• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan (Rigby & Bilodeau, 2015). Balanced Scorecard pada awalnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan (Rigby & Bilodeau, 2015). Balanced Scorecard pada awalnya"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Balanced Scorecard telah menjadi salah satu alat manajemen yang paling banyak digunakan (Rigby & Bilodeau, 2015). Balanced Scorecard pada awalnya dikembangkan sebagai alat pengukuran kinerja, tetapi fungsi alat manajemen tersebut telah menjadi lebih dari sekedar alat pengukuran kinerja. Balanced scorecard dikembangkan sebagai alat manajemen strategi yang menghubungkan visi, misi, tujuan, serta strategi perusahaan sampai kepada tingkatan paling bawah dari organisasi (Kaplan & Norton, 1992; Kaplan & Norton, 1993; Kaplan & Norton 1996).

Salah satu peranan Balanced Scorecard adalah sebagai alat pengukuran kinerja. Alat manajemen ini berbeda dari alat pengukuran kinerja tradisional karena Balanced Scorecard tidak hanya menekankan pada perspektif keuangan saja melainkan pada perspektif non-keuangan juga (Kaplan & Norton, 1992). Pada awalnya, Kaplan dan Norton (1992) mengemukakan kegelisahan mereka terhadap pengukuran kinerja tradisional yang terlalu memfokuskan pengukuran pada ukuran keuangan (financial). Untuk itu, mereka mengusulkan tiga perspektif non-keuangan yaitu perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif pembelajaran serta pertumbuhan. Lebih lanjut lagi, ketiga perspektif tersebut yang digabungkan dengan satu perspektif

(2)

keuangan membentuk Balanced Scorecard sehingga pengukuran kinerja dapat diseimbangkan pada aspek keuangan dan non-keuangan (Kaplan & Norton, 1992).

Selain seimbang, kelebihan Balanced Scorecard dibanding alat pengukuran kinerja lainnya adalah semua ukurannya terintegrasi sehingga membentuk hubungan kausalitas pada setiap ukuran. Balanced Scorecard juga membentuk seluruh ukuran keuangan dan non keuangan secara komprehensif. Untuk itu, Balanced scorecard menjadi salah satu alat pengukuran kinerja yang paling banyak digunakan dibanding alat manajemen lainnya (Kaplan & Norton, 1992; Rigby & Bilodeau, 2015).

Penggunaan Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerja mendatangkan permasalahan (Lipe & Salterio, 2000; Itner, Larcker, & Meyer, 2003; Banker, Chang, & Pizzini, 2004; Ding & Beaulieu, 2011). Permasalahan yang dibahas oleh para periset tersebut adalah kompleksitas penggunaan informasi Balanced Scorecard. Kompleksitas tersebut berasal dari informasi yang dihasilkan dari ukuran-ukuran pengukuran-ukuran kinerja yang banyak. Lebih lanjut lagi, informasi-informasi yang berlebihan tersebut berujung pada fenomena yang disebut information overload (Ding & Beaulieu, 2011). Kelebihan informasi disebut sebagai “dosa yang mematikan” untuk penggunaan Balanced Scorecard. Istilah tersebut diangkat karena jika perusahaan tidak bisa mengatasi atau mencari cara memitigasi kelebihan informasi tersebut, investasi besar yang telah ditanam untuk Balanced Scorecard dapat menjadi sia-sia karena pengguna tidak bisa memanfaatkan kegunaan alat manajemen ini dengan optimal (Neumann, Roberts, & Cauvin, 2010).

(3)

Lipe dan Salterio (2000) menemukan salah satu akibat dari kelebihan informasi dalam evaluasi kinerja berbasis Balanced Scorecard. Mereka melakukan eksperimen untuk melihat keseimbangan pembobotan oleh partisipan terhadap ukuran umum dan unik. Mereka berargumen bahwa manajer harusnya memberi bobot yang sama pada ukuran-ukuran tersebut karena ukuran umum dan unik menggambarkan strategi yang diterapkan dalam setiap divisi perusahaan. Lebih lanjut lagi, teori psikologi digunakan untuk mendukung argumen mereka. Hasilnya, partisipan cenderung memberi perhatian lebih pada ukuran umum daripada ukuran unik. Mereka menyimpulkan bahwa dalam evaluasi kinerja berbasis Balanced Scorecard, kelebihan informasi mengakibatkan terjadinya bias pengukuran umum (common measure bias). Selanjutnya, beberapa peneliti berusaha untuk menemukan cara untuk mengurangi terjadinya bias pengukuran umum (common measure bias) diantaranya Libby, Salterio, dan Webb (2004), Dilla & Steinbart (2005a), serta Roberts, Albright, dan Hibbets (2004).

