• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Ajar Fisika Inti MAP4217. Fisika Inti: Teori dan Penerapannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Ajar Fisika Inti MAP4217. Fisika Inti: Teori dan Penerapannya"

Copied!
212
0
0

Teks penuh

(1)

Buku Ajar Fisika Inti MAP4217

Fisika Inti:

Teori dan Penerapannya

Abdurrouf

Fisika UB

2015

(2)
(3)

Prakata

Fisika Inti (MAP4217) adalah salah satu mata kuliah wajib di Pro-gram Studi S1 Fisika UB dengan bobot 3 SKS. Mata kuliah ini di-desain untuk mahasiswa semester 4, yaitu mereka yang sudah men-dapatkan Fisika Modern di semester 3, tetapi baru akan mendapatk-an Fisika Statistik di semester 5 dmendapatk-an Fisika Kumendapatk-antum di semester 6. Dengan demikian, pembahasan yang terkait dengan konsep kuantum atau statistik akan diberikan secara kualitatif.

Sebagai mata kuliah wajib, Fisika Inti membutuhkan keberadaan buku ajar sebagai pegangan. Buku ajar ini ditulis untuk kebutuh-an silabus Fisika Inti, mengacu pada kurikulum 2011, dkebutuh-an diharapkkebutuh-an dapat mengatasi kelangkaan buku Fisika inti dalam bahasa Indonesia. Buku ajar ini berisi konsep dan contoh soal beserta jawabannya. Kon-sep yang ada juga disajikan dalam bentuk gambar, untuk membantu mahasiswa mencernanya.

Penulis berterima kasih kepada adik-adik mahasiswa Fisika UB peserta kuliah Fisika Inti, yang menjadi sumber inspirasi penulisan diktat ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada istri penulis (Triyuni Kurniawati, S.Ag., M.Pd.) dan putri kami (Ifti, Biba, dan Naila) yang terkurangi waktu kebersamaannya karena aktivitas ini.

Akhirnya, kami menunggu sumbang saran pembaca untuk keba-ikan naskah ini. Semoga tulisan ini bermanfaat, dan pahalanya bisa tersampaikan pada almarhumah ibu penulis, Ibu Istiqomah.

Malang, Januari 2015 Penulis

(4)
(5)

Daftar Isi

1 Mengenal Inti 1

1.1 Sejarah Penemuan Inti . . . 1

1.2 Partikel Penyusun Inti . . . 4

1.3 Dimensi, Massa, dan Energi Inti . . . 10

1.3.1 Dimensi inti . . . 10

1.3.2 Massa nukleon . . . 13

1.3.3 Massa dan energi ikat inti . . . 15

1.3.4 Isotop dan massa relatif . . . 19

2 Model Inti Klasik 21 2.1 Perlunya Model Inti . . . 21

2.2 Model Tetes Cairan . . . 23

2.3 Model Gas Fermi . . . 47

3 Model Inti Kuantum 55 3.1 Model Kulit . . . 55

3.1.1 Motivasi model kulit . . . 55

3.1.2 Model potensial sentral . . . 63

3.1.3 Model potensial sentral plus kopling spin . . . 69

3.1.4 Modifikasi potensial sentral inti . . . 78

3.2 Sifat-sifat inti . . . 82

3.2.1 Sifat mekanik inti . . . 83

3.2.2 Sifat magnetik inti . . . 85

3.2.3 Sifat elektrik inti . . . 90

3.3 Model Inti yang lain . . . 93 v

(6)

3.3.2 Model vibrasi . . . 97

3.3.3 Model rotasi . . . 99

3.3.4 Model Nilsson . . . 101

3.3.5 Gambaran skematis model inti . . . 104

4 Gaya Antar Nukleon 107 4.1 Deuteron . . . 107

4.1.1 Energi ikat . . . 108

4.1.2 Spin dan paritas . . . 109

4.1.3 Momen magnetik . . . 110

4.1.4 Momen quadrupol elektrik . . . 111

4.1.5 Potensial dan jari-jari . . . 112

4.2 Sifat Gaya Nuklir . . . 112

4.3 Model Pertukaran Partikel. . . 113

4.4 Isospin . . . 118

5 Peluruhan Radioaktif 121 5.1 Jenis Peluruhan dan Penyebabnya . . . 121

5.2 Peluruhan Alfa . . . 123

5.2.1 Mengapa harus alfa? . . . 123

5.2.2 Energi pada peluruhan alfa . . . 130

5.2.3 Teori emisi alfa . . . 131

5.2.4 Aturan seleksi: momentum sudut dan paritas . 137 5.3 Peluruhan Beta . . . 139

5.3.1 Persamaan peluruhan beta . . . 139

5.3.2 Energi pada peluruhan beta . . . 141

5.3.3 Jenis peluruhan beta . . . 142

5.3.4 Teori peluruhan beta . . . 147

5.3.5 Aturan seleksi: momentum sudut dan paritas . 151 5.3.6 Peluruhan beta ganda . . . 152

5.4 Peluruhan Gamma . . . 153

5.4.1 Energi pada peluruhan gamma . . . 155

5.4.2 Klasifikasi peluruhan gamma . . . 157 vi

(7)

6.1 Mengenal Reaksi Inti . . . 161

6.1.1 Klasifikasi reaksi inti . . . 163

6.1.2 Energetika pada reaksi inti . . . 166

6.1.3 Tampang reaksi inti . . . 170

6.2 Reaksi Fisi . . . 175

6.2.1 Mengapa reaksi fisi? . . . 175

6.2.2 Energi pada reaksi fisi . . . 179

6.3 Reaksi Fusi . . . 183

6.3.1 Energi pada reaksi fusi . . . 184

6.3.2 Reaksi fusi pada matahari . . . 186

(8)
(9)

Daftar Gambar

1.1 Kerapatan nukleon hasil eksperimen . . . 11

1.2 Kerapatan teroretis nukleon . . . 11

1.3 Jari-jari inti sebagai fungsi nomor massa A1/3 . . . 12

1.4 Data isotop Carbon (Sumber: Krane, 1988). . . 19

1.5 Tabel periodik carbon. . . 20

2.1 Berbagai model inti dan inspirasi penggunaannya . . . 22

2.2 Plot fraksi energi ikat inti dari hasil eksperimen. . . . 24

2.3 Plot fraksi energi ikat teoritis. . . 29

2.4 Plot fraksi energi ikat, dihitung dengan menggunakan berbagai koefisien yang berbeda. . . 30

2.5 Muatan elektrostatis pada inti . . . 32

2.6 Susunan simetri versus susunan asimetri. . . 34

2.7 Plot dAdf sebagai fungsiA. . . 38

2.8 Kurva kestabilan inti, teori vs eksperimen . . . 40

2.9 Energi coulumb inti sebagai fungsi A2/3 . . . 42

2.10 Plot Matomsebagai fungsi Z, untukA tertentu. . . . 46

2.11 Gambaran gas fermion untuk netron dan proton . . . 48

3.1 Jumlah isotop stabil sebagai fungsi jumlah netronN. 57 3.2 Kelimpahan isotop . . . 58

3.3 Energi separasi netron sehingga menghasilkan isotop X(A, Z). . . 58

3.4 Energi ikat netron terakhir. . . 59

3.5 Energi eksitasi inti . . . 60

3.6 Tampang reaksi inti . . . 60 ix

(10)

3.8 3 Model potensial sentral . . . 64

3.9 Tingkat energi menurut model sumur potensial dan os-ilator harmonis. . . 68

3.10 Tingkat energi nukleon menurut model kopling spin Mayer Jansen. . . 73

3.11 HHG sebagai pendeteksi spin inti . . . 77

3.12 Potensial netron (kiri) dan proton (kanan). . . 78

3.13 Tingkat energi proton dan netron dari potensial sentral yang ditunjukkan pada gambar?? . . . 79

3.14 Berbagai bentuk inti. . . 92

3.15 Fraksi energi ikat inti . . . 95

3.16 Struktur inti menurut model alfa . . . 96

3.17 Berbagai model deformasi inti akibat vibrasi. . . 98

3.18 Tingkatan energi menurut model Nillson, . . . 103

3.19 Berbagai model inti dan pengelompokannya. . . 105

3.20 Berbagai model inti dan kronologi perumusannya. . . 106

4.1 Diagram Feynmann untuk berbagai jenis interaksi nukleon-nukleon. . . 115

5.1 Peluruhan alfa. . . 124

5.2 Perbadingan nilaiQteoritis dan eksperimen untuk pe-luruhan alfa. . . 129

5.3 Potensial yang harus dilewati oleh partikel alfa untuk lepas dari inti anak. . . 132

5.4 Pola peluruhan alfa dari U-234 menjadi Th-234. . . . 138

5.5 Gambar peluruhanβ dan diagram Feynamann terkait. 140 5.6 Plot jumlah partikel beta sebagai fungsi energi kinetik dari inti induk Bi-210. . . 143

5.7 Jenis peluruhan beta . . . 146

5.8 Plot jumlah partikel beta sebagai fungsi momentum inti induk Cu-64 dan kurva Fermi-Kurie terkait. . . 149

5.9 Skema peluruhan gamma pada Zn-69. . . 154 x

(11)

6.1 Skema reaksi inti dalam kerangka laboratorium. . . 166 6.2 Skema reaksi inti dalam kerangka pusat massa (PM) . 168 6.3 Gambaran berkas sinar proyektil yang mengenai target. 171 6.4 Inti produk hasil reaksi fisi termal dar U-235 (Loveland,

2006). . . 180 6.5 Kecenderungan reaksi fusi dan fisi, berdasarkan nomor

massaA. . . 183

(12)
(13)

Daftar Tabel

1.1 Sifat-sifat proton dan netron. . . 15

2.1 Berbagai set nilai konstanta untuk persamaan energi ikat. . . 29

2.2 Jumlah isotop stabil dan berumur anjang untuk berba-gai kombinasi jumlah proton dan jumlah netron. . . . 35

3.1 Nilai energi dan populasi nukleonnya untuk model po-tensial kotak. . . 65

3.2 Tingkat energi untuk model 3 osilator harmonis 1 dimensi 66 3.3 Tingkat energi untuk model 1 osilator harmonis 3 dimensi 67 3.4 Prediksi spin pada berbagai jenis inti . . . 75

3.5 Berbagai model potensial inti . . . 81

3.6 Nilai momen magnetik beberapa inti . . . 90

3.7 Energi ikat perαbond pada berbagai inti. . . 97

4.1 Sifat-sifat pion . . . 117

4.2 Energi ikat beberapa inti . . . 119

4.3 Nilai isospin beberapa jenis partikel . . . 120

5.1 Jenis peluruhan radioaktif . . . 122

5.2 Nliai Qpada berbagai modus peluruhan23292 U. . . 126

5.3 Nilai Qpada peluruhan alfa untuk berbagai isotop. . . 127

5.4 Fraksi energi ikat dan massa per nukleon pada inti kecil.127 5.5 Nilai T partikelα pada berbagai inti induk. . . 131

5.6 Klasifikasi radiasi gamma . . . 158 xiii

(14)

6.2 Distribusi energi hasil reaksi fisi untuk U-235 . . . 181

(15)

Bab 1

Mengenal Inti

1.1

Sejarah Penemuan Inti

Sejarah penemuan inti tidak bisa dilepaskan dari sejarah penemuan atom. Model atom yang pertama kali menyarankan keberadaan in-ti atom adalah model atom Rutherford (1911). Model atom tersebut bermula dari percobaan Hans Geiger dan Ernest Marsden (1909) yang dilakukan di Laboratorium Fisika Universitas Manchester. Percoba-an tersebut dilakukPercoba-an atas petunjuk dari Ernest Rutherford, dengPercoba-an tujuan untuk membuktikan kebenaran dari teori atom yang dikemu-kakan oleh Thomson.

