• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pengantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pengantar"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Pengantar

Apabila kita mendengar atau membaca istilah hama maka sebagian besar dari kita pada umumnya langsung mengasosiasikannya dengan serangga walaupun yang termasuk sebagai hama sebenarnya bukan hanya serangga. Sementara itu, bagi orang awam semua yang mengganggu lahan pertanian disebutnya hama. Demikian juga banyak yang menganggap bahwa setiap organisme yang merusak tanaman disebut hama meskipun kerusakan yang ditimbulkannya relatif kecil dan tidak memerlukan tindakan pengendalian. Apakah sebetulnya yang dimaksud dengan istilah hama? Apakah istilah ini hanya untuk hewan-hewan yang merusak tanaman pertanian kita? Bagaimana dengan nyamuk malaria, lalat, kecoak, serta hewan-hewan lain yang mengganggu kehidupan manusia dan merusak selera estetika kita? Apakah mereka juga tergolong sebagai hama? Bagaimana pula kaitan antara hama dan pertanian? Kelompok hewan apa saja yang dapat menjadi hama?

Dalam Bab I ini dibahas batasan serta takrif dari istilah-istilah yang akan banyak digunakan dalam bab-bab berikutnya. Bab ini juga menjelaskan pengelompokan jenis-jenis hewan yang dapat menjadi hama. Setelah mempelajari Bab ini diharapkan pembaca mampu:

(1) Memahami hubungan antara pertanian dan hama serta aspek-aspek lain yang berkaitan.

(2) Menakrifkan (mendefiniskan) istilah-istilah yang berkaitan dengan hama secara benar.

(3) Membedakan antara istilah hama dalam arti luas atau organisme penggangu tanaman atau OPT (pests) dan hama dalam arti sempit (tidak mencakup gulma dan patogen tumbuhan).

(2)

Pertanian dan Hama

Pertanian dan hama merupakan dua sisi penting yang tidak terpisahkan dalam upaya manusia untuk mempertahan hidup dan memperbaiki tingkat kesejahteraannya. Dapat dikatakan, ketika pertanian maju dan berkembang pesat maka selalu diikuti dengan berkembangnya populasi hama. Keadaan ini adalah fitrah alami yang tidak dapat dihindarkan mengingat “hama” adalah hewan yang bersifat merugikan manusia sehingga praktik-praktik pengendalian hama telah berlangsung setua praktik pertanian. Diperkirakan lebih dari 30% kerugian dari usaha pertanian disebabkan oleh gangguan hama, kondisi ini terutama mulai terjadi sejak tahun 1940-an bersamaan dengan dimulainya era penggunaan produk-produk kimia untuk pengendalian hama.

Pertanian hingga saat ini merupakan satu-satunya cara yang “sesungguhnya” untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi manusia. Hingga saat ini, semaju apapun ilmu dan teknologi telah dicapai oleh suatu peradaban, belum ada teknologi yang mampu menyintesis bahan pangan dalam arti yang sesungguhnya. Seluruh bahan pangan, yang paling moderen sekalipun, berasal dari atau merupakan bagian dari tumbuhan, hewan, mikroba, atau organisme lain yang diproduksi melalui mekanisme “pertanian”. Dengan semakin banyaknya jumlah manusia yang menghuni bumi, maka semakin banyak bahan pangan yang diperlukan dan harus diproduksi. Kondisi ini menuntut pemoderenan teknologi pertanian agar bisa menghasilkan bahan pangan yang lebih banyak, lebih berkualitas, lebih enak, lebih sehat, lebih murah, dan dalam waktu yang lebih singkat. Untuk memenuhi tuntutan ini, maka kegiatan pertanian harus lebih intensif dengan skala yang lebih besar. Selanjutnya hal ini memerlukan input non-alami yang lebih besar, antara lain dalam bentuk pupuk dan pestisida. Pertanian skala besar juga memerlukan komoditas unggul yang seragam agar pengelolaannya lebih efisien. Yang terakhir ini umumnya ditempuh melalui bioteknologi dan kultur jaringan yang memungkinkan para pemulia tanaman menghasilkan tanaman-tanaman berkualitas unggul dan seragam sehingga produksi massal pertanian dimungkinkan.

