• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peluruhan Radioaktif

5.3 Peluruhan Beta

5.3.1 Persamaan peluruhan beta

Peluruhan beta terjadi jika suatu inti memiliki kelebihan netron, atau rasio netron terhadap protonnya melebihi rasio stabilnya. Pada kurva kestabilan inti, (kurva jumlah netron N sebagai fungsi jumlah proton Z), suatu inti akan cenderung mengalami peluruhan beta jika terletak di atas kurva kestabilan inti.

Suatu inti yang kelebihan netron (yang juga berarti kekurangan proton) akan berusaha mencapai kestabilan dengan cara merubah ne-tron menjadi proton,

1

0n →11 p.

Sayangnya reaksi di atas tidak mungkin terjadi karena tidak memenu-hi hukum kekekalan muatan listrik. Seperti kita tahu, netron adalah partikel yang netral secara elektrik, sedangkan proton bermuatan po-sitif, atau +e. Untuk memastikan hukum kekekalan muatan listrik tidak dilanggar, maka reaksi di atas dituliskan sebagai

1

0n →11p +−10e.

Pada persamaan di atas, 0

−1e adalah elektron, yang pada saat emisi tersebut pertama kali diamati, dikenal sebagai partikel beta. Reaksi

Gambar 5.5: Gambaran peluruhan beta (kiri) dan diagram Feynman terkait dengan peluruhan tersebut. (Sumber: wikipedia)

terakhir sudah memenuhi hukum kekekalan muatan listrik. Meskipun demikian, masih ada hukum lain yang dilanggar, yaitu hukum keke-kalan momentum sudut atau spin. Spin netron, proton, dan elektron masing-masing adalah 12~. Dengan demikian total spin sebelum reak-si adalah 12~, sedangkan total spin setelah reaksi adalah nol. Untuk mengatasi hal tersebut, W. Pauli (1930) mengajukan gagasan bahwa reaksi peluruhan beta juga menghasilkan suatu partikel lain dengan spin 12~, dengan massa diam yang sangat kecil. Partikel tersebut ke-mudian dikenal sebagai anti neutrino νe. Dengan demikian, reaksi peluruhan beta dapat dituliskan sebagai

1

0n →11 p +−10e + νe+ Qβ. (5.21)

Secara umum, reaksi peluruhan β dapat ditulis sebagai

A

zX →Az+1X0+−10e+ νe+ Qβ. (5.22)

Pada persamaan di atas, notasi Qβ dipakai untuk membedakannya dari Q untuk reaksi beta yang lain, yang dibahas pada Sub Bab 5.3.3. Pada reaksi alfa yang terjadi hanya perubahan pengelompokkan netron dan proton, dan karenanya terkait dengan gaya nuklir kuat. Pada reaksi beta, terjadi perubahan proton menjadi netron, elektron, dan anti neutrino, sehingga terkait dengan gaya nuklir lemah. Kita

akan membahas kedua gaya tersebut di bab selanjutnya.

5.3.2 Energi pada peluruhan beta

Pada Persamaan (5.21) dan Persamaan (5.22), Qβ adalah energi yang dilepaskan, yang membuat reaksi peluruhan beta memenuhi hu-kum kekekalan massa-energi. Mengacu pada Persamaan (5.21), nilai Qβ adalah

Qβ = [mn− mp− me− mνe] c2

= 939, 573 MeV − 938, 280 MeV − 0, 511 MeV − mνec2

= 0, 782 MeV − mνec2. (5.23)

Karena reaksi peluruhan beta menghasilkan 3 partikel, maka energi Qβ seharusnya dibagi sebagai energi kinetik ketiga partikel tersebut. Sekalipun demikian, karena massa proton jauh lebih besar, maka ener-gi kinetiknya (0,3 keV) jauh lebih kecil dibanding enerener-gi kinetik kedua partikel yang lain, sehingga

Qβ = Tp+ Te+ Tνe ≈ Te+ Tνe. (5.24)

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa energi kinetik maksimum elek-tron, yang dihasilkan dari peluruhan netron bebas, adalah Te−, maks= (0, 782 ± 0, 013) MeV, di mana 13 keV adalah ketelitian alatnya. Ka-rena Te maks = Qβ (Persamaan (5.23)), maka dapat disimpulkan bahwa neutrino adalah partikel dengan massa diam nol. Dengan de-mikian, nilai Qβpada peluruhan beta dari netron bebas adalah (Per-samaan (5.21)) dapat ditulis sebagai

Qβ = [mn− mp− me] c2 (5.25)

Sekarang kita coba menghitung nilai Qβ untuk peluruhan beta dari suatu inti, dengan mengacu pada Persamaan (5.21). Dalam hal

ini maka

Qβ= [mX− mX0 − me] c2. (5.26)

Pada persamaan di atas, m adalah massa inti. Sebagai alternatif, kita dapat menyatakan nilai Qβ dalam massa atom M , di mana MX = mX + Zme− Σz

iBe,i dengan Be,i adalah energi ikat elektron ke-i. Dengan demikian

Qβ = h MA ZX − Zme+ ΣziBe,i  − MX0− (Z + 1) me+ Σz+1i Be,i − me c2.

Selanjutnya dengan pendekatan Σz+1i Be,i≈ Σz

iBe,i, maka didapatkan

Qβ= [MX − MX0] c2. (5.27)

Contoh : Menghitung energi kinetik partikel β

Hitunglah kinetik elektron maksimum Te−, maks yang dihasilkan dari inti Bi-210.

Penyelesaian

Reaksi peluruhan β untuk Bi-210 adalah21083 Bi →21084 Po +−10e+ νe+Qβ. Nilai Qβdapat dihitung dengan menggunakan Pers. (5.27)

Qβ = MP o−210− MBi−210

= (209, 984095u − 209, 982848u) × 931, 502 Mev/u = 1, 161 MeV

Dengan demikian, maka Te maks = Qβ = 1, 161 MeV. Plot partikel beta sebagai fungsi Te ditunjukkan pada Gambar 5.6. Secara umum, tipikal nilai Qβ adalah 0, 5 ≤ Qβ ≤ 2 MeV.

5.3.3 Jenis peluruhan beta

Kita sudah diskusikan sebelum ini bahwa peluruhan beta terjadi ka-rena inti memiliki rasio N/P di atas (N/P )stabil. Selengkapnya jenis reaksi yang terkait dengan rasio N/P adalah

Gambar 5.6: Plot jumlah partikel beta sebagai fungsi energi kinetik dari inti induk Bi-210. (Sumber: Krane, 1987).

• Reaksi pemancaran beta (β, beta emssion, BE).

Seperti sudah kita bahas, reaksi ini terjadi jika inti memiliki rasio N/P di atas (N/P )stabil. Reaksi ini merupakan salah sa-tu modus unsa-tuk mengurangi nilai N dan menambah nilai P , dengan cara merubah netron menjadi proton, mengikuti pola

1

0n →11 p +−10e + νe+ Qβ.

Pada persamaan di atas −10e biasa dituliskan sebagai e dan dikenal sebagai partikel β (lengkapnya: beta negatif), elektron, atau negatron. Peluruhan beta menghasilkan inti yang nomor massanya A tetap, tetapi nomor atomnya Z bertambah satu. Contoh peluruhan beta adalah146C →147N +−10e+ νe+ Qβ. Perhatikan bahwa rasio N/P = 43 pada146C dan turun menjadi N/P = 1 pada14

7N.

• Reaksi pemancaran positron (β+, positron emssion, PE).

Reaksi ini terjadi jika inti memiliki rasio N/P di bawah (N/P )stabil. Untuk itu, inti perlu menambah nilai N dan mengurangi nilai P , dengan cara merubah proton menjadi netron, dan sebagai konsekuensinya, inti akan memancarkan positron. Reaksi

pe-mancaran positron dapat ditulis sebagai

1

1p →10n +01e + νe+ Qβ+. (5.28)

Pada persamaan di atas 01e biasa dituliskan sebagai e+ dan di-kenal sebagai positron atau beta positif. Positron memiliki sifat yang sama dengan elektron, kecuali muatannya, di mana posi-tron bermuatan +1, sedang elekposi-tron bermuatan -1. Partikel νe dikenal sebagai neutrino.

Karena massa proton lebih kecil dari massa netron yang dihasil-kannya, maka pemancaran positron hanya bisa terjadi di dalam inti. Pemancaran positron menghasilkan inti yang nomor mas-sanya A tetap, tetapi nomor atomnya Z berkurang satu. Contoh peluruhan beta adalah6429Cu →6428Ni+10e+e+Qβ+. Perhatikan bahwa rasio N/P = 3529 pada6429Cu dan naik menjadi N/P = 3628 pada64

28Ni. Nilai energi yang terkait dengan reaksi pemancaran positron dari inti X sehingga menghasilkan inti baru X0 adalah

Qβ+ = [MX − MX0 − 2me] c2. (5.29)

Secara umum, tipikal nilai Qβ+ adalah 2 ≤ Qβ ≤ 4 MeV.

• Reaksi penangkapan elektron (electron capture, EC).

Reaksi ini terjadi jika inti memiliki rasio N/P di bawah (N/P )stabil. Untuk itu, inti perlu menambah nilai N dan mengurangi nilai P , antara lain dengan cara menangkap elektron dari luar in-ti (biasanya dari kulit K) di mana elektron tersebut kemudian bereaksi dengan proton menghasilkan netron. Reaksi peman-caran positron dapat ditulis sebagai

1

1p +−10e →10n + νe+ QEC. (5.30)

Penangkapan elektron menghasilkan inti yang nomor massanya A tetap, tetapi nomor atomnya Z berkurang satu. Contoh pelu-ruhan beta adalah6429Cu +01e64

yang terkait dengan reaksi penangkapan elektron dari inti X sehingga menghasilkan inti baru X0 adalah

QEC = [MX− MX0] c2. (5.31)

Secara umum, tipikal nilai QEC adalah 0, 2 ≤ QEC ≤ 2 MeV. Reaksi penangkapan elektron bersaing dengan reaksi pemancar-an positron, sebagai cara untuk mendekati (N/P )stabil bagi inti dengan dengan N/P di bawah (N/P )stabil. Pada inti berat, jari-jari orbit K lebih kecil sehingga peluang penangkapan elektron menjadi lebih besar.

• Reaksi penangkapan positron (positron capture, PC).

Reaksi ini merupakan kebalikan dari reaksi pemancaran posi-tron, dan terjadi jika inti memiliki rasio N/P di atas (N/P )stabil. Untuk itu, inti perlu mengurangi nilai N dan menambah nilai P , antara lain dengan cara menangkap positron dari luar in-ti, di mana positron tersebut kemudian bereaksi dengan netron menghasilkan proton. Reaksi penangkapan positron dapat di-tulis sebagai

1

0n +01e+1

1p + ¯νe+ QP C. (5.32) Penangkapan positron menghasilkan inti yang nomor massanya A tetap, tetapi nomor atomnya Z bertambah satu. Contoh penangkapan positron adalah2411Na +01e+24

12Mg++ ¯νe+ QP C. Nilai energi yang terkait dengan reaksi penangkapan positron dari inti X sehingga menghasilkan inti baru X0 adalah

QP C = [MX − MX0 + 2me] c2. (5.33)

Reaksi penangkapan positron bersaing dengan reaksi pemancar-an elektron, sebagai cara untuk mendekati (N/P )stabil bagi inti dengan dengan N/P di atas (N/P )stabil. Kenyataannya, reaksi penangkapan positron sangat jarang terjadi karena (i) hampir tiada positron bebas di alam, serta (ii) baik inti maupun

po-Gambar 5.7: Jenis peluruhan beta

sitron keduanya bermuatan positif sehingga cenderung saling menolak.

Contoh : Menghitung energi dan momentum pada penang-kapan elektron

Hitunglah energi dan momentum dari inti anak dan neutrino yang dihasilkan ketika Be-7 mengalami penangkapan elektron pada keadaan diam.

Penyelesaian

Reaksi penangkapan elektron oleh inti Be-7 adalah74Be +−10e

7

3Li + νe+ QEC, sehingga

QEC = (MBe− MLi) c2

= (7, 016929 u − 7, 016004 u) (931, 5 MeV/u) = 0, 862 MeV.

Seharusnya energi tersebut dibagi antara Li-7 dan neutrino. Tetapi karena massa Li-7 jauh lebih besar dari massa neutrino, maka hampir seluruh energi tersebut dipakai sebagai energi kinetik neutrino, atau Tν ≈ 0, 862 MeV. Karena inti Be-7 mula-mula diam, maka momentum akhir akan sama dengan nol, atau pν = pLi = 0, 862 MeV/c. Dengan demikian TLi = p 2 Li 2mLi = (pLic)2 2mLic2 = (0, 862 MeV) 2

2 × 7, 02u × 931, 5 MeV/u = 56, 8 eV.

Contoh : Menghitung energi pada penangkapan positron Hitunglah energi pada reaksi2411Na +01e+24

12Mg++ ¯νe+ QP C. Penyelesaian

Mengacu pada Persamaan (5.32), maka energi dari reaksi 2411Na +

0 1e+24 12Mg++ ¯νe+ QP C adalah QP C = (MNa−24− MMg−24+ 2me) c2 = (23, 990964 u − 23, 9985045 u) (931, 5 MeV/u) + 1, 022 MeV = 5, 355 MeV.

5.3.4 Teori peluruhan beta

Konstanta peluruhan beta diberikan oleh Fermi golden rule, sebagai berikut

λ =

~ Vf iρ (Ef) . (5.34)

Pada persamaan di atas, Vf i =

f inalVinteraksiΨinitial

2

adalah elemen matriks interaksi yang menyatakan interseksi antara keadaan akhir dan keadaan awal, akibat adanya potensial interaksi Vinteraksi. Biasanya Vf i ditulis sebagai Vf i = g2|Mf i|2, di mana |Mf i|2 adalah elemen matriks dan diberikan oleh Mf i=

Ψf inalVinteraksiΨinitial

2

. Keadaan awal direpresentasikan oleh Ψinitial= Ψnetron pada keadaan dasar, sedang keadaan akhir dinyatakan oleh gabungan dari 3 fungsi gelombang dari 3 partikel, atau Ψf = ΨprotonΨelektronΨanti neutrino.

ρ (Ef) menyatakan rapat keadaan energi pada keadaan akhir. Salah satu bentuk akhir dari Persamaan (5.34) adalah

λ (pe) dpe = |Mf i| 23~7c3g2F (ZD, pe) p2e(Q − Te)2  1 − m 2 νc4 (Q − Te)2 1/2 dpe. (5.35) Persamaan di atas terdiri atas 3 suku penting, yaitu

• faktor statistik p2

e(Q − Te)2 yang merepresentasikan keadaan akhir atau momentum akhir elektron.

• Fungsi Fermi F (ZD, pe) yang menampung efek dari medan Co-ulumb

• Elemen matriks |Mf i|2yang menampung faktor interaksi antara keadaan awal dan keadaan akhir

Karena dN dt

= λN , maka pola λ yang merupakan pola bagi jumlah elektron yang dihasilkan pada peluruhan beta. Dengan demikian, kita dapat menulis

N (pe) ∝ F (ZD, pe) p2e(Q − Te)2. (5.36)

Persamaan terakhir menunjukkan bahwa N bernilai nol bila pe = 0 atau Te = Q, dan mencapai maksimum di antara keduanya. Dengan demikian, jika kita membuat plot partikel beta berdasarkan momen-tumnya, maka kurva akan bernilai nol ketika pe= 0 atau pe = pe maks, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.8. Gambar tersebut dikenal ju-ga sebaju-gai spektrum peluruhan beta. Selanjutnya, Persamaan (5.36) dapat ditulis sebagai

s

N (pe) F (ZD, pe) p2

e

∝ (Q − Te) . (5.37)

Berdasarkan persamaan terakhir, maka plot q

N (pe) F (ZD,pe)p2

e sebagai fung-si Te, akan menghasilkan kurva dengan slope negatif. Kurva tersebut dikenal sebagai kurva Kurie, kurva Fermi, atau kurva Fermi-Kurie.

Gambar 5.8: Panel kiri: plot jumlah partikel beta sebagai fungsi mo-mentum dari inti induk Cu-64. Panel kanan: contoh kurva Fermi-Kurie (Sumber: Loveland, 2006)

Kurva Kurie memotong sumbu-x di Q = Te, dan dapat dipakai seba-gai cara untuk menentukan Q.

Contoh : Memplot N (p)

Hitunglah pe maksdan nilai peyang memberikan jumlah elektron mak-simum.

Penyelesaian

Energi kinetik maksimum terjadi bila Q−Te= 0 atau Te maks= Q. Selanjutnya karena T = Etotal − Ediam maka Te = pp2

ec2+ m2 ec4− mec2. Dengan demikian, syarat Q − Te = 0 menghasilkan pe maks =

1 c

q

(Q + mec2)2− m2

ec4. Misalkan untuk peluruhan beta dari Cu-64 dengan Q = 0, 5782 MeV, didapatkan

pe maks= q

(0, 5782 + 0, 511)2− 0, 5112 = 0, 9619 MeV/c

Selanjutnya spektrum beta juga dapat dinyatakan sebagai

N (pe) ∝ F (ZD, pe) p2e(Q − Te)2 ∝ F (ZD, pe) p2e  Q −pp2 ec2+ m2 ec4+ mec2 2 .

Fungsi di atas mencapai maksimum bila dNdp

e = 0. Untuk peluruhan beta dari Cu-64, didapatkan pe = 0, 515 MeV/c.

Sekarang kita manfaatkan Persamaan (5.35) untuk mendapatkan

λ (pe) = g 2m5 ec4|Mf i|23 ~7 f (ZD, Q) , (5.38) di mana f (ZD, Q) = 1 (mec)3(mec2)2 × Z F (ZD, pe) p2e(Q − Te)2  1 − m 2 νc4 (Q − Te)2 1/2 dpe

adalah konstanta tak berdimensi yang dikenal sebagai integral Fermi, dan nilainya sudah ditabelkan untuk berbagai nilai ZD dan Q.2 Se-lanjutnya jika waktu paro peluruhan beta adalah T1/2 = 0,693λ , maka didapatkan f T1/2 = 0, 693 3 ~7 g2m5 ec4|Mf i|2. (5.39) Kuantitas f T1/2 dikenal sebagai waktu paro komparatif, di mana T1/2 dapat diukur dalam eksperimen sedangkan f dapat dilihat di tabel. Nilai f T1/2bersifat khas ntuk setiap peluruhan beta dan nilainya men-cirikan jenis peluruhan beta. Jika ln f T1/2 = 3 − 4, maka peluruhan beta yang terjadi termasuk peluruhan yang sangat diijinkan (super allowed decay). Untuk beberapa peluruhan beta, nilai |Mf i|2 dapat dihitung dengan mudah (misalnya transisi dari 0 ke 0, |Mf i|2 = 2). Pada situasi tersebut, dimungkinkan untuk menghitung konstanta ke-kuatan peluruhan beta g. Selanjutnya juga dapat dihitung konstan-ta konstan-tak berdimensi dari kekuakonstan-tan peluruhan bekonstan-ta G = m2c

~3 , di mana G = 10−5 untuk interaksi lemah.3

2Besaran f ini tidak sama dengan nilai f pada persamaan (5.15).

3

Sebagai perbandingan, G = 1 untuk interaksi kuat, G = 10−2 untuk interaksi elektromagnetik, dan G = 10−39untuk interaksi gravitasi,

5.3.5 Aturan seleksi: momentum sudut dan paritas

Pada peluruhan beta negatif, sebuah inti induk X meluruh menja-di inti anak X0, elektron e dan anti neutriono ¯νe. Misalkan elektron dan anti neutriono dihasilkan di r = 0 sehingga momentum sudutnya l = r × p = 0, maka momentum sudut total keduanya hanya bersum-ber dari spin masing-masing, atau Ie = 12 dan Iν¯e = 12. Jika elektron dan anti-neutriono anti paralel maka jumlahan momentum sudut ke-duanya adalah nol sehingga ∆I = |IX − IX0| = 0, dan dikenal sebagai peluruhan Fermi. Jika keduanya paralel maka jumlahan momentum sudut keduanya adalah 1 sehingga ∆I = |IX− IX0| = 1, dan dikenal sebagai peluruhan Gamow-Teller. Selanjutnya perubahan paritas ter-kait dengan (−1)l sedangkan le= lν¯e = 0, maka pada peluruhan beta tidak ada perubahan paritas, ∆π, antara inti induk dan inti anak. Dengan demikian, peluruhan beta4 akan dimungkinkan terjadi bila,

∆I = 0, 1 tidak ada ∆π. (5.40)

Beberapa contoh peluruhan beta yang memenuhi Persamaan (5.40) sehingga diijinkan adalah5

• transisi Fermi dengan ∆I = 0 dan tidak ada ∆π yang merupakan transisi yang sangat diijinkan, seperti 14O → 14N (0 → 0),

10C →10B (0+→ 0+), dan 34Cl →34S (0+ → 0+).

• transisi Gamow-Teller dengan ∆I = 1 dan tidak ada ∆π, yang merupakan transisi yang diijinkan, seperti 6He → 6Li (0+ → 1+),13B →13C (3212), dan111Sn →111In (72+92+).

Beberapa peluruhan beta yang tidak diijinkan adalah

• reaksi terlarang orde pertama di mana ∆I = 0, 1, 2 dan ada ∆π, seperti 17N → 17O (1225+), 76Br → 76Se (1 → 0+), dan

122Sb →122Sn(2→ 2+).

4

Yang dimaksud di sini adalah peluruhan beta dalam arti yang luas, yang me-liputi pemancaran elektron, pemancaran positron, dan penangkapan elektron.

5

Contoh berikut mengacu pada Krane (1988), sehingga nilai spinnya juga meng-acu pada tabel pada buku yang sama.

• reaksi terlarang orde kedua di mana ∆I = 2, 3 dan tidak ada ∆π, seperti22Na →22Ne (3→ 0) dan137Cs →137Ba (7232). • reaksi terlarang orde ketiga di mana ∆I = 3, 4 dan ada ∆π,

se-perti 87Rb →97Sr (329 2 +

) dan 40K →40Ca (4→ 0+).

• reaksi terlarang orde keempat di mana ∆I = 4, 5 dan tidak ada ∆π, seperti115In →115Sn (921

2

).

5.3.6 Peluruhan beta ganda

Pada peluruhan beta ganda, dua netron secara bersamaan berubah menjadi dua proton diikuti dua elektron dan dua anti neutrino, tanpa melalui keadaan transisi,

A

ZX →Z+2A X00+ 2β + 2νe.

Peluruhan beta ganda bisa terjadi akibat salah satu dari hal berikut: • Peluruhan beta (tunggal) tidak mungkin terjadi karena atur-an seleksi, sekalipun Q reaksinya positif. Sebaliknya peluruhatur-an beta ganda merupakan transisi yang sangat diijinkan.

Contoh untuk kasus ini adalah adalah Ca-48. Jika Ca-48 melu-ruh mengikuti 4820Ca → 4821Sc + β+ νe maka energi yang dile-paskan adalah Q = 0, 281 MeV yang harusnya merupakan reak-si yang spontan. Sekalipun demikian, karena spin untuk Ca-48 adalah 0+sedangkan keadaan yang mungkin untuk Sc-48 adalah 4, 5, dan 6, maka peluruhan tersebut termasuk peluruhan yang tidak dijinkan orde kempat atau keenam. Sebaliknya, reak-si4820Ca →4822Ti+2β+2νemungkin menghasilkan Ti-48 dengan spin 0+, sehingga merupakan reaksi yang sangat diijinkan.

• Peluruhan beta (tunggal) tidak mungkin terjadi karena Q re-aksinya negatif. Sebaliknya peluruhan beta ganda merupakan transisi dengan Q yang bernilai positif.

Contoh untuk kasus ini adalah adalah Te-128. Jika Te-128 me-luruh mengikuti12852 Te →12853 I + β+ νemaka nilai Q-nya adalah

negatif. Sebaliknya, reaksi12852 Te →12854 Xe + 2β+ 2νe mengha-silkan Q yang bernilai positif sehingga bisa berlangsung secara spontan.

Contoh unsur yang teramati mengalami peluruhan beta ganda adalah Ca-48, Ge-76, Se-82, Zr-96, Mo-100, Cd-116, Te-128, Te-130, Ba-130, Xe-136, Nd-150, dan U-238.

5.4 Peluruhan Gamma

Peluruhan gamma terjadi bila suatu inti X yang memiliki energi ber-lebih atau berada pada keadaan tereksitasi X, melepaskan kelebihan energinya dalam bentuk radiasi gelombang elektromagnetik atau fo-ton. Foton tersebut dikenal sebagai sinar gamma. Dengan demikian, peluruhan gamma dapat ditulis sebagai

AXAX + γ. (5.41)

Dalam peluruhan gamma, tidak ada perubahan nomor atom Z mau-pun nomor massa A. Yang terjadi hanyalah perubahan keadaan inti dari keadaan tereksitasi tingkat tinggi ke keadaan tereksitasi yang le-bih rendah, atau ke keadaan dasar. Masing-masing transisi memiliki energi yang khas (dari keV sampai MeV) dan intensitas yang berbeda, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.9.

Contoh : Menghitung energi dan intensitas sinar gamma Hitunglah energi dan intensitas sinar gamma dari Ga-69.

Penyelesaian

Dari gambar tersebut, terlihat bahwa inti Ga-69 dapat mengha-silkan 3 jenis sinar gamma, masing-masing dengan energi 871,70 MeV (terkait dengan transisi keadaan teksitasi dengan I = 32 ke keada-an dasar dengkeada-an I = 32, dengan intensitas 99, 967% × 0, 00025% = 0, 0002499%), 573,90 MeV (terkait dengan transisi I = 52ke I = 32, dengan intensitas 0, 033% × 100% = 0, 033%), serta 318,4 MeV

(ter-Gambar 5.9: Skema peluruhan gamma pada Zn-69. Energi gamma diberikan dalam satuan keV (Loveland, 2006).

kait dengan transisi I = 12 ke I = 32, dengan intensitas 99, 967% × 99, 9986% = 99, 9656%). Terlihat bahwa total intensitasnya adalah = 0, 0002499% + 0, 033% + 99, 9656% ≈ 100%.

Pada beberapa kasus, inti dapat memiliki 2 konfigurasi dengan perbedaan energi yang sangat kecil tetapi perbedaan momentum yang sangat besar. Transisi antara dua keadaan tersebut cenderung dihin-dari karena foton harus memilki momentum yang sangat besar. Kon-disi ini membuat keadaan dengan energi yang lebih tinggi memiliki waktu paro yang sangat lama, dan dikenal sebagai keadaan isomerik. Peluruhan gamma yang terjadi dikenal sebagai peruruhan transisi iso-merik (isomeric transition decay, IT decay). Contoh peluruhan IT adalah peluruhan Zn-69m (I = 92+) ke Zn-69 (I = 12) dengan waktu paro 13 hari, ditunjukkan pada Gambar 5.9.

Secara makro, peluruhan gamma biasanya mengiringi peluruhan beta atau alfa. Hal ini terjadi jika inti baru yang dihasilkan dalam

pe-Gambar 5.10: Skema peluruhan gamma pada Co-60.

luruhan alfa dan/atau beta tidak berada pada keadaan dasar karena aturan seleksi. Selanjutnya, inti tersebut akan bertransisi ke keadaan dasar dengan cara memancarkan sinar gamma. Contoh untuk kasus ini adalah peluruhan beta dari Co-60 menghasilkan Ni-60, seperti di-tunjukkan pada Gambar 5.10.

5.4.1 Energi pada peluruhan gamma

Misalkan inti induk mula-mula dalam keadaan diam dan setelah meng-alami peluruhan γ akan mengmeng-alami gerakan mundur (recoil ) dengan momentum pR dan energi kinetik TR. Jika keadaan sebelum peluruh-an memiliki energi Eidan keadaan setelah peluruhan gamma memiliki energi Ef, maka persamaan energi pada peluruhan gamma adalah

Ei= Ef+ Eγ+ TR. (5.42)

Selanjutnya dengan menggunakan hukum kekekalan momentum dida-patkan

Eγ = ∆E −(∆E)

2

2mc2 (5.43)

Contoh : Menghitung Eγ

Hitunglah Eγ sebagai fungsi ∆E dan massa inti m.

Penyelesaian

Dengan menggunakan hukum kekekalan momentum pR+ pγ = 0 didapatkan pR = pγ, sehingga energi kinetik rekoil inti adalah TR =

p2R 2m = p 2 γ 2m = (Eγ/c)2 2m = E 2 γ

2mc2. Sekarang kita bisa menuliskan persamaan energi (Persamaan (5.43)) sebagai

∆E = Eγ+ E

2 γ

2mc2.

Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai Eγ2+ 2mc2 Eγ− 2mc2 ∆E = 0 yang solusinya adalah

Eγ = mc2 " −1 +  1 + 2∆E mc2 1/2# .

Karena suatu inti terdiri atas A nukleon dengan mc2 = 931, 5 MeV, maka mc2 ≈ 1000 A MeV. Karena ∆E dalam orde MeV, maka mc∆E2 adalah bilangan yang sangat kecil. Dengan demikian kita bisa men-deretkan persamaan terakhir (sampai 3 suku) sebagai berikut

Eγ ≈ mc2 " −1 + 1 +1 22 ∆E mc2 +1 2  1 2 − 1  1 2!  2∆E mc2 2!# = mc2 " −1 + 1 + ∆E mc21 2  ∆E mc2 2!# = mc2 " ∆E mc21 2  ∆E mc2 2# Eγ = ∆E −(∆E) 2 2mc2 .

Perhatikan bahwa jika menderetkan sampai suku kedua, maka akan didapatkan Eγ = ∆E.

Contoh : Menghitung energi rekoil inti

Hitunglah energi partikel γ yang dihasilkan dari inti Znm− 69, yang beda energinya adalah 0,439 MeV.

Penyelesaian

Kita hitung dulu (∆E)2mc22 = 2×68,297×931,5 MeV(0,439 MeV)2 = 1, 5 × 10−6MeV. Dengan menggunakan Persamaan (5.43), didapatkan Eγ = ∆E −

(∆E)2

2mc2 = 0, 439 − 0, 000001 ≈ 0, 439 MeV. Dengan demikian, energi rekoil inti adalah TR= 2×68,297×931,5 MeV(0,439 MeV)2 = 1, 5 × 10−6MeV = 1, 5 eV.

5.4.2 Klasifikasi peluruhan gamma

Misalkan sebelum meluruh inti memiliki spin Ii dan setelah meluruh memiliki spin If. Dengan memanfaatkan hukum penjumlahan mo-mentum, maka foton harus memiliki spin

|If − Ii| ≤ l ≤ |If + Ii| . (5.44)

Persamaan di atas menunjukkan bahwa transisi dengan l = 0 ada-lah tidak mungkin terjadi untuk foton tunggal. Pada setiap transisi, foton γ yang dipancarkan biasanya diberi nama menurut aturan 2l. Untuk l = 1 maka 21 = 2 dan radiasinya dikenal sebagai dipol. Un-tuk l = 2 maka 22 = 4 dan radiasinya dikenal sebagai quadrupol. Di samping itu, sebuah transisi dapat menyebabkan perubahan distribusi ‘muatan’ atau distribusi ‘arus’ dalam inti. Suatu transisi yang menye-babkan perubahan distribusi muatan dikenal sebagai transisi elektrik, sedang transisi yang menyebabkan perubahan distribusi arus dikenal sebagai transisi magnetik. Untuk masing-masing transisi, perubahan paritasnya adalah

∆π = (

(−1)l untuk transisi elektrik

(−1)l+1 untuk transisi magnetik . (5.45)

Sebagai contoh transisi dengan l = 1 yang terkait dengan perubahan muatan dikenal sebagai transisi dipol listrik (E1) dan terkait dengan perubahan paritas.. Sebaliknya, transisi dengan l = 1 yang terkait

de-Tabel 5.6: Klasifikasi radiasi γ. Pada tabel ini, E adalah energi gam-ma dalam MeV (Krane, 1988).

Tipe Nama ∆l ∆π laju transisi, λ (s−1)

E1 dipol elektrik 1 ya 1, 03 × 1014A2/3E3

M1 dipol magnetik 1 tidak 3, 15 × 1013E3

E2 quadrupol elektrik 2 tidak 7, 28 × 107A4/3E5

M2 quadrupol magnetik 2 ya 2, 24 × 107A4/3E5

E3 oktupol elektrik 3 ya 3, 39 × 101A2E7

M3 oktupol magnetik 3 tidak 1, 04 × 101A4/3E7 E4 heksadekapol elektrik 4 tidak 1, 07 × 10−5A8/3E9 M4 heksadekapol magnetik 4 ya 3, 27 × 10−6A2E9

E5 5 ya 2, 40 × 10−12A10/3E11

M5 5 tidak 7, 36 × 10−13A8/3E11

ngan perubahan arus dikenal sebagai transisi dipole magnetik (M 1) dan tidak terkait dengan perubahan paritas. Klasifikasi radiasi gam-ma ditunjukkan pada Tabel 5.6.

Contoh : Menduga jenis radiasi γ

Dugalah jenis radiasi γ dari inti Na-23, terkait transisi dari keadaan eksitasi kedua (72+) ke keadaan dasar 32+.

Penyelesaian

Kita hitung dahulu momentum sinar-γ dengan menggunakan Per-samaan (5.44), di mana |If− Ii| ≤ l ≤ |If + Ii|. Karena li = 72+ dan lf = 32+, maka 2 ≤ l ≤ 5 dan ∆π = tidak. Selanjutnya, dengan mengacu pada Tabel 5.6, maka transisi yang mungkin adalah E2, M3, E4, dan M5.

Contoh : Menghitung panjang gelombang radiasi γ

Hitunglah panjang gelombang dari yang dipancarkan Znm− 61 ketika mengalami transisi internal.

Penyelesaian

Pada soal sebelumnya diketahui bahwa Eγ = 0, 439 MeV. Karena Eγ = hcλ, maka λ = 2πhcE

γ = Ehc

perbandingan, jari-jari inti Zn−61 adalah R = 1, 2×611/3= 4.7173 fm sehingga diameter intinya adalah 9,4347 fm. Karena panjang gelom-nang γ jauh lebih besar dari diameter inti, berarti transisi tersebut tidak dapat dipakai untuk mempelajari struktur inti atom Zn-61.

Sekarang kita akan mendiskusikan probabilitas masing-masing je-nis radiasi γ, untuk jeje-nis radiasi tunggal. Dengan menggunakan atur-an emas Fermi, didapatkatur-an probabilitas tratur-ansisi masing-masing radi-asi sebagai berikut

λ (E, l) = 8π (l + 1) l [(2l + 1)!!]2  e2 4π0~c   E ~c 2l+1 3 l + 3 2 cR2l (5.46) λ (B, l) = 8π (l + 1) l [(2l + 1)!!]2  µp1 l + 1 2 h mc 2l+1 ×  e2 4π0~c   E ~c 2l−1 3 l + 2 2 cR2l−2 (5.47)

di mana R = R0A1/3, dan n!! = 1 × 3 × .... × n. Biasanya dipa-kai µp1

l+1

2

= 10. Terlihat bahwa nilai λ bergantung pada nilai perubahan momentum l, energi yang dipnancarkan E, nomor massa A, serta paritas ∆π yang menentukan jenis transisi elektrik E atau magnetik B. Nilai λ disajikan pada Tabel 5.6.

Contoh : Menghitung probabilitas radiasi γ Hitunglah λ (E, l).

Penyelesaian

Dengan menggunakan Persamaan (5.46) dan memanfaatkan nilai

Dokumen terkait