• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDY OF SOLID FAT CONTENT, PROTEIN, AND SOLID NON FAT HOLSTEIN DAIRY COW IN THE MORNING AND AFTERNOON MILKING IN KPSBU LEMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDY OF SOLID FAT CONTENT, PROTEIN, AND SOLID NON FAT HOLSTEIN DAIRY COW IN THE MORNING AND AFTERNOON MILKING IN KPSBU LEMBANG"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KADAR LEMAK, PROTEIN DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND PADA PEMERAHAN PAGI DAN SORE DI

KPSBU LEMBANG

STUDY OF SOLID FAT CONTENT, PROTEIN, AND SOLID NON FAT HOLSTEIN DAIRY COW IN THE MORNING AND AFTERNOON MILKING IN KPSBU

LEMBANG

Bakti Kusuma Nugraha*, Lia Budimulyati Salman**, Elvia Hernawan ** Universitas Padjadjaran

*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jln. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor 45363

e-mail: baktikusuma@gmail.com ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan kualitas susu hasil pemerahan pagi dan sore hari di tiga TPS Wilayah kerja KPSBU Lembang. Metode yang digunakan adalah sensus, jumlah sampel yang diamati 135 sampel. Variable penelitian yang diukur adalah kualitas susu, yang meliputi kadar lemak, kadar protein, dan kadar bahan kering tanpa lemak. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar lemak susu pemerahan pagi hari lebih rendah (3,63%) dari pemerahan sore (3,88%), kadar protein susu cenderung konstan (2,90% dan 2,98%), sedangkan tinggi rendahnya kadar BKTL (8,01% dan 7,99%) susu dipengaruhi oleh kadar lemak. Faktor yang mempengaruhi terjadinya variasi kualitas susu antara pemerahan pagi dan sore yaitu dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya adalah kondisi fisiologis, bangsa, tingkat laktasi, estrus, kebuntingan, interval beranak dan umur. Faktor eksternal, yang terbagi menjadi lingkungan nutrisional, dan klimatologis. yaitu faktor iklim atau suhu dan kelembaban. Pada siang hari tepatnya pukul 12.00-14.00 suhu dan kelembaban udara mencapai 300C dan 59% (THI = 74,4) sehingga ternak mengalami stress ringan yang mengakibatkan turunnya nafsu makan.

Kata Kunci : Kualitas Susu, Pemerahan Pagi, Pemerahan Sore , Sapi Fries Holland

ABSTRACT

This research aims to study the difference in milk quality results of morning and evening milking at three polling stations in the region KPSBU. The method used is the census, the number of observed samples of 135 samples. The research measured variable is the quality of the milk, which includes levels of fat, protein, and fat levels of the dry ingredients. Research results show that the fat content of milk lower morning milking (milking%) of 3.63-afternoon (3.75%), milk protein levels tend to be constant (2.90% and 2,98%), while the high to the low levels of BKTL (7.99%) 8.01% and milk is influenced by fat content. Factors affecting the occurrence of milk quality variations between morning and evening milking of internal and external factors. Internal factors are physiological conditions, the nation, the degree of lactation, estrus, pregnance, intervals and increased age. External factors, which are divided into environmental nutrisional, and klimatologis. that is a factor of climate or temperature and humidity. Exactly at noon 12.00-14.00 temperature and humidity reach 300C and 59% (THI = 74.4) so that the livestock are experiencing mild stress resulting in the decline of appetite.

(2)

PENDAHULUAN

Susu sapi merupakan bahan makanan yang mengandung zat gizi tinggi seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin, disamping itu memiliki sifat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh (Ressang dan Nasution, 1989).

Sapi Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi yang memiliki kemampuan produksi tinggi tercatat 6.000 liter/ekor/laktasi (Makin, 2011) sementara menurut (Dwiyanto, 2011) sapi FH yang ada di Indonesia memiliki produksi susu hanya berkisar antara 2.400-3.000 liter/ekor/laktasi. Dugaan para ahli perbedaan capaian produksi disebabkan oleh perbedaan cuaca. Sapi FH sangat peka terhadap lingkungan, terutama empat elemen iklim, yaitu suhu, kelembaban udara, radiasi, dan kecepatan angin (Yani dan Purwanto, 2006) perbedaan produksi tersebut diduga akibat perbedaan iklim dari negara asalnya. Sapi FH yang ada di Indonesia umumnya merupakan sapi yang telah mengalami kawin silang (cross breeding).