(3)

Tanaman unggul yang seragam dan dibudidayakan dalam skala besar memiliki dua sisi yang pada suatu ketika menjadi faktor yang saling berlawanan. Dalam satu sisi, tanaman unggul dengan karakteristik seragam memungkinkan pengusaha pertanian mampu memroduksi komoditas unggulan dalam skala besar dengan produktivitas sangat tinggi dan biaya efisien. Namun, dalam sisi yang lain, kondisi ini sebenarnya sangat rawan terhadap kemungkinan terjadinya outbreak

populasi hama maupun penyakit tanaman.

Ada beberapa kelompok hewan yang mampu berperan sebagai hama, tetapi yang paling merugikan usaha pertanian dalam skala luas adalah dari kelompok serangga dan invertabrata secara umum. Pertarungan antara manusia dan serangga hama telah berlangsung sejak dahulu kala. Ironisnya, seiring dengan perkembangan dan kemajuan manusia dalam menciptakan berbagai senjata untuk melawan serangga hama ternyata tidak sanggup untuk mengeradikasi berbagai jenis serangga hama penting yang sangat merugikan usaha pertanian. Dalam beberapa kasus, kemajuan teknologi pengendalian hama ini justru menyebabkan kerusakan tanaman semakin parah dan permasalahan hama pertanian –juga masalah lingkungan dan ekosistem pertanian- semakin parah. Dalam kurun waktu tertentu, terkadang terjadi “genjatan senjata” antara kegiatan pertanian dan serangan hama. Kondisi ini di dalam konteks ekologi pengendalian hama terjadi ketika terbentuk kondisi “keseimbangan alami” atau eqilibirium. Situasi ini bisa terjadi sebagai akibat dari bekerjanya dua fenomena yang berlawanan, yaitu “potensi biotik” (biotic potential) dan “resistensi lingkungan” (environmental resistence). Potensi biotik adalah kemampuan dan kapasitas yang sangat tinggi dari serangga hama untuk berkembang biak, sedangkan resistensi lingkungan adalah kekuatan alam yang mampu menahan perkembangbiakan serangga hama sehingga populasinya tetap berada dalam keadaan normal. Suatu ketika, pada saat resistensi lingkungan tidak mampu mengontrol potensi biotik serangga hama maka akan terjadilah outbreak

atau ledakan populasi serangga hama.

Pada tahun 1998, dunia pertanian Indonesia dihebohkan dengan berita ledakan populasi dan serangan belalang kembara (Locusta migratoria manilensis) yang sangat hebat di Provinsi Lampung. Selama beberapa minggu, berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik, memberitakan kawanan belalang kembara yang menyerbu ribuan hektar lahan jagung, padi, dan tebu. Begitu ganasnya serangan belalang kembara ini hingga dalam satu malam lahan jagung yang

(4)

menjadi harapan petani dibuatnya hancur tak bersisa. Ratusan hektar padi terpaksa dipanen lebih awal karena pemiliknya tidak mau melihat hasil jerih payahnya selama hampir tiga bulan musnah dalam semalam.

Femomena di atas bagi orang awam yang tidak memahami dinamika populasi hama, khusunya dinamika populasi belalang kembara, dapat ditafsirkan bermacam-macam. Akan tetapi, peristiwa seperti ledakan populasi belalang kembara seperti yang terjadi pada tahun 1998 ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang luar biasa. Gangguan belalang kembara telah tercatat dalam sejarah pertanian bangsa Cina sejak tahun 1200 SM. Pada tahun itu, pemerintah Dinasti Shang di Cina telah membentuk satuan khusus yang bertugas menangkap belalang kembara. Kemudian pemerintah Dinasti Tang (tahun 650 – 721) dilaporkan membentuk satuan khusus berskala nasional yang bertugas dalam peramalan serangan belalang kembara. Undang-undang khusus tentang pengendalian belalang kembara pertama kali diterbitkan di Cina pada tahun 1182 (Konisi dan Ito, 1973).