Libby, Salterio, dan Webb (2004) menguji dua cara untuk memitigasi bias pengukuran umum (common measure bias). Mereka berargumen bahwa bias terjadi karena individu yang mengevaluasi kinerja kurang memberikan usaha kognitif sehinga individu tersebut hanya fokus pada ukuran umum saja. Libby et al. (2004) kemudian mengemukakan dua cara untuk mereduksi bias tersebut yaitu dengan proses akuntabilitas (mewajibkan manajer untuk menjustifikasi kepada atasan evaluasi kinerja yang mereka berikan) dan meningkatkan persepsi kualitas ukuran-ukuran Balanced Scorecard (contohnya melalui laporan jaminan dari pihak ketiga). Selanjutnya, mereka

(4)

melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis yang mereka kembangkan. Hasilnya, efek utama yang dihipotesiskan tidak terdukung sedangkan efek interaksi dari justifikasi dan penjaminan signifikan. Mereka menyimpulkan bahwa kedua saran tersebut dapat diterapkan dalam praktek manajerial tergantung pada lingkungan setiap organisasi (Libby et al., 2004).

Selanjutnya, Dilla dan Steinbart (2005a) menguji peranan pengetahuan

Balanced Scorecard dalam memitigasi bias pengukuran umum. Mereka berpendapat

bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh individu dapat memengaruhi penilaian kinerja individu tersebut. Untuk itu, mereka mengajukan bahwa individu yang memiliki pengetahuan mengenai Balanced Scorecard dapat memberi perhatian pada ukuran umum dan unik. Hasil eksperimen yang mereka lakukan membuktikan bahwa pengambil keputusan yang diberikan pelatihan mengenai teori dan perkembangan Balanced Scorecard, menggunakan kedua ukuran dalam mengevaluasi kinerja dan mengalokasi bonus, tetapi bobot yang lebih besar tetap diberikan pada ukuran umum daripada ukuran unik dalam menilai kinerja tersebut.

Lebih lanjut lagi, Utami (2011) menjelaskan bahwa terjadi bias pengukuran umum ketika partisipan melakukan evaluasi kinerja. Penelitian yang dilakukan oleh Utami mengambil 116 mahasiswa sebagai partisipan. Penelitian yang dilakukan di Indonesia tersebut membuktikan bahwa bias kognitif bukan hanya terjadi pada individu yang berada di Amerika (Lipe & Salterio, 2000) melainkan terjadi juga di Indonesia.

(5)

Roberts, Albright, dan Hibbets (2004) menemukan mitigasi untuk bias pengukuran umum. Mereka menguji strategi disagregasi dalam evaluasi kinerja untuk ukuran umum dan unik. Strategi tersebut diajukan setelah mereka menggabungkan berbagai argumen dari penelitian-penelitian sebelumnya dalam dunia psikologi. Mereka berpendapat bahwa dengan adanya bantuan yang diberikan untuk pengambilan keputusan, dapat meningkatkan kualitas keputusan. Bantuan yang diberikan dalam penelitian tersebut adalah strategi disagregasi. Lebih lanjut lagi, melalui eksperimen yang mereka lakukan, partisipan diberikan bantuan melalui pembobotan setiap ukuran umum dan unik. Selanjutnya, partisipan memberi nilai untuk setiap ukuran berdasarkan ketentuan yang diberikan kemudian menjumlahkan nilai keseluruhan. Keputusan evaluasi kinerja mereka dapat didasarkan pada nilai keseluruhan tersebut. Hasilnya, ketika strategi disagregasi dilakukan, para partisipan dapat memberi fokus pada ukuran umum dan unik sehingga bias pengukuran umum berhasil dimitigasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Roberts et al. (2004) telah berhasil menemukan mitigasi untuk bias pengukuran umum, tetapi terdapat beberapa kesenjangan terkait dengan penelitian tersebut. Pertama, penelitian tersebut tidak menguji tingkat konsensus, konsistensi, dan kemudahan evaluasi kinerja dari keputusan yang dihasilkan dengan strategi disagregasi (Dilla & Steinbart, 2005b). Konsensus merupakan tingkat kesepakatan antara setiap pembuat keputusan (Ashton, 1985) sedangkan konsistensi merupakan ketetapan dalam bertindak. Dalam konteks pengukuran kinerja, konsistensi dilihat sebagai ketetapan dalam pemberian evaluasi

(6)

kinerja dan dalam pemberian bonus (Dilla & Steinbart, 2005b). Kurangnya konsensus dapat berujung pada perilaku manajer untuk bertindak semaunya dan perilaku yang tidak didasarkan pada akal sehat.