Sapi perah merupakan golongan hewan homoioterm yang memerlukan suhu lingkungan yang optimum untuk dapat nyaman hidup dan berproduksi (McDowell, 1974). Zona termonetral atau zona nyaman untuk sapi Eropa berkisar 13-18 oC (McDowell, 1972). Sementara Indonesia merupakan negara tropis lembab dengan kisaran suhu udara antara 25 – 35°C, kelembaban udara antara 60 – 90%, dan curah hujan tinggi lebih dari 2000 mm/tahun (Wierema, 2002).

Susu merupakan suspensi alam antara air dan bahan terlarut didalamnya, diantaranya adalah lemak, protein dan laktosa. Susu mengandung kadar lemak 3,45%, protein 3,20% dan laktosa 4,60% (Williamson dan Payne, 1993). Kualitas susu ditentukan berdasarkan komponen penyusun susu, yang terdiri atas kadar lemak protein, laktosa, vitamin, dan mineral atau disebut Total Solid (TS). Sementara Solid non fat (SNF) adalah komponen susu selain air dan lemak atau bahan kering tanpa lemak susu bergantung pada kadar protein, laktosa dan lemak (Utari dkk., 2012). Kadar lemak susu, protein susu berkorelasi negatif dengan produksi susu (Schmidt dkk., 1988).

Biosintesis susu memerlukan sejumlah prekursos dan subtrat dalam nutrisi ransum, seperti karbohidrat, protein dan lemak yang diperlukan dalam sel sekresi agar menghasilkan kualitas susu yang optimal. (Soeharsono, 2008). Pola pemberian dan kualitas pakan yang hampir serupa, yaitu berasal dari konsentrat yang memiliki formula seimbang serta hijauan rumput dan limbah pertanian atau industri pertanian dan diberikan dalam jumlah yang relatif sama sehingga kualitas kadar lemak dan protein relatif sama dan pada kisaran yang sesuai dengan syarat mutu (Usmiati dan Nanan, 2007). Produksi susu yang tinggi bergantung pada

(3)

komposisi antara hijauan dan konsentrat, kadar lemak susu di atas 3,5% dapat di peroleh dengan rasio 60 hijauan : 40 konsentrat (Mc Cullough, 1973).

Fakta di lapangan, interval waktu pemerahan mempengaruhi kualitas susu. Pemerahan pagi hari memiliki interval pemerahan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemerahan sore hari, namun kandungan lemak hasil pemerahan pagi lebih rendah dibandingkan dengan interval pemerahan sore hari. Selain itu kadar lemak susu bergantung pada jumlah produksi susu individual. Semakin pendek interval pemerahan, kadar lemak susu semakin tinggi (Kurniawan dkk., 2012).

Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, adalah koperasi primer tunggal usaha, merupakan wadah bagi para peternak sapi perah, yang memiliki wilayah kerja meliputi 25 wilayah desa. Peran KPSBU yaitu memberikan berbagai pelayanan kepada peternak anggota, yang meliputi kesehatan untuk ternak, penyedia sumber pakan, dan Inseminasi Buatan (IB). Dalam kegiatan pemasaran susu, KPSBU berperan sebagai fasilitator dalam kerjasama dengan Industri Pengolahan Susu (IPS).

Pada umumnya sapi-sapi di KPSBU Lembang diperah dua kali sehari yaitu pada pukul 05.00-6.00 WIB dan pukul 16.00-17.00 WIB dengan interval pemerahan 11: 13 jam . Secara teoritis, variasi interval pemerahan mengakibatkan perbedaan kualitas susu, khususnya kadar lemak, protein dan bahan kering tanpa lemak (BKTL), yang pada gilirannya akan berdampak terhadap penerimaaan peternak.

Tujuan penelitian yaitu mengetahui dan mempelajari kadar lemak, protein, dan bahan kering tanpa lemak pada produksi susu sapi perah Fries Holland hasil pemerahan pagi dan sore di KPSBU Lembang.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan studi kasus dengan pengambilan sampel menggunakan metode sensus, sampel yang digunakan merupakan produksi susu dari tiap peternak. Data diperoleh dari pengujian sampel periodik sebanyak 135 sampel, yang berasal dari seluruh anggota TPS Manoko, Pojok, dan Keramat. Sampel dikoleksi dari 14 kali Uji Periodik. Sampel diuji di Laboratorium KPSBU Lembang.. Data yang diperoleh dihitung menggunakan besaran statistik (maksimal, minimal, rata-rata, standar defiasi, dan koefisien variasi) dan hasilnya dianalisis secara deskriptif.