Kisah tentang belalang kembara di atas hanyalah salah satu ilustrasi betapa gangguan hama terhadap kegiatan bertani umat manusia telah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Belalang kembara hanyalah salah satu dari berbagai jenis hewan yang pada waktu-waktu tertentu populasinya dapat meningkat di luar kewajaran sehingga menjadi hama yang sangat merugikan. Tidak jarang, serangan hama dalam waktu yang berkepanjangan dapat menimbulkan masa pagebluk yang kemudian diikuti oleh kematian penduduk dalam jumlah yang besar akibat kelaparan. Dalam sejarah peradaban manusia, tercatat beberapa perpindahan suatu bangsa atau kelompok masyarakat ke tempat yang lain akibat terjadinya gangguan hama pertanian atau penyakit di wilayahnya.

Berbagai jenis gangguan hama (dan penyakit) tanaman datang silih berganti seolah-olah berlomba dengan kemampuan manusia dalam menciptakan tanaman-tanaman unggul yang berproduksi lebih tinggi, berasa lebih enak, berumur lebih pendek, dan berupa lebih menarik. Para ilmuwan barangkali sempat lengah dengan perlombaan itu karena merasa telah unggul dengan penemuan-penemuan jenis tanaman unggul serta keberhasilan mereka dalam mengalahkan hama dengan penemuan pestisida modern. Kedua keberhasilan itulah yang mengawali berjayanya masa revolusi hijau. Keberhasilan revolusi hijau yang mencengangkan ini untuk sementara waktu membuat para ahli pertanian lengah sehingga lupa, seolah-olah masalah gangguan tanaman oleh hama dan penyakit dapat diatasi

(5)

dengan pestisida. Ternyata harapan itu keliru. Berbagai masalah mulai muncul dengan penggunaan pestisida secara besar-besaran dalam produksi pertanian. Kasus residu DDT di berbagai belahan dunia serta timbulnya resistensi berbagai jenis hama serangga telah menyadarkan para ahli pertanian tentang pentingnya pembatasan aplikasi bahan beracun ini. Salah satu titik tolak dari gerakan yang menyadarkan para ahli atas perlunya membatasi penggunaan pestisida ini barangkali adalah terbitnya buku 'Silent Spring' karya Rachel Carson pada tahun 1962 (Carson, 1962). Penerbitan buku itu kemudian disusul dengan munculnya Gerakan Lingkungan Hidup di Amerika Serikat pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an.

Sementara gerakan cinta lingkungan hidup ini berlangsung terus, berbagai peristiwa ledakan populasi hama pertanian kerap melanda berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Peristiwa ledakan hama wereng coklat di tahun 1970-an sempat menjadi berita nasional selama berminggu-minggu karena kasus ini menyebabkan ribuan hektar lahan padi di Indonesia gagal panen. Hal yang sama juga terjadi ketika hama kutu loncat merusak tanaman lamtoro gung di Indonesia pada tahun 1980-an. Dari berbagai peristiwa eksplosi hama yang pernah terjadi di atas dapat diperoleh pelajaran bahwa timbulnya masalah hama berkaitan erat dengan kondisi ekosistem pertanian. Keadaan hama tanaman dan faktor lingkungan fisik maupun biotik saling mempengaruhi. Oleh karena itu, dalam pengelolaan hama komponen-komponen ekosistem pertanian tersebut harus mendapat perhatian sepenuhnya. Pengelolaan hama yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip ekologi dan hanya mengejar target produksi yang maksimum sering tidak berumur panjang dan bahkan sering menyebabkan terjadinya eksplosi hama yang lebih hebat di kemudian hari.

Takrif dan Pengertian Hama

Berbagai takrif atau definisi telah diajukan untuk menjelaskan istilah hama, antara lain: (1) hewan atau tumbuhan yang aktivitasnya mengganggu manusia dalam hal kesehatan, kenyamanan, kemudahan, atau keuntungan (Horn, 1976); (2) makhluk hidup yang mengurangi ketersediaan, kualitas, dan/atau nilai suatu sumberdaya (Flint dan van den Bosch, 1981); atau (3) hewan atau tumbuhan yang

(6)

kepadatan populasinya melebihi ambang batas yang diterima manusia sehingga menyebabkan kerusakan ekonomik (Horn, 1988).

