• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam penelitian ini, fungsi spektral silang yang akan digunakan adalali anlplitudo, koherensi dan fasa. Diagram Alir Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dalam penelitian ini, fungsi spektral silang yang akan digunakan adalali anlplitudo, koherensi dan fasa. Diagram Alir Penelitian"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Dalam penelitian ini, fungsi spektral silang yang akan digunakan adalali anlplitudo, koherensi dan fasa.

Diagram Alir Penelitian

IV. HASlL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi aliran dasar (17rearzf[o1v)

4.1.1 Bulan Jnni, Juli, Agustus dan

Scptembcr (JJAS)

Pada bulan-bulan ini matahari dalam posisi bergerak dari utava n~enllju ekuator. Sehingga konveksi yang lebih besar terjadi di wilayali utara.

Dari Gambar 6 terlihat bahwa angin timuran lebih mendominasi pada troposfer atas hingga stntosfer bawah bahkan pada lintaug selatan angin timuran tersebut mendominasi pada sernua lapisan. Pada 10" LU hi~igga ckuator lcrlihat adanya angin baratan dari pennukaan hingga level 450 mb dirnana angin baralan ini [ilenguat di utara.

Gambar 5. Diagram Alir I'melititin

Gambar 6 . Profil mgin zoniil terliadap ketinggian p;td;t

10" LU dm 10' LS di 100' DT pade bulan JJAS. Pola angin zonal pada lintang utara

dan ekuator merupakan bagian dari pola monsun. Pada lintang selatan angin zonal seluruhnya adalah angin timuran. Angin timuran di troposfer bawah pada lintang selatan merupakan pola dari monsun timur. Dimana pada bulan JJAS angin akan bergerak dari Australia mennju Asia. Allgin tersebut akan bergerak dari selatan ke arah barat laut pada lintang selatan. Nanun pada lintang utara, angin tersebut akan berbelok ke arah timur laut. Kondisi tersebut dapat dibandinzkan dari profil angin meridionalnya (Gambar 7). Angin meridional pada troposfer bawah lintang

utara cende~vng ke ulwa namun deogan nilai kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa arah angin lebih do~ninan lie timur (baratan). Hal ini disebabkan karena adanya efek coriolis yang membelokkan angin tersebut. Kondisi angin zonal pada troposfer bawah menunjukkan {~ola monsuil timur.

Angin timuran yang paling kuat berada pada level troposfer atas hingga stratosfer bawafi. Angin timuran tersebut akan melemah jika semakin ke selata~i. Pada lapisan yang sama, tzrlihat munculnya angin baratan pada lintang selatan dan ekuator. Angin baratan tersebut ~nelemahkan angiu timuran di lapisau tersebut. Angin timuran

(2)

yang berada pada level 50 - 20 mb merupakan fasa timuran dari Qt~asi-Biennial Oscilation (QBO) (Gambar I 1).

Pada angin meridional, angin ke arah utara (northward) lebih dominan pada lapisan antara level 200 mb sampai pe~inukaan sedanpkan pada lapisan 200 mb sampai 50 mb lebih didominasi angin ke arah selatan (soutltu~ard). Angin ke amb selatan tersebut melemah jika mendekati ekuator.

Adanya konveksi yang lebil~ besar yang terjadi pada ekuator mengakibatkan massa udara dari utara dan massa udara dari

selatan akan bergerak ~nentlju ekuator (pada troposfer bawali) karena tekanan udara pada troposfer bawali lebih rendall dan sebaliknya pada lapisan atas y;lng dikenal dengan sirkulasi Hadley. Ilasil yang didapat, angin meridional dominan lie arah utara (pada troposfer bawah) melcwati ekuator hingga 10" LU dan angin ~neridional dominan ke selatan (pada lapisan atas) bergerak dari 10" LU (atau lebih). Kondisi ini menunjnkkan adanya pergeseran 111ter 7bpical Convergelice Zone (ITCZ) ke utara sehingga terjadi pergeseran pusat konveksi ke utara.

