarakat
1. Pengertian Masyarakat
Menurut Selo Sumarjan dalam bukunya Soekanto, masyarakat
adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan
kebudayaan. (Soekanto, 1988: 20)
Masyarakat juga diartikan sebagai kumpulan individu atau
kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama.
21
2. Unsur-unsur Masyarakat
Adapun unsur-unsur masyarakat, antara lain:
a. Manusia yang hidup bersama, di dalam ilmu sosial tidak ada
ukuran mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan
beberapa jumlah manusia yang harus ada akan tetapi secara teoritis
harus terdiri dari minimal 2 orang yang hidup bersama.
b. Barcampur dalam waktu yang lama
c. Menyadari bahwa mereka satu kesatuan
d. Menimbulkan kebudayaan karena adanya keterkaitan antara satu
anggota dengan anggota yang lainnya. (Soekanto, 1988: 21)
C. Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual berasal dari dua kata yaitu pendidikan dan seksual.
Kedua kata tersebut akan dibahas lebih lanjut di bawah ini:
1. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Kata pendidikan bila ditinjau dari segi bahasa Arab yaitu
“tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Secara istilah pendidikan
berarti pembinaan, pimpinan, dan pemeliharaan terhadap perilaku
atau kepribadian seseorang. (Zakiah Daradjat, 2011: 25-27)
Adapun pendapat lain tentang pengertian pendidikan.
Pendidikan secara filosofis adalah pemikiran manusia terhadap
masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun
22
spekulatif, rasional empirik, rasional filosofik maupun histori
filosofik. Pendidikan dalam arti praktek yaitu suatu proses
pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi-potensi
yang dimiliki subjek didik untuk mencapai pengembangan optimal,
serta membudayakan manusia melalui proses transformasi yang
utama. (HM.Chabib Thoha, 1996: 99)
Dalam UUSPN pendidikan diartikan sebagai usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang. (HM.Chabib Thoha, 1996: 99)
Lain halnya dengan Moh. Roqib (2009: 18) menyebutkan
pendidikan adalah usaha atau proses perubahan dan perkembangan
manusia menuju ke arah yang lebih baik dan sempurna.
b. Landasan Pendidikan
Pada dasarnya landasan pendidikan yang sesuai dengan
ajaran Islam yaitu harus berdasarkan Al Quran dan Sunah Nabi
Mahumammad SAW.
Al Quran merupakan firman Allah berupa wahyu yang
disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.
Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang berupa aqidah atau
keimanan dan syari’ah atau berhubungan dengan amal. (Zakiah
23
Di dalam Al Quran terdapat banyak ajaran yang berisi
prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan
itu. Sebagai contoh dapat dibaca kisah Lukman mengajari anaknya
dalam surat Lukman ayat 12 sampai dengan 19. Secara garis besar
pada surat tersebut menjelaskan tentang iman, akhlak ibadat, sosial
dan ilmu pengetahuan. Ini hanya contoh kecil saja, masih banyak
ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan tentang pendidikan. Oleh
karena itu pendidikan Islam harus berlandaskan sumber utama
yaitu Al Quran. (Zakiah Daradjat, 2011: 20)
Selain Al Quran, landasan yang kedua yaitu As Sunnah. As
Sunnah ialah segala perkataan, perbuatan, atau pengakuan rasul
Allah SWT. Yang dimaksud pengakuan itu adalah kejadian atau
perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau
membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Seperti Al
Quran, As Sunnah juga berisi aqidah dan syariah. Sunnah berisi
petunjuk untuk kemashlatan hidup manusia seutuhnya atau muslim
yang bertakwa. (Zakiah Daradjat, 2011: 20-21)
Jadi dalam mengajarkan pendidikan harus senantiasa
berlandaskan Al Quran dan As Sunnah.
c. Lembaga Pendidikan
1) Pengertian Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan merupakan institusi, media, forum, atau
24
terselenggaranya proses pembelajaran, baik terstruktur maupun
secara tradisi yang telah diciptakan sebelumnya (Moh. Roqib,
2008: 121). Hal ini berarti lembaga pendidikan dijadikan
sebagai tempat atau sarana untuk memberikan pendidikan.