Hama (pests) secara umum diartikan sebagai organisme pengganggu yang dapat menimbulkan kerugian pada kegiatan usahatani secara luas. Kegiatan usaha tani ini bisa berupa pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, hutan tanaman indutri (HTI), peternakan, perikanan, dan sebagainya. Bentuk gangguan serta kerugian yang timbul dapat diakibatkan oleh serangan hama secara langsung seperti halnya kerusakan tanaman padi akibat serangan wereng coklat; dapat pula akibat peranannya sebagai vektor penyakit seperti halnya hama nyamuk malaria yang menularkan penyakit malaria pada manusia. Dalam pengertian yang lebih luas, istilah hama juga berlaku bukan hanya pada hewan pengganggu kegiatan usahatani tetapi dapat pula digunakan untuk organisme yang mengganggu lingkungan serta kenyamanan hidup manusia seperti halnya kecoak di rumah tangga atau organisme yang merusak hasil-hasil ciptaan manusia seperti halnya serangga perusak koleksi buku, baju, lukisan, dan sebagainya. Dalam kegiatan usahatani, organisme pengganggu tersebut dapat berupa hama tumbuhan (pests dalam arti sempit), patogen tumbuhan (phytopathogen), dan gulma (weeds). Sejak beberapa tahun terakhir ini telah digunakan istilah yang lebih tepat untuk mencakup ketiga organisme pengganggu tersebut, yaitu organisme pengganggu tanaman atau disingkat OPT. Oleh karena itu untuk selanjutnya, dalam buku ini kita akan menggunakan istilah hama dalam pengertiannya yang khusus (tidak mencakup penyakit dan gulma tanaman). Kita akan menggunakan istilah OPT untuk merujuk pada organisme pengganggu yang mencakup hama, penyakit, dan gulma.

Berdasarkan konsensus di atas, secara umum kita mengatakan bahwa setiap organisme yang merusak tanaman yang dibudidayakan petani sebagai hama. Hama dapat ditakrifkan sebagai hewan pengganggu yang dapat (1) mengurangi kuantitas dan kualitas bahan pangan, pakan ternak, dan serat selama produksi; (2) merusak tanaman selama pertumbuhan di lapang sampai saat panen, pengolahan, penyimpanan, pemasaran, dan penggunaan; serta (3) menularkan penyakit kepada manusia, kepada hewan atau tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia.

Setelah memahami definisi hama berdasarkan uraian-uraian di atas, kita perlu menyadari bahwa istilah “hama” atau “pest” adalah label yang diberikan oleh manusia dan tidak memiliki validasi ekologis. Manusia menempatkan serangga herbivora dalam kategori hama (merugikan), sementara hewan yanng sama pada

(7)

fase yang lain justru memberikan keuntungan (Metcalf & Luckmann, 1982). Dengan demikian, sebenarnya serangga kita sebut sebagai hama secara antroposentris atau hanya dengan mempertimbangkan keperluan manusia. Karena didefinisikan melalui kebutuhan manusia, maka seharusnya kedudukannya tidak dianggap sebagai pengganggu ("nuisance"), melainkan resiko ("risk"), karena akan selalu dijumpai selama manusia menyelenggarakan usaha pertanian (Martono, 2011).

Organisme Hama

Banyak sekali hewan yang dapat menjadi hama. Secara umum hewan-hewan yang dapat menjadi hama tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi hama artropoda, hama moluska, dan hama vertebrata. Sebagian ahli ada juga yang memasukkan kelompok nematoda sebagai hama (misalnya Kalshoven, 1981). Kelompok yang terakhir ini umumnya digolongkan sebagai patogen penyebab penyakit tumbuhan karena gejala yang ditimbulkannya bersifat sistemik dan lebih mendekati fisiologi penyakit tumbuhan.

Hama Artropoda

Hama artropoda terutama terdiri atas hama dari kelompok serangga (insekta) dan tungau (acarina). Serangga merupakan anggota filum Artropoda yang termasuk dalam kelas Hexapoda atau Insekta. Serangga merupakan hewan yang paling potensial menjadi hama. Ciri-ciri populasi serangga sangat menunjang untuk menjadikannya sebagai hama yang sangat merugikan. Secara umum hama serangga dapat dikelompokkan atas hama lapang dan hama pasca panen. Hama lapang merusak tanaman sejak saat tanam sampai dengan panen, sedang hama gudang merusak komoditas di tempat penyimpanan, tahap pengolahan, pemasaran dan penggunaan.