G;rmbar 7. Pmfil angin meridlonal terha&ap kctinggtan pada loQ LU dan RFI pada 10' LS di 100'' 13'1' pada bulm JJAS

Pada bulan JJAS kelembaban udara 10" 1J1 100" B T p.idi~ JJAS (RH) cenderung tinggi pada troposfer

(sampai 100 mb). Hal ini menunjukkan Dari Gambar 8 terlihat bahwa suhu kondisi tropis yang cenderung lembab. turun terhadap ketinggian sampai level 100 Namun pada lintang selatan terdapat RH mb atau yang dikenal dengan lfrpse rule. yang rendah pada lapisan 700 mb sampai Tropopause berada pada level 100 mb. 200 mb. RH rendah tersebut disebabkan oleh Diatas 100 mb sul~u naik terbadap musim dingin yang terjadi di lintang selatan. ketinggian (inversi). Lapisan tropopause Massa udara yang cenderung kering dari merupakan lapisao yang stabil dimana tidak selatan dibawa oleh angin ke arah utara ada perubahan sulltl terbadap ketinggian. (sirkulasi Hadley) atau angin monsun. N a m u ~ ~ kondisi merupakan nilai rata-rata. Jika dilihat dalam selang waktu yang lebih

b

kecil maka aka11 terlihat fluktuasi suhu terhadap wakh~. Kondisi ini sangat

Gambar 8. Profil suhu terhadap ktinggian pada

ditentukan kondisi atmosfer pada lapisan dibawahnya.

4.1.2 Bulan Desember, Januari, Februari dan Maret (DJFM)

Pada bulan-bulan ini matahari dalam posisi bergerak dari selatan menuju ekuator. Sebingga konveksi yang lebih besar terjadi di wilayah selatan.

Berbeda dengan pada bulan JJAS, pada bulan DJFM angin timuran yang mendominasi pada setiap level ketinggian

(3)

berada pada lintang utara (Gambar 9) terutama pada level 150 mb sampai 50 mb. Sedangkan angin baratan muncul pada lintang selatan. Kondisi ini disebabkan oleh ha1 yang sama dengan pada bulan JJAS. Angin monsun yang bergerak dari timur laut pada lintang utara dan akan berbelok ke arali tenggara setelah melewati ekuator. Kondisi tersebut dapat juga dibandingkan dari profil

angin meridionalnya (Gambar 10). Angin meridional pada troposfer bawali lintang selatan cenderutig ke selatan tiamun dengan nilai kecil. Hal tersebut niennnjukkan bahwa arah angin lebih dominan ke timur (baratan). Hal ini disebabkan karena adanya efek coriolis yang membelokkar~ angin tersebut. Kondisi angio zonal pada troposfer bawah menunjukkan pola rnonsun barat.

Gambar 9. Prolil angin zonal tcrhadap kelinggian pailn 10" LU dan 10' LS di 100" BT pada bulan 1XFM

Pada lintang utara, angin baratan selatan dan pada lapisan atas angin dominan muncul hingga mencapai level 100 mb. bergerak ke utara (Ganibar 10a). Angin pada Walaupun hanya terjadi dalarn beberapa lapisan atas lersebut &an semakin melemah hari, angin baratan tersebut dapat di selatan. Hal tersebut terjadi karena masih melemahkan angin timuran pada level 150 kuatnya konveksi yilng terjadi di selatan mb sampai 50 mb. Angin baratan yang yang dapat rnengganggu sirkulasi Hadley. muncul pada level 50 mb sampai 20 mb

merupakan fase baratan dari QBO yang masuk sa~npai level 50 mb (Ga~nbar 11). Fase baratan QBO tersebut juga ttrrut melemahkan angin timuran yang berada pada level f50

-

50 mb.