2) Macam-macam Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan secara garis besar dapat dibagi menjadi 2
bagian, yaitu:
a) Lembaga pendidikan formal
Lembaga pendidikan formal sering kali dikaitkan dengan
sekolah dan perguruan tinggi, di mana di dalamnya
memiliki tujuan, sistem, kurikulum, gedung, jenjang dan
jangka waktu yang tersusun rapi dan lengkap.
b) Lembaga pendidikan nonformal
Lembaga pendidikan nonformal merupakan lembaga yang
keberadaannya di luar lingkungan sekolah dan perguruan
tinggi. Adapun yang termasuk dalam lembaga ini yaitu
keluarga dan masyarakat. (Moh. Roqib, 2009: 122)
Lembaga ini tentu saja sangat berperan penting dalam
pendidikan.
d. Tujuan Pendidikan
Menurut Zakiah Daradjat (2011: 29) tujuan pendidikan yaitu
bukan hanya suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi
25
berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. Zakariah Daradjat
dalam bukunya menjelaskan bahwa tujuan pendidikan terbagi atas
4 tujuan, yaitu:
1. Tujuan umum, tujuan yang hendak dicapai dalam segala hal
kegiatan pendidikan.
2. Tujuan sementara, tujuan yang hendak dicapai setelah anak
didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan
dalam suatu pendidikan formal.
3. Tujuan operasional, tujuan praktis yang akan dicapai dengan
sejumlah kegiatan pendidikan dengan segala alat dan bahan
yang sudah dipersiapkan untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Tujuan akhir, pendidikan akan berlangsung selama hidup dan
digunakan sebagai bekal di akhir hidup nanti.
Adapun tujuan pendidikan menurut Imam Ghazaly (1986:
24) dibagi menjadi 2, antara lain:
1. Insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah
SWT.
2. Insan purna yang bertujuan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tujuan pendidikan merupakan inti dalam pendidikan dan
saripati dari seluruh renungan pedagogik (Moh. Roqib, 2009: 25).
Jadi semua aktifitas pendidikan tercantum dalam pembelajaran
26
e. Fungsi Pendidikan
Adapun fungsi pendidikan yaitu untuk menumbuhkan
kreativitas peserta didik dan menanamkan nilai baik (HM.Chabib
Thoha, 1996: 59). Dengan adanya pendidikan diharapkan
nilai-nilai yang baik bisa tertanam dalam diri seseorang.
2. Seksual
Seksual dalam KBBI, (2007: 627) adalah sesuatu yang berkenaan
dengan seks atau jenis kelamin. Jadi dalam penelitian ini seksual yang
dimaksud oleh penulis adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan
jenis kelamin dari sisi pengenalan, pemeliharaan dan pencegahan dari
gangguan-gangguan luar.
3. Pendidikan Seksual
a. Pengertian Pendidikan Seksual
Definisi pendidikan seksual menurut para ahli, antara lain:
Menurut Moh. Roqib (2009: 214), pendidikan seksual secara
terminologi adalah merupakan upaya transfer pengetahuan dan
nilai (knowledge and values) tentang fisik-genetik manusia dan fungsinya, khususnya yang terkait dengan jenis (sex) laki-laki dan perempuan sebagai kelanjutan dari kecenderungan primitif
makhluk hewan dan manusia yang tertarik dan mencintai lawan
jenisnya. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran,
dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan
27
kebiasaan yang tidak Islami serta menutup segala kemungkinan
yang mengarah kehubungan seksual terlarang. Pengarahan dan
pemahaman yang sehat tentang seks dari aspek kesehatan fisik,
psikis, dan spiritual.
Ali Akbar mengemukakan, sebagaimana dikutip oleh Hunaina
(2002: 22) bahwa pendidikan seksual ialah suatu usaha untuk
mendidik nafsu syahwat sesuai dengan ajaran Islam, supaya
menjadi nafsu yang di-Rahmati oleh Allah guna menciptakan
suasana ketenangan dan kebahagiaan rumah tangga, tempat
mendidik keturunan yang taat kepada Allah dan supaya manusia
menjauhi zina.
Abdul Aziz Qussy dalam Hunaina (2002:23) mengatakan
pendidikan seksual adalah pemberitahuan pengalaman yang benar
kepada anak agar dapat membantunya dalam menyesuaikan diri
dalam kehidupannya di masa depan sebagai hasil dari pemberian
pengalaman sehingga dia akan memperoleh sikap mental yang baik
terhadap masalah seks dan masalah keturunan.
