Model Inti Klasik
2.2 Model Tetes Cairan
Model tetes cairan (liquid drop model ) adalah model kolektif yang paling banyak dipakai. Model ini mula-mula diusulkan oleh Geor-ge Gamow dan kemudian dikembangkan oleh Niels Bohr dan John Archibald Wheeler. Model ini diilhami oleh kesamaan sifat inti de-ngan sifat tetes cairan. Di antara sifat tetes cairan adalah (i) ke-rapatannya homogen, (ii) ukuran tetes cairan berbanding lurus de-ngan jumlah partikel / molekul penyusunnya, dan (iii) kalor uap-nya berbanding lurus dengan jumlah partikel pembentukuap-nya, Cuap= konstanta × jumlah partikel. Misalkan kita mengukur kalor uap per jumlah partikelnya, maka mengacu pada sifat no (iii), tentunya kita akan mendapat nilai yang konstan, tanpa bergantung pada jumlah partikel penyusunnya.1
Sekarang kita akan melihat bahwa sifat tetes cairan tersebut juga dijumpai pada inti, sebagai berikut.
1
Energi vaporisasi per molekul untuk air adalah 0,42 eV, tidak bergantung pada jumlah molekulnya.
Gambar 2.2: Plot fraksi energi ikat inti (energi ikat per nukleon) da-ri hasil ekspeda-rimen. (sumber:http://media-3.web.bda-ritannica.com/eb- (sumber:http://media-3.web.britannica.com/eb-media/46/6046-004-A03990FC.gif )
• Dari Gambar 1.1, terlihat bahwa kerapatan massa inti konstan, kecuali pada daerah kulit inti.
• Dari Persamaan (1.4), terlihat bahwa R ∝ A1/3, yang berarti V ∝ A
• Suatu besaran pada inti yang setara dengan kalor uap per jum-lah partikel adajum-lah energi ikat inti per nukleon
f = B
A. (2.1)
Hasil pengamatan, yang ditunjukkan pada Gambar 2.2, menun-jukkan bahwa nilai f relatif konstan pada nilai sekitar 8,5 MeV untuk 30 ≤ A ≤ 200.
cairan sebagai model inti.
Model tetes cairan mengandaikan inti sebagai tetes cairan fluida tak mampat, yang tersusun oleh nukleon, yakni gabungan proton dan netron yang terikat oleh gaya nuklir kuat. Model tetes cairan tidak memerinci sifat individual nukleon, tetapi menerangkan sifat kolektif nukleon yang sekaligus merepresentasikan sifat inti. Dengan meng-analogikan inti sebagai tetes cairan nukleon, inti diasumsikan punya sifat berikut
• Inti tersusun atas nukleon tak termampatkan sehingga R ∝ A1/3
(Perilaku ini setara dengan sifat tetes cairan, di mana ukurannya berbanding lurus dengan jumlah molekul penyusunnya.)
• Gaya inti antar nukleon mengalami saturasi dengan cepat, da-lam arti hanya memiliki jangkauan yang sangat terbatas, atau hanya efektif untuk nukleon tetangganya langsung. Dengan de-mikian, energi ikat inti sebanding dengan jumlah nukleonnya. (Ini sama dengan sifat tetes cairan, di mana kalor uapnya ber-banding lurus dengan jumlah partikel pembentuknya)
• Jika gaya tolak elektrostatik diabaikan, maka gaya inti bernilai sama besar di antara proton dan netron.
Berdasarkan asumsi di atas, kita dapat merumuskan energi ikat inti sebagai
B ∝ A
= avA,
di mana av adalah suatu konstanta.2 Berdasarkan rumusan di atas, kita dapat menghitung bahwa energi ikat inti per nukleon adalah f =
B
A = av bernilai konstan. Hal ini tidak sesuai dengan data eksperimen
2
Karena volume inti sebanding dengan nomor massanya A, maka ketergan-tungan B pada A juga dapat diartikan sebagai keterganketergan-tungannya pada volume. Dengan demikian, sangat logis untuk menuliskan energi tersebut sebagai energi volume dan menuliskannya sebagai aVA, di mana indeks v untuk volum.
pada Gambar 2.2. Ini berarti harus ada suku koreksi pada ungkapan energi ikat.