Disisi lain, pengukuran kinerja berbasis Balanced Scorecard biasanya dihubungkan dengan pemberian bonus. Manajer kadang memberikan penilaian yang baik untuk kinerja yang dievaluasi tetapi penilaian tersebut tidak sejalan dengan bonus yang diberikan sehingga terjadi ketidakkonsistenan antara evaluasi kinerja dan pemberian bonus. Untuk itu, konsistensi antara evaluasi kinerja dan pemberian bonus merupakan hal yang penting. Jadi, konsensus dan konsistensi merupakan ukuran yang penting dalam menentukan kualitas keputusan yang dihasilkan (Dilla & Steinbart, 2005b).

Merujuk pada penelitian Dilla & Steinbart (2005b), bantuan tampilan tabel dan grafik dapat meningkatkan tingkat konsensus, konsistensi, dan kemudahan dalam mengevaluasi kinerja. Tampilan tabel memfasilitasi penggunanya untuk membandingkan secara langsung kinerja dari setiap unit (Fennema & Kleinmuntz, 1995; Kleintmuntz & Schkade, 1993). Pengorganisasian informasi dalam bentuk tabel membuat manajer menggunakan proporsi atribut yang lebih tinggi dalam proses pengambilan keputusan daripada ketika informasi dipresentasikan dalam tampilan yang terpisah (Dilla & Steinbart, 2005b). Untuk itu, dengan menyediakan informasi tambahan dalam bentuk tabel dapat meningkatkan kemungkinan pengevaluasi untuk membuat strategi dalam pengambilan keputusan.

(7)

Lebih lanjut lagi, Martinson, Davison, dan Tse (1999) menemukan bahwa grafik juga memfasilitasi pembuatan keputusan dalam kompleksitas Balanced Scorecard. Pertimbangan penilai juga dapat ditingkatkan melalui tampilan grafik (Dilla & Steinbart, 2005b). Selanjutnya, penggunaan tabel dan grafik dapat berguna sebagai alat tambahan untuk menolong manajer sehingga keputusan yang dihasilkan dapat menjadi lebih berkualitas (Dilla & Steinbart, 2005b). Selain berkualitas, penggunaan bantuan tampilan juga membuat penilaian kinerja dan alokasi bonus menjadi lebih mudah dibanding dengan penilaian kinerja dan alokasi bonus yang tidak disertai dengan bantuan tampilan. Disisi lain, penelitian-penelitian sebelumnya mengenai perbandingan penggunaan tampilan (grafik vs tabel) belum menemukan hasil yang konsisten.

Kedua, bias pengukuran umum tidak hanya terjadi untuk para pengambil keputusan di luar negeri, bias tersebut juga terjadi di Indonesia Utami (2011). Belum ada penelitian yang menguji strategi disagregasi serta kualitas keputusan yang dihasilkan melalui strategi tersebut. Penelitian ini mencoba melihat relevansi strategi disagregasi beserta kualitas keputusan yang dihasilkan. Untuk itu, mengacu pada kedua kesenjangan penelitian tersebut, penelitian ini dilakukan.

(8)

1.2Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kesenjangan penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya, dirumuskan masalah sebagai berikut “Apakah strategi disagregasi yang disertai dengan bantuan tampilan informasi mempengaruhi evaluasi kinerja berbasis Balanced Scorecard?”. Lebih lanjut lagi, rumusan masalah penelitian tersebut dibentuk dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan informasi dapat menunjukkan tingkat konsensus yang lebih tinggi dibanding pembuat keputusan yang tidak diberikan bantuan tampilan (tradisional)?

a. Apakah pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan tabel dapat menunjukkan tingkat konsensus yang lebih tinggi dibanding pembuat keputusan yang tidak diberikan bantuan tampilan (tradisional)?

b. Apakah Pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan grafik dapat menunjukkan tingkat konsensus yang lebih tinggi dibanding pembuat keputusan yang tidak diberikan bantuan tampilan (tradisional)?

2. Apakah pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan informasi dapat menunjukkan tingkat konsistensi yang lebih tinggi dibanding pembuat keputusan yang tidak diberikan bantuan tampilan (tradisional)?

a. Apakah pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan tabel dapat menunjukkan tingkat konsistensi yang lebih tinggi dibanding pembuat keputusan yang tidak diberikan bantuan tampilan (tradisional)?