(4)

Pemilihan daerah penelitian di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat ditentukan berdasarkan pertimbangan kriteria penelitian. Faktor-faktor tersebut diantaranya :1) Lembang merupakan sentra peternak sapi perah di Jawa Barat. 2) Hampir seluruh peternakan sapi perah merupakan anggota dari KPSBU Lembang, sehingga mendapatkan binaan dalam tatalaksana pemeliharaan sapi perah yang sama. 3) Pemilihan TPS didasarkan atas populasi peternak yang dikelompokkan berdasarkan skala usaha atau kepemikan ternak. 4) Tiga TPS yaitu Manoko, Pojok dan Keramat memiliki jumlah populasi peternak dan skala kepemilikan ternak yang memenuhi persyaratan untuk diambil sampel secara proporsional. 5) Sumber hijauan, konsentrat dan manajeraial yang diberikan berasal dari sumber yang sama, dan diasumsikan sama.

Peubah yang diukur dan dicatat dalam penelitian ini adalah kualitas susu dan kondisi lingkungan. Kualitas susu meliputi kadar lemak, protein dan bahan kering tanpa lemak (BKTL). Kondisi lingkungan meliputi suhu dan kelembaban lingkugan, yang diukur dengan menggunakan Termometer Hygrometer ( suhu bola kering dan basah, kelembaban).

Kualitas susu diukur menggunakan Lactoscan, dengan tata urut kerja yaitu terlebih dahulu lactoscan dibersihkan dengan aquades melalui saluran inlet atau ujung jarum bagian dari alat lactoscan, setelah itu susu sampel dihomogenkan dengan cara mengaduk susu menggunakan sendok pengaduk, lalu menakar sampel susu menggunakan backer glass sebanyak 25 mL. Selanjutnya susu di masukan ke dalam tabung lalu masukan tabug ke ujung jarum bagian alat lactoscan. Tombol OK pada alat tersebut ditekan sehingga sampel akan tersedot masuk ke dalam alat. Tombol OK ditekan kembali untuk mengoperasionalkan analisis susu. Data hasil analisis dapat dibaca pada layar lactoscan diantaranya kadar Lemak (Fat), Protein, Laktosa (Lactosa), Solid non fat (SNF), dan Total Solids dan selanjutnya dicetak. Setelah pengujian sampel susu berakhir lactoscan kemballi dibersihkan dengan aquades.

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan

Topografi Kecamatan Lembang berada pada ketinggian 1.200-1.257 meter dari atas permukaan laut (dpl), curah hujan berkisar antara 1.800-2.500 mm/tahun suhu lingkungan berkisar antara 18-24oC dengan rataan suhu 24,8oC dan Kelembaban udara 77,4% (KPSBU, 2016). Untuk mengetahui rataan suhu dan tingkat kenyaman sapi dilakukan pengukuran suhu lingkungan sejak pagi hingga sore hari.

Hasil pengukuran, rataan suhu yang diukur sejak pukul 6 pagi hingga pukul 6 sore selama 14 kali pengamatan disajikan pada Tabel 1. rataan suhu di lokasi penelitian dengan rentangan suhu 19-22°C, walaupun terjadi kenaikan suhu pada siang hari dan puncaknya dicapai pada pukul 13.00 . Kondisi tersebut masih cocok untuk sapi Eropa (Subtropis) seperti yang dikemukakan Yousef (1985), yaitu rentang 4-25 oC dan Jones dan Stallings(1999), yaitu rentang 5 – 25oC.

Berdasarkan Temperature Humidity Index (THI) yang diukur selama penelitian berlangsung (Tabel 1), pada pagi hari (pukul 6- 11.) suhu lingkungan rendah namun kelembaban sudah di atas 70% nilai THI masih di bawah 72. Pada kondisi tersebut masih nyaman bagi sapi perah (Tabel 2) (Wierema, 2002). Angka THI memperlihatkan kenaikan pada pukul 12 – 14 yaitu di 72,2-74, yang bermakna bahwa sapi perah mulai mengalami kondisi tidak nyaman (stres ringan). Pada kondisi tersebut harus diwaspadai karena ternak akan memperlihatkan perubahan fisiologis atau perilaku (behaviour). Pukul 14.00 tampaknya angka THI mulai menurun atau di bawah 72. Hal ini bermakna bahwa pada pukul 14.00 kondisi sapi perah sudah pulih atau nyaman kemnbali. Suhu lingkungan berangsur-angsur menurun, redupnya pancaran sinar matahari memicu penurunan suhu, sementara kelembaban relatif tidak berubah. Pada malam hari suhu dan kelembaban relatif tenang dengan rataan suhu 190C dan kelembaban 90%. Suhu udara terendah yaitu pada pagi hari dengan suhu 180C dan kelembaban 95% (BMKG, 2016).

(6)

Tabel 1. Rataan Nilai THI Di Tiga TPS (Manoko, Pojok, dan Keramat) selama penelitian berlangsung.

Pukul Suhu Lingkungan Kelembaban

THI WIB °C % 6:00 19,2 (19-22) 90 (87-91) 64,0 7:00 20,6 (20-23) 87 (83-88) 65,8 8:00 22,7 (22-24) 80 (79-83) 67,0 9:00 23,5 (22-25) 78 (75-80) 68,4 10:00 25,1 (23-26) 73 (70-74) 69,2 11:00 26,9 (25-29) 68 (65-68) 71,0 12:00 27,8 (26-30) 65 (61-66) 72,3 13:00 30,7 (29-32) 59 (55-60) 74,4 14:00 29,5 (28-31) 68 (64-69) 72,5 15:00 27,1 (26-28) 74 (70-75) 69,0 16:00 25,3 (24-26) 85 (78-87) 67,5 17:00 22,5 (22-23) 88 (85-90) 65,8 18:00 21,1 (19,5-22) 91 (88-92) 64,1

Kondisi suhu pada siang hari pada pukul 12.00-14.00 memiliki rataan nilai THI 72,3-74, yang berarti suhu tersebut berada pada zona stres ringan, yang pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan produksi dan kualitas susu.

Tampilan produksi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor keturunan (genetik), pakan, pengelolaan, perkandangan, pemberantasan dan pencegahan penyakit serta faktor lingkungan lainnya (Ensminger dan Howard, 2006). Salah satu faktor lingkungan yang cukup dominan dalam mempengaruhi produktivitas ternak adalah iklim mikro. Potensi genetik seekor ternak tidak bisa diekspresikan secara optimal pada iklim mikro yang kurang mendukung.

Empat elemen iklim mikro yang berpengaruh pada produktivitas ternak secara langsung yaitu : suhu, kelembaban udara, radiasi dan kecepatan angin (Yani dan Purwanto, 2006). Suhu dan kelembaban udara merupakan dua elemen iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas, air, energi yang pada akhirnya dimanifestasikan melalui tingkah laku ternak (Esmay, 1982).

(7)

Tabel 2. Nilai Temperatur Humidity Index (THI) dan Zona Stres

No Nilai THI Kriteria

1 <72 Zona tidak stress

2 72-78 Zona stress ringan

3 78-89 Zona stress berat

4 89-98 Zona stress sangat berat

5 >98 Zona sapi tidak dapat bertahan hidup Sumber : Wierema, (2005)

Nilai THI yang tidak sesuai bagi ternak akan mengakibatkan dampak negatif bagi ternak, yang berakibat terhadap produksi dan kualitas susu. Perolehan panas dari luar tubuh akan menambah beban panas bagi ternak, bila suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman. Sebaliknya, akan terjadi kehilangan panas tubuh apabila suhu udara lebih rendah dari suhu nyaman..

Sapi FH dapat menghasilkan susu secara maksimal bila lingkungan hidupnya berada pada kisaran angka THI antara 35 – 72 (Wierema, 2005). Bentuk keeratan hubungan antara nilai THI dengan performa fisiologis ternak tampak pada perubahan produksi susu, konsumsi hay, dan suhu rektal. Setiap peningkatan satu angka THI memiliki pengaruh berupa penurunan 0,26 kg produksi susu, penurunan 0,23 kg konsumsi hay, dan peningkatan 0,12 0C suhu rektal (Johnson, 1984).

Kualitas Susu 1. Kadar Lemak

Rataan kadar lemak hasil pemerahan sore adalah 3,88% dengan rentang 3,17-4,37%, sedangkan rataan kadar lemak pemerahan pagi 3,63% dengan rentang 2,75 – 4.15%. Rentang kadar lemak hasil pemerahan sore relatif lebih sempit di bandingkan dengan rentang pemerahan pagi hari. Perbedaan kadar lemak hasil pemerahan sore dan pagi hari hanya terpaut selisih 6,44%. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (2010), rataan kadar lemak pada pemerahan sore hari di desa Cilumber Lembang sebesar 3,71% sedangkan pada pemerahan pagi sebesar 3,42%. Pada umumnya kadar lemak susu sapi FH di Indonesia relatif rendah yaitu 3,5 – 3,7 % dan jumlah produksi susu berkisar 2.400-3.000 liter per laktasi (Dwiyanto, 2011).

(8)

Tabel 3. Rataan Kadar Lemak Susu Pada Pemerahan Pagi dan Sore Dari 14 Kali Pengambilan Data

No Nilai Kandungan Lemak Susu

Pagi Sore 1 Rata-rata (%) 3,63 3,88 2 Minimal (%) 2,75 3,17 3 Maksimal (%) 4,13 4,37 4 Standar Deviasi 0,24 0,22 5 Koefisien Variasi (%) 6,74 5,69

Keterangan: n (jumlah sampel)= 135

Lingkungan nutrisional meliputi komposisi ransum, rasio hijauan dan konsentrat. Hijauan cukup berpengaruh terhadap kandungan lemak susu karena hasil fermentasi hijauan dalam rumen pada ternak ruminansia menghasikanl asam asetat yang merupakan prekursor dalam biosintesis lemak susu (Arora,1989). Asam asetat yang tinggi akan meningkatkan kadar lemak susu.

Lemak yang berasal dari pakan dapat dikonversikan menjadi lemak susu melalui berbagai rute. Beberapa lemak ada yang dikonversikan menjadi lemak susu tanpa perubahan, misalnya asam oleat. Banyak pula asam lemak yang dikonversikan ke dalam lemak susu setelah banyak mengalami perubahan, misalnya asam linoleat, linoleat yang tidak ada atau jarang pada lemak susu akan mengalami perubahan yang cukup besar (Soeharsono, 2008).

Peternak sapi di lokasi penelitian rata-rata memberikan hijauan dalam jumlah 36 kg/hari, sedangkan rata-rata pemberian konsentrat yaitu 11 kg/hari dengan rasio 60:40. Imbangan hijauan dan konsentrat dalam sapi perah yang sedang laktasi adalah 60:40 atau 50:50, kadar lemak dipengaruhi oleh rasio antara hijauan dan konsentrat (Sanh dkk., 2002). Apabila pakan yang diberikan mengandung bahan kering konsentrat yang lebih banyak dari bahan kering hijauan, maka kemampuan berproduksi susu akan meningkat, namun kadar lemak susu akan mengalami penurunan. Sebaliknya apabila pakan yang diberikan mengandung bahan kering hijauan yang lebih banyak dari bahan kering konsentrat, maka tidak akan tercapai kemampuan berproduksi susu yang tinggi, namun kandungan lemak susu akan mengalami peningkatan (Mccullough, 1973).

(9)

Lingkungan klimatologis diduga mempengaruhi kualitas dan produksi susu. Kualitas susu pada pemerahan sore hari lebih tinggi, namun jumlah produksi susunya lebih sedikit yang diakibatkan meningkatnya suhu pada siang hari sehingga mempengaruhi kondisi fisiologis sapi. Sebaliknya, pada pemerahan pagi hari kualitasnya lebih rendah dengan produksi susu lebih tinggi disebabkan oleh kondisi fisiologi sapi yang pada malam hari cenderung istirahat. Waktu pemerahan menghasilkan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar lemak susu dimana kadar lemak susu sore hari lebih tinggi dari pada pagi hari (Budiwiyono, dkk 1980). Dugaan lain, lemak merupakn simpanan energi, sehingga rendahnya kadar lemak hasil pemerahan pagi digunakan untuk biosintesis susu pada sore hari (Soeharsono, 2008).

Lingkungan manajerial diantaranya masa kering, kondisi waktu beranak, frekuensi pemerahan, interval pemerahan, penyakit dan obat-obatan (Ensminger, 1971). Faktor lain yang diduga mempengaruhi adalah interval pemerahan antara pagi dan sore. Waktu pemerahan pagi hari pukul 05.30 WIB dan pemerahan sore hari pukul 16.30. Hal ini dikarenakan peternak menyesuaikan dengan waktu pengambilan susu oleh koperasi. Kadar lemak susu dapat dipengaruhi oleh interval pemerahan. Interval waktu pemerahan yang lebih lama dapat menurunkan kadar lemak pada pemerahan selanjutnya (Eckles, dkk 1957). Selang waktu pemerahan yang tidak seimbang mempengaruhi jumlah dan kualitas susu. Selang waktu pemerahan yang pendek menghasilkan produksi susu yang tinggi namun mempunyai presentase lemak yang kecil (Ensminger dan Howard, 2006).

2. Kadar Protein

Protein merupakan zat gizi utama dalam susu karena mengandung asam-asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh (Mathius, 2005). Hasil pengukuran rataan kadar protein susu dari 14 kali pengambilan data menunjukkan bahwa rataan kadar protein air susu pada pemerahan sore lebih tinggi dibandingkan pada pemerahan pagi yaitu 2,95% dan 2,90%. Hasil pengukuran kadar lemak disajikan pada Tabel 4.

(10)

Tabel 4. Rataan Kadar Protein Susu Pada Pemerahan Pagi dan Sore Dari 14 Kali Pengambilan Data

No Nilai Kandungan Protein Susu

Pagi Sore 1 Rata-rata (%) 2,90 2,95 2 Minimal (%) 2,41 2,38 3 Maksimal (%) 3,32 3,62 4 Standar Deviasi 0,15 0,16 5 Koefisien Variasi (%) 5,12 5,53

Keterangan : n (jumlah sampel)=135

Hasil pencatatan kualitas protein pada pemerahan pagi dan sore dapat dilihat pada Tabel 4. Rataan protein telah memenuhi persyaratan SNI 01-3141-1998 yaitu 2,7%. Tabel 4. menunjukan bahwa rataan kadar protein pada pemerahan sore hari lebih tinggi yaitu 2,95% sedangkan pada pemerahan pagi rendah 2,90% dengan selisih 1,69%. Hasil pengamatan menunjukkan tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (2010) bahwa rataan kadar protein hasil pemerahan sore hari di desa Cilumber Lembang sebesar 2,89% sedangkan pada pemerahan pagi sebesar 2,88%. Tampaknya kualitas protein hasil pemerahan pagi dan sore relatif konstan. Hal tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor internal dan eksternal yang masing –masing berkontribusi cukup besar.

Faktor internal, diantaranya adalah kondisi fisiologis, bangsa, tingkat laktasi, estrus, kebuntingan, interval beranak dan umur. Proses sintesis protein susu terjadi dalam sel-sel epitel alveoli dan dikontrol oleh gena yang berisi DNA. Prosesnya ialah dengan berinkorporasinya beberapa asam amino membentuk protein (Baldwin, 1966; dan Larson, 1985). Sebagian sintesis protein terjadi dalam ribosom yang terikat dengan membrane rangkap dari endoplasmic reticulum, tetapi sebagian lagi terletak bebas di dalam sitoplasma (Soeharsono, 2008).

Pada awal laktasi kandungan protein susu lebih tinggi dari pada kandungan lemak hal tersebut dikarenakan sekresi pertama yang dibentuk oleh kelenjar mamae bukan air susu, tetapi cairan kental kekuning-kuningan yang disebut kolostrum. Kolostrum mengandung lebih banyak protein dibandingkan air susu. Sebagian besar protein yang terdapat dalam kolostrum adalah immonuglobuin. Perubahan dari kolostrum ke susu secara lengkap terjadi

(11)

pada 24-48 jam setelah melahirkan. Kadar protein susu akan menurun sedikit demi sedikit dengan diiringi kenaikan kadar lemak susu, perubahan tersebut terjadi setiap 6 jam, namun akan konstan setelah komposisi kolostrum menjadi komposisi air susu (Soeharsono, 2008).

Faktor eksternal yang mempengaruhi kandungan protein yaitu pakan. Kandungan protein dipengaruhi pakan yang dikonsumsi sapi, Mekanisme pembentukan susu berasal dari konsumsi pakan yang kemudian mengalir dalam darah dan mengalami proses filtrasi menjadi bahan-bahan penyusun susu (Soeharsono, 2008). Hasil penelitian Sukarini (2006) pemberian konsentrat akan meningkatkan protein susu, dengan tambahan konsentrat, energi yang tersedia menjadi lebih banyak untuk pembentukan asam amino yang berasal dari protein mikroba. Peningkatan ketersediaan asam-asam amino ini akan memberi kontribusi terhadap peningkatan sintesis protein susu. Peningkatan rasio konsentrat mengakibatkan terjadinya peningkatan energi metabolisme (ME) dan protein kasar pada ternak yang diberi pakan rumput lapang dan ampas bir. Imbangan hijauan dan konsentrat dalam sapi perah yang sedang laktasi adalah 60:40 atau 50:50, kadar protein dipengaruhi oleh rasio antara hijauan dan konsentrat (Sanh dkk., 2002).

Konsumsi bahan kering (BK) ransum meningkat bila kadar protein ransum ditingkatkan, misalnya 14% menjadi 18%, namun peningkatan kadar protein ransum tersebut tidak disertai bertambahnya produksi susu karena kadar protein ransum 14% sudah mencukupi untuk sapi perah laktasi sehingga kelebihannya digunakan untuk proses fisiologis seperti pertumbuhan, reproduksi, dan sebagainya.Kadar protein ransum kurang dari <12%, akan menyebabkan mikroba rumen kekurangan sumber nitrogen sehingga kurang efektif dalam mencerna serat kasar dan selain itu konsumsi BK menjadi rendah. Kondisi ini biasa terjadi di negara tropis karena rendahnya kualitas nutrisi hijauan yang diberikan sehingga tidak saja menurunkan produksi susu tetapi mengubah komposisi atau kualitas susu (Soeharsono, 2008).

3. Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak

Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) merupakan selisih dari kadar bahan kering susu dengan kadar lemak susu (Tilman, dkk, 1982). Bahan Kering Tanpa Lemak susu minimal

(12)

yang ditetapkan oleh KPSBU adalah 8% sesuai SK Ditjen Peternakan (1983) kandungan bahan kering tanpa lemak minium adalah 8,0%. Hasil analisis kandungan BKTL susu dari 14 kali pengambilan data menunjukkan bahwa kadar BKTL rata-rata air susu pemerahan sore lebih tinggi dibandingkan pada pemerahan pagi. Hasil pengukuran kadar lemak disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak Susu Pada Pemerahan Pagi dan Sore Dari 14 Kali Pengambilan Data

No Nilai Kandungan Bahan Kering Tanpa Lemak Susu

Pagi Sore 1 Rata-rata (%) 8,01 7,99 2 Minimal (%) 6,30 6,53 3 Maksimal (%) 8,66 8,73 4 Standar Deviasi 0,29 0,29 5 Koefisien Variasi (%) 3,64 3,61

Keterangan : n (jumlah sampel)= 135

Tabel 5. menunjukan bahwa rataan kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL) pada pemerahan pagi hari lebih tinggi yaitu 8,01% sedangkan pada pemerahan pagi rendah 7,99%. Kadar BKTL hasil pemerahan pagi lebih tinggi dari pemerahan sore, yaitu terpaut 0,24%. Hal tersebut karena kandungan kualitas susu lebih dominan kandungan lemak dibandingkan dengan kadar susu yang lainnya. Kadar BKTL hasil penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (2010) menunjukkan bahwa rataan kadar pada pemerahan pagi hari di desa Pasar Kemis Lembang sebesar 8,21,89% sedangkan pada pemerahan pagi sebesar 8,20%. Perubahan BKTL sebagian besar dikarenakan dari adanya perubahan kandunagn protein susu (Harris dan Bachman, 2003). Kandungan BKTL yang tinggi disebabkan terutama komposisi protein yang tinggi dan kadar lemak yang relative rendah. Kadar lemak yang tinggi akan mengakibatkan SNF rendah.

Bahan kering tanpa lemak berkaitan langsung dengan kualitas pakan dan pemberiannya pakan. Makin baik kualitas pakan dan pemberiannya, akan semakin baik pula kualitas susu yang dihasilkan (Nurhadi,2008). Kadar bahan kering tanpa lemak yaitu bahan kering yang tertinggal setelah lemak susu dihilangkan. Kadar BKTL susu sangat bergantung pada kadar protein (Utari, 2012). Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait peningkatan kulitas susu antara lain manajemen pemberian pakan. Pakan sangat berpengaruh terhadap kualias

(13)

susu yang dihasilkan. Bakan kering pada susu dihasilkan hasil dari penyerapan nutrisi pakan yang mengalir dalam darah.

KESIMPULAN

Kadar lemak susu pemerahan pagi hari lebih rendah (3,63%) dari pemerahan sore (3,88%), kadar protein susu cenderung konstan (2,90% dan 2,98%), sedangkan tinggi rendahnya kadar BKTL (8,01% dan 7,99%) susu dipengaruhi oleh kadar lemak. Faktor lingkungan, nutrisional, klimatologis, dan manajerial tidak terpisahkan satu sama lainnya dalam mempengaruhi kualitas susu.

SARAN

Perlu dilakukan perbaikan faktor eksternal yang meliputi nutrisional, klimatoligis dan manajerial sehingga kualitas susu pada pemerahan pagi dan sore relatif sama. Perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan lebih lanjut mengenai manajemen pemeliharaan dan penanganan hasil panen susu untuk meningkatkan mutu sesuai Standar Nasional Indonesia.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang telah membantu

baik dalam bentuk materi maupun moril dalam proses penelitian serta kepada Dr. Ir. Hj. Lia Budimulyati Salman, MP. sebagai dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Hj.

Elvia Hernawan, MS. sebagai dosen pembimbing anggota. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Academic Leadership Grant (ALG) yang telah membantu dalam pemberian dana atas penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional. 2011. Susu Segar-Bagian 1 : Sapi. Jakarta.

Dwiyanto, 2011. Cara meningkatkan produksi susu sapi perah pada peternakan rakyat. Sinar Harapan. Jakarta.

Ensminger, M. E &, D. T. Howard. 2006. Dairy Cattle Science. 4th Ed. The Interstate Printers and Publisher, Inc. Danville.

GKSI Jawa Barat. 2014. Populasi Sapi. http://gksi-jawabarat.co.id/?page=12#scroll [diakses 16 Agustus 2016]

Herawati. 2003. Pengaruh Substitusi Porsi Hijauan Pakan Dalam Ransum dengan Nanas

Afkir Terahadap Produksi dan Kualitas susu pada Sapi Perah Laktasi. Sekolah Tinggi

(14)

Johnson, H.D. 1984. Physiology Respons and Productivity of Cattle. Dalam : M.K.Yousef (Editor). Stress Physiology of Livestock, Volume II : Ungulates. CRC Press Inc., Florida.

Kurniawan, H. Indrijani dan D. S. Tasripin. 2012. Model Kurva Produksi Susu Sapi Perah

Dan Korelasinya Pada Pemerahan Pagi Dan Siang Periode Laktasi Satu. Media

Peternakan 29 (1): 5-46.

Makin, Moch. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Mathius, S. 2005

-Kasein) yang berbeda di peternakan rakyat Pondok Rangon. Skripsi. Program Studi

Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Mccullough, M.E. 1973. Optimum Dairy of Animal for Meat and Milk. The University of Georgia Press, Athens.

McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climate. W.H. Freeman and Co., San Frascisco.p.1-128.

_____________. 1974. The Environment Versus Man and His Animals. In: H.H. Cole & M. Ronning (Eds.). Animal Agriculture. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.

Ressang, A. A. dan A. M. Nasution.1980. Pedoman Mata Pelajaran Ilmu Kesehatan Susu. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sanh, M. V., H. Wiktorsson & V. Lyl. 2002. Effect of natural grass forage to concretate ratios and feeding principles on milk production and performance of crossbred

lactating cows. Asian Aus. J. Anim. Sci. 15 : 650-657.

Schmidt, G.H., Van Vleeck, L.D, and Hutjens MF. 1988. Principles Of Dairy Science. New Jersey : Zed Practise Hall. Englewood Cliff.

Sidik, R. 2003. Estimasi Kebutuhan Net Energi Laktasi Sapi Perah Produktif Yang Diberi

Pakan Komplit Vetunair. Media Kedokteran Hewan. Vol.19, No.3. Universitas

Airlangga. Surabaya. P 135-138.

Soeharsono. 2008. Fisiologi Laktasi. Universitas Padjajaran. Bandung. 138-139.

Usmiati, S., dan N. Nurdjannah. 2007. Perbandingan Kualitas Susu Sapi Peternak Anggota

Kud Sarwamukti dan Ksu Tandangsari: Studi Kasus. Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner.

Utari, F. D., B. W. H. E. Prasetiyono dan A. Muktiani. 2012. Kualitas Susu Kambing Perah Peranakan Etawa yang Diberi Suplementasi Protein Terproteksi dalam Wafer Pakan

Komplit Berbasis Limbah Agroindustri. Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, p

427-441.

Wierema, F. In: Chestnut, A. and D. Houston. 2002. Heat Stress and Cooling Cows. http://www.vigortone.com/heat_stress.htm [ 21 Oktober 2005 ].

Williamson. G dan H.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(15)

Yani . A dan Purwanto. B.P. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan

Gambar

Tabel    1.  Rataan  Nilai  THI  Di  Tiga  TPS  (Manoko,  Pojok,  dan  Keramat)      selama  penelitian berlangsung
Tabel    3.  Rataan  Kadar  Lemak  Susu  Pada  Pemerahan  Pagi  dan  Sore  Dari  14  Kali  Pengambilan Data
Tabel 4. Rataan Kadar Protein Susu Pada Pemerahan Pagi dan Sore Dari 14 Kali  Pengambilan Data
Tabel  5.  Rataan  Kadar  Bahan  Kering  Tanpa  Lemak  Susu  Pada  Pemerahan  Pagi  dan  Sore Dari 14 Kali Pengambilan Data

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian untuk mengetahui program dan kegiatan pengelolaan tanah wakaf di mesjid al-Markaz al-Islami Makassar sebagai ekonomi umat, mengetahui metode pelaksanaan

Dari penelitian Sumaiyah (2014), NKS yang diisolasi dari tandan kosong aren dengan metode hidrolisis asam menggunakan asam sulfat 54%, dan membandingkan antara NKS dan MKS, dari

Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa buah pepaya (Carica papaya.L) yang dijajakan di kawasan Universitas Sumatera Utara tidak memenuhi syarat kesehatan

Setelah menganalisis data tabel, siswa mampu mengomunikasikan hubungan antara data masuk dan data keluar dari tabel yang disajikan dengan benar yang dapat dilakukan dengan

Selanjutnya pada tabel 1 dan 2 secara berturut-turut nilai standar deviasi likuiditas perusahaan yang tidak mengalami financial distress dan perusahaan yang

Dinamika perkembangan gampong dari masa ke masa sebagai unit pemerintahan terendah khas DI Aceh memperlihatkan perbedaan yang cukup kontras terutama

Prestasi menurut Hamdani (2011:137) adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok.. Prestasi tidak akan pernah

batas wilayah yang jelas. Oleh karena itu, Kawasan Cagar Budaya ini merupakan asset penting untuk pengembangan pariwisata budaya di Semarang, mengingat wisatawan selalu ingin