Tungau meskipun termasuk pula dalam filum Artropoda. tetapi kelasnya berbeda dengan serangga. Tungau termasuk dalam kelas Arachnoidea dan ordo Acarina. Kebanyakan Acarina berukuran kecil dengan cara hidup yang beragam. Jenis-jenisnya ada yang hidup di air, dalam tanah, pada tubuh hewan dan manusia, dan juga pada berbagai jenis tumbuhan.

(8)

Hama Moluska dan Hama Vertebrata (Chordata)

Moluska bertubuh lunak dan tidak bersegmen. Penyebaran hewan ini cukup luas, baik di daratan, air tawar, maupun di laut. Moluska yang penting sebagai hama adalah kelas Gastropoda, subkelas Pulmonata. Contohnya adalah fulica (bekicot) yang dapat mendatangkan kerusakan dengan memakan berbagai bagian tanaman. Sedangkan hewan vertebrata yang bisa menjadi hama terutama adalah dari kelas Aves (burung) dan Mammalia (tikus, tupai, babi hutan, kera, kelinci, dsb.). Burung terutama menjadi hama pada tanaman serealia seperti padi, jagung, dan gandum. Tikus sering menjadi masalah yang serius pada tanaman pangan dan perkebunan, baik di lapang maupun di penyimpanan. Di dalam kelas ini kita tidak membahas hama vertebrata secara khusus. Mahasiswa yang tertarik untuk mendalami masalah ini dapat merujuk pada pustaka-pustaka tentang hama vertebrata, khususnya tentang hama tikus dan pengendaliannya. Berikut ini adalah salah satu tautan tenntang hama tikus di internet:

http://klanapujangga.wordpress.com/2011/04/21/vertebrata-hama-teknik-pengendalian-hama-tikus-rattus-argentiventer/.

Nematoda

Nematoda merupakan tingkat kelas dalam filum Annelida. Hewan lni adalah sejenis cacing yang berukuran cangat kecil. Sebagian ada yang hidup bebas di dalam tanah dan ada pula yang hidup sebagai parasit di dalam tubuh hewan maupun tumbuhan. Sebagian besar pakar umumnya berpendapat bahwa gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh nematoda ini termasuk dalam ruang lingkup bahasan penyakit tumbuhan sehingga hewan nematoda lebih tepat disebut patogen daripada hama.

Nematoda parasit tanaman pertamakali ditemukan pada biji gandum oleh Needham (1743). Kajian nematologi tanaman dimulai sejak identifikasi noda akar nematoda pada mentimun oleh Berkeley (1855) dan cyst-nematoda pada gula bit oleh Schacht (1859). Selanjutnya Nathan A. Cobb, "Bapak Nematologi Amerika," memelopori Nematologi pertanian di awal tahun 1900-an. Penggunaan tanah fumigasi untuk mengurangi populasi nematoda dan meningkatkan hasil panen di tahun 1940-an (Carter) menunjukkan bahwa nematoda meruapakan patogen tanaman penting dalam produksi pertanian.

(9)

Nematoda memakan seluruh bagian tanaman, termasuk akar, batang, daun, bunga dan biji. Nematoda memakan tumbuhan dalam berbagai cara, tapi semuanya menggunakan alat mulut khusus yang disebut stilet (stylet). Sering nematoda merusak isi sel tanaman dan membunuhnya. Ketika cara makan jenis ini terjadi, tanaman mempunyai luka layu besar pada jaringan tanaman. Beberapa nematoda tidak membunuh sel tanaman tetapi justru menyebabkan sel tanaman membesar dan berkembang, sehingga menghasilkan satu atau beberapa sel yang kaya gizi untuk dimakan oleh nematoda secara berulang-ulang. Secara kolektif, nematoda dapat makan hampir semua jenis sel tanaman, dan membentuk berbagai jenis sel sumber makanan mereka.