(9)

b. Apakah Pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan grafik dapat menunjukkan tingkat konsistensi yang lebih tinggi dibanding pembuat keputusan yang tidak diberikan bantuan tampilan (tradisional)?

3. Apakah pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan tabel dapat menilai tugas lebih mudah dibanding pembuat keputusan yang tidak diberikan bantuan tampilan (tradisional)?

a. Apakah pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan tabel dapat menilai tugas lebih mudah dibanding pembuat keputusan yang tidak diberikan bantuan tampilan (tradisional)?

b. Apakah pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan grafik dapat menilai tugas lebih mudah dibanding pembuat keputusan yang tidak diberikan bantuan tampilan (tradisional)?

4. Apakah pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan tabel dapat menunjukkan tingkat kualitas keputusan yang lebih tinggi dibanding pembuat keputusan yang diberikan bantuan grafik.

a. Apakah pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan tabel dapat menunjukkan tingkat konsensus yang lebih tinggi dibanding pembuat keputusan yang diberikan bantuan grafik.

b. Apakah pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan tabel dapat menunjukkan tingkat konsistensi yang lebih tinggi dibanding pembuat keputusan yang diberikan bantuan grafik.

(10)

c. Apakah pembuat keputusan yang diberi bantuan tampilan tabel dapat menilai tugas lebih mudah dibanding pembuat keputusan yang diberikan bantuan grafik.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat konsensus, konsistensi, dan kemudahan dalam mengevaluasi kinerja serta alokasi bonus berbasis Balanced Scorecard dengan strategi disagregasi. Selanjutnya, Penelitian ini juga menguji perbandingan penggunaan tabel dan grafik dalam mengevaluasi kinerja berbasis Balanced Scorecard. Lebih lanjut lagi, penelitian ini bertujuan untuk menguji relevansi strategi disagregasi di Indonesia.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk para periset dan praktisi. Untuk para periset, penelitian ini menambahkan literatur dalam penilaian kinerja berbasis Balanced Scorecard dengan mengkonfirmasi dan menambahkan hasil penelitian Roberts et al. (2004). Selanjutnya, penelitian ini bermanfaat untuk para periset dalam bidang tampilan informasi akuntansi. Penelitian ini menambahkan literatur tampilan informasi dengan menguji konsensus, konsistensi, dan kemudahan para pengambil keputusan ketika disertai dengan tampilan informasi. Lebih lanjut lagi, penelitian ini bermanfaat

(11)

untuk para praktisi dalam mengevaluasi kinerja. Penggunaan strategi disagregasi yang disertai dengan tampilan informasi diharapkan mengurangi terjadinya bias pengukuran umum serta meningkatkan konsensus, konsistensi, dan kemudahan pengambilan keputusan.

1.5Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian ini disusun dalam lima bab. Bab I membahas mengenai latar belakang permasalahan, masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian yang dilakukan. Selanjutnya, Bab II membahas mengenai literature-literatur yang mendukung penelitian ini, landasan teori, serta logika pembangunan hipotesis. Bab III membahas mengenai metode penelitian yang dilakukan. Bab IV membahas mengenai hasil dan pembahasan penelitian ini. Bab V membahas mengenai kesimpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran untuk penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis dan penemuan kajian yang dibincangkan dalam bab VI menunjukkan bahawa bukan semua kelompok pengundi mengubah corak mengundi mereka semasa PRU 2008. Hanya kelompok

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Banu Kuncoro Aji (2005) yang berjudul “Pengaruh Modal, Curahan Jam Kerja, Pengalaman Kerja dan Pendidikan Terhadap Pendapatan

Berdasarkan pengamatan penulis sekarang ini, perpustakaan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga memerlukan desain basis data

Menurut Ehrenberg dan Smith (2012: 171) pengalokasian waktu untuk bekerja atau waktu luang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu.. Dilihat seseorang yang mengalokasikan

a) Simbol memang mempunyai aspek yang dominan yang mendokong mantera. Simbol menjadi inti kepada mantera yang dikaji. Maknanya, setiap mentera perlu ada simbol tertentu

Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

dari Kelurahan Periuk harus diwaspadai karena konsentrasi logam Cu dalam beras sama dengan batas maksimum logam Cu dalam makanan yang ditetapkan oleh Dirjen POM, sedangkan beras

Dengan Peraturan Daerah ini, dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan pemeriksaan dan atau pengujian Alat Pemadam Kebakaran, Alat Penanggulangan Kebakaran