I'ergeseran lTCZ ke selatan pada bulan DJFM menyebabkan pusat konveksi tropis juga bergeser ke selatan. Pengangkatan lnassa udara di selatan akan mengakibatkan massa udara akan bergerak ke selatan pada lapisan bawah, karena adanya massa udara yang berkurang (tekanan rendah), sedangkan di atmosfer atas terjadi divergensi, karena menumpuknya massa odara, sehingga massa udara akan bergerak menuju utara. Pola ini merupakan sirkulasi Hadley dengan pergeseran pusat konveksi di selatan.

Hasil pengamatan menunjukkan pola yang sama dengau di atas dimana pada lapisau bawah angin dominan bergerak ke

(4)

Gambar 10. Pmlil angin meridionz~l terliadap ketinggian p;~da 10° LU d;in RI~I pada 10" LU di 100' B?'pa&i bulan DJFM Pada bulai DJFM ~nerupakan masa

monsun barat di Indonesia dimana pada bulan tersebut terjadi musim hujan. Aliran udara yang datang dari Utara yang bertekanan tinggi dan melewati lautan yang luas (Samudra Pasifik) yang membawa niassa udara yang lembab. Kondisi tersebut dapat ditunjukkan dengan melihat Gambar 10b (dan lampiran). Dari liasil pengamatan RH cenderung tinggi pada setiap lapisan. Namun pada lintang utara terdapat RFI yang rendah pada lapisan 750 mb sampai 250 mb.

Pada lapisan tropopause terdapat RH yang tinggi, dimana pada lapisan ini

seharusnya RH rcndah. Kondisi ini diakibatkan adanya awan yang malnpu menembus lapisan tropopause. Awan-awan tersebut mampu menembus lapisan tropopause karena koatnya konveksi yang terjadi dan awa~i-awan jenis ini lebih banyak terdapat di Indonesia. Selain itu, pada atmosfer Indonesia sirkulasi I-ladley, sirkulasi Walker dan monsun dapat terjadi dalam waktu yang bersamaan. Keadaan ini dapat menan~bah kekuatan konvektif di wilayah Indonesia.

20

M

20@3 20

W

2Mls 2006 ZdVl 20@

Gambar I I . 1'013-pola Q11asi-biennial Oscilnrion (QBO) tahun 2002-2008. Angin baratnn divandai dengan

warna hitam. (Si~mber : http://www.geo.fu-berlin.de/me~a~st~a~pro~luktdqbo/qbo~~~~indl.~l~

4.2 Analisis spektral dan spekrat silang

Metode yang paling sering digunakan dalam n~enganalisis gelombang adalab analisis spektral. Analisis spektral bcrfungsi untuk memunculkan periode dari setiap osilasi yang terjadi. Setiap gelombang memiliki periode tersendiri. Gelombang ulniimnya dibedakan berdasarkan periodenya.

Pada atmosfer tengah, osilasi dibedakan atas 3 tipe yaitu gelombang

gravity yang memiliki periode dala~n skala menit hingga jam, i.il~nospheric tide yang memiliki periode osilasi yang lebih besar (osilasi harian), dan gelombang planeter (gelombang Rossby, Rossby-gravity dan Kelvin) yang mcmiliki periode dalam hitungan hari (hingga 20 harian pada gelombang Kelvin) juga lnemiliki skala global (Lima el at., 2008).

(5)

4.2.1 Analisis spektral pada bnlan JJAS setiap lintang. Osilasi tersebut muncul pada Hasil analisis spekhal angirl zonal di bujur 100" dan 105" BT dan nilai kcrapatan lapisan tropopause pada periode JJAS spektral pada 105"

Bl'

lcbih besar daripada menunjukkan adanya osilasi dengan periode 100"

BT.

dalam selang 10-20 harian. Osilasi tersebut mcmiliki periode yang berbeda-beda pada

. . . . . . . - . . . .

Fllkm".,

sp8ctnI denlny A. metiManal1W BTTlopoplure Spcfral density a n ~ i n merMional lo5 BTTropprure

JlOiS JJAS

I I

Gambar 12. Kerapatan spektrel: a) angin zonal, b) angin meridional c) suhu, d) kctinggian geopolensial peda 100 BTfkiri) dan 105 Wfkanan) level tropopause JJAS.