Dari beberapa pengertian seks tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendidikan seksual dalam Islam adalah upaya
pengajaran, penyadaran, dan penjelasan secara islami tentang
masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak, serta
28
terlarang. Lebih simpel lagi pendidikan seks adalah upaya transfer
pengetahuan dan nilai tentang masalah-masalah seksual.
b. Tujuan Pendidikan Seksual
Tujuan pendidikan seksual untuk anak secara garis besar
dijelaskan oleh Moh. Roqib (2009: 215-216) yaitu:
1. Membantu anak mengetahui topik-topik biologis, seperti
pertumbuhan, masa puber, kehamilan, dan menyusui.
mmmm
2. Mencegah anak-anak dari tindakan kekerasan seksual.
3. Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat
tindakan seksual.
4. Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan.
5. Mendorong hubungan sosial yang baik antarlawan jenis.
6. Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan
seksual (sexual intercourse).
7. Mengurangi kasus infeksi kelamin melalui seks.
8. Membantu pemahaman tentang peran laki-laki dan perempuan
dalam relasi suami-istri dan dalam pergaulan di masyarakat.
c. Materi Pendidikan Seksual
Moh. Roqib (2009: 220) menyatakan bahwa di antara
materi pendidikan seks yang dapat diberikan kepada anak meliputi
29
1. Perbedaan anatomi dan fisiologi laki-laki dan perempuan serta
akibat hukum dan sosialnya.
2. Khitan bagi laki-laki dan perempuan.
3. Sikap maskulinitas dan femininitas.
4. Status orang dalam keluarga.
5. Aurat, merawat tubuh, berhias, dan berpakaian.
6. Pergaulan sesama jenis dan antarjenis kelamin.
7. Tidur dan bercengkerama dalam keluarga.
8. Jima’ (bersenggama) dan kesehatan reproduksi (seks dan media
massa, obat pembangkit seks, teknik seks, kehamilan,
kelahiran, dan menyusui).
9. Problematika seksual (kekerasan seksual, masturbasi,
homoseksual, disfungsi seksual, dan eksploitasi seksual).
10.Keluarga berencana (KB) dan alat kontrasepsi (kesuburan,
kehamilan remaja dan manula, abortus, dan puasa seks).
d. Fase Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual sangat penting untuk diajarkan ke anak,
namun dengan memperhatikan fase-fase perkembangan anak
sebagai berikut:
1. Fase pertama
Fase ini terjadi pada saat anak usia 7-10 tahun, sehingga anak
masih perbutas/tamyiz. Pada masa ini hendaknya anak
30
2. Fase kedua
Fase ini terjadi ketika anak usia 10-14 tahun. Pada masa ini
disebut masa peralihan pubertas, hendaknya anak dijauhkan
dari rangsangan seksual.
3. Fase ketiga
Fase ini terjadi pada saat anak usia 14-16 tahun. Saat usia ini,
anak sudah baligh sehingga ketika anak sudah ingin menikah
hendaknya diberikan pengarahan dan penjelasan adab
menikah.
4. Fase keempat
Fase ini terjadi ketika anak berusia 16 tahun ke atas. Pada masa
ini apabila anak belum siap untuk menikah maka diberikan
penjelasan cara bersuci dan menjaga diri. (Nasih Ulwan, 1998:
572)
e. Faktor Penyimpangan Seksual
Berikut adalah faktor-faktor penyebab munculnya penyimpangan
seksual, antara lain:
1. Kefakiran yang menaungi sebagian rumah
Kemiskinan merupakan faktor yang sangat utama
menimbulkan penyimpangan seksual. Mana kala seseorang
dilahirkan di keluarga yang miskin, maka hal ini akan
31
layak. Pada saat pencarian inilah, kebanyakan dari mereka
terjerumus ke hal-hal yang negatif. (Nasih Ulwa: 1996: 97)
2. Ketidaktahuan orang tua terhadap pendidikan seksual
Orang tua yang tidak mengetahui tentang pendidikan seksual
akan menimbulkan dampak penyimpangan pada anak, karena
anak tidak mungkin dapat mengetahui hukum-hukum aurat,
istinja’, mandi, haid, masalah menutup aurat, melihat lawan
jenis, dan ijin ketika hendak memasuki kamar orang lain
sebelum mereka mencapai usia baligh. Maka dari itu,
pendidikan sangat berperan penting agar orang tua mengetahui
pendidikan seksual. (Yusuf Madan, 2004: 66)
3. Perselisihan dan konflik antara orang tua
Orang tua yang sering bertengkar ketika anak sering
mengetahui pertengkaran tersebut akan berdampak pada diri
mereka yaitu psikis mereka. (Nasih Ulwa: 1996: 98)
4. Rangsangan seksual sehari-hari dalam keluarga
Rangsangan seksual ini berhubungan dengan aktifitas yang
dilakukan oleh keluarga. Mana kala anak mulai menginjak
masa pubertas, anak terkadang melihat aktifitas seksual orang
tuanya atau keluarganya. Namun orang tua tidak mengetahui
dikarenakan ketidaktahuan mereka atau kelalaian mereka.