Pada eksperimen tersebut, sebuah lempengan emas tipis ditemba-ki dengan partikel alfa1 yang diemisikan oleh unsur Radium. Partikel alfa yang telah mengenai lempengan emas kemudian dideteksi dengan menggunakan layar yang dilapisi seng sulfida (ZnS) sebagai detektor. Rutherford berpendapat bahwa apabila struktur atom yang dikemu-kakan oleh Thomson2 adalah benar maka sebagian besar berkas parti-kel alfa yang melewati emas akan mengalami gaya elektrostatik yang sangat lemah, sehingga partikel alfa akan diteruskan dengan sedikit penyimpangan arah dari arah semula, atau kurang dari 1o.

1

Saat itu sudah diketahui bahwa partikel alfa bermuatan posisitif. Belakangan kita tahu bahwa partikel alfa tidak lain adalah inti atom helium.

2

Salah satu poin dari model Thomson adalah muatan positif tersebar merata di seluruh inti

(16)

Tetapi apa yang diamati Geiger dan Marsden sangat mengejutkan. Meskipun banyak partikel alfa yang mengalami penyimpangan kurang dari 1o, tetapi ada juga yang mengalami penyimpangan dengan sudut sangat besar. Bahkan sebagian kecil dari partikel alfa terhambur ke arah semula.

Setelah merunut pola-pola partikel alfa yang ditembakkan ke lem-peng logam emas, maka Rutherford mengambil kesimpulan bahwa sebagian besar ruang dalam atom adalah ‘ruang kosong’, di mana massa atom terkonsentrasi pada pusat atom yang bermuatan positif dengan ukuran 10.000 kali lebih kecil dibanding ukuran keseluruh-an atom. Konsentrasi massa tersebut dinamakkeseluruh-an inti atom (nucleus, jamak nuclei) dan bermuatan positif, sehingga medan elektrostatik yang ditimbulkannya mampu membalikkan partikel alfa yang juga bermuatan positif. Elektron diasumsikan mengelilingi inti atom ter-sebut seperti planet-planet kita mengelilingi matahari.

Selanjutnya, hasil percobaan Geiger-Marsden dapat diterangkan dengan menggunakan model atom Rutherford, sebagai berikut.

• Fraksi partikel alfa yang dapat melewati lempengan logam emas dengan sudut deviasi yang kecil (kurang dari 1o) menunjukkan bahwa berkas partikel alfa tersebut melewati ruang kosong yang ada di dalam atom

• Fraksi partikel alfa yang mengalami deviasi menunjukan bahwa partikel alfa tersebut berada pada posisi yang dekat dengan inti atom yang bermuatan positif. Gaya elektrosatis antara parti-kel alfa dan inti emas akan membelokkan partiparti-kel alfa, dengan sudut deviasi berbanding terbalik dengan kedekatan berkas alfa terhadap inti emas.

• Berkas partikel alfa yang dipantulkan ke arah semula menun-jukkan bahwa partikel alfa tersebut bertumbukan dengan inti atom yang bermuatan positif. Karena inti atom emas memili-ki massa dan muatan yang lebih besar dibanding partikel alfa, maka partikel alfa mengalami pemantulan.

(17)

Dalam bahasa Indonesia, sebutan inti, nuklir, atau padanannya, mun-cul dalam berbagai bentuk, antara lain adalah

• kata benda, seperti

– ‘inti atom’ yang merupakan padanan dari kata inggris ‘ nu-cleus’ atau ‘atomic nuclei’

– ‘nuklida’ (nuclide) yang merupakan sebutan bagi inti atom suatu unsur tertentu, seperti nuklida hidrogen, nuklida ni-trogen, dan lain-lain

– ‘nukleon’ (nucleon) yang berarti partikel penyusun inti3

• kata sifat, seperti ‘reaksi nuklir/reaksi inti’ (nuclear reaction), ‘energi nuklir’ (nuclear energy), ‘bom nuklir’ (nuclear bomb), ‘fi-sika nuklir / fi‘fi-sika inti’ (nuclear physics), peluruhan inti (nuclear decay), dan lain-lain

Contoh : Menghitung jari-jari inti dari hamburan alfa.

Perkirakan jari-jari inti dari hamburan alfa, dengan menganggap se-luruh energi kinetik alfa diubah menjadi energi elektrosatis pada saat mendekati inti.

Penyelesaian

Misalkan energi kinetik elektron adalah T, sehingga partikel al-fa dapat mendekati inti sampai jarak R. Pada jarak tersebut, selu-ruh energi kinetik partikel alfa T diubah menjadi energi elektrosta-tik. Karena muatan alfa adalah 2e sedang muatan inti emas adalah

Ze, maka T = 1 0 2Ze2 R , atau R = 2e2 4π0 Z T = 4,608×10 −28Z T Jm = 2,88 ×10−15ZT MeV m. Karena T = 7,7 MeV dan Z = 79, maka

R= 29,55×10−15m≈30×10−15m = 30 fm. Perhatikan bahwa se-karang kita pakai satuan jarak baru untuk fisika inti yaitu fermi (fm), di mana 1 fm = 10−15m, Sebagai perbandingan, satuan jarak dalam atom didefinisikan dalam angstrom, di mana 1 angstrom = 10−10m. Ini berarti, berarti jari-jari inti 1000001 jari-jari atom.

3

(18)

1.2

Partikel Penyusun Inti

Mengacu pada hasil percobaan Geiger-Marsden, diketahui bahwa inti (i) mengandung proton dan bermuatan positif sebanding dengan no-mor atomnya, atau qinti ≈+Ze, dan (ii) jari-jarinya dalam orde fm (10−15m). Analisis spektrometri massa memberikan info tambahan bahwa (iii) massa inti sebanding dengan nomor massa (A) atomnya, atauminti≈Amp. Berdasarkan asumsi (i) dan (iii), fisikawan meng-ajukan gagasan bahwa inti terdiri atasAproton dan (A−Z) elektron. Model proton-elektron ini terlihat sangat menjanjikan karena ga-bungan A proton dan Z elektron menghasilkan inti dengan muatan

Ze≈+Zedan massaAmp.

Sekalipun demikian, model proton-elektron ini mengalami banyak kesulitan terkait dengan ‘kehadiran’ elektron bebas dalam inti. Seti-daknya ada 4 alasan yang menolak kehadiran elektron dalam inti.

• Alasan pertama terkait denganspin inti, di mana nilai spin inti yang diprediksi oleh model proton elektron tidak sesuai dengan data eksperimen.

• Alasan kedua terkait ukuran inti, Dengan analisis energi ikat, dimensi inti dipandang terlalu sempit bagi elektron bebas. Alas-an serupa muncul dari Alas-analisis asas ketidakpastian Heise-nberg.

• Alasan ketiga terkait denganmomen magnetik, di mana mo-men magnetik inti model proton elektron terlalu tinggi diban-dingkan dengan data eksperimen.

• Alasan keempat terkait denganpeluruhan beta, di mana spek-trum kontinyu dari partikel beta yang dipancarkan inti berten-tangan dengan spektrum diskrit yang disarankan model proton-elektron. Alasan serupa muncul dari interaksi nuklir elek-tron, di mana akan sulit memahami bagaimana mungkin sepa-ro dari elektsepa-ron berada dalam inti dan berinteraksi dengan gaya

(19)

nuklir kuat, sementara separo yang lain berada di luar inti dan berinteraksi dengan gaya Coulumb.

Contoh : Nilai spin gabungan partikel

Hitunglah spin partikel hasil gabunganN partikel dengan spin 12~.

Penyelesaian

Misalkan seluruh partikel penyusun memiliki orientasi spin up, maka spin partikel gabungannya (yang sekaligus merupakan nilai mak-simum yang mungkin dimiliki) yaitu N2~. Jika sebuah partikel ber-ubah orientasi, maka nilai spin up berkurang 12~ sedang nilai spin down bertambah 12~. Dengan demikian, spin partikel gabungannya berkurang sebesar ∆I = 12~− 12~ = ~. Untuk N genap, maka pengurangan ini bisa berlangsung terus sampai jumlah spin up dan down sama yang berarti spin gabungannnya bernilai 0. Untuk N

ganjil, maka pengurangan ini bisa berlangsung terus sampai jumlah spin up dan down berselisih 1 yang berarti spin gabungannya bernilai

1

2~. Dengan demikian, nilai spin gabungan yang mungkin dari hasil penggabunganN partikel berspin 12 adalah adalah

I = N 2 ~, N 2 −1 ~, N 2 −2 ~, ...., ( 0 untuk N genap 1 2~ untuk N ganjil .

Contoh : Analisis spin inti

Hitunglah spin inti atom nitrogen menurut menurut proton-elektron, dan bandingkan dengan hasil eksperimen. Apa kesimpulan anda?

Penyelesaian

Menurut model proton-elektron, inti N terdiri atas 14 proton dan 7 elektron. Karena masing-masing proton dan elektron memiliki spin

1

2~,4 maka momen spin inti N harusnya merupakan kombinasi dari 21 partikel dengan spin masing-masing partikel 12~. Dengan demikian, momen spin inti N bisa jadi salah satu dari12~, 32~, ..., 192~, atau 212 ~. Sayangnya, data eksperimen menunjukkan bahwa spin inti N adalah

4

Seringkali hanya ditulis sebagai 1

(20)

~. Inti berarti analisis spin tidak mendukung model proton-elektron.

Contoh : Analisis energi ikat

Hitunglah energi ikat elektron-proton, carilah panjang gelombang de Broglienya, dan bandingkan dengan dimensi inti. Apa kesimpulan anda?

Penyelesaian

Karena elektron adalah lepton, maka ia hanya dapat berinteraksi dengan proton melalui ikatan elektrostatis, yang besarnya adalah

Ee−p= 1 4π0

Ze2 r .