Untuk memahami kehadiran suku koreksi, kita lihat asumsi ke-2 dari model tetes cairan. Gaya inti antar nukleon hanya efektif untuk nukleon tetangganya langsung. Dengan demikian, energi ikat inti per nukleon sebanding dengan jumlah nukleon tetangganya, katakan n. Asumsi inilah yang kita pakai dalam menentukan nilai av. Sekalipun demikian, perlu diingat bahwa tidak semua inti mempunyai n nukleon tetangga. Inti yang ada di sepanjang permukaan bola, tentunya akan memiliki jumlah tetangga lebih sedikit. Ini artinya nilai B = avA terlalu besar dan harus dikurangi oleh inti yang ada di permukaan bola. Jika volume bola sebanding dengan A, maka luas permukaan bola sebanding dengan A2/3, sehingga faktor koreksi akibat permuka-an adalah −asA2/3, di mana indeks s untuk surface.3 Sekarang kita dapat menuliskan energi ikat inti sebagai
B = avA − asA2/3.
Persamaan terakhir memberikan kita f = av− as
A1/3. Terlihat bahwa ungkapan tersebut belum benar karena memberikan nilai fraksi energi ikat f yang akan naik sejalan dengan kenaikan nomor massa A, tanpa pernah mencapai puncak untuk kemudian turun.
Faktor koreksi berikutnya muncul dari kecenderungan proton un-tuk saling menjauh, yang tetunya mengurangi nilai energi ikatnya. Jika jumlah proton adalah Z dan maka energi ikat elektrosatisnya ada-lah Bc ∝ (Ze)R2, dengan R adalah jari-jari inti. Karena proton tidak mungkin berinteraksi dengan dirinya sendiri, maka Bc ∝ (Ze)R2−ZeR2 =
Z(Z−1)e2
R . Selanjutnya, karena volume inti sebanding dengan jumlah nukleon A, maka R ∝ A1/3, sehingga faktor koreksi energi akibat gaya elektrostatis atau gaya Coloumb adalah −acZ(Z−1)A1/3 , di mana indeks c untuk Coulumb. Dengan demikian, menurut model tetes cairan,
3Dalam pembahasan energi ikat, energi ikat kita beri nilai positif. Dengan demikian, faktor koreksi energi yang menguatkan ikatan kita beri nilai positif, sedang faktor koreksi energi yang melemahkan ikatan kita beri nilai negatif.
energi ikat inti (nuclear binding energy, B ) terdiri atas
B = Bv− Bs− Bc
= avA − asA2/3− acZ (Z − 1)
A1/3 . (2.2)
Persamaan terakhir memberikan fraksi energi f = av− as
A1/3−acZ(Z−1)
A4/3 , yang menjamin bahwa sejalan dengan kenaikan A, fraksi energi f ak-an naik, mencapai nilai maksimum, dak-an kemudiak-an turun. Sayak-angnya nilai tersebut belum benar-benar sama dengan data eksperimen. Ini berarti masih dibutuhkan suku koreksi yang lain.
Koreksi berikutnya muncul dari model kulit.4 Koreksi pertama (dari model kulit) terkait dengan perbandingan jumlah proton dan netron. Menurut larangan Pauli, dua buah proton (atau dua buah netron) tidak bisa menempati suatu keadaan yang sama. Dengan demikian, satu tingkat energi, hanya bisa ditempati maksimal 4 nu-kleon, yaitu sebuah netron spin up, sebuah netron spin down, sebuah proton spin up, dan sebuah proton spin down. Untuk inti simetris (N = Z), semua tingkat energi (selain tingkat tertinggi) akan terisi 4 nukleon. Sebaliknya untuk inti asimetris (N 6= Z), tidak semua tingkat energi terisi 4 nukleon. Dengan demikian, energi minimum untuk membentuk inti asimetris lebih besar dari energi minimum inti simetris. Dengan kata lain, pada inti asimetri, sebagian dari energi ikat inti dipakai untuk membentuk pasangan asimetris ini. Koreksi energi ikat terkait sifat asimetris diberikan oleh aa(N −Z)A 2, di mana indeks a untuk asymmetric. Koreksi kedua (dari model kulit) terka-it dengan kecenderungan sesama proton untuk membentuk pasangan yang yang terdiri atas sebuah proton spin up dan sebuah proton spin down, sehingga energinya minimum. Hal yang sama berlaku untuk netron. Akibatnya sebuah inti dengan Z genap dan N genap (inti genap-genap), akan memiliki energi minimum yang berbeda bila di-bandingkan dengan inti genap-ganjil, ganjil-genap, dan ganjil-ganjil. Mengingat hal ini, ditambahkan koreksi pasangan yang besarnya kita
4
Kita membahasnya di sini, sekalipun belum membahas model kulit, untuk mendapatkan gambaran yang utuh tentang SEMF.