Banyek jenis nematode parasit yang memakan dan merusak akar tanaman. Nematoda ini merusak sistem akar tanaman dan mengurangi kemampuan tanaman untuk menyerap air dan nutrisi. Gejala khas kerusakan akibat nematoda adalah pengurangan massa akar, distorsi struktur akar dan/atau pembesaran akar (Gambar 6, 7, 8). Kerusakan sistem perakaran tanaman juga memberikan kesempatan untuk patogen tanaman lain untuk menyerang akar dan dengan demikian semakin melemahkan tanaman.

Gambar 1. Gejala kerusakan pada sistem perakaran tanaman akibat dari serangan nematoda (Foto: Lambert & Bekal, 2002).

(10)

Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan ini dengan singkat dan tepat!

1. Jelaskan dengan singkat kaitan antara gerakan revolusi hijau dan sistem pengendalian hama.

2. Bagaimanakah takrif hama menurut Horn (1976), Flint dan van den Bosch (1981), serta Horn (1988)?

3. Jelaskan dengan singkat takrif hama sebagaimana yang sering digunakan dalam konteks pengendalian hama. Jelaskan pula perbedaannya dengan istilah hama yang digunakan secara umum.

4. Kelompokkanlah hama pertanian berdasarkan golongan organismenya dan untuk masing-masing kelompok, berikan tiga contohnya.

Daftar Pustaka

Carson, R. 1963. The Silent Spring. Houghton-Mifflin, Boston. 368 pp.

Flint, M. L. dan R. van den Bosch. 1981. Introduction to Integrated Pest Management. Plenum, New York. 240 pp.

Horn, D. J. 1976. Biology of Insects. Saunders, Philadelphia. 439 pp.

Horn, D. J. 1988. Ecological Approach to Pest Management. Guilford Press, New York. 285 pp.

Kalshoven, L. G. E. 1981. Pests of Crops of Indonesia. PT Ichtiar-Baru, Van Hoeve. 701 pp.

Konishi, M. dan Y. Ito. 1973. Early Entomology in East Asia. Dalam R.F. Smith dan C.N. Smith (eds.), History of Entomology, Annual Reviews Inc. Palo Alto, California. 517 pp.

Luckmann, W.H. & R. L. Metcalf. 1982. The pest management concept. In Luckmann & Metcalf (eds.) ,“Introduction to Insect Pest Management. John Wiley & Son. New York. Pp. 1 – 31.

Martono, E. 2011. Pemahaman tentang Hama: Batasan dan Arti.

(11)

n=listmenu&skins=2&id=314&tkt=4. Diakses pada tanggal 12 September 21011.

Lambert, K. and S. Bekal. 2002. Introduction to Plant-Parasitic Nematodes. The Plant Health Instructor. DOI: 10.1094/PHI-I-2002-1218-01. http://www. apsnet.org/edcenter/intropp/PathogenGroups/Pages/IntroNematodes.aspx

Gambar

Gambar  1.    Gejala  kerusakan pada  sistem perakaran  tanaman akibat  dari serangan  nematoda (Foto: Lambert & Bekal, 2002)

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat pengetahuan ibu hamil berdasarkan definisi kebudayaan, terutama pada pertanyaan tentang kehamilan merupakan proses alamiah sebagai kodratnya sebagai perempuan,

Hasil analisis statistik terhadap bobot badan akhir yang diperoleh pada akhir penelitian menunjukkan bahwa bobot badan akhir pada perlakuan R2 nyata (P<0,05) lebih

(4) Pengangkatan kembali dalam Jabatan Fungsional Penata Pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan menggunakan Angka Kredit terakhir yang dimiliki

Ipteks bagi Masyarakat (IbM) yang dilakukan pada UMKM pembibitan dan penggemukan sapi potong di kecamatan Kedungpring kabupaten Lamongan untuk menjawab permasalahan belum

mereka lebih banyak fokus pada membuat produk yang berkualitas, operasional perusahaan dan pemasaran, sedangkan sisten akuntansi sering di nomor duakan, hal

Sintesis Surfaktan Metil Ester Sulfonat Minyak Jarak dari Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).. Skripsi

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Nikmat, Karunia serta Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun Skripsi dengan

Karena Drake, Wong, dan Slater (2007) melakukan penelitian pada tingkat individu yang bekerja di posisi yang lebih rendah dalam organisasi yang secara langsung terlibat dalam