Untuk kasus inti besar A = 124, Z ≈ A2 = 62, danr adalah jari-jari inti r = R = R0A1/3 = 1,2×10−15 ×1241/3 = 5,98×10−15m. Dengan demikian Ee−p = 9×109 62× 1,6×10−19 5,98×10−15 = 238×10 −14J15 MeV. Panjang gelombang de Broglie terkait elektron dengan energi 15 MeV adalah λe = ~ pe = h/2π Ee−p/c = hc 2πEe−p = 6,626×10 −34 × 3×108 2×22 7 ×238×10−14 = 13×10−15m.

Karena jari-jari inti dalam orde 10−15m sedangkan (untuk kasus kita sekarang) r = 5,98×10−15m, berarti r < λe. Ini berarti analisis energi tidak mendukung keberadaan elektron bebas dalam inti.

Contoh: Analisis ketidakpastian Heisenberg

Jika jari-jari inti adalah 5×10−15m, hitunglah energi yang dapat dimiliki partikel yang berada di dalamnya. Apa kesimpulan anda?

(21)

Ketidakpastian Heisenberg untuk kasus 1 dimensi menyatakan bahwa (∆p) (∆x)≥ ~

2. Jika ∆x adalah jari-jari intiR, maka ∆p= ~ 2∆x = h 4πR = 6,626×10−34 4×22 7 ×5×10−15 = 1,1×10−20kg m/s.

Kita ambil nilai ∆psebagai nilaip. Selanjutnya, karenaT =pc, maka

T = 1,1×10−20

× 3×108

= 3,3×10−12J = 20 MeV.

Ternyata elektron atau partikel beta yang diamati pada peluruhan beta memiliki energi sekitar 2-3 MeV, satu orde lebih kecil dari nilai dugaan teoretis model proton-elektron. Sekali lagi, hal ini menun-jukkan bahwa elektron bebas tidak mungkin ditemui di dalam inti.

Contoh : Analisis momen magnetik inti

Hitung momen magnetik elektron, momen magnetik proton, dan ban-dingkan dengan momen magnetik inti. Apakah kesimpulan anda?

Penyelesaian

Momen magnetik inti dapat dinyatakan sebagai fungsi linier dari magneton proton µp = 2me~p dan magneton elektron µe = 2me~e. Kare-na µ ∝ m1 dan mp

me = 1836,maka

µe

µp = 1836. Dengan demikian, jika

benar terdapat elektron dalam inti, maka momen magnetik inti ha-rusnya dalam ordeµe. Faktanya, momen magnetik inti adalah dalam orde µp. Hal ini menunjukkan bahwa elektron bebas tidak mungkin ditemui di dalam inti.

Contoh : Energi kinetik elektron pada peluruhan beta

Jika elektron bisa ditemui dalam inti, bagaimanakah bentuk spek-trumnya?

Penyelesaian

Jika elektron dapat dijumpai sebagai partikel bebas dalam inti, maka peluruhan beta mestinya terjadi karena tumbukan elektron de-ngan proton. Dalam hal ini, partikel beta harusnya bersifat monoe-nergetik sehingga spektrumnya bersifat diskrit. Faktanya, spektrum

(22)

beta bersifat kontinyu, yang berarti elektron yang dipancarkan pada peluruhan beta berasal dari pecahan partikel lain, yang bermuatan netral. Partikel ‘lain’ inilah yang kemudian dinamakan netron dan, bersama dengan proton, menjadi partikel penyusun inti.

Kegagalan model proton elektron menuntun Rutherford untuk mengajukanmodel proton-netronpada tahun 1920. Netron dipos-tulatkan (i) memiliki massa hampir sama dengan massa netron, dan (ii) bermuatan netral. Sebagai tambahan, netron yang spinnya 12~, bukanlah gabungan dari proton dan elektron, karena secara teoritis tidak mungkin dua partikel dengan spin 12~bergabung dan mengha-silkan partikel baru dengan spin 12~. Kita ulangi,

netron6=proton+elektron (1.1) Sebuah inti sekarang dapat dilambangkan dengan

A

ZX. (1.2)

Pada persamaan di atas,

• X adalah simbol kimia atom (perhatikan bahwa X ditulis dengan huruf kapital dan tegak).

• Z adalah nomor atom, yang menunjukkan jumlah proton dalam inti dan menentukan muatan inti.

• A adalah nomor massa, yang menunjukkan jumlah proton dan netron dalam inti, dan menentukan massa inti. Dengan demiki-an, jumlah netron di dalam inti adalah A−Z.

Karena sebuah nomor atom (Z) bersifat unik untuk setiap atom, maka penulisan Z bersama X seringkali dianggap tidak berguna, sehingga sebuah inti dicirikan oleh nomor massa A, dan dapat ditulis sebagai

(23)

atau

X−A.

Model proton-netron menemukan momentumnya setelah netron dite-mukan secara eksperimen oleh J. Chadwick pada tahun 1932.5

Contoh : Cara menuliskan inti

Suatu inti terdiri atas 7 proton dan 8 neutron. Bagaimana cara me-nuliskan inti tersebut?

Penyelesaian

Inti dengan 7 proton adalah nitrogen, jadi kita dapat menuliskan inti tersebut sebagai157 N,15N, atau N−7.

Contoh : Spin inti

Hitunglah spin inti atom nitrogen menurut menurut proton-netron, dan bandingkan dengan hasil eksperimen. Apa kesimpulan anda?

Penyelesaian

Menurut model proton-netron, inti N terdiri atas 7 proton dan 7 netron. Karena masing-masing proton dan netron memiliki spin

1

2~, maka spin inti N harusnya merupakan kombinasi dari 14 partikel dengan spin masing-masing partikel 12~. Dengan demikian, momen spin inti N bisa jadi salah satu dari (0,1,2, ...7)~. Data eksperimen menunjukkan menunjukkan bahwa spin inti N adalah ~. Ini berarti analisis spin mendukung model proton-netron.

Terkait dengan nilaiZdanA, ada beberapa istilah yang kita kenal yaitu

• isotop, yaitu nuklida yang memliki Z yang sama tetapi A ber-beda, seperti15

8 O, 168 O,178 O, dan188 O, serta127 N ,137 N,147 N, dan 15

7 N.

• isobar, yaitu nuklida yang memliki A yang sama tetapi Z ber-beda, seperti178 O dan179 F

5

Sekalipun demikian, perlu dicatat bahwa proton dan netron bukanlah partikel dasar. Keduanya tersusun atas 3 quark. Kita akan membahasnya nanti.

(24)

• isoton, yaitu nuklida yang memliki A−Z yang sama tetapi Z

dan Aberbeda, seperti 157 N,168 O, dan 179 F

• isomer, yaitu nuklida yang memilikiZ dan Ayang sama, tetapi memiliki tingkat energi yang berbeda, karena salah satu inti se-dang berada pada keadaan tereksitasi, seperti18073 Ta dan180m73 Ta serta23491 Pa dan234m91 Pa

• ‘mirror nuclei’ (inti kaca atau inti cermin), yaitu dua inti di mana keduanya memiliki A yang sama, tetapi Z1 = N2 dan

Z2 = N1. Dengan kata lain, dua pasang inti cermin dicirikan oleh Z1 +Z2 = A. Contoh inti cermin dengan Z berselisih 1 adalah3

1H dan32He serta157 N dan158 O, sedang contoh inti cermin denganZ berselisih 2 adalah188 O dan1810Ne

1.3

Dimensi, Massa, dan Energi Inti

1.3.1 Dimensi inti

Bagaimanakah bentuk inti? Apakah inti berbentuk lingkaran? Jika ya, berapakah jari-jarinya? Dalam eksperimen, jari-jari inti dapat di-tentukan melalui pengukuran distribusi muatan inti atau distribusi materi inti. Salah satu hasil pengukuran distribusi muatan inti di-tunjukkan pada Gambar 1.1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa inti berbentuk bola, dengan kerapatan nukleon konstan ρ0 sampai jarak tertentu untuk kemudian menurun secara cepat sampai menuju nol sepanjang ‘kulit inti’ dengan ketebalan t (Gambar 1.2 (model kera-patan gradual)). Kerakera-patan nukleon pada jarakr terhadap pusat inti diberikan oleh

ρ(r) = ρ0

1 + exp [(r−R)/a] (1.3) di mana ρ0 = 0,172 nukleon/fm3 adalah kerapatan nukleon pada bagian inti dalam, R adalah jari-jari ketika ρ(r) = 12ρ0, dan a =

t/(4 ln 3) ≈ 0,2272t dengan t adalah ketebalan kulit inti. Untuk kepentingan operasional, kita memakai R sebagai jari-jari efektif in-ti. Dalam hal ini, inti dimodelkan sebagai bola dengan jari-jari R,

(25)

Gambar 1.1: Kerapatan nukleon dalam inti (Sumber: B. Frois,Proc. Int. Conf. Nucl. Phys., Florence, 1983, eds. P. Blasi and R.A. Ricci, Tipografia Compositori Bologna, Vol. 2, p. 221). Insert: Gambaran kerapatan nukleon (sumber: R. Mackintosh, J. Al-Khalili, B. Jonson and T. Pena, Nucleus: A Trip into the Heart of Matter, The Johns Hopkins University Press, 2001). Kedua gambar dikutip dalam Love-land (2006)

(26)

dengan kerapatan nukleon serba sama ρ0, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2 (model kerapatan konstan). Selanjutnya, karena terdapat

A nukleon dalam inti, makaρ0 = 4A 3πR3

, sehingga

R = 3

4πρ1/30

A1/3=R0A1/3, (1.4)

di mana R0 = 1,2 fm.6 Ketergantungan R pada A1/3 diperlihatkan pada Gambar 1.3. Kemiringan kurva, dR

d(A1/3), menunjukkan nilaiR0,

dan untuk Gambar 1.3 bernilai 1,2 fm.

Sejauh ini, kita mengasumsikan bahwa inti berbentuk bulat. Un-tuk beberapa inti, anggapan ini tidak benar. Beberapa inti jarang ( ra-re earth, dengan 220< A < 260) dan inti aktinida (220< A <260) mengalami perubahan bentuk dari lingkaran supaya bersifat stabil. Kita akan mendiskusikannya nanti di Bab 2.

Gambar 1.3: Jari-jari inti sebagai fungsi nomor massa A1/3 (Sumber: R. Engleret al.,Atomic Data and Nuclear data Tables 14, 509 (1974), seperti dikutip oleh Krane, 1988).

6

(27)

Contoh : Kerapatan inti

Hitunglah kerapatan inti.