nyatakan sebagai δ. Koreksi ketiga (dari model kulit) terkait dengan konfigurasi nukleon dalam inti, di mana inti dengan jumlah proton dan atau netron sama dengan bilangan ajaib (magic number ) akan memiliki energi ikat lebih besar. Dengan memperhatikan semua ko-reksi yang bersumber pada model tetes cairan dan model kulit, maka rumusan energi ikat inti adalah:
B = Bv− Bs− Bc− Ba+ Bp+ Bm
= avA − asA2/3− acZ (Z − 1)
A1/3 − aa(N − Z)
2
A + δ + η.(2.3) Arti setiap suku pada pada persamaan di atas adalah
• B adalah energi ikat inti (binding energy)
• avA adalah energi ikat yang dijabarkan dengan pendekatan vo-lume
• asA2/3 adalah koreksi energi ikat akibat efek permukaan
• acZ(Z−1)
A1/2 adalah koreksi energi ikat akibat gaya tolak Coulumb antar proton
• aa(N −Z)A 2 adalah koreksi energi ikat akibat ketidaksamaan jum-lah proton dan netron (asssymmetry, a)
• δ adalah koreksi energi ikat akibat sifat berpasangan (pairing, p) dari netron dan proton, di mana δ = 0 jika A ganjil, dan δ 6= 0 untuk A genap. Lebih detail, δ berharga positif jika N dan Z genap, dan berharga negatif jika N dan Z ganjil. Ada dua ekspresi untuk δ, yaitu ap
A3/4 dan ap
A1/2, dengan indeks p untuk pairing.. Keduanya diturunkan dari fitting data eksperimen, tanpa ada penurunan secara teoritis.
• η adalah koreksi energi inti akibat konfigurasi kulitnya, di mana η berharga positif jika N dan Z adalah bilangan ajaib.
Persamaan (2.3) dikenal sebagai rumusan empiris untuk energi ikat inti atau massa ikat inti (the semi-empirical mass formula, SEMF).
Gambar 2.3: Plot fraksi energi ikat teoritis, dihitung sampai faktor koreksi yang berbeda, diplot sebagai fungsi A, dengan menggunak-an koefisien a dari Ferbel pada Tabel 2.1. Perhatikmenggunak-an kemiripmenggunak-annya dengan hasil eksperimen pada Gambar 2.2.
Rumusan di atas juga dikenal sebagai formula Weizs¨acker5(atau lebih lengkapnya formula Bethe-Weizs¨acker). Plot f teoritis sebagai fungsi A, dengan berbagai tingkat koreksi yang berbeda, ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Tabel 2.1: Berbagai set nilai konstanta untuk Persamaan (2.3). Nilai (MeV) av 14 16 15.56 14 14.1 15.75 as 13 18 17.68 13.1 13 17.8 ac 0.60 0.72 0.72 0.146 0.595 0.711 aa 19 23.5 23.3 19.4 19 23.7 δ A343/4 A111/2 A343/4 A123/4 A33.53/4 11.18A1/2 Ref. Beiser Meyerhof Ferbel Kaplan Wapstra Rohif
Sebagai persamaan semi-empiris, terdapat berbagai set nilai koe-fisien a (av, as, ac, aa, dan ap), baik yang diperoleh dari ‘fitting’ data
5
Mengacu pada Carl Friedrich von Weizs¨acker yang mengajukan rumusan ter-sebut pada tahun 1935.
Gambar 2.4: Plot fraksi energi ikat, dihitung sampai dengan suku asimetri, dengan menggunakan berbagai koefisien yang berbeda. Per-hatikan kemiripannya satu sama lain.
eksperimen maupun dari perhitungan teoritis, seperti ditunjukkan pa-da Tabel. 2.1. Plot fraksi energi yang dihitung dengan menggunakan berbagai set koefisien yang berbeda disajikan pada Gambar 2.4. Terli-hat bahwa tiap set koefisien menghasilkan kurva dengan posisi puncak yang berbeda, dengan puncak kurva Ferbel paling dekat dekat dengan data experimen (A = 56), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Contoh : Menghitung av secara kualitatif
Misalkan interaksi antar nukleon dimodelkan dengan cara sebuah ne-tron melepaskan partikel dengan energi tertentu pada proton, sehing-ga proton berubah jadi netron dan netron berubah jadi proton. De-ngan menggunakan model tersebut, hitunglah nilai av pada rumus energi ikat empiris (Pers. (2.3)).
Penyelesaian
Misalkan dipakai asumsi Z = N = 12A, maka ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam model ini adalah
pa-sangan yang terbentuk adalah 12A.
• Karena reaksi hanya berlangsung satu arah, dalam arti yang satu melepaskan dan yang lain menerima, maka peluang sebu-ah nukleon (yang kelebihan energi) untuk menemukan nukleon lain (yang bisa menerima energi, untuk menjadi pasangannya) adalah 12.
• Jika suatu interaksi mempertukarkan energi sebesar , maka energi bersih yang dipertukarkan oleh setiap nukleon adalah 12.
Dengan demikian, total energi dalam suatu inti adalah
Ev= 1 2A × 1 2× 1 2 = 8A.
Membandingkan hasil di atas dengan Pers. (2.3), didapatkan bahwa av = 8. Menurut Model Yukawa, energi dari partikel yang dipertu-karkan adalah 140 MeV, sehingga av = 17, 5 MeV. Nilai ini sangat dekat dengan nilai hasil fitting.
Contoh : Menghitung as secara kualitatif
Berilah gambaran kualitatif nilai as pada rumus energi ikat empiris (Pers. (2.3)).
Penyelesaian
Jika jari-jari inti adalah R = R0A1(3, maka volume inti adalah
4
3πR3oA. karena inti mengandung A nukleon, berarti volume suatu nukleon adalah 43πR3o. Ini berarti jari-jari nukleon adalah R0. Ji-ka nukleon memiliki kerapatan konstan, maJi-ka jumlah nukleon yang berada pada permukaan inti Ns, sebagai berikut
Ns =
luas permukaan inti luas penampang nuleon
× kerapatan relatif nukleon pada permukaan inti
! = 4πR 2 0A2/3 πR02 × ρR= 4ρRA 2/3.
pro-sentasi luasan dari nukleon permukaan yang tidak berinteraksi dengan nukleon lain. Misalkan nilainya adalah SR, maka energi ikat permu-kaan adalah BS= aV4ρRSRA2/3. Ini berarti bahwa
as= 4ρRSRaV.
Jika dipakai ρR= 12 dan SR= 12, maka didapatkan as= aV. Kondisi yang lebih tepat adalah ρR< 12 dan SR> 12, sehingga didapatkan nilai asbisa lebih besar atau lebih kecil, tetapi cukup dekat dengan nilai av.
Contoh : Menghitung ac secara kualitatif
Hitunglah nilai ac pada rumus energi ikat empiris (Pers. (2.3)).
q2=3(Ze/R3)r2dr q1=(Ze/R3)r3 r
dr
Gambar 2.5: Muatan elektrostatis pada inti
Penyelesaian
Misalkan kita anggap bahwa proton tersebar secara homogen pada inti. Untuk inti yang terdiri atas Z proton dan memiliki jari-jari R, maka rapat muatannya adalah
ρ = 4Ze
3πR3.
Sekarang kita akan menghitung energi elektrostatik antara muatan dalam bola dengan jari r dan muatan pada selubung luar dengan ketebalan dr, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.5. Muatan pada bola dengan jari-jari r adalah 4Ze
3πR3 4
3πr3 = ZeR3r3. Sementara itu, muatan pada selubung adalah 4Ze
kita hitung energi potensial antara keduanya Bc = 1 4πε0 Z R 0 Ze R3r33Ze R3r2dr1 r = 3 (Ze)2 4πε0R6 Z R 0 r4dr = 1 4πε0 3 (Ze)2 5R .
Dengan memanfaatkan hubungan R = R0A1/3, didapatkan
Bc = 1 4πε0 e2 R0 3 5 Z2 A1/3.
Selanjutnya, karena Z proton tidak mungkin berinteraksi dengan di-rinya sendiri, maka
Bc = 1 4πε0 e2 R0 3 5 Z2 A1/3 − 1 4πε0 e2 R0 3 5 Z A1/3 = 3 5 1 4πε0 e2 R0 Z (Z − 1) A1/3 .
Membandingkan hasil terakhir dengan Pers. (2.3), didapatkan bahwa
ac = 3 5 e2 4πε0 1 R0 joule = 3 51, 44 MeV fm 1 1, 2 fm = 0, 72 MeV.
Nilai ini sangat dekat dengan nilai hasil fitting.
Contoh : Menghitung aa secara kualitatif
Hitunglah nilai aa pada rumus energi ikat empiris (pers. (2.3)).
Penyelesaian
Kita tinjau 2 inti isobar dengan nomor massa A. Misalkan inti pertama memiliki Z = N = 12A, sedangkan inti kedua memiliki N > Z, di mana selisih netron dan proton adalah N − Z. Ini berarti bahwa inti kedua dapat diperoleh dengan cara merubah 12(N − Z) proton menjadi netron dan memindahkan posisinya 12(N − Z) lebih tinggi. Untuk merubah sebuah proton menjadi sebuah netron dibutuhkan energi sebesar 12 ×12 × N −ZA Ep→n,6 di mana untuk memindahkannya
6
Gambar 2.6: Susunan simetri (kiri) dan susunan asimetri (kanan). Perhatikan bahwa susunan asimetri dapat diperoleh dengan merubah
1
2(N − Z) proton menjadi 12(N − Z) netron, dan memindahkannya sejauh 12(N − Z) tingkat lebih tinggi. Untuk itu diperlukan energi.
ke posisi 12(N − Z) lebih tinggi diperlukan energi sebesar 12(N − Z) , dengan adalah beda energi antar tingkat. Jika jarak antar tingkat energi adalah sama, tiap tingkat energi diisi 2 netron dan 2 proton, dan energi tertinggi adalah EF, maka = EF
2(N +Z) = EF
2A. Dengan demikian
Ba = (jumlah proton yg diubah menjadi netron)
× [(energi untuk merubah proton menjadi netron)+
(energi untuk memindahkan proton ke tingkat lebih tinggi)] = 1 2(N − Z) × 1 4 (N − Z) A Ep→n+ 1 2(N − Z) × EF 2A = (N − Z) 2 A 1 8(Ep→n+ EF) .
Dengan membandingkan persamaan di atas dengan Persamaan (2.3), didapatkan aa = 18(Ep→n+ EF). Menurut model Yukawa Ep→n = 140 MeV, sedangkan menurut model Fermi EF ≈ 33 MeV, sehingga
netron di sekitar proton. Faktor setengah berikutnya terkait dengan pola reaksi yang bersifat satu arah. Faktor N −ZA terkait dengan peluang menemukan netron secara tak berapasangan dalam inti.
aa≈ 22, 125 MeV. Nilai ini sangat dekat nilai hasil fitting.
Contoh : Memahami suku koreksi akibat sifat berpasangan Jelaskan alasan munculnya tanda plus, minus, dan nol untuk suku koreksi akibat sifat berpasangan dari nukleon, δ, pada pers. (2.3).
Penyelesaian
Setiap nukleon hanya punya dua kemungkinan nilai spin, yaitu spin up dan spin down. Dengan demikian, masing-masing netron dan proton akan membentuk pasangan spin dan mempunyai energi minimal jika jumlahnya genap. Untuk A ganjil, maka ada dua kemungkinan kombinasi nilai N dan Z, yaitu genap ganjil dan ganjil -genap. Kedua kombinasi tersebut menyisakan satu proton atau satu netron tak berpasangan. Kondisi tersebut adalah kondisi yang harus terjadi dan tidak ada kondisi lain yang mungkin. Dengan demikian tidak ada faktor koreksi terkait dengan sifat berpasangan ini, δ = 0.
Tabel 2.2: Jumlah isotop stabil dan berumur anjang untuk berbagai kombinasi jumlah proton dan jumlah netron.
A genap ganjil
Z genap ganjil genap ganjil
N genap ganjil ganjil genap
Stabil 148 5 53 48 254
Bermur panjang 22 4 4 3 35
Total 170 9 57 51 289
Untuk A genap, maka ada dua kemungkinan kombinasi nilai N dan Z, yaitu genap - genap dan ganjil - ganjil. Kombinasi genap-genap tidak menyisakan nukleon tak berpasangan. Ini adalah kondisi di mana energi ikatnya maksimum, sehingga suku koreksinya bersifat menambah energi ikat dan berharga positif. Kombinasi ganjil - ganjil menyisakan satu netron dan satu proton tak berpasangan. Ini adalah kondisi di mana energi ikatnya minimum, sehingga suku koreksinya bersifat mengurangi energi ikat dan berharga negatif.
Dengan mengkuti logika di atas, berarti inti cenderung stabil ji-ka memiliki kombinasi proton-netron dalam bentuk genap-genap dan
cenderung tidak stabil jika memiliki kombinasi proton-netron dalam bentuk ganjil-ganjil. Jumlah isotop stabil untuk berbagai kombinasi Z dan N disajkan pada Tabel 2.2.
Contoh : Menuliskan suku koreksi akibat sifat berpasangan Tuliskan ungkapan matematis untuk suku koreksi akibat sifat berpa-sangan.
Penyelesaian
Karena suku koreksi akibat sifat berpasangan bernilai nol untuk proton-netron ganjil genap dan genap ganjil, bernilai positif untuk kombinasi genap-genap, serta bernilai negatif untuk kombinasi ganjil-ganjil, maka nilainya dapat dinyatakn sebagai
Bp = 1 2 (−1)Z+ (−1)N ap A3/4. Contoh : Menghitung B
Hitunglah nilai energi ikat dan fraksi energi ikat untuk inti 16O.
Penyelesaian
Dengan memanfaatkan rumusan SEMF dan koefisien Meyerhof, didapatkan Bv = avA = 16 × 16 = 256 MeV Bs= asA2/3= 18 × 162/3 = 114, 29 MeV Bc= acZ (Z − 1) A1/3 = 0, 72 × 8 (8 − 1) 161/3 = 16 MeV. Ba= aa (A − 2Z)2 A = 23, 5 × (16 − 2 × 8)2 16 = 0.
Dengan demikian, energi ikat O2menurut SEMF adalah = 125, 71 MeV. Sebagai perbandingan, kita dapat menghitung nilai energi ikat (yang
sebenarnya) dengan memanfaatkan Persamaan (2.4),
B (O − 16) = [8MH+ (16 − 8) mn− Matom(O − 16)] c2
= [8 × 1, 007825032 + 8 × 1, 008776 − 15, 994914619] ×931, 5 MeV
= 128, 45 MeV.
Ternyata nilai pendekatan SEMF cukup dekat dengan nilai sebenar-nya, dengan tingkat kesalahan 2,13%, sehingga cukup valid untuk digunakan menghitung B.
Model tetes cairan dengan SEMF-nya terbukti berhasil mene-rangkan berbagai fenomena eksperimen berikut.
• Fraksi energi ikat, yaitu energi ikat per nukleon atau energi ikat inti dibagi jumlah nukleon penyusunnya, f = BA. Fungsi f sam-pai suku asimetri, adalah
f = av− asA−1/3− acZ (Z − 1) A−4/3− aa 1 −2Z A 2 . (2.4)
Selanjutnya, jika dipakai hasil (2.6) akan didapatkan f sebagai fungsi A sebagai berikut
f = av− asA−1/3 − ac 1 4A1/2−12A−1/2−2γA1/6 + aa 1 + γA2/3− A2 A3/4+ γA1/22 (2.5) di mana γ = ac
4aa. Dengan memilih ∂A∂f = 0, model ini juga bisa meramalkan nilai A0 yang menghasilkan inti paling stabil. Kurva ∂A∂f sebagai fungsi A ditunjukkan pada Gambar 2.7.
• Pita kestabilan inti, di mana sebuah inti dengan nilai A tertentu akan stabil untuk nilai Z tertentu. Untuk A ganjil maka δ = 0, sehingga untuk suatu nilai A, hanya terdapat satu macam nilai
Gambar 2.7: Plot dAdf sebagai fungsi A. Inti dengan f maksimum ditunjukkan oleh dAdf = 0.
Z yang menghasilkan inti stabil, yaitu
Z = A/2
1 + ac
4aaA2/3 .
(2.6)
Untuk A genap, maka terdapat lebih dari satu nilai Z yang menghasilkan inti stabil. Selanjutnya, model ini juga berhasil mereproduksi kurva kestabilan initi, jumlah netron N sebagai fungsi jumlah proton Z.
Contoh : Fraksi energi ikat
Dengan mengunakan rumus energi ikat semi-empiris (Pers. (2.3)) dan hubungan A dan Z untuk inti stabil (Persamaan (2.6)), turunkan ungkapan untuk f sebagai fungsi A,
Penyelesaian
Nilai f sampai dengan suku asimetri adalah
f ≈ av− asA−1/3− acZ (Z − 1) A3/2 + aa 1 −2Z A 2 .
Selanjutnya, karena Z = A/2 (1+γA2/3) dengan γ = ac 4aa, maka f = av− asA−1/3− ac A/2 (1+γA2/3) A/2 (1+γA2/3)− 1 A3/2 − aa 1 − A 1 + γA2/3 !2 = av− asA−1/3− ac A 2 A 2 − 1 + γA2/3 A−3/2 1 + γA2/32 − aa 1 + γA2/3 − A2 1 + γA2/32 = av− asA−1/3− ac 4A2−ac 2A −γac 2 A5/3 A−3/2 1 + γA2/32 − aa 1 + γA2/3 − A2 1 + γA2/32 = av− asA−1/3− ac 1 4A1/2−1 2A−1/2−γ2A1/6 1 + γA2/32 − aa 1 + γA2/3− A2 1 + γA2/32 = av− asA−1/3−ac 1 4A1/2−1 2A−1/2−γ 2A1/6 + aa 1 + γA2/3− A2 A3/4+ γA1/22 .
Contoh : Kestabilan inti
Dengan mengunakan rumus energi ikat semi-empiris (Pers. (2.3)), turunkan hubungan antara nomor atom Z dan nomor massa A supaya inti menjadi stabil, jika A ganjil.
Penyelesaian
Kondisi setimbang didapatkan pada saat B maksimum. Secara matematis, hal tersebut bersesuaian dengan dBdz = 0. Kita nyatakan Persamaan (2.3) B ≈ avA − asA2/3− ac Z 2 A1/3 − aa(A − 2Z) 2 A ± δ + η.
Untuk A ganjil, maka δ = 0, sehingga
dB dZ = − 2acZ A1/3 −2aa(A − 2Z) (−2) A = −Z 2ac A1/3 +8aa A + 4aa= 0, atau Z = 4aa 2ac A1/3 +48aA = A/2 ac 4aaA2/3+ 1 = A/2 1 + ac 4aaA2/3 . (2.7)
Gambar 2.8: Panel kiri: kurva kestabilan inti (yang dikenal sebagai kurva Segre), dihitung menurut pers. (2.6) (garis biru) dibandingkan Z = A2 (garis merah). Panel kanan: data eksperimen untuk kestabilan inti (sumber: wikipedia)
Dari Persamaan (2.7), terlihat bahwa
• Untuk A kecil, keadaan stabil tercapai bila Z ≈ A
2 atau N = Z. • Untuk A besar, keadaan stabil tercapai N > Z. Penyimpangan tersebut terjadi karena efek gaya tolak elektrostatis. Andaik-an tidak ada gaya elektrostatis (ac = 0), maka Z = A2 untuk sebarang nilai A. Garis kestabilan inti (N = A − Z sebagai fungsi Z) ditunjukkan pada Gambar 2.8. Inti yang berada di luar kurva kestabilan akan cenderung mendekati kurva dengan memancarkan partikel tertentu.
Contoh : Mencari inti stabil
Carilah inti stabil yang nomor massanya adalah 43.
Penyelesaian
Dengan menggunakan rumusan Z = “ A/2
1+4aaacA2/3”, maka untuk A = 43, didapatkan Z = 19, 7 ≈ 20, yang berarti intinya adalah
43
20Ca. Faktanya, dari 24 isotop Ca (mulai dari Ca-34 sampai dengan Ca-57), terdapat 4 isotop stabil, dan Ca-43 adalah salah satunya..
Contoh : Inti paling stabil jika Z = 12A
Dengan memanfaatkan rumusan energi ikat f , dan menganggap Z =
1
2A, carilah nilai A yang menghasilkan inti paling stabil. Penyelesaian
Jika dianggap Z = 12A, maka rumusan untuk energi ikat inti ada-lah
B ≈ avA − asA2/3− ac Z
2
A1/3, dan fraksi energi ikatnya adalah
f = B A ≈ av− asA −1/3− ac Z 2 A4/3 = av− asA−1/3−ac 4A 2/3.
Inti paling stabil akan memiliki nomor massa A yang memenuhi dAdf = 0. Dengan memanfaatkan rumusan f di atas, didapatkan
df dA = 1 3asA −4/3−1 6acA −1/3 = 0,
sehingga didapatkan A = 2as/ac. Dengan memanfaatkan nilai as = 17.68 MeV dan ac = 0.72 MeV, didapatkan A0 = 49.11. Jika dipakai Z = 1+A/2ac
4aaA2/3, maka diperoleh nilai A0 yang berbeda, tergantung pa-da nilai koefisiennya, seperti ditunjukkan papa-da Gambar 2.7. Sejauh ini, eksperimen menunjukkan bahwa A0 = 56. Inti dengan A < A0 akan cenderung melakukan reaksi fusi, sedang inti dengan A > A0 akan cenderung melakukan reaksi fisi.
Contoh : Menentukan R0
Tentukan nilai R0 dari data eksperimen pada gambar 2.9.
Penyelesaian
Gambar 2.9 menunjukkan nilai energi Coulumb Bc dari nukleon, diplot sebagai fungsi nomor massa A2/3. Dengan memanfaatkan nilai
Gambar 2.9: Energi Coulumb inti sebagai fungsi nomor massa A2/3 (sumber: Krane, 1988). Bc = 3 5 Z (Z − 1) e2 4πε0R = 3 5 e2 4πε0 1 R0 Z (Z − 1) A1/3 , didapatkan ∆Bc = Bc(Z + 1) − Bc(Z) = 3 5 e2 4πε0 1 R0A1/3[(Z + 1) Z − Z (Z − 1)] = 3 5 e2 4πε0 1 R0 2Z A1/3 .
Dengan menganggap A ≈ 2Z, didapatkan
∆Bc= 3 5 e2 4πε0 1 R0 A2/3.
Dari plot Bc sebagai fungsi A2/3 pada Gambar 2.9, didapatkan slope
dBc
d(A2/3) = 0, 71 MeV. Ini berarti
3 5
e2 4πε0
1
R0 = 0, 71 MeV. Jika dipakai
e2
cu-kup dekat dengan harga dugaan teoretis R0 = 1, 2 fm.
Contoh : Mencari ekspresi jari-jari inti (Beiser 11.19) Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa energi Coulomb dari Z proton yang terdistribusi ke seluruh inti adalah BC = 35Z(Z−1)e4π 2
0R . Se-karang kita pakai formula tersebut untuk meninjau sepasang inti cer-min, dengan A sama tetapi Z berselisih 1.
• Jika perbedaan massa antara dua inti cermin ∆M (beda massa kedua inti) ditimbulkan oleh ∆m (beda massa antara 1
1H dan netron) dan energi Coulumb (Bc)-nya, carilah formula untuk jari-jari inti R.
• Gunakan formula R untuk mencari jari-jari sepasang inti cermin
15
8 O, jika perbedaan massa antara 158 O dan 157 N adalah ∆M = 0, 00296u.
Penyelesaian
Ditinjau dari aspek massa, perbedaan energi antara sepasang inti cermin adalah ∆B = (∆M + ∆m) c2. Karena sepasang inti cermin memiliki nilai A dan |N − Z| yang sama, maka menurut SEMF se-mua komponen energinya sama, kecuali komponen energi Coulumb. Dengan demikian, beda energi ikat pada sepasang inti cermin adalah
∆BC = BC(Z + 1) − BC(Z) = 3 5 (Z + 1) Ze2 4π0R − 3 5 Z (Z − 1) e2 4π0R = 3 5 e2 4π0 2Z R = ac 2ZR0 R .
Dengan memanfaatkan ∆B = (∆M + ∆m) c2, didapatkan nilai jari-jari inti
R = ac
2ZR0 (∆M + ∆m) c2.
Untuk pasangan inti cermin 157 N dan 158 O maka Z = 7, sehingga R = 0, 72 MeV ×(0,00296+0,.0014)×931,5 MeV2×7x1,2 fm = 2, 9782 fm.
Contoh : Kestabilan bintang netron
Dengan menggunakan SEMF, dugalah perangai bintang netron supa-ya stabil. Basupa-yangkan bintang netron sebagai inti raksasa supa-yang tersu-sun atas netron saja.
Penyelesaian
Dengan mengikutsertakan energi gravitasi, SEMF dapat ditulis sebagai B ≈ avA − asA2/3−acZ (Z − 1) A1/3 −aa(A − 2Z) 2 A ±δ +η +ag A (A − 1) A1/3 . Suku terakhir adalah suku yang berasal dari energi tarik gravitasi. Nilai ag dapat dihitung dengan cara yang sama dengan ac, sehingga didapatkan ag= 35Gm2n
R0 joule.
Jika sebuah bintang hanya terdiri atas netron, berarti Z = 0 dan Bc = 0. Karena ukuran bintang sangat besar, maka suku permukaan bisa diabaikan. Dengan demikian, persamaan energi sehingga ukuran