32
5. Perceraian
Perceraian merupakan hal yang mempengaruhi jiwa dan
perkembangan anak, karena pada dasarnya anak sangat
membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. (Nasih
Ulwa: 1996: 99)
6. Anak tidak terbiasa meminta ijin
Tidak adanya latihan dari orang tua ke anak untuk meminta ijin
dalam hal apapun ketika hendak memasuki kamar orang tua
menjadi awal munculnya penyimpangan seksual, karena ketika
anak hendak memasuki ruangan tanpa ijin sehingga tidak
jarang orang tua yang sedang melakukan aktifitas seksual
terlihat oleh anaknya sekalipun orang tua sudah berusaha untuk
menutupinya. Namun, hal tersebut tetap membekas dalam
pikiran anak. Oleh sebab itu, anak berkeinginan untuk melihat
kembali aktifitas tersebut. (Yusuf Madan, 2004: 69)
7. Memanfaatkan waktu luang anak dan remaja
Pemanfaatan waktu yang luang bagi remaja dan anak-anak
yang sering keliru akan mengakibatkan hal yang negatif,
seperti bermain dengan teman yang buruk akhlaknya,
membaca buku porno, melihat film-film, dll. (Nasih Ulwa,
33
8. Pergaulan negatif dan kawan-kawan yang jahat
Pergaulan sangat menentukan perilaku seseorang. Jadi jika
pergaulan dan temannya tidak baik, maka akan menimbulkan
hal yang buruk pula pada perilaku seseorang. (Nasih Ulwa,
1996: 114)
9. Berdekatan tempat tidur
Himpitan ekonomi dan sempitnya tempat tinggal memaksa
orang tua untuk mengumpulkan anak-anaknya dalam satu
kamar. Sehingga ketika anak sudah baligh akan mendatangkan
rangsangan-rangsangan seksual. (Yusuf Madan, 2004: 71)
10.Buruknya perilaku orang tua terhadap anak
Jika perilaku orang tua terhadap anak sangat buruk, maka anak
akan merasa tidak nyaman dan terhina sehingga anak akan
mencari perlindungan untuk mendapatkan kasih sayang demi
kenyamanannya. (Nasih Ulwa, 1996: 117)
11.Melarang anak kecil bertanya seputar seks
Larangan orang tua terhadap anak untuk menanyakan seputar
seks akan berakibat pada rasa keingintahuan anak terhadap hal
tersebut sangat besar. Sehingga mereka senantiasa berusaha
berpikir dan mencari sendiri terkait seputar seks. (Yusuf
34
12.Menonton film kriminal dan seks
Melihat film kriminal dan seks/porno akan menimbulkan
kematangan seks pada seseorang lebih cepat sehingga
keinginan seseorang untuk melakukan seksual lebih besar.
(Nasih Ulwa, 1996: 121)
Hal ini terjadi karena pengabaian orang tua terhadap media
informasi, seperti: kecanggihan tekonologi di jaman sekarang
ini. (Yusuf Madan, 2004: 81)
13.Ciuman dan persentuhan organ seks
Ciuman dan persentuhan akan mendatangkan rangsangan pada
seseorang. Sehingga ciuman dan persentuhan ini hendaknya
diajarkan pada anak ketika usia 6 tahun agar tidak
melakukannya pada siapapun. (Yusuf Madan, 2004: 80)
14.Berjangkitnya pengangguran di masyarakat
Pengangguran akan mengakibatkan pada seseorang melamun
dan berpikir hal-hal yang buruk karena mereka tidak
mempunyai kegiatan. (Nasih Ulwa, 1996: 123)
15.Kelalaian orang tua terhadap pendidikan anak
Orang tua yang lalai terhadap pendidikan anak-anaknya, tidak
peduli, tidak ada perhatian sama sekali atas perkembangannya
tentu saja akan menimbulkan hal atau dampak yang
35
16.Musibah keyatiman
Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan faktor perceraian.
Hanya saja jika yatim bercerai karena meninggal. Oleh sebab
itu akan meyebabkan kelemahan ekonomi pada keluarga
tersebut. (Nasih Ulwa, 1996: 131)
f. Dampak Penyimpangan Seksual
Adapun dampak dari penyimpangan seksual, antara lain:
1. Bagi kesehatan
Bagi kesehatan penyimpangan seks akan mengakibatkan
dampak negatif, sebagai berikut:
a) Penyakit kencing nanah
b) Penyakit sipilis
c) Penyakit kanker kelamin
d) Penyakit kematangan seks terlalu dini
2. Bagi psikis dan moral
Untuk psikis dan moral, penyimpangan seks berdampak
sebagai berikut:
a) Penyakit homo seksual dan lesbian
b) Penyakit gila seks
3. Bagi sosial
a) Terancamnya keluarga dari kepunahan (akibat tidak
menikah)
36
c) Berada dalam kesengsaraan
d) Terputusnya hubungan kekeluargaan dan kekerabatan
4. Bagi ekonomis
a) Lemahnya diri
b) Sedikitnya pendapatan, karena dihambur-hamburkan
c) Pencarian rejeki yang tidak halal
5. Bagi agama dan ukrawi
Orang-orang yang melakukan penyimpangan seksual
(berzina) akan mendapatkan azab yang pedih dari Allah SWT,
dimasukkan dalam neraka, dan akan diberikan siksa yang
berlipat ganda. (Nasih Ulwan: 1998: 643)
g. Strategi Pendidikan Seksual
Adapun strategi atau teknik dalam memberikan pendidikan
seksual menurut Kriswanto dalam bukunya Moh. Roqib (2009:
217), sebagai berikut:
1. Membantu anak agar ia nyaman dengan tubuhnya.
2. Memberikan sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka
merasakan kasih sayang dari orang tuanya secara tulus.
3. Membantu anak memahami perbedaan perilaku yang boleh
dan tidak boleh dilakukan di depan umum, seperti: anak saat
selesai mandi harus kembali mengenakan baju di dalam kamar
mandi atau di dalam kamar. Anak diberi tahu tentang
37
4. Mengajar anak untuk mengetahui perbedaan anotomi tubuh
laki-laki dan perempuan.
5. Memberikan penjelasan tentang proses perkembangan
manusia.
6. Memberikan pemahaman tentang fungsi anggota tubuh secara
wajar yang mampu menghindarkan diri dari rasa malu dan
bersalah atas bentuk serta fungsi tubuhnya sendiri.
7. Mengajarkan anak untuk mengetahui nama-nama yang benar
pada setiap bagian tubuh dan fungsinya.
8. Membantu anak memahami konsep pribadi dan mengajarkan
kepada mereka kalau pembicaraan seks adalah bersifat pribadi.
9. Memberi dukungan dan suasana kondusif agar anak mau
berkonsultasi kepada orang tua menyangkut hal-hgal yang
berkaitan dengan seks.
10.Teknik pendidikan seks juga bisa ditambahkan dengan
memberikan pemahaman kepada anak tentang susunan
keluarga/nasab sehingga memahami struktur social dan ajaran
agama yang terkait dengan pergaulan laki-laki dan perempuan.
Saat anak sudah bisa menalar struktur keluarga tersebut maka
orang tua bisa mengaitkannya dengan pelajaran fiqih.
11.Membiasakan menggunakan pakaian yang sesuai dengan jenis
38
melaksanakan shalat sehingga akan mempermudah anak
memhami dan menghormati anggota tubuhnya.
Teknik pendidikan seks ini harus dilakukan dengan
menyesuaikan kemampuan dan pemahaman anak sehingga teknik
penyampaian dan bahasa amat perlu dipertimbangkan. (Moh.
Roqib, 2009: 220)
4. Keluarga
Keluarga sebagai lembaga nonformal untuk melakukan pendidikan
yang pertama dan utama. Di sinilah anak mulai diajarkan dan diberi arahan
oleh keluarga. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam hadist
riwayat Al-Bukhari dari Abu Hurairah ra. dijelaskan bahwa Rasulullah
saw. bersabda:
ِنَمْحَّرلا ِدْبَع ِنْب َةَمَلَس يِبَأ ْنَع ِ ي ِرْهُّزلا ْنَع ٍبْئِذ يِبَأ ُنْبا اَنَثَّدَح ُمَدآ اَنَثَّدَح
ُّلُك َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّللَّا ىَّلَص ُّيِبَّنلا َلاَق َلاَق ُهْنَع ُ َّللَّا َي ِضَر َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع
وُل ْوَم
ِلَثَمَك ِهِناَس ِ جَمُي ْوَأ ِهِناَر ِ صَنُي ْوَأ ِهِناَدِ وَهُي ُهاَوَبَأَف ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلوُي ٍد
َءاَعْدَج اَهيِف ىَرَت ْلَه َةَميِهَبْلا ُجَتْنُت ِةَميِهَبْلا
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin
'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu
menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang
39
padanya?” (Hadits Shahih Bukhari, no. 1296)
Hadist tersebut menegaskan jika setiap anak itu dilahirkan dalam
kedaan fitrah atau suci. Mereka tidak mengetahui apapun, sehingga orang
tuanyalah yang akan memberikan petunjuk dan arahan terhadap anaknya
sesuai dengan kehendak mereka. Jadi peran orang tua sangatlah besar dan
paling utama.
Berbicara pendidikan dalam keluarga, tentu saja kita tidak bisa
lepas dari sosok perempuan yaitu ibu. Perempuan (ibu) adalah pendidik
bangsa. Peran ibu sebagai pendidik tetap akan relevan, efektif, efisien, dan
merata pada setiap individu bangsa. Sebab, setiap anak tidak terlepas dari
peran ibunya (Moh. Roqib, 2009: 124). Oleh karena itu ibu mempunyai
40
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dusun Semagu, desa Koripan,
kecamatan Susukan. Lokasi ini dipilih karena sebelum mengajukan judul
skripsi ini saya selaku pengamat sudah melakukan pengamatan aktifitas
warga dusun Semagu. Pengamatan ini saya lakukan sejak bulan Februari
2015.
B. Keadaan Geografis di Dusun Semagu
Dusun Semagu merupakan salah satu dusun yang terdapat di desa
Koripan. Desa Koripan sendiri memiliki luas 506.957 Ha dengan batas
wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Dersansari
2. Sebelah Selatan : Sidoharjo - Susukan
3. Sebelah Barat : Kenteng
4. Sebelah Timur : Gentan - Muncar
Dusun Semagu terdiri dari 5 RT. Ketinggian tanah dari permukaan laut
berkisar 651 m. rata-rata curah hujan setiap tahunnya yaitu 360 Mm/Thn
dengan suhu udara rata-rata 28 derajat Celcius. Jarak pemerintahan desa
41
C. Struktur Organisasi Desa Koripan
Gambar 3. 1 Struktur Organisasi Desa Koripan
D. Keadaan Demografi di Dusun Semagu
Jumlah penduduk keseluruhan di desa Koripan yaitu 5694 orang
dengan jumlah sebesar 1462 Kepala Keluarga. Untuk warga dusun
Semagu sendiri terdiri dari kurang lebih 907 orang. Sebagian besar
penduduknya adalah bersuku Jawa sehingga bahasa sehari-hari bahasa
Jawa. Meskipun demikian mereka tetap menggunakan bahasa Indonesia
dalam komunikasi sesuai situasi dan kondisinya. Warga dusun Semagu
memiliki latar belakang yang beragam. Hal ini bisa ditinjau dari
42
1. Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin
Jumlah penduduk di dusun Semagu, bila dilihat menurut jenis kelamin
dimaksudkan untuk mengetahui besarnya jumlah penduduk yang
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Serta untuk mengetahui
jumlah Kepala Keluarga (KK) dalam suatu rumah tangga. Untuk lebih
jelasnya dalam mengetahui jumlah penduduk di Dusun Semagu dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. 1 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentasi
Laki-laki 440 48,5%
Perempuan 467 51,5%
Total 907 100%
2. Keagamaan
Untuk agama yang dianut oleh warga dusun Semagu, semuanya
muslim. Sampai saat ini belum ada agama lain memasuki wilayah
43
3. Keadaan Sarana dan Prasarana Transportasi
Untuk menunjang proses kegiatan sosial maupun kegiatan
ekonomi, maka sarana dan prasarana sangat penting keberadaanya. Hal
tersebut selain menunjang untuk kegiatan-kegiatan sosial ekonomi
tertentu, dapat pula mempengaruhi proses sarana pendistribusian
hasil-hasil usaha mereka yang dapat menghasil-hasilkan keuntungan-keuntungan
ekonomi jasa.
Makin lengkap sarana suatu desa maka dapat memudahkan dalam
memenuhi kebutuhan individu di dalam suatu masyarakat. Adapun di
Dusun Semagu biasanya memerlukan sarana dan prasarana untuk
menuju ke jalur utama, yaitu Klero dan Suruh. Beberapa sarana yang
menunjang proses kegiatan sosial ekonomi di Dusun Semagu antara
lain adalah angkot dan ojek. Angkot yang sering beroperasi dari pagi
hingga sore hanya yang ke arah Klero, sedangkan untuk ke arah Suruh
biasanya hanya pada saat pagi saja. Sedangkan untuk ojek kapanpun
bersedia dimulai dari pagi hingga sore.
4. Sarana Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk dalam suatu wilayah juga besar
dipengaruhi oleh sarana dan prasarana penunjang untuk penduduknya
dalam wilayah tersebut. Untuk itu keberadaan sekolah dengan tenaga
44
akhirnya membawa peningkatan kualitas yang lebih baik. Jenis
pendidikan umum yang ada antara lain dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. 2 Jumlah Sarana Pendidikan
Sarana Pendidikan Frekuensi Persentase
TK 1 33,33%
SD 1 33,33%
SLTP 1 33,33%
SMA - -
Perguruan Tinggi - -
Total 3 100%
5. Prasarana Kesehatan
Keberhasilan pembangunan suatu masyarakat dapat dilihat dari
sudut kesehatan semakin maju sarana penunjang kesehatan semakin
maju pula tingkat kesehatan masyarakatnya. Di dusun Semagu
memiliki 1 puskesmas. Puskesmas tersebut siap melayani warga dusun
45
6. Sarana Ibadah
Adapun sarana ibadah merupakan sarana utama untuk sebagai
pusat pengajaran keagamaan. Di dusun Semagu memiliki 1 masjid dan
5 mushola. Masjid terletak paling ujung yaitu di RT 1. Sedangkan
untuk musholanya, masing-masing RT terdapat 1 mushola.
Dengan seperti ini diharapkan tidak ada kecemburuan dalam
mereka menjalankan peribadahan dan mengamalkan ilmunya untuk
anak-anak/adik-adik yang ingin belajar mengaji khususnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dapat
digambarkan seperti berikut ini:
Gambar 3.2 Teknik Pengumpulan Data
Observasi
Data Display Dokumentasi
Data Reduction
46
Keterangan:
Pengamat melakukan observasi terlebih dahulu terhadap
narasumber yang akan diamati dengan melihat dari segi pendidikan dan
ekonomi. Adapun pembagiannya seperti berikut:
1. Segi Pendidikan
a) Pendidikan rendah, yaitu: SD dan sederajat
b) Pendidikan menengah, yaitu: SMP dan sederajat
c) Pendidikan atas, yaitu: SMA dan sederajat
d) Pendidikan tinggi, yaitu: Perguruan Tinggi dan sederajat
2. Segi Ekonomi
a) Ekonomi rendah dengan pendapatan kurang dari sejuta/bulan
b) Ekonomi sedang dengan pendapatan antara 1 juta – 2 juta/bulan
c) Ekonomi tinggi dengan pendapatan lebih dari 2 juta/bulan
Setelah mengobservasi dan sesuai dengan kriteria, maka menemui
narasumber kemudian meminta ketersediaannya untuk dilakukan
wawancara. Setelah itu kemudian mewawancarai narasumber dan
didokumentasikan dengan HP sebagai record, dan kamera untuk video.
47
F. Identitas Narasumber
Penelitian ini melibatkan narasumber-narasumber yang sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Kriteria tersebut dilihat dari jenjang
pendidikan, ekonomi dan jumlah anaknya. Faktor lainpun juga tidak bisa
ditinggalkan, seperti jenis pekerjaan. Sebelum melakukan penelitian,
informan menentukan narasumber yang ingin dijadikan sampel.
Pengamatan ini dilakukan jauh-jauh hari sebelum dilakukan wawancara.
Hal-hal yang diamati berupa aktifitas keseharian narasumber (terutama
orang tua). Hal ini dilakakukan agar mendapatkan hasil yang akurat.
Adapun identitas narasumber sebagai berikut:
1. Evi Novita (N1)
Evi Novita merupakan warga dusun Semagu, 004/004. Ia saat ini
berusia 29 tahun. Riwayat pendidikannya yang terakhir yaitu SMK. Ia
mempunyai seorang anak perempuan yang bernama Shelvira
Novyanata, saat ini SD kelas 2.
Evi termasuk seorang ibu yang tegas dan ulet. Dalam
kesehariannya, ia bekerja di pabrik. Setiap hari ia berangkat bekerja
pukul 06.30 dan pulangnya 18.15 WIB. Aktifitas ini rutin dilakukan.
Namun ada hal yang menarik di dalamnya, sebelum ia berangkat
bekerja, pukul 04.30 ia sudah bangun. Ia mulai aktifitas seperti
menyiapkan sarapan dan air hangat untuk mandi anak dan suaminya.
48
Sekitar pukul 05.30 saat sudah siap, ia membangunkan anaknya
dan suaminya untuk mandi. Kemudian jam 06.00 mereka sarapan
bersama. Nah, setelah selesai semuanya, suaminya mengantarkan anak
dan istrinya untuk sekolah dan bekerja.
Sedangkan suaminya sendiri, karena bekerjanya di pabrik juga dan
ada 2 shift yaitu pagi atau malam , maka ia tergantung jadwal
kerjanya.
Ketika anak ditinggal bekerja orang tuanya, ia diurus oleh
neneknya karena tempat tinggal mereka berdekatan. Sehingga aktifitas
anaknya dikontrol oleh neneknya.
Setelah orang tuanya pulang, baru anak kembali bersama orang tua.
Saat inilah yang digunakan orang tua untuk berbagi pengalaman dan
santai-santai sambil belajar.
2. Eva Farida (N2)
Eva Farida merupakan seorang warga dusun Semagu, 004/004. Ia
saat ini berusia 32 tahun. Riwayat pendidikan yang terakhir yaitu
SMK. Dalam kehidupannya ia bekerja di pabrik. Saat ini ia masih
tinggal bersama orang tuanya. Untuk suaminya sendiri menjadi
kondektur bus antar propinsi, sehingga jarang pulang. Ia mempunyai
seorang anak perempuan yang bernama Syifa Syahrani, saat ini SD
49
Eva setiap hari bekerja dari pagi sampai malam, kira-kira dari jam
06.30-18.30 WIB. Meskipun demikian, tidak lepas tagungjawab dari
pengasuhan anaknya. Saat ia bekerja, anaknya diasuh oleh orang
tuanya. Namun, ketika ia sudah pulang, ia mengurus segala kebutuhan
anaknya, baik yang mau dibuat bermain atau sekolah keesokan
harinya.
Disela-sela keletihannya setelah pulang bekerja, ia tetap
meluangkan waktu bersama anaknya, untuk bersenda gurau ataupun
membelajarinya. Setelah itu baru ia mencuci baju dan beristirahat.
3. Surani (N3)
Surani merupakan seorang warga dusun Semagu, 005/004. Ia saat
ini berusia 36 tahun. Adapun riwayat pendidikan yang terakhir yaitu
SMP. Suaminya bekerja di bidang kelautan. Sehingga jarang pulang.
Surani mempunyai 2 orang anak, yaitu laki-laki yang pertama,
bernama M. Ivan Kurniawan, SD kelas 6 dan yang kedua perempuan,
bernama Clara Novita Ariviani, SD kelas 3.
Surani merupakan seprang ibu rumah tangga. Setiap harinya ia
hanya mengurus anak dan rumahnya. Dalam kehidupannya, ia
mengajarkan anaknya untuk disiplin. Setiap hari bangun 04.30.
Setelah itu, ia menyiapkan sarapan dan air hangat untuk anaknya.