Penyelesaian

Kerapatan inti bisa didapatkan dengan cara

ρ = m V = Amnukleon 4 3πR3 = Amnukleon 4 3π R0A1/3 3 = mnukleon 4 3πR03 = 1,67×10 −27kg 4 3π×(1,2×10−15m) 3 = 2,1×10 27kg/m3. 1.3.2 Massa nukleon

Satuan massa dalam SI adalah kg. Namun, satuan kg dianggap terlalu besar untuk inti. Dalam fisika inti, massa suatu partikel dinyatakan dalam ‘satuan massa atom’ (sma) atau atomic mass units (u), di mana7 1 u = 1 12 massa 12 6 C = 1,660538921×10−27kg. (1.5)

Contoh : Nilai u dalam kg

Menurut eksperimen, massa 1 mol 126 C adalah 12 gram. Berapakah nilai u dalam kg.

Penyelesaian

1 mol 126 C terdiri atas 6,02×1023 (yang dikenal dengan bilangan Avogadro, NA) molekul 126 C. Jika massa 1 mol 126 C adalah 12 gram, berarti massa 1 atom126 C adalah

massa 126 C = 12 gram 6,02×1023 = 12×10−3kg 6,02×1023 = 1,9934×10 −26kg.

7Definisi u menurut persamaan (1.5) sering disebut sebagai u ala fisikawan.

Sebelumnya 1 u didefinisikan sebagai 1 u = 161 `

massa168 O

´

, yang dikenal sebagai definisi u ala kimiawan.

(28)

Selanjutnya, karena 1 u = 121 massa126 C , maka 1 u = 1,9934×10 −26 12 = 1,66×10 −27kg.

Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan ekivalensi massa-energi Einstein, sebuah massa m dapat menghasilkan energi sebesar

E=mc2. (1.6)

Karena itu, satuan massa juga dapat dinyatakan dalam satuan energi ekivalen, di mana satuan massa = satuan energi/c2. Salah satu satu-an ekivalen ysatu-ang bsatu-anyak dipakai adalah MeV/c2, di mana 1 u juga dapat didefinisikan dalam energi ekivalensinya sebagai

1 u = 931,5 MeV/c2. (1.7) Berdasarkan Persamaan (1.7), diperoleh hubungan c2 = 931,5 MeV/u.8

Contoh : Kesetaraan u dengan MeV/c2

Nyatakan nilai u dalam MeV/c2.

Penyelesaian

Energi yang diperoleh sebagai hasil konversi massa sebesar 1 u adalah

Energi (1 u) = 1.660538921×10−27kg × 3×108ms−12

= 1,4923933×10−10J.

Energi juga dapat dinyatakan dalam satun eV (electron volt), di mana 1 eV adalah energi potensial dari sebuah elektron yang diletakkan pada beda potensial 1 volt, atau 1 eV =eJ = 1,60217646×10−19J.

8Pada sistem satuan atomik (atomic units), dipilihc= 1, sehingga hubungan

massa energi menjadi lebih simpel. Dalam hal ini faktor konversinya adalah 1 u = 931,5 MeV.

(29)

Dengan demikian

Energi (1 u) = 1,4923933×10

−10J 1,602×10−19

= 931,494061×106eV≈931,5 MeV.

Dengan demikian, 1 u juga dapat didefinisikan dalam energi ekivalen-sinya, yaitu 1 u = 931,5 MeV/c2.

Tabel 1.1: Sifat-sifat proton dan netron.

muatan spin massa massa massa (e) (~) (×10−27 kg) (u) (MeV/c2) proton +1 12 1,6726 1,007276 938,27 netron 0 12 1,6749 1,008766 939,57

atom H-1 - - - 1,007825

-Selanjutnya dengan menggunakan rumusan ekivalensi massa dan momentum

p=mc= 1

cmc

2,

maka satuan momentum dapat dinyatakan sebagai MeV/c. Massa proton dan netron dinyatakan pada Tabel 1.1. Untuk sebarang inti, begitu kita mengetahui massanya dalam u, maka kita dapat menge-tahui energinya dengan menggunakan Persamaan (1.7). Berikut disa-jikan beberapa kuantitas penting dalam kajian fisika inti, dinyatakan dalam satuan yang aplikatif

e2 4πε0 = 1,43998 MeV fm ~ = 6,58212×10−22MeV s c = 2,9979×1023fm/s ~c = 197,3 MeV fm

1.3.3 Massa dan energi ikat inti

Di antara sifat-sifat inti yang dapat diukur dengan ketepatan tinggi adalah massanya. Massa suatu inti AzX (yang terdiri atas Z proton

(30)

dan (A−Z) netron) harusnya sama dengan massa penyusunnya atau

m AzX = Zmp + (A−Z)mn. Faktanya hasil pengukuran selalu menunjukkan bahwa m A

zX

(selanjutnya ditulis sebagai m) selalu lebih kecil dariZmp+(A−Z)mn. Ini berarti ada selisih massa (mass

defect) yang besarnya adalah

∆m=Zmp+ (A−Z)mn−m. (1.8) Selisih massa tersebut tidak berarti ada massa hilang, melainkan ada massa yang diubah menjadi energi ikat inti (binding energy,B).9 De-ngan memanfaatkan hubuDe-ngan massa energiE =mc2, maka besarnya energi ikat inti adalah

B(A, Z) = ∆mc2 = [Zmp+ (A−Z)mn−m]c2. (1.9) Kebanyakan tabel yang ada mencantumkan massa atomM dan bukan massa inti m. Hubungan kedua massa tersebut adalah

m(A, Z) =M(A, Z)−Zme+Batom(A, Z)/c2,

di mana me adalah massa elektron (me = 0,511 MeV/c2) sedangkan

Batom(A, Z) adalah energi ikat atomik (dalam orde keV10). Dengan demikian, energi ikat inti juga bisa dinyatakan sebagai berikut

B(A, Z) = [Zmp+ (A−Z)mn − Matom−Zme+Batom(A, Z)/c2 c2 = [Z(mp+me) + (A−Z)mn−Matom(A, Z)]c2 −Batom/c2 ≈ [ZMH + (A−Z)mn−Matom(A, Z)]c2, (1.10) 9

Mengacu pada katabinding, dipakai notasiB untuk energi ikat inti. Di sini kita melihat asal energi ikat sebagai hasil perubahan sebagian massa inti menjadi energi. Pada bab 2, kita akan mendiskuskan pemanfaatan energi ikat tersebut oleh inti.

10

Menurut rumusan Thomas-Fermi, energi ikat elektronik dapat dinyatakan se-bagaiBatom(A, Z) = 15,73Z7/3eV.

(31)

di mana MH adalah massa atom hidrogen, H-1. Pada penurunan di atas, kita mengabaikanBatom(A, Z) karena nilainya yang dalam orde eV jauh lebih kecil dari energi ikat inti yang dalam orde MeV. Ke-nyataan bahwa energi ikat inti dapat dinyatakan dalam massa atom adalah alasan mengapa kita menggunakan atomic units dan bukan

nuclear units.

Contoh : Energi ikat inti

Hitunglah energi ikat deuteron, jika massa deuteron adalah 1875,5803MeV/c2.

Penyelesaian

Deuteron adalah inti 21H, sehingga terdiri atas 1 proton dan 1 netron. Untuk menghitung energi ikatnya, akan lebih mudah jika digunakan massa ekivalennya, sbb

B = (mp+mn−mdeuteron)c2

= (938,27 + 939,57−1875,58) MeV = 2,26 MeV.

Kuantitas lain yang juga penting adalah energi separasi, baik ener-gi separasi netronSnmaupun energi separasi protonSp. Energi sepa-rasi netron adalah energi yang dibutuhkan untuk memisahkan sebuah netron (yang terluar) dari suatu intiA

ZX sehingga terbentuk inti baru A−1

Z X, menurut reaksi A

ZX +Sn(A, Z)→AZ−1X +n. Energi separasi netron dapat dinyatakan sebagai

Sn(A, Z) = [m(A−1, Z) +mn−m(A, Z)]c2 (1.11) Dengan cara yang sama, persamaan reaksi untuk separasi proton, yaitu pemisahan sebuah proton (yang terluar) dari suatu inti AZX

(32)

se-hingga terbentuk inti baru AZ11Y, dapat dinyatakan sebagai A

ZX +Sp(A, Z)→AZ−−11Y +p. Energi separasi proton adalah

Sp(A, Z) = [m(A−1, Z−1) +mp−m(A, Z)]c2 (1.12)

Contoh : Energi separasi netron

Hitunglah energi separasi netron untuk untuk U-239.

Penyelesaian

Energi separasi netron untuk U-239 adalah

Sn(U−239) = [m(U −238) +mn−m(U −239)]c2

= [238,050788 + 1,008766−239,054293]×931,5 MeV = 4,9 MeV.

Contoh : Mencari ungkapan Sp dan Sn

Turunkan ungkapan Sp dan Sn sebagai fungsi energi ikat B.

Penyelesaian

Pada Persamaan (1.11), energi separasi netron dinyatakan sebagai

Sn(A, Z) = [m(A−1, Z) +mn−m(A, Z)]c2. Karena B(A, Z) = [Zmp+ (A−Z)mn−m]c2 (Pers. (2.1)), maka ungkapan Sn juga dapat dinyatakan sebagai

Sn(A, Z) = Zmp+ (A−1)mn−B(A−1, Z)/c2 +mn − Zmp+Amn−B(A, Z)/c2 c2 = B(A, Z)−B(A−1, Z). (1.13) Dengan cara yang sama, didapatkan

(33)

1.3.4 Isotop dan massa relatif

Kita akhiri bab ini dengan mengenal isotop dari inti dengan nomor atom yang sama. Sebagai contoh, kita tinjau isotop carbon, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.4. Pada sata tersebut, kolom pertama menunjukkan simbol atom, kolom kedua nomor atom, kolom ketiga nomor massa, kolom keempat massa atom, kolom kelima spin dan pa-ritas, sedang kolom ketujuh adalah kelimpahan isotop di alam (untuk isotop stabil) atau waktu paro dan modus peluruhan (untuk isotop tak stabil). Dari data tersebut, diketahui bahwa inti carbon, bisa muncul dalam 7 isotop, yaitu C-9, C-10, C-11, C-12. C-13, C-14, dan C-15. Dari 7 isotop tersebut, 2 isotop bersifat stabil yaitu, C-12 dan C-13; 3 isotop tidak stabil dan akan menangkap elektron C-9, C-10, dan C-11; dan 2 isotop tidak stabil dan akan memancarkan radiasi beta C-14 dan C-15. Dari data tersebut, kita dapat mencari massa relatif atom, yaitu

Gambar 1.4: Data isotop Carbon (Sumber: Krane, 1988).

M r (atom) = Σimiyi,

di manam adalah massa atom dan y adalah kelimpahan atom. Pen-jumlahanidilakukan pada semua isotop stabil dari atom tersebut.

Contoh : Menghitung massa relatif Mr

Hitunglah massa relatif atom carbon.

(34)

Dari data pada Gambar 1.4, didapatkan

M r (carbon) = (12,000000×0,9889 + 13,003355×0,0111) u = 12,011137 u

Data yang lebih akurat adalah C-12 memiliki kelimpahan 98,93% se-dangkan kelimpahan C-13 adalah 1,07%. Dengan demikian, didapatk-an

M r (carbon) = (12,000000×0,9893 + 13,003355×0,0107) u = 12,010736 u

Nilai Mr tercantum pada tabel periodik, seperti pada Gambar 1.5.

(35)

Bab 2

Model Inti Klasik

2.1

Perlunya Model Inti

Sejauh ini terdapat banyak data eksperimen terkait inti atom, seperti (i) sifat jenuh energi ikat per nukleon, (ii) sifat kestabilan inti yang sangat khas, serta (iii) keberadaan bilangan ajaib (magic number). Sayangnya pengetahuan kita sejauh ini hanyalah sebatas bahwa: “in-ti tersusun atas proton dan netron”, tanpa ada penjelasan bagaimana nukleon tersebut tersusun dalam inti dan saling berhubungan satu sama lain. Berbeda dengan kasus atom, yang fenomenanya dapat di-jelaskan secara sempurna oleh teori kuantum, sejauh ini belum ada satu teoripun yang dapat menjelaskan fenomena di level inti atom. Jadilah kita mencoba merangkai suatu model untuk inti. Berbeda dengan teori yang berlaku secara umum, suatu model barangkali ha-nya bisa menjelaskan fenomena tertentu saja, secara parsial. Dengan kata lain, daerah kerja suatu model sangat terbatas. Meski demikian, dengan memiliki suatu model inti, diharapkan kita dapat menjelask-an berbagai fenomena pengamatmenjelask-an untuk inti serta mampu menduga perilaku inti yang belum diketahui melalui eksperimen. Pada akhir-nya, diharapkan kita mampu memanfaatkan fenomena di level inti untuk kepentingan yang bermanfaat.

Model yang akan kita buat untuk inti bertumpu pada bagaima-na memodelkan dibagaima-namika nukleon di dalamnya. Terkait dengan hal

(36)

Gambar 2.1: Berbagai model inti dan inspirasi penggunaannya

ini, ada dua cara pandang. Cara pandang pertama adalah pandang-an kolektif ypandang-ang mempandang-andpandang-ang nukleon sebagai satu kesatupandang-an. Dalam pandangan kolektif, nukleon tidak terisolasi satu sama lain melainkan saling berinteraksi sangat kuat, di mana dinamika kolektifnya mun-cul sebagai sifat inti. Dengan kata lain, mean free-path (lintasan be-bas rata-rata) nukleon sangat pendek. Cara pandang kedua adalah pandangan independen, yang memandang nukleon bukan sebagai ke-lompok. Dalam pandangan ini, nukleon dipandang sebagai partikel individual yang tidak saling berinteraksi satu sama lain atau berinte-raksi sangat lemah yang diwujudkan dalam bentuk potensial. Dalam pandangan ini,mean free-path nukleon sangat panjang. Sebagai kon-sekuensinya, setiap nukleon memiliki sifat fisis yang berbeda, yang pada gilirannnya dapat mempengaruhi sifat inti.

Secara umum, suatu model akan diterima bila (i) bisa menjelaskan fenomena eksperimen, (ii) menghasilkan dugaan teoritis yang benar, serta (ii) memiliki bentuk yang sederhana, mudah diingat, dan

(37)

efi-sien secara matematis. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa baik pendekatan kolektif maupun individual berhasil menerangkan perila-ku inti, meskipun untuk kasus yang berbeda. Ini berarti keduanya konsisten. Tetapi kenapa keduanya muncul dalam model yang berbe-da? Penjelasannya ada pada prinsip larangan Pauli. Setiap interaksi menghasilkan suatu keadaan (state). Akibat larangan Pauli, tidak se-mua keadaan boleh ada. Ini berarti nukleon tidak selalu berinteraksi. Akibatnya, mean free-path nukleon pada model independen sangat panjang.

Kebanyakan model inti diadopsi dari model non-inti yang sudah ada. Jika suatu fenomena dalam inti memiliki kesamaan dengan de-ngan fenomena lain di luar inti, maka model yang bisa menjelaskan fenomena tersebut dipakai sebagai model inti, seperti ditunjukkan pa-da Gambar 2.1.

2.2

Model Tetes Cairan

Model tetes cairan (liquid drop model) adalah model kolektif yang paling banyak dipakai. Model ini mula-mula diusulkan oleh Geor-ge Gamow dan kemudian dikembangkan oleh Niels Bohr dan John Archibald Wheeler. Model ini diilhami oleh kesamaan sifat inti de-ngan sifat tetes cairan. Di antara sifat tetes cairan adalah (i) ke-rapatannya homogen, (ii) ukuran tetes cairan berbanding lurus de-ngan jumlah partikel / molekul penyusunnya, dan (iii) kalor uap-nya berbanding lurus dengan jumlah partikel pembentukuap-nya,Cuap=

konstanta×jumlah partikel. Misalkan kita mengukur kalor uap per jumlah partikelnya, maka mengacu pada sifat no (iii), tentunya kita akan mendapat nilai yang konstan, tanpa bergantung pada jumlah partikel penyusunnya.1

Sekarang kita akan melihat bahwa sifat tetes cairan tersebut juga dijumpai pada inti, sebagai berikut.

1

Energi vaporisasi per molekul untuk air adalah 0,42 eV, tidak bergantung pada jumlah molekulnya.

(38)

Gambar 2.2: Plot fraksi energi ikat inti (energi ikat per nukleon) da-ri hasil ekspeda-rimen. (sumber:http://media-3.web.bda-ritannica.com/eb- (sumber:http://media-3.web.britannica.com/eb-media/46/6046-004-A03990FC.gif )

• Dari Gambar 1.1, terlihat bahwa kerapatan massa inti konstan, kecuali pada daerah kulit inti.

• Dari Persamaan (1.4), terlihat bahwa R ∝ A1/3, yang berarti

V ∝A

• Suatu besaran pada inti yang setara dengan kalor uap per jum-lah partikel adajum-lah energi ikat inti per nukleon

f = B

A. (2.1)

Hasil pengamatan, yang ditunjukkan pada Gambar 2.2, menun-jukkan bahwa nilai f relatif konstan pada nilai sekitar 8,5 MeV untuk 30≤A≤200.

(39)

cairan sebagai model inti.

Model tetes cairan mengandaikan inti sebagai tetes cairan fluida tak mampat, yang tersusun oleh nukleon, yakni gabungan proton dan netron yang terikat oleh gaya nuklir kuat. Model tetes cairan tidak memerinci sifat individual nukleon, tetapi menerangkan sifat kolektif nukleon yang sekaligus merepresentasikan sifat inti. Dengan meng-analogikan inti sebagai tetes cairan nukleon, inti diasumsikan punya sifat berikut

• Inti tersusun atas nukleon tak termampatkan sehinggaR∝A1/3

(Perilaku ini setara dengan sifat tetes cairan, di mana ukurannya berbanding lurus dengan jumlah molekul penyusunnya.)

• Gaya inti antar nukleon mengalami saturasi dengan cepat, da-lam arti hanya memiliki jangkauan yang sangat terbatas, atau hanya efektif untuk nukleon tetangganya langsung. Dengan de-mikian, energi ikat inti sebanding dengan jumlah nukleonnya. (Ini sama dengan sifat tetes cairan, di mana kalor uapnya ber-banding lurus dengan jumlah partikel pembentuknya)

• Jika gaya tolak elektrostatik diabaikan, maka gaya inti bernilai sama besar di antara proton dan netron.

Berdasarkan asumsi di atas, kita dapat merumuskan energi ikat inti sebagai

B ∝ A

= avA,

di mana av adalah suatu konstanta.2 Berdasarkan rumusan di atas, kita dapat menghitung bahwa energi ikat inti per nukleon adalahf =

B

A =av bernilai konstan. Hal ini tidak sesuai dengan data eksperimen

2

Karena volume inti sebanding dengan nomor massanya A, maka ketergan-tunganB pada Ajuga dapat diartikan sebagai ketergantungannya pada volume. Dengan demikian, sangat logis untuk menuliskan energi tersebut sebagai energi volume dan menuliskannya sebagaiaVA, di mana indeksvuntukvolum.

(40)

pada Gambar 2.2. Ini berarti harus ada suku koreksi pada ungkapan energi ikat.

Untuk memahami kehadiran suku koreksi, kita lihat asumsi ke-2 dari model tetes cairan. Gaya inti antar nukleon hanya efektif untuk nukleon tetangganya langsung. Dengan demikian, energi ikat inti per nukleon sebanding dengan jumlah nukleon tetangganya, katakan n. Asumsi inilah yang kita pakai dalam menentukan nilai av. Sekalipun demikian, perlu diingat bahwa tidak semua inti mempunyainnukleon tetangga. Inti yang ada di sepanjang permukaan bola, tentunya akan memiliki jumlah tetangga lebih sedikit. Ini artinya nilai B = avA terlalu besar dan harus dikurangi oleh inti yang ada di permukaan bola. Jika volume bola sebanding dengan A, maka luas permukaan bola sebanding denganA2/3, sehingga faktor koreksi akibat permuka-an adalah −asA2/3, di mana indekss untuk surface.3 Sekarang kita dapat menuliskan energi ikat inti sebagai

B =avA−asA2/3.

Persamaan terakhir memberikan kita f =av− Aa1s/3. Terlihat bahwa

ungkapan tersebut belum benar karena memberikan nilai fraksi energi ikatf yang akan naik sejalan dengan kenaikan nomor massaA, tanpa pernah mencapai puncak untuk kemudian turun.

Faktor koreksi berikutnya muncul dari kecenderungan proton un-tuk saling menjauh, yang tetunya mengurangi nilai energi ikatnya. Jika jumlah proton adalahZdan maka energi ikat elektrosatisnya ada-lah Bc ∝ (Ze)

2

R , dengan R adalah jari-jari inti. Karena proton tidak mungkin berinteraksi dengan dirinya sendiri, makaBc ∝ (Ze)

2

R − Ze2

R = Z(Z−1)e2

R . Selanjutnya, karena volume inti sebanding dengan jumlah nukleonA, makaR∝A1/3, sehingga faktor koreksi energi akibat gaya elektrostatis atau gaya Coloumb adalah −acZ(ZA1−/31), di mana indeks

c untuk Coulumb. Dengan demikian, menurut model tetes cairan,

3Dalam pembahasan energi ikat, energi ikat kita beri nilai positif. Dengan

demikian, faktor koreksi energi yang menguatkan ikatan kita beri nilai positif, sedang faktor koreksi energi yang melemahkan ikatan kita beri nilai negatif.

(41)

energi ikat inti (nuclear binding energy, B) terdiri atas

B = Bv−Bs−Bc = avA−asA2/3−ac

Z(Z−1)

A1/3 . (2.2) Persamaan terakhir memberikan fraksi energif =av−Aa1s/3−ac

Z(Z−1) A4/3 ,

yang menjamin bahwa sejalan dengan kenaikanA, fraksi energif ak-an naik, mencapai nilai maksimum, dak-an kemudiak-an turun. Sayak-angnya nilai tersebut belum benar-benar sama dengan data eksperimen. Ini berarti masih dibutuhkan suku koreksi yang lain.

Koreksi berikutnya muncul dari model kulit.4 Koreksi pertama (dari model kulit) terkait dengan perbandingan jumlah proton dan netron. Menurut larangan Pauli, dua buah proton (atau dua buah netron) tidak bisa menempati suatu keadaan yang sama. Dengan demikian, satu tingkat energi, hanya bisa ditempati maksimal 4 nu-kleon, yaitu sebuah netron spin up, sebuah netron spin down, sebuah proton spin up, dan sebuah proton spin down. Untuk inti simetris (N = Z), semua tingkat energi (selain tingkat tertinggi) akan terisi 4 nukleon. Sebaliknya untuk inti asimetris (N 6= Z), tidak semua tingkat energi terisi 4 nukleon. Dengan demikian, energi minimum untuk membentuk inti asimetris lebih besar dari energi minimum inti simetris. Dengan kata lain, pada inti asimetri, sebagian dari energi ikat inti dipakai untuk membentuk pasangan asimetris ini. Koreksi energi ikat terkait sifat asimetris diberikan oleh aa(N−Z)

2

A , di mana indeks auntuk asymmetric. Koreksi kedua (dari model kulit) terka-it dengan kecenderungan sesama proton untuk membentuk pasangan yang yang terdiri atas sebuah proton spin up dan sebuah proton spin down, sehingga energinya minimum. Hal yang sama berlaku untuk netron. Akibatnya sebuah inti dengan Z genap dan N genap (inti genap-genap), akan memiliki energi minimum yang berbeda bila di-bandingkan dengan inti genap-ganjil, ganjil-genap, dan ganjil-ganjil. Mengingat hal ini, ditambahkan koreksi pasangan yang besarnya kita

4

Kita membahasnya di sini, sekalipun belum membahas model kulit, untuk mendapatkan gambaran yang utuh tentang SEMF.

(42)

nyatakan sebagai δ. Koreksi ketiga (dari model kulit) terkait dengan konfigurasi nukleon dalam inti, di mana inti dengan jumlah proton dan atau netron sama dengan bilangan ajaib (magic number) akan memiliki energi ikat lebih besar. Dengan memperhatikan semua ko-reksi yang bersumber pada model tetes cairan dan model kulit, maka rumusan energi ikat inti adalah:

B = Bv−Bs−Bc−Ba+Bp+Bm = avA−asA2/3−ac Z(Z−1) A1/3 −aa (N −Z)2 A +δ+η.(2.3)

Arti setiap suku pada pada persamaan di atas adalah

• B adalah energi ikat inti (binding energy)

• avA adalah energi ikat yang dijabarkan dengan pendekatan vo-lume

• asA2/3 adalah koreksi energi ikat akibat efek permukaan

• acZ(ZA1−/21) adalah koreksi energi ikat akibat gaya tolak Coulumb

antar proton

• aa(N−Z)

2

A adalah koreksi energi ikat akibat ketidaksamaan jum-lah proton dan netron (asssymmetry,a)

• δ adalah koreksi energi ikat akibat sifat berpasangan (pairing,

p) dari netron dan proton, di mana δ = 0 jika A ganjil, dan

δ 6= 0 untuk A genap. Lebih detail, δ berharga positif jika N

danZgenap, dan berharga negatif jikaN danZ ganjil. Ada dua ekspresi untuk δ, yaitu ap

A3/4 dan

ap

A1/2, dengan indeks p untuk

pairing.. Keduanya diturunkan dari fitting data eksperimen, tanpa ada penurunan secara teoritis.

• ηadalah koreksi energi inti akibat konfigurasi kulitnya, di mana

η berharga positif jika N dan Z adalah bilangan ajaib.

Persamaan (2.3) dikenal sebagai rumusan empiris untuk energi ikat inti atau massa ikat inti (the semi-empirical mass formula, SEMF).

(43)

Gambar 2.3: Plot fraksi energi ikat teoritis, dihitung sampai faktor koreksi yang berbeda, diplot sebagai fungsi A, dengan menggunak-an koefisien a dari Ferbel pada Tabel 2.1. Perhatikan kemiripannya dengan hasil eksperimen pada Gambar 2.2.

Rumusan di atas juga dikenal sebagai formula Weizs¨acker5(atau lebih lengkapnya formula Bethe-Weizs¨acker). Plot f teoritis sebagai fungsi

A, dengan berbagai tingkat koreksi yang berbeda, ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Tabel 2.1: Berbagai set nilai konstanta untuk Persamaan (2.3). Nilai (MeV) av 14 16 15.56 14 14.1 15.75 as 13 18 17.68 13.1 13 17.8 ac 0.60 0.72 0.72 0.146 0.595 0.711 aa 19 23.5 23.3 19.4 19 23.7 δ A343/4 11 A1/2 34 A3/4 12 A3/4 33.5 A3/4 11.18 A1/2

Ref. Beiser Meyerhof Ferbel Kaplan Wapstra Rohif Sebagai persamaan semi-empiris, terdapat berbagai set nilai koe-fisiena(av,as,ac,aa, danap), baik yang diperoleh dari ‘fitting’ data

5

Mengacu pada Carl Friedrich von Weizs¨acker yang mengajukan rumusan ter-sebut pada tahun 1935.

(44)

Gambar 2.4: Plot fraksi energi ikat, dihitung sampai dengan suku asimetri, dengan menggunakan berbagai koefisien yang berbeda. Per-hatikan kemiripannya satu sama lain.

eksperimen maupun dari perhitungan teoritis, seperti ditunjukkan pa-da Tabel. 2.1. Plot fraksi energi yang dihitung dengan menggunakan berbagai set koefisien yang berbeda disajikan pada Gambar 2.4. Terli-hat bahwa tiap set koefisien menghasilkan kurva dengan posisi puncak yang berbeda, dengan puncak kurva Ferbel paling dekat dekat dengan data experimen (A= 56), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Contoh : Menghitung av secara kualitatif

Misalkan interaksi antar nukleon dimodelkan dengan cara sebuah ne-tron melepaskan partikel dengan energi tertentu pada proton, sehing-ga proton berubah jadi netron dan netron berubah jadi proton. De-ngan menggunakan model tersebut, hitunglah nilai av pada rumus energi ikat empiris (Pers. (2.3)).

Penyelesaian

Misalkan dipakai asumsi Z = N = 12A, maka ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam model ini adalah

(45)

pa-sangan yang terbentuk adalah 12A.

• Karena reaksi hanya berlangsung satu arah, dalam arti yang satu melepaskan dan yang lain menerima, maka peluang sebu-ah nukleon (yang kelebihan energi) untuk menemukan nukleon lain (yang bisa menerima energi, untuk menjadi pasangannya) adalah 12.

• Jika suatu interaksi mempertukarkan energi sebesar , maka energi bersih yang dipertukarkan oleh setiap nukleon adalah 12. Dengan demikian, total energi dalam suatu inti adalah

Ev= 1 2A× 1 2× 1 2= 8A.

Membandingkan hasil di atas dengan Pers. (2.3), didapatkan bahwa

av = 8. Menurut Model Yukawa, energi dari partikel yang dipertu-karkan adalah 140 MeV, sehingga av = 17,5 MeV. Nilai ini sangat dekat dengan nilai hasil fitting.

Contoh : Menghitung as secara kualitatif

Berilah gambaran kualitatif nilai as pada rumus energi ikat empiris (Pers. (2.3)).

Penyelesaian

Jika jari-jari inti adalah R = R0A1(3, maka volume inti adalah 4

3πR 3

oA. karena inti mengandung A nukleon, berarti volume suatu nukleon adalah 43πR3o. Ini berarti jari-jari nukleon adalah R0. Ji-ka nukleon memiliki kerapatan konstan, maJi-ka jumlah nukleon yang berada pada permukaan inti Ns, sebagai berikut

Ns =

luas permukaan inti luas penampang nuleon

× kerapatan relatif nukleon

pada permukaan inti ! = 4πR 2 0A2/3 πR02 ×ρR= 4ρRA 2/3.

(46)

pro-sentasi luasan dari nukleon permukaan yang tidak berinteraksi dengan nukleon lain. Misalkan nilainya adalah SR, maka energi ikat permu-kaan adalahBS=aV4ρRSRA2/3. Ini berarti bahwa

as= 4ρRSRaV.

Jika dipakaiρR= 12 dan SR= 12, maka didapatkanas=aV. Kondisi yang lebih tepat adalahρR< 12 danSR> 12, sehingga didapatkan nilai

asbisa lebih besar atau lebih kecil, tetapi cukup dekat dengan nilaiav.

Contoh : Menghitung ac secara kualitatif

Hitunglah nilaiac pada rumus energi ikat empiris (Pers. (2.3)).

q2=3(Ze/R3)r2dr q1=(Ze/R3)r3 r

dr

Gambar 2.5: Muatan elektrostatis pada inti

Penyelesaian

Misalkan kita anggap bahwa proton tersebar secara homogen pada inti. Untuk inti yang terdiri atas Z proton dan memiliki jari-jari R, maka rapat muatannya adalah

ρ= 4Ze 3πR3

.

Sekarang kita akan menghitung energi elektrostatik antara muatan dalam bola dengan jari r dan muatan pada selubung luar dengan ketebalan dr, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.5. Muatan pada bola dengan jari-jari r adalah 4Ze

3πR3

4 3πr3 =

Ze

R3r3. Sementara itu,

muatan pada selubung adalah 4Ze 3πR3

(47)

kita hitung energi potensial antara keduanya Bc = 1 4πε0 Z R 0 Ze R3r 33Ze R3r 2dr1 r = 3 (Ze)2 4πε0R6 Z R 0 r4dr= 1 4πε0 3 (Ze)2 5R .

Dengan memanfaatkan hubunganR =R0A1/3, didapatkan

Bc = 1 4πε0 e2 R0 3 5 Z2 A1/3.

Selanjutnya, karenaZ proton tidak mungkin berinteraksi dengan di-rinya sendiri, maka

Bc = 1 4πε0 e2 R0 3 5 Z2 A1/3 − 1 4πε0 e2 R0 3 5 Z A1/3 = 3 5 1 4πε0 e2 R0 Z(Z−1) A1/3 .

Membandingkan hasil terakhir dengan Pers. (2.3), didapatkan bahwa

ac = 3 5 e2 4πε0 1 R0 joule = 3 51,44 MeV fm 1 1,2 fm = 0,72 MeV. Nilai ini sangat dekat dengan nilai hasil fitting.

Contoh : Menghitung aa secara kualitatif

Hitunglah nilaiaa pada rumus energi ikat empiris (pers. (2.3)).

Penyelesaian

Kita tinjau 2 inti isobar dengan nomor massa A. Misalkan inti pertama memilikiZ =N = 12A, sedangkan inti kedua memilikiN > Z, di mana selisih netron dan proton adalahN−Z. Ini berarti bahwa inti kedua dapat diperoleh dengan cara merubah 12(N −Z) proton menjadi netron dan memindahkan posisinya 12(N −Z) lebih tinggi. Untuk merubah sebuah proton menjadi sebuah netron dibutuhkan energi sebesar 21 ×12 × NA−ZEp→n,6 di mana untuk memindahkannya

6

(48)

Gambar 2.6: Susunan simetri (kiri) dan susunan asimetri (kanan). Perhatikan bahwa susunan asimetri dapat diperoleh dengan merubah

1

2(N −Z) proton menjadi 1

2(N−Z) netron, dan memindahkannya sejauh 12(N−Z) tingkat lebih tinggi. Untuk itu diperlukan energi.

ke posisi 12(N−Z) lebih tinggi diperlukan energi sebesar12(N−Z), dengan adalah beda energi antar tingkat. Jika jarak antar tingkat energi adalah sama, tiap tingkat energi diisi 2 netron dan 2 proton, dan energi tertinggi adalah EF, maka = 2(NEF+Z) = E2AF. Dengan demikian

Ba = (jumlah proton yg diubah menjadi netron)

×[(energi untuk merubah proton menjadi netron)+

(energi untuk memindahkan proton ke tingkat lebih tinggi)] = 1 2(N −Z) × 1 4 (N−Z) A Ep→n+ 1 2(N−Z)× EF 2A = (N−Z) 2 A 1 8(Ep→n+EF) .

Dengan membandingkan persamaan di atas dengan Persamaan (2.3), didapatkan aa = 18(Ep→n+EF). Menurut model Yukawa Ep→n = 140 MeV, sedangkan menurut model Fermi EF ≈ 33 MeV, sehingga

netron di sekitar proton. Faktor setengah berikutnya terkait dengan pola reaksi yang bersifat satu arah. Faktor NA−Z terkait dengan peluang menemukan netron secara tak berapasangan dalam inti.

(49)

aa≈22,125 MeV. Nilai ini sangat dekat nilai hasil fitting.

Contoh : Memahami suku koreksi akibat sifat berpasangan

Jelaskan alasan munculnya tanda plus, minus, dan nol untuk suku koreksi akibat sifat berpasangan dari nukleon, δ, pada pers. (2.3).

Penyelesaian

Setiap nukleon hanya punya dua kemungkinan nilai spin, yaitu spin up dan spin down. Dengan demikian, masing-masing netron dan proton akan membentuk pasangan spin dan mempunyai energi minimal jika jumlahnya genap. Untuk A ganjil, maka ada dua ke-mungkinan kombinasi nilaiN danZ, yaitu genap ganjil dan ganjil -genap. Kedua kombinasi tersebut menyisakan satu proton atau satu netron tak berpasangan. Kondisi tersebut adalah kondisi yang harus terjadi dan tidak ada kondisi lain yang mungkin. Dengan demikian tidak ada faktor koreksi terkait dengan sifat berpasangan ini,δ = 0. Tabel 2.2: Jumlah isotop stabil dan berumur anjang untuk berbagai kombinasi jumlah proton dan jumlah netron.

A genap ganjil

Z genap ganjil genap ganjil N genap ganjil ganjil genap

Stabil 148 5 53 48 254

Bermur panjang 22 4 4 3 35

Total 170 9 57 51 289

Untuk A genap, maka ada dua kemungkinan kombinasi nilai N

dan Z, yaitu genap - genap dan ganjil - ganjil. Kombinasi genap-genap tidak menyisakan nukleon tak berpasangan. Ini adalah kondisi di mana energi ikatnya maksimum, sehingga suku koreksinya bersifat menambah energi ikat dan berharga positif. Kombinasi ganjil - ganjil menyisakan satu netron dan satu proton tak berpasangan. Ini adalah kondisi di mana energi ikatnya minimum, sehingga suku koreksinya bersifat mengurangi energi ikat dan berharga negatif.

Dengan mengkuti logika di atas, berarti inti cenderung stabil ji-ka memiliki kombinasi proton-netron dalam bentuk genap-genap dan

(50)

cenderung tidak stabil jika memiliki kombinasi proton-netron dalam bentuk ganjil-ganjil. Jumlah isotop stabil untuk berbagai kombinasi

Z dan N disajkan pada Tabel 2.2.

Contoh : Menuliskan suku koreksi akibat sifat berpasangan

Tuliskan ungkapan matematis untuk suku koreksi akibat sifat berpa-sangan.

Penyelesaian

Karena suku koreksi akibat sifat berpasangan bernilai nol untuk proton-netron ganjil genap dan genap ganjil, bernilai positif untuk kombinasi genap-genap, serta bernilai negatif untuk kombinasi ganjil-ganjil, maka nilainya dapat dinyatakn sebagai

Bp = 1 2 (−1)Z+ (−1)N ap A3/4. Contoh : Menghitung B

Hitunglah nilai energi ikat dan fraksi energi ikat untuk inti 16O.

Penyelesaian

Dengan memanfaatkan rumusan SEMF dan koefisien Meyerhof, didapatkan Bv =avA= 16×16 = 256 MeV Bs=asA2/3= 18×162/3 = 114,29 MeV Bc=ac Z(Z−1) A1/3 = 0,72× 8 (8−1) 161/3 = 16 MeV. Ba=aa (A−2Z)2 A = 23,5× (16−2×8)2 16 = 0.

Dengan demikian, energi ikat O2menurut SEMF adalah = 125,71 MeV. Sebagai perbandingan, kita dapat menghitung nilai energi ikat (yang

(51)

sebenarnya) dengan memanfaatkan Persamaan (2.4),

B(O−16) = [8MH+ (16−8)mn−Matom(O−16)]c2

= [8×1,007825032 + 8×1,008776−15,994914619]

×931,5 MeV = 128,45 MeV.

Ternyata nilai pendekatan SEMF cukup dekat dengan nilai sebenar-nya, dengan tingkat kesalahan 2,13%, sehingga cukup valid untuk digunakan menghitung B.

Model tetes cairan dengan SEMF-nya terbukti berhasil mene-rangkan berbagai fenomena eksperimen berikut.

• Fraksi energi ikat, yaitu energi ikat per nukleon atau energi ikat inti dibagi jumlah nukleon penyusunnya,f = BA. Fungsi f sam-pai suku asimetri, adalah

f =av−asA−1/3−acZ(Z−1)A−4/3−aa 1−2Z A 2 . (2.4) Selanjutnya, jika dipakai hasil (2.6) akan didapatkan f sebagai fungsi Asebagai berikut

f = av−asA−1/3 − ac 1 4A 1/21 2A −1/2γ 2A 1/6 +aa 1 +γA2/3−A 2 A3/4+γA1/22 (2.5) di mana γ = ac 4aa. Dengan memilih ∂f

∂A = 0, model ini juga bisa meramalkan nilaiA0 yang menghasilkan inti paling stabil. Kurva ∂A∂f sebagai fungsiA ditunjukkan pada Gambar 2.7.

• Pita kestabilan inti, di mana sebuah inti dengan nilaiAtertentu akan stabil untuk nilaiZ tertentu. UntukA ganjil makaδ= 0, sehingga untuk suatu nilaiA, hanya terdapat satu macam nilai

(52)

Gambar 2.7: Plot dAdf sebagai fungsi A. Inti dengan f maksimum ditunjukkan oleh dAdf = 0.

Z yang menghasilkan inti stabil, yaitu

Z = A/2

1 + ac

4aaA

2/3

. (2.6)

Untuk A genap, maka terdapat lebih dari satu nilai Z yang menghasilkan inti stabil. Selanjutnya, model ini juga berhasil mereproduksi kurva kestabilan initi, jumlah netron N sebagai fungsi jumlah proton Z.

Contoh : Fraksi energi ikat

Dengan mengunakan rumus energi ikat semi-empiris (Pers. (2.3)) dan hubunganAdanZ untuk inti stabil (Persamaan (2.6)), turunkan ungkapan untukf sebagai fungsiA,

Penyelesaian

Nilai f sampai dengan suku asimetri adalah

f ≈av−asA−1/3−ac Z(Z−1) A3/2 +aa 1− 2Z A 2 .

(53)

Selanjutnya, karena Z = A/2 (1+γA2/3) denganγ = ac 4aa, maka f = av−asA−1/3−ac A/2 (1+γA2/3) A/2 (1+γA2/3)−1 A3/2 −aa 1− A 1 +γA2/3 !2 = av−asA−1/3−ac A 2 A 2 − 1 +γA 2/3 A−3/2 1 +γA2/32 −aa 1 +γA2/3 −A2 1 +γA2/32 = av−asA−1/3− ac 4A 2ac 2A− γac 2 A 5/3 A−3/2 1 +γA2/32 −aa 1 +γA2/3 −A2 1 +γA2/32 = av−asA−1/3−ac 1 4A 1/21 2A −1/2γ 2A 1/6 1 +γA2/32 −aa 1 +γA2/3−A2 1 +γA2/32 = av−asA−1/3− ac 14A1/2−12A−1/2−γ2A1/6 +aa 1 +γA2/3−A 2 A3/4+γA1/22 .

Contoh : Kestabilan inti

Dengan mengunakan rumus energi ikat semi-empiris (Pers. (2.3)), turunkan hubungan antara nomor atomZ dan nomor massaAsupaya inti menjadi stabil, jika A ganjil.

Penyelesaian

Kondisi setimbang didapatkan pada saat B maksimum. Secara matematis, hal tersebut bersesuaian dengan dBdz = 0. Kita nyatakan Persamaan (2.3) B ≈avA−asA2/3−ac Z2 A1/3 −aa (A−2Z)2 A ±δ+η.

UntukA ganjil, maka δ= 0, sehingga

dB dZ =− 2acZ A1/3 − 2aa(A−2Z) (−2) A =−Z 2ac A1/3 + 8aa A + 4aa= 0, atau Z = 4aa 2ac A1/3 + 48a A = A/2 ac 4aaA 2/3+ 1 = A/2 1 + ac 4aaA 2/3. (2.7)

(54)

Gambar 2.8: Panel kiri: kurva kestabilan inti (yang dikenal sebagai kurva Segre), dihitung menurut pers. (2.6) (garis biru) dibandingkan

Z = A2 (garis merah). Panel kanan: data eksperimen untuk kestabilan inti (sumber: wikipedia)

Dari Persamaan (2.7), terlihat bahwa

• UntukAkecil, keadaan stabil tercapai bila Z≈ A

2 atauN =Z.

• UntukA besar, keadaan stabil tercapaiN > Z. Penyimpangan tersebut terjadi karena efek gaya tolak elektrostatis. Andaik-an tidak ada gaya elektrostatis (ac = 0), maka Z = A2 untuk sebarang nilai A. Garis kestabilan inti (N = A−Z sebagai fungsi Z) ditunjukkan pada Gambar 2.8. Inti yang berada di luar kurva kestabilan akan cenderung mendekati kurva dengan memancarkan partikel tertentu.

Contoh : Mencari inti stabil

Carilah inti stabil yang nomor massanya adalah 43.

Penyelesaian

Dengan menggunakan rumusan Z = “ A/2

1+4acaaA2/3”, maka untuk

A = 43, didapatkan Z = 19,7 ≈ 20, yang berarti intinya adalah 43

20Ca. Faktanya, dari 24 isotop Ca (mulai dari Ca-34 sampai dengan Ca-57), terdapat 4 isotop stabil, dan Ca-43 adalah salah satunya..

(55)

Contoh : Inti paling stabil jika Z = 12A

Dengan memanfaatkan rumusan energi ikatf, dan menganggapZ = 1

2A, carilah nilaiA yang menghasilkan inti paling stabil.

Penyelesaian

Jika dianggapZ = 12A, maka rumusan untuk energi ikat inti ada-lah

B≈avA−asA2/3−ac

Z2 A1/3, dan fraksi energi ikatnya adalah

f = B A ≈av−asA −1/3a c Z2 A4/3 =av−asA −1/3ac 4A 2/3.

Inti paling stabil akan memiliki nomor massaAyang memenuhi dAdf = 0. Dengan memanfaatkan rumusan f di atas, didapatkan

df dA = 1 3asA −4/31 6acA −1/3 = 0,

sehingga didapatkan A = 2as/ac. Dengan memanfaatkan nilai as = 17.68 MeV dan ac = 0.72 MeV, didapatkan A0 = 49.11. Jika dipakai

Z = 1+A/2ac

4aaA

2/3, maka diperoleh nilaiA0 yang berbeda, tergantung

pa-da nilai koefisiennya, seperti ditunjukkan papa-da Gambar 2.7. Sejauh ini, eksperimen menunjukkan bahwa A0 = 56. Inti dengan A < A0 akan cenderung melakukan reaksi fusi, sedang inti dengan A > A0 akan cenderung melakukan reaksi fisi.

Contoh : Menentukan R0

Tentukan nilai R0 dari data eksperimen pada gambar 2.9.

Penyelesaian

Gambar 2.9 menunjukkan nilai energi Coulumb Bc dari nukleon, diplot sebagai fungsi nomor massaA2/3. Dengan memanfaatkan nilai

(56)

Gambar 2.9: Energi Coulumb inti sebagai fungsi nomor massa A2/3 (sumber: Krane, 1988). Bc = 3 5 Z(Z−1)e2 4πε0R = 3 5 e2 4πε0 1 R0 Z(Z−1) A1/3 , didapatkan ∆Bc = Bc(Z+ 1)−Bc(Z) = 3 5 e2 4πε0 1 R0A1/3 [(Z+ 1)Z−Z(Z−1)] = 3 5 e2 4πε0 1 R0 2Z A1/3 .

Dengan menganggapA≈2Z, didapatkan ∆Bc= 3 5 e2 4πε0 1 R0 A2/3.

Dari plot Bc sebagai fungsiA2/3 pada Gambar 2.9, didapatkan slope dBc

d(A2/3) = 0,71 MeV. Ini berarti

3 5

e2

4πε0

1

R0 = 0,71 MeV. Jika dipakai

e2 4πε0 = 1,43998 MeV fm, didapatkan R0 = 3 5 1,43998 0,71 ≈ 1,2169 fm,

(57)

cu-kup dekat dengan harga dugaan teoretis R0 = 1,2 fm.

Contoh : Mencari ekspresi jari-jari inti (Beiser 11.19)

Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa energi Coulomb dari Z

proton yang terdistribusi ke seluruh inti adalahBC = 35Z(Z

−1)e2

4π0R .

Se-karang kita pakai formula tersebut untuk meninjau sepasang inti cer-min, dengan Asama tetapiZ berselisih 1.

• Jika perbedaan massa antara dua inti cermin ∆M (beda massa kedua inti) ditimbulkan oleh ∆m (beda massa antara 1

1H dan netron) dan energi Coulumb (Bc)-nya, carilah formula untuk jari-jari inti R.

• Gunakan formulaRuntuk mencari jari-jari sepasang inti cermin 15

8 O, jika perbedaan massa antara 158 O dan 157 N adalah ∆M = 0,00296u.

Penyelesaian

Ditinjau dari aspek massa, perbedaan energi antara sepasang inti cermin adalah ∆B = (∆M + ∆m)c2. Karena sepasang inti cermin memiliki nilai A dan |N −Z| yang sama, maka menurut SEMF se-mua komponen energinya sama, kecuali komponen energi Coulumb. Dengan demikian, beda energi ikat pada sepasang inti cermin adalah

∆BC = BC(Z+ 1)−BC(Z) = 3 5 (Z+ 1)Ze2 4π0R −3 5 Z(Z−1)e2 4π0R = 3 5 e2 4π0 2Z R =ac 2ZR0 R .

Dengan memanfaatkan ∆B = (∆M + ∆m)c2, didapatkan nilai jari-jari inti

R=ac

2ZR0 (∆M + ∆m)c2.

Untuk pasangan inti cermin 157 N dan 158 O maka Z = 7, sehingga

(58)

Contoh : Kestabilan bintang netron

Dengan menggunakan SEMF, dugalah perangai bintang netron supa-ya stabil. Basupa-yangkan bintang netron sebagai inti raksasa supa-yang tersu-sun atas netron saja.

Penyelesaian

Dengan mengikutsertakan energi gravitasi, SEMF dapat ditulis sebagai B ≈avA−asA2/3−ac Z(Z−1) A1/3 −aa (A−2Z)2 A ±δ+η+ag A(A−1) A1/3 . Suku terakhir adalah suku yang berasal dari energi tarik gravitasi. Nilai ag dapat dihitung dengan cara yang sama dengan ac, sehingga didapatkanag= 35Gm

2

n

R0 joule.

Jika sebuah bintang hanya terdiri atas netron, berarti Z = 0 dan

Bc = 0. Karena ukuran bintang sangat besar, maka suku permukaan bisa diabaikan. Dengan demikian, persamaan energi sehingga ukuran bintang mencapai batas atau energi ikatnya nol, adalah

B≈avA−aaA+agA5/3 = 0, atau

av−aa+agA2/3 = 0,

Dengan menggunakan nilaiavdanaa, didapatkanagA2/3 = 35Gm

2

n

R0A

2/3 = 7.5 MeV. Selanjutnya, dengan mengunakanG= 6,7×10−11Jmkg−2 dan mn = 1,67×10−27kg, didapatkan kondisi batas untuk bintang netron A ≈5×1055, R ≈4,3 km, dan M = 0,045 MO, dengan MO adalah massa matahari. Perhitungan yang lebih teliti menghasilkan

(59)

Contoh : Inti sferis

Sejauh ini kita selalu menganggap bahwa inti berbentuk bulat. Mi-salkan inti terdeformasi dan berbentuk sferis dengan jari-jari ma-yor a = R(1 +) dan jari-jari minor b = R(1 +)−1/2, dengan

adalah parameter deformasi. Akibatnya, luas permukaannya men-jadi Asf eris = Abulat 1 +252

dan jari-jari rata-ratanya menjadi

Rsf eris =Rbulat 1−152

. Carilah perubahan energinya.

Penyelesaian

Akibat perubahan luas permukaan dan jari-jari, maka komponen energi yang mengalami perubahan adalah energi permukaan Bs dan energi CoulumbnyaBc berubah. Dengan demikian

∆B = ∆Bs+ ∆Bc = Bs 1 +2 5 2 −1 +Bc 1−1 5 2 −1 = 2 5 (2Bs−Bc).

Selama ∆B > 0, maka inti bersifat stabil, dalam arti deformasinya tidak merusak inti. Karena Bs = asA2/3 dan Bc = acZ(ZA1−/31), maka

inti akan akan stabil selama Z(ZA−1) < 2as

ac .

Contoh : Plot massa inti sebagai fungsi Z

Turunkan ungkapan massa inti sebagai fungsi Z.

Penyelesaian

Rumus energi dalam inti dapat ditulis sebagai

Matom(A, Z)c2 =ZMpc2+ (A−Z)Mnc2−B+Zmec2. Dengan menggunakan nilai B dari Persamaan (2.3) dan menatanya sebagai −B =−avA+asA2/3+ ac A1/3Z 2 ac A1/3Z+aaA+ 4aa A Z 24a aZ,

(60)

Gambar 2.10: Plot energi sebagai fungsi Z, untuk A = 135. Ku-rva hampiran didapatkan dengan menggunakan Persamaan (2.8), se-dang nilai eksperimen didapatkan dengan menggunakan persamaan

E(A, Z) = [M(A, Z)−Zme]c2, di manaM(A, Z) adalah berat mo-lekul. Terlihat bahwaA= 135 akan stabil jikaZ = 56.

maka didapatkan Matom(A, Z)c2 =αZ2+βZ+γ, (2.8) di mana α = ac A1/3 + 4aa A β = −(Mn−Mp−me)c2−4aa γ = Mnc2−av+aa+ as A1/3 A.

Terlihat bahwa, Matom adalah fungsi kuadratik dari Z dengan nilai minimum pada

Gambar

Gambar 1.1: Kerapatan nukleon dalam inti (Sumber: B. Frois, Proc. Int. Conf. Nucl. Phys., Florence, 1983, eds
Gambar 2.1: Berbagai model inti dan inspirasi penggunaannya
Gambar 2.7: Plot dA df sebagai fungsi A. Inti dengan f maksimum ditunjukkan oleh dAdf = 0.
Gambar 2.8: Panel kiri: kurva kestabilan inti (yang dikenal sebagai kurva Segre), dihitung menurut pers
+7

Referensi

Dokumen terkait