Namun jika dibandingkan dengan basil analisis spektral pada suhu terlihat nyata adanya osliasi dengan periode 20 harian pada bujur 100' BT. Osilasi periode 20 harian tersebut juga muncul pada bujur 105'

BT

dengan kerapatan density yang lebih besar. Pada hasil atialisis spektral pada ketinggian geopotensial juga menunjukkan adanya osilasi 20 harian yang muncul secara scragam pada setiap lintang pada bujur 100' dan 105O BT. Berbeda dengan suhu, pada ketinggian geopotensial kerapatan spektral lebih kecil pada bujur 105O BT.

I-lasil analisis spektral pada angin meridional tidak menunjukkan adanya periode yang seragaln pada 20 harian atau 10-20 harian. Sehingga dapat diduga bahwa osilasi ini merupakan gelombang Kelvin dimana pada gelombatig Kelvin tidak ada osilasi ko~nponen angin meridional. Gelombang Kelvin pertama kali ditemukan oleh Wallace dan Kousky (1968) dengan periode 15 harian. Menurut Yoshida el 01.

(l999), gelombang Kelvin juga n~eniiliki periode 10-20 hari yaiy dikategorikan sloiv

Keh~in (SK) dimana gelombang ini biasanya

(6)

1

Pola 10-20 hrrian Angin zonal pads Tmpopaure ~ a l a 10-20 harisn Angin rand

J I A S ~ W BT a 10s BT

Pengamatan utama gelombang Kelvin harus mengacu kepada angin zonal, sedangkan suhu dan geopotensial merupakan variabel pendukung. Pada gelombang Kelvin, osilasi angin zonal memiliki Fasa yang sama dengan osilasi ketinggian geopotensial sedangkan osilasi suhu mendahului osilasi angin zonal % fjsa (Holton, 2004).

Mengacu pada persamaan 29, rnaka secara teoritik gelombang Kelvin akan merniliki sebaran Gaussian dengan nilai puncak berada tepat pada ekuator. Dengan melihat sebaran spektral angin zonal dan ketingian geopotensial (Gambar 13), hasil ini mirip dengan bentuk sebaran gelombang Kelvin. Sedangkan pada subn tepat seperti sebaran gelombang Kelvin. Nilai spektrum angin zonal, suhu lnaupurl ketinggian geopotensial lebih t i n g i pada 105 BT daripada 100 BT. Hal tersebut menunjukkan energi yang lebih besar pada 105 BT. Sebaran pada angin zonal spektral dan ketinggian geopotensial terdapat peningkatan amplitudo pada lintang utara (5" LU dan 10" LU). Kondisi ini disebabkan karena aktivitas konvektif lebih intensif

= 90 s

-

,*

-

.s

a 50 .to ii - 30 : 2" & 10 I 0 30 L/","M

terjadi di lintang utarzl. Hal ini juga ditandai adanya peningkatan angin timuran pada lintang utara (bandingkan dengan Gambar 6 ) yang mengakibatkan meningkatnya amplitudo gelombang Kelvin pada lintang utara. Perlu studi lebih lanjut untuk menjelaskan penycbab peningkatan angin timuran tersebut.

-

i

-

:\.;

0 0

1

i

'a 7 a0

1

.I0 L k 7 , n i

4.2.2 Analisis spektral silang pada bulan JJAS

I-lasil analisis spektral menun.jukkan hadirnya gelombang Kelvin dengan periode 10-20 llarian pada btiur 100' dan 105' BT. Dari hasil analisis spektral silang angin zonal antara bujur 100'

BT

dengan 105' BT, osilas~ angin ~ o n a l dengan periode 20 harian yang ada pada 100" BT memiliki koherensi yang tinggi dengan pdda 105' BT (Tabel I).

Wallace dan Kousky (1968) mengidentifikasi gelombang Kelvin di stratosfer-bawah pasifik-barat dengan periode lebili dari 10 hari. I-lolton (2004) menegaskan bahwa gelombang Kelvin yang diamati Wallace dan Koi~sky niemiliki periode 10-20 harian. Sedangkan Dhaka (1995) mengidentifikasi gelombang Kelvin Gambzar 13. Sebaran osilnsi 10-20 harian terhndap lintang pada: a) angin zo~~al, b) suhu der~ c) kclinggiai

(7)

dengan periode 12-16 pada level 16-24 km di wilayah India.

Pada bulan JJAS, terdapat variasi jeda waktu perambatan angin zonal antara 100" BT dengan 105' BT pada berbagai lintang. Jeda waktu yang terbesar berkisar 3,6 hari dimana jeda wakcunya akan sernakin kecil jika semakin ke utara. Jeda wakttt yang sangat kecil pada 10" LU menunjukkan bahwa sumber energi pembangkit gelombang Kelvin berada di utara. Jika senlakin jauh dari sumber pembangkitnya jeda waktu gelonibang Kelvin akan semakin besar. Pada lo0 LU, gelombang Kelvin dalam kondisi stationary (nilai beda fasanya kecil). Besarnya konvektif di tropis dapat rnengganggu peranlbata~i dari gelombang Kelvin. Pada bulan JJAS, lnatahari herada di utara yang mengakibatkan konvektif terbesar terjadi di utara (Gambar 14). Kondisi ini yang mengubah perambatan horizontal gelombang Kelvin pada bagian bumi utara.

Gambar 14. Ti,ne-lo~~gilrrde seclion anomali O1.R antara 7.5' 1.U - 7.5" LS Juli- Desember 2007 (sumber :

www.cpc.nccp.noaa.gov/

productdpreciplCWlinWMJO/ARC IIIVE).

Spektnim suhu pada 100" BT memiliki koherensi yang tinggi dengan 105' BT. Hasil spektral silang suhu antara 100' BT dengall 105" BT menu~ijukkan beda fasa yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa perambatan suhu dari timur menuju barat. Sedangkan pada ketinggian geopotensial beda fasa antara 100' BT dan 105" BT bernilai positif deligan nilai koherensi yang

tinggi. Perambatail ketlnggian geopotensial sama dengan angin ~ o n a l , ke arah timur. Secara teoritik (Cambar 4) angin zonal sefasa dengan ketinggian geopotensial. Dengan kata lain kenarkan angin zonal akan diikuti dengan kenaikan ketinggian geopotensial pada dua data time series (memiliki pola yang sama).

Peningkatan suhu tidak langsung diikuti ole11 peningkatan angin zonal. Ada jeda waktu yang memisahkan angin zonal delipan suliu. Secara teoritik, Holton (2004) menjelaskan bdiwa pada gelombang Kelvin suhu akan mendahultri angin zonal sebesar '/* fasa. Suhu dengari angin zonal merniliki koherensi yaiig tinggi.

Dari basil analisis spektral angin zonal pada satu gariq bujur menunjukkan nilai koherensi yang tinggi. Selain itu beda fasa antar lintang pada 100" BT dan 105" BT bernilai kecil (mendekati nol). Kondisi ini niemmnjukkan bahwa gelonlbang Kelvin pada berbagai lintang memiliki fasa yang sama. Namun berbed;~ ha1 dengan pada 10' LU. Nilai koherensi spektral silang antara

10" LU dengan 5O LU kecil dengan beda fasa -1.17. Kontlisi ini clisebabkan adanya ganguan dari koiivektif yang terjadi pada lapisan troposfer seperti yang dijelaskan sebelumnya.

r-b.d,,,w

I

Gmbar 15. Kerapalal spcktnl angin zonal antara level 600 mb - 100 rnb pada 00 dan 100"

IJI' pada I~ulanIJAS.

Analisis spektral antara level 600 mb hingga 300 rnb pada koordinat 0 4 100 BT menunjukkan adanya osilasi dengan periode 20 harian. Namun, pada level 250 -150 periode osilasi tersebut berada dalaln selang 10-20 harian Gelombang Kelvin yang terdapat pada level tropopause diduga nierupakan gelombar~g yang dekat dengan pembangkitnya (forced ivcnre). tlasil analisis spektral silaiig pada level 600

-

300 mb menui~jukkan koherensi yang besar pada osilasi 20 harian sednngkari pada lapisan 250

- 150 mb koheren~i antar lapisao kecil. Selain beda fasa antar lapisan pada level

(8)

600-400 mb bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan angin zonal dengan periode

20

harian tersebut dibangkikitkan dari bawah. Namun pada level 400-300 mb dan 200-150 mb beda fasa bernilai negatif. Kondisi ini menunjukkan adanya gangguan pada level tersebut. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena kuatnya konvektif yang terjadi. Dengan kondisi tersebut, osilasi pada lapisan alas (tropopause) diduga merupakan kondisi yang berbeda dari osilasi yang terjadi pada lapisan bawah. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk meneutukan keadaan yang sestmgguhnya.

Hasil analisis spekh-al pada bulan JJAS juga menunjukkan adanya osilasi 20

harian pada lapisan 600 mb - 250 mb. Hasil analisis spektral silang antar level menunjukkan bahwa osilasi 20 harian pada level tersebut ~nemiliki koherensi yang tinggi dengall beda fasa yang kecil. Pada lapisan ini dapat dikatdkan bahwa osilasi 20 harian memiliki fasa yang sama pada lapisan tersebut. Hal yang menarik adalah bahwa pada level 250-100 n ~ b nilai koherensinya kecil dengan beda fi~sa yang berfluktuasi. Osilasi 20 harian pada lapisan bawah diduga merupakan kondisi yang berbeda dengan gelombang Kelvin yang terjadi pada lapisan tropopause. Perlu dilakukan penelilian lebih lanjut untuk menjelas1:an kondisi yang sebenarnya.

(9)

4.2.3 Analisis spektral pada bulan DJFM

~

1 ~ A L *? W B T r " l T r w P l l W W ~ ~ ~ x ~ a ~ ~ p e s t r a l ~ n s ~ r n p k z o n s l i w BTTmaervle WFM

i

I

S p e t l ~ l d e n r ~ t y Ketlngg~an G e ~ p o t e n r ~ s l l ~ B T ~ I d S w l d r n h U ~ l ~ i m s o g n a j i O I B T d l T ~ u w Trapopauw DJFM OllM

I

I

,"..-. ,n:

.

--,,,-< .. .

1

. -

A

-

I

(i31nbJr 11,. Kcr;~pdan S I ~ C ~ I T J ~ : ~ ) angin %OII,II, h) angin t1ielidiun;il L.) suhlt, J) hetioggin~l f ~ n p u l e ~ ~ s i ~ l p:da

100 13'1' (kiri) d:ln IO5 ij'T (kani~n) Ic\uI tropnpdtlsc 1)ll:M Hasil analisis spektral aogin zonal

bulan DJFM juga menunjuWtan adanya osilasi dengan periode 20 harian pada lapisan tropopause (100 mb) 100' BT. Osilasi 20 harian juga ~nuncul pada 105" BT namun dengan nilai spektral density yang lebih rendah. Selain itu, osilasi 20 harian juga terlihat pada level 50 mb pada bujur

100' BT dan 105" BT.

I-lasil analisis spektral pada suhu juga menunjukkan hasil yang sanla dengan pada angin zonal. Pada variable suhu, osilasi pada level tropopause di koordinat 10' LU, 100' BT dan di 10'

LU,

105' BT mempunyai puncak yang tegas pada peiode 20 harian.

Hal tersebut mirip dengan pola pada angin zonal namun terjadi pada level 50 mb. Sedangkan pada level 50 mb pada suhu menghasilkan periode yang tidak seragam pada setiap lintang. Osilasi 20 harian juga ~nunci~l pada 5pektri1m ketinggian geopotensial. Seba~an densitas spektral angin zonal, suiii~ dan ketinggian geopotensial pada level tropopause menunjukkan bahwa densitas spektral melniliki puncak tertirlggi di ekuator dan meluruh bila menja~ihi ekuator pada osilasi 20 harian. Hasil ini 1erlihat pada Gambar 17. Pola seperti ini juga terlihat pada titik 105" BT. Hasil ini menguatkan dugaan bahwa

(10)

osilasi yang terjadi pada bulan DJFM juga periode 20 harian. mer

/

Pols20 harian SuhuTmpopaureOIFM100BT

h

Pola 20 harianruhu7ropopaure DJFM 105 DT

I

I

8

Wa 20 hrrian Ycling~ianGeopot~nrisl100BT di PolaZO harian KltlnggirnGeop*snrisi $05 Bi di TrownaulC DIFM C Trrpooaule DliM

Matsuno (1966) menjelaskan babwa gelombang Kelvin memiliki puncak tepat berada di ekuator dan akan meluruh bila senlakin menjauhi ekuator (sesuai dengan Gambar 4). Dari hasit analisis spektral, osilasi dengan periode 20 harian tersebut mirip dengan gelombang Kelvin. Namun belum dapat dipastikan bahwa osilasi tersebut merupakan gelombang Kelvin.

Nilai spektrum pada bulan DJFM jauh lebih besar daripada bulan JJAS terutama pada variabel angin zonal dan ketinggian geopotensial. Kondisi iui menunjukkan bahwa intensitas gelombang Kelvin lebih besar pada bulan DJFM. Selain itu, energi pembangkit gelombang Kelvin pada bulan DJFM lebih besar daripada JJAS. Hal ini daPt terjadi karena awan-awan konvektif lebih banyak pada bulan DJFM (Gambar 14 dan 18).

.I0 10

cma"e

4.2.4 Analisis spektral sileng pada bulan

DJFM

Dari hasil a~alisis spektral silang pada bulan DJFhl terlihat konsisten kehadiran gelombang Kelvin dengan periode 20 harian. Pada bulan DJFM, hubungan antara angin zonal, suhu anlara 100'

-

105' BT juga memiliki liohe~eosi yang tinggi. Dari hasil analisis spektral silang terlihat kehercnsi antam 100° Bl' dengan 105" BT diatas 0.7 (Table 3). Sedangkan perambatan gelombang Kelvin pada bulan DJFM juga ke arah timur (beda fasa positif).

.lo 10

S " l x j

(;ambar 17. Sebann osilasi 20 harian tcrh;~dap lintang pada: a) mgin mnal, b) si111t1 &in c) kelinggim geopotensial pada 100 BT(kiri) dan 105 B'S (kanim) DJFM.

(11)

I

Tabel 3. Hasil spektral silang suhu, angin zonal dan ketinggian geopotensial pada periode 20 1 harian antara 100 BT dan 105 BT pada bulan DJFM

Variabel

I

Variabel

X

I

Variabel

Y

I

Amplitudo

1

Koherensi

I

Fasa

i

10LU 100BT

(

10LU 105BT

I

27.9289

/

0.9120

1

-0.0531

i

5 1.11 lOORT

/

51.11 105 BT

I

47 R244

/

i

Hal yang menarik adalah pada ekuator beda fasa angin zonal antara 100" BT dengan 105" BT bernilai negatif (sangat kecil). Kondisi ini menunjukkan pada terjadi peredaman perambatan gelombang Kelvin pada ekuator. Peredaman ini disebabkan kuatnya konvektif yang terjadi pada lapisan troposfer. Besarnya konvektif dapat dituniukkan denean data awan (hasil OLRl

-

pada Gambar 18. Warna biri~ (negdtif)

1

Z#@bd@*#,

I

menunjukkan awan tinggi yang mampu Gambar 19. Kerapatan spcktral angin zonal menembus hopopause. anlam level 500 mb

-

150 n ~ b pa& 0" dan 100'

I3T pada bulan DJFM.

www.cpc.ncep.noaa.gov/

products/preciplCWlinMMJO/ARC I-IIVE).

Hasil analisis spektral pada lapisan 500 mb - 150 mb tidak menujukkan adanya osilasi 20 harian melainkan 10-20 harian. Koherensi antara level pada lapisan tersebut ti~iggi (> 0.5), namun koherensi antara level 105 mb dengan 100 inb (tropopause) sangat kecil (mendekati 0). Dari kondisi tersebut dapat didugti bahwa lapisan tropopause merupakan koodisi pang terpisah dari lapisan dibawalinya.

Dari hasil analisis spektral pada lapisan 500-150 mb hadir osilasi dengan periode 10-20 lrarian. Dari llasil spektral silang pada lapisan tersebut terlihat bahwa koherensi angin zonal antar lapisan tinggi. Selaui itu beda fasa antar lapisan tersebut .jugs kecil, dimana dapat diasumsikan bahwa lapisan tersebut rnernililti fasa yang sama. Namun liasil speklral silang antara level 100 mb dengan 150 mb niemiliki koherensi yang rendah dan beda fasa yang cukup besar. Gelombang Kelvin yang hadir pada lapisan tropopause n~endahului osilasi 10-20 harian pada lapisan di bawah

.

(12)

Kondisi tenebut tidak memberikan India (Dhaka, 1995) dan yang di wilayah informasi bahwa osilasi 10-20 harian pada Pasifik barat (Wallace &an Kousky, 1968). lapisan bawah merupakan bagian dari

gelombang Kelvin pada lapisan tropopause. Namun dengan adanya ini kita mendapat informasi bahwa adanya energi yang besar di hawah gelombang Kelvin yang teramati di lapisan tropopaose. Gelombang Kelvin yang terjadi merupakan gelombang yang dekat dengan sumbernya. Hal ini yang membedakan gelombang Kelvin yang terjadi di Indonesia bagian barat ini dengan gelombang Kelvin yang teramati di wilayah

Tabel 4. Hasil spektral silnng osilaisi angin zonal dengan periode 20 harian diperluas dari troposfer atas hinpga troposfer tengah pada a", 100' BT DJFM

Variabel X Variabel Y

Amplitude

Gambar

Gambar  5. Diagram  Alir  I'melititin
Gambar 8. Profil suhu terhadap ktinggian pada
Gambar 9. Prolil angin zonal tcrhadap kelinggian pailn  10&#34;  LU  dan  10'  LS  di  100&#34;  BT  pada bulan  1XFM
Gambar 10.  Pmlil  angin meridionz~l  terliadap ketinggian p;~da  10° LU d;in  RI~I  pada  10&#34;  LU  di  100'  B?'pa&amp;i bulan DJFM  Pada  bulai  DJFM  ~nerupakan masa
+4

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum Hernia merupakan proskusi atau penonjolan isi suatu rongga dari berbagai Secara umum Hernia merupakan proskusi atau penonjolan isi suatu rongga dari

e-speaking terdiri dari perintah suara membuka program, menutup program, dan perintah suara mendikte kata dalam microsoft word, yang dapat dilakukan pada menu command, menu

Upaya penyelesaian dalam perjanjian kerjasama jika terjadi sengketa dari penelitian yang telah dilakukan menerangkan bahwa dalam pasal 18 pada perjanjian tersebut telah diatur

Penetapan tersebut atas dasar asumsi bahwa pembentukan agregat pada bahan tanah tekstur berpasir akan meningkatkan ketersediaan air, absorpsi hara oleh bibit kelapa sawit,

Kelas S3 : Lahan mempuyai faktor pembatas yang sedang, lebih dari satu faktor dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, faktor pembatas

– Inovasi teknologi: pengenalan produk ke pasar dengan menggunakan teknologi baru gg g. • Mendorong munculnya para

Kesehatan, setelah dilakukan survey, dari sekitar 65 juta remaja usia 12-24 tahun, hanya 20,6 % yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV yang